Anda di halaman 1dari 226

Nonik Ayu Wantini, SST.,M.Kes, Lenna Maydianasari, SST.

,MPH
Listia Dwi Febriati, SST.,M.Kes, Fika Lilik Indrawati, S.SiT.,MPH
Rizka Ayu Setyani, SST.,MPH

MODUL

IMUNOLOGI &
BIOLOGI REPRODUKSI
MODUL
IMUNOLOGI DAN
BIOLOGI REPRODUKSI

Oleh :

Nonik Ayu Wantini, SST.,M.Kes


Lenna Maydianasari, SST.,MPH
Listia Dwi Febriati, SST.,M.Kes
Fika Lilik Indrawati, S.SiT.,MPH
Rizka Ayu Setyani, SST.,MPH

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2020

i
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Anggota IKAPI

MODUL IMUNOLOGI DAN BIOLOGI REPRODUKSI


© Wantini
Respati Press, Yogyakarta 2020

All right reserved


@Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak, mencetak atau menerbitkan sebagian isi
atau seluruh buku dengan cara dan dalam bentuk apapun juga
tanpa seijin editor dan penerbit

xx+ 204 halaman; 14,80 x 21,00 cm

Penulis:
Nonik Ayu Wantini, SST.,M.Kes
Lenna Maydianasari, SST.,MPH
Listia Dwi Febriati, SST.,M.Kes
Fika Lilik Indrawati, S.SiT.,MPH
Rizka Ayu Setyani, SST.,MPH

Editor : Nonik Ayu Wantini, SST.,M.Kes


Rancang Sampul : Adi Bayu Prasetyo, A.Md
Penata isi : Tri Mei Khasana, S.Gz.,MPH

Diterbitkan pertama kali oleh:


Respati Press
Jalan Laksda Adi Sucipto Km.6,3 Depok, Sleman, DIY
Email: respatipress@respati.ac.id
Telp: (0274) 489780, 488781
Fax: (0274) 489780

Cetakan pertama, Februari 2020

ISBN: 978-623-92551-5-2

ii
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas karunia-
Nya sehingga modul “Imunologi dan Biologi Reproduksi” ini
bisa kami terbitkan sebagai buku panduan bagi mahasiswa.
Modul ini merupakan acuan bagi mahasiswa di dalam
pelaksanaan perkuliahan.Modul ini mencakup14 pokok bahasan
antara lain:
1. Perkembangan dan Fungsi Organ Reproduksi
2. Hormon Reproduksi, Siklus Menstruasi, dan Konsepsi
3. Embriologi dan Diferensiasi Seksual
4. Fertilitas, Infertilitas, Assisted Reproduction Technology
(ART)
5. Pertumbuhan, Perkembangan Janin dan Plasenta
6. Genetika Manusia
7. Adaptasi Janin di Ekstra Uterine
8. Analisis Kromosom dan Sitogenetika
9. Imunologi Manusia dan Konsep Imunitas dalam tubuh
manusia
10. Sistem Imun Non Spesifik dan Spesifik dalam tubuh
manusia
11. Imunoprofilaksis dan Imunitas
12. Konsep Antigen (Ag) dan Antibodi (Ab)
13. Interaksi Antigen dan Antibodi
14. Inflamasi (Radang)

Setelah mempelajari panduan ini mahasiswa diharapkan mampu:


1. Memiliki pengetahuan yang luas dan isu terkini berkaitan
dengan biologi reproduksi serta mengaplikasikan dalam
praktik kebidanan
2. Mampu memahami konsep genetika dasar dan aplikasinya
di bidang ilmu kebidanan

iii
3. Mampu mengidentifikasi, memformulasikan,
menyelesaikan masalah di bidang kebidanan yang
berkaitan dengan imunologi dasar

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan


modul ini, sehingga mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di masa mendatang. Semoga modul ini bermanfaat
bagi semua pihak.

Yogyakarta, Januari 2020

Penulis

iv
VISI

Menjadi Program Studi Pendidikan Profesi Bidan yang unggul


untuk menghasilkan tenaga bidan profesi yang profesional
dalam pelayanan kebidanan komplementer tradisional alternatif
dan berjiwa wirausaha pada tahun 2038.

MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan bidan yang berkualitas untuk
menghasilkan lulusan bidan profesi yang unggul dalam
pelayanan kebidanan komplementer tradisional alternatif
dan berjiwa wirausaha.
2. Melaksanakan penelitian ilmiah di bidang kebidanan
komplementer tradisional alternatif terkini dan bermutu yang
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak serta
pembangunan.
3. Menerapkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kebidanan
komplementer tradisional alternatif melalui pengabdian
kepada masyarakat yang bermanfaat bagi peningkatan
derajat kesejahteraan masyarakat.
4. Menjalin kerjasama di lingkup nasional dan internasional
untuk mendukung pengembangan pelayanan kebidanan
komplementer tradisional alternatif.

TUJUAN
1. Menghasilkan lulusan bidan profesi yang unggul dan
kompetitif dalam pelayanan kebidanan komplementer
tradisional alternatif dan berjiwa wirausaha.
2. Menghasilkan produk ilmiah pelayanan kebidanan
komplementer tradisional alternatif yang berkualitas dan
bermanfaat bagi masyarakat.
3. Memberikan pengabdian kepada masyarakat dalam

v
pelayanan kebidanan komplementer tradisional alternatif
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.
4. Memiliki jaringan kerjasama di lingkup nasional dan
internasional untuk mendukung pengembangan pelayanan
kebidanan komplementer tradisional alternatif.

vi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………….. iii


Visi Misi Tujuan.......................................................................... iv
Daftar Isi ……………………………………………………… v
Daftar Gambar ………...…………………………….………… vi
Daftar Tabel................................................................................. ix
Daftar Istilah ………………………………………………….. x
Daftar Singkatan ........................................................................ xii
Topik 1. Perkembangan dan Fungsi Organ Reproduksi………. 1
Topik 2. Hormon Reproduksi, Siklus Menstruasi, dan
13
Konsepsi……………………………………………...
Topik 3. Embriologi dan Diferensiasi Seksual………………... 25
Topik 4. Fertilitas, Infertilitas, Assisted Reproduction
37
Technology (ART)……………………………………
Topik 5. Pertumbuhan, Perkembangan Janin dan Plasenta…… 48
Topik 6. Genetika Manusia……………………………………. 67
Topik 7. Adaptasi Janin di Ekstra Uterine…………………….. 80
Topik 8. Analisis Kromosom dan Sitogenetika……………….. 96
Topik 9. Imunologi Manusia dan Konsep Imunitas dalam
110
tubuh manusia………………………………………..
Topik 10. Sistem Imun Non Spesifik dan Spesifik dalam tubuh
127
manusia……………………………………………….
Topik 11. Imunoprofilaksis dan Imunitas……………………... 140
Topik 12. Konsep Antigen (Ag) dan Antibodi (Ab)…………... 152
Topik 13. Interaksi Antigen dan Antibodi…………………….. 165

vii
Topik 14. Inflamasi (Radang)…………………………………. 190
Daftar Pustaka…………………………………………………. 200
Lampiran:
1. Evaluasi Pembelajaran………………………………... 202
2. Kunci Jawaban Latihan Soal………………………….
203

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Landasan Teori Perkembangan dan


Fungsi Organ Reproduksi……………. 11
Gambar 2.1 Landasan Teori Hormon Reproduksi,
Siklus Menstruasi dan konsepsi……… 23
Gambar 3.1 Fertilisasi dan pembelahan sel….......... 26
Gambar 3.2 Ruang lingkup embrologi…………….
33
Gambar 3.3 Tahapan embriogenesis……………… 34
Gambar 4.1 Landasan Teori Fertilitas, Infertilitas,
dan ART……………………………… 46
Gambar 5.1 Periode kritis perkembangan janin…... 48
Gambar 5.2 Pertumbuhan dan perkembangan janin
trimester 1……………………………. 50
Gambar 5.3 Pertumbuhan dan perkembangan janin
trimester 2……………………………. 51
Gambar 5.4 Pertumbuhan dan perkembangan janin
trimester 3……………………………. 52
Gambar 5.5 Pembentukan plasenta hari ke 7 dan 8.. 53
Gambar 5.6 Perkembangan plasenta hari ke-9……. 54
Gambar 5.7 Reaksi desidua……………………….. 55
Gambar 5.8 Pembentukan mesoderm ekstra
embrional…………………………….. 56
Gambar 5.9 Perkembangan plasenta hari ke 13-14.. 57
Gambar 5.10 Pembentukan jonjot-jonjot…………… 58
Gambar 5.11 Perkembangan tali pusat……………... 59
Gambar 5.12 Sirkulasi plasenta…………………….. 60
Gambar 5.13 Plasenta dewasa……………………… 61

ix
Gambar 5.14 Pertumbuhan dan Perkembangan
Janin………………………………….. 64
Gambar 5.15 Pertumbuhan dan Perkembangan
Plasenta………………………………. 64
Gambar 6.1 Landasan Teori Genetika Manusia…... 78
Gambar 7.1 Kompresi paru-paru saat persalinan…. 81
Gambar 7.2 Skema adaptasi sistem pernafasan
ekstra uterine…………………………. 82
Gambar 7.3 Sistem pernafasan janin intra uterine… 83
Gambar 7.4 Hal-hal yang menyebabkan bayi
mendapat O2 dari paru-paru setelah
lahir…………………………………... 84
Gambar 7.5 Sistem sirkulasi janin intra uterine…... 87
Gambar 7.6 Sistem sirkulasi janin ekstra uterine…. 88
Gambar 7.7 Skema adaptasi sistem sirkulasi ekstra
uterine………………………………... 89
Gambar 7.8 Sistem pencernaan bayi belum
sempurna……………………………... 90
Gambar 7.9 Reflek primitif……………………….. 92
Gambar 7.10 Adaptasi Janin di Ekstra Uterine…….. 93
Gambar 8.1 Nomenklatur dan morfologi suatu
kromosom……………………………. 98
Gambar 8.2 Bentuk-bentuk kromosom berdasarkan
posisi sentromer……………………… 99
Gambar 8.3 Klasifikasi kromosom berdasarkan
morfologi…………………………...... 99
Gambar 9.1 Landasan Teori Cakupan Imunologi… 124
Gambar 9.2 Landasan Teori Mekanisme Imun
Bawaan dan Adaptif…………………. 124

x
Gambar 9.3 Landasan Teori Pengenalan Reseptor:
Kunci Imunitas……………………….. 125
Gambar 10.1 Landasan Teori Sistem Imun Non
Spesifik dan Spesifik………………… 138
Gambar 11.1 Penggolongan Imunitas……………… 148
Gambar 11.2 Jadwal imunisasi aktif untuk anak usia
0-18 tahun……………………………. 149
Gambar 12.1 Landasan Teori Konsep Antigen dan
Antibodi……………………………… 163
Gambar 13.1 Pembentukan kekebalan jangka
panjang……………………………….. 167
Gambar 13.2 Respon imun terhadap invasi bakteri… 167
Gambar 13.3 Respon imun terhadap invasi virus…... 168
Gambar 13.4 Respon imun terhadap invasi protozoa. 168
Gambar 13.5 Interaksi sistem imun-saraf-endokrin... 169
Gambar 13.6 Aviditas dan afinity…………………... 174
Gambar 13.7 Postzone dan Prozone effec……………. 175
Gambar 13.8 Imnunodifusi ganda dalam satu
dimensi……………………………….. 176
Gambar 13.9 Imunodifusi tunggal………………….. 176
Gambar 13.10 Imunoelektroforesis………………….. 176
Gambar 13.11 Pembentukan ikatan complex Ag-Ab... 177
Gambar 13.12 Titer penentuan aglutinasi……………. 177
Gambar 13.13 Direct Coomb’s test………………….. 178
Gambar 13.14 Indirect Coomb’s test………………… 178
Gambar 13.15 Aglutinasi pasif terbalik……………… 178
Gambar 13.16 Hambatan aglutinasi………………….. 179

xi
Gambar 13.17 Fase II………………………………… 180
Gambar 13.18 Metode sandwich…………………….. 181
Gambar 13.19 Metode kompetisi……………………. 181
Gambar 13.20 Metode indirek ELISA……………….. 182
Gambar 13.21 Non competitive RIA………………… 182
Gambar 13.22 Reaksi dalam fase padat/partikel…….. 183
Gambar 13.23 Cara direk…………………………….. 184
Gambar 13.24 Cara indirek………………………….. 184
Gambar 13.25 Flowcytometry……………………….. 186
Gambar 13.26 Perbedaan respon primer dan
sekunder……………………………… 188
Gambar 14.1 Fisiologis radang……………………… 197

xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Pembentukan organ tubuh dari 35
ketiga lapisan germinativum
Tabel 7.1. Perkembangan paru-paru pada 84
kehamilan
Tabel 7.2. Perbedaan paru-paru janin dan 85
neonatus
Tabel 11.1. Perbedaan kekebalan didapat aktif 148
dan didapat pasif

xiii
DAFTAR ISTILAH

Abortus septik : keguguran yang disertai dengan


infeksi berat
Achromatopsia : Ketidakmampun mata untuk
melihat warna sama sekali
Adjuvan : bahan emulsi yang dapat
memperkuat Ag untuk
menimbulkan respon terbentuknya
Ab
Anovulasi : tidak terjadi ovulasi sama sekali
Atresia folikel : pemecahan folikel ovarium, yang
terdiri dari oosit yang dikelilingi
oleh sel granulosa dan
sel teka internal dan eksternal.
Cryopreservation : proses menyimpan atau melindungi
telur, sperma, atau jaringan
reproduksi sehingga dapat
digunakan untuk memiliki anak
biologis di masa depan.
Digestibility : kemampuan merusak sel fagosit
Disfungsi : pola kegagalan mencapai atau
Ereksi/Impotensi mempertahankan ereksi yang sesuai
untuk hubungan seksual
Disfungsi Ovarium : gangguan fungsi ovarium
Dismenorea : nyeri atau kram di perut bagian
bawah, yang muncul sebelum atau
sewaktu menstruasi
Epitop : dapat menginduksi produksi
antibodi

xiv
Ereksi : mengerasnya penis yang normalnya
lunak agar penis dapat masuk
dalam vagina
Ejakulasi : penyemprotan kuat semen ke dalam
uretra dan keluar penis
Fagositosis : proses dimana sel-sel hidup tertentu
yang disebut fagosit menelan atau
memakan sel atau partikel lain
Gynecomastia : pembesaran payudara pada pria
Hematopoiesis : proses pembentukan dan
perkembangan sel darah
Herediter : menurun secara genetik dari orang
tua kepada anak
Hereditas : pewarisan watak dari induk ke
keturunannya baik secara biologis
melalui gen (DNA) atau secara
sosial melalui pewarisan gelar,
atau status sosial
Hernia inguinalis : suatu kondisi medis yang ditandai
dengan penonjolan jaringan lunak,
biasanya usus, melalui bagian yang
lemah atau robek di bagian bawah
dinding perut di lipatan paha
Hirsutisme : gejala munculnya rambut pada
bagian tubuh perempuan yang
biasanya tidak ditumbuhi rambut
seperti di bawah dagu atau di atas
bibir.
Kegagalan : ovarium berhenti menghasilkan
Ovarium Prematur sel telur sebelum usia 40 tahun
Kehamilan : kehamilan yang berkembang di luar
Ektopik rahim, biasanya di dalam tuba

xv
falopi, abdomen dan lainnya
Kriptorkidismus : suatu kondisi dimana testis tidak
dijumpai pada tempat yang
semestinya yaitu di dalam skrotum
Oligoovulasi : ovulasinya tidak teratur tetapi tidak
sepenuhnya hilang
Oogenesis : proses pembentukan ovum
Patogen : agen biologis yang
menyebabkan penyakit pada inangn
ya
Reseptor : molekul protein yang menerima
sinyal kimia dari luar sel
Spermatogenesis : proses pembentukan sperma
Vasokongesti : pembengkakan jaringan tubuh yang
disebabkan oleh peningkatan aliran
darah vaskular dan peningkatan
tekanan darah secara lokal

xvi
DAFTAR SINGKATAN

Ab : Antibody
ADAM : Androgen Deficiency in Aging Males
Ag : Antigen
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
APC : Antigen Presenting Cell
ART : Assisted Reproduction Technology
BCG : Bacillus Calmette Guerin
BCR : B Cell Receptor
BM : Berat Molekul
BPH : Benign Prostatic Hiperplasia
CD : Clusters of Differentiation
CNS : Central Nervous System
CRP : C-reactive protein
DC : Dendritic Cell
DHT : Dihidrostestosteron
DJJ : Denyut Jantung Janin
DNA : Deoxyribonucleic acid
DTaP : Diphteria, Tetanus, Pertussis
ECF : Eosinofil Chemotactic Factor
ECP : Eosinofil Cationic Protein
EDR : Eosinofil Derived Neurotoxin

xvii
EIA : Enzyme Immuno Assay
ELISA : Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay
EPO : Eritropoietin
FcR : Fr Receptor
FSH : Folicle Stimulating Hormone
HCG : Human Chorionic Gonadotropin
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir
HPL : Human Placenta Lactogen
ICSI : Intra Cytoplasmic Sperm Injection
Ig A : Immunoglobulin A
Ig G : Immunoglobulin G
IUI : Intra Uterine Insemination
IVF : In Vitro Fertilization
KGB : Kelenjar Getah Bening
LED : Laju Endap Darah
LH : Luteinizing Hormon
LPD : Luteal Phase Deficiency
LPS : Lipopolisakarida
MAC : Macrofag
MBL : Manan Binding Lectin
MBP : Mayor Basic Protein
MHC : Major Histcompatibility Complex

xviii
MMR : Mumps Measles Rubella
NOD : Nucleotide-Binding Oligomerization Domain
PAMP : Pathogen-Associated Molecular Pattern
PCOS : Policystic Ovary Sindrom
PGS : Pre Implantation Genetic Screening
PH : Potensial Hidrogen
PID : Pelvic Inflammatory Disease
PMN : Polymorphonuclear Neutrophilic Leucocyte
PRR : Pattern Recognition Receptor
RANTES : Regulated upon Activation, Normal T-cell
Expressed and Secreted
RAST : Radio Allergo Sorbent Test
RIA : Radio Immuno Assay
SAP : SLAM associated protein
SD : Sel dendritik
Sel NK : Sel Natural Killer
SR : Scavenger Receptor
TBC : Tuberculosis
TCR : T Cell Receptor
TLR : Toll Like Receptor
TNF-a : Tumor Necrosis Factor Alpha

xix
xx
TOPIK 1
PERKEMBANGAN DAN FUNGSI ORGAN REPRODUKSI
Nonik Ayu Wantini

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu mengidentifikasi perkembangan dan
fungsi organ reproduksi manusia (C4, A2)

B. RINGKASAN MATERI
1. Organ Reproduksi Pria
a. Anatomi Fisiologi Organ Seks Pria
Fungsi esensial sistem reproduksi pria adalah
menghasilkan sperma (spermatogenesis),
menyalurkan sperma ke wanita. Organ penghasil
sperma (testis) tergantung di luar rongga abdomen
dalam suatu kantong berlapis kulit (skrotum).
Kelenjar seks tambahan pria utama, yang
sekresinya membentuk sebagian besar semen, adalah
vesikula seminalis (60%), kelenjar prostat, dan
kelenjar cowper (bulbouretralis). Penis adalah
organ yang digunakan untuk meletakkan semen pada
wanita. Sperma keluar dari masing-masing testis
melalui saluran reproduksi pria, yang masing-
masing terdiri dari epididimis, duktus (vas) deferens,
dan duktus ejakulatorius. Saluran reproduksi ini
mengosongkan isinya ke sebuah uretra, saluran yang
berjalan di sepanjang penis dan mengosongkan
isinya ke eksterior.
Sepasang vesikula seminalis yang berbentuk
kantong mengalirkan isinya ke dalam bagian
terakhir kedua duktus deferens, satu di masing-
masing sisi. Fungsi vesikula seminalis menghasilkan
fruktosa sebagai sumber energi utama sperma,

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 1


mengeluarkan prostaglandin yang merangsang
kontraksi otot polos saluran reproduksi pria dan
wanita sehingga transpor sperma lebih mudah.
Segmen pendek duktus yang berjalan setelah titik
masuk vesikula seminalis untuk bersatu dengan
uretra disebut duktus ejakulatorius. Kelenjar Prostat
adalah suatu kelenjar tunggal besar yang
mengelilingi secara lengkap duktus ejakulatorius
dan uretra. Salah satu fungsi prostat adalah
mengeluarkan cairan basa untuk menetralkan sekresi
vagina yang asam. Sepasang kelenjar seks
tambahan lainnya, kelenjar bulbouretralis/cowper
mengalirkan isinya ke dalam uretra setelah uretra
melewati kelenjar prostat dan tepat sebelum masuk
ke penis. Selama rangsangan seksual, kelenjar
cowper mengeluarkan bahan mirip mukus yang
menghasilkan pelumas untuk hubungan seksual.
Epididimis dan duktus deferens berfungsi
sebagai jalan keluar sperma dari testis. Sewaktu
meninggalkan testis, sperma belum mampu bergerak
dan membuahi. Sel ini memperoleh kedua
kemampuan tersebut sewaktu mengalir melalui
epididimis. Proses pematangan sperma terjadi di
epididimis dirangsang oleh testosteron. Peningkatan
kemampuan sperma di saluran reproduksi pria dan
wanita disebut kapasitasi. Duktus deferens berfungsi
sebagai tempat penting bagi penyimpanan sperma.
b. Tindakan Seksual Pria
Tindakan seks pria melibatkan 2 komponen yaitu
mengerasnya penis yang normalnya lunak agar
penis dapat masuk dalam vagina (ereksi), dan
penyemprotan kuat semen ke dalam uretra dan

2 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


keluar penis (ejakulasi). Ejakulasi mencakup 2 fase
yaitu:
(1) Fase emisi (pengosongan sperma dan sekresi
kelenjar seks/semen ke dalam uretra). Impuls
saraf simpatis menyebabkan rangkaian kotraksi
otot polos di prostat, saluran reproduksi dan
vesikula seminalis. Aktivitas kontraktil ini
mengalirkan cairan prostat, kemudia sperma,
dan akhirnya cairan vesikula seminalis (disebut
semen) ke dalam uretra. Selama waktu ini,
sfingter di leher kandung kemih tertutup rapat
untuk mencegah semen masuk ke kandung
kemih.
(2) Fase ekspulsi (pengeluaran semen secara kuat
dari penis). Pengisian uretra oleh semen
memicu impuls saraf yang mengaktifkan
serangkaian otot di pangkal penis. Kontraksi
ritmik otot-otot ini terjadi pada interval 0,8
detik dan meningkatkan tekanan di dalam
penis, memaksa semen keluar melalui uretra ke
eksterior.
Selain komponen-komponen yang berkaitan erat
dengan reproduksi ini, siklus respon seks mencakup
respon fisiologis yang lebih luas yang dapat dibagi
menjadi 4 fase:
(1) Fase eksitasi, mencakup ereksi dan
meningkatnya perasaan seksual. Ereksi dicapai
melalui pembengkakan penis oleh darah. Penis
hampir seluruhnya terdiri dari jaringan erektil
yang dibentuk oleh 3 kolom (2 korpus
kavernosum dan 1 korpus spongiosum). Pola
kegagalan mencapai atau mempertahankan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 3


ereksi yang sesuai untuk hubungan seksual
disebut disfungsi ereksi (DE) atau impotensi.
(2) Fase plateau, ditandai oleh intensifikasi
respon-respon tubuh secara general misalnya
kecepatan jantung, tekanan darah, laju
pernafasan, dan ketegangan otot yang
bertambah.
(3) Fase orgasme, yang mencakup ejakulasi serta
respon lain yang menjadi puncak eksitasi
seksual dan secara kolektif dialami sebagai
kenikmatan fisik yang intens.
(4) Fase resolusi, mengembalikan genetalia dan
sistem tubuh ke keadaan sebelum rangsangan.
Volume dan kandungan sperma ejakulat
bergantung pada lama waktu antar ejakulasi.
Volume rerata semen adalah 2,75 mL (berkisar 2
hingga 6 mL), dengan volume yang lebih banyak
setelah abstinensia. Ejakulat manusia rerata
mengandung sekitar 165 juta sperma (60
juta/mL), tetapi sebagian ejakulat mengandung
hingga 400 juta sperma. Baik kualitas maupun
kuantitas sperma merupakan penentu penting
dalam kesuburan. Seorang pria dianggap infertil
secara klinis jika konsentrasi spermanya turun
dibawah 20 juta/mL semen.
c. Fungsi testosteron waktu perkembangan fetus,
perkembangan sifat seksual primer dan sekunder
dewasa
Pada mudigah, testis berkembang dari gonadal
ridge yang terletak di bagian belakang rongga
abdomen. Dalam bulan-bulan terakhir kehidupan
janin, testis mulai turun secara perlahan, menelusuri
rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam

4 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


skrotum, satu testis jatuh ke masing-masing kantong
skrotum. Testosteron dari testis janin memicu
turunnya testis ke dalam skrotum.
Setelah testis turun ke dalam skrotum, lubang di
dinding abdomen tempat kanalis inguinalis lewat
menutup erat di sekitar duktus penyalur sperma dan
pembuluh darah yang melintas di antara masing-
masing testis dan rongga abdomen. Penutupan tidak
sempurna atau ruptur lubang ini memungkinkan
visera abdomen keluar, menimbulkan hernia
inguinalis.
Meskipun waktunya agak bervariasi, penurunan
testis biasanya selesai pada bulan ketujuh gestasi.
Oleh karena itu, penurunan sudah tuntas pada 98%
bayi laki-laki aterm. Namun, pada sebagian bayi
laki-laki prematur testis masih berada di dalam
kanalis inguinalis saat lahir. Pada sebagian besar
kasus testis tertahan, penurunan terjadi secara alami
sebelum pubertas atau dapat dirangsang dengan
pemberian testosteron. Meskipun jarang, testis dapat
tetap tidak turun hingga masa dewasa disebut
kriptorkidismus (crypt berarti “tersembunyi”;
orchid berarti “testis”)
Testosteron adalah suatu hormon steroid yang
berasal dari molekul prekursor kolesterol. Sebelum
lahir, sekresi testosteron oleh Sel Leydig testis janin
menyebabkan maskulinisasi saluran reproduksi dan
genetalia eksterna serta mendorong turunnya testis
ke dalam skrotum seperti yang telah dijelaskan.
Setelah lahir, sekresi testosteron berhenti, dan testis
serta sistem reproduksi lainnya tetap kecil dan non
fungsional hingga pubertas.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 5


Pubertas adalah periode kebangkitan dan
pematangan sistem reproduksi yang semula non
fungsional, memuncak pada kematangan seksual dan
kemampuan bereproduksi. Pada pubertas pria, sel-
sel Leydig mulai mengeluarkan testosteron kembali.
Testosteron berperan dalam pertumbuhan dan
pematangan keseluruhan sistem reproduksi. Di
bawah pengaruh lonjakan testosteron, testis
membesar dan mulai menghasilkan sperma, kelenjar
seks tambah besar dan sekretorik, penis dan skrotum
membesar.
Efek testosteron pada karakteristik seks sekunder
pria meliputi memicu pola pertumbuhan rambut pria
(janggut), menyebabkan suara lebih berat karena
menebalnya pita suara, mendorong pertumbuhan
otot yang membentuk pola tubuh pria. Efek non-
produktif testosteron adalah memiliki efek anabolik
protein, mendorong pertumbuhan tulang saat
pubertas, menutup lempeng epifisis setelah diubah
menjadi estrogen oleh aromatase, mungkin memicu
perilaku agresif.
d. Efek Gonadotropin Korionik pada testis fetus,
pubertas dan regulasi mulainya
Selama kehamilan, plasenta menyekresi
gonadotropin korionik manusia (HCG) dalam
jumlah besar. Hormon ini merangsang pembentukan
sel interstitial Leydig testis fetus dan menyebabkan
sekresi testosteron. Sekresi testosteron selama
kehidupan fetus penting untuk pembentukan organ
seks pria.
Selama 10 tahun pertama kehidupan, anak laki-
laki hampir tidak mensekresi gonadotropin dan
karenanya hampir tidak ada testosteron. Kemudian

6 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


pada usia sekitar 10, kelenjar hipofisis anterior mulai
mensekresi gonadotropin dalam jumlah yang
meningkat. Usia 13 tahun, anak laki-laki mencapai
kapasitas sekual dewasa penuh.
Sekresi testosteron yang terus menerus esensial
bagi spermatogenesis dan pemeliharaan organ dan
saluran reproduksi. Sekali dimulai saat pubertas,
akan berlanjut seumur hidup meskipun efisiensi
testis secara bertahap turun setelah usia 45-50 tahun,
namun pria usia 70 tahun keatas masih dapat
menikmati kehidupan seks aktif. Istilah yang tepat
untuk menggambarkan penurunan androgen pada
pria adalah androgen deficiency in aging males
(ADAM).

2. Organ Reproduksi Wanita


a. Anatomi Fisiologi Organ Seks Wanita
Fungsi esensial sistem reproduksi wanita
mencakup membentuk ovum (oogenesis), menerima
sperma, tempat fertilisasi/konsepsi,
kehamilan/gestasi (termasuk pertumbuhan dan
perkembangan plasenta), partus, laktasi. Ovarium
dan saluran reproduksi wanita terletak di dalam
rongga panggul. Saluran reproduksi wanita terdiri
dari: dua oviduktus (tuba fallopii) yang berkaitan
erat dengan kedua ovarium, mengambil ovum saat
ovulasi dan berfungsi sebagai tempat fertilisasi.
Uterus yang berongga dan berdinding tebal
terutama berperan memelihara janin selama masa
perkembangannya dan mengeluarkannya pada akhir
kehamilan. Vagina adalah saluran yang
mengandung otot dan dapat teregang yang
menghubungkan uterus dengan lingkungan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 7


eksternal. Bagian terbawah uterus (serviks),
menonjol ke dalam vagina dan mengandung satu
pembukaan kecil (kanalis servikalis). Sperma
diendapkan di vagina oleh penis selama hubungan
seksual. Kanalis servikalis adalah jalur bagi sperma
untuk mencapai tempat pembuahan di oviduktus
melalui uterus dan ketika mengalami pelebaran
hebat sewaktu persalinan merupakan saluran bagi
pengeluaran bayi di uterus.
Lubang vagina terletak antara lubang uretra dan
lubang anus. Struktur ini ditutupi secara parsial oleh
suatu membran tipis (hymen) yang biasanya
mengalami robekan fisik oleh hubungan seks
pertama kalinya. Lubang uretra dan vagina
dikelilingi di lateral oleh dua pasangan lipatan kulit
(labia mayora dan minora). Labia minora terletak
di sebelah medial daripada labia mayora yang lebih
menonjol. Bagian klitoris (suatu struktur erotik
kecil yang terdiri dari jaringan serupa dengan yang
terdapat di penis) yang dapat terlihat dan terletak di
ujung anterior lipatan labia minora. Genetalia
eksternal wanita secara kolektif disebut sebagai
vulva.
b. Perkembangan saat fetus, pubertas, dan menopause
Kemampuan reproduksi dimulai saat pubertas,
potensi reproduksi wanita terhenti selama usia
pertengahan saat menopause. Pada bulan kelima
gestasi terdapat 6-7 juta oogonia. Saat lahir, hanya
sekitar 2 juta folikel primer yang tersisa, masing-
masing mengandung 1 oosit primer. Dari cadangan
total folikel, sekitar 300.000 yang ada saat pubertas,
dan hanya sekitar 400 yang akan matang dan
mengeluarkan ovum. Saat menopause, yang rerata

8 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


terjadi pada usia 50-an awal, hanya beberapa folikel
primer yang tersisa yang tidak pernah berovulasi
atau mengalami atresia.
Pubertas pada wanita terjadi pada usia sekitar 12
tahun ketika aktivitas GnRH meningkat untuk
pertama kali. GnRH mulai merangsang pelepasan
hormon gonadotropik hipofisis anterior, yang
nantinya merangsang aktivitas ovarium. Sekresi
estrogen oleh ovarium yang terjadi memicu
pertumbuhan dan pematangan saluran reproduksi
wanita serta perkembangan karakteristik seks
sekunder wanita. Tuba fallopii, uterus, dan vagina
semua ukurannya bertambah. Genetalia eksterna
juga membesar, dengan pengendapan lemak pada
mons pubis, labia major dan minor. Pengendapan
lemak pada payudara, bokong, dan paha merupakan
efek nyata estrogen. Tiga perubahan pubertas lain
pada wanita berupa pertumbuhan rambut ketiak dan
pubis, lonjakan pertumbuhan masa pubertas, dan
timbulnya libido berkaitan dengan lonjakan sekresi
androgen adrenal bukan estrogen.
Menopause didahului oleh suatu periode
kegagalan ovarium progresif yang ditandai oleh
peningkatan daur irreguler dan kemerosotan kadar
estrogen. Hal tersebut juga akan berdampak pada
perubahan yang mencakup keringnya vagina
sehingga tidak nyaman saat hubungan seksual, atrofi
bertahap organ genetalia.
c. Tindakan Seksual Wanita
Siklus seks wanita sama dengan pria meliputi
eksitasi, plateau, orgasme, dan resolusi. Fase
eksitasi pada wanita dimulai oleh rangsangan fisik
atau psikologis. Stimulasi taktil pada klitoris dan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 9


daerah perineum sekitar merupakan rangsangan seks
yang kuat. Rangsangan ini memicu refleks spinal
yang menyebabkan vasodilatasi arteriol, melalui
sinyal parasimpatis di seluruh vagina, genetalia
eksternal khususnya klitoris. Masuknya aliran darah
terbukti dari pembengkakan labium dan ereksi
klitoris. Vasokongesti kapiler vagina memaksa
cairan keluar dari pembuluh dan masuk ke dalam
lumen vagina. Cairan ini merupakan tanda
terangsang seksual, berfungsi sebagai pelumas
utama untuk hubungan seksual. Pelumas tambahan
berasal dari sekresi mukus dari pria, dan mukus
yang dikeluarkan dari kelenjar yang terletak di
lubang luar vagina. Sebagian besar wanita juga
mengalami sex flush yang disebabkan meningkatnya
aliran darah ke kulit, puting susu tegak dan payudara
membesar akibat vasokongesti.
Fase plateau, perubahan yang timbul pada fase
eksitasi lebih intens, respons sistemik seperti
peningkatan kecepatan jantung, tekanan darah, laju
nafas, dan ketegangan otot juga terjadi. Jika
rangsangan erotik berlanjut, respons seks memuncak
dalam orgasme sewaktu impuls simpatis memicu
kontraksi ritmik otot-otot panggul dengan interval
0,8 detik. Pada wanita tidak terjadi ejakulasi, dan
tidak mengalami fase refrakter setelah satu orgasme
sehingga wanita dapat segera berespon terhadap
stimulasi erotik berikutnya dan mencapai orgasme
multiple. Intensitas seksual setelah orgasme hanya
berkurang ke tingkat plateau dan dapat segera
kembali ke puncak. Selama resolusi, vasokongesti
panggul dan manifestasi sistemik secara bertahap

10 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


mereda. Fase ini adalah saat relaksasi fisik paling
besar pada wanita.

