Anda di halaman 1dari 64

Hubungan Merokok dan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah

pada Pasien Hipertensi

M. Ramadhani Firmansyah1, Rustam2


1,2
Program Studi NERS, STIK Siti Khadijah Palembang
Email: ramadhanifirmansyah@yahoo.com

Abstract: The Correlation Between Smoking and Consumption Coffee to Blood Sugar Level
on Hypertension Patient. Hypertension is a situation where blood pressure someone was sitting
on normal. Hypertension ranked 1 of 14 not an infectious disease at Public Health Centre Pembina
Palembang in 2015, as much as 3054. Risk factors cause hypertension there are a smoking habit
and consumption coffee. This study aims to understand relations smoking and consumption coffee
toward blood pressure on a patient hypertension at Public Health Centre Pembina Palembang in
2016. The research is quantitative analytic survey through cross sectional approach.The total
number of respondents were 68 respondents through purposive sampling technique.Analysis of
data in this study using chi-square statistic. This research result indicates that there was a smoking
(p-value=0.014) and consumption coffee (p-value=0.017) with blood pressure in a patient
hypertension public Health Centre Palembang in 2016. It's hoped that the patient's hypertension
should quit smoking and consumption coffee, so should improve the standard of health and
lowered the incidence of Hypertension.

Keywords: Hypertension, Smoking, Consumption of coffee

Abstrak: Hubungan Merokok dan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada di atas
normal. Hipertensi menduduki peringkat 1 dari 14 Penyakit Tidak menular (PTM) di Puskesmas
Pembina Palembang yaitu berjumlah 3054 pada tahun 2015. Faktor resiko penyebab hipertensi
antara lain Kebiasaan merokok, dan konsumsi kopi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan merokok dan konsumsi kopi dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas
Pembina Palembang tahun 2016.Jenis penelitian ini adalah Kuantitatif yang bersifat Survey
Analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional.Jumlah responden sebanyak 68
responden di ambil dengan teknik Pusposive Samping.Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode Chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada Hubungan
merokok (p-value=0,014) dan Konsumsi kopi (p-value=0,017) dengan tekanan darah pada pasien
Hipertensi di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2016. Diharapkan pasien hipertensi dapat
berhenti merokok, dan konsumsi kopi, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan serta dapat
menurunkan angka kejadian Hipertensi.

Kata kunci: Hipertensi, Merokok, Konsumsi kopi

Penyakit degeneratif menjadi pembicaraan jantung, gagal jantung, dan merupakan penyebab
hangat di berbagai media massa. Penyakit ini utama gagal ginjal kronik (Rudianto, 2013).
bahkan bukan hanya menjadi pembicaraan World Health Organization (WHO, 2011)
kalangan praktisi kesehatan, tetapi sudah menjadi menunjukkan bahwa sekitar 972 juta orang atau
pembicaraan bagi khalayak umum. Penyebab 26.4 % di dunia mengidap hipertensi dan akan
utama yang mempercepat munculnya penyakit terus meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025.
degeneratif adalah Gaya Hidup yang tidak sehat. Hipertensi merupakan salah satu penyebab
Salah satu penyakit degeneratif tersebut adalah kematian di dunia, terdapat 7 juta orang
Hipertensi (Khasanah, 2012). meninggal dunia akibat hipertensi.
Hipertensi merupakan suatu keadaan Hipertensi masih menjadi tantangan besar
dimana tekanan darah seseorang berada di atas di Indonesia. Obat-obatan efektif banyak tersedia,
normal, atau optimal yaitu 120 mmHg untuk namun angka penderita tetap meningkat. Padahal
sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik. Hipertensi hipertensi merupakan faktor utama kerusakan
yang terjadi dalam jangka lama dan terus otak, ginjal dan jantung jika tidak terdeteksi sejak
menerus bisa memicu terjadinya stroke, serangan dini. Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi
Indonesia (InaSH) menyebutkan bahwa faktor

263
Firmansyah, Hubungan Merokok dan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah ... 264

kematian paling tinggi adalah hipertensi, maupun diastolikakan meningkat 10 mmHg.


menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini
penduduk Indonesia (InaSH, 2014). sampai 30 menit setelah berhenti menghisap
Menurut Kemenkes RI Pada tahun 2013 rokok. Sedangkan untuk perokok berattekanan
hipertensi merupakan 10 penyakit terbesar di darah akan berada pada level tinggi sepanjang
Indonesia yang menempati peringkat pertama. hari (Sheldon, 2005).
Pada tahun 2012 sebanyak 43,2% dari total Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi
penduduk Indonesia yang menderita hipertensi, saat ini masih kontroversial. Kopi mempengaruhi
dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan tekanan darah karena mengandung polifenol, kalium,
Penderita hipertensi menjadi 45,9% dari total dan kafein. Kafein memiliki efek yang antagonis
seluruh penduduk Indonesia. Jika saat ini jumlah kompetitif terhadap reseptoradenosin. Adenosin
penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa merupakan neuromodulator yang mempengaruhi
maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini
hipertensi (Kemenkes RI, 2013). berdampak pada vasokonstriksi danmeningkatkan
Penyakit hipertensi merupakan penyakit total resistensi perifer, yang akan menyebabkan
tidak menular (PTM) yang menduduki peringkat tekanan darah. Kandunagan kafein pada secangkir
pertama di provinsi sumatera selatan. Prevalensi kopi sekitar 80-125 mg (Palmer,2007).
penderita hipertensi pada tahun 2013 sebanyak Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan
62858 jiwa, ditahun 2014 tercatat sebanyak oleh Ainun (2012) tentang hubungan gaya hidup
70426 jiwa yang menderita hipertensi, dan tahun dengan kejadian hipertensi pada mahasiswa di
2015 sebanyak 79192 jiwa penderita hipertensi lingkup kesehatan Universitas Hasanuddin. Hasil
(Dinkes Sumatera Selatan, 2016). penelitian diperoleh variabel yang berhubungan
Berdasarkan data yang diperoleh dari dengan hipertensi adalah perilaku merokok (p-
Dinas Kesehatan Kota Palembang. Penderita value=0,000), kebiasaan olahraga (p-value=0,028),
Hipertensi tahun 2013 berjumlah 62.858 jiwa, konsumsi kopi (p-value=0,000), dan konsumsi
pada tahun 2014 berjumlah 70.426 jiwa, dan pada alkohol (p-value=0,002). Variabel yang tidak
tahun 2015 berjumlah 79.192 jiwa (Dinkes Kota berhubungan dengan hipertensi adalah stres (p-
Palembang, 2015). value=0,089). Kesimpulan dari penelitian bahwa ada
Berdasarkan data yang diperoleh dari hubungan perilaku merokok, kebiasaan olahraga,
profil Puskesmas Pembina palembang. Kasus konsumsi kopi, konsumsi alkohol dengan kejadian
Hipertensi menduduki peringkat 1 dari 14 hipertensi pada mahasiswa Universitas Hasanuddin.
Penyakit Tidak Menular (PTM) lainnya di Hasil Penelitian juga dilakukan oleh
puskesmas Pembina. Penderita hipertensi pada Syarwendah (2014) tentang hubungan gaya hidup
tahun 2014 berjumlah 2871 penderita, sedangkan dengan tekanan darah pada pasien Hipertensi di
pada tahun 2015 sebanyak 3054 penderita poliklinik penyakit dalam RSI Siti Khadijah
hipertensi (Profil Puseksmas Pembina, 2015). Palembang, hasilnya ada hubungan antara kebiasaan
Beberapa faktor resiko yang dapat merokok dengan tekanan darah pada pasien
menyebabkan hipertensi yaitu faktor yang tidak hipertensi (p-value=0,013). Ada hubungan antara
dapat dimodifikasi antara lain usia lanjut, adanya aktivitas fisik dengan tekanan darah pada pasien
riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga, dan Hipertensi (p-value=0,013), tidak ada hubungan
Jenis kelamin, faktor yang dapat dimodifikasi antara antara konsumsi alkohol dengan tekanan darah pada
lain kelebihan berat badan yang diikuti dengan pasien hipertensi (p-value=0.544). Kesimpulannya
kurangnya olahraga, merokok, konsumsi alkohol, adalah Ada Hubungan antara kebiasaan merokok,
konsumsi kopi dan natrium (Palmer, 2007). dan aktivitas fisik dengan tekanan darah pada pasien
Terjadinya hipertensi disebabkan oleh hipertensi.
beberapa faktor yang saling mempengaruhi, dimana Berdasarkan penjelasan di atas diketahui
faktor utama yang berperan dalam patofisiologi bahwa faktor resiko yang mempengaruhi tekanan
adalah faktor yang dapat dimodifikasi yaitu Merokok darah pasien hipertensi adalah merokok, dan
dan Kopi (Endang, 2014). Konsumsi kopi, sehingga peneliti tertarik
Rokok mengandung ribuan zat kimia meneliti hubungan merokok dan konsumsi kopi
berbahaya bagi kesehatan tubuh, diantaranya dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di
yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Zat Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2016.
kimia tersebut yang masuk ke dalam aliran darah
dapatr merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteridan mengakibatkan proses aterosklerosis
dan hipertensi (Nurkhalida, 2003). Seseorang
merokok dua batang maka tekanan sistolik
265 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 263-268

