Anda di halaman 1dari 23

Tugas Makalah

Telaah Kurikulum Kimia II


PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dosen Pengampu:

Nur Asbirayani Limatahu S.Pd.,M.Si

OLEH:

Nama : Fatmawati
Npm : 03291811065
Kelas/Semester :A/V

PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Telaah kurikulum yang berjudul,
“pengembangan kurikulum”ini tepat pada waktu yang telah di tentukan.Banyak manfaat yang
kami rasakan dengan adanya makalah ini. Saya dapat memperoleh tambahan wawasan dan
ilmu pengetahuan.
Dan tak luput pula saya hanturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar
kita yaitu nabi MUHHAMMAD SAW dan para sahabat-Nya yang telah membawah kita
semua kejalan yang galap menuju ke jalan yang terang menerang.

Akhirnya saya menyadari bahwa tulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, segala bentuk masukan dan saran kepada bapak/ibu yang bersifat membangun
budiman sangat kami harapkan sehingga dapat menyempurnakan.
BAB I

PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman


belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-
nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli
pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha
serta unsurunsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi
pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan
siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun
masyarakat. Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di
sana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji
dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup.
Pewujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada
guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum.
Dialah sebenarnya perencana, pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum
sesungguhnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan, menjadi
pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan
dan tantangan perkembangan masyarakat.

1. Prinsip-prinsip umum

Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum.

a. Prinsip Relevansi.
Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevan ke luar
dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan,
isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan
tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan
siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang dalam
kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa untuk tugas tersebut. Kurikulum
bukan hanya menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang tetapi juga yang
akan datang. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada
kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara
tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan
suatu keterpaduan kurikulum.
b. Prinsip fleksibilitas,
Kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum
mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan
ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang
berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang
solid, tetapi daram pelaksanaannya memung inkan terjadinya penyesuaian-
penyesuaian berdasarkan kondisi daera aktu maupun kemampuan, dan latar
belakang anak.
c. Prinsip kontinuitas yaitu kesinambungan.
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan,
tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalamanpengalaman
belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu
tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang
lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi
dan kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMTP,
SMTA, dan Perguruan Tinggi.
d. Prinsip praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alatalat sederhana dan biayanya
juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi. Betapapun bagus dan
idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang
sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan
sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam
keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun
personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.
e. Prinsip efektivitas. Walaupun kurikulum tersebut hams murah, sederhana, dan
murah tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan
kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengembangan suatu
kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan
pendidikan. Perencanaan di bidang pendidikan juga merupakan bagian yang
dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan.
Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.
Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu: tujuantujuan
pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian.
Interelasi antara keempat aspek tersebut serta antara aspek-aspek tersebut
dengan kebijaksanaan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam
pengembangan kurikulum. Visualisasi kerangka berpikir tersebut dapat dilihat
pada bagan berikut:

Bagan 1. Hubungan Kurikulum Dengan Pembangunan Pendidikan

2. Prinsip-prinsip khusus

Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-
prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan
penilaian.

a. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan


Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan.
Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau
berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (tujuan khusus).

Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:

1. Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam


dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi
pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan;
2. Survai mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan memka
yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka;
3. Survai tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpun
melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa;
4. Survai tentang manpower;
5. Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama;
6. Penelitian.
b. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah
ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal. 1.
Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil
belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar
dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar; 2. Isi bahan pelajaran
harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan; 3. Unit-unit kurikulum
harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Ketiga ranah belajar, yaitu
pengetahuan, sikap, dan keterampilan diberikan secara simultan dalam urutan
situasi belajar. Untuk hal tersebut diperlukan buku pedoman guru yang
memberikan penjelasan tentang organisasi bahan dan alat pengajaran secara lebih
mendetail.
c. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Apakah metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk
mengajarkan bahan pelajaran?
2. Apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga
dapat melayani perbedaan individual siswa?
3. Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-
tingkat?
4. Apakah metode/ teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai
tujuan kognitif, afektif dan psikomotor?
5. Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, atau mengaktifkan
guru atau kedua-duanya?
6. Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
7. Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah
dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan di
masyarakat?
8. Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang
menekankan "learning by doing" di samping "learning by seeing and knowing".
3. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Proses belajar-mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan
alat-alat bantu pengajaran yang tepat.
a) Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia?
Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?
b) Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan: bagaimana
pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya, waktu pembuatan?
c) Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk
modul, paket belajar, dan lain-lain?
d) Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?
e) Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.
4. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:
a. Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkahlangkah sebagai
berikut: Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranahranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Uraikan ke dalam bentuk tingkahtingkah laku
murid yang dapat diamati. Hubungkan dengan bahan pelajaran. Tuliskan butir-
butir test.
b. Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan beberapa hal;
Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akan ditest?
Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test? Apakah test tersebut
berbentuk uraian atau objektif? Berapa banyak butir test perlu disusun? Apakah tes
tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?
c. Dalam pengolahan suatu hasil penilaian hendaknya diperhatikan halhal sebagai
berikut: Norma apa yang digunakan di dalam pengolahan hasil test? Apakah
digunakan formula guessing? Bagaimana pengubahan skor ke dalam skor masak?
Skor standar apa yang digunakan? Untuk apakah hasil-hasil test digunakan?

B. Pengembang Kurikulum

Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi,


yaitu: administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu
pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari
pihak-pihak tersebut yang secara terusmenerus turut terlibat dalam pengembangan
kurikulum adalah: administrator, guru, dan orang tua.

1. Peranan para administrator pendidikan


Para administrator pendidikan ini terdiri atas: direktur bidang pendidikan,
pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten
dan kecamatan serta kepala sekolah. Peranan para administrator di tingkat pusat
(direktur dan kepala pusat) dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun
dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum.
Kerangka dasar dan program inti tersebut akan menentukan minimum course yang
dituntut. Administrator tingkat pusat bekerja sama dengan para ahli pendidikan
dan ahli bidang studi di Perguruan Tinggi serta meminta persetujuannya terutama
dalam penyusunan kurikulum sekolah. Atas dasar kerangka dasar dan program inti
tersebut para administrator daerah (kepala kantor wilayah) dan administrator lokal
(kabupaten, kecamatan dan kepala sekolah) mengembangkan kurikulum sekolah
bagi daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Para kepala sekolah
mempunyai wewenang dalam membuat operasionalisasi sistem pendidikan pada
masing-masing sekolah. Para kepala sekolah ini sesungguhnya yang secara terus
menerus terlibat dalam pengembangan dan implementasi kurikulum, memberikan
dorongan dan bimbingan kepada guru-guru. Walaupun guru dapat
mengembangkan kurikulum sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya sering harus
didorong dan dibantu oleh para administrator. Administrator lokal harus bekerja
sama dengan kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mengkomunikasikan sistem pendidikan
kepada masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di
kelas. Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan dengan implementasi
kurikulum di sekolahnya. Kepala sekolah juga mempunyai peranan kunci dalam
menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum di sekolahnya. la merupakan
figur kunci di sekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi
suasana sekolah dan pengembangan kurikulum.
2. Peranan para ahli

Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas perubahan tuntutan


kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan
konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum
membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum,
maupun ahli bidang studi/disiplin ilmu. Mengacu pada kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah, baik kebijaksanaan pembangunan
secara umum maupun pembangunan pendidikan, perkembangan tuntutan
masyarakat, dan masukan-masukan dari pelaksaman pendidikan dan kurikulum
yang sedang berjalan, para ahli pendidikan dan kurikulum memberikan alternatif
konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan
keadaan dan tuntutan di atas. Pengembangan kurikulum bukan hanya sekadar
memilih dan menyusun bahan pelajaran dan metode mengajar, tetapi menyangkut
penentuan arah dan orientasi pendidikan, pemilihan sistem dan model kurikulum,
baik model konsep, model desain, model pembelajaran, model media, model
pengelolaan, maupun model evaluasinya, serta berbagai perangkat dan pedoman
penjabaran serta pedoman implementasi dari model-model tersebut. Partisipasi
para ahli pendidikan dan ahli kurikulum terutama sangat dibutuhkan dalam
pengembangan kurikulum pada tingkat pusat. Apabila pengembangan kurikulum
sudah banyak dilakukati pada tingkat daerah atau lokal, maka pertisipasi mereka
pada tingkai daerah, lokal bahkan sekolah juga sangat diperlukan, sebab apa yany;
telah digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudali dipahami
oleh para pengembang dan pelaksana kurikulum di daerah. Pengembangan
kurikulum juga membutuhkan partisipasi para ahli bidang studi/bidang ilmu yang
juga mempunyai wawasan tentang pendidikan serta perkembangan tuntutan
masyarakat. Sumbangan mereka dalam memilih materi bidang ilmu, yang
mutakhir dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sangat
diperlukan. Mereka juga sangat diharapkan partisipasinya dalam menyusun materi
ajaran dalam sekuens yang sesuai dengan struktur keilmuan tetapi sangat
memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.