C. LANDASAN TEORI

Gambar 1.1 Landasan Teori Perkembangan dan Fungsi


Organ Reproduksi

D. TUGAS MAHASISWA
Pemberian Tugas Belajar Mandiri (Pembelajaran Daring
melalui Edmodo Class, dan memberikan komentar berupa
ringkasan terkait materi pembelajaran)

E. SOAL
1. 60% cairan semen berasal dari kelenjar ...
a. Vesikula seminalis d. Bulbouretralis
b. Prostat e. Duktus ejakulatorius
c. Cowpers

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 11


2. Kelenjar seks pria yang mensekresikan mukus untuk
pelumas saat hubungan seksual adalah ...
a. Prostat d. Epididimis
b. Bulbouretralis e. Duktus deferens
c. Vesikula seminalis
3. Pola kegagalan mencapai atau mempertahankan ereksi
yang sesuai untuk hubungan seksual adalah ...
a. Impotensi d. Hernia Inguinalis
b. Kriptorkidismus e. Androgen
c. Sindrom feminisasi deficiency in Aging
testis Males (ADAM)
4. Sex flush pada wanita merupakan siklus seks pada fase
...
a. Plateau d. Resolusi
b. Orgasme e. Ejakulasi
c. Eksitasi
5. Membran tipis yang menutupi sebagian lubang vagina
disebut ...
a. Fimbriae d. Hymen
b. Uterus e. Vulva
c. Klitoris

12 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


TOPIK 2
HORMON REPRODUKSI, SIKLUS MENSTRUASI,
DAN KONSEPSI
Nonik Ayu Wantini

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan hormon reproduksi, siklus
menstruasi, dan konsepsi (C3, A2)

B. RINGKASAN MATERI
1. Hormon reproduksi pria
a. Hormon Gonadotropin: FSH dan LH
Hormon Gonadotropin disekresi oleh Hipofisis
Anterior. Follicle Stimulating Hormon (FSH): sel
targetnya tubulus seminiferus di testis dan berfungsi
merangsang produksi sperma. Luteinizing Hormon
(LH): sel targetnya adalah sel interstisium leydig di
testis dan berfungsi merangsang sekresi testosteron.
b. Testosteron
Hormon ini dihasilkan oleh testis. Sel sasarannya
adalah organ seks pria dan tubuh secara keseluruhan
serta berfungsi untuk merangsang produksi sperma,
mengatur perkembangan karakteristik seks sekunder
pria, menimbulkan dorongan seksual. Sel sasarannya
tulang dan berfungsi untuk meningkatkan lonjakan
pertumbuhan masa pubertas, mendorong penutupan
lempeng epifisis.
c. Dihidritestosteron
Hormon dengan sifat androgenik kuat. Hormon ini
memicu perkembangan karakteristik laki-laki.
Dalam masa perkembangan janin berperan dalam
perkembangan penis dan prostat. Pertumbuhan
rambut pubis dan tubuh pria, termasuk

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 13


perkembangan penis & prostat pada masa pubertas
juga dipengaruhi oleh hormon ini. Selain itu
berperan dalam pengembangan & fungsi organ lain
seperti otot dan tulang.
d. Estradiol
Bentuk yang paling penting dari estrogen. Kadar
estrogen pada pria lebih rendah dibandingkan
wanita. Estrogen memiliki fungsi penting pada pria.
Dihasilkan oleh sel pada testis dan berperan penting
dalam mempertahankan kesehatan organ reproduksi.
Selain itu, berperan dalam melindungi jantung,
tulang, dan otak. Efek kelebihan estrogen pada pria
meliputi: pembesaran payudara (gynecomastia),
disfungsi seksual, gangguan prostat, lemak cepat
terbentuk, sering capek, mood swing, dan massa otot
menurun.
e. Kelainan fungsi seksual pria
Contoh kelainan fungsi seksual pria meliputi Benign
Prostatic Hiperplasia (BPH), kanker prostat, tumor
sel interstitial, tumor epitel germinativum.

2. Hormon reproduksi wanita


a. Hormon Gonadotropin: FSH dan LH
Hormon gonadotropin dihasilkan oleh Hipofisis
Anterior. FSH: sel targetnya adalah folikel ovarium,
dan berfungsi mendorong pertumbuhan dan
perkembangan folikel; merangsang sekresi
estrogen. LH: sel targetnya adalah folikel ovarium
dan korpus luteum, dan berfungsi untuk merangsang
ovulasi, perkembangan korpus luteum, serta sekresi
estrogen dan progesteron.
b. Hormon ovarium (estrogen, progesteron, androgen
dan relaksin)

14 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Estrogen: sasaran organ seks wanita dan tubuh
secara keseluruhan. Fungsinya adalah mendorong
perkembangan folikel, mengatur perkembangan
karakteristik seks sekunder wanita, merangsang
pertumbuhan uterus dan payudara.
Progesteron: sasarannya uterus dan berfungsi
menyiapkan kehamilan
Androgen: jumlah yang diproduksi tidak sebanyak
pada pria. Fungsinya: pertumbuhan, perawatan, dan
perbaikan jaringan pada organ reproduksi wanita.
Selain itu membentuk massa tulang dan jaringan
tubuh. Efek kelebihan androgen pada wanita adalah
menstruasi tidak teratur, atau bahkan tidak
menstruasi, PCOS (polikistik ovarium sindrom),
hirsutisme.
Relaksin: disekresikan oleh korpus luteum.
Berfungsi untuk efek relaksasi pada bagian sendi
panggul dan melembutkan leher rahim
c. Hormon plasenta (hCG, progesteron, estrogen, HPL)
hCG (Human Chorionic Gonadotropin). Sekresi
hCG cepat meningkat setelah implantasi dan
mencapai maksimum 7 hari setelah ovulasi. Kadar
HCG kemudian menurun sampai rendah pada 16
minggu setelah ovulasi. Fungsi utama HCG adalah
menyebabkan korpus luteum mensekresi lebih
banyak hormon estrogen dan progesteron. HCG
merangsang sel interstitial pada testis, menyebabkan
produksi testosteron pada janin laki-laki. Testosteron
mempengaruhi pembentukan organ laki-laki.
Testosteron juga menyebabkan penurunan testis
janin ke dalam skrotum
HPL (Human Plasenta Lactogen). Berperan dalam
perubahan metabolisme glukosa dan mobilisasi

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 15


asam lemak bebas, menyebabkan respon
hiperinsulinemik terhadap beban glukosa dan
berperan dalam terjadinya resistensi insulin perifer
yang khas pada kehamilan.
Estrogen. Pembesaran uterus dan payudara, dan
pertumbuhan jaringan kelenjar mamae. Hormon ini
juga menyebabkan pembesaran genetalia eksternal
wanita dan relaksasi berbagai ligamen pelvis,
memudahkan pengeluaran janin.
Progesteron: membantu mempertahankan
kehamilan. Plasenta akan membuat progesteron 30-
40x lebih banyak dari korpus luteum
d. Abnormalitas sekresi ovarium
Adapun abnormalitas sekresi ovarium meliputi
Hipogonadisme (eunukisme wanita dan menstruasi
tidak teratur dan amenorea), hipersekresi oleh
ovarium (Tumor sel granulosa teka).

3. Siklus Menstruasi
a. Siklus Ovarium
Siklus ovarium rerata berlangsung 28 hari, tetapi hal
ini bervariasi di antara wanita dan di antara siklus
pada wanita yang sama. Folikel bekerja pada paruh
pertama siklus untuk menghasilkan telur matang
yang siap untuk berovulasi pada pertengahan siklus.
Korpus luteum mengambil alih selama paruh
terakhir siklus untuk mempersiapkan saluran
reproduksi wanita untuk kehamilan jika terjadi
pembuahan pada telur yang telah dibebaskan
tersebut.
(1) Fase Pertumbuhan Folikel (Fase Folikular)
Folikel yang telah cukup berkembang untuk
berespons terhadap stimulasi FSH (sekarang

16 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


disebut folikel praantral) “direkrut” pada
permulaan fase folikular ketika kadar FSH
meningkat. Dalam setiap siklus, biasanya 15-
20 folikel yang direkrut. Lingkungan hormon
pada fase ini mendorong terjadinya pembesaran
dan pengembangan cepat kemampuan sekresi
sel-sel folikel, mengubah folikel praantral
menjadi folikel sekunder atau folikel antral
yang mampu mengeluarkan estrogen. Selama
tahap perkembangan folikel ini, terbentuk suatu
rongga berisi cairan (antrum) di bagian tengah
sel-sel granulosa. Oosit telah mencapai ukuran
penuh saat antrum mulai terbentuk. Salah satu
folikel, folikel “dominan”, biasanya tumbuh
lebih cepat daripada yang lain, berkembang
menjadi folikel matang (praovulasi, tersier
atau Graaf) dalam waktu sekitar 14 hari
setelah dimulainya pembentukan folikel.
(2) Ovulasi
Folikel matang yang telah sangat membesar ini
menonjol dari permukaan ovarium,
menciptakan suatu daerah tipis yang kemudian
pecah untuk membebaskan oosit pada ovulasi.
Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan
enzim-enzim (dipicu oleh lonjakan sekresi
LH) dari sel folikel untuk mencerna jaringan
ikat didinding folikel. Folikel-folikel lain yang
sedang berkembang, tetapi gagal mencapai
kematangan dan berovulasi kemudian
megalami degenerasi dan tidak pernah
mencapai aktif kembali. Pecahnya folikel saat
ovulasi menandakan berakhirnya fase folikular
dan dimulainya fase luteal.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 17


(3) Fase Luteal
Sel-sel folikel lama ini membentuk korpus
luteum. Sel-sel folikel yang berubah menjadi
sel luteal ini membesar dan berubah menjadi
jaringan yang sangat aktif menghasilkan
hormon steroid. Korpus luteum (KL)
menyekresi progesteron ke dalam darah dalam
jumlah yang banyak, bersamaan dengan sedikit
estrogen. Sekresi estrogen pada fase folikular
diikuti oleh sekresi progesteron pada fase luteal
penting untuk mempersiapkan uterus untuk
implantasi. KL berfungsi penuh selama 4 hari
setelah ovulasi, terus membesar hingga 4-5 hari
berikutnya. Jika tidak terjadi konsepsi, KL akan
berdegenerasi dalam waktu 14 hari setelah
pembentukannya. Korpus luteum berubah
menjadi korpus albikans. Jika pembuahan dan
implantasi terjadi, KL terus tumbuh dan
meningkatkan produksi progesteron dan
estrogen. Hormon-hormon ini esensial
mempertahankan kehamilan hingga plasenta
terbentuk sempurna dan mengambil alih fungsi
KL.
b. Siklus Endometrium
(1) Fase Proliferasi (estrogen)
Fase proliferatif siklus uterus dimulai
bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular
ovarium ketika endometrium mulai
memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah
pengaruh estrogen dari folikel yang baru
berkembang. Saat aliran darah haid berhenti,
yang tersisa adalah lapisan endometrium tipis
dengan ketebalan kurang dari 1mm. Estrogen

18 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan
pembuluh darah di endometrium, meningkatkan
ketebalan lapisan ini menjadi 3-5 mm. Fase
proliferatif yang di dominasi oleh estrogen ini
berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi.
Kadar puncak estrogen memicu lonjakan LH
yang menyebabkan ovulasi.
(2) Fase Sekresi (progesteron)
Setelah ovulasi, ketika korpus luteum baru,
uterus masuk ke fase sekretorik/pragestasional
yang bersamaan waktunya dengan fase luteal
ovarium. Korpus luteum mengeluarkan
sejumlah besar progesteron dan estrogen.
Progesteron mengubah endometrium tebal yang
telah dipersiapkan oleh estrogen menjadi
jaringan yang kaya vaskular dan glikogen.
Periode ini disebut fase sekretorik karena
endometrium aktif mengeluarkan glikogen ke
dalam uterus untuk makanan awal embrio yang
sedang berkembang. Jika konsepsi dan
implantasi tidak terjadi, korpus luteum
berdegenerasi dan fase folikular serta fase haid
baru dimulai kembali.
(3) Fase Menstruasi (haid)
Hari pertama haid dianggap sebagai permulaan
siklus baru. Saat ini bersamaan dengan
berakhirnya fase luteal ovarium dan dimulainya
fase folikular. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi karena tidak terjadi konsepsi dan
implantasi, kadar progesteron dan estrogen
darah menurun tajam. Hal ini menyebabkan
lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan
nutrien ini kehilangan hormon-hormon

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 19


penunjangnya. Turunnya kadar hormon
ovarium juga merangsang pembebasan
prostaglandin uterus yang menyebabkan
vasokontriksi pembuluh-pembuluh
endometrium, menghambat aliran darah ke
endometrium sehingga terjadi penurunan
penyaluran O2 dan terjadi kematian
endometrium termasuk pembuluh darahnya.
Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas
selama haid. Prostaglandin juga menyebabkan
kontraksi ringan ritmik miometrium sehingga
membantu mengeluarkan darah, sisa
endometrium dari rongga uterus keluar melalui
vagina (darah haid). Kontaksi uterus yang
terlalu kuat akibat produksi berlebihan
prostaglandin menyebabkan dismenorea
(kram haid).
Haid biasanya berlangsung 5-7 hari setelah
degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan
bagian awal fase folikular ovarium.
Penghentian efek progesteron dan estrogen
pada degenenerasi korpus luteum menyebabkan
terkelupasnya endometrium dan terbentuknya
folikel-folikel baru di ovarium di bawah
pengaruh hormon gonadotropik yang kadarnya
meningkat. Setelah 5-7 hari di bawah pengaruh
FSH dan LH, folikel-folikel yang baru
berkembang telah menghasilkan cukup estrogen
untuk mendorong perbaikan dan pertumbuhan
endometrium.

20 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4. Konsepsi/fertilisasi
a. Transpor ovum ke oviduktus
Ovum dilepaskan ke rongga abdomen saat ovulasi.
Fimbria berkontraksi dengan gerakan menyapu
untuk menuntun ovum ke dalam oviduktus. Di
dalam oviduktus, ovum cepat didorong oleh
kontraksi peristaltik dan efek silia pada ampulla.
Konsepsi dapat terjadi pada masa subur. Jika tidak
dibuahi, ovum mulai mengalami disintegrasi dalam
12-24 jam lalu difagosit oleh sel-sel yang melapisi
bagian dalam saluran reproduksi. Fertilisasi harus
terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi. Sperma
biasanya bertahan hidup sekitar 48 jam, tetapi dapat
tetap hidup hingga 5 hari. Kadang-kadang ovum
gagal disalurkan ke oviduktus dan tetap berada di
rongga abdomen. Meskipun jarang, ovum ini dapat
mengalami pembuahan dan menyebabkan
kehamilan ektopik abdomen.
b. Transpor sperma ke oviduktus
Sperma pertama tiba di oviduktus setengah jam
setelah ejakulasi. Banyak hambatan yang dilalui
sperma sebelum sampai di oviduktus.
Hambatan pertama adalah melewati kanalis
servikalis. Mukus serviks menjadi cukup encer dan
tipis untuk melewatkan sperma hanya jika kadar
estogen tinggi, ketika folikel matang siap untuk
berovulasi. Kanalis servikalis hanya dapat dilewati
selama 2-3 hari dalam setiap siklus haid, sekitar
waktu ovulasi. Setelah sperma masuk ke uterus,
kontraksi miometrium mengaduk-aduk sperma dan
dengan cepat menyebabkan sperma tersebar ke
seluruh rongga uterus. Ketika mencapai oviduktus,
sperma terdorong ke tempat pembuahan di ujung

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 21


atas oviduktus oleh kontraksi otot polos oviduktus
yang mengarah ke atas.
Riset terbaru menunjukkan bahwa ketika sperma
mencapai ampulla, ovum bukan merupakan mitra
pasif dalam konsepsi. Sperma memiliki reseptor
olfaktori spesifik. Reseptor ini terikat ke odoran
bourgeonal. Sumber bourgeonal adalah lapisan sel
folikular (korona radiata) yang mengelilingi telur
pada ovulasi. Di dalam ampulla, bourgeonal bekerja
sebagai kemotaksin, menarik sperma ke tempat
penantian gamet betina. Progesteron yang
dilepaskan dari ovarium akan membuka saluran
kation permeabel yang disebut saluran
CatSper (ditemukan secara khusus pada membran
plasma ekor sperma). Pemasukan penting
dalam fertilisasi. Pada sperma mempengaruhi
kapasitasi, motilitas hiperaktif, dan reaksi akrosom
sperma
c. Tahapan Fertilisasi
Sperma yang akan membuahi menembus korona
radiata melalui enzim-enzim (Hyaluronidase untuk
menembus cumulus oophorus dan Corona
Penetrating Enzim untuk menembus corona radiata)
terikat membran yang terdapat dalam membran
plasma kepala sperma dan berikatan dengan reseptor
ZP3 di zona pelusida. Pengikatan sperma dengan
reseptor ini memicu reaksi akrosom, yaitu pada saat
enzim-enzim hidrolitik pada akrosom di bebaskan
ke zona pelusida. Enzim akrosomal (enzim akrosin)
mencerna zona pelusida, membentuk jalur ke
membran plasma ovum. Ketika sperma mencapai
ovum, membran plasma kedua sel ini berdifusi.
Kepala sperma dengan DNA nya memasuki
22 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi
sitoplasma ovum. Sperma merangsang pelepasan
berbagai enzim yang tersimpan di dalam granula
kortikal di ovum, yang nantinya menginaktifkan
reseptor ZP3 dan mengeraskan zona pelusida
sehingga menghambat terjadinya polispermia.

C. LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Landasan Teori Hormon Reproduksi, Siklus


Menstruasi dan konsepsi

D. TUGAS MAHASISWA
1. Belajar Mandiri melalui pembelajaran daring melalui
Edmodo Class. Mahasiswa diminta untuk menonton
Video Pembelajaran yang telah diupload.
Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 23
2. Pemberian Tugas Terstruktur terkait pencarian dan
meringkas 2 jurnal (nasional dan internasional) tentang
gangguan reproduksi terkait hormonal (Kirim tugas
melalui Edmodo Class)

E. SOAL
1. Hormon yang berfungsi untuk merangsang produksi
sperma, mengatur perkembangan karakteristik seks
sekunder pria, menimbulkan dorongan seksual adalah
a. LH d. GH
b. FSH e. Estradiol
c. Testosteron
2. Hormon yang berfungsi merangsang pertumbuhan
uterus dan payudara adalah ...
a. LH d. Estrogen
b. FSH e. Relaksin
c. Progesteron
3. Hormon yang berfungsi merangsang sel interstitial pada
testis, menyebabkan produksi testosteron pada janin
laki-laki adalah ...
a. hCG d. Progesteron
b. HPL e. Relaksin
c. Estrogen
4. Fase sekresi uterus dalam siklus menstruasi dipengaruhi
oleh hormon ...
a. FSH d. Prostaglandin
b. LH e. Progesteron
c. Estrogen
5. Enzim akrosom sperma yang berfungsi untuk
menembus zona pellusida adalah ...
a. CPE d. Neuramidase
b. Akrosin e. Antifertilizin
c. Hyaluronidase

24 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


TOPIK 3
EMBRIOLOGI DAN DIFERENSIASI SEKSUAL
Lenna Maydianasari

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menyebutkan tentang definisi
embriologi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang ruang lingkup
embriologi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang diferensiasi
seksual

B. RINGKASAN MATERI
1. Definisi Embriologi
Embriologi berasal dari kata embrio dan logos.
Embrio : masa perkembangan dari zigot sampai dengan
fetus/janin.
Logos : ilmu
Jadi, embriologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
masa perkembangan dari zigot sampai dengan
fetus/janin.
2. Ruang Lingkup Embriologi
Ruang lingkup embriologi yaitu:
a. Progenesis (pro=sebelum, genesis= pembentukan)
meliputi gametogenesis & fertilisasi
1) Gametogenesis
Gametogenesis adalah proses dihasilkannya
gamet matang sehingga mampu membuahi dan
dibuahi. Gamet jantan disebut spermatozoa,
sedangkan gamet betina disebut dengan
ovum. Gamet jantan dihasilkan dalam gonad
jantan yang disebut testis, dan gamet betina

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 25


dihasilkan dalam gonad betina yang disebut
ovarium. Gametogenesis dibagi atas 2 macam
yaitu: spermatogenesis (pembentukan sperma
oleh testis) dan oogenesis (pembentukan ovum
oleh ovarium). Gametogensis terdiri atas 4
tahapan yaitu: perbanyakan, pertumbuhan,
pematangan dan perubahan bentuk.
2) Fertilisasi
Fertilisasi (pembuahan) adalah proses
penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di
daerah ampula tuba uterina. Pada fertilisasi
terjadi pengaktifan sel telur oleh sperma. Tanda-
tanda bahwa sel telur sudah dibuahi yaitu ada
ekor sperma, ada kepala sperma dalam
sitoplasma sel telur, ada pronukleus ♂ & ♀ dan
ada sperma dalam zona pelucida & ruang
perivitelin. Ferttilasi terjadi hanya dalam
hitungan menit diikuti oleh pembelahan sel
sehingga jumlah sel bertambah banyak.

Gambar 3.1. Fertilisasi dan pembelahan sel

26 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


b. Embriogenesis
Embriogenesis merupakan proses-proses yang
berkaitan dengan perkembangan embrio meliputi
pembelahan zigot/morulasi, blastulasi, gastrulasi dan
neurolasi.
1) Morulasi
Morulasi yaitu proses terbentuknya morula.
Morula adalah suatu bentukan sel seperti bola
(bulat) akibat pembelahan sel terus menerus yang
terjadi sekitar 3 hari setelah pembuahan.
Keberadaan antara satu sel dengan sel yang lain
adalah rapat. Dalam fase ini zigot membelah
secara mitosis berturut-turut sehingga menjadi 2,
4, 8, 16 dan akhirnya 32 buah sel.
2) Blastulasi
Blastulasi yaitu proses terbentuknya blastula.
Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula
yang terus mengalami pembelahan. Bentuk
blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan
sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak
beraturan. Pada fase blastula ditandai dengan
terjadinya pembentukan rongga tubuh dan
jaringannya.Di dalam blastula terdapat cairan sel
yang disebut dengan Blastosoel. Pada hari ke-8
blastokista sudah setengah terbenam di dalam
stroma endometrium. Hari ke-9 blastokista
semakin terbenam di dalam endometrium dan
defek penetrasi di epitel permukaan ditutup oleh
bekuan fibrin. Pada hari ke-11 dan 12
perkembangan blastokista telah terbenam
seluruhnya di dalam stroma endometrium.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 27


3) Gastrulasi
Gastrulasi yaitu proses pembentukan gastrula
yang terjadi selama minggu ketiga kehamilan.
Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula
yang pelekukan tubuhnya sudah semakin nyata
dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio
serta rongga tubuh. Pada fase ini terjadi
pembentukan 3 lapisan germinativum yaitu
ektoderm, mesoderm, dan endoderm.
Awal minggu ketiga perkembangan, saat
gastrulasi dimulai adalah stadium yang sangat
sensitif terhadap gangguan teratogenik.
Gastrulasi dapat terganggu oleh kelainan genetik
atau bahan toksik. Teratogenesis/ Malformasi
Kongenital adalah proses pekembangan dan
pembentukan embrio dan atau organ yang
berlangsung tidak normal.
Pada saat proses perkembangan embrio
juga sering terdapat kelainan yang disebut
kelainan perkembangan. Orang yang memiliki
kelainan biasanya akan terlihat sejak lahir
sehingga disebut juga kelainan bawaan atau
anomaly kongenital ataupun malformasi
kongenital. Malformasi kongenital adalah
abnormalitas (kelainan) anatomi pada waktu
dilahirkan. Aneuploidi yaitu berkurang atau
bertambahnya jumlah kromosom dari 46, yaitu
hipodiplodi (biasanya 45) atau hiperdiplodi
(biasanya 47-49).
Kebanyakan kelainan struktur kromosom di
sebabkan faktor lingkungan seperti oleh radiasi,
bahan kimia, virus. Berbagai kelainan yang
dikenal sebagai berikut:

28 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


a) Kromosom cincin tipe lain dari delesi yaitu
kedua ujung kromosom yang berlawanan
patah, dan ujung-ujung yang tersisa bersatu
dan membentuk cincin.
b) Mosaik terjadi bila pada seseorang di dalam
tubuhnya mengandung berbagai campuran
kariotip baik autosom maupun kromosom
seks.
c) Malformasi disebabkan mutasi gen,
diperkirakan 10-15% malformasi kongenital
disebabkan adanya gen-gen mutan.
4) Neurolasi
Neurolasi merupakan organogenesis awal yang
diawali dengan pembentukan lempeng neural
(neural plate) pada akhir gastrulasi yaitu akhir
minggu ketiga kehamilan dilanjutkan dengan
pembentukan notokord. Selanjutnya lempeng
neuron akan melipat ke dalam & menggulung
menjadi tabung neuron (neural tube).
c. Organogenesis
Organogenesis adalah pembentukan organ dari
lapisan ektoderm, mesoderm,endoderm). Sebagian
besar organ utama dan sistem organ terbentuk selama
minggu ketiga hingga kedelapan. Masa ini sangat
penting bagi perkembangan normal karena pada saat
populasi sel tunas membentuk masing-masing
primordia organ, dan interaksi ini peka terhadap
gangguan dari pengaruh genetik dan lingkungan. Pada
periode inilah sebagian besar cacat lahir struktural
mayor terjadi. Namun demikian, hal yang sangat
disayangkan adalah selama periode kritis ini, ibu yang
bersangkutan mungkin belum menyadari bahwa
dirinya hamil, terutama selama minggu ketiga dan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 29


keempat yang sangat rawan. Oleh karena itu, ia
mungkin tidak menghindari pengaruh-pengaruh
berbahaya misalnya merokok dan alkohol.
Dalam organogenesis terdapat 2 hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
1) Semua embrio mengalami embriogenesis dengan
menempuh tahap-tahap embriogenesis.
2) Ada beberapa bagian tubuh embrio yang pada
suatu ketika berkembang lalu susut dan hilang,
atau berubah letak dan peranan dibandingkan
dengan asal-usul, sebaliknya ada suatu bagian
yang pada asal-usul susut dan tidak berperan tapi
jadi berkembang.

3. Diferensiasi Seksual
Perkembangan untuk penentuan jenis kelami terdiri 4
tahap yaitu:
a. Penentuan Genetik Seks
Diferensiasi jenis kelamin ditentukan oleh
susunan kromosom yang bekerjasama dengan
perkembangan gonad untuk menghasilkan jenis
kelamin fenotip. Jenis kelamin genetik XX atau YY
sudah ditentukan saat pembuahan ovum. Namun,
selama 6 minggu pertama sesudahnya,
perkembangan morfologis mudigah laki-laki dan
perempuan tidak dapat dibedakan. Diferensiasi
gonad primordial menjadi testis atau ovarium
menandai pembentukan jenis kelamin gonad.
b. Diferensiasi Gonad melalui Kontrol Genetik
Sel germinativum primordial berasal dari
endoderm yolk sac dan bermigrasi ke genital ridge
untuk membentuk gonad indiferen. Apabila terdapat
sebuah kromosom Y, maka pada sekitar 6 minggu

30 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


setelah konsepsi gonad mulai berkembang menjadi
testis.
Pembentukan testis diarahkan oleh sebuah gen
yang terletak di lengan pendek kromosom yang
disebut Testis Determining Factor (TDF)/Sex
Determining Region (SRY). Gen ini mengkode
sebuah transkripsi yang bekerja mengatur laju
transkripsi sejumlah gen yang terlibat dalam
diferensiasi gonad. Gen SRY bersifat spesifik untuk
kromosom Y dan diekspresikan di zigot sel-tunggal
manusia segera setelah pembuahan ovum. Gen ini
tidak diekspresikan di spermatozoa.
c. Diferensiasi Saluran Genetalia Interna & Eksterna
melalui Kontrol Hormon Gonad.
Setelah jenis kelamin gonad terbentuk, jenis
kelamin fenotip berkembang pesat. Diferensiasi
seksual fenotip laki-laki diarahkan oleh fungsi testis
janin. Tanpa adanya testis yang berkembang maka
jenis kelaminyang terbentuk adalah perempuan
(apapun jenis kelamin genetiknya).
Perkembangan saluran urogenital di kedua jenis
kelamin tidak dibedakan sebelum 8 minggu. Setelah
itu diferensiasi genetalia interna dan eksterna
menjadi fenotip laki-laki bergantung pada fungsi
testis. Fenotip yang diinduksi adalah laki-laki,
sedangkan diferensiasi perempuan tidak
membutuhkan sekresi dari gonad. Ovarium tidak
diperlukan secara spesifik untuk diferensiasi jenis
kelamin perempuan.
Testis janin mengeluarkan suatu zat yg
mengandung protein yang disebut midlerian-
inhibiting substance (suatu glikoprotein dimer) yang
diproduksi oleh sel sertoli tubulus seminiferous.
Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 31
Tubulus ini tampak di gonad janin sebelum
diferensiasi sel leydig tempat pembentukan
testosteron. Midlerian-inhibiting substance bekerja
lokal sebagai faktor parakrin untuk menyebabkan
regresi ductus milleri. Zat ini mencegah
perkembangan uterus, tuba falopii dan vagina bagian
atas. Testis janin mengeluarkan testosterone yg
bekerja untuk menimbulkan virilisasi anlagen
genetalia eksterna dan interna.
Pada stadium bipotensial embrio,genetalia eksterna
yang terbentuk: sebuah sinus urogenotalis, 2
penonjolan labio skrotalis dan sebuah gentila
tuberkel. Genetalia eksterna merupakan organ yang
netral karena dapat berkembang menjadi struktur
organ genetalia eksterna pria atau wanita tergantung
dari arahan hormon steroid seks yang dihasilkan
oleh gonad.
Diferensiasi genetalia eksterna yang normal
dikendalikan oleh hormon dihidrotestosteron (DHT)
yang dikonversi dari testosteron. Adanya hormon
DHT menyebabkan tuberkel genetalia tumbuh
menjadi penis, tonjolan labio scrotal menjadi
skrotum dan sinus urogenitalis akan menutup rhape
mediana skrotalis dan urethra. Tanpa DHT, maka
genetalia eksterna akan berkembang menjadi wanita
yaitu tuberkel genetalia tetap kecil menjadi klitoris,
tonjolan labio scrotal menjadi labia mayora.
Sedangkan sinus urogenitalis tidak menutup tetapi
membentuk 1/3 bagian vagina, labia minora dan
urethra.
d. Perkembangan Ciri-Ciri Seks Sekunder yang
Memberikan Tambahan terhadap Fenotif yang
Tampak

32 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Hormon DHT disamping menentukan
perkembangan organ genetalia eksterna juga
berperan dalam perkembangan tanda seks sekunder
seperti rambut seksual (pubis, badan & rambut),
kelenjar sebasea, prostat dan pembesaran suara.
Empat tahapan diferensiasi seksual di atas tidak
dapat berdiri sendiri dan merupakan proses yang
terjadi secara berurutan. Kegagalan pada salah satu
tahapan tersebut akan berdampak pada fenotip
seseorang. Contoh: pada hermaprodit terjadi
gangguan pada tahap ke-3 yaitu saat diferensiasi
genetalia eksterna. Jenis kelamin seseorang
ditentukan 7 karakteristik seksual terdiri dari 5
karakter biologis dan 2 karakter psikologis yaitu: 1)
kromosom seks; 2) struktur histologi gonad; 3)
morfologi genetalia interna; 4) morfologi genetalia
eksterna; 5) status hormonal; 6) seks of rearing; 7)
gender role. Pada individu normal ditemukan
keserasian antara ke7 karakter seks tersebut.

