Anda di halaman 1dari 5

BIOGRAFI NABI HUD

Nabi Hud merupakan keturunan dari suku 'Aad (‫)عاد‬, suku yang hidup di jazirah Arab, disuatu tempat
yang bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah
kaum penyembah berhala bernama Shamud, Shada, dan al-Haba. Mereka termasuk suku yang
tertua sesudah kaum Nuh. Mereka dikaruniai oleh Allah (‫ )هللا‬tanah yang subur, dengan sumber-
sumber air yang memudahkan mereka untuk bercocok tanam.

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh (‫)نوح‬, kaum Hud, yaitu suku 'Aad tidak mengenal Allah sebagai
Tuhannya. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang
disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaannya dapat memberi kebahagiaan,
kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan
agama Nabi Idris a.s. (‫ )إدريس‬dan Nabi Nuh a.s. (‫ )نوح‬sudah tidak dijalankan lagi.

Dakwah Nabi Hud

Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Aad kepada tanda-tanda
wujudnya Allah yang berupa alam sekitar mereka dan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka
semua dan mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup. Dia-lah yang seharusnya
mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri.

Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa
mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka serta menghidupkan
dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan
upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntun mereka ke jalan yang benar.
Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap
menutup telinga dan mata mereka, mengingatkan perihal kaum Nabi Nuh yang ditimpa azab Allah
serta meminta mereka untuk berhenti dari menyembah berhala.

Bagi kaum 'Aad, seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan sesuatu yang tidak pernah mereka
dengar ataupun duga. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah
cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi
dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka
sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan
kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dapat dimengerti
dan diterima oleh akal pikiran mereka.

Pembalasan Allah atas kaum 'Aad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum 'Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam
dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang dan kebun mereka. Dalam
keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu
permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada
mereka untuk sadar akan kesesatan dan kekafiran mereka dan kembali beriman kepada Allah
dengan meninggalkan persembahan mereka yang batil untuk kemudian bertaubat dan memohon
ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dan menghindari mereka dari bahaya
kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mau percaya dan menganggap janji

1
Nabi Hud itu adalah janji kosong. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka
memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.

Tentangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat
jawaban dengan datangnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan
awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira,
karena mengira bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang dan menyirami kebun mereka
yang sedang mengalami kekeringan. Melihat sikap kaum 'Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah
Nabi Hud dengan nada mengejek: Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu
tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah kujanjikan
dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan
kamu dusta.

Sejurus kemudian menjadi kenyataan apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahwa bukan hujan
yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin topan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi
gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan rumah dari dasarnya, membawa
berterbangan semua perabotan dan harta benda serta melempar jauh binatang-binatang ternak.
Keadaan kaum 'Aad menjadi panik, mereka berlari kesana-sini, hilir-mudik mencari perlindungan.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari
bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali menjadi tenang dan tanah Al-
Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum 'Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya
berhijrah ke Hadramaut, dimana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan
dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit, di suatu tempat
lebih kurang 50 km dari kota Siwun selalu dikunjungi para peziarah yang datang dari sekitar daerah
itu, terutama pada bulan Syaaban.

Kisah Nabi Hud as - Diutus Untuk Kaum 'Ad

Hud (Bahasa Arab ‫( )هود‬sekitar 2450-2320 SM) adalah seorang nabi yang diutus untuk Kaum 'Ad yang
tinggal di al-Ahqaf, Rubu' al-Khali-Yaman. Namanya disebutkan sebanyak 7 kali dalam Al-Quran. Nabi
Hud 'alaihis salam hidup sekitar 150 tahun dan diutus menjadi rasul pada tahun 2400 SM.
Diriwayatkan ia wafat di Timur Hadhramaut, Yaman.

Nabi Hud ‘alaihis salam tinggal di negeri Yaman, di sebuah tempat yang bernama Al Ahqaaf (bukit-
bukit berpasir), di sana tinggal kaum ‘Aad pertama yang nasab mereka sampai kepada Nabi Nuh.
Hud bin Abdullah bin Ribah bin Khulud bin Ad bin Aus bin Irim bin Syam bin Nuh.

