A. Latar Belakang
Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
yang wajar, yang akan dialami oleh semua orang yang di karuniai umur panjang.
Hanya lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu
yang bersangkutan. Saat ini, diseluruh dunia jumlah orang tua lanjut usia
diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada
tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar.(Ananta dan Anwar, 1994). Secara
individu, pengaruh poses menua dapat menimbulkan berbagai masalah. Baik
secara fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan semakin lanjut usia
seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama dibidang kemampuan
fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal
ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan didalam hal mencukupi kebutuhan
hidupnya.
Salah satu kemunduran atau perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu
pada sistem muskuloskeletalnya dimana terjadi berkurangnya massa otot,
kekakuan jaringan penghubung, dan osteoporosis. Sedangkan dari
hasilpemeriksaan WBS pada lansia di Balikpapan terdapat 60% lansia
mempunyai kadar asam urat di atas normal. Kondisi ini yang akan menimbulkan
nyeri pada lansia.
Nyeri dinyatakan sebagai tanda-tanda vital kelima oleh The American
Pain Society (2005, dalam Smeltzer & Bare, 2005). Joint Commission on the
Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) (2003, dalam Black &
Hawk, 2005) berdasarkan hal tersebut menyatakan bahwa keluhan nyeri harus
dinilai pada semua pasien karena mereka mempunyai hak untuk dikaji dan
diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. Ikorski dan Barker (2004, dalam
Black & Hawk, 2005) mengemukakan bahwa nyeri akut yang tidak berkurang
dapat menyebabkan pasien mengalami debilitation (kelemahan tenaga/
kehilangan motivasi), menghambat kualitas hidup, dan depresi.
Sedangkan penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis yaitu metode
pereda nyeri yang biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Metode ini
diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa
detik atau menit (Smeltzer & Bare, 2002). Penatalaksanaan nyeri secara
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri dari beberapa teknik diantaranya
adalah Distraksi, Relaksasi, Imajinasi terbimbing, dan salah satunya adalah
Hipnoterapi.
Hipnoterapi pada dasarnya adalah seni komunikasi, dimana kondisi
hipnosis merupakan kondisi relaksasi pikiran yang disertai relaksasi tubuh. Ada
pula yang mendifinisikan hipnosis sebagai suatu kondisi pikiran ketika fungsi
analitis logis pikiran direduksi sehingga memungkinkan seseorang masuk ke
dalam kondisi bawah sadar (subconscious/unconscious mind).
Penggunaan hipnotis sudah ada sebelum sejarah itu sendiri tercatat, sejak
awal mula peradaban manusia. Tentu saja waktu itu hipnotis belum dikenal
dengan nama “hipnotis”. Hipnotis pada masa dulu dipraktekkan dalam ritual
agama maupun ritual penyembuhan. Sejarah hipnosis modern dimulai pada abad
ke 18, catatan sejarah tertua tentang hipnotis yang diketahui saat ini berasal dari
Ebers Papyrus yang menjelaskan teori dan praktek pengobatan bangsa Mesir
Kuno pada tahun 1552 SM. Hipnosis telah dipraktekkan di tempat yang berbeda
dengan berbagai istilah sejak dahulun (Kroger, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Sumarwanto (2015) didapatkan bahwa
hipnoterapi lebih dapat menurunkan tingkat nyeri lebih cepat. Hipnoterapi juga
dapat mengubah persepsi dan respon seseorang. Pada saat pemberian hipnoterapi
pasien dibimbing untuk melakukan imajinasi sehingga mempengaruhi kerja otak,
gelombang otak akan turun dari gelombang beta menjadi alpha dan theta
sehingga menyebabkan tubuh menjadi rileks. Impuls nyeri terhambat dan pasien
menjadi rileks. Pada saat pasien rileks perhatian pasien terhadap nyeri teralihkan
sehingga persepsi nyeri dan respon terhadap nyeri berubah dan persepsi terhadap
nyeri yang dirasakan menurun bahkan hilang.