C. LANDASAN TEORI

Gambar 3.2. Ruang Lingkup Embriologi

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 33


Gambar 3.2 di atas menunjukkan ruang lingup
embriologi yaitu periode progenesis, embriogenesis yang
terdiri dari tahapan pembentukan morula, blastula, gastrula
serta neurula. Tahapan terakhir adalah pembentukan organ
yang disebut organogenesis
Gambar 3.3 di bawah ini menjelaskan tahapan
embriogenesis yang terdiri dari morulasi, blastulasi,
gastrulasi serta neurolasi. Pada tahap gastrulasi digambarkan
dengan jelas pembentukan tiga lapisan yaitu ektoderm,
mesoderm dan endoderm.

Gambar 3.3. Tahapan embriogenesis

Ketiga lapisan germinativum yang terbentuk pada tahap


gastrulasi selanjutnya membentuk semua jaringan dan organ
tubuh sebagai berikut:

34 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Tabel 3.1. Pembentukan organ tubuh dari ketiga lapisan
germinativum

D. TUGAS MAHASISWA
Tugas Mandiri:
1. Akses internet untuk melihat video embriologi
2. Buat resume singkat dari video embriologi tersebut!

E. SOAL
1. Bentukan sel seperti bola (bulat) akibat pembelahan sel
terus menerus yang terjadi sekitar 3 hari setelah
pembuahan adalah:
a. Zigot
b. Blastula
c. Morula
d. Gastrula
e. Neurola
2. Blastokista mulai terbenam di endometrium pada:

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 35


a. Hari ke 4
b. Hari ke 5
c. Hari ke 6
d. Hari ke 7
e. Hari ke 8
3. Pembentukan testis diarahkan oleh sebuah gen yang
terletak di lengan pendek kromosom yang disebut…
a. Testis Determining Region (TDR)
b. Sex Determining Factor (SDF)
c. Sperma Determining Factor (SDF)
d. Sperma Determining Region (SDR)
e. Testis Determining Factor (TDF)
4. Diferensiasi genetalia eksterna yang normal dikendalikan
oleh hormon…
a. Estrogen
b. Testosteron
c. androstenedion
d. Luteinizing hormone (LH)
e. Dihidrotestosteron (DHT)
5. Jenis kelamin seseorang ditentukan karakteristik seksual
yaitu:
a. status gizi
b. kromosom tubuh
c. pola asuh orang tua
d. morfologi organ vital
e. struktur histologi gonad

36 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


TOPIK 4
FERTILITAS, INFERTILITAS, DAN
ASSISTED REPRODUCTION TECHNOLOGY (ART)
Nonik Ayu Wantini

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan Fertilitas, Infertilitas, dan
memilih Assisted Reproduction Technologi (ART) yang
tepat (C4, A2).
B. RINGKASAN MATERI
1. Pengertian Fertility dan Infertilitas
Fertility (kesuburan) adalah ukuran bagi seorang
pria dan wanita untuk bisa memiliki anak. Infertilitas
didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan untuk
hamil dan melahirkan seorang anak. Secara klinis,
pasangan dikatakan infertilitas jika tidak terjadi
kehamilan setelah koitus/senggama teratur dan tidak
menggunakan alat kontrasepsi selama 1 tahun.
2. Penyebab Infertilitas pada pria dan wanita
Berbagai faktor berperan pada infertilitas. Faktor
wanita merupakan 50% dari pasangan infertil, faktor
pria 30%, 10% berasal dari keduanya, 10-15% tidak
diketahui penyebabnya. Gangguan spesifik yang
menyebabkan infertilitas adalah berbagai gangguan
yang melibatkan setiap peristiwa fisiologis utama yang
diperlukan untuk menghasilkan kehamilan : (a)
produksi telur yang sehat; (b) produksi sperma yang
sehat; (c) transportasi sperma ke tempat fertilisasi; (d)
transportasi zigot ke uterus untuk berimplantasi; (e)
keberhasilan implantasi pada endometrium; (f) adanya
kondisi-kondisi lain, seringkali masalah imunologis,
yang dapat mempengaruhi salah satu atau lebih
peristiwa lainnya.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 37


a. Faktor Wanita
(1) Kelainan oosit
Penyebab utama infertilitas wanita akibat
kelainan oosit adalah kegagalan ovulasi secara
teratur atau tidak terjadi ovulasi sama sekali
(anovulasi). Gangguan yang menyebabkan
oligoovulasi dan anovulasi dibagi menjadi 3
kelompok: disfungsi hipotalamus, penyakit
pada hipofisis, dan disfungsi ovarium.
Penyebab anovulasi pada hipotalamus yang
paling sering adalah kelainan berat badan dan
komposisi tubuh, latihan fisik yang berat, stres
dan perjalanan jauh. Gangguan hipofisis dan
endokrin yang berhubungan dengan anovulasi
adalah hiperprolaktinemia dan hipotiroidisme.
Dua penyebab disfungsi ovarium yang paling
sering adalah sindrom ovarium polikistik dan
kegagalan ovarium prematur.
(2) Kelainan anatomi wanita
Penyakit tuba fallopii biasanya merupakan
akibat dari pembentukan jaringan parut
inflamasi pada tuba fallopii. Inflamasi ini dapat
disebabkan oleh penyakit peradangan pelvis
(pelvic inflammatory disease), apendisitis
dengan ruptur, abortus septik, pascaoperasi, dan
kadang-kadang akibat penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim. Penyumbatan tuba
paling sering pada ujung tuba yang berfimbriae,
biasanya disebabkan oleh perlekatan pelvis,
20% terjadi pada pasangan infertil.
Endometriosis merupakan adanya jaringan yang
menyerupai endometrium diluar lokasi
normalnya pada dinding uterus. Wanita dengan

38 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


endometriosis dapat mengalami gejala nyeri
pelvis, massa adneksa (endometrioma),
infertilitas, atau kombinasi dari gejala-gejala
tersebut.
Leiomioma/Fibroid/Mioma Uterus, merupakan
tumor jinak otot polos uterus. Leiomioma yang
mengubah bentuk rongga uterus (yang
berlokasi di submukosa) atau menyumbat tuba
Fallopii sangat mungkin menyebabkan
penurunan kesuburan.
b. Faktor Pria
(1) Varikokel
Varikokel merupakan dilatasi fleksus vena
pampiniformis yang mengalirkan darah ke
skrotum. Varikokel dapat menurunkan kualitas
semen pada beberapa pria dengan membuat
testis terpajan pada suhu yang lebih tinggi atau
terpajan konsentrasi zat gonadotoksik yang
secara abnormal tinggi. Kedua efek tersebut
tampaknya disebabkan oleh penurunan aliran
darah yang keluar dari vena testis. Koreksi
terhadap varikokel dapat memperbaiki kualitas
semen.
(2) Penyumbatan vas deferens atau epididimis
Dapat disebabkan oleh kelainan kongenital,
jaringan parut yang disebabkan oleh infeksi,
atau operasi ligasi yang kurang hati-hati.
(3) Kerusakan pada leher kandung kemih atau
cedera pada nervus simpatis lumbal
Kerusakan atau cedera yang terlibat pada
refleks ejakulasi dapat menyebabkan ejakulasi
retrograd. Pada keadaan ini, sperma mengalir
ke kandung kemih saat ejakulasi dan tidak

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 39


keluar dari uretra penis. Terapi medis dapat
membantu menutup leher kandung kemih, jika
kesuburan diharapkan.
(4) Kegagalan gonad dan hipogonadisme
Pria dengan hipogonadisme hipogonadotropik
mungkin memiliki defek pada kelenjar hipofisis
atau hipotalamus (misalnya sindrom Kallman).
Pada keadaan ini terjadi kegagalan dalam
mensekresi gonadotropin sehingga testis tidak
berfungsi dengan baik. Sebagian besar
memberikan respons yang baik setelah terapi
gonadotropin eksogen.
Kegagalan gonad merupakan kondisi dihasilkan
sperma yang sangat sedikit atau tidak sama
sekali akibat tidak cukupnya stimulasi
hormonal pada testis. Pria dengan kegagalan
gonad (misalnya sindrom Klinefelter) hanya
memiliki pilihan terapi yang sangat sedikit.
c. Kelainan Implantasi
Mencakup sekelompok defek endometrium dan
embrionik yang mempengaruhi hubungan yang
kompleks antara kelainan-kelainan ini pada
periode pascakonsepsi awal. Luteal Phase
Deficiency (LPD) menggambarkan sekelompok
kelainan maturasi endometrium yang
menyebabkan subfertilitas dan keguguran
berulang. LPD dengan etiologi dari ovarium,
perkembangan folikel dan ovulasi yang abnormal
menyebabkan defisiensi relatif pada produksi
progesteron (mengurangi efek progesteron dalam
mengubah endometrium menjadi organ sekretorik
yang cocok untuk implantasi).

40 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


d. Faktor-faktor lain
Berbagai faktor lain dapat mempengaruhi
kesuburan, sebagian besar dari faktor ini bersifat
imunologis. Antibodi antisperma diidentifikasi
pada beberapa pasien infertilitas, etiologi dan
pengobatan terhadap antibodi tersebut masih
belum jelas. Beberapa wanita membuat antibodi
terhadap fosfolipid bermuatan negatif pada
membran sel. Antibodi antifosfolipid lebih sering
menyebabkan keguguran berulang pada awal
kehamilan. Kelainan genetik seperti insensitivitas
androgen dan sindrom disgenesis gonad juga dapat
menyebabkan infertilitas. Pajanan gonadotoksin,
termasuk pajanan radiasi dan agen-agen
kemoterapi, dapat menyebabkan disfungsi gonad
dan menggangu fertilitas.
3. Terminologi ART
Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau
Kehamilan di Luar Cara Alamiah yang selanjutnya
disebut dengan Pelayanan Teknologi Reproduksi
Berbantu adalah upaya memperoleh kehamilan di luar
cara alamiah tanpa melalui proses hubungan suami istri
(sanggama) apabila cara alami tidak memperoleh hasil,
dengan mempertemukan spermatozoa suami dengan sel
telur istri di dalam tabung.
ART digunakan untuk mengobati infertilitas.
Termasuk terapi kesuburan yang menangani ovum
wanita dan sperma pria. Hal tersebut bekerja dengan
mengambil oosit dari tubuh wanita kemudian
mempertemukan dengan sperma sampai terbentuk
embryo. Embryo dimasukkan kembali ke dalam tubuh
wanita. In vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung
merupakan jenis ART yang paling umum dan efektif.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 41


ART prosedur terkadang menggunakan donor sperma,
donor telur, atau frozen embryos. Hal tersebut juga
mungkin melibatkan surrogate (ibu pengganti) atau
gestational carrier. A surrogate adalah wanita yang
menjadi hamil dengan sperma dari pasangan infertil.
Sedangkan A gestational carrier adalah wanita yang
menjadi hamil dengan telur dan sperma berasal dari
pasangan infertil tersebut.
Komplikasi yang paling umum pada ART adalah
kehamilan kembar. Itu dapat dicegah atau diminimalisir
dengan membatasi jumlah embryo yang dimasukkan ke
dalam uterus.
4. Jenis terapi ART dan metodenya
Penyelenggaraan teknologi reproduksi tidak boleh
bertentangan dengan Undang Undang No.36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Upaya kehamilan diluar cara
alami hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami isteri
yang syah. Donasi materi genetik baik berupa gamet
(oosit ataupun sperma), maupun zigot atau pra embryo
tidak dibenarkan. Teknik inseminasi dari donor (AID)
dan ibu titip (surrogate mother) tidak dapat dibenarkan
karena mempertimbangkan masalah sosial, religius, dan
etis. Seleksi kelamin anak (sex selection) pasca
fertilisasi atau pasca implantasi hanya dapat dilakukan
atas indikasi medis.
Berdasarkan Permenkes No 43 Tahun 2015,
pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu dilakukan
dengan cara konvensional; dan Intra Cytoplasmic
Sperm Injection (ICSI). Pelayanan Teknologi
Reproduksi Berbantu dengan cara konvensional
dilakukan dengan cara mempertemukan spermatozoa
suami yang normal dan oosit istri di dalam tabung,
kemudian embrio yang terbentuk ditransfer ke dalam

42 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


rahim istri. Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu
dengan cara ICSI dilakukan dengan cara melakukan
penyuntikan langsung spermatozoa suami ke dalam
oosit istri. Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu
dengan cara ICSI dilaksanakan dalam hal mutu
spermatozoa sangat buruk untuk pembentukan embrio.
Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu harus
didahului dengan konseling dan persetujuan tindakan
kedokteran (informed consent) termasuk pengelolaan
lebih lanjut terhadap kelebihan embrio. Kelebihan
embrio ditransfer ke dalam rahim isteri paling lama
dalam waktu 2 tahun kecuali pasangan suami istri
meminta penyimpanan embrio untuk diperpanjang.
Jenis terapi ART yang umum dilakukan adalah
Intra Uterine Insemination (IUI) dan Pre Implantation
Genetic Screening (PGS). IUI adalah teknik dimana
sperma yang telah dipersiapkan, dimasukkan secara
langsung ke dalam rahim di saat ovarium diperkirakan
sedang pembuahan (baik dengan atau tanpa obat untuk
stimulasi ovulasi). Sedangkan PGS adalah teknologi
terbaru untuk screening kromosom pada embryo
sehingga dapat mengoptimalkan tingkat keberhasilan
program IVF.
5. Kriteria yang eligible (layak) mendapatkan terapi ART
a. IUI
IUI direkomendasikan untuk dilakukan pada
kondisi-kondisi sebagai berikut:
(1) Pertimbangan pada wanita yang sulit
melakukan hubungan seksual melalui vagina
karena pertimbangan tertentu (contoh:
gangguan psikoseksual atau disabilitas fisik)

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 43


(2) Pertimbangan kesehatan (contoh: setelah
sperma dibersihkan dari HIV pada pria
dengan HIV-positif)
(3) Pertimbangan pada pasangan atau wanita
dengan pemahaman sosial, budaya dan agama
yang tidak menerima IVF.
IUI tidak direkomendasikan pada kondisi:
(1) Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya
(2) Sperma yang jumlahnya sedikit atau kualitas
yang buruk
(3) Endometriosis
Dalam kondisi-kondisi ini, pasangan tetap
dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual
tanpa pengaman selama total 2 tahun dan bila tidak
berhasil, maka disarankan untuk IVF. Kecuali
pada kondisi-kondisi lain (contoh: usia wanita di
atas 36 tahun), dapat langsung disarankan untuk
IVF.
b. IVF
Indikasi IVF antara lain:
(1) Kegagalan konsepsi setelah:
(a). 24 bulan melakukan hubungan seksual
tanpa pengaman (expectant management)
(b). Terapi induksi ovulasi
(c). Pengobatan pada pria
(d). Pengobatan untuk endometriosis
(e). IUI 6 siklus
(f). Pengobatan penyakit tuba
(2) Penyakit tuba yang sudah parah
(3) Infertilitas akibat faktor dari pria yang sudah
parah (IVF + ICSI)
(4) Kegagalan spermatogenesis akibat
pengobatan kanker dimana semen yang telah

44 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


melalui cryopreservation gagal konsepsi
melalui IUI
(5) Kegagalan ovarium akibat pengobatan kanker
dimana ovum atau embrio telah
melalui cryopreservation
(6) Penggunaan oosit dari donor
c. ICSI
Indikasi ICSI sebagai tambahan pada IVF antara
lain:
(1) Jumlah sperma yang sedikit atau kualitas yang
buruk
(2) Tidak adanya sperma pada semen (sperma
akan diambil melalui proses operasi dari
dalam testis)
(3) Kegagalan pada IVF
6. Persiapan fisik, emosi dalam terapi ART
Adapun persiapan fisik dalam terapi ART adalah pola
makan sehat, pola hidup sehat, jaga berat badan, asupan
multivitamin dan asam folat, hindari stress. Sedangkan
persiapan psikis meliputi:
a. Tidak berlarut-larut setelah mengetahui kondisi
infertil. Fokus program kehamilan
b. Mencari sebanyak-banyaknya informasi mengenai
program dan pengalaman-pengalaman orang yang
pernah menjalaninya.
c. Menjalin komunikasi yang terbuka dan saling
mendukung dengan pasangan.
d. Mengumpulkan sumber dukungan dari orang
sekitar yang dapat membantu semasa program.
e. Memfokuskan diri pada proses program, tidak
terlalu memikirkan hasil. Sampaikan bahwa
tingkat keberhasilan IVF 40-50%.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 45


f. Mengelola sumber stress yang mungkin
menggangu.
g. Konsulkan masalah yang tidak dapat ditangani.

C. LANDASAN TEORI

Gambar 4.1 Landasan Teori Fertilitas, Infertilitas, dan


ART

D. TUGAS MAHASISWA
1. Tugas Terstruktur terkait pencarian dan meringkas 2
jurnal (nasional dan internasional) tentang ART (Kirim
tugas melalui Edmodo Class).
2. Belajar mandiri dengan mendalami materi melalui
sumber internet/buku tentang pokok bahasan, mencari 2
istilah dan didefinisikan serta diupload pada Edmodo
Class.

46 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


E. SOAL
1. Penyebab infertilitas pada wanita adalah ...
a. Varikokel d. Oligospermia
b. Penyumbatan e. Hiperprolaktinemia
epididimis
c. Penyumbatan vas
deferens
2. Gangguan yang dapat menyebabkan oligoovulasi
adalah ...
a. PID d. Disfungsi ovarium
b. Abortus septik e. Penggunaan IUD
c. Apendisitis dengan
ruptur
3. Komplikasi yang paling umum terjadi setelah terapi
ART adalah ...
a. Keguguran berulang d. Kehamilan mola
b. Kehamilan ektopik e. Kelainan kongenital
c. Kehamilan kembar
4. Terapi ART dengan penyuntikan langsung spermatozoa
suami ke dalam oosit istri disebut ...
a. IVF d. Surrogate
b. ICSI e. PGS
c. IUI
5. Yang merupakan indikasi IUI adalah ...
a. Endometriosis
b. Tidak ada sperma pada semen
c. Gangguan psikoseksual atau disabilitas fisik
d. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya
e. Sperma yang jumlahnya sedikit atau kualitas yang
buruk

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 47


TOPIK 5
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN JANIN SERTA
PLASENTA
Lenna Maydianasari

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pertumbuhan dan
perkembangan janin serta plasenta.

B. RINGKASAN MATERI
1. Pertumbuhan dan perkembangan janin
Periode perkembangan janin (kehamilan/prenatal)
berlangsung 280 hari (40 minggu) dihitung mulai hari
pertama haid terakhir (HPHT). Urutan perkembangan:
kepala, mata, tubuh, tangan, kaki, alat kelamin
(cephalocaudal dan proximodistal).

Gambar 5.1. Periode kritis perkembangan janin

48 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


a. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin Pada
Trimester Pertama (3 Bulan Pertama)
1) Pembuahan-4 minggu
a) Panjang < 1/10 inci.
b) Awal perkembangan susunan tulang
belakang, sistem saraf, usus, jantung dan
paru-paru.
c) Kantong amniotis membungkus lapisan
dasar seluruh tubuh.
2) 8 minggu
a) Panjang < 1 inci
b) Wajah sudah berbentuk dengan mata,
telinga, mulut, dan pucuk gigi yang belum
sempurna.
c) Lengan dan kaki bergerak
d) Otak mulai membentuk
e) Denyut jantung janin (DJJ) dapat dideteksi
dengan ultrasound
3) 12 minggu
a) Panjang ± 3 inci dan berat ± 1 ons
b) Dapat menggerakan lengan, kaki, jari
tangan dan jari kaki
c) Sidik jari muncul
d) Dapat tersenyum, memberengut,
menghisap dan menelan
e) Jenis kelamin dapat dibedakan
f) Dapat kencing

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 49


Gambar 5.2 Pertumbuhan dan perkembangan
janin TM 1

b. Pertumbuhan Janin Pada Trimester Kedua (3 Bulan


Pertengahan)
1) 16 minggu
a) Panjang ± 5,5 inci dan berat 4 ons
b) Denyut jantung kuat
c) Kulit tipis, tembus pandang
d) Rambut halus (lanugo) menutup tubuh
e) Kuku jari tangan dan kaki sudah terbentuk
f) Gerakan-gerakan terkoordinasi, dapat
berguling di dalam cairan amnion
2) 20 minggu
a) Panjang 10-12 inci dan berat 0,5-1 pon
b) Denyut jantung dapat didengar dengan
stetoskop biasa
c) Menghisap ibu jari
d) Tersedak
e) Rambut, bulu mata, alis sudah muncul
3) 24 minggu
a) Panjang 11-14 inci dan beratnya 1-1,5 pon
b) Kulit mengkerut

50 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


c) Dapat tersenyum, memberengut, mean
tertutup dengan lapisan pelindung
(vernix caseosa)
d) Mata sudah terbuka
e) Meconium berkumpul di dalam usus besar
f) Mampu memegang dengan kuat

Gambar 5.3. Pertumbuhan dan


perkembangan janin TM 2

c. Pertumbuhan Janin Pada Trimester Ketiga (3,5


Bulan Terakhir)
1) 28 minggu
a) Panjang 14-17 inci dan berat 2,5-3 pon
b) Bertambah lemak tubuh
c) Sangat aktif
d) Gerakan pernafasan yang belum
sempurna muncul
2) 32 minggu
a) Panjang 16,5-18 inci dan berat 4-5 pon
b) Memiliki periode tidur dan bangun
c) Berada dalam posisi lahir
d) Tulang kepala lembut dan lentur

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 51


e) Zat besi disimpan di dalam hati
3) 36-38 minggu
a) Panjang 19 inci dan beratnya 6 pon
b) Kulit kurang mengkerut
c) Vernix caseosa tipis
d) Lanugo umumnya hilang
e) Kurang aktif
f) Memperoleh kekebalan dari ibu

Gambar 5.4. Pertumbuhan dan


perkembangan janin TM 3
2. Pertumbuhan dan perkembangan plasenta
Setelah minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang
terletak di atas embrioblas yang berimplantasi di
endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan
berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :
a. Sitotrofoblas : terdiri dari selapis sel kuboid, jelas, inti
tunggal, di sebelah dalam (dekat embrioblas).
b. Sinsitiotrofoblas : terdiri dari selapis sel tanpa batas
jelas, di sebelah luar (berhubungan dengan stroma
endometrium).

52 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Unit trofoblas ini akan berkembang menjadi
PLASENTA.
Di antara massa embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas
terbentuk suatu celah yang makin lama makin besar,
yang nantinya akan menjadi RONGGA AMNION.
Sel-sel embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapis
yang berbeda yaitu:
a. Epiblas : selapis sel kolumnar tinggi, di bagian dalam,
berbatasan dengan bakal rongga amnion.
b. Hipoblas : selapis sel kuboid kecil, di bagian luar,
berbatasan dengan rongga blastokista (bakal rongga
kuning telur)
Unit sel-sel blast ini akan berkembang menjadi
JANIN.

Gambar 5.5. Pembentukan plasenta hari ke-7 dan 8

Pada hari ke-9, kutub embrional, sel-sel dari hipoblas


membentuk selaput tipis yang membatasi bagian dalam
sitotrofoblas (selaput Heuser). Selaput ini bersama dengan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 53


hipoblas membentuk dinding bakal yolk sac (kandung kuning
telur). Rongga yang terjadi disebut rongga eksoselom
(exocoelomic space) atau kandung kuning telur sederhana. Dari
struktur-struktur tersebut kemudian akan terbentuk KANDUNG
KUNING TELUR, LEMPENG KORION dan RONGGA
KORION. Pada lokasi bekas implantasi blastokista di
permukaan dinding uterus terbentuk lapisan fibrin sebagai
bagian dari proses penyembuhan luka.

Gambar 5.6. Perkembangan plasenta hari ke-9

Jaringan endometrium di sekitar blastokista yang


berimplantasi mengalami reaksi desidua, berupa hipersekresi,
peningkatan lemak dan glikogen, serta edema. Selanjutnya
endometrium yang berubah di daerah-daerah sekitar implantasi
blastokista itu disebut sebagai DESIDUA. Perubahan ini
kemudian meluas ke seluruh bagian endometrium dalam kavum
uteri. Pada stadium ini, zigot disebut berada dalam stadium
bilaminar (cakram berlapis dua). Seluruh jaringan endometrium

54 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


yang telah mengalami reaksi desidua, juga mencerminkan
perbedaan pada kutub embrional dan abembrional yaitu: 1)
Desidua di atas korion frondosum menjadi desidua basalis; 2)
Desidua yang meliputi embrioblas / kantong janin di atas korion
laeve menjadi desidua kapsularis; 3) Desidua di sisi / bagian
uterus yang abembrional menjadi desidua parietalis.

Gambar 5.7. Reaksi desidua

Pada hari 8-9, perkembangan trofoblas sangat cepat, dari


selapis sel tumbuh menjadi berlapis-lapis. Terbentuk rongga-
rongga vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas
(selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling
berhubungan, maka pada saat ini perkembangan plasenta disebut
stadium berongga (lacunar stage). Pertumbuhan sinsitium ke
dalam stroma endometrium makin dalam kemudian terjadi
perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga
sinsitium (sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu,
membentuk sinusoid-sinusoid yang merupakan awal

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 55


terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta / sistem sirkulasi
feto-maternal.
Sementara itu pada hari ke 11-12, di antara lapisan dalam
sitotrofoblas dengan selapis sel selaput Heuser, terbentuk
sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan membentuk
jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm
ekstraembrional. Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas
disebut mesoderm ekstraembrional somatopleural, kemudian
akan menjadi selaput korion (chorionic plate). Bagian yang
berbatasan dengan selaput Heuser dan menutupi bakal yolk sac
disebut mesoderm ekstraembrional splanknopleural.

Gambar 5.8. Pembentukan mesoderm ekstraembrional

Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14), seluruh


lingkaran blastokista telah terbenam dalam uterus dan diliputi
pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu. Meski
demikian, hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas
saja yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah lainnya.

56 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk
celah-celah yang makin lama makin besar dan bersatu, sehingga
terjadilah rongga yang memisahkan kandung kuning telur makin
jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom
ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga
korion (chorionic space).

Gambar 5.9. Perkembangan plasenta hari ke 13-14

Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel


kuboid lapisan sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan
sinsitium, membentuk sekelompok sel yang dikelilingi sinsitium
disebut jonjot-jonjot primer (primary stem villi). Jonjot ini
memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu. Pada awal
minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang
terdapat di bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput
korion di daerah kutub embrional), ikut menginvasi ke dalam
jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder (secondary stem
villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 57


sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Menjelang akhir minggu
ketiga, dengan karakteristik angiogenik yang dimilikinya,
mesoderm dalam jonjot tersebut berdiferensiasi menjadi sel
darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya
selular kemudian menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot
tersier/tertiary stem villi).

Gambar 5.10. Pembentukan jonjot-jonjot

Pada minggu-minggu pertama perkembangan, villi/jonjot


meliputi seluruh lingkaran permukaan korion. Dengan
berlanjutnya kehamilan terbentuklah struktur jonjot-jonjot yaitu:
1) Jonjot pada kutub embrional membentuk struktur korion lebat
seperti semak-semak yang disebut chorion frondosum dan 2)
Jonjot pada kutub abembrional mengalami degenerasi, menjadi
tipis dan halus yang disebut chorion laeve.
Selom ekstraembrional / rongga korion makin lama
makin luas, sehingga jaringan embrional makin terpisah dari
sitotrofoblas/selaput korion, hanya dihubungkan oleh sedikit
jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung
(connecting stalk). Mesoderm connecting stalk yang juga
memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang
menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan
menjadi TALI PUSAT.

58 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Pada tahap awal perkembangan, rongga perut masih
terlalu kecil untuk usus yang berkembang, sehingga sebagian
usus terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali
pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus
(intestional loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen
janin yang telah membesar. Kandung kuning telur (yolk-sac) dan
tangkai kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak
dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam connecting
stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin
bersatunya amnion dengan korion. Setelah struktur lengkung
usus, kandung kuning telur dan duktus vitellinus menghilang,
tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah
umbilikal (2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis) yang
menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta. Pembuluh
darah umbilikal ini diliputi oleh mukopolisakarida yang disebut
Wharton’s jelly.

Gambar 5.11. Perkembangan tali pusat

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 59


Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam
sirkulasi uterus, seiring dengan perkembangan trofoblas menjadi
plasenta dewasa, terbentuklah komponen sirkulasi utero-
plasenta. Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-
plasenta dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun
demikian, darah ibu dan darah janin tetap tidak bercampur
menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh
dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Dengan
demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan
dengan komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta
dan tali pusat. Sistem tersebut dinamakan sirkulasi feto-
maternal.

Gambar 5.12. Sirkulasi plasenta

Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas,


umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan
sekitar 16 minggu. Plasenta "dewasa" / lengkap yang normal:
a. bentuk bundar / oval
b. diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm
c. berat rata-rata 500-600 g

60 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


d. insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat
di tengah/sentralis, disamping / lateralis, atau di ujung tepi /
marginalis.
e. di sisi ibu, tampak daerah2 yang agak menonjol (kotiledon)
yang diliputi selaput tipis desidua basalis.
f. di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar
(pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi oleh
amnion.
g. sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20
minggu) meningkat sampai 600-700 cc/menit (aterm).

Gambar 5.13. Plasenta dewasa

Fungsi plasenta adalah menjamin kehidupan dan


pertumbuhan janin yang baik. Adapun fungsi plasenta
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Nutrisi : memberikan bahan makanan pada janin
b. Ekskresi : mengalirkan keluar sisa
metabolisme janin
c. Respirasi : memberikan O2 dan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 61


mengeluarkan CO2 janin
d. Endokrin : menghasilkan hormon-hormon :
hCG, HPL,
estrogen,progesteron, dan
sebagainya.
e. Imunologi : menyalurkan berbagai
komponen antibodi ke janin
f. Farmakologi : menyalurkan obat-obatan yang
mungkin diperlukan janin, yang
diberikan melalui ibu.
g. Proteksi : barrier terhadap infeksi bakteri
dan virus, zat-zat toksik (tetapi
akhir2 ini diragukan, karena
pada kenyataanya janin sangat
mudah terpapar infeksi /
intoksikasi yang dialami ibunya).

Antara membran korion dengan membran amnion


terdapat rongga korion. Dengan berlanjutnya kehamilan,
rongga ini tertutup akibat persatuan membran amnion dan
membran korion. Selaput janin selanjutnya disebut sebagai
membran korion-amnion (amniochorionic membrane).
Kavum uteri juga terisi oleh konsepsi sehingga tertutup
oleh persatuan chorion laeve dengan desidua parietalis.
Rongga yang diliputi selaput janin disebut sebagai
RONGGA AMNION. Di dalam ruangan ini terdapat cairan
amnion (likuor amnii). Asal cairan amnion diperkirakan
terutama disekresi oleh dinding selaput amnion/plasenta,
kemudian setelah sistem urinarius janin terbentuk, urine
janin yang diproduksi juga dikeluarkan ke dalam rongga
amnion.
Fungsi cairan amnion yaitu:
a. Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar

62 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


b. Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin
c. Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan
lingkungan asam-basa (pH) dalam rongga amnion,
untuk suasana lingkungan yang optimal bagi
janin.
d. Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam
seluruh ruangan intrauterin (terutama pada
persalinan).
e. Pada persalinan : membersihkan / melicinkan jalan
lahir, dengan cairan yang steril, sehingga melindungi
bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.
Keadaan normal cairan amnion :
a. pada usia kehamilan cukup bulan, volume 1000-1500
cc.
b. keadaan jernih agak keruh
c. steril
d. bau khas, agak manis dan amis
e. terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik
dan bahan organik (protein terutama albumin),
runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-
sel epitel.
f. sirkulasi sekitar 500 cc/jam

Kelainan jumlah cairan amnion yaitu :


a. Hidramnion (polihidramnion) yautu air ketuban
berlebihan, di atas 2000 cc. Dapat mengarahkan
kecurigaan adanya kelainan kongenital susunan saraf
pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan sirkulasi,
atau hiperaktifitas sitem urinarius janin.
b. Oligohidramnion yaitu air ketuban sedikit, di bawah
500 cc. Umumnya kental, keruh, berwarna kuning
kehijauan. Prognosis bagi janin buruk.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 63


C. LANDASAN TEORI

Gambar 5.14 Pertumbuhan dan Perkembangan Janin

Gambar 5.15 Pertumbuhan dan Perkembangan Plasenta

64 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


D. TUGAS MAHASISWA
Tugas Mandiri:
1. Akes internet untuk melihat video pertumbuhan dan
perkembangan janin serta plasenta.
2. Bacalah buku referensi tentang topik pertumbuhan dan
perkembangan janin serta plasenta.
3. Buatlah resume dengan bahasa sendiri agar memudahkan
pemahaman materi.