3. Peranan guru Guru memegang peranan yang cukup penting baik di dalam
perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Dia adalah perencana, pelaksana,
dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri
konsep-konsep tentang kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum yang
datang dari atas. Dialah yang mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat
untuk disajikan di kelasnya. Karena guru juga merupakan barisan pengembang
kurikulum yang terdepan maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan
penyempurnaan terhadap kurikulum. Peranan guru bukan hanya menilai perilaku
dan prestasi belajar muridmurid dalam kelas, tetapi juga menilai implementasi
kurikulum dalam lingkup yang lebih luas. Hasil-hasil penilaian demikian akan
sangat membantu pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatanhambatan
dalam implementasi kurikulum dan juga dapat membantu mencari cara untuk
mengoptimalkan kegiatan guru. Guru juga bukan hanya berperan sebagai guru di
dalam kelas, ia juga seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar,
pengembang alat-alat belajar, pencoba, penyusunan organisasi, manajer sistem
pengajaran, pembimbing baik di sekolah maupun di masyarakat dalam
hubungannya dengan pelaksanaan pendidikan seumur hidup. Guru juga berperan
sebagai pelajar dalam masyarakatnya, sebab ia harus selalu belajar struktur sosial
masyarakat, nilai-nilai utama masyarakat, pola-pola tingkah laku dalam
masyarakat. Hal-hal di atas diperlukan untuk mempersiapkan guru dalam berbagai
situasi dan kegiatan pendidikan. Sebagai pelaksana kurikulum maka guru pulalah
yang menciptakan kegiatan belajar mengajar bagi murid-muridnya. Berkat
keahlian, keterampilan dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu
menciptakan situasi belajar yang aktif yang menggairahkan yang penuh
kesungguhan dan mampu mendorong kreativitas anak.
4. Peranan orang tua murid Orang tua juga mempunyai peranan dalam
pengembangan kurikulum. Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal:
pertama dalam penyusunan kurikulum dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum.
Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta,
hanya terbatas kepada beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar
belakang yang memadai. Peranan orang tua lebih besar dalam pelaksanaan
kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang sangat erat
antara guru atau sekolah dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar
yang dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah, dan orang tua sewajarnya
mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anaknya di rumah. Orang tua juga
secara berkala menerima laporan kemajuan anak-anaknya dari sekolah berupa
rapor dan sebagainya. Rapor juga merupakan suatu alat komunikasi tentang
program atau kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Orang tua juga
dapat hind berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah melalui berbagai kegaitan
seperti diskusi, lokakarya, seminar, pertemuan orang tua-guru, pameran sekolah,
dan sebagainya. Melalui pengamatan dalam kegiatan belajar di rumah, laporan
sekolah, partisipasi dalam kegiatan sekolah orang tua dapat turut serta dalam
pengembangan kurikulum terutama dalam bentuk pelaksanaan kegiatan belajar
yang sewajarnya, minat yang penuh, usaha yang sungguh-sungguh, penyelesaian
tugas-tugas serta partisipasi dalam setiap kegiatan di sekolah. Kegiatan-kegiatan
tersebut akan memberikan umpan balik bagi penyempumaan kurikulum.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum Sekolah