Nabi Hud merupakan keturunan dari suku 'Aad (‫)عاد‬, suku yang hidup di jazirah Arab, disuatu tempat
bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah kaum
penyembah berhala bernama Shamud, Shada, dan al-Haba. Mereka termasuk suku yang tertua
sesudah kaum Nuh. Mereka dikaruniai oleh Allah (‫ )هللا‬tanah yang subur, dengan sumber-sumber air
yang memudahkan mereka bercocok tanam.

Kelebihan kaum 'Aad (‫)عاد‬

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh (‫)نوح‬, kaum Hud, yaitu suku 'Aad tidak mengenal Allah sebagai
Tuhannya. Ajaran dan agama Nabi Idris a.s. (‫ )إدريس‬dan Nabi Nuh a.s. (‫ )نوح‬sudah tidak dijalankan
lagi.

2
Mereka tinggal di rumah-rumah yang memiliki tiang-tiang yang besar sebagaimana difirmankan Allah
Subhanahu wa Ta’ala: “(Yaitu) penduduk Iram (ibu kota tempat tinggal kaum ‘Aad) yang mempunyai
bangunan-bangunan yang tinggi–Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-
negeri lain,” (QS. Al Fajr: 7-8)

Mereka juga membangun istana-istana dan benteng-benteng yang tinggi dan membanggakan diri
dengan bangunan-bangunan itu. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main (bermewah-
mewah) –Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud agar kamu kekal (di dunia)?” (QS.
Asy Syu’ara: 128-129)

Mereka juga memiliki peradaban yang tinggi; mereka unggul dalam bidang pertanian karena
melimpahnya air yang segar kepada mereka, di samping mereka memiliki harta dan binatang ternak
yang banyak. Tempat mereka ketika itu menjadi ladang yang subur dan hijau, penuh dengan kebun-
kebun yang indah dan mata air.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengaruniakan kepada mereka bentuk fisik yang berbeda dengan
yang lain, badan mereka tinggi dan kuat. Apabila mereka berperang atau menyerang suatu kaum,
maka mereka dapat memenangkan peperangan itu dan serangan mereka begitu mengerikan. Hal ini
sebagaimana firman AllahTa’ala menyebutkan perkataan Nabi Hud kepada mereka, “Dan apabila
kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang yang kejam dan bengis.–Maka
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan bertakwalah kepada Allah yang telah
menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui.–Dia telah menganugerahkan kepadamu
binatang-binatang ternak, dan anak-anak,–Dan kebun-kebun dan mata air,” (QS. Asy Syu’ara: 130-
134)

Kesesatan kaum 'Aad (‫)عاد‬

Meskipun nikmat-nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada mereka begitu banyak,
namun kaum 'Aad (‫ )عاد‬tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan mereka
menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mereka sembah patung-patung, dan mereka adalah kaum yang
pertama menyembah patung setelah banjir besar zaman Nabi Nuh. Sebagaimana firman Allah, “Dan
ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang
berkuasa) setelah lenyapnya kaum Nuh, dan Allah telah melebihkan kekuatan tubuh dan
perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah agar kamu mendapat
keberuntungan.” (Terj. Al A’raaf: 69)

Tidak hanya itu, mereka juga mengerjakan berbagai maksiat dan dosa serta mengadakan kerusakan
di bumi, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Hud ‘alaihis salam kepada mereka untuk
menunjukkan jalan yang lurus; Beliau mengajak mereka menyembah hanya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala saja dan melarang mereka berbuat syirk dan melakukan berbagai kemaksiatan.

Dakwah Nabi Hud 'alaihis salam

Nabi Hud memulai dakwahnya dengan mengingatkan mereka agar bersyukur kepada Allah atas
nikmat-nikmat-Nya yang diberikan-Nya kepada mereka, Beliau berkata kepada mereka, “Wahai
kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia.
Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al A’raaf: 65)

Mereka pun bertanya-tanya tentang keadaan diri Nabi Hud ‘alaihis salam, “Siapakah sebenarnya
engkau wahai Hud sehingga mengatakan kata-kata seperti itu?” Hud menjawab, “Sesungguhnya aku

3
adalah rasul yang dapat dipercaya bagimu—Oleh karena itu, bertakwalah kamu kepada Allah dan
taatilah aku.” (QS. Asy Syu’ara: 125-126)