E. SOAL
1. Wajah sudah berbentuk dengan mata, telinga, mulut, dan
pucuk gigi yang belum sempurna, lengan dan kaki
bergerak, otak mulai membentuk serta Denyut jantung
janin (DJJ) dapat dideteksi dengan ultrasound merupakan
ciri perkembangan janin usia….
a. 4 minggu
b. 6 minggu
c. 8 minggu
d. 10 minggu
e. 12 minggu
2. Ciri perkembangan janin usia 36-38 minggu adalah…
a. Kurang aktif
b. Vernix caseosa tebal
c. Kulit lebih mengkerut
d. Lanugo umumnya banyak
e. Panjang 16,5-18 inci dan beratnya 4-5 pon
3. Pada hari ke-9, kutub embrional, sel-sel dari hipoblas
membentuk selaput tipis yang membatasi bagian dalam
sitotrofoblas disebut…..
a. Selaput amnion
b. Selaput eksoselom
c. Selaput mesoderm
d. Selaput heuser

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 65


e. Selaput epiblas
4. Perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel
tumbuh menjadi berlapis-lapis, terbentuk rongga-rongga
vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas. Ciri
perkembangan tersebut terjadi pada hari:
a. 7-8
b. 8-9
c. 9-10
d. 10-11
e. 11-12
5. Insersi tali pusat ke plasenta di bagian ujung tepi
plasenta disebut…………
a. Sentralis
b. Lateralis
c. Parietalis
d. Marginalis
e. Proksimalis

66 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


TOPIK 6
GENETIKA MANUSIA
Listia Dwi Febriati

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan dan merangkum Genetika
Manusia
B. RINGKASAN MATERI
1. GENETIKA MANUSIA
Genetika adalah cabang biologi yang berurusan
dengan hereditas dan variasi. GEN adalah unit-unit
herediter yang ditranmisikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya (diwariskan). Gen terletak pada
moleku-molukul panjang asam deoksiribonukleat, DNA,
terdapat pada semua sel. Genetika Manusia adalah adalah
studi tentang pewarisan seperti yang terjadi pada
manusia.

2. MUTASI DAN PENYAKIT GENETIK


Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan
genetik baik pada taraf tingkatan gen maupun pada
tingkat kromosom. Mutasi pada tingkat gen disebut
mutasi titik, sedangkan mutasi pada kromosomal
biasanya disebut aberasi. Mutasi pada gen dapat
mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar
munculnya variasi-variasi baru pada spesies. Mutasi
terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih
rendah daripada 1:10.000 individu.
Kelainan genetik adalah suatu kondisi di mana
terjadi perubahan sifat dan komponen di dalam gen
sehingga menimbulkan penyakit. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh mutasi baru pada DNA, atau kelainan
pada gen yang diwarisi dari orang tua. Kelainan genetik

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 67


dapat menimbulkan beragam kondisi, mulai dari cacat
atau kelainan fisik dan mental, hingga penyakit tertentu
seperti kanker. Meski begitu, tidak semua penyakit
kanker disebabkan oleh kelainan genetik, sebagian juga
dapat terjadi karena faktor lingkungan dan gaya hidup
yang tidak baik. Berikut ini adalah beberapa kelainan
genetik yang cukup sering kita dengar:
a. Buta warna
Salah satu kelainan genetik yang mungkin tidak
asing lagi adalah buta warna. Normalnya, mata
manusia memiliki tiga jenis sel kerucut yang bereaksi
terhadap panjang gelombang cahaya berbeda-beda.
Untuk dapat melihat warna dengan baik, maka
pigmen dari ketiga jenis sel kerucut tersebut harus
dapat bekerja dengan baik. Jika tidak, maka akan
terjadi buta warna. Terdapat dua jenis utama buta
warna. Jenis yang pertama adalah buta warna
sebagian (parsial) yang kesulitan membedakan warna
biru dan kuning saja, atau warna hijau dan merah
saja. Sedangkan jenis yang kedua adalah buta warna
total, atau disebut juga dengan achromatopsia.
b. Penyakit sel sabit
Kelainan genetik ini disebabkan oleh adanya
kesalahan gen yang kemudian memengaruhi
perkembangan sel darah merah. Sel darah merah
penderita penyakit ini memiliki bentuk yang tidak
wajar, sehingga menyebabkan sel darah tersebut
tidak dapat hidup lama seperti sel darah sehat pada
umumnya.
c. Hemofilia
Hemofilia merupakan kelompok kelainan pada darah
yang terjadi secara turun temurun. Kelainan genetik

68 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


ini terjadi karena adanya kesalahan pada salah satu
gen pada kromosom X, yang menentukan bagaimana
tubuh membuat faktor pembekuan darah. Kondisi ini
menyebabkan darah tidak dapat membeku secara
normal, sehingga ketika penderitanya mengalami
cedera atau luka, perdarahan yang terjadi akan lebih
lama.
d. Sindrom Klinefelter
Merupakan kelainan genetik yang terjadi hanya pada
laki-laki. Penderita sindrom Klinefelter memiliki
gejala berupa bentuk penis dan testis yang kecil,
rambut hanya tumbuh sedikit di tubuh, memiliki
payudara yang besar, badan tinggi dan berbentuk
kurang proporsional. Ciri khas lain pada kelainan
genetik ini adalah kurangnya hormon testosteron dan
infertilitas.
e. Sindrom Down (Down syndrome)
Sindrom Down terjadi karena adanya materi genetik
yang berlebih pada anak, sehingga menyebabkan
perkembangan anak secara fisik dan mental
terhambat. Normalnya, seseorang mendapatkan 23
kromosom dari ayah dan 23 kromosom dari ibu
dengan total 46 kromosom. Pada sindrom Down,
terjadi kelainan genetik di mana jumlah kromosom
21 bertambah, sehingga total kromosom yang didapat
oleh anak adalah 47 kromosom.

3. KROMOSOM DAN PENYAKIT GENETIK


Pewarisan sifat atau hereditas merupakan penurunan
sifat dari induk (orang tua) kepada keturunannya (anak).
Ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat ini disebut
genetika. Sifat-sifat suatu makhluk hidup diwariskan
melalui sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Bagian
Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 69
sel yang bertanggung jawab terhadap penurunan sifat ini
terdapat di bagian inti sel (nukleus). Di dalam inti sel
terdapat kromosom. Kromosom adalah materi genetik yang
berupa benang-benang halus (kromatin) yang berfungsi
sebagai pembawa informasi genetik kepada keturunannya.
Setiap inti sel suatu makhluk hidup memiliki dua jenis
kromosom yaitu kromosom tubuh (autosom) dan
kromosom kelamin (gonosom).
Kromosom tubuh berfungsi untuk menentukan sifat-
sifat tubuh suatu organisme. Kromosom tubuh
dilambangkan dengan A yang berasal dari kata autosom
yang terdiri dari 22 pasang atau berjumlah 44 buah.
Autosom terletak pada sel tubuh dan berpasangan sehingga
disebut kromosom diploid (ditulis dengan 2n). Kromosom
kelamin (gonosom) berfungsi untuk menentukan jenis
kelamin suatu organisme. Gonosom berjumlah 1 pasang
atau 2 buah, gonosom pada laki-laki dilambangkan dengan
XY dan pada perempuan dilambangkan dengan XX.
Gonosom terletak pada sel kelamin dan tidak berpasangan
sehingga disebut kromosom haploid (ditulis dengan n).
Komposisi dan susunan gen-gen di dalam tubuh makhluk
hidup disebut genotipe. Genotipe setiap makhluk hidup
berbeda-beda yang dapat menentukan sifat-sifat suatu
makhluk hidup tersebut. Pada dasarnya, genotipe adalah
sifat pada makhkuk hidup yang tidak terlihat. Genotipe
inilah yang nantinya akan memunculkan sifat fenotipe.
Fenotipe adalah sifat pada makhluk hidup yang dapat
terlihat. Sifat fenotipe merupakan perpaduan antara sifat
genotipe dan lingkungannya.
Pada umumnya, suatu gen dinyatakan dengan simbol
huruf. Huruf kapital menyatakan gen yang bersifat
dominan, misalnya M (merah), sedangkan huruf kecil
menyatakan gen bersifat resesif, misalnya m (putih). Gen

70 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


selalu berpasangan misalnya MM, Mm atau mm. Gen yang
sama jenisnya seperti MM atau mm disebut homozigot,
sedangkan gen yang berbeda jenisnya seperti Mm disebut
heterozigot. Jika gen dominan bersama-sama dengan gen
resesif, sifat yang akan tampak adalah sifat yang dibawa
oleh gen dominan dan sifat yang dibawa oleh gen resesif
tidak akan muncul. Sebagai contoh, sifat pendek dominan
tehadap sifat tinggi. Jika gen untuk pendek muncul
bersama-sama dengan gen untuk tinggi, sifat pendeklah
yang akan muncul pada keturunanya. Kromosom ini
berpasangan seperti contoh pada manusia kromosom
normal adalah 23 pasang kromosom atau 46 kromosom.
Satu pasang kromosom menyimpan sebuah informasi
penting seperti identitas jenis kelamin dimana kromosom
seks ini terdiri dari dua jenis X dan Y, pada laki – laki
kromosom seksnya adalah XY sedangkan pada wanita
kromosom seksnya adalah XX. Terlihat satu pasang
kromosom saja telah menentukan perbedaan yang cukup
mencolok. Begitu pentingnya kromosom ini dapat
dijadikan sebagai sebagai penanda informasi, identitas,
dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan manusia.

Berdasarkan sifat alelnya, kelainan genetik dapat


digolongkan menjadi:
a. Pewarisan Alel Resesif Autosomal
Pada kelainan yang bersifat resesif, kelainan ini
terjadi sebagai akibat pewarisan secara resesif yang
hanya muncul pada individu yang homozigot atau
yang memiliki alel homozigot resesif. Hal ini dapat
dilambangkan sebagai genotip penderita sebagai aa,
dan individu yang tidak menderita kelainan sebagai

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 71


AA dan Aa. Beberapa penyakit yang diakibatkan
kelainan resesif, yaitu
1) Anemia sel sabit
Penyakit ini terkait dengan fungsi sel darah
merah yang tidak bekerja atau mengalami
keabnormalan. Hal ini disebabkan adanya
substitusi suatu asam amino tunggal dalam
protein hemoglobin berisi sel darah merah. Saat
kandungan oksigen dalam tubuh rendah, maka
hemoglobin sel sabit akan mengubah bentuk sel
darah merah menjadi bentuk sabit seperti huruf
C.
2) Fibrosis Kistik
Penyakit keturunan ini disebabkan oleh tidak
adanya protein yang membantu transport ion
klorida melalui membran plasma. Sehingga
dihasilkan banyak lendir yang memengaruhi
pankreas, saluran pernapasan, kelenjar keringat
dan lain lain.
3) Galaktosemia
Penyakit ini disebabkan tidak dapat
menggunakan galaktosa (berupa laktosa dari
ASI) karena tidak dihasilkannya ezim pemecah
laktosa. Tingkat galaktosa yang tinggi pada
darah mengakibatkan keruwsakan mata, hati, dan
otak. Adapun gejala Galaktosemia adalah
malnutrisi, diare dan muntah-muntah. Gejala ini
dapat terdeteksi dengan melakukan tes urin.
Gejala penyakit inipun dapat dihindari dengan
diet bebas laktosa.
4) Albino
Kelainan ini berupa kulit yang tidak berpigmen,
disebabkan karena tubuh tidak mampu

72 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


membentuk enzim yang diperlukan untuk
merubah asam amino tirosin menjadi beta-3,4-
dihidroksipheylalanin untuk selanjutnya diubah
menjadi pigmen melanin.
5) Fenilketonuria
Penyakit keturunan yang disebabkan oleh kerja
metabolism yang tidak optimal, di mana
penderita tidak mampu memetabolisme
fenilalanin (salah satu jenis asam amino) dengan
normal. Pada kondisi normal sebagian fenilalanin
diubah menjadi fenil piruvat dan sebagian besar
menjadi tirosi dan dibuang keluar tubuh.
Gejalanya ditandai dengan bertumpuknya
fenilalanin dalam darah yang banyak terbuang
melalui urin, sehingga mengakibatkan
keterbelakangan mental, rambut putih, mata
kebiruan (kekurangan melanin), bentuk tubuh
khas (seperti psychotic), dan gerakan tersentak.
Pada penderita bayi mengakibatkan kerusakan
otak dan mengalami permasalah kejiwaan setelah
berumur 6 tahun sebagai akibat banyaknya kadar
fenilalanin dalam darah.
6) Thalassemia
Penyakit ini ditandai dengan berkurangnya atau
tidak memiliki sintesa rantai hemoglobin,
sehingga kemampuan hemoglobin dalam
mengikat oksigen yang kurang. Hal ini akibat
adanya mutasi gen B-globin. Penyakit ini
umumnya terjadi pada bayi, pada kondisi yang
tidak parah mempunyai gejala pembengkakan
limpa dan pada kondisi yang parah dapat
menyebabkan kematian.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 73


b. Pewarisan Alel dominan Autosomal
Pada kelainan yang bersifat dominan, kelainan ini
terjadi sebagai akibat pewarisan secara
dominan yang muncul pada individu yang
heterozigot (Aa) dan atau homozigot dominan
(AA) sedangkan individu normal bergenotip sebagai
aa. Berikut adalah penyakit dan kelainan yang
ditimbulkan,
1) Akondroplasia
Penyakit ini disebabkan fungsi rangka manusia
yang tidak berkembang dengan baik berupa tidak
terbentuknya komponen tulang rawan pada
kerangka tubuh secara benar. Pengidap penyakit
ini akan tumbuh dewasa dengan kaki dan lengan
yang tidak normal (pendek) dan tinggi tubuh
kurang dari 1 meter atau biasa disebut kelainan
berupa kekerdilan tubuh. Namun, pada
perkembangan lain seperti intelegensi, ukuran
kepada dan ukuran tubuh semuanya normal.
Kelainan ini diakibatkan adanya mutasi genetik
dan ditemukan lebih banyak pada anak
perempuan dibandingkan anak laki laki.
2) Brakidaktil
Penyakit kelainan yang dicirikan dengan jari
tangan atau kaki memendek, hal ini terjadi
karena memendeknya ruas ruas tulang jari.
Penderita brakidaktili memiliki gen dalam
keadaan heterozigot (Bb). Sedangkan
pada homozigot dominan (BB) menyebabkan
kematian pada saat masa embrio.
3) Huntington
Penyakit keturunan ini terjadi karena adanya
degenerasi sistem saraf yang cepat dan tidak
74 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi
dapat kembali. Hal ini dicirikan dengan adanya
gerakan abnormal yang lama kelamaan akan
memengaruhi kinerja otak, fungsi kelenjar tiroid
yang tidak baik berupa kecemasan yang
berlebihan dan dalam kondisi yang parah
penderita tidak dapat melakukan aktifitas,
kemudian mulai terjadi keterbelakangan mental,
kehilangan ingatan dan kemampuan untuk
berpikir rasional.
4) Polidaktil
Penyakit kelainan yag juga dikenal sebagai
Hyperdaktil. Ciri cirinya berupa terdapatnya jari
tambahan pada satu atau kedua tangan atau kaki.
Tempat jari tambahan itu berbeda beda, ada yang
terdapat dekat ibu jari dan adapula yang berada
pada jari kelingking.

c. Alel Resesif tertaut Kromosom Sex “X”


Umumnya merupakan alel resesif dan berpeluang
banyak terjadi pada wanita dan sebagian kecil pria.
Hal ini terlihat dari kromosom penyusun wanita
adalah XX sedangkan pria XY. Berikut adalah
penyakit dan kelainan yang ditimbulkan,
1) Hemofilia
2) Buta Warna
3) Distrofi Otot
4) Sindrom Fragile X
5) Sindrom Lesch-Nyhan
d. Alel Resesif tertaut Kromosom Sex “Y”
Umumnya merupakan alel resesif dan hanya terjadi
pada pria. Hal ini terlihat dari kromosom penyusun
pria adalah XY sedangkan wanita XX. Berikut
adalah penyakit dan kelainan yang ditimbulkan,
Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 75
1) Hipertrikosis
2) Weebed Toes
3) Histrizgravier
e. Aberasi kromosom
Kelainan yang terjadi akibat adanya perubahan
dalam hal jumlah dan ukuran dari kromosom
tersebut. Perubahan ini dapat menyebabkan
perubahan ciri secara turun – temurun (diwariskan)
pada keturunan selanjutnya yang mengalami aberasi
kromosom. Berikut penyakit dan kelainan yang
ditimbulkan,
1) Sindrom Jacobs
2) Sindrom Down
3) Sindrom Klinefelter
4) Sindrom Turner
5) Sindrom Edward
6) Sindrom Patau
7) Sindrom Cri du chat

4. BAHAN GENETIK
Materi genetik merupakan informasi pada setiap sel
makhluk hidup yang dapat diturunkan pada keturunan
selanjutnya. Biasanya, materi genetik juga disebut
sebagai asam nukleat atau faktor hereditas. Pada makhluk
hidup, materi genetik yang terdiri atas kromosom, gen,
DNA, dan RNA akan diturunkan melalui proses
reproduksi.

5. PENELITIAN MENDEL
Gregor mendel mempublikasikan hasil penelitian
genetiknya pada kacang ercis di Tahun 1866, dan karena
meletakkan dasar genetika moderen. Dalam naskah
kerjanya, mendel mengajukan sejumlah prinsip dasar
76 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi
genetika. Salah satu yang dikenal saat ini adalah Hukum
segregrasi. Mendel dinyatakan sebagai orang pertama
yang mengajukan model dimana masing-masing induk
mengandung 2 salinan unit pewarisan (yang sekarang
disebut gen) bagi masing-masing sifat akan tetapi, hanya
dari kedua gen (sebuah alel) yang ditransmisikan hanya
satu dari kedua alel tersebut melalui gamet ke
keturunannya. Sebagi contoh, polong yang keriput, akan
menstransmisikan hanya satu dari kedua alel tersebut
melalui gamet ke keturunanya. Saat itu mendel tidak tahu
apa-apa mengenai kromosom ataupun meiosis, sebab
keduanya belum ditemukan. Kitas sekarang tahu bahwa
dasar fisik bagi hukum tersebut adalah anafase I, saat
kromosom-kromosom homolog (yang masing-masing
mengandung alel yang berbeda dari gen bagi bentuk
polong, dalam contoh ini) bersegregrasi atau berpisah
satu sama lain. Jika gen bagi polong bulat terletak disalah
satu kromosom dan bentuk aleliknya bagi polong keriput
di kromosom homolognya, maka jelaslah kalau kedua
alel itu secara normal takkan ditemukan pada gamet yang
sama. Pewarisan sifat dikendalikan oleh kromosom dan
gen

6. PENENTUAN JENIS KELAMIN


Penentuan jenis kelamin adalah sebuah sistem
biologis yang menentukan perkembangan karakteristik
seksual organisme. Kebanyakan organisme yang
menciptakan keturunannya menggunakan reproduksi
seksual mempunyai dua jenis kelamin. Pada manusia dan
hewan mamalia lainnya, jenis kelamin ditentukan oleh
sepasang kromosom kelamin: XY pada pria dan XX pada
wanita. Kromosom adalah sebuah struktur di dalam

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 77


nukleus yang berupa deret panjang molekul DNA dan
informasi genetik suatu organisme.

C. LANDASAN TEORI

Gambar 6.1 Landasan Teori Genetika Manusia

D. TUGAS MAHASISWA
Tugas Terstruktur dengan membuat ringkasan dalam bentuk
makalah dari jurnal nasional tentang Genetika Manusia.
(Kirim tugas melalui Edmodo Class)

E. SOAL
1. Cabang biologi yang berurusan dengan hereditas dan
variasi adalah…..
a. Genetika b. Kromosom
c. Genetika Manusia d. Gen
e. Genetik

78 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


2. Studi tentang pewarisan seperti yang terjadi pada
manusia adalah…..
a. Genetika b. Kromosom
c. Genetika Manusia d. Gen
e. Autosom
3. Perubahan yang terjadi pada bahan genetik baik pada
taraf tingkatan gen maupun pada tingkat kromosom
adalah……
a. Mutasi b. Kromosom
c. Genetika Manusia d. Gen
e. Kromonema
4. Penentu sifat yang berada pada Kromosom dan Alel
adalah…..
a. GEN b. Jaringan
c. SEL d. DNA
e. Autosom
5. Penyakit yang diakibatkan kelainan resesif, yaitu……..
a. Hemofilia b. Anemia Bulan Sabit
c. Buta Warna d. Sindrom Down
e. Polidaktil

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 79


TOPIK 7
ADAPTASI JANIN DI EKSTRA UTERINE
Lenna Maydianasari

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang adaptasi janin
di ekstra uterine meliputi sistem pernafasan, sistem
sirkulasi, sistem pencernaan, sistem endokrin, sistem
saraf, sistem imun dan sistem reproduksi.

B. RINGKASAN MATERI
Adaptasi janin di ekstra uterine adalah proses
penyesuaian fungsional janin dari kehidupan di dalam
rahim (intra uterine) ke kehidupan di luar rahim (ekstra
uterine). Sebagai akibat perubahan lingkungan dalam
uterus ke luar uterus, maka bayi menerima rangsangan
yang bersifat kimiawi, mekanik & termik.Hasil rangsangan
tersebut membuat bayi akan mengalami perubahan –
perubahan sebagai tahap persiapan kehidupan di luar
uterus. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi
ekstra uterine adalah sebagai berikut:
1. Riwayat antepartum/kehamilan, misalnya terpajan zat
beracun atau sikap/penerimaan orang tua terhadap
kehamilan.
2. Riwayat intrapartum, contohnya lama persalinan, tipe
anestesi.
3. Kapasitas fisiologis janin untuk melakukan
transisi/peralihan ke kehidupan ekstra uterine.
4. Kemampuan petugas kesehatan untuk mengkaji dan
merespon masalah dengan tepat saat terjadi kelainan
atau gangguan untuk transisi/peralihan ke kehidupan
ekstra uterine.

80 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Adaptasi janin di ekstra uterine meliputi sistem
pernafasan, sistem sirkulasi, sistem pencernaan, sistem
endokrin, sistem saraf, sistem imun dan sistem reproduksi
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Sistem Pernafasan
2 faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama:
a. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan
fisik lingkungan luar rahim yang merangsang
pusat pernafasan di otak.
b. Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi
karena kompresi paru-paru selama persalinan
yang merangsang masuknya udara ke dalam paru-
paru secara mekanis.

Gambar 7.1. Kompresi paru-paru saat persalinan

Pada waktu persalinan, khususnya pada waktu


badan melalui jalan lahir, paru-paru seakan-akan tertekan
dan diperas, sehingga cairan-cairan yang mungkin ada di
jalan pernapasan dikeluarkan secara fisiologik dan
mengurangi adanya bagian-bagian paru-paru yang tidak
berfungsi segera oleh karena tersumbat. Skema di bawah ini
menunjukkan proses adaptasi sistem pernafasan ekstra
uterine:

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 81


Proses Mekanis Hentakan Rangsangan
(penekanan dari thorak balik dada kimiawi, thermal,
pada saat melalui mekanikal, sensori
vagina)

Tekanan negatif intra Penggerakan


Kehilangan thorak pernafasan pertama
cairan

Masuknya
udara
Permulaan penurunan
tekanan permukaan Peningkatan PaO2 alveolus
alveolus

Peningkatan volume
Pembukaan
pembuluh darah paru-
pembuluh darah
paru
paru

Peningkatan Peningkatan aliran


sirkulasi limfe darah ke dalam
paru

Peningkatan
oksigenasi yang
adequat

Gambar 7.2. Skema adaptasi sistem pernafasan ekstra


uterine

82 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Pada pernafasan intra uterine, alveolus terisi
cairan, paru-paru tidak jadi sumber O2 dan mengeluarkan
CO2. Pembuluh darah mengalami konstriksi/menyempit
sehingga sedikit darah yang mengalir ke paru-paru.
Sedangkan pada pernafasan ekstra uterine, karena cairan
alveolus terdesak keluar maka oksigen masuk alveolus.
Pembuluh darah mengalami dilatasi, terjadi ventilasi di
alveolus dan darah dari jantung kanan menuju paru karena
ductus arteriosus menutup.

Gambar 7.3. Sistem pernafasan janin intra uterine

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 83


Gambar 7.3 di bawah ini menunjukkan beberapa hal yang
menyebabkan bayi mendapat O2 dari paru-paru setelah lahir:

Cairan dalam alveolus Pembuluh darah Pengekleman Tali


Terdesak Keluar paru dilatasi Pusat Tekanan darah
sistemik Naik

Gambar 7.4. Hal-hal yang menyebabkan bayi mendapat O2


dari paru-paru setelah lahir

Pada kehidupan intra uterine, paru-paru mengalami


perkembangan secara bertahap. Maturitas paru-paru terjadi
setelah kehamilan 36 minggu, sehingga bila janin lahir
sebelum usia kehamilan cukup bulan (37 minggu), maka
adaptasi sistem pernafasan pada kehidupan ekstra uterine
tidak dapat berjalan dengan baik.

Tabel 7.1. Perkembangan paru-paru pada kehamilan


Umur Perkembangan
Kehamilan

24 hari Bakal paru-paru terbentuk

26 – 28 hari Kedua bronchi membesar

6 minggu Di bentuk segmen bronchus

84 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Umur Perkembangan
Kehamilan

12 minggu Differensial lobus

24 minggu Dibentuk alveolus

28 minggu Dibentuk Surfaktan

34 – 36 minggu Struktur Matang

Paru-paru mengalami adaptasi dari transisi


kehidupan intra uterine ke ekstra uterine. Berikut ini
perbedaan paru-paru pada janin di intra uterine dan ekstra
uterine:

Tabel 7.2. Perbedaan paru-paru janin dan neonatus

PERKEMBANGAN JANIN/FETUS NEONATUS


PARU-PARU (INTRA (EKSTRA
UTERINE) UTERINE)

Alveolus Tidak Berkembang


berkembang
Pembuluh darah Tidak aktif Aktif
paru-paru
Resisten paru-paru Tinggi Menurun/rendah
Darah di paru-paru Rendah/sedikit Meningkat
Keperluan oksigen Dipenuhi oleh Dipenuhi oleh
plasenta paru-paru
Penyingkiran Melalui Melalui paru-
karbondioksida plasenta paru

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 85


2. Sistem Sirkulasi
Jantung janin pada kehidupan intra uterine
terdapat lubang antara atrium kanan dan kiri yang disebut
foramen ovale dan percabangan arteri pulmonalis dan
aorta yang disebut dengan ductus arteriosus. Foramen
ovale dan ductus arteriosus berfungsi sebagai
saluran/jalan pintas yang memungkinkan sebagian besar
dari cardiac output yang sudah terkombinasi kembali ke
plasenta tanpa melalui paru-paru.
Darah mengalir dari plasenta ke janin melalui
vena umbilikalis yang terdapat dalam tali pusat. Jumlah
darah yang mengalir melalui tali pusat sekitar 125
ml/kg/Bb per menit atau sekitar 500 ml per menit.
Melalui vena umbilikalis dan duktus venosus, darah
mengalir ke dalam vena cava inferior, bercampur darah
yang kembali dari bagian bawah tubuh, masuk atrium
kanan di mana aliran darah dari vena cava inferior lewat
melalui foramen ovale ke atrium kiri, kemudian ke
ventrikel kiri melalui arkus aorta, darah dialirkan ke
seluruh tubuh. Darah yang mengandung karbondioksida
dari tubuh bagian atas, memasuki ventrikel kanan melalui
vena cava superior. Kemudian melalui arteri pulmonalis
besar meninggalkan ventrikel kanan menuju aorta
melewati ductus arteriosus. Darah ini kembali ke
plasenta melaui aorta, arteri iliaka interna dan arteri
umbilikalis untuk mengadakan pertukaran gas
selanjutnya.

86 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Gambar 7.5 Sistem sirkulasi janin intra uterine

Setelah bayi lahir, darah harus melewati paru-paru


untuk mengambil O2 dan mengadakan sirkulasi melalui
tubuh untuk mengantarkan O2 ke jaringan. Untuk
membuat sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan
ekstra uterine, harus terjadi 2 perubahan besar yaitu:
a. Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
b. Penutupan ductus arteriosus antara arteri paru-paru
dan aorta

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 87


Gambar 7.6. Sistem sirkulasi janin ekstra uterine
Gambar 7.6. menunjukkan adaptasi sirkulasi janin
ekstra uterine yaitu terjadi penutupan foramen ovale,
ductus arteriosus menutup, vena umbilikalis berubah
jadi ligamentum teres sehingga tidak ada hubungan
jantung kiri dan kanan.
Peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem
pembuluh darah yaitu:
a. Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh
sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun.
Hal tersebut disebabkan karena aliran darah ke atrium
kanan berkurang sehingga menyebabkan penurunan
volume dan tekanan atrium kanan. Kejadian tersebut
membantu darah dengan kandungan O2 sedikit mengalir
ke paru-paru untuk menjalani oksigenasi ulang.
b. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh
darah paru-paru dan meningkatkan tekanan atrium
kanan. Hal tersebut menimbulkan relaksasi dan
terbukanya sistem pembuluh darah paru-paru.
Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan

88 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium
kanan. Peningkatan tekanan atrium kanan dan
penurunan tekanan atrium kiri menyebabkan foramen
ovale menutup.

Gambar 7.7. Skema adaptasi sistem sirkulasi ekstra


uterine

3. Sistem Pencernaan
Sebelum lahir, janin cukup bulan mulai menghisap
dan menelan. Refleks gumoh dan batuk sudah terbentuk
baik pada saat lahir. Kemampuan bayi baru lahir cukup
bulan untuk menelan dan mencerna makanan (selain
susu) masih terbatas. Kapasitas lambung sangat terbatas
(< 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan). Kapasitas
lambung akan meningkat secara lambat bersamaan
dengan tumbuhnya bayi baru lahir.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 89


Gambar 7.8. Sistem pecernaan bayi belum
sempurna

4. Sistem Endokrin
Kelenjar –kelenjar endokrin pada intra uterin
belum bisa berfungsi secara maksimal karena
pembentukan belum sempurna dan masih
mendapatkan bantuan dari plasenta dan kelenjar
endokrin ibunya. Pembentukan kelenjar-kelenjar
endokrin dimulai dari trimester I. Kelenjar-kelenjar
endokrin pada ekstra uterin sudah bisa berfungsi
secara maksimal karena pembentukannya juga sudah
mulai sempurna jadi bayi baru lahir sudah tidak
mendapatkan bantuan dari plasenta dan kelenjar
endokrin ibunya. Sistem endokrin terdiri dari
beberapa kelenjar antara lain Hipofisis interior,
Neuro hipofisis, Hipofisis intermedia janin, Tiroid,
Paratiroid, Kelenjar adrenal dan Gonad.

90 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


5. Sistem Saraf
Jika dibandingkan dengan sistem tubuh yang
lain, sistem saraf belum matang secara anatomi dan
fisiologi yang mengakibatkan kontrol minimal oleh
korteks serebri terhadap sebagian besar batang otak
dan aktivitas refleks tulang belakang pada bulan
pertama kehidupan walaupun sudah terjadi interaksi
sosial. Adanya beberapa aktivitas refleks yang
terdapat pada bayi baru lahir menandakan adanya
kerjasama sistem saraf dan sistem musculoskeletal.
Aktivitas refleks yg terdapat pd bayi baru lahir
yaitu:
a. Refleks Moro (memeluk)
b. Rooting Reflex (mencari)
c. Refleks sucking (menghisap & menelan)
d. Refleks batuk dan bersin
e. Refleks grasping (mengenggam)
f. Refleks walking dan staping (melangkah &
berjalan)
g. Refleks tonic neck (otot leher)
h. Babinsky Reflex
i. Refleks Galant (membengkokan badan)
j. Refleks bauer (merangkak)

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 91


Gambar 7.9. Reflek primitif

6. Sistem Muskuloskeletal
Otot sudah dalam keadaan lengkap pada saat
lahir, tetapi tumbuh melalui proses hipertrofi.
Tumpang tindih (moulage) dapat terjadi waktu lahir
karena tulang pembungkus tengkorak belum
seluruhnya mengalami osifikasi dan akan
menghilang setelah beberapa hari lahir. Ubun-ubun
besar akan tetap terbuka hingga usia 18 bulan.
Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat
panjang tubuh. Lengan sedikit lebih panjang
daripada tungkai.
7. Sistem Imunitas
Sistem immunitas bayi baru lahir belum
matang sehingga menyebabkan bayi rentan terhadap
berbagai infeksi dan alergi. Sedangkan sistem
immunitas yang telah matang akan memberikan
92 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi
kekebalan alami dan kekebalan didapat pada tubuh.
Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan
tubuh yang mencegah atau meminimalkan infeksi.
Beberapa contoh kekebalan alami yaitu:
a. Perlindungan oleh kulit membran mukosa
b. Fungsi saringan saluran nafas
c. Pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
d. Perlindungan kimia oleh lingkungan asam
lambung
8. Sistem Reproduksi
Pada bayi perempuan labia mayora dan
minora mengaburkan vestibulum dan menutupi
klitoris. Pada bayi laki-laki preputium biasanya
tidak sepenuhnya tertarik masuk. Bayi baru lahir
baik perempuan/laki-laki sering ditemukan
pembengkakan payudara

C. LANDASAN TEORI

Gambar 7.10 Adaptasi Janin di Ekstra Uterine

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 93


D. TUGAS MAHASISWA
Tugas Mandiri:
1. Bacalah 2 buku referensi (1 berbahasa inggris dan 1
bahasa Indonesia) tentang adaptasi janin di ekstra uterine
dengan tahun terbit minimal 10 tahun terakhir (tahun
2009).
2. Buatlah resume dengan bahasa sendiri agar memudahkan
pemahaman materi.