1. Perguruan tinggi Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan
Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu
pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi
Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Telah diuraikan terdahulu
bahwa pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi
kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di
Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan
dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga
mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan. Kurikulum Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum,
terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang
dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta
kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan
dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai
jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan oleh LPTK
(IKIP, FKIP, STKIP) melalui berbagai program, yaitu program D2, D3 dan Sl.
Pada Sekolah Dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan
SGO, tetapi secara berangsurangsur mereka akan mengikuti program penyetaraan
D2.
2. Masyarakat Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak
untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah
sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut berada.
Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan
kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah
mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau
desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani
aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam
masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di
masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebt sekolah bukan hanya
mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis
pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di
sekolah.
3. Sistem nilai Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral,
keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga
masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilainilai.
Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan
dalam kurikulum. Masalah utama yang dihadapi para pengembang kurikulum
menghadapi nilai ini adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak hanya satu.
Masyarakat umumnya heterogen dan multifaset. Masyarakat memiliki kelompok-
kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial,
spiritual dan sebagainya yang tiap kelompok sering memiliki nilai yang berbeda.
Dalam masyarakat Ingo terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, fisik,
estetika, etika, chr,iiis, dan sebagainya aspek-aspek tersebut sering juga
mengandung nilai-nilai yang berbeda.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan nilai:
a. guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam
masyarakat,
b. guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral,
c. guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru,
d. guru menghargai nilai-nilai kelompok lain,
e. memahami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.

D. Artikulasi dan Hambatan Pengembangan Kurikulum Artikulasi

Artikulasi dan Hambatan Pengembangan Kurikulum Artikulasi dalam pendidikan


berarti "kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar". Untuk
merealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh,
membuang hal-hal yang tidak diperlukan, menghilangkan duplikasi, merevisi metode
serta isi pengajaran, mengusahakan perluasan dan kesinambungan kurikulum. Bila
artikulasi dilaksanakan dengan baik akan terwujud kesinambungan pengalaman
belajar sejak TK sampai Perguruan Tinggi, juga antara satu bidang studi dengan
bidang studi lainnya secara horizontal. Tanpa artikulasi akan terdapat keragaman baik
dalam isi, metode maupun perhatian terhadap perkembangan anak. Untuk menyusun
artikulasi kurikulum diperlukan kerja sama dari berbagai pihak: para administrator,
kepala sekolah, TK sampai rektor universitas, guruguru dari setiap jenjang pendidikan,
orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat.

Dalam mengusahakan artikulasi kurikulum tersebut murid pun perlu


dimintakan pendapatnya tentang hubungan pelajaran yang satu dengan yang lainnya,
hubungan antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya. Salah satu hal yang sering
dipandang menghambat artikulasi adalah pembagian menurut tingkat belajarnya. Hal
itu menyebabkan tersusunnya organisasi mata pelajaran yang kaku. Untuk menjamin
kesinambungan pengalaman belajar beberapa sekolah menggunakan sistem
pendidikan tidak berkelas.
Hambatan-hambatan pengembangan kurikulum Dalam pengembangan
kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru
kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa
hal. Pertama kurang waktu. Kedua kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama
guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan
pengetahuan guru sendiri. Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk
pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan
maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum
yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari sekolah. Keberhasilan
pendidikan, ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan, serta input
fakta dan pemikiran dari masyarakat. Hambatan lain yang dihadapi oleh pengembang
kurikulum adalah masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang
berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan
membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.

E. Model-Model Pengembangan Kurikulum

Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan


suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga
perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang
dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan
kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi
berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang
sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan
rekonstruksi sosial. Sekurang-kurangnya dikenal delapan model pengembangan
kurikulum, yaitu: the administrative (line staff) model, the grass roots model,
Beauchamp's system, the demonstration model, Taba's inverted model, Roger's
interpersonal relations model, the systematic action research model dan emerging
technical model.