Mengingat kondisi dan permasalahan lanjut usia seperti diuraikan di atas,
kami bermaksud mengadakan suatu kegiatan dengan tema “Hipnoterapi untuk
mengurangi nyeri pada Lansia” di PSTW Bhakti Abadi agar kondisi ini dapat
teratasi dalam hal meningkatkan derajat kesehatan lansia terutama dari sistem
integumen tubuh.
B. RENCANA KEPERAWATAN
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti Training of Trainer (TOT) selama 60 menit, diharapkan
petugas panti mengerti dan memahami tentang cara memberi hipnoterapi
pada lansia dan dapat diterapkan bagi lansia di PSTW Bakti Abadi
Balikpapan
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti Training of Trainer (TOT), diharapkan petugas panti
mampu :
a. Memahami pengertian hipnoterapi
b. Mengetahui teknik hipnoterapi
c. Mengetahui manfaat hipnoterapi
d. Mengetahui cara kerja hipnoterapi
e. Mengetahui tahap hipnoterapi
C. Landasan Teori
(Terlampir)
D. Rancangan Kegiatan
1. Topik
Training of Trainer (TOT) dengan tema “Pemberian Hipnoterapi pada
Lansia”
2. Sasaran
Pramusosial PSTW Bhakti Abadi
a. Kriteria inklusi
Semua pramusosial PSTW Bhakti Abadi
b. Kriteria eksklusi
Pramusosial yang tidak hadir pada jadwal kerja
3. Metode : Ceramah, demonstrasi, diskusi, dan tanya jawab
4. Media : LCD, PPT, Leaflet
5. Waktu dan Tempat
a. Hari/tanggal : Sabtu, 25 Mei 2019
b. Waktu : 09.00 sd 10.30 wita
c. Tempat : PSTW Bhakti Abadi Sepinggan
6. Pengorganisasian
Ketua : Aris Fanil Hadi
Wakil Ketua : Siska Sri Wahyuni
Penyaji : Rosita Destiana
Peraga : M.Junaedi, Lazkar Gesang
Fasilitator : Rina Wati, Mucklis Supriyadi, Farida Navrizal
Pembawa acara : Sherly Mutia
Observer : Ari Susanti, Mardian
Dokumentator : Eka Suciwati, Syifaunisa
7. Kegiatan TOT
N Tahapan Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan Peserta Penanggung
o Kegiatan Jawab
1 Pembukaan 5 menit 1.Mengucapkan salam 1.Menjawab salam Sherly Mutia
2.Memperhatikan
2.Memperkenalkan mahasiswa
3.Memperhatikan
3.Menjelaskan kontrak waktu
4.Memperhatikan
4.Menjelaskan tujuan kegiatan
E. Proses Pelaksanaan
1. Perkenalan dan pengarahan
a. Mempersiapkan lingkungan : suasana tenang dan nyaman (tidak
rebut)
b. Mempersiapkan tempat : pengaturan posisi tempat duduk, leader
berdiri di depan dan berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok
c. Mempersiapkan anggota kelompok : membuat kontrak kembali
dengan pramusosial untuk mengikuti kegiatan TOT
2. Pembukaan
a. Ketua memperkenalkan diri dan anggota kelompok dengan
menyebutkan nama
b. Ketua menjelaskan tujuan kegiatan TOT dan membuat kontrak waktu
dengan pramusosial dan lamanya kegiatan berlangsung
c. Ketua menjelaskan peraturan kegitan TOT, jika pramusosial ingin ke
kamar mandi atau toilet harus minta ijin kepada fasilitator, bila ingin
menjawab pertanyaan pramusosial diminta untuk mengancungkan
tangan dan diharapkan pramusosial mengikuti kegiatan dari awal
sampai akhir.
3. Penyajian materi dan demonstrasi
a. Menjelaskan materi
b. Setelah penjelasan materi, peraga mendemonstrasikan cara pemberian
hipnoterapi pada lansia kepada pramusosial.