E. SOAL
1. Faktor yang mempengaruhi adaptasi janin di
ekstrauterine adalah..
a. Riwayat ginekologi
b. Riwayat postpartum
c. Riwayat intrapartum
d. Kemampuan keluarga
e. Kapasitas patologi janin
2. Hal-hal yang menyebabkan bayi mendapat O2 dari paru-
paru setelah lahir adalah…
a. Rangsangan thermal
b. Pemotongan tali pusat
c. Hentakan rongga dada
d. Pembuluh darah paru kontriksi
e. Cairan dalam alveolus terdesak keluar
3. Berikut ini adaptasi sistem sirkulasi janin ekstra uterine
yaitu…
a. Penutupan ductus ovale
b. Penutupan foramen venosus
c. Arteri pulmonalis kontriksi
d. Masih ada hubungan jantung kiri dan kanan
e. Vena umbilikalis berubah jadi ligamentum teres

94 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4. Reflek primitif pada bayi baru lahir yang bisa
membengkokan badan adalah…
a. Refleks Moro
b. Refleks bauer
c. Refleks Galant
d. Refleks sucking
e. Refleks grasping
5. Contoh kekebalan alami yaitu…
a. Fungsi saringan ginjal
b. Fungsi rambut dan kulit kepala
c. Perlindungan kimia oleh lingkungan usus
d. Perlindungan oleh kulit membran mukosa
e. Pembentukan koloni mikroba oleh lambung

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 95


TOPIK 8
ANALISIS KROMOSOM DAN SITOGENETIKA
Rizka Ayu Setyani

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan analisis kromosom dan
sitogenetika (C4, A2)

B. RINGKASAN MATERI
1. Pengertian Sitogenetika
Cytogenetics adalah gabungan antara cytology
(studi tentang sel) dan genetika, yang berusaha
menjelaskan hubungan antara kejadian-kejadian di dalam
sel (khususnya kromosom) dengan fenomena genetis.
Lebih jelasnya, cytology adalah cabang ilmu biologi yang
membicarakan tentang besar (ukuran), struktur dan riwayat
hidup kromosom, sedangkan cytogenetics adalah studi
tentang struktur kromosom dan tingkah laku kromosom
selama proses mitosis dan meiosis.
2. Teori Kromosom
Kromosom terletak di sel nukleus (sel gonad
mapun sel somatid) dengan jumlah yang sama dalam
suatu individu. Tiap kromosom disebut juga sebagai
kromatin yang tersusun atas dua kromatid yang
berhadap-hadapan. Pada kromatin inilah lokasi gen
(lokus), yang didalamnya terdapat alel-alel sebagai
penyandi protein ataupun enzim yang menjaga dan
memengaruhi sistem biokimia yang ada pada organisme.
Prinsip kerja untuk mengidentifikasi kromosom
disebut karyotyping, yaitu pengamatan kromosom
dengan memanfaatkan teknik pewarnaan dan
mengunakan miskroskop untuk mengamati
pemendaraannya. Jaringan yang digunakan untuk

96 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


karyotiping misalnya: leukosit serta ovari dan testis.
Dari beberapa jenis jaringan/sel tersebut yang
paling mudah untuk menampilkan kromosom adalah
mengunakan sel leukosit (sel darah). Karena sel leukosit ini
paling mudah untuk dikultur dan dikondisikan pada tahap
mitosis, sedangkan sel darah merah tidak dapat
digunakan untuk kariotyping karena tidak memiliki inti
sel.
Kariotyping diawali dengan preparasi sel menuju
tahap metafase dengan suatu teknik kultur untuk
merangsang sel mencapai tahap metaphase misalnya
penggunaan colchicines. Meratanya kromosom pada
metafase merupakan saat yang paling baik untuk
menghitung jumlah kromosom dan membandingkan
ukuran serta morfologi dari kromosom dan penentuan
jumlah komosom diambil dari frekuensi tertinggi atau
modus.

3. Nomenklatur dan Morfologi Kromosom


Nomenklatur adalah cara pemberian nama atau
istilah suatu kromosom, sedangkan morfologi merupakan
struktur tubuh sebuah kromosom. Setiap kromosom
memiliki sentromer, karena sentromer berfungsi sebagai
tempat berpegangannya benang-benang plasma dari
spindel atau gelendong inti di waktu pembelahan sel
berlangsung. Apabila benang spindel berkontraksi
sehingga memendek, maka kromosom bergerak (tertarik)
ke arah kutub sel (pada stadium anafase). Kromosom
yang tidak memiliki sentromer disebut kromsosom
asentris, yang biasanya labil dan mudah hancur dan hilang
dalam plasma. Jika pada sebuah kromosom dapat
ditemukan beberapa sentromer sehingga kerap kali sukar
mengenalnya, maka sentromer itu dinamakan diffuse

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 97


centromere. Ada cara untuk memudahkan tujuan itu
ialah dengan memberikan zat penghalang mitosis
sebelum pemberian warna pada preparat.

Gambar 8.1 Nomenklatur dan morfologi suatu


kromosom
(Levan et al., 1983; Darnell et al., 1990)

Kromosom dapat dibagi menjadi lima kelompok


berdasarkan letak sentromer, yaitu: telosentrik,
subtelosentrik, akrosentrik, metasentrik dan
submetasentrik. Tetapi pada umumnya penggolongan
yang selalu digunakan adalah metasentrik (sentromer
terletak di tengah-tengah sehingga keempat lengan
kromosom sama panjang), submetasentrik (sentromer
terletak agak ke atas sehingga lengan atas kromosom
lebih pendek dari lengan kromosom bawah) dan
akrosentrik (sentromer terletak di ujung atas sehingga
terdapat dua lengan kromosom yang lebih panjang).

98 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Gambar 8.2 Bentuk-bentuk kromosom berdasarkan posisi
sentromer
(Elridge, 1985)

Tipe kromosom berdasar letak sentromer dapat dilihat


pada gambar 3.

Gambar 8.3 Klasifikasi kromosom berdasarkan


morfologi
(Sumber: http://www.marine-genomics-europe.org,
2007)

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 99


Identifikasi kromosom dapat dilakukan antara lain
berdasarkan klasifikasi/tipe kromosom (metasentris,
telosentris, akrosentris) dan ukuran, diurutkan dari
kromosom terbesar diikuti kromosom kecil di bawahnya
dan banding patterns/pola khas kromosom kelamin.
4. Fungsi Analisis Kromosom
a. Sebagai petunjuk proses evolusi
b. Identifikasi spesies
c. Identifikasi populasi untuk tujuan
manajemen
d. Taksonomi modern dikembangkan berdasarkan
sekuensing kromosom
e. Variasi dalam populasi menunjukkan keragaman
genetik suatu spesies
f. Variasi antar populasi dapat digunakan untuk
menentukan tingkatan kedekatan dalam taksonomi
5. Ciri Dasar Analisis Kromosom
a. Setiap spesies punya kandungan DNA atau ADN yang
khas, terbungkus dalam satu set kromosom yang khas
pula yakni: komposisi kimia (ADN dan protein) dan
atribut fisik (terlihat pada metafase dari mitosis).
b. Perubahan jumlah kromosom atau komposisi fisik yang
disebabkan oleh perubahan genetis sebagai dasar untuk
analisis dan diagnosis penyakit-penyakit genetis pada
manusia.
c. Jumlah ADN dan jumlah kromosom yang umumnya
bersifat sebagai petunjuk (indikatif) bagi status
evolusi.
6. Kriteria Umum Analisis Kromosom
Persyaratan untuk memperoleh data yaitu
kromosom harus dalam keadaan kondens (condensed
state), harus dalam susunan dua dimensi (two dimensional
array), harus dalam fase yang sama dari siklus sel dan harus

100 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


bisa diamati (must be able to see them). Ketiga syarat
pertama diperoleh dengan menggunakan jaringan yang
cepat membelah (rapidly dividing tissue).
7. Prosedur Umum Analisis Kromosom.

8. Teknik Pembuatan Preparat Kromosom


Teknik pembuatan preparat ada dua cara yaitu
pembuatan preparat kromosom langsung dari sel-sel
organ yang diambil dari tubuh organisme yang masih muda,
dan melakukan kultur jaringan atau kultur sel. Teknik
yang pertama relatif lebih murah dan mudah
dibandingkan dengan teknik yang kedua. Akan tetapi,
kromosom-kromosom tampak lebih jelas dengan
menggunakan teknik yang kedua.
a. Seleksi dan koleksi sel atau jaringan
Kromosom-kromosom hanya tampak jelas
selama pembelahan sel terjadi. Oleh karena itu,
langkah pertama dalam mempersiapkan preparat sel
adalah memilih (seleksi) dan mengumpulkan (koleksi)

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 101


bagian organ organisme untuk mendapatkan sel-sel
yang membelah secara aktif. Analisis kromosom
diploid (2n) membutuhkan jaringan tubuh (somatic)
yang di dalamnya sedang berlangsung pembelahan
mitosis.
b. Perlakuan awal dengan kolkisin
Kolkisin merupakan suatu
alkaloid yang berasal dari umbi dan biji tanaman
Autumn crocus (Colchicum autumnale, Linn.). Larutan
kolkisin dengan konsentrasi yang kritis berfungsi
mencegah terbentuknya benang-benang plasma dari
gelendong inti (spindel) sehingga pemisahan
kromosom pada anafase dari mitosis tidak berlangsung
dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa
pembentukan dinding sel. Akibatnya proses mitosis
mengalami modifikasi. Karena tidak terbentuk
spindel, maka kromosom-kromosom tetap tinggal
berserakan dalam sitoplasma. Pada stadium ini
kromosom-kromosom memperlihatkan gambaran
yang khas seperti tanda silang (X). Akan tetapi
kromosom-kromosom juga dapat memisahkan diri
pada sentromernya, sehingga terbentuk nukleus
perbaikan (restitusi) yang mengandung kromosom dua
kali lipat (sel poliploid). Apabila pengaruh dari kolkisin
telah menghambur, sel poliploid yang baru ini dapat
membentuk spindel pada kedua kutubnya dan
membentuk nukleus anakan poliploid seperti yang
terjadi pada telofase dari mitosis biasanya. Akan tetapi
jika konsentrasi larutan kolkisin yang kritis dibiarkan
terus berlanjut, maka pertambahan genom akan
mengikuti suatu deret ukur seperti 4n, 8n, 16n, dan
seterusnya.

102 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


c. Perlakuan dengan larutan hipotonik
Perlakuan larutan hipotonik bertujuan agar sel
membesar dan mencegah cairan keluar dari membran.
Di samping itu, perlakuan ini juga menghentikan
pembentukan spindel, meningkatkan jumlah metafase
sel, meningkatkan viskositas sitoplasma serta
memfasilitasi penetrasi bahan fiksasi dengan
menghilangkan penghalangnya seperti dinding sel.
Pada fase metafase kromosom dapat tertahan,
sehingga dengan mudah dihitung dan diamati tingkah
lakunya.
d. Perlakuan fiksasi
Perlakuan fiksasi bertujuan menstabilkan
struktur sel. Fiksasi yang dilakukan tepat pada
jaringan yang akan dibuat preparat. Oleh karena itu,
organisme dimatikan dulu untuk mengambil jaringan
epitel. Selama proses fiksasi akan terjadi penetrasi
bahan-bahan fiksasi ke dalam sel atau jaringan,
dimana fiksasi dilakukan sebagai preservasi sel dan
strukturnya pada kondisi yang memungkinkan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
fiksasi antara lain : pemilihan bahan fiksasi yang
tepat, besar kecilnya organisme (menentukan cepat
dan seragamnya penetrasi bahan fiksasi), rasio
volume bahan fiksasi dengan jaringan yang difiksasi
(biasanya 10-12 kali), serta karakter jaringan yang
difiksasi. Beberapa jaringan tertentu lambat dalam
penetrasi.
Perlakuan fiksasi dibedakan atas perlakuan fisik
dan kimiawi. Perlakuan secara fisik seperti
pendinginan jaringan dalam nitrogen cair telah
banyak digunakan untuk sel atau jaringan hewan.
Perlakuan ini sangat efektif menjaga struktur sel,

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 103


karena proses difusi yang sangat kecil dan tidak
terjadi perubahan enzim secara signifikan. Kelemahan
perlakuan secara fisik yakni dapat menyebabkan
terputusnya sel karena adanya kristal es dalam sel
atau jaringan. Perlakuan secara kimiawi dengan
menggunakan bahan (reagent) kimia seperti larutan
carnoy yang telah banyak dipakai dalam penyediaan
preparat dari sel segar. Perlakuan secara kimiawi
membutuhkan keseimbangan dan ketepatan bahan-
bahan yang dipakai. Sebagai contoh, pencampuran
larutan asam dan alkohol pada kondisi seimbang
dapat menjaga struktur sel pada kondisi yang stabil
dan memungkinkan untuk diamati. Akan tetapi, reaksi
asam yang berlebihan dapat menyebabkan struktur sel
menyusut.
e. Perlakuan pewarnaan
Pewarnaan terhadap preparat kromosom
bertujuan menciptakan perbedaan optikal di antara
kromosom dengan struktur sel lainnya sehingga dapat
dibedakan di bawah mikroskop. Beberapa metode
yang digunakan untuk pewarnaan dalam analisis
kromosom antara lain:
1) C-banding
Untuk identifikasi pasangan tiap kromosom,
termasuk kromosom kelamin, tetapi tidak bisa
menjelaskan secara rinci kromosom hingga
struktur lengan-lenganya.
2) Staining of nucleolus organizer region
Perwarnaan silver, pewarna khusus untuk
nucleolus organizer region (NORs) yang berguna
sebagai genetic marker untuk evolusi.
3) Q banding
Mengunakan fluorenscent dye quinacrin

104 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


dihydrochlorine, pewarnaan lebih detail sampai
basa DNA, juga bisa untuk identifikasi lengan
kromosom, dan loci dalam kromosom.
f. Pembuatan slide preparat
Pembuatan slide preparat bertujuan
mengoptimalkan kromosom sehingga mudah dilihat
di bawah mikroskop. Sel diolesi di atas slide dan
diwarnai dengan mencelupkannya ke dalam larutan
giemsa. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak
boleh menggerakkan cover slip karena akan merusak
sel.
g. Pemotretan dan pengukuran mikrometri
Pemotretan bertujuan mendapatkan gambar
kromosom untuk selanjutnya diukur. Pemotretan
dengan menggunakan kamera digital lebih baik dari
pada pemotretan secara manual karena dapat
difokuskan pada spesimen sehingga bisa mengenali
kromosom serta menyediakan secara representatif
semua hal yang diamati pada spesimen tersebut. Hasil
pemotretan kamera digital mudah diolah dengan
menggunakan sotfware pada komputer dan
memberikan efek-efek yang jelas tentang morfologi
dan tingkah laku kromosom. Pengukuran kromosom
tidak dapat dilakukan di bawah mikroskop, tetapi
dengan bantuan software.
9. Metode Analisis Kromosom
a. Metode penentuan jumlah kromosom diploid (2n)
Penentuan jumlah kromosom diploid (2n)
didasarkan pada jumlah kromosom yang memiliki
frekuensi tertinggi atau modus.
b. Metode analisis karakteristik kromosom
Analisis karakteristik kromosom dilakukan
mencakup: ukuran kromosom, tipe kromosom dan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 105


struktur morfologi kromosom. Data ukuran
kromosom diperoleh dari pengukuran mikrometri
terhadap ukuran lengan pendek dan lengan panjang,
sedangkan panjang relatif kromosom (PRK), rasio
lengan kromosom (RLK) serta harga numerik posisi
kromosom (HNPS), dihitung dengan menggunakan
rumus yang diusulkan oleh Brown (1972) dan Levan
et al. (1983), sebagai berikut.

c. Metode penyusunan genom kromosom


Genom set kromosom suatu organisme, diperoleh
dengan mengurutkan tiap kromosom sesuai
panjangnya. Penomoran dimulai dari ukuran
terpanjang hingga terpendek berdasarkan PRK.
d. Metode penyusunan kariotipe kromosom
Berdasarkan posisi sentromer dan panjang
lengan kromosom, maka dapat dihitung nilai dari
kromosom yaitu indeks sentromer (centromere index),
rasio lengan (arm ratio), dan panjang relatif kromosom
(relative length). Indeks sentromer adalah rasio lengan
yang lebih pendek dengan panjang total kromosom
dinyatakan dalam persen.
e. Metode penyusunan rumus kromosom
Penyusunan rumus kromosom berdasarkan
distribusi dan komposisi tipe kromosom. Penyusunan
rumus kromosom berguna dalam identifikasi dan

106 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


taksonomi suatu spesies terhadap spesies lainnya
dalam satu genus maupun famili.

C. LANDASAN TEORI

Pengertian
Sitogenetika

Teori
Kromosom

Nomenklatur
dan Morfologi
Kromosom
ANALISIS Fungsi Analisis
KROMOSOM Kromosom
DAN
Ciri Dasar
SITOGENETI
Analisis
Kromosom
Kriteria Umum
Analisis
Kromosom
Prosedur
Umum Analisis
Kromosom
Teknik
Pembuatan
Preparat
Metode
Analisis
Kromosom

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 107


D. TUGAS MAHASISWA
Carilah kasus kelainan kromosom pada sistem reproduksi
melalui jurnal ilmiah, kemudian analisis kasus tersebut secara
berkelompok dan susun hasil diskusi dalam bentuk makalah!
Ketentuan tugas dan kriteria penilaian :
1. Makalah ditulis dengan MS Word dengan sistematika
penulisan dan format sesuai dengan standar penulisan
makalah, dikumpulkan dengan format ekstensi (*.pdf)
dengan sistematika nama file Tugas 11-Makalah-No
Kelompok.pdf.
2. Pengumpulan tugas maksimal satu minggu setelah tugas
diberikan.
3. Penilaian tugas berdasarkan ketepatan sistematika
penyusunan makalah sesuai dengan standar panduan
penulisan; ketepatan tata tulis makalah sesuai dengan
ejaan bahasa Indonesia yang benar; kerapian makalah;
jumlah referensi yang digunakan; ketajaman analisis
dalam penyusunan makalah; dan ketepatan waktu
pengumpulan tugas.

E. SOAL
1. Kromosom yang letak sentromernya berada di tengah-
tengah sehingga keempat lengan kromosom sama
panjang yaitu…
A. Metasentrik
B. Akrosentrik
C. Telosentrik
D. Subtelosentrik
E. Submetasentrik
2. Pada analisis kromosom jaringan sel, dilakukan
perlakuan dengan cairan hipotonik, yang berfungsi
untuk…
A. Membelah sel

108 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


B. Memperkecil sel
C. Memperbesar sel
D. Menghentikan reaksi
E. Menghentikan pembelahan
3. Syarat suatu kromosom dapat dianalisis yaitu…
A. Sulit diamati
B. Kromosom dalam keadaan kondens
C. Kromosom dalam susunan tiga dimensi
D. Kromosom dalam fase yang berbeda dari siklus sel
E. Menggunakan jaringan yang tidak cepat membelah
4. Dalam proses pewarnaan kromosom, metode pewarnaan
yang dilakukan lebih detail sampai basa DNA yaitu…
A. C-banding
B. Q banding
C. Genetic marker
D. Pewarnaan silver
E. Staining of nucleolus organizer region
5. Pengamatan kromosom dengan memanfaatkan teknik
pewarnaan dan mengunakan miskroskop untuk
mengamati pemendaraannya disebut…
A. Kultur sel
B. Colchicines
C. Karyotyping
D. Artificial system
E. Induced rapid division

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 109


TOPIK 9
IMUNOLOGI MANUSIA DAN KONSEP IMUNITAS
DALAM TUBUH MANUSIA
Fika Lilik Indrawati

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan imunologi manusia dan
konsep imunitas dalam tubuh manusia (C4, A2)

B. RINGKASAN MATERI
1. Cakupan Imunologi
Dari empat penyebab utama kematian – cedera,
infeksi, penyakit degeneratif, dan kanker – hanya dua
penyebab pertama yang biasa menimbulkan kematian
penderita sebelum usia produktif, yang berpotensi
menghilangkan gen. Oleh karen itu, setia pmekanisme
yang mengurangi dampak tersebut sangat berharga dalam
mempertahankan hidup, dan kita melihat hal ini dalam
proses yang berurutan, pemulihan dan imunitas.
Imunitas membahas mengenai pengenalan dan
pembuangan benda asing atau “non-self” yang masuk
kedalam tubuh (ditunjukkan oleh tanda anak panah
berwarna merah pada gambar), biasanya dalam bentuk
mikroorganisme infeksius yang mengancam nyawa,
tetapi terkadang, sayangnya dalam bentuk transplantasi
ginjal yang menyelamatkan nyawa. Resistensi terhadap
infeksi yang berupa “bawaan” (yaitu bawaan sejak lahir
dan tidak berubah) atau “didapat” sebagai akibat dari
respons imun adaptif (tengah).
Imunologi adalah ilmu yang dipelajari organ, sel,
dan molekul yang berperan dalam proses pengenalan dan
pembuangan (“sistem imun”), bagaimana cara organ, sel,
dan molekul tersebut merespon dan berinteraksi, yang

110 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


menghasilkan konsekuensi – diharapkan (atas) atau
sebaliknya (bawah) – dan aktifitas tersebut, dan
bagaimana cara kerja organ, sel, dan molekul tersebut
dimana manfaatnya dapat meningkat atau berkurang pada
situasi tertentu.
Sejauh ini jenis benda asing yang paling penting untuk
dikenali dan dibuang oleh mikroorganisme yang mampu
menyebabkan penyakit infeksi, dan tentu saja imunitas
berawal saat benda asing masuk ke dalam tubuh. Akan
tetapi, harus diingat bahwa lini pertahanan pertama
adalah menjaga agar benda asing tidak masuk, dan
berbagai pertahanan eksternal telah berkembang untuk
memenuhi tujuan ini. apakah peryahanan ini merupakan
bagian dari sistem imun hanyalah suatu pertanyaan
belaka, tetapi seorang ahli imunologi tentu diharapkan
mengetahui tentang hal ini.
Non-self (benda asing) istilah yang secara luas
digunakan dalam imunologi, meliputi semua yang
dinyatakan berbeda dari zat penyusun tubuh hewan.
Mikroorganisme infeksius, bersama dengan sel, organ,
atau material dari hewan lain, merupakan substansi asing
terpenting dari sudut pandang imunologi, tetapi obat dan
bahkan makanan biasa, yang tentunya juga merupakan
benda asing, kadang dapat meningkatkan imunitas.
Deteksi benda asing dilakukan oleh serangkaian molekul
reseptor.
Infeksi Virus, bakteri, protozoa, cacing, atau
jamur parasitik yang mencoba masuk kedalam tubuh atau
permukaan tubuh kemungkinan merupakan alasan
keberadaan sistem imun. Hewan - pada kelas yang lebih
tinggi dengan kerusakan atau defisiensi sistem imun
seringkali tidak mampu melawan infeksi yang dapat
diatasi oleh hewan normal.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 111


Pertahanan eksternal Adanya kulit yang intak
pada bagian luar dan lapisan membran mukosa yang
melapisi rongga organ dalam merupakan suatu
penghalang yang kuat terhadap masuknya organisme
yang berpotensi infeksius. Selain itu, terdapat sejumlah
sekresi antrimikroba (terutama anti bakteri) pada
permukaan kulit dan mukosa; meliputi lisozim (juga
ditemukan dalam air mata), laktoferin, defensin dan
peroksidase. Pertahanan yang lebih terspesialisasi
meliputi lambung y\ang sangat asam (pH sekitar 2),
mukus dan silia yang bergerak ke arah atas pada pohon
bronkus, dan protein surfaktan khusus yang mengenali
dan menangkap bakteri yang mencapai alveolus paru.
Mikroorganisme yang berhasil biasanya memiliki cara
yang cerdik untuk menembus atau menghindari
pertahanan ini.
Resistensi bawaan organisme yang masuk ke
dalam tubuh (diperlihatkan dalam gambar sebagai titik
atau batang) sering kali dilenyapkan dalam waktu
beberapa menit atau jam oleh mekanisme bawaan lahir
yang sudah ada, sedangkan organisme lain (bentuk
batang dalam gambar) dapat menghindari mekanisme
tersebut dan bertahan hidup, dan dapat menimbulkan
penyakit kecuali bila dilenyapkan oleh imunitas adaptif
(lihat dibawah). Mekanisme ini telah berkembang untuk
membuang patogen (misalnya bakteri, virus) yang dapat
menimbulkan penyakit jika tidak dihentikan.
Mikroorganisme yang tidak berbahaya biasanya
diabaikan oleh sistem imun bawaan. Imunitas bawaan
juga berperan penting dalam mengawali respon imun
adaptif.
Respons imun adaptif perkembangan atau
peningkatan mekanisme bertahan sebagai respon

112 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


terhadap stimulus (“spesifik”) tertentu, misalnya
organisme infeksius. Respons ini dapat mengeliminasi
mikroorganisme dan memulihkan tubuh dari penyakit,
dan seringkali memberikan pejamu suatu memori
spesifik, sehingga mampu merenspons lebih efektif dan
infeksi berulang dengan mikroorganisme yang sama,
kondisi ini disebut sebagai resistensi didapat. Karena
tubuh tidak dapat mengetahui sebelumnya
mikroorganisme mana yang berbahaya atau tidak,
seluruh benda asing biasanya merespons seperti benda
berbahaya, seperti serbuk sari yang relatif tidak
berbahaya, dsb.
Vaksinasi Metode untuk menstimulasi respons
imun adaptif dan memunculkan memori dan resistensi
didapat tanpa mengalami dampak penyakit sepenuhnya.
Istilah ini berasal dari vaccinia, atau cacar sapi, yang
digunakan oleh Jenner untuk mencegah cacar.
Transplantasi Sel atau organ dari individu lain
biasanya dapat bertahan menghadapi mekanisme
resistensi bawaan, tetapi dilawan oleh respon imun
adaptif, sehingga akan timbul penolakan.
Autoimunitas Sel dan molekul tubuh („diri
sendiri-self) biasanya tidak menstimulasi respons imun
adaptif karena berbagai mekanisme khusus yang
memungkinkan toleransi diri sendiri, tetapi pada
beberapa keadaan, sel dan olekul tubuh menstimulasi
suatu respons dan struktur tubuh sendiri diserang seperti
layaknya benda asing, suatu kondisi yang disebut sebagai
autoimunitas atau penyakit auto imun.
Hipersensitivitas Terkadang hasil memori
spesifik merupakan paparan berulang pada stimulus yang
sama, dan atau sebaliknya, eliminasi stimulus tersebut
menimbulkan dampak yang tidak nyaman atau merusak

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 113


pada jaringan tubuh. Hal ini disebut hipersensitivitas;
misalnya alergi seperti Hay fever dan beberapa bentuk
penyakit ginjal.
Imunosupresi Autoimunitas, hipersensitivitas,
dan terutama sekali penolakan transplan kadang
membutuhkan penekanan respons imun adaptif dengan
obat atau cara lain.
2. Mekanisme Imun Bawaan dan Adaptif
Seperti halnya resistensi terhadap penyakit yang
dapat berupa bawaan (sejak lahir) atau didapat,
mekanisme yang memperantarainya terbagi menjadi
bawaan (kiri) dan adaptif (kanan), masing-masing
terdiri dari elemen selular (separuh bagian bawah) dan
humoral (yaitu kandungan bebas dalam serum atau
cairan tubuh; separuh bagian atas). Mekanisme adaptif,
yang terbentuk setelah mekanisme bawaan, melakukan
banyak fungsi melalui interaksi dengan mekanisme
bawaaan yang lebih dahulu ada.
Imunitas bawaan diaktivasi saat sel
menggunakan serangkaian reseptor terspesialisasi untuk
mengenali berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, virus,
dll.) yang dapat masuk ke pejamu. Ikatan dengan reseptor
tersebut mengaktivasi sejumlah kecil mekanisme dasar
pembuangan mikroba,seperti fagositosis bakteri oleh
makrofag dan neutrofil, atau pelepasan interferon
antivirus. Sejumlah besar mekanisme yang terlibat dalam
imunitas bawaan memiliki banyak kesamaan dengan
mekanisme yang memunculkan reaksi non spesifik
terhadap kerusakan jaringan, dengan menimbukan
inflamasi (tutuplah bagian kanan gambar) untuk melihat
gambaran yang dimaksud). Namun, karena sifat alami
respons imun bawaan bergantung kepada jenis infeksi,

114 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


istilah “nonspesifik”, yang sering digunakan sebagai
sinonim “bawaan”, tidak sepenuhnya tepat.
Imunitas adaptif berdasarkan sifat khusus limfosit (T dan
B, kanan bawah), yang dapat merespons secara selektif
terhadap ribuan benda asing atau “antigen” yang
berbeda, menyebabkan terbentuknya memori spesifik dan
perubahan menetap dari pola respons – suatu adaptasi
hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Mekanisme
adaptif dapat berfungsi dengan sendirinya melawan
antigen tertentu (tutuplah bagian kiri gambar), tetapi
sebagian besar efeknya muncul dengan cara interaksi
antibodi dengan komplemen dan sel fagosit dari imunitas
bawaan, dan sel T dengan makrofag (garis putus-putus).
Melalui aktivasi mekanisme bawaan ini, respons adaptif
seringkali menimbulkan inflamasi, baik akut maupun
kronis; jika hal ini mengganggu maka disebut
hipersensitivitas.
Masing-masing elemen dari skema yang sudah sangat
disederhanakan ini diilustrasikan lebih rinci pada bagian
selanjutnya.
a. Imunitas Bawaan
1) Interferon kelompok protein yang diproduksi
dengan cepat oleh sejumlah besar sel sebagai
respons terhadap infeksi virus, yang menghambat
replikasi virus dalam sel yang terinfeksi dan
sekitarnya. Interferon juga berperan penting
dalam komunikasi antara sel imun.
2) Defensin Peptida antimikroba, terutama penting
pada perlindungan awal paru dan saluran cerna
terhadap bakteri.
3) Lisozim (muramidase) enzim yang disekresikan
oleh makrofag yang menyerang dinding sel
beberapa bakteri.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 115


4) Komplemen sekumpulan protein yang ada dalam
serum, yang juga teraktivasi akan menimbulkan
efek inflamasi yang meluas, disertai juga dengan
lisis bakteri, dsb. Beberapa bakteri mengaktivasi
komplemen secara langsung, sedangkan bakteri
lain dapat melakukan hal ini dengan bantuan
antibodi (lihat gambar 7).
5) Lisis Kebocoran kandungan sel secara
ireversibel akibat kerusakan membran. Jika ini
terjadi pada bakteri, akan berakibat fatal untuk
mikroba tersebut.
6) Sel mast sel jaringan besar yang melepaskan
mediator inflamasi saat rusak, dan juga dalam
pengaruh antibodi. Dengan peningkatan
permeabilitas vaskular, inflamasi memungkinkan
komplemen untuk sel masuk kedalam jaringan
dari darah (lihat gambar 7 untuk proses yang
lebih rinci).
7) PMN leukosit polimorfonuklear (80% dari sel
darah putih dalam darah manusia), merupakan
sel darah “pemburu (scavenger)” berusia singkat
dengan granul yang mengandung enzim
pembunuh bakteri (bakterisida) yang ampuh.
Nama ini berasal dari bentuk inti sel yang aneh.
8) MAC Makrofag, suatu sel jaringan besar yang
berperan membuang jaringan yang rusak, sel,
bakteri, dll. Baik PMN maupun makrofag berasal
dari sumsum tulang, dan karena itu disebut sel
meloid.
9) DC (dendritic cell) sel dendrit menyajikan
antigen ke sel T, sehingga mengawali seluruh
respons imun yang tergantung sel T. bedakan

116 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


dengan sel dendrit folikular, yang menyimpan
antigen untuk sel B.
10) Fagositosis (“makan sel”) Proses ditelannya
partikel oleh sel. Makrofag dan PNM (yang
dahulu disebut “mikrofag”) merupakan sel
fagosit terpenting. Mayoritas benda asing yang
masuk ke dalam jaringan dihilangkan seluruhnya
melalui mekanisme ini.
11) Sitotoksisitas Makrofag dapat membunuh
beberapa target (mungkin termasuk sel tumor)
tanpa memfagosit target tersebut, dan terdapat
beberapa sel lain yang memiliki kemampuan
sitotoksis.
12) Sel NK (natural killer) Sel mirip limfosit yang
mampu membunuh beberapa target, khususnya
sel yang terinfeksi virus dan sel tumor, tetapi
tanpa reseptor atau karakteristik spesifik dari
limfosit sejati.
b. Imunitas Adaptif
1) Antigen Secara tepat, merupakan zat yang
menstimulasi produksi antibodi. Namun, istilah
ini digunakan untuk zat yang menstimulasi setiap
jenis respons imun adaptif. Biasanya, antigen
adalah suatu benda asing („non-self’) dan suatu
partikulat (misalnya sel, bakteri) ataupun
molekul protein besar atau polisakarida. Akan
tetapi dalam keadaan khusus, molekul kecil dan
bahkan komponen „diri sendiri (self)‟ dapat
menjadi antigenik.
2) Spesifik; spesifisitas Istilah yang digunakan
untuk menandakan produksi respons imun yang
lebih atau kurang selektif terhadap stimulus,
seperti limfosit yang merespons, atau antibodi

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 117


yang „cocok‟, dengan antigen tertentu, misalnya
antibodi virus campak tidak akan berikatan
dengan virus mumps: antibodi ini „spesifik‟
untuk campak.
3) Limfosit Sel kecil yang ditemukan dalam darah,
dimana sel tersebut beresirkulasi ke jaringan dan
kembali melalui limfe, „berpatroli‟ di seluruh
tubuh untuk mencari benda asing. Kemampuan
limfosit untuk mengenali masing-masing antigen
melalui reseptor permukaan khusus dan
membelah diri menjadi sejumlah sel dengan
spesifisitas yang identik dan masa hidup yang
panjang menjadikan limfosit sel yang ideal untuk
respons adaptif. Dua populasi besar limfosit telah
diketahui: limfosit T dan B.
4) B Limfosit yang menghasilkan antibodi,
merupakan elemen humoral imunitas adaptif.
5) Antibodi adalah fraksi utama dari protein serum,
sering kali disebut imunoglobulin. Antibodi
terbuat dari sekumpulan protein yang sangat
mirip, setiap protein ini mampu berikatan secara
spesifik dengan sejumlah antigen yang sedikit
berbeda, dengan spesifisitas yang berlainan
untuk setiap antigen. Antibodi dapat berikatan
dengan dan menetralisasi toksin bakteri dan
beberapa virus secara langsung, tetapi antibodi
juga bekerja dengan cara opsonisasi dan
mengaktivasi komplemen pada permukaan
patogen yang menyerang.
6) T Limfosit T („berasal dari Timus‟) selanjutnya
terbagi menjadi subpopulasi yang „membantu‟
limfosit B membunuh sel yang terinfeksi virus,
mengaktivasi makrofag, dan memacu inflamasi.