1. The administrative model


Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling
banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif
dan gagasan pegembangan datang dari para administrator pendidikan dan
menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya,
administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas,
pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan
para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim atau komisi ini adalah
merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi
utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar ini
terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang saksama, administrator
pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para
anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli
disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior. Tim kerja
pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya
yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar
yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-
tujuan yang lebih operasional dari tujuantujuan yang lebih umum, memilih dan
menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi,
serta menyusun pedomanpedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-
guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut selesai,
hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau
pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan
dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya
kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolahsekolah untuk melaksanakan
kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan
kurikulum demikian disebut juga model "top down" atau "line staff'.
Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut
kesiapan dari pelaksanaannya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan
petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan
dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat
dihindarkan. Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun
permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan
pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa
saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-
komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian
menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah,
sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang
bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi
pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.
2. The grass roots model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,
digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat
sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem
pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat
grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah
mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau
penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau
beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen
kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan
guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan
kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas
pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna
dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh
karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal
itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan
oleh Smith, Stanley dan Shores (1957: 429);
a. The curriculum will improve only as the professional competence of teachers
improves.
b. The competence of teachers will be improved only as the teachers become
involved personally in the problems of curriculum revision.
c. If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining, and
solving the problems to be encountered, and in judging and evaluating the
rusults, their involvement will be most nearly assured.
d. As people meet in face-to-face groups, they will be able to understand one
another better and to reach a consensus on basic principles, goals, and plans
(Smith, Stanley, and Shores 1957: 429).

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku


untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat
digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang
studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat
desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi
di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan
melahirkan manusiamanusia yang lebih mandiri dan kreatif.

3. Beauchamp's system Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh


Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam
pengembangan suatu kurikulum.
a. menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum
tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun
seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki
oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh
tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang
kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi,
tetapi arena pengembangan kurikulum lianya mencakup satu daerah kabupaten
saja sebagai pilot proyek.
b. menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi
dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) para ahli pendidikan/kurikulum
yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari
luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru
terpilih, (3) para profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan
tokoh-tokoh masyarakat. Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-
tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang
langsung terhadap pegembangan kurikulum, dibanding dengan tokohtokoh lain
seperti, para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan
pengusaha serta industriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan
dengan tingkat dan luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional
tidak terlalu banyak melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten,
kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-guru semakin besar.
Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp
mengemukakan tiga pertanyaan:
a. Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam
pengembangan kurikulum?,
b. Bila ya, apakah peranan mereka?,
c. Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk
melaksanakan peran tersebut?
c. organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan
dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan
tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan
evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah,
yaitu;
1. Membentuk tim pengembang kurikulum,
2. mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang
sedang digunakan,
3. Studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru,
4. merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru,
5. penyusunan dan penulisan kurikulum baru. Keempat, implementasi
kurikulum.

Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan


kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan
yang menyeluruh, baik kesiapan guruguru, siswa, fasilitas, bahan maupun
biaya, di samping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau
administrator setempat. Langkah yang kelima dan merupakan terakhir adalah
evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu:

1. evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru,


2. evaluasi desain kurikulum,
3. evaluasi hasil belajar siswa,
4. evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.

Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan
sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.
4. The demonstration model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah.
Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama
dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini
umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu
komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena
sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan
kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith,
Stanley, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini. Pertama, sekelompok
guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu
percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan
penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi/komponen
kurikulum. Hasil penelitian dan pegembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi
lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya
diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi pendidikan yang berwewenang seperti,
direktorat pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah pendidikan
dan kebudayaan, dan sebagainya. Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal.
Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada,
mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Mereka mencoba
menggunakan halhal lain yang berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini
mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum
yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas. Ada
beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model demonstrasi ini.
Pertama, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang
nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum
yang lebih praktis. Kedua, perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam skala
kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh
administrator, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang
menyeluruh. Ketiga, pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model
demonstrasi ilapat menend hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya
hagus tetari pclaknotiaatinva tidak ada. Keempat, model ini sifatnya yang grass
roots menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat
menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Kelemahan model ini, adalah bagi guru- guru yang tidak turut berpartisipasi
mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk
mungkin akan terjadi apatisme.
5. Taba's inverted model Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan
kurikulum dilakukan secara deduktif, dengan urutan: 1) Penentuan prinsip-prinsip
dan kebijaksanaan dasar, 2) Merumuskan desain kurikulum yang bersifat
menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu, 3) Menyusun unit-unit
kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh, 4) Melaksanakan kurikulum di
dalam kelas.

Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang
timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih
mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang
merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional. Ada lima langkah
pengembangan kurikulum model Taba ini. Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen
bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen ini diadakan studi yang saksama
tentang hubungan antara teori dengan praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang
kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam kelas menghasilkan data-data yang untuk
menguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan langkah dalam kegia tan unit
eksperimen ini; 1) Mendiagnosis kebutuhan, 2) Merumuskan tujuan-tujuan khusus, 3)
Memilih isi, 4) Mengorganisasi isi, 5) Memilih pengalaman belajar, 6)
Mengorganisasi pengalaman belajar, 7) Mengevaluasi, 8) Melihat sekuens dan
keseimbangan (Taba, 1962: 347-379). Langkah kedua, menguji unit eksperimen.
Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen,
tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk megetahui validitas dan
kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan. Langkah ketiga,
mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data,
data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain
perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan
kesimpulan tentang hal-hal yang lebih bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan
yang lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup
valid dan praktis pada sesuatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang
lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya
kegiatan konsolidasi. Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum. Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh
sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh
para ahli kurikulum dan para profesional kurikulum lainnya. Kegiatan itu dilakukan
untuk megnetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang
dipakai sudah masuk dan sesuai. Langkah kelima, implementasi dan diseminasi, yatiu
menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di
dalam langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik
berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.

6. Roger's interpersonal relations model Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan
(ia ahli psikologi atau psikoterapi) tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi
khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang
pendidikan dan pengembangan kuriulum. Memang ia banyak mengemukakan konsepnya
tentang perkembangan dan perubahan individu. Menurut When Crosby (1970: 388)
perubahan kurikulum adalah perubahan individu. Menurut Rogers manusia berada dalam
proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai
kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan
tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu
memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan
pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan
pemelancar perkembangan anak. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model
Rogers.
1. pemilihan target dari sistem pendidikan. Di dalam penentuan target ini satusatunya
kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan
untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para
pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang
relaks, tidak formal.
2. dalam pengembangan kurikulum model Rogers adalah partisipasi guru dalam
pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti yang dilakukan para pejabat
pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam
kelompok tersebut sebaiknya bersifat suka rela, lama kegiatan kalau bisa satu minggu
lebih baik, tetapi dapat juga kurang dari satu minggu.
3. pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit
pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan
fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
4. partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh
BP3 masing-masing sekolah.
5. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam
secara terus menerus.

Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan


sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Rogers juga menyarankan, kalau
mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran. Kegiatan
merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas. Model pengembangan
kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan modelmodel lainnya. Sepertinya tidak ada
suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan
kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers sebagai seorang Eksistensialis Humanis, is
tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers
yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam
interaksi ini individu akan berubah. Metode pendidikan yang diutamakan Rogers
adalah sensitivity training, encounter group dan Training Group (T Group).

6. The systematic action-research model Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi
bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup
suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem
sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai
dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu: hubungan insani,
sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua,
tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai pandangan
tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan
kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum hams
memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk
mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
1. mengadakan kajian secara saksama tentang masalahmasalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor,
kekua tan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian
tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi
masalah lersebut, serta tindakan pertama yang hams diambil.
2. implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini
segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan faktafakta. Kegiatan
pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi: menyiapkan data bagi
evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi,
(3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, (4) sebagai
bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
7. Emerging technical models Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan
modelmodel kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang
didasarkan atas hal itu, di antaranya: (1) The Behavioral Analysis Model, The system
analysis model, (3) The computer based model. The Behavioral Analysis Model,
menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang
kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara
hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur
mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks. The System Analysis Model
berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah
menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah
kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar
tersebut. Langkah. ketiga, mengidentifikasi tahap tahap ketercapaian hasil serta
perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan
keuntungan dari beberapa program pendidikan. The Computer-Based Model, suatu
model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer.
Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap
unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada
para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit
kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan
dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer.

Anda mungkin juga menyukai