4. Evaluasi
a. Pramusosial dapat mengikuti jalannya kegiatan dengan baik
b. Pramusosial aktif saat kegiatan berlangsung
5. Penutupan
a. Pembawa acara menyampaikan apa yang telah dicapai oleh
pramusosial setelah mengikuti kegiatan TOT
b. Ketua memberikan reinforcement positif pada setiap pramusosial yang
mengikuti kegiatan dan bagi yang memberikan pertanyaan yang
terbaik.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
Waktu : 90 menit
I. Tujuan Pembelajaran
A. Pengertian hipnoterapi
B. Teknik hipnoterapi
C. Manfaat hipnoterapi
E. Tahap hipnoterapi
A. Ceramah
B. Demonstrasi
C. Diskusi
D. Tanya jawab
IV. Media
V. Materi
Terlampir
PROPOSAL
TRAINING OF TRAINER (TOT)
Pemberian Hipnoterapi Pada Lansia
DISUSUN OLEH :
1. Ari Susanti
2. Aris Fanil Hadi
3. Eka Suci Wati
4. Farida navrizal
5. Lazkar Gesang Laksana
6. Mardian Andy Dharmawan
7. Muhammad Junaedi
8. Mukhlis Supriadi
9. Rina Wati
10. Rosita Destiana
11. Sherly Mutia Angreini
12. Siska Sri Wahyuni
13. Syifaunisa
Menurut Toni Setiawan (2009) Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu
psikologi yang mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran,
perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai salah satu
teknik terapi pikiran menggunakan hipnotis. Hipnotis dapat diartikan sebagai
ilmu untuk memberi sugesti atau perintah kepada pikiran bawah sadar. Orang
yang ahli dalam menggunakan hipnotis untuk terapi disebut “Hipnotherapist’
(hipnoterapis).
a. Ideonomotor Response
Ini adalah cara untuk mendapat jawaban “ya”, “tidak”, atau “tidak tahu” dari
klien dengan cara menggerakkan salah satu jari tangan. Teori dibalik teknik ini
ialah bahwa seorang cenderung memberikan jawaban yang jujur, sesuai
jawaban pikiran bawah sadar, melalui respons gerakan fisik (ideomotor
response) dari pada dalam bentuk verbal atau ucapan.
b. Hypnotic Regresion
c. Systematic Desensitization
d. Implosive Desensitization
Teknik ini digunakan apabila klien mengalami abreaction. Yaitu, situasi dalam
kedamaian untuk menenangkan dirinya. Tujuannya ialah menurunkan tingkat
intensitas emosi secara bertahap, teknik ini juga disebut circle therapy.
Teknik ini meminta klien membayangkan, emosi, rasa sakit, atau masalahnya
keluar dari tubuh klien dan mengambil suatu bentuk yang mewakili
masalahnya tersebut, teknik ini hanya bagus pada klien yang visual, untuk
auditori dan kinestetik digunakan proyeksi dalam bentuk suara atau perasaan.
g.Gestalt Therapy
Teknik ini dilakukan dengan cara menggunakan permainan peran atau role
play. Dalam teknik ini, diminta klien memainkan peran secara bergantian, baik
sebagai dirinya sendiri maupun sebagai orang lain yang menjadi penyebab
trauma atau luka batin.
Bagian pertma dari teknik ini dilakukan dengan the informed child technique,
bagian lanjutannya dilakukan dengan menggunakan gestalt therapy yang
memungkinkan klien untuk menyampaikan apa yang ingin ia katakan pada
orang yang menyebabkan luka batin.
k. Verbalizing
Dalam teknik ini klien diminta untuk berbicara atau mengucapkan pemahaman
baru atau apa yang menuturnya harus dilakukan. Apabila klien yang
mengucapkannya, efeknya akan menjadi sangat kuat dari pada bila hal yang
sama diucapkan oleh terapis.
l. Direct Sugesstion
Sugesti yang bersifat langsung diberikan berdasarkan apa diucaokan oleh klien
(verbalizing)
n. Inner Guide
Inner guide bisa berupa penasehat spiritual, mentor, orang, atau bagian dari
diri klien yang bijak sana. Dalam teknik ini klien dibantu oleh inner guide
untuk menyelesaikan masalah yang dialaminya.
o. Part Therapy
Teknik ini digunakan untuk klien menyelesaikan inner conflict (konflik) yang
timbul dai pertentanga diantara “bagian-bagian” diri klien.
p. Dream Therapy
Terapi ini menggunakan mimpi sebagai simbol yang dikomunikasikan oleh
fikiran bawah sadar. Mimpi yang digunakan untuk analisis dan terapi adalah
mimpi yang terjadi selama lebih kurang sepertiga waktu tidur menjelang
bangun.