118 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Interaksi antara imunitas bawaan dan adaptif
a. Opsonisasi Fenomena timbulnya ikatan antibodi di
permukaan bakteri, v irus, atau parasit lain, dan
meningkatnya perlekatan dan fagositosis. Antibodi
juga mengaktivasi komplemen pada permukaan
patogen yang menyerang, sehingga imunitas adaptif
memanfaatkan imunitas bawaan untuk
menghancurkan banyak mikroorganisme.
b. Komplemen Seperti yang telah disebutkan di atas,
komplemen sering kali teraktivasi oleh ikatan antibodi
pada permukaan mikroba. Namun, ikatan komplemen
pada antigen juga dapat lebih meningkatkan
kemampuannya untuk mengaktivasi respons sel B
yang kuat dan tahan lama – suatu contoh „interaksi
terbalik‟ antara mekanisme imun adaptif dan bawaan.
c. Penyajian antigen ke sel T dan B oleh sel dendrit
diperlukan pada sebagian besar respons adaptif;
penyajian oleh sel dendrit biasanya memerlukan
aktivasi sel-sel ini dengan cara kontak dengan
komponen mikroba (misalnya dinding sel bakteri),
suatu contoh lain dari „interaksi terbalik‟ antara
mekanisme imun adaptif dan bawaan.
d. Bantuan oleh sel T diperlukan dalam berbagai
cabang, baik dalam imunitas adaptif maupun bawaan.
Bantuan sel T diperlukan untuk sekresi sebagian besar
antibodi oleh sel B, untuk mengaktivasi makrofag
untuk membunuh patogen intraselular, dan untuk
respons sel T sitotoksik yang efektif.
3. Pengenalan dan Reseptor : kunci imunitas
Sebelum mekanisme imun dapat bekerja, harus
terdapat pengenalan bahwa ada sesuatu yang perlu
dilawan. Biasanya yang perlu dilawan adalah benda asing
seperti virus, bakteri, atau organisme infeksius lain.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 119


Pengenalan ini dilakukan oleh serangkaian molekul
pengenal atau reseptor. Beberapa reseptor bersirkulasi
bebas dalam darah atau cairan tubuh, reseptor lain terikat
pada membran berbagai sel, sementara itu reseptor
lainnya berada dalam sitoplasma sel. Pada setiap kasus,
beberapa konstituen benda asing harus berinteraksi
dengan molekul pengenal yang mirip dengan kunci yang
masuk kedalam lubang kunci yang tepat. Pengenalan
awal ini membuka pintu yang pada akhirnya membentuk
respons imun sepenuhnya.
Pada sistem imun bawaan dan adaptif, reseptor-
reseptor ini sangat berbeda. Sistem bawaan memiliki
jumlah reseptor yang terbatas, disebut sebagai reseptor
pengenal pola (pattern-recognition receptor, PRR), yang
telah terseleksi selama perkembangan untuk mengenali
struktur yang biasanya dimiliki oleh sekelompok
organisme penyebab penyakit (pathogen-associated
molecular pattern, PAMP); salah satu contohnya adalah
lipopolisakarida (LPS) pada beberapa dinding sel bakteri.
PRR bekerja sebagai sistem imunitas „peringatan dini‟,
memicu respons inflamasi cepat yang muncul lebih dulu
dan bersifat penting bagi respons adaptif selanjutnya.
Berbeda dengan sistem imun bawaan, sistem imun
adaptif memiliki beribu-ribu juta reseptor yang berbeda
pada limfosit B dan T-nya, masing-masing sangat sensitif
terhadap satu struktur molekul. Respons yang dipicu oleh
reseptor ini memberikan perlindungan yang lebih efektif
terhadap infeksi, tetapi biasanya jauh lebih lambat
terbentuk.
Dua sistem tersebut dihubungkan oleh kelompok
molekul kompleks histokompatibilitas mayor (major
histocompatibility complex, MHC), yang terspesialisasi
untuk „menyajikan‟molekul asing ke limfosit T.

120 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Rangkaian reseptor „penghubung‟ lainnya adalah
reseptor dimana molekul seperti antibodi dan komplemen
terikat dengan sel, dan molekul-molekul tersebut dengan
sendirinya dapat berperan sebagai reseptor.
Sistem imun bawaan
Molekul pengenal yang mudah larut
a. Komplemen Beberapa dari serangkaian kompleks
protein serum, dapat dipicu oleh kontak dengan
permukaan bakteri. Begitu teraktivasi, komplemen
dapat merusak beberapa sel dan mengawali inflamasi.
Beberapa sel memiliki reseptor komplemen, yang
dapat membantu proses fagositosis.
b. Protein fase akut Rangkaian kompleks protein serum
lainnya. Tidak seperti komplemen, protein ini
sebagian besar kadarnya sangat rendah dalam serum,
tetapi diproduksi secara cepat dalam jumlah besar
oleh hati setelah infeksi, yang menyebabkan
timbulnya inflamasi dan pengenalan imun. Beberapa
protein fase akut juga berfungsi sebagai PRR.
c. Pengenalan berhubungan dengan sel
d. PRR Reseptor pengenal pola saat ini telah
menggambarkan setiap jenis patogen dan masih
banyak lagi yang akan ditemukan. Secara luas,
reseptor tersebut dapat terbagi dalam lokalisasi
selular, contohnya membran sel, endosom/fagosom,
dan sitoplasma. Walaupun reseptor tersebut disajikan
oleh varietas membingungkan dari jenis-jenis
molekul, ciri fungsionalnya yang umum adalah
mengatur respons imun bawaan terhadap infeksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua PRR ditemukan pada
semua jenis sel, sebagian besar terbatas pada mkrofag
dan sel dendrit (MAC dan DC).

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 121


Beberapa sistem reseptor lain
Reseptor memiliki sejumlah proses biologis lain,
sebagian besar proses ini tidak dibahas disini. Berikut ini
adalah beberapa reseptor yang berhubungan dengan
imunitas.
a. Reseptor virus Untuk masuk kedalam sel, virus harus
„berlabuh‟ pada beberapa molekul permukaan sel;
misalnya CD4 untuk HIV dan reseptor asetilkolin
untuk rabies.
b. Reseptor Sitokin Komunikasi di antara sel imun
sebagian besar diperantarai oleh molekul „pembawa
pesan (messenger)‟ yang disebut sitokin. Untuk
merespons sitokin, sel perlu memiliki reseptor yang
sesuai.
c. Reseptor hormon Dengan cara yang sama seperti
sitokin, hormon (misalnya insulin, steroid) hanya akan
bekerja pada sel yang memiliki reseptor yang sesuai.
Sistem Imun Adaptif
Antibodi Molekul antibodi dapat berperan sebagai
reseptor yang dapat larut dan reseptor yang terikat sel.
a. Pada limfosit B, molekul antibodi yang disintesis
dalam sel dikeluarkan ke membran permukaan tempat
molekul tersebut mengenali komponen kecil dari
molekul protein atau gula (“antigen”) dan dimasukkan
ke dalam sel untuk memulai proses pemicuan. Setiap
limfosit B diprogram untuk membuat antibodi dari
satu jenis pengenalan tunggal dari ratusan juta
kemungkinan.
b. Saat limfosit B terpicu, sejumlah besar antibodi
limfosit tersebut disekresikan untuk berperan sebagai
elemen pengenal yang mudah larut dalam darah dan
cairan jaringan; ini disebut “respons antibodi”.

122 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


c. Beberapa sel memiliki “reseptor Fc” (dalam gambar
disebut FcR) yang memungkinkan sel tersebut
mengambil antibodi, memasukkan antibodi tersebut
ke dalam membran, sehingga mampu mengenali
berbagai antigen. Hal ini dapat sangat meningkatkan
fagositosis, tetapi juga dapat berperan dalam
menimbulkan alergi.
Reseptor sel T (dalam gambar disebut TcR) Limfosit T
membawa reseptor yang menyerupai antibodi pada
limfosit B tetapi dengan perbedaan yang penting :
a. Reseptor ini terspesialisasi untuk hanya mengenali
peptida kecil (potongan protein) yang terikat pada
molekul MHC
b. Sel ini tidak dikeluarkan tetapi hanya bekerja pada
permukaan sel T

Molekul MHC sistem molekul yang sangat heterogen,


ditemukan pada seluruh sel (MHC kelas I) atau hanya pada
limfosit B, makrofag, dan sel dendrit (MHC kelas II).
Molekul ini berperan dalam „menyajikan‟ peptida
antigenik kecil kepada reseptor sel T, dan kelas MHC dan
jenis sel T menentukan karakteristik respons imun yang
dihasilkan.
Reseptor Sel NK sel natural killer (NK) memiliki
kesamaan sifat yaitu sebagai limfosit-limfosit dan sel imun
bawaan. Sel ini terspesialisasi untuk membunuh sel yang
terinfeksi virus dan beberapa tumor, dan memiliki 2 jenis
resept or yang berlawanan :
a. Reseptor pengaktivasi yang analog dengan PRR,
mengenali perubahan yang berhubungan dengan stress
dan infeksi virus.
b. Reseptor penghambat (inhibitori) yang mengenali
molekul MHC kelas I, mencegah sel NK membunuh sel

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 123


normal, senhingga hasil akhir bergantung pada
keseimbangan antara aktivasi dan hambatan (inhibisi).

C. LANDASAN TEORI

Gambar 9.1. Landasan Teori Cakupan Imunologi

Gambar 9.2. Landasan Teori Mekanisme Imun Bawaan


dan Adaptif

124 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Gambar 9.3. Landasan Teori Pengenalan Reseptor:
Kunci Imunitas

D. TUGAS MAHASISWA
Belajar Mandiri dengan mendalami materi melalui sumber
internet/buku tentang pokok bahasan.

E. SOAL
1. Sel jaringan besar yang berperan membuang jaringan
yang rusak, sel, bakteri, dll adalah…
a. Lisis
b. Lisozim
c. Sel mast
d. Makrofag
e. Dendritic sell
2. Enzim yang disekresikan oleh makrofag yang menyerang
dinding sel bakteri dinamakan…
a. Lisis
b. Lisozim
c. Sel mast
d. Makrofag

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 125


e. Dendritic sell
3. Dalam sistem imun bawaan, molekul pengenal yang
mudah larut adalah…
a. PRR
b. Antigen
c. Limfosit
d. Fagositosis
e. Komplemen
4. Autoimunitas sering juga disebut sebagai…
a. Vaksinasi
b. Pemulihan
c. Imunosupresi
d. Pertahanan eksternal
e. Molekul tubuh diri sendiri_self
5. Dua jenis reseptor yang berlawanan dalam reseptor sel
NK (natural killer) adalah…
a. Reseptor sel T dan reseptor sitokin
b. Reseptor virus dan reseptor sitokin
c. Reseptor hormon dan reseptor penghambat
d. Reseptor hormon dan reseptor pengaktivasi
e. Reseptor pengaktivasi dan reseptor penghambat

126 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


TOPIK 10
SISTEM IMUN NON SPESIFIK DAN SPESIFIK
DALAM TUBUH MANUSIA
Nonik Ayu Wantini

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu membedakan sistem Imun Non Spesifik
dan spesifik dalam tubuh manusia (C4, A2).

B. RINGKASAN MATERI
1. Sistem Imun Non Spesifik
a. Asal sel-sel sistem imun
Sel-sel sistem imun berasal dari sel prekursor
(induk) yang pleuripoten dalam sumsum tulang
yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel
premieloid, sel limfosit (T dan B) dan sel pre-
monosit yang berdiferensiasi menjadi sel monosit
makrofag. Semua sel darah berasal dari sel induk
hematopoietik yang berdiferensiasi menjadi sel-sel
yang lain. Pada manusia hematopoiesis,
pembentukan dan perkembangan sel darah putih
mulai dari yolk sac selama beberapa minggu
perkembangan janin. Pada janin usia 3 bulan, sel
induk hematopietik telah bermigrasi dari yolk sac
ke hati janin dan selanjutnya mengkolonisasi
limpa. Kedua organ tersebut mempunyai peran
utama dalam hematopoiesis pada janin usia 3-7
bulan. Sesudah itu diferensiasi sel induk dalam
sumsum tulang menjadi faktor utama dalam
hematopoiesis dan waktu lahir hanya sedikit atau
tidak ada proses hematopoiesis dalam hati atau
limpa.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 127


Berbagai limfosit mempunyai masa hidup
antara 1 hari untuk neutrofil, 20-30 tahun untuk
beberapa sel T. Untuk mempertahankan ambang
yang tetap, manusia harus memproduksi 3,7x1011
sel darah putih per hari. Pada manusia dewasa ada
sekitar 5x1010 neutrofil dalam sirkulasi.
b. Sistem Fagosit Makrofag
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat
melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang
berperan dalam pertahanan non-spesifik adalah sel
mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklear atau granulosit. Sel-sel ini
berperan sebagai sel yang mengenal dan
menangkap antigen, mengolah dan selanjutnya
mempresentasikannya ke sel T.
1) Fagosit Mononuklear
a) Monosit
Selama hematopoiesis dalam sumsum
tulang, monosit berdiferensiasi menjadi
premonosit yang meninggalkan sumsum
tulang dan masuk ke dalam sirkulasi
untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi
monosit matang dan berperan dalam
berbagai fungsi. Monosit berperan
sebagai APC, mengenal, menyerang
mikroba dan sel kanker dan juga
memproduksi sitokin, mengerahkan
pertahanan sebagai respon terhadap
infeksi. Monosit juga berperan dalam
remodeling dan perbaikan jaringan. Sel-
sel imun nonspesifik ada dalam darah
untuk 10 jam sampai 2 hari sebelum
meninggalkan sirkulasi darah.

128 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Selanjutnya monosit bermigrasi ke
tempat tujuan di berbagai jaringan untuk
berdiferensiasi sebagai makrofag
jaringan spesifik dengan berbagai fungsi.
b) Makrofag
Monosit yang seterusnya hidup dalam
jaringan disebut makrofag residen (fixed
macrophage), berbentuk khusus yang
tergantung dari alat/jaringan yang
ditempati, dan dinamakan sesuai dengan
lokasi jaringan sebagai berikut: usus
(makrofag intestinal), paru (makrofag
alveolar), hati (sel Kuppfer), ginjal (sel
mesangial), tulang (osteoklas), otak (sel
mikroglia). Makrofag diaktifkan oleh
berbagai rangsangan, dapat menangkap,
memakan, dan mencerna antigen
eksogen, seluruh mikroorganisme,
partikel tidak larut, dan bahan endogen
seperti sel pejamu yang cedera atau mati.
Fagositosis atau partikel antigen atau
kontak dengan reseptor sering
merupakan awal aktivasi. Selanjutnya
dapat dipacu oleh sitokin yang dilepas
oleh sel Th dan oleh mediator respons
inflamasi. Menurut fungsinya, makrofag
dibagi menjadi 2 golongan, pertama
sebagai fagosit profesional dan kedua
sebagai APC.
Makrofag dapat hidup lama, mempunyai
beberapa granul dan melepas berbagai
bahan, antara lain lisozim, komplemen,
interferon, dan sitokin yang semuanya

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 129


memberikan kontribusi dalam pertahanan
nonspesifik dan spesifik.
2) Reseptor Imunitas non Spesifik
Resptor imunitas non spesifik berfungsi untuk
menemukan mikroba penyebab infeksi.
a) Molekul Larut
Imunitas nonspesifik menggunakan
sejumlah molekul larut yang ditemukan
dalam darah dan cairan jaringan atau
molekul tidak larut yang diikat pada
membran makrofag, neutrofil dan SD.
Reseptor tersebut berupa PRR. Ikatan
dengan reseptor memicu jalur sinyal
cepat untuk fagositosis atau menjadikan
mikroba sebagai sasaran untuk
dihancurka dengan bantuan komplemen.
Molekul larut tertentu diproduksi di
tempat terjadinya infeksi dan bekerja
lokal. Molekul larut lainnya diproduksi
di tempat yang jauh dan dibawa ke
jaringan sasaran melalui sirkulasi darah.
Beberapa contoh reseptor larut:
(1) Laktoferin adalah protein yang
mengikat besi berkompetisi dengan
patogen yang memerlukan besi
dalam metobolisme esensialnya.
(2) CRP mengikat polisakarida C yang
merupakan komponen bakteri dan
jamur dan mengaktifkan komplemen
melalui jalur klasik.
(3) MBL mengikat dinding sel bakteri
polisakarida dan mengaktifkan
komplemen melalui jalur lektin.

130 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


(4) SAP mengikat LPS dinding bakteri
dan berperan sebagai reseptor untuk
fagosit.
b) Reseptor Tidak larut
Monosit dan makrofag mengekpresikan
reseptor yang mengenal sejumlah
struktur yang ditemukan dalam spesies
mikroba untuk menemukan mikroba
penyebab infeksi. Jenis reseptor TLR
(Toll-like receptor), SR (scavenger
receptor), Nucleotide-binding
oligomerization domain (NOD), FcR.
3) Proses Fagositosis
Fagositosis yang efektif pada invasi kuman
dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi.
Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi
dengan komplemendan sistem imun spesifik.
Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa
tingkat sebagai berikut, kemotaksis,
menangkap, memakan, fagositosis,
memusnahkan dan mencerna.
c. Fagosit Polimorfonuklear
Fagosit polimorfonuklear atau polimorf atau
granulosit dibentuk dalam sumsum tulang dengan
kecepatan 8 juta/menit dan hidup selama 2-3 hari,
sedang monosit/makrofag dapat hidup untuk
beberapa bulan sampai tahun. Granulosit
merupakan 60-70% dari seluruh jumlah sel darah
putih normal dan dapat keluar dari pembuluh
darah. Granulosit dibagi menurut pewarnaan
histologik menjadi neutrofil, eosinofil dan basofil.
Sel-sel tersebut bersama dengan antibodi dan
komplemen berperan pada inflamasi akut.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 131


1) Neutrofil
Neutrofil kadang disebut “soldiers of the
body” karena merupakan sel pertama yang
dikerahkan ke tempat bakteri masuk dan
berkembang dalam tubuh. Neutrofil
merupakan sebagian besar dari leukosit dalam
sirkulasi. Biasanya hanya berada dalam
sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum
bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama
beberapa hari dalam jaringan. Neutrofil yang
bermigrasi pertama dari sirkulasi ke jaringan
terinfeksi dengan cepat dilengkapi dengan
berbagai reseptor dengan pola lain.
2) Eosinofil
Eosinofil merupakan 2-5% dari sel darah
putih orang sehat dan tanpa alergi. Seperti
neutrofil, eosinofil juga dapat berfungsi
sebagai fagosit. Eosinofil mengandung MBP,
ECP, EDN, EPO yang bersifat toksik dan bila
dilepas, dapat menghancurkan sel sasaran.
Fungsi utama eosinofil adalah melawan
infeksi parasit dan dapat juga memakan
kompleks antigen antibodi.
d. Basofil dan Sel Mast
Jumlah basofil yang ditemukan dalam sirkulasi
darah sangat sedikit yaitu <0,5% dari seluruh sel
darah putih. Basofil diduga juga dapat berfungsi
sebagai fagosit, tetapi yang jelas sel tersebut
melepas mediator inflamasi. Sel mast adalah sel
yang dalam struktur, fungsi dan proliferasinya
serupa dengan basofil. Bedanya adalah sel mast
hanya ditemukan dalam jaringan yang

132 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


berhubungan dengan pembuluh darah dan basofil
dalam darah.
Baik sel mast maupun basofil melepas bahan-
bahan yang mempunyai aktivitas biologik, antara
lain meningkatkan permeabilitas vaskular, ,
respons inflamasi, dan mengerutkan otot-otot
bronkus. Granul-granul di dalam kedua sel tersebut
mengandung histamin, heparin dan leukotrin dan
ECF. Basofil dan sel mast yang diaktifkan juga
melepas berbagai sitokin. Sel mast memiliki
reseptor untuk IgE dan karenanya diaktifkan oleh
alergen yang spesifik. Selain pada reaksi alergi, sel
mast juga berperan dalam pertahanan pejamu,
imunitas terhadap parasit dalam usus dan invasi
bakteri. Jumlahnya menurun pada sindrom
imunodefisiensi.
e. Sel NK, Sel Null, Sel K
Limfosit terdiri atas sel B, sel T (Th, Tc/CTL, Tr),
dan sel NK. Sel NK berkembang dari sel asal
progenitor yang sama dari sel B dan sel T. Istilah
NK berasal dari kemampuannya yang dapat
membunuh berbagai sel tanpa bantuan tambahan
untuk aktivasinya. Sel NK adalah limfosit granular
besar yang membunuh sel sasaran melalui ADCC
atau lisis yang menggunakan mekanisme melalui
Fas atau perforin.
f. Sel dendritik (SD)
Sel dendritik berfungsi dalam pengenalan antigen,
mengikat antigen, mengolah dan
mempresentasikan antigen ke sel T atau sel B. SD
merupakan jembatan selular utama antara imunitas
spesifik dan non spesifik. Komponen mikrobial
yang didapat selama respons nonspesifik melalui

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 133


SD dibawa dari tempat infeksi ke kelenjar limfoid
dan antigen mikroba dipresentasikan melalui MHC
ke sel T yang mengaktifkan sel T dan respons
imun spesifik.
2. Sistem Imun Spesifik
a. Anatomi aktivasi limfosit
Dalam respons imun spesifik, limfosit naif asal
sumsum tulang atau timus bermigrasi ke organ
limfoid sekunder tempat diaktifkan oleh antigen,
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
efektor, sel memori dan beberapa diantaranya
bermigrasi ke jaringan limfosit naif efektor dan
memori selalu ditemukan di berbagai tempat di
seluruh tubuh.
b. Reseptor Sel
Sel B dan T yang matang mengekspresikan resptor
(BCR dan TCR) pada permukaan sel yang
berperan dalam diversitas, spesifisitas, dan
memori. Sel B menggunakan antibodi sebagai
reseptor sel yang dapat mengenal antigen bebas,
sedangkan TCR hanya mengenal antigen yang
diikat oleh molekul MHC-I yang diekspresikan
oleh hampir semua sel bernukleus dan MHC-II
yang diekspresikan APC.
c. Sel B
Sel B merupakan 5-25% dari limfosit dalam darah
yang berjumlah sekitar 1000-2000 sel/mm3.
Terbanyak merupakan limfosit asal sumsum tulang
(hampir 50%) sisanya sekitar 1/3nya berasal dari
KGB, limfe dan kurang dari 1% di timus.
1) Pematangan sel B
Sel B diproduksi pertama selama fase
embrionik dan berlangsung terus selama

134 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


hidup. Sebelum lahir yolk sac, hati dan
sumsum tulang janin merupakan tempat
pematangan utama sel B dan setelah lahir
pematangan sel B terjadi di sumsum tulang.
2) Reseptor sel B
BCR yang mengikat antigen multivalen asing,
akan memacu 4 proses, proliferasi,
diferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi, membentuk sel
memori, dan mempresentasikan antigen ke sel
T.
3) Aktivasi sel B
a) Aktivasi sel B yang T dependen
SEL B dapat mempresentasikan antigen
dan memacu sel T melepas sitokin yang
menimbulkab aktivasi dan perkembangan
plasma. Produksi IgE dan eosinofilia
adalah timus (T) dependen.
b) Aktivasi sel B yang T independen
Pada keadaan tertentu sel B juga dapat
memberikan respons dan berproliferasi
melalui mekanisme ysng tidak
memerlukan sel T (T ndependent). Sel B
yang T independent memilih hidup
ditempat khusus seperti limpa dan
peritoneum dibanding KBG.
c) Peran komplemen CR2/CD21 pada
aktivasi sel B
Aktivasi sel B ditingkatkan oleh sinyal
asal protein komplemen dan CD21
koreseptor yang menunjukkan interaksi
antara imunitas spesifik dan nonspesifik.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 135


d) Pengalihan Imunoglobin
Sebagai respons terhadap ikatan CD40
dengan sitokin, beberapa progeni sel B
yang mengekspresikan IgM dan IgD
menunjukkan pengalihan (isotip) kelas
yang menghasilkan antibodi dengan
rantai berat dari berbai kelas seperti δ, β,
dan γ.
d. Sel T
Progenitor sel asal sumsum tulang yang bermigrasi
ke timus berdiferensiasi menjadi sel T. Sel T yang
nonaktif disirkulasikan melalui KGB dan limpa
yang dikonsentrasikan dalam folikel dan zona
marginal sekitar folikel.
1) Pematangan sel T
Sel T immatur dipersiapkan dalam timus
untuk memperoleh reseptor. Timosit immatur
hanya dapat menjadi matang bila reseptornya
tidak berintegrasi dengan peptida sel tubuh
sendiri (self antigen) yang diikat MHC dan
dipresentasikan APC.
2) Reseptor sel T
Kemampuan limfosit T matang untuk
mengenal benda asing dimungkinkan oleh
ekspresi molekul unik pada membrannya yang
disebut TCR. Reseptor sel T ditemukan pada
semua sel T matang, dapat mengenal peptida
antigen yang diikat oleh MHC dan
dipresentasikan APC.
3) Molekul asesori
Berbagai molekul seperti CD80 dan CD 86
dan beberapa molekul adhesi lainnya masih
diperlukan sebagai molekul konstimulator.

136 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4) Fungsi sel T
Sel T umumnya berperan pada inflamasi,
aktivasi fagositosis makrofag, aktivasi dan
proliferasi sel B dalam produksi antibodi. Sel
T juga berperan dalam pengenalan dan
penghancuran sel yang terinfeksi virus. Sel T
terdiri atas sel Th yang mengaktifkan
makrofag untuk membunuh mikroba dan sel
CTL yang membunuh sel terinfeksi mikroba
/virus dan menyingkirkan sumber infeksi. Sel
T terdiri atas sel CD4+, CD8+, sel T naif, NKT,
Tr/Treg/Ts/Th3.
e. Perbedaan sel B dan sel T
Reseptor permukaan sel B dan T adalah anggota
superfamili gen imunoglobulin. Gen dalam famili
ini menyandi protein dengan motif yang disebut
domen imunoglobulin.
Sel T Sel B
Tempat Timus Sumsum Tulang
pematangan
Reseptor TcR Antibodi
antigen
MHC untuk Ya Tidak
pengenalan
Petanda Semua Ig Permukaan
memiliki
TcR/CD3 CD19/CD20/CD21
Th-CD4 CD79
Tc-CD8
Lokasi Parakortikal Folikel
Utama
dalam
Kelenjar
Getah
Bening
Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 137
Sel T Sel B
Sel Memori Ya Ya
Fungsi Proteksi Proteksi terhadap
terhadap mikroba
mikroba ekstraseluler
intraseluler

C. LANDASAN TEORI

Gambar 10.1 Landasan Teori Sistem Imun Non Spesifik dan


Spesifik

D. TUGAS MAHASISWA
Belajar Mandiri dengan mendalami materi melalui sumber
internet/buku tentang pokok bahasan.

138 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


E. SOAL
1. Yang termasuk faktor mekanis dalam mekanisme
pertahanan tubuh adalah ...
a. Gerakan batuk, bersin d. Flora normal kulit
b. Sekresi asam lambung e. Sistem Komplemen
c. Defensin pada paru
2. Berfungsi mengikat zat besi yang merupakan metabolit
esensial untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah ...
a. Interferon d. Laktoferin
b. Makrofag e. Lisozim
c. Sel Natural Killer
(NK)
3. Yang termasuk imunitas spesifik adalah ...
a. Reaksi inflamasi d. Sistem Komplemen
b. Interferon e. Imunitas seluler
c. Sel Natural Killer (limfosit T)
(NK)
4. Sel T yang berfungsi untuk mengenal dan merespon
patogen disebut ...
a. Sel T Killer d. Sel T memory
b. Sel T Helper e. Major
c. Sel T Supressor histocompability
complex (MHC)
5. Yang mengandung enzim hidrolitik sehingga mampu
merusak dinding sel bakteri adalah ...
a. Neutrofil d. Makrofag
b. Eosinofil e. Antigen Presenting
c. Lisozim Cells (APC)

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 139


TOPIK 11
IMUNOPROFILAKSIS DAN IMUNITAS
Lenna Maydianasari

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang imunoprofilaksis
dan imunitas meliputi definisi imunoprofilaksis dan
imunitas, imunoprofilaksis=imunisasi, kekebalan
(imunitas), vaksinasi dan vaksin.

B. RINGKASAN MATERI
1. Definisi
a. Imunisasi = imunoprofilaksis adalah memberikan
perlindungan spesifik terhadap patogen-patogen
tertentu.
b. Imunitas = kekebalan sebagai produk akibat
respon imun yang dibentuk tubuh.
Imunitas spesifik bisa didapat dari imunisasi aktif
atau pasif dan dapat terjadi secara alamiah atau
buatan.
2. Imunoprofilaksis = imunisasi
a. Pemberian
Ada 2 cara pemberian imunisasi yaitu:
1) Cara aktif bila respon imun terjadi setelah
terpajan Ag
2) Cara pasif terjadi bila seseorang menerima
Ab/produk sel lainnya dari orang yang telah
mendapat imunisasi aktif
b. Tujuan
Imunisasi diberikan untuk meningkatkan derajat
imunitas seseorang terhadap pathogen tertentu
atau toksin.