Maka kaumnya membantahnya dengan kasar dan sombong sambil berkata, “Sesungguhnya Kami
benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap
kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. Al A’raaf: 66)

Hud menjawab, “Wahai kaumku! Tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi aku ini
adalah utusan dari Tuhan semesta alam.– Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu
dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.”(QS. Al A’raaf: 67-68)

Kaumnya pun semakin sombong di samping menolak dengan keras beribadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, mereka berkata kepada Nabi Hud ‘alaihis salam, “Wahai Hud! Kamu tidak
mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai
kamu–Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan
penyakit gila atas dirimu…dst.” (QS. Huud: 53-54)

Meskipun begitu Nabi Hud ‘alaihis salam tetap bersabar dan mengajak mereka untuk mengikuti
kebenaran. Beliau mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat Allah kepada mereka dengan harapan
mereka mau bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meminta ampunan kepada-Nya. Beliau
berkata kepada mereka, Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa
yang kamu ketahui.–Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-
anak,–Dan kebun-kebun dan mata air,” (QS. Asy Syu’ara: 131-134)

Beliau juga berkata: “Wahai kaumku! Mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-
Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan
kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Huud: 52)

Nabi Hud ‘alaihis salam tidak mendapatkan kaumnya selain sebagai manusia yang telah mati hatinya
dan telah menjadi keras seperti batu, memegang teguh kesesatan dan penyimpangannya dan tetap
kokoh menyembah patung. Mereka juga membalas nasihatnya dengan tindakan zalim dan olok-
olokkan, sehingga Nabi Hud berkata kepada mereka, ” Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan
saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan,–dengan yang lain, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan
janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.–Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku
dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-
ubunnya–Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus–Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya
kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu
tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha
pemelihara segala sesuatu.” (QS. Huud: 54-57)

Azab dari Allah atas kaum 'Aad

Ajakan kepada kebenaran yang disampaikan Nabi Hud as tidak digubris kaumnya. Mereka tetap saja
menyombongkan diri dan membanggakan diri dengan kekuatannya, dan mereka berkata dengan
sombongnya, “Siapakah yang lebih kuat kekuatannya daripada kami?” (QS. Fushshilat: 15)

Mereka juga mengolok-olok Nabi Hud dan meminta kepadanya agar disegerakan azab. Mereka
berkata,

4
“Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang yang
benar.” (Terj. Al A’raaf: 70)

Hud pun menjawab, “Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu.
Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu
beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk
itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yamg menunggu bersama
kamu”. (QS. Al A’raaf: 71)

Bencana kekeringan

Maka mulailah azab Allah datang kepada kaum ‘Aad. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan
kepada mereka hawa yang panas yang membuat sumur-sumur dan sungai-sungai menjadi kering,
tanaman dan buah-buahan menjadi mati, hujan pun berhenti turun dalam waktu yang cukup lama,
lantas kemudian datang awan yang besar. Ketika mereka melihatnya, mereka bergembira dan
mengira bahwa mereka akan diberikan curahan hujan, mereka berkata, “Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami.”

Mereka mengira bahwa awan itu akan datang membawa kebaikan untuk mereka, menghilangkan
haus dahaga mereka, memberi minum hewan-hewan mereka dan menyirami kebun dan tanaman-
tanaman mereka. Padahal awan itu datang membawa azab bagi mereka.

Bencana angin kencang

Mereka pun ditimpa angin yang kencang yang terus menimpa mereka selama tujuh malam delapan
hari tanpa henti, yang membinasakan segala sesuatu yang ada di hadapannya sehingga mereka
semua binasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka ketika mereka melihat azab itu berupa
awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, “Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami.” (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta agar datang dengan
segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih,”–Yang menghancurkan segala sesuatu
dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas)
tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (QS. Al
Ahqaaf: 24)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersamanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka Kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang
bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami, dan mereka bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raaf: 72)

Hud ‘alaihis salam pun pergi bersama orang-orang yang beriman ke tempat yang lain; yang di sana
mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman
telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca
kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum 'Aad pergilah Nabi Hud
meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, dimana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya
sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah
bukit, di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun selalu dikunjungi para peziarah yang
datang dari sekitar daerah itu, terutama pada bulan Syaaban.

Anda mungkin juga menyukai