3. Manfaat Hipnoterapi
5. Langkah-langkah Hipnoterapi
Menurut Wong, Andri dan Setiawan (2009), kondisi hipnoterapi dapat
dicapai dalam beberapa proses ( Beta Sugiarso, 2013) yaitu :
1. Pre-Induction (Interview)
Pada tahap awal, hipnoterapis dan klien untuk pertama kalinya bertemu.
Setelah klien mengisi formulir mengenai data dirinya, hipnoterapis membuka
percakapan (rapport) untuk membangun kepercayaan klien, menghilangkan
rasa takut terhadap hypnosis atau hipnoterapi, menjelaskan mengenai
hipnoterapi, dan menjawab semua pertanyaan yang klien ajukan. Sebelumnya,
hipnoterapis harus dapat mengenali aspek-aspek psikologis dari klien, antara
lain hal yang diminati dan tidak diminati, apa yang diketahui klien terhadap
hipnosis, dan seterusnya. Pre-Induction merupakan tahapan yang sangat
penting. Seringkali kegagalan proses hipnoterapi diawali dari proses Pre-
Induction yang tidak tepat.
2. Suggestibility Test
Fungsi dari uji sugestibilitas adalah untuk menentukan apakah klien termasuk
ke dalam golongan orang yang mudah menerima sugesti atau tidak. Selain itu,
uji sugestibilitas juga berfungsi sebagai pemanasan dan juga untuk
menghilangkan rasa takut terhadap proses hipnoterapi. Uji sugestibilitas juga
membantu hipnoterapis untuk menentukan teknik induksi mana yang terbaik
bagi klien.
3. Induction
Bila diperlukan, hipnoterapis akan membawa klien ke trance yang lebih dalam.
Proses ini dinamakan deepening.
5.Suggestions / Sugesti
6. Termination
7. Nyeri
a. Definisi
Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan, yang didefinisikan dalam
berbagai perspektif. Berikut ini beberapa pengertian nyeri yang di kutip dari
berbagi sumber.
International Association for Study of Pain (1979), mendifinisikan nyeri
sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat actual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan.
Curton (1983) mengatakan bahwa nyeri merupakan mekanisme produksi
bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.
Tourne dan Theau-Yonneau (2007) dalam judha dkk (2012),
mendefiniskan nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan, baik
sensori maupun emosional yang berhubungn dengan resiko atau aktualnya
kerusakan jaringan.
Secara medis mouncastle mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman
sensori yang dibawa oleh stimulus sebagai akibat adanya ancaman atau
kerusakan jaringan, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah ketika seseorang
terluka (Prasetyo, 2010).
b. Pengukuran intensitas nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh
dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri
dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik
ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2007).
Alat pengukur skala nyeri adalah alat yang digunakan untuk mengukur
skala nyeri yang dirasakan seseorang dengan rentang 0 sampai 10. Terdapat
tiga alat pengukur skala nyeri, yaitu :
1) Numerical Rating Scale (NRS)
Skala pengukur nyeri Wong & Baker (1988) dalam Potter & Perry
(2006) banyak digunakan oleh tenaga kesehatan untuk mengukur
nyeri pada pasien anak. Perawat terlebih dulu menjelaskan tentang
perubahan mimik wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih
sesuai dengan rasa nyeri yang dirasakan. Interpretasinya adalah 0
tidak ada nyeri, 2 sedikit nyeri, 4 sedikit lebih nyeri, 6 semakin
lebih nyeri, 8 nyeri sekali, 10 sangat sangat nyeri (National
Precribing Service Limited, 2007).
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik dan memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik. Memiliki karateristik adanya
peningkatan frekuensi pernafasan , tekanan darah, kekuatan otot,
dan dilatasi pupil.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
Memiliki karateristik muka klien pucat, kekakuan otot, kelelahan
dan keletihan
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.