140 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


c. Jenis
1) Imunisasi aktif
a) Biasanya diberikan jauh sebelum pajanan
sebagai pencegahan
b) Dengan pemberian Ag yang tak patogenik
c) Mengaktifkan sistem pengenalan imun
dan sistem efektor yang diperlukan
Ada 2 jenis imunisasi aktif yaitu:
a) Imunisasi aktif alamiah, contoh:
infeksi virus, bakteri
b) Imunisasi buatan, contoh: toksoid,
vaksinasi
2) Imunisasi Pasif
Tranfer Ab/sel imun dari orang yang imun ke
orang lain yang non imun.
Ada 2 jenis imunisasi pasif yaitu:
a) Imunitas pasif alamiah
1) Imunitas maternal melalui plasenta,
contoh:Ig G
2) Imunitas maternal melalui kolostrum,
contoh: laktoferin.
b) Imunitas pasif artifisial
Pemberian antitoksin, antibodi sel
3. Kekebalan (imunitas)
Kekebalan alamiah bersifat herediter, tidak
bergantung pada kontak dengan antigen sebelumnya,
bersifat tidak khas karena memiliki kekebalan yang
sama terhadap semua jenis infeksi.
Ada beberapa jenis kekebalan alamiah yaitu:
a. Kekebalan ras (racial immunity)
Orang kulit berwarna lebih peka terhadap
tuberculosis daripada orang kulit putih.
b. Kekebalan species (species immunity)

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 141


Penyakit Leprae dan Gonorrhoe secara alami
hanya terdapat pada manusia, tidak ditemukan
pada hewan.
Penyakit antrax ditemukan pada ternak, tidak
terdapat pada anjing.
c. Kekebalan individu (personal immunity)
Adanya perbedaan kepekaan terhadap satu jenis
penyakit pada beberapa orang di dalam satu
species atau ras.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kekebalan


alamiah setiap individu adalah:
a. Umur, misalnya infeksi rubela pada anak lebih
berat daripada orang dewasa
b. Hormon, misalnya kortikosteroid mampu
menekan pembentukan antibodi
c. Gizi, misalnya gizi buruk mampu menekan jenis
respon imun

Mekanisme kekebalan alamiah meliputi:


a. Permukaan epitel
Fungsi mekanisme ini adalah untuk mencegah
invasi mikroba patogen ke dalam tubuh. Contoh:
kulit, selaput lendir (membran mukosa) cilia pada
saluran nafas.
b. Pertahanan jaringan, terbagi 2 faktor yaitu:
1) Faktor humoral
Merupakan bahan terlarut dalam sirkulasi
darah. Contoh: lisozim, properdin, betalisin,
CRP (C-Reactive Protein), komplemen.
2) Faktor seluler, terdiri dari 2 macam komponen
seluler yaitu:

142 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


a) Fagosit (makrofag) berfungsi dalam proses
fagositosis.
b) Sel NK (natural killer cell= cell null)
berfungsi menghambat replikasi virus dan
sel neoplasma.
Kekebalan didapat adalah imunitas yang diperoleh
selama kehidupan berlangsung. Bersifat khas terhadap
satu jenis mikrob. Ada 2 kelompok yaitu:
a. Kekebalan didapat aktif
1) Kekebalan didapat aktif alamiah
Kekebalan ini diperoleh sesudah infeksi atau
sembuh dari penyakit atau infeksi sub klinik
setelah pemaparan berulang. Antigen masuk ke
dalam tubuh secara alami, tubuh membentuk
antibodi dan limfosit khusus. Kekebalan ini terjadi
ketika paparan patogen menyebabkan infeksi sub
klinik atau klinik yang mengakibatkan respon
imun terhadap patogen lainnya.
2) Kekebalan didapat aktif buatan
Kekebalan ini diperoleh dengan pemberian
patogen hidup atau mati atau komponen-
komponennya yaitu:
a) Organisme hidup setelah dilemahkan, misal:
vaksin cacar, BCG.
b) Organisme mati dengan pemanasan atau fenol
tanpa mengubah struktur antigen, misal:
vaksin tifoid, vaksin kolera.
c) Autovaksin
d) Terapi protein non spesifik
e) Toksoid
Pada kekebalan ini, antigen diinduksi di
dalam vaksin, tubuh membentuk antibodi dan
limfosit khusus. Disebut juga vaksinasi atau

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 143


imunisasi, merupakan proses introduksi antigen
(vaksin) ke dalam tubuh.
b. Kekebalan didapat pasif
1) Kekebalan didapat pasif buatan
Kekebalan ini meliputi introduksi
antibodi ke dalam tubuh yang diperoleh
melalui imunisasi secara pasif dengan cara
menyuntikkan serum binatang yang telah
diimunisasi secara aktif, contoh saat gamma
globulin dari orang atau binatang diinjeksikan
ke akseptor. Antibodi bersifat sementara.
Antibodi yang dibentuk dimasukkan ke
individu yang non protektif. Karena antibodi
ditemukan dalam serum, maka produk ini
sering disebut antisera. Kekebalan ini
diterapkan pada infeksi akut (difteri, tetanus,
measles, rabies dan lain-lain), keadaan
keracunan (serangga, reptil, batulisme) dan
sebagai profilaksis (hipogammaglobulinemia).
Contoh bentuk preparat seperti
gammaglobulin, serum hiperimun atau
antioksidan yang mengandung antibodi siap
dibuat.
Komponen serum yang kaya akan
antibodi disebut imune serum globulin atau
gamma globolin. Contoh: serum antitoksin
(antidifiteri, antitetanus), serum antibakteri
(serum anti antraks, pneumokokus,
meningokokus), serum konvalescen (diperoleh
dari penderita masa penyembuhan, misal pada
pengobatan campak, poliomielitis, hepatitis).

144 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


1) Kekebalan didapat pasif alamiah
Kekebalan ini dapat dipindahkan melalui
transplasenta atau melalui ASI yaitu saat IgG
ditransfer dari ibu ke fetus melalui plasenta
atau transfer IgA melalui kolustrum. Antibodi
bersifat sementara.
4. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan proses pemberian vaksin untuk
memperoleh imunitas. Pemberian preparasi dapat
berupa:
a. Preparasi dengan kandungan bahan antigenik
berupa organisme hidup utuh, mikroorganisme
yang dimatikan, mikroorganisme yang
dilemahkan/attenuated (harmless) microorganism,
toxoid (toksin yang dilemahkan).
b. Preparat tidak mengandung materi bahan
berbahaya/toksin
Cara pemberian bisa dilakukan dengan injeksi
melalui vena atau otot maupun oral.
Vaksinasi tidak selalu efektif dikarenakan beberapa
faktor yaitu:
a. Infeksi alami yang menetap dalam tubuh untuk
jangka waktu yang lama sehingga sistem imun
menimbulkan respon efektif.
b. Vaksin kurang efektif membutuhkan injeksi
booster untuk menstimulir respon sekunder.
c. Beberapa orang tidak mampu merespon dengan
baik pada semua vaksinasi.
d. Sistem imun yang defective.
e. Malnutrisi protein tertentu.
f. Variasi antigenic karena mutasi.
g. Perubahan kecil pada antigenic drift (meski
dikenali memory cells)

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 145


h. Perubahan besar antigenic shift (tidak dikenali
memory cells)
i. HIV tidak hidup dalam sel T-helper cells
j. Tidak adanya vaksin terhadap protista (malaria
dan penyakit tidur).
1) Banyak tahap dalam siklus hidup plasmodium
dengan banyak antigen sehingga vaksinasi
tidak efektif terhadap semua tahap (bisa
efektif terhadap tahap infektif dan diberi
waktu yang sangat singkat)
2) Penyakit tidur karena Trypanosoma
mempunyai berbagai jenis antigen dan selalu
variable/berubah setiap 4-5 hari.
3) Parasit plasmodium mempunyai antigenic
tersembunyi dalam sel tubuh.
4) Cacing parasit menutupi dalam protein host.
5. Vaksin
a. Vaksin untuk imunisasi aktif mengandung
organisme hidup, organisme mati utuh, komponen
mikrobial atau toksin yang disekresikan (telah
didetoksifikasi).
b. Imunisasi aktif dapat menyebabkan demam,
malaise dan ketidaknyamanan.
c. Beberapa vaksin menyebabkan nyeri sendi atau
arthritis (rubella), kejang, kadang-kadang fatal
(pertusis) atau gangguan neurologis (influenza).
d. Alergi telur dapat berkembang sebagai
konsekuensi dari vaksin viral yang dihasilkan
dalam telur (measles, mumps, influenza, yellow
fever).

146 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Jenis vaksin:
a. Vaksin hidup, berupa:
1) Generasi awal: virus cowpox (oleh Edward
Jenner) untuk imunisasi smallpox
2) Virus hidup: virus polio (vaksin sabin),
measles, mumps, rubella, chicken pox, hepatitis
A, yellow fever dan lain-lain.
3) Bakteri hidup: mycobacterium bovis (BCG).
b. Vaksin mati, berupa:
1) Vaksin virus mati (oleh panas, kimiawi dan
ultraviolet): polio (vaksin Salk), influenza,
rabies dan lain-lain.
2) Vaksin bakteri mati: tifoid, kolera, pertusis
dan lain-lain.
3) Komponen bakteri: dinding sel misalnya
hemofilus, pertusis, meningkokus,
pneumokokus dan lain-lain.
4) Komponen virus: protein antigenik, misalnya
hepatitis B, rabies dan lain-lain.
5) Modifikasi toksin patogenik agen (dinamakan
toksoid), difteri, tetanus, kolera.
Jenis vaksin imunisasi untuk melawan 7 penyakit
yang sering direkomendasikan yaitu:
a. DTaP vaccine: mengandung iphteria toxoid,
acellular pertusis (whooping cough) dan tetanus
toksoid.
b. Poliomyelitis vaccine.
c. MMR vaccine mengandung virus hidup rubella,
rubeola dan mumps.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 147


C. LANDASAN TEORI

Imunitas

Alamiah Didapat (Acquired)

Tidak Khas Pasif Aktif


khas

Alamiah Buatan Alami Buatan

Tabel 11.1. Perbedaan kekebalan didapat aktif dan


didapat pasif

Kekebalan didapat aktif Kekebalan didapat pasif


Dibuat secara aktif oleh Diterima secara pasif oleh
sistem imun tubuh tubuh dan tidak ada peran
serta dari sistem imun
tubuh
Diinduksi oleh infeksi atau Terjadi akibat antibodi siap
oleh kontak infeksi pakai
imunogen misalnya vaksin
Memberi perlindungan Bersifat sementara dan
jangka panjang yang daya perlindungan kurang
efektif efektif
Kekebalan baru efektif Kekebalan segera bekerja
setelah melalui tes flag efektif
Terdapat memori Tidak ada memori

148 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Kekebalan didapat aktif Kekebalan didapat pasif
kekebalan kekebalan
Dapat terjadi fase negatif Tidak ada fase negatif
Tidak dapat diberikan Dapat diberikan kepada
kepada pejamu penderita pejamu penderita
imunodefisiensi imunodefisiensi
Digunakan untuk Digunakan untuk
meningkatkan kekebalan pengobatan infeksi akut
tubuh
Berperanan kekebalan Yang berperanan hanya
humoral dan seluler kekebalan humoral
Tidak herediter Bersifat hereditar

Gambar 11.2. Jadwal imunisasi aktif untuk anak usia


0-18 tahun

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 149


D. TUGAS MAHASISWA
1. Buatlah poster tentang jenis vaksin yang diberikan
kepada ibu dan anak.
2. Ketentuan poster: ukuran kertas A3, print berwarna,
tulisan jelas dan mudah terbaca.

E. SOAL
1. Kekebalan sebagai produk akibat respon imun yang
dibentuk tubuh disebut….
a. Antigen
b. Imunitas
c. Vaksinasi
d. Imunisasi
e. Imunoprofilaksis
2. Berikut ini karakteristik imunisasi pasif yaitu….
a. Mengaktifkan sistem pengenalan imun
b. Dengan pemberian Ag yang tak patogenik
c. Mengaktifkan sistem efektor yang diperlukan
d. Biasanya diberikan jauh sebelum pajanan sebagai
pencegahan
e. Tranfer Ab/sel imun dari orang yang imun ke
orang lain yang non imun.
3. Orang kulit berwarna lebih peka terhadap tuberculosis
daripada orang kulit putih merupakan jenis
kekebalan….
a. Kekebalan ras
b. Kekebalan spesifik
c. Kekebalan spesies
d. Kekebalan individu
e. Kekebalan pigmentasi

150 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kekebalan
alamiah setiap individu adalah…
a. Gizi
b. Genetik
c. Aktifitas
d. Olahraga
e. Gaya hidup
5. Jenis vaksin hidup dari generasi awal adalah:
a. virus polio
b. measles
c. mumps
d. rubella
e. virus cowpox

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 151


TOPIK 12
KONSEP ANTIGEN (Ag) DAN ANTIBODI (Ab)
Nonik Ayu Wantini

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep Antigen (Ag) dan
Antibodi (Ab) (C3, A2)

B. RINGKASAN MATERI
1. Antigen
Berbagai patogen seperti bakteri, virus, jamur atau
parasit mengandung berbagai bahan yang disebut
imunogen atau antigen dan dapat menginduksi sejumlah
respon imun.
a. Definisi
Secara spesifik, imunogen adalah bahan yang
dapat merangsang sel B atau sel T atau keduanya.
Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan
produk respons imun yang dirangsang oleh
imunogen spesifik seperti antibodi dan atau TCR.
Antigen lengkap adalah antigen yang menginduksi
baik respon imun maupun bereaksi dengan
produknya. Yang disebut antigen inkomplit atau
hapten, tidak dapat berdiri sendiri menginduksi
respon imun, tetapi dapat bereaksi dengan
produknya seperti antibodi. Dapat disimpulkan
bahwa antigen merupakan suatu substansi/struktur
molekuler yang bersifat asing bagi tubuh dan
menimbulkan respon imun spesifik dengan
terbentuknya antibodi serta bereaksi secara khas.
b. Letak antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel,
tetapi dalam keadaan normal sistem kekebalan

152 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri,
sehingga dapat dikatakan antigen merupakan
sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun,
terutama dalam produksi antibodi.
Antigen biasanya protein atau polisakarida,
tetapi dapat juga berupa molekul lainnya.
Permukaan bakteri mengandung banyak protein
dan polisakarida yang bersifat antigen, sehingga
bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat,
sel-sel kanker dan racun.
Keunikan tubuh terhadap paparan antigen yaitu
semua sel mempunyai surface markers yang
disebut antigens. Tubuh mampu membedakan
sebagai self atau non-self (foreign=asing).
c. Bagian antigen
Secara fungsional, antigen terbagi menjadi 2 yaitu:
1) Imunogen, yaitu molekul besar yang disebut
molekul pembawa.
Bagian dari molekul antigen besar yang
dikenali oleh sebuah antibodi (oleh reseptor
sel T). Fungsi menginduksi pembentukan
antibodi yang dapat diikat dengan spesifik
oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor
antibodi, bisa juga disebut determinan antigen
atau epitop.
2) Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas
molekul kecil. Bahan kimia ukuran kecil
seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi,
tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat
mengaktifkan sel B (tidak imunogenik).
Untuk mengacu respon antibodi, bahan kecil
tersebut perlu diikat oleh molekul besar.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 153


Molekul kecil yang mempunyai
substansi antigenik sebagai molekul carier,
namun tidak dapat menginduksi produksi
antibodi dan dapat bersifat antigenik bila
bergabung dengan molekul lain.
Ada 2 macam hapten:
a) Simple hapten bila mempunyai 1
determinan site (monovalent)
b) Complex hapten bila mempunyai 2 atau
lebih determinan site
(polivalent=multivalent)
d. Sifat antigen
1) Memiliki komponen antigen (Ag) yang dapat
menginduksi pembentukan dan pengikatan
antibodi (Ab) disebut determinan
antigen=epitop=faktor antigenik=spesifisitas
antigenik.
2) Penyusun antigen umumnya protein atau
polisakarida. Lipid dan asam nukleat bersifat
antigenik bila bergabung dengan protein dan
polisakarida.
3) Senyawa antigen sering sebagai komponen
mikrop seperti kapsul, dinding sel, flagel,
fimbriae, toksin bakteri, selubung (coat) virus,
membran sel mikrob. Dapat pula sebagai
antigen non microbial yaitu polen, putih telur,
molekul permukaan sel darah, serum protein,
molekul permukaan jaringan atau organ
transplantasi.
4) Mempunyai antigenic determinan
sites=epitopes=situs yaitu bagian antigen
yang dapat berikatan dengan antibodi. Jumlah
determinan sites per molekul Ag disebut

154 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Valensi antigen. Valensi antigen
menunjukkan banyaknya combining site pada
Ab.
5) Mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari
10.000
6) Dapat masuk ke dalam tubuh melalui intra
vena, intra peritonial, intra dermal, intra
muscular, transplacenta, transplantasi
organ/jaringan.
7) Faktor yang mempengaruhi substansi bersifat
antigenik adalah ukuran/besar molekul,
valensi, digestibility/kemampuan merusak sel
fagosit, jenis/species mengenal sebagai
antigen, cara dan dosis antigen masuk ke
dalam tubuh, adjuvan/bahan emulsi yang
dapat memperkuat Ag untuk menimbulkan
respon terbentuknya Ab.
8) Memiliki sifat khas antara lain:
a) Keasingan
Kebutuhan utama dan pertama suatu
molekul untuk memenuhi syarat sebagai
imunogen adalah bahwa zat tersebut
secara genetik asing terhadap hospes.
b) Sifat-sifat fisik
Agar suatu zat dapat menjadi imunogen.
ia harus mempunyai ukuran minimum
tertentu, imunogen yang mempunyai
berat molekul yang kecil, respon
terhadap hospes minimal, dan fungsi zat
tersebut sebagai hapten seudah
bergabung dengan proten-proten
jaringan.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 155


c)
Kompleksitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kompleksitas imunogen meliputi baik
sifat fisik maupun kimia molekul.
d) Bentuk-bentuk (Conformation)
Tidak adanya bentuk dari molekul
tertentu yang imunogen. Polipeptid linear
atau bercabang, karbohidrat linear atau
bercabang, serta protein globular,
semuanya mampu merangsang terjadinya
respon imun.
e) Muatan (charge)
Imunogenitas tidak terbatas pada
molekuler tertentu, zat-zat yang
bermuatan positif, negatif, dan netral
dapat imunogen. Namun demikian
imunogen tanpa muatan akan
memunculkan antibodi yang tanpa
kekuatan.
f) Kemampuan masuk
Kemampuan masuk suatu kelompok
determinan pada sistem pengenalan akan
menentukan hasil respon imun.
e. Penggolongan antigen
Adapun penggolongan antigen berdasarkan:
1) Epitop
a) Unideterminan univalent bila mempunyai
1 jenis determinan/epitop pada 1
molekul.
b) Unideterminan multivalent bila dua atau
lebih determinan tersebut ditemukan
dalam 1 molekul

156 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


c) Multideterminan, univalent bila memiliki
banyak epitop yang bermacam-macam
tetapi hanya 1 dari setiap macamnya
(kebanyakan protein)
d) Multideterminan, multivalent, bila
memiliki banyak macam determinan dan
dari setiap macam pada 1 molekul.
2) Spesifisitas
a) Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak
spesies
b) Xenoantigen, yang hanya dimiliki oleh
banyak spesies tertentu
c) Aloantigen (isoantigen), yang spesifik
untuk individu dalam 1 spesies
d) Antigen organ spesifik, yang hanya
dimiliki organ tertentu
e) Autoantigen, yang berasal dari dalam
tubuh sendiri
3) Ketergantungan terhadap sel T
a) T dependen, yang memerlukan
pengenalan sel T terlebih dahulu untuk
dapat menimbulkan respon antibodi
b) T independen, yang dapat merangsang
sel B tanpa bantuan sel T untuk
membentuk antibodi
4) Sifat kimiawi
a) Hidrat arang (polisakarida) pada
umumnya imunogenik
b) Lipid, biasanya tidak imunogenik kecuali
bila diikat protein pembawa
c) Asam nukleat, tidak imunogenik tetapi
dapat menjadi imunogenik bila diikat
protein molekul pembawa

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 157


d) Protein, kebanyakan protein adalah
imunogenik dan pada umumnya
multideterminan dan univalent
5) Asalnya
a) Eksogen, Ag berasal dari luar tubuh
b) Endogen, Ag berasal dari dalam tubuh
sendiri
6) Fungsinya
a) Autologous Ag: menstimulir
pembentukan autoantibodi
b) Heterologous Ag: untuk imunisasi
c) Homologous Ag: untuk pembentukan Ab
homolog
2. Antibodi
a. Definisi
Antibodi adalah bahan glikoprotein yang
diproduksi sel B sebagai respons terhadap
rangsangan imunogen. Antibodi merupakan
sekelompok protein terlarut yang dibentuk sebagai
respon terhadap antigen.
b. Sifat-sifat antibodi
1) Berfungsi menetralisir atau menghancurkan
antigen
2) Bersifat spesifik dan bereaksi khas dengan Ag
3) Tersusun dari molekul protein, BM berkisar
150.000-900.000
4) Mempunyai antigen binding
site=paratope=spesifisitas antibodi
5) Jumlah antigen-binding site pada Ab disebut
Valensi, pada umumnya Ab manusia
mempunyai 2 binding site/bivalent sehingga
mempunyai struktur molekuler paling
sederhana yaitu monomer

158 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


6) Disintesis oleh sel plasma
c. Cara antibodi menginaktifkan antigen
1) Netralisasi
Pengeblokan aktivitas biologis molekul target,
misalnya toksin berikatan dengan reseptor.
2) Opsonisasi
Interaksi dengan reseptor khusus sel
(makrofag, netrofil, basofil, mast cell)
membuat sel tersebut mengenal dan merespon
antigen
3) Aktivasi Komplemen
menyebabkan lisis langsung oleh komplemen.
Rekrutmen komplemen juga menghasilkan
fagositosis.
d. Pembentukan Imunoglobulin
Imunoglobulin dibentuk oleh sel plasma yang
berasal dari limfosit B. Tiap sel plasma hanya
membentuk 1 jenis Ig. Populasi sel plasma yang
berasal dari clone akan membentuk Ig yang sama
(homogen) dan disebut Imunoglobulin
monoclonal. Ig dalam serum umumnya berasal
dari berbagai populasi sel plasma sehingga disebut
Imunoglobulin poliklonal. Ig dalam keadaan
normal bersifat heterogen.
e. Kelas Imunoglobulin
Ada 5 kelas imunoglobulin antara lain:
1) Ig M (Immunoglobulin M) dengan proporsi
8%
a) Berperan sebagai reseptor permukaan sel
B dan disekresi pada tahap awal respons
b) Immunoglobulin terbanyak ketiga dalam
serum
c) Ig yang pertama dibuat oleh fetus

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 159


d) Sebagai pengikat komplemen terbaik
karena berstruktur pentamer. Oleh karena
itu IgM sangat efisien untuk melisiskan
mikroorganisme.
e) Fungsi aglutinasi terbaik karena
berstruktur pentamer. Oleh karena itu
IgM sangat membantu menggumpalkan
mikroorganisme untuk dikeluarkan.
f) Mampu berikatan dengan beberapa sel
g) Merupakan immunoglobulin pada
permukaan sel B sebagai reseptor
antigen.
2) Ig G (Immunoglobulin G) dengan proporsi
76%
a) Ig terbanyak di darah, diproduksi jika
tubuh berespons terhadap antigen yang
sama. Ig M dan Ig G berperan jika terjadi
invasi bakteri dan virus serta aktivasi
komplemen.
b) Ada 4 sub kelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3,
IgG4
c) Merupakan immunoglobulin terbanyak
pada serum dan ekstravaskuler
d) Dapat ditransfer secara plasental,
sehingga IgG adalah satu-satunya Ig
yang dapat menembus barrier plasenta
menuju janin dan memberikan imunitas
pada masa-masa awl kehidupan bayi.
e) Mampu mengikat komplemen
f) Berikatan dengan sel (makrofag,
monosit, netrofil dan beberapa limfosit
memiliki Fc reseptor yang berikatan
dengan regio Fc pada IgG). Sel yang

160 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


terikat IgG lebih mengenal antigen. Ig
menyiapkan antigen agar mudah ditelan
oleh fagosit.
3) Ig E (Immunoglobulin E) dengan proporsi
0,002%
a) Ig E merupakan mediator pada reaksi
alergi melalui pelepasan histamin dari
basofil dan sel mast, berfungsi
melindungi tubuh dari infeksi parasit.
b) Paling sedikit terdapat dalam serum
c) Terikat kuat dengan Fc reseptor basofil
dan mast cell sebelum berinteraksi
dengan antigen. Kontak dengan antigen
akan menyebabkan degranulasi dari Mast
Cell dengan pengeluaran zat amino yang
vasoaktif. IgE yang terikat ini berlaku
sebagai reseptor yang merangsang
produksinya dan kompleks antigen-
antibodi yang dihasilkan memicu respon
alergi. Anafilaktik melalui pelepasan zat
perantara.
d) Terlibat dalam reaksi alergi akibat terikat
kuat dengan basofil dan mast cell.
Pengikatan alergen ke IgE pada sel
menimbulkan pelepasan berbagai
mediator yang mengakibatkan gejala
alergi.
e) Tidak menimbulkan komplemen
f) IgE serum secara khas juga meningkat
selama infeksi parasit cacing. Eosinofil
berikatan dengan IgE kemudian
menyelubungi cacing lalu
membunuhnya.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 161


4) Ig A (Immunoglobulin A) dengan proporsi
15%
a) Ig A ditemukan pada sekresi sistem
pencernaan, pernafasan dan perkemihan
contoh pada air mata dan ASI
b) Ada 2 subkelas yaitu IgA1, dan IgA2
c) Immunoglobulin terbanyak kedua dalam
serum
d) Immunoglobulin terbanyak pada sekresi
(air mata, saliva, kolostrum, mukus). IgA
penting untuk imunitas lokal.
e) Tidak mengikat komplemen
f) Berikatan dengan beberapa sel (neutrofil
dan limfosit)
5) Ig D (Immunoglobulin D) dengan proporsi
1%
a) Ig D terdapat pada banyak permukaan sel
B, berfungsi mengenali antigen pada sel
B
b) Berjumlah sedikit dalam serum
c) Secara primer IgD ditemukan pada
permukaan sel B sebagai reseptor antigen
d) Tidak mengikat komplemen

162 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


C. LANDASAN TEORI

Gambar 12.1 Landasan Teori Konsep Antigen dan Antibodi

D. TUGAS MAHASISWA
Belajar Mandiri dengan mendalami materi melalui sumber
internet/buku tentang pokok bahasan. Mencari kondisi/1
jenis penyakit yang memerlukan tes antigen/antibodi,
menjelaskan dengan lengkap jenis penyakitnya dan tes
antigen/antibodi yang perlu dijalankan dan di upload di
Edomodo Class!

E. SOAL
1. Yang dapat menginduksi pembentukan dan pengikatan
Antibodi (Ab) disebut ...
a. Hapten d. Combining site
b. Epitop e. Paratope
c. Valensi antigen

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 163


2. Jumlah determinan sites per molekul Antigen disebut
...
a. Hapten d. Combining site
b. Epitop e. Paratope
c. Valensi antigen
3. Penggolongan antigen berdasarkan epitop adalah ...
a. Aloantigen d. Eksogen
b. T dependen e. Unideterminan
c. Autologous Ag univalent
4. Imunoglobulin yang memiliki proporsi terbanyak dalam
serum adalah ...
a. IgM d. IgE
b. IgA e. IgG
c. IgD
5. Imunoglobulin yang pertama dibuat oleh fetus saat
distimulasi oleh antigen adalah ...
a. IgM d. IgE
b. IgA e. IgG
c. IgD

164 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


TOPIK 13
INTERAKSI ANTIGEN-ANTIBODI
Lenna Maydianasari

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang interaksi antigen
dan antibodi meliputi respon imun, spesifisitas dan reaksi
silang, aplikasi klinis, kategori pemeriksaan imunologis
dan macam-macam reaksi Ag-Ab.

B. RINGKASAN MATERI
1. Definisi
Antigenesitas adalah sifat molekul antigen yang
memungkinkannya bereaksi dengan antibodi.
Imunogenesitas adalah kesanggupan molekul antigen
untuk menginduksi respon imun.
2. Respon Imun
a. Definisi
Respon imun merupakan respon untuk
menyambut agen asing (antigen) misalnya virus.
Beberapa agen asing seperti allergen dapat
menyebabkan penyakit sebagai konsekuensi akibat
induksi respon imun.
b. Macam Respon Imun
1) Respon imun alami non spesifik = natural =
innate = alamiah
Respon ini ada sejak lahir, diturunkan secara
genetis atau herediter dan tidak memiliki
target tertentu. Respon ini terjadi secara
langsung terhadap antigen dalam beberapa
menit hingga jam, yang berdampak terjadinya
reaksi inflamasi dan tidak tergantung pada

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 165


kontak antigen sebelumnya atau pengenalan
spesifik.
2) Respon imun didapat spesifik =adaptive
=acquired = didapat
Respon imun didapat spesifik untuk jenis
tertentu dan merupakan respons terhadap
paparan atau terjadi dalam beberapa hari
namun bila terjadi paparan berikutnya lebih
cepat. Respon ini butuh waktu pengenalan
antigen baru terjadi respon dan diperoleh
sebagai akibat kontak dengan antigen serta
tergantung pada pemaparan antigen.
c. Fungsi respon imunologis
1) Sebagai pertahanan (Defense) untuk
mencegah dan melawan invasi mikrob ke
dalam tubuh meliputi: sistem integumentary,
sistem retikuloendotelial, sistem imun.
2) Keseimbangan (homeostasis) untuk
memenuhi kebutuhan internal dan eksternal
3) Pengawasan diri (survailance) untuk
mengenal dana mengawasi invasi antigen dan
menghilangkan sel-sel yang mengalami
mutasi.
d. Pembentukan kekebalan jangka panjang (long
term immunity)
1) Respon primer, terjadi pada kontak pertama
dengan antigen mikroba, respon antibodi
terjadi lambat dalam beberapa hari terbentuk
sel plasma yang akan mencapai puncak
dalam beberapa minggu dan akan membentuk
sel memori.
2) Respon sekunder, terjadi jika terjadi kontak
dengan antigen yang sama karena adanya sel

166 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


memori dan respons yang terjadi menjadi
lebih cepat.

Gambar 13.1. Pembentukan kekebalan


jangka panjang

e. Macam-macam gambaran respon imun


1) Respon imun terhadap invasi bakteri

Gambar 13.2. Respon imun terhadap invasi


bakteri

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 167


2) Respon imun terhadap invasi virus

Gambar 13.3. Respon imun terhadap


invasi virus

3) Respon imun terhadap invasi protozoa

Gambar 13.4. Respon imun terhadap


invasi protozoa

168 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4) Interaksi sistem imun-saraf-endokrin

Gambar 13.5. Interaksi sistem imun-saraf-


endokrin

3. Spesifitas dan reaksi silang


Terjadinya interaksi Ag-Ab berdasarkan kespesifikan
reaksi antara antigen dan antibodi dapat membedakan
antara kelompok berbeda pada protein ataupun
kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda
kedudukan.
Hal tersebut berdasarkan asumsi:
a. Antibodi hanya satu jenis tetapi antigen berbeda-
beda sehingga terjadi berbagai reaksi Ag-Ab.
b. Antibodi bervariasi, hanya proses
pembentukannya tidak sama sehingga terjadi
reaksi Ag-Ab.

Mekanisme terjadinya interaksi Ag-Ab disebabkan


adanya:
a. Tenaga Coulomb = gaya elektrostatik yang
merupakan daya tarik menarik antara gugus ion

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 169


yang bermuatan berlawanan (+ atau -) dari Ag
atau Ab.
b. Tenaga Van der Waals = daya tarik menarik
intermolekuler
c. Ikatan hidrogen dari Ag atau Ab.
Ikatan hidrogen yang relatif lemah dapat terbentuk
antara gugus hidrofil seperti –OH, -NH, NH2, -
COOH yang bersifat reversibel dan tergantung
pada jarak antara kedua molekul yang terdapat
pada gugus tersebut.
d. Gaya hidrofobik, merupakan gugus-gugus non
polar yang hidrofil seperti pada asam amino.

Terjadinya daya ikat Ag-Ab berdasarkan kesesuaian


antara Ag-Ab. Ikatan Ag-Ab merupakan ikatan
reversibel dan mudah terdisosiasi. Disosiasi
tergantung pada kekuatan ikatan-ikatan sebagai suatu
“konstanta” (K).

Ab + Ag Ag Ab
K = [Ag Ab]
[Ag] [Ab]

Keterangan:
Ab = banyaknya antigen combining site pada Ab
Ag = banyaknya konsentrasi Ag

Makin sesuai Ag dan AB maka reaksi makin bergeser


ke kanan dan complex Ag-Ab makin sulit terdisosiasi
karena Ab mumpunyai afinitas dengan Ag dan
molekul Ag yang multivalent sehingga timbuk
adanya reaksi silang/ non spesifik.

