1. ARDY S. PRATAMA
2. BAHTIAR GIRSANG
3. FAUZIAH PASARIBU
4. MARLINA
5. LASMA IVANA
1. Prinsip Umum
a. Prinsip Relevansi
Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang paling dasar dalam sebuah kurikulum. Prinsip ini juga
bisa dikatakan sebagai rohnya sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi
dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya; kurikulum menjadi
tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sehingga para siswa
mempelajari iptek yang benar – benar terbaru yang memungkinkan mereka memiliki wawasan
dan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan jaman. Relevan dengan kebutuhan dan
karakteristik siswa, artinya suatu kurikulum harus sesuai dengan potensi intelektual, mental,
emosional dan fisik para siswa. Apabila prinsip tidak terlaksana dalam kurikulum yang nyata
maka potensi yang dimiliki anak tersebut tidak berkembang sebagai potensi yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas dan kehidupannya. Relevan dengan kebutuhan karakteristik
masyarakat artinya kurikulum harus membekali para siswa dengan sejumlah keterampilan
pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Apabila tidak terlaksana
maka siswa tidak dapat beradaptasi dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
b. Prinsip fleksibilitas
Prinsip fleksibilitas terkait dengan keluwesan dalam tahap implementasi kurikulum. Penerapan
prinsip fleksibilitas dalam kurikulum adalah bahwa suatu kurikulum harus dirancang secara
fleksibel atau luwes sehingga pada saat diimplementasikan memungkinkan untuk dilakukan
perubahan untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat kurikulum itu
dirangcang. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat sebuah kurikulum dirancang,
pembelajaran akan dilaksanakan dengan menggunakan media LCD projector atau OHP/OHT
namun pada saat hari H terjadi pemadaman listrik di lokasi. Bagi kurikulum yang memenuhi
prinsip fleksibilitas kondisi ini tidak menghambat keberlangsungan pembelajaran. Dengan
sedikit melakukan perubahan pada aspek media yang digunakan pembelajaran tetap berlangsung
namun tetap mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Jika prinsip fleksibilitas ini
tidak digunakan dimungkunkan tujuan pembelajaran yang direncanakan tidak terlaksana.
c. Prinsip kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus –
putus. Artinya bagian – bagian, aspek – aspek, materi, dan bahan kajian disusun secara
berurutan, tidak terlepas – lepas, melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional yang
bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikan, dan tingkat
perkembangan siswa. Oleh karena itu, pengalaman – pengalaman yang disediakan kurikulum
juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu
jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan yang lain juga antara jenjang pendidikan dengan
pekerjaan. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut
sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
d. Prinsip efisiensi
Kurikulum mudah dilaksanakan menggunakan alat – alat sederhana dan memerlukan biaya yang
murah. Kurikulum yang terlalu menuntut keahlian – keahlian dan peralatan yang sangat khusus
serta biaya yang mahal merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukat dilaksanakan. Dana
yang terbatas harus digunakan sedemikian rupa dalam rangka mendukung pelaksanaan
pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar di sekolah juga terbatas harus
dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan mata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan.
Tenaga di sekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya
didayagunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran.
e. Prinsip efektifitas
Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan murah, keberhasilannya harus
diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena pengembangan kurikulum tidak dapat
dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Misal, keterbatasan fasilitas
ruangan, peralatan dan sumber keterbacaan, harus digunakan secara tepat guna oleh siswa dalam
rangka pembelajaran, yang kesemuanya demi untuk meningkatkan efektivitas atau keberhasilan
siswa.
1. Prinsip Khusus
Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-
komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan
mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka
pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:
1) Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen – dokumen
lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan
2) Survei mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan yang dikirimkan melalui
angket atau wawancara dengan mereka
3 Survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpunmelalui angket,
wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para
perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal:
Proses belajar – mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat – alat bantu
pengajaran yang tepat.
1) Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat
tersebut tidak ada apa penggantinya?
2) Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan: bagaimana pembuatannya,
siapa yang membuat, pembiayaannya, waktu pembuatan?
3) Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul,
paket belajar, dan lain – lain?
4) Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?
5) Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.
1) Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah – langkah sebagai berikut:
Ketika prinsip-prinsip khusus ini tidak terlaksana maka kurikulum tidak memiliki acuan,
isi/tujuan kurikulum bertolak belakang (tidak searah) dengan tujuan pendidikan, sehingga
kurikulum tidak berkembang dan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang lebih baik.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan,
dalam secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Salah satu contoh
kurikulum yang berdasarkan atas struktur pengetahuan adalah Man A Course of Study (MACOS).
MACOS adalah kurikulum untuk sekolah dasar, terdiri atas buku – buku, film, poster, rekaman,
permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan
penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan pengarahan dan
bimbingan Brunner. Sasaran utama kurikulum MACOS adalah perkembangan kemampuan
intelektual, yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan
memberikan serangkaian cara kerja yang memungkinkan anak walaupun dengan cara sederhana
mampu menganalisis kehidupan sosial.
1. Bertujuan untuk pemberian ide pengetahuan yang solid serta melatih para siswa
menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”.
2. Metode yang paling sering digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri.
3. Materi/ide-ide diberikan oleh guru yang kemudian dielaborasi oleh siswa sampai
terkuasai, dengan proses sebagai berikut: konsep utama disusun secara sistematis, kemudian
dikaji, selanjutnya dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara
pemecahannya.
Pola – pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis diantaranya sebagai
berikut:
1. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep suatu pelajaran yang
dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
2. Unifyied atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun
dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran displin
ilmu.
3. Integrated curriculum yaitu sama halnya dengan unifyied curriculum, namun yag
membedakan pada integrated curriculum tidak nampak lagi displin ilmunya. Bahan ajar
diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupa tertentu.
4. Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan
masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yag diperoleh dari berbagai displin ilmu.
B. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam
masyarakat. Pada kurikulum ini, pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama,
interaksi, dan kerja sama. Kerja sama dan interaksi yag terjadi bukan hanya antara guru dan
siswa, melainkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan serta siswa dengan
sumber belajar lainnya.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920an. Harold
Rug melihat adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Rug menginginkan
siswa dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah – masalah sosial sehingga diharapkan
dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.
Theodore Brameld, pada awal tahu 1950-an menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi
sosial. Untuk melaksanakan hal itu, sekolah mempunyai kewajiban membantu individu
mengembangkan kemampuan sosialnya dan membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya
dalam kegiatan sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen – komponen yang sama dengan model
kurikulum lain tetapi isi dan bentuk – bentuknya berbeda. Komponen – komponen kurikulum
rekonstruksi sosial adalah sebagai berikut:
Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada kebergantungan antara
seorang dengan lainnya, tidak ada kompetisi, yag ada adalah kerjasama, pengertian dan
konsensus.
c) Evaluasi.
Siswa dilibatkan dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
C. Kurikulum Teknologis
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut
mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah
menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring
dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film
slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya. Penerapan teknologi dalam bidang
pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
1. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada
bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi
dan efektivitas pendidikan.
2. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology).Pada
bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran
dengan menggunakan pendekatan sistem.
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus,
yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
2. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada
tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ktsp berdasarkan ketiga model kurikulum tersebut di atas.
Dari ketujuh tahapan ini ada beberapa tahapan yang memiliki kelemahan yaitu:
tahap keempat pelakasaan uji coba kurikulum dilapangan
pelaksanaan uji cobanya tidak merata pada seluruh sekolah yang lokasinya sulit dijangkau,
amemerlukan biaya yang sangat banyak,dan juga keterbatasan tenaga kerja dan keterbatasan
fasilitas.
Dalam pelaksanaannya kadangkala tidak sesuai antara teori dan praktek dilapangan
Contoh: dalam pelaksanaan RPP dimungkinkan dalam penyampaian materi atau pelaksanaan
pembelajaran tidak sesuai dengan RPP yang telah dirancang, hal ini bisa disebabkan karena
faktor waktu, guru, siswa, maupun lingkungan, dan kebanyakan guru membuat RPP itu hanya
sekedar formalitas (untuk melunasi kewajibannya sebagai guru yang akan diserahkan kepada
kepala sekolah untuk mendapatkan tunjangan.