170 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4. Aplikasi klinik
Adanya interaksi Ag-Ab tersebut dimanfaatkan dalam
pemeriksaan imunoogis secara in vitro dan in vivo
yaitu:
a. Secara kualitatif : untuk mengetahui jenis Ag atau
Ab
b. Secara kuantitatif : untuk mengetahui titer atau
kadar Ag/Ab
Manfaat secara klinis pemeriksaan adanya
interaksi Ag-Ab antara lain:
a. Menegakkan diagnosa suatu penyakit
b. Mengetahui etiologi penyakit
c. Monitoring terapi
d. Riset penemuan vaksin
5. Kategori pemeriksaan imunologis
a. Jenis pemeriksaan imunologis yaitu:
1) Pemeriksaan sistem imun humoral
2) Pemeriksaan sistem imun seluler
3) Pemeriksaan in vivo
4) Tissue typing
b. Kategori pemeriksaan imunologis yaitu:
1) Kategori primer
Kategori primer sebagai reaksi awal dan
pengikatan Ag-Ab terjadi tingkat molekuler
untuk penetapan Ag atau Ab kadar rendah.
Pemeriksaan secara mikroskopis, butuh
indikator seperti enzim dan cat fluorescen.
Contoh: RIA, ELISA.
2) Kategori sekunder
Kategori sekunder sebagai dasar berbagai
jenis pemeriksaan laboratorium untuk
penetapan Ag, Ab atau complex Ag-Ab.
Reaksi Ag-Ab secara langsung atau tidak

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 171


langsung, butuh komplemen. Contoh:
imunodifusi, aglutinasi, fiksasi komplemen.
3) Kategori tersier
Kategori tersier sebagai proses imunopatologi
dan terjadi secara in vivo. Interaksi tingkat
tersier adalah munculnya tanda-tanda
biologik dari interaksi antigen-antibodi yang
dapat berguna atau merusak bagi
penderitanya. Pengaruh menguntungkan
antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri,
immunitas mikroba dan lain-lain. Pengaruh
merusak atau merugikan antara lain: edema,
reaksi sitolitik berat, hipersensitivitas dan
defisiensi yang menyebabkan kerentanan
terhadap infeksi.
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas
beberapa jenis interaksi antara lain:
a) Netralisasi, jika antibodi secara fisik
dapat menghalangi sebagian antigen
menimbulkan efek yang merugikan.
Contohnya adalah dengan mengikat
toksin bakteri, antibodi mencegah zat
kimia ini berinteraksi dengan sel yang
rentan.
b) Aglutinasi, jika sel-sel asing yang masuk,
misalnya bakteri atau tranfusi darah yang
tidak cocok berikatan bersama-sama
membentuk gumpalan.
c) Presipitasi, jika komplek antigen-antibodi
yang terbentuk berukuran terlalu besar,
sehingga tidak dapat bertahan untuk terus
berada di larutan dan akhirnya
mengendap.

172 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


d) Fagositosis, jika bagian ekor antibodi
yang berkaitan dengan antigen mampu
mengikat reseptor fagosit (sel
penghancur) sehingga memudahkan
fagositosis korban yang mengandung
antigen tersebut.
e) Sitotoksis, terjadi saat pengikatan
antibodi ke antigen juga menginduksi
serangan sel pembawa antigen oleh sel K
(killer). Sel K serupa dengan sel NK
(Natural Killer) kecuali bahwa sel K
mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh
antibodi sebelum dapat dihancurkan
melalui proses lisis membran plasmanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi
antigen-antibodi adalah:
a) Aviditas yaitu derajat stabilitas complex
Ag-Ab
Bila aviditas lemah maka complex Ag-
Ab yang terbentuk cenderung disosiasi.
Reaksi antara antigen multivalent dan
antibodi multivalent lebih stabil dan lebih
mudah dideteksi.
b) Afinitas
Afinitas Ab yang tinggi berakibat
interaksi lebih stabil dan mudah
dideteksi.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 173


Gambar 13.6 Aviditas dan afinitas

c) Ratio antigen: antibodi


Ratio Ag-Ab mempengaruhi deteksi
complex Ag-Ab karena ukuran complex
berkaitan dengan konsentrasi Ag-Ab.
Bila konsentrasi Ag dan Ab seimbang
maka terbentuk complex Ag-Ab yang
lebih besar sehingga terjadi
aglutinasi/presipitasi.
Bila konsentrasi Ag dan Ab tidak
seimbang maka terjadi “Lattice theory”
yaitu:
1) Postzone effect bila jumlah Ag
berlebih/exess sehingga kelebihan Ag
akan berikatan dengan Ab yang telah
terikat dalam complex Ag-Ab karena
reaksi Ag-Ab bersifat reversible
sehingga complex Ag-Ab yang besar
dapat pecah dan larut kembali.
2) Prozone effect bila jumlah Ab
berlebih maka satu molekul Ag
multivalent mengikat banyak molekul
Ab sekaligus, sedangkan 1 molekul
Ab akan mengikat 2 molekul Ag

174 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


sehingga terbentuk complex Ag-Ab
yang masih larut.

Gambar 13.7. Postzone dan Prozone effect

d) Sifat fisik antigen


Bentuk fisik Ag mempengaruhi metode
deteksi, contoh jika antigen sebagai
partikel dipakai metode agutinasi, bila
antigen terlarut maka dipakai metode
presipitasi.
6. Macam-macam reaksi Ag-Ab
Pemeriksaan sistem imun humoral
a. Reaksi presipitasi
Reaksi ini terjadi bila Ab bereaksi dengan Ag
terlarut dan berguna untuk penetapan kadar Ag
atau Ab. Reaksi presipitasi menggunakan media
cair atau media semi solid/gel. Prinsip reaksi Ag-
Ab secara difusi dimana hasil reaksi yaitu
terbebtuk garis presipitat atau cincin presipitat
warna putih pada media.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 175


Macam teknik pemeriksaan yaitu:
1) Imunodifusi ganda dalam satu dimensi
(ouchterlony)

Gambar 13.8. Imunodifusi ganda dalam


satu dimensi
2) Imunodifusi ganda dalam dua dimensi
3) Imunidifusi tunggal (radial)

Gambar 13.9 Imunodifusi tunggal

4) Imunoelektroforesis

Gambar 13.10 Imunoelektroforesis

5) Elektroimunodifusi
6) Rocket imunoelektroforesis
7) Imunoefelometri

176 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


b. Aglutinasi
Terjadi bila antigen berbentuk partikel sebagai
”carier”, contoh: eritrosit, koloidon, partikel
polisterin hidrofobik, karbon (charcoal), bentonit
(aluminium silikat), tanah liat. Syarat aglutinat
bersifat inert, stabil, ukuran mikro partikel.
Ada 2 fase reaksi aglutinasi yaitu:
1) Fase pertama: melekatnya aglutinin pada
permukaan aglutinat yang telah disensitisasi
dengan antibodi.
2) Fase kedua: terbentuknya ikatan complex Ag-
Ab

Gambar 13.11 Pembentukan ikatan


complex Ag-Ab

Tes kuantitatif/titer penentuan aglutinasi

Gambar 13.12 titer penentuan aglutinasi

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 177


Macam reaksi aglutinasi yaitu:
1) Aglutinasi direk/Direct coomb‟s test

Gambar 13.13 Direct coomb’s test

2) Aglutinasi indirek/Indirect coomb‟s test

Gambar 13.14 Indirect coomb’s test

3) Aglutinasi pasif terbalik (reserve passive


aglutination)

Gambar 13.15 Aglutinasi pasif terbalik

178 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4) Hambatan aglutinasi (aglutination inhibition)

Gambar 13.16 Hambatan aglutinasi

c. Fiksasi Komplemen
Prinsip pemeriksaan ini menggunakan fungsi
komplemen yaitu sitolitik. Tujuan pemeriksaan
adalah untuk penetapan Ag atau Ab, contoh:
reaksi Wasserman.
Reaksi merupakan suatu sistem yang terdiri dari
beberapa reaktan, yaitu komplemen dapat
diaktivasi oleh complex eritrosit-hemolisin
sehingga terjadi hemolisis. Perlu dilakukan
penentuan titer atau jumlah reaktan yang dipakai
yaitu titer hemolisin dan titer komplemen.
Terdiri dari 2 fase yaitu:
1) Fase I: terjadi pengikatan komplemen oleh
complex Ag-Ab
2) Fase II: komplemen sisa akan melisiskan
eritrosit yang telah dilapisi hemolisin.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 179


Gambar 13.17. Fase II

d. ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent


Assay)= EIA (Enzyme Immuno Assay)
Pemeriksaan ini digunakan untuk diagnosa
Hepatitis, AIDS, tumormarker. Pada
pemeriksaan ELISA membutuhkan komponen
yaitu:
1) Fase padat. Contoh selulose, kaca, plastik,
manik-manik (bead), tabung, microplate.
2) Enzim yang dilabel pada Ag atau Ab. Syarat
enzim yang dipakai: tidak mempengaruhi
sifat imunologis Ag atau Ab, murni, stabil,
peka dan mudah deteksinya. Contoh: enzim
peroksidase, fosfatase, glukosa oksidase.

Pemeriksaan ELISA terdiri dari beberapa tahap


yaitu:
1) Reaksi Ag dalam sampel dengan Ab yang
telah dilabel enzim sehingga terbentuk
complex Ag-Ab.
2) Pencucian untuk memisahkan complex Ag-
Ab dari Ag dan Ab bebas.
3) Complex Ag-Ab yang berlabel, diinkubasi
dalam substrat kromogenik yang semula

180 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


tidak berwarna menjadi berwarna bila
dihidrolisis oleh enzim.
4) Pengukuran intensitas warna secara
spektrofotometri.

Macam-macam metode pemeriksaan ELISA:


1) Metode Sandwich (Sandwich Ag/Sandwich
Ab)

Gambar 13.18. Metode Sandwich


2) Metode Sandwich Inhibisi
3) Metode Kompetisi

Gambar 13.19. Metode Kompetisi

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 181


4) Metode Indirek ELISA

Gambar 13.20. Metode Indirek ELISA


5) Metode Penangkapan antibodi
6) Metode Penentuan Satu Tahap
e. RIA (Radio Immuno Assay)
Prinsip pemeriksaan RIA seperti ELISA, bedanya
menggunakan radiosiotop untuk label. Butuh alat
khusus untuk pengukuran radioisotop yaitu
gammacounter/betacounter. Dampak negatif
pemeriksaan yaitu jika dipakai radioisotop yang
”half time” pendek. Untuk menentukan Ag atau
Ab kadar rendah, contoh Ag atau Ab dari VHB, Ig
E.
Macam-macam metode RIA:
1) Non competitive RIA

Gambar 13.21. Non competitive RIA

182 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


2) Reaksi dalam larutan (liquid fase)
3) Reaksi dalam fase padat atau partikel (solid
fase)

Gambar 13.22. Reaksi dalam fase padat


atau partikel

f. RAST (Radio Allergo Sorbent Test)


Untuk penetapan Ig E spesifik menggunakan Ag
(sorbent) sebagai alergen spesifik sehingga butuh
berbagai alergen. Prinsip: reaksi alergen spesifik
yang dilabel pada partikel (misal cakram kertas)
dengan Ab dalam serum maka terbentuk
complex Ag-Ab lalu dipisahkan. Anti Ig E yang
dilabel maka bereaksi dengan Ig E spesifik pada
complex Ag-Ab dan dapat diukur sebagai kadar
Ig E spesifik dalam darah probandus.
g. Immunomikroskopi
Pemeriksaan ini merupakan cara histokimia atau
sitokimia untuk mengetahui complex Ag-Ab
dalam jaringan atau sel. Prinsip pemeriksaan
yaitu Ag atau Ab dalam sampel direaksikan
dengan Ab/ Ag berlabel zat warna indikator dan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 183


diamati secara mikroskopis. Pada cara
immunofluorescenci dibutuhkan mikroskop
fluorescen. Butuh zat warna fluorokrom, contoh
fluorescein isotiocyanate (fluoresensi hijau)
tetramethyl rhodamin isotiocyanate (fluoresensi
merah). Selain zat warna dapat dipakai enzim
umumnya peroksidase.
Macam-macam metode:
1) Cara direk

Gambar 13.23. Cara direk

2) Cara indirek (sandwich)

Gambar 13.24. Cara indirek

184 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


3) Ensimatis (imunoperoksidase)
Flowcytometry
Umum digunakan di laboratorium klinik untuk
identifikasi dan menghitung sel sebagai antigen
partikel. Sel disuspensikan dan dilabel dengan
zat fluorescent metode direk atau indirek
imunofluoresen lalu dianalisa dengan alat
flowcytometer.
Flowcytometry merupakan metode yang banyak
digunakan saat ini karena akurasi dan spesifikasi
dengan keuntungan:
1) Jumlah sampel sedikit
2) Tidak perlu memisahkan lekosit dari
komponen darah lain/dapat menggunakan
darah lengkap.
3) Dapat membedakan partikel yang
difagositosis dengan non fagositosis.
4) Untuk pengukuran kuantitatif dapat dipakai
pewarnaan dengan ethidium bromide atau
FITC.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 185


Gambar 13.25. Flowcytometry

Pemeriksaan Sistem Imun Seluler


Dilakukan bila terdapat:
a. Difisensi atau disfungsi sel T sebagai dasar
kelainan imunopatologis misalnya penyakit
autoimun, complex imun dan
keganasan/tumor.
b. Indikasi ketidakmampuan imunosit dalam
menimbulkan respon imun, contoh: infeksi
kronis dan berulang oleh mikrob.
c. Hipersensitivitas sel T terhadap Ag atau
tidak, contoh pemilihan donor untuk
transplatasi.
Macam pemeriksaan meliputi:
a. Penilaian limfosit yaitu kuantitas sel, isolasi
sel dan Ab monoklonal; pemeriksaan fungsi
limfosit: in vivo (uji kulit), in vitro.
b. Penilaian neutrofil dan monosit yaitu
kuantitas sel, pemeriksaan fungsi sel seperti
kemotaksis, fagositosis.

186 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Pemeriksaan secara in vivo, ada beberapa macam:
a. Uji kulit
1) Uji tusuk atau intradermal, untuk
mengetahui Ig E terhadap allergen reaksi
cepat.
2) Uji temple atau patch test, untuk
mengetahui allergen penyebab dermatitis
kontakta.
3) Uji recall antigen, untuk mengetahui
difesiensi seluler terhadap berbagai Ag
seperti candida, virus mumos,
trichophyton, streptokinase,
streptodornase.
b. Uji provokasi bronchial, untuk menegakkan
diagnosa asma bronchial secara inhalasi
allergen/mtakolin atau histamine.

Tissue typing method merupakan teknik yang


digunakan untuk menentukan MHC (Major
Histocompatibility Complex) seseorang.

C. LANDASAN TEORI
Pembentukan kekebalan jangka panjang (long term
immunity) terdiri atas respon primer yang terjadi pada
kontak pertama dengan antigen mikroba, dan respon
sekunder yang terjadi jika terjadi kontak dengan antigen
yang sama karena adanya sel memori dan respons yang
terjadi menjadi lebih cepat.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 187


Gambar 13.26 Perbedaan respon primer dan
sekunder

D. TUGAS MAHASISWA
Tugas Mandiri:
1. Bacalah 2 buku referensi (1 berbahasa inggris dan 1
bahasa Indonesia) tentang interaksi antigen-antibodi
dengan tahun terbit minimal 10 tahun terakhir (tahun
2009).
2. Buatlah resume dengan bahasa sendiri agar
memudahkan pemahaman materi.

E. SOAL
1. Fungsi respon imunologis adalah…
a. Penilaian diri (evaluation)
b. Keseimbangan (homeostasis)
c. Pencegahan penyakit (preventive)

188 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


d. Penyembuhan penyakit (curative)
e. Sebagai pelengkap (complementary)
2. Mekanisme terjadinya interaksi Ag-Ab disebabkan
adanya……..
a. Gaya hidrofora
b. Tenaga Coulombus
c. Tenaga Van der Wick
d. Tenaga interaksi Ag dan Ab
e. Ikatan hidrogen dari Ag atau Ab
3. Manfaat secara klinis pemeriksaan adanya interaksi
Ag-Ab antara lain…
a. Monitoring pasien
b. Mengetahui prognosa penyakit
c. Riset penemuan antigen dan antibodi
d. Menegakkan diagnosa suatu penyakit
e. Menentukan terapi penyembuhan penyakit
4. Jenis pemeriksaan imunologis yaitu…
a. Tissue typing
b. Pemeriksaan in vitro
c. Pemeriksaan sistem imun complex
d. Pemeriksaan sistem imun intraseluler
e. Pemeriksaan sistem imun intradermal
5. Reaksi yang terjadi bila Ab bereaksi dengan Ag
terlarut dan berguna untuk penetapan kadar Ag atau
Ab yaitu…
a. Aglutinasi
b. Presipitasi
c. Fiksasi komplemen
d. Immunomikroskopi
e. Radio Immuno Assay

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 189


TOPIK 14
INFLAMASI (RADANG)
Lenna Maydianasari

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang inflamasi (radang)
meliputi definisi, tanda klinis, fungsi radang, fisiologis
radang, tahap inflamsi, tipe radang dan infeksi.

B. RINGKASAN MATERI
1. Definisi
Kerusakan jaringan akibat luka atau invasi
mikroorganisme patogenik akan memicu suatu
kompleks kejadian yang dinamakan respon radang
ubuh atau inflamasi.
2. Tanda Klinis
a. Rubor (kemerahan)
b. Tumor (bengkak)
c. Calor (panas)
d. Dolor (nyeri)
3. Fungsi Radang
a. Mengirimkan molekul efektor dan sel-sel ke lokasi
infeksi.
b. Membentuk barier fisik terhadap perluasan infeksi
atau kerusakan jaringan.
c. Pemulihan luka dan perbaikan jaringan.
4. Fisiologis radang
a. Vasokontriksi segera pada area setempat
b. Peningkatan aliran darah ke lokasi (vasodilatasi)
c. Terjadi penurunan velocity aliran darah ke lokasi
radang (leukosit melambat dan menempel di
endotel vaskuler)

190 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


d. Terjadi peningkatan adhesi endotel pembuluh
darah (leukosit dapat terikat pada endotel
pembuluh darah)
e. Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan
masuk ke jaringan)
f. Fagosit masuk jaringan (melalui peningkatan
marginasi dan ekstravasasi)
Sifat reaksi radang :
a. Merupakan respons lokal tubuh terhadap infeksi
atau perlukaan
b. Tidak spesifik hanya untuk infeksi mikroba, tetapi
respons yang sama juga terjadi pada perlukaan
akibat suhu dingin, panas atau trauma.
c. Pemeran utama: fagosit antara lain neutrofil,
monosit, dan makrofag.
Proses inflamasi meliputi proses:
a. Adesi/perlekatan dengan fagosit
b. Pelahapan dalam fagosom
c. Fusi/gabungan fagosom dan lisosom
d. Degradasi partikel
5. Tahap Inflamasi
a. Masuknya bakteri ke dalam jaringan
b. Vasodilatasi sistem mikrosirkulasi area yang
terinfeksi sehingga meningkatkan aliran darah
(rubor dan calor)
c. Permeabilitas kapiler dan venul yang terinfeksi
terhadap protein meningkat, difusi protein dan
filtrasi air ke interstisial
d. Penghancuran bakteri di jaringan dan terjadinya
fagositosis (respon sistemik: demam)
e. Perbaikan jaringan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 191


Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi
mediator-mediator kimiawi. Jenis mediator kimiawi
yaitu:
a. Histamin
Mediator ini dihasilkan oleh sel serta merangsang
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
b. Lekotrin
Lekotrin dihasilkan dari membran sel,
meningkatkan kontraksi otot polos dan
mendorong kemotaksis untuk netrofil.
c. Prostaglandin
Prostaglandin dihasilkan dari membran sel, dapat
meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler
dan mendorong kemotaksis untuk neutrofil.
d. Platelet agregating factors
Mediator ini menyebabkan agregasi platelet dan
mendorong kemotaksis untuk netrofil.
e. Kemokin
Kemokin dihasilkan oleh sel dan merupakan
pengatur lalu lintas leukosit di lokasi inflamasi.
Beberapa macam kemokin yaitu: IL-8
(interleukin-8), RANTES (regulated upon
activation normal T cell expressed and secreted).
f. Sitokin
Sitokin dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi
inflamasi. Pirogen endogen yang memicu demam
melalui hipotalamus dan memicu produksi protein
fase akut oleh hati. Sitokin memicu peningkatan
hematopoesis oleh sumsum tulang menyebabkan
lekositosis. Beberapa macam sitokin yaitu IL-1
(interleukin-1) IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor
necrosis factor alpha).

192 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


g. Mediator lain (dihasilkan akibat proses
fagositosis)
Beberapa mediator lain yaitu: nitrat oksida, peroksida
dan oksigen radikal. Oksigen dan nitrogen merupakan
intermediat yang sangat toksik untuk
mikroorganisme.
Keluaran umum/dampak inflamasi yaitu:
a. Bila serangan lebih besar dan sistem pertahanan
host kecil maka terjadi perluasan infeksi yang
bersifat sistemik, septicemia, abses dan gangren.
b. Bila pertahanan lebih besar dari serangan infeksi
maka terjadi perbaikan/resolusi: lengkap/parut.
c. Bila keduanya seimbang maka timbul infeksi
kronik.
Morfologi reaksi radang ditentukan oleh:
a. Lokasi dan bentuk anatomik organ yang terkena
ulkus tidak dapat pada organ solid (hati, ginjal)
b. Sifat agen penyebab
c. Lama berlangsung radang
6. Tipe radang
a. Radang kronik
1) Karakteristik: jaringan ikat fibrous
meningkat, limfosit dominan, sel datia
bertambah dan pembuluh darah menyempit.
2) Penyebab:
a) Agen infektif yang resisten (TBC, lepra,
virus)
b) Benda asing
c) Autoimun misal tiroidits hashimoto
d) Non etiologi atau tidak diketahui misal
ulcerative colitis

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 193


3) Gambaran mikroskopik
a) Jumlah limfosit, sel plasma, makrofag
dan lainnya sedikit
b) Jaringan fibreus (dari jaringan granulasi)
meningkat
c) Jaringan nekrotik banyak, pada kondisi
granulomatous
d) Makrofag atau sel yang berasal dari
dirinya (epiteloid histiosit) berkumpul
membentuk massa padat  radang
granulomatosa
4) Tipe radang kronik ada 2 tipe yaitu:
a) Radang kronik non spesifik
Lesi patologik berbeda walaupun
penyebab sama, khas ada reaksi seluler
yaitu sel mononuklear serta disertai
dengan proliferasi fibroblast dan
pembuluh darah baru.
b) Radang kronik spesifik
Lesi patologik sama yang spesifik
dimanapun, untuk kuman penyebab
tertentu. Lesi berupa struktur granuloma
yaitu radang granulomatosa. Jenis radang
granulomatosa yaitu granuloma
infeksioasa (infeksi jamur bersifat non
superfisial atau tuberkulosis yang disebut
dengan granuloma kaseosa), goresan
kuku kucing disebut granuloma
supurativa dan sifilis disebut gumma.
b. Radang akut: jaringan ikat fibrous menurun,
leukosit PMN dominan, pembuluh darah melebar.

194 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


7. Infeksi
Infeksi merupakan proses awal invasi
mikroorganisme ke dalam tubuh, berkembang biak
dalam jaringan atau organ. Sebagai mekanisme faktor
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme. Produk
akhir infeksi yaitu timbulnya penyakit (disease)
sebagai konsekuensi penyebaran sistemik
mikroorganisme.
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi
yaitu:
a. Sifat pertahanan tubuh
Umum: tingkat kesehatan, kondisi sistem imun,
jumlah leukosit
Lokal: pasokan darah
b. Mikroorganisme meliputi: virulensi, sinergisme,
jumlah, port de entry (jalan masuk), produk sekret.
c. Lingkungan
Fisikawi: temperatur, kelembaban dan lain-lain
Kimiawi: PH, polaritas
Biologis: sinergisme, simbiosis
Tingkat paparan klinik akibat infeksi yaitu:
a. Paparan negatif karena antigen cepat dihancurkan
b. Paparan ringan karena mikroorganisme tumbuh
sebentar  dihancurkan, atau simbiosis dengan
host atau tunbuh lokal dan terbatas di sekitar jalan
masuk.
c. Kerusakan lokal tidak signifikan  kerusakan
hebat, jaringan jauh misal tetanus karena
eksotoksin.
d. Kerusakan lokal dan sekitar misal selulitis karena
streptococcus pyogenes.

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 195


e. Lesi lokal negatif tapi cepat menyebar, baru
kemudian terbentuk lesi pada jalan masuk, misal
sifilis.
Penyebaran infeksi:
a. Lokal, adanya anyaman jaringan dan respon
radang akut pada jalur pertama sistem pertahanan
 terlokalisir
b. Melalui celah atau rongga yang ada, misal ruang
peritoneum, usus, bronkhi, pleura, ureter
c. Limfatik, sistem limfatik mampu menghancurkan
fagosit yang tidak dapat mencerna
mikroorganisme dan mengabsorbsi toksin melalui
jalur kedua sistem pertahanan) sehingga
menyebabkab penyebaran 
limfangitis/limfadenitis.
d. Aliran darah melalui: menembus langsung 
bakteriaemia, tromboplebitis supurativa 
trombus, dari sistem limfatik.
e. Melalui saraf, misal virus rabies  melalui saraf
 CNS
Tanda dan gejala infeksi sistemik yaitu:
a. Panas, berkeringat, menggigil
b. Takhikardia dan takhipneu
c. Gejala fisiologis: nafsu makan berkurang, lelah,
lemah
d. Reaktif hiperplasia SRE: kelenjar limfe membesar
e. Laboratorium; LED naik, leukositosis
Etiologi Infeksi:
a. Suatu agensia primer yang bertanggung jawab
untuk memulai proses selanjutnya menghasilkan
sakit akibat penyebab:
1) Umum yaitu kelainan genetik, radiasi,
agensia infeksi, trauma mekanik, kimiawi.

196 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


2) Jarang yaitu multifaktor, faktor resiko
b. Non etiologi/tidak diketahui penyebabnya 
diklasifikasikan sebagai primer, idiopatik,
esensial, spontaneus atau cryptogenik.
c. Genetik:
Diturunkan melalui gen cacat dari orang tua, sex
chromosom, autosom dominan atau resesif
Didapat karena mutasi genetik.
Terjadinya gangguan sistem imun akibat:
a. Lack of response (imunodefisensi)
Contoh: AIDS, leukemia
b. Incorrect response (penyakit autoimun)
Contoh: Diabetes Melitus tipe I, miastenia
gravis, multiple sclerosis, penyakit gravis.
c. Overactive response (alergi/hipersensitifitas)
Contoh: asma, rhinitis alergic, reaksi tranfusi.

C. LANDASAN TEORI

Gambar 14.1. Fisiologis Radang

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 197


D. TUGAS MAHASISWA
Tugas Kelompok:
1. Buatlah kelompok beranggotakan 4-5 orang
2. Pilihlah 2 jurnal minimal 1 jurnal nasional dan
internasional tentang inflamasi (radang) yang terjadi
pada ibu dan anak
3. Bacalah 2 jurnal tersebut
4. Buatlah ringkasan dari 1 jurnal yang didapatkan
5. Identifikasi tipe inflamasi (radang) yang dibahas pada
jurnal tersebut
6. Laporkan hasil temuan dalam bentuk makalah

E. SOAL
1. Fisiologis radang yaitu…
a. Fagosit keluar jaringan
b. Penurunan aliran darah ke lokasi
c. Peningkatan aliran darah ke lokasi radang
d. Peningkatan adhesi endotel pembuluh darah
e. Penurunan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke
jaringan)
2. Mediator kimiawi yang dihasilkan oleh sel serta
merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler adalah..
a. Histamin
b. Lekotrin
c. Prostaglandin
d. Kemokin
e. Sitokin
3. Tanda dan gejala infeksi sistemik yaitu:
a. Kedinginan
b. Bradikardia
c. Reaktif hipoplasia
d. Leukositopenia
e. Nafsu makan berkurang

198 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


4. Terjadinya gangguan sistem imun akibat Lack of
response (imunodefisensi) terjadi pada penyakit…
a. AIDS
b. penyakit gravis
c. miastenia gravis
d. multiple sclerosis
e. Diabetes Melitus tipe I
5. Penyakit asma terjadi karena gangguan sistem imun
akibat…
a. Hiposensitifitas
b. Imunodefisensi
c. Incorrect response
d. penyakit autoimun
e. Overactive respons

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 199


DAFTAR PUSTAKA

Andriyani R, A Triana, W Juliarti. 2015. Biologi Reproduksi dan


Perkembangan. Yogyakarta: Deepublish.
Baratawidjaja, KG dan Rengganis, I. 2012. Imunologi Dasar.
Jakarta: Badan Penerbit FK-UI
Brevini, TA and Pennarossa, G. 2013. Gametogenesis, early
embryo development and stem cell derivation. London:
Springer.
Elmeida, IF. 2015. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Jakarta: CV.Trans Info Media.
Ferial EW. 2013. Biologi Reproduksi. Jakarta: PT. Penerbit
Erlangga
Harti, AS. 2013. Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Heffner LJ and Schust DJ .2009. At a Glance Imunologi Edisi
Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga
Heffner LJ and Schust DJ .2014. At a Glance Sistem Reproduksi
Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
HIFERI, PERFITRI, IAUI, POGI. 2013. Konsensus Penanganan
Infertilitas.
Maritalia, D, dan Riyadi, S. 2012. Biologi Reproduksi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau
Kehamilan di Luar Cara Alamiah
Playfair JHL and Chain BM (2012). Immunology at a Glance.
Wiley-Blackwell
Rohani, Saswita R, Marisah. 2011. Asuhan Kebidanan pada
Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Sadler, TW. Embriologi Kedokteran (Langman‟s Medical
Embryology). Jakarta: EGC.

200 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Schaum‟s, Stansfield, Wiiliam. 2006. Genetika. Jakarta: Erlangga
Seeley, R.R., Stephens, T.D., Tate P.2003. Anatomy and
Physiologi, 12th Ed. New Jersey: McGraw-Hill.
Suryo. 2011. Genetika Manusia.Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Tefu.Meti O.F.I dan Karwur Ferry Fredy, 2017, Pitarah Manusia
Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Ceritera Kromosom
Y, Scientiae Educatia:Jurnal Pendidikan Sains,Vol 6
(2) hh 144-165
Tortora, G.J., Derrickson, B.2009. Priciple of Anatomy and
Physiologi 6 th Ed. New Jersey: Willey
Winarno. H, 2009, „Antiproliferative Activity Of Octadeca-8, 10,
12-Triynoic Acid Against Human Cancer Cell
Lines‟Antiproliferasi Asam Oktadeka-8, 10, 12-triunoat
Terhadap Galur Sel Kanker Manusia, LIPI Berita
Biologi Jurnal Ilmu-ilmu Hayati, Volume 9 Nomor 4
April 2009, hh 343-347
Wulanda AF. 2011. Biologi Reproduksi. Jakarta: Salemba
Medika
Undang Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 201


EVALUASI PEMBELAJARAN

Sistem penilaian capaian pembelajaran mahasiswa yang


dikembangkan pada mata kuliah ini mengacu pada aktivitas
pembelajaran didasarkan pada pencapaian capaian pembelajaran
lulusan aspek sikap, penguasaan pengetahuan, keterampilan
umum, dan keterampilan khusus yang terdiri dari:
1. Penugasan
2. Seminar
3. Simulasi dan Diskusi
4. Laporan portofolio
5. Tes Tertulis (UTS, UAS, Pre Test, Post Test)
6. Online Test (Kuis)
7. Soft Skill

202 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


KUNCI JAWABAN LATIHAN SOAL

Topik 1 Topik 8
1. A 1. A
2. B 2. C
3. A 3. B
4. C 4. B
5. D 5. C

Topik 2 Topik 9
1. C 1. D
2. D 2. B
3. A 3. E
4. E 4. E
5. B 5. E

Topik 3 Topik 10
1. C 1. A
2. E 2. D
3. E 3. E
4. E 4. D
5. E 5. C

Topik 4 Topik 11
1. E 1. B
2. D 2. E
3. C 3. A
4. B 4. A
5. C 5. E

Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi | 203


Topik 5 Topik 12
1. C 1. B
2. A 2. C
3. D 3. E
4. B 4. E
5. D 5. A

Topik 6 Topik 13
1. A 1. B
2. B 2. E
3. A 3. D
4. A 4. A
5. B 5. B

Topik 7 Topik 14
1. C 1. D
2. E 2. A
3. E 3. E
4. C 4. A
5. D 5. E

204 | Modul Imunologi & Biologi Rreproduksi


Nonik Ayu Wantini, SST.,M.Kes, Lenna Maydianasari, SST.,MPH
Listia Dwi Febriati, SST.,M.Kes, Fika Lilik Indrawati, S.SiT.,MPH
Rizka Ayu Setyani, SST.,MPH

MODUL

IMUNOLOGI & BIOLOGI REPRODUKSI


Buku ajar ini mencakup14 pokok bahasan antara lain:
1.Perkembangan dan Fungsi Organ Reproduksi
2.Hormon Reproduksi, Siklus Menstruasi, dan Konsepsi
3.Embriologi dan Diferensiasi Seksual
4.Fertilitas, Infertilitas, Assisted Reproduction Technology (ART)
5.Pertumbuhan, Perkembangan Janin dan Plasenta
6.Genetika Manusia
7.Adaptasi Janin di Ekstra Uterine
8.Analisis Kromosom dan Sitogenetika
9.Imunologi Manusia dan Konsep Imunitas dalam tubuh manusia
10.Sistem Imun Non Spesifik dan Spesifik dalam tubuh manusia
11.Imunoprofilaksis dan Imunitas
12.Konsep Antigen (Ag) dan Antibodi (Ab)
13.Interaksi Antigen dan Antibodi
14.Inflamasi (Radang)

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan mampu:


1.Memiliki pengetahuan yang luas dan isu terkini berkaitan dengan biologi reproduksi serta
mengaplikasikan dalam praktik kebidanan
2.Mampu memahami konsep genetika dasar dan aplikasinya di bidang ilmu kebidanan
3.Mampu mengidentifikasi, memformulasikan, menyelesaikan masalah di bidang kebidanan
yang berkaitan dengan imunologi dasar

Anda mungkin juga menyukai