METODE Berdasarkan tabel 2 diperoleh responden yang


perokok dengan tekanan darah tidak terkontrol
Penelitian ini menggunakan metode sebanyak 29 responden (70,7%), lebih banyak
analitik dengan pendekatan cross sectional dibandingkan bukan perokok dengan tekanan darah
dengan tujuan untuk mengetahui hubungan tidak terkontrol yaitu 11 responden (40,7%), Hasil
merokok dan konsumsi kopi dengan tekanan analis menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai
darah pada pasien hipertensi. Penelitian ini p-value=0,014, menunjukkan terdapat hubungan
dilaksanakan di Puskesmas Pembina Palembang yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan
pada tanggal pada tanggal 4-9 April 2016. tekanan darah pada pasien hipertensi .
Populasi pada penelitian ini adalah semua
penderita hipertensi yang berkunjung ke Tabel 3. Hubungan Konsumsi Kopi dengan
Puskesmas Pembina Palembang, dan sampel Tekanan Darah pada Pasien
dalam penelitian ini sebanyak 68 responden Hipertensi
diambil menggunakan teknik purposive sampling. Tekanan darah
Konsumsi Tidak Jumlah
Terkontrol
Kopi terkontrol
HASIL n % n % n %
Mengkonsumsi 32 68,1 15 31,9 47 100
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tidak
8 38,1 13 61,9 21 100
Responden mengkonsumsi
p-value 0,020
Variabel Penelitian n %
OR 3,467
Jenis Kelamin
Pria 41 60,3
Wanita 27 39,7 Berdasarkan tabel 3, diperoleh responden
Tekanan Darah yang mengkonsumsi kopi dengan tekanan darah
Tidak terkontrol tidak terkontrol yaitu 32 responden (68,1%),
40 58,8
(TD ≥ 140/90 mmHg) lebih banyak dibandingkan responden tidak
Terkontrol mengkonsumsi kopi dengan tekanan darah tidak
28 41,2
(TD 120/80–139/89 mmHg) terkontrol sebanyak 8 responden (38,1%). Hasil
Kebiasaan Merokok analisis dengan uji Chi-square didapatkan nilai p-
Perokok 41 60,3 value=0,020 menunjukkan terdapat hubungan
Bukan perokok 27 39,7
yang signifikan antara konsumsi kopi dengan
Konsumsi Kopi
tekanan darah pada pasien hipertensi.
Mengkonsumsi 46 67,6
Tidak Mengkonsumsi 22 32,4

Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil bahwa PEMBAHASAN


dari 68 orang sebagian besar responden berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 41 (60.3%) responden, Dari hasil penelitian variabel penelitian
pasien hipertensi yang memiliki tekanan darah tidak kebiasaan merokok dengan tekanan darah pada
terkontrol sebanyak 40 (58.8%) responden, memiliki pasien hipertensi didapatkan nilai p-value 0,014
kebiasaan merokok sebanyak 41 (60,3%) responden, <α (0.05), hal ini menunjukan ada hubungan
dan mengkonsumsi kopi sebanyak 46 (67.6%) antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah
responden. pada pasien hipertensi di Puskesmas Pembina
Palembang tahun 2016. Nilai OR=3,515, hal ini
Tabel 2. Hubungan Kebiasaan Merokok menunjukkan bahwa pasien yang merokok
dengan Tekanan Darah pada Pasien beresiko 3,515 kali untuk tidak terkontrolnya
Hipertensi tekanan darah dibandingkan dengan pasien yang
Tekanan darah bukan perokok.
Kebiasaan Tidak Jumlah Penelitian ini sesuai dengan teori yang
Terkontrol dikemukakan oleh Casey & Benson (2012)
Merokok Terkontrol
n % n % n % mengatakan bahwa ada hubungan antara merokok
Perokok 29 70,7 12 29,3 41 100 dengan peningkatan risiko kardiovaskuler, tekanan
Bukan darah perokok melonjak berkali-kali sepanjang
11 40,7 16 59,3 27 100
perokok hari selama responden merokok. Sebagai contoh,
p-value 0,014 perokok dengan pre-hipertensi <140/90 mmHg
OR 3,515 sebenarnya mencapai hipertensi stadium 1 setiap
sekali merokok.
Firmansyah, Hubungan Merokok dan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah ... 266

Peningkatan ini terjadi karena nikotin yang otot, ketepatan waktu dan ketepatanberhitung
menyempitkan pembuluh darah sehingga memaksa berkurang. Kafein dapat merangsang pusat
jantung bekerja keras dan mengakibatkan tekanan vasomotor dan perangsangan langsung
darah meningkat. Rokok mengandung ribuan zat miokardium menyebabkan kenaikan tekanan
kimia berbahaya bagi kesehatan tubuh, diantaranya darah. Orang yang tidak mengkonsumsi kopi
yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Zat kimia memiliki tekanan darah yang lebihrendah
tersebut yangmasuk kedalam aliran darah dapat dibandingkan orang yang mengkonsumsi 1-3
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteridan cangkir per hari, dan orang yang mengkonsumsi
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi kopi 3-6 cangkir per hari memiliki tekanan darah
(Nurkhalida, 2003). tinggi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang Sumber lain juga menyebutkan bahwa kafein
dilakukan oleh Anggraini (2013) dengan judul mengikat reseptoradenosin di otak. Adenosin ialah
hubungan karakteristik pasien rawat jalan dengan nukleotida yang mengurangi aktivitas sel saraf saat
kejadian hipertensi di wilayah kerja puskesmas tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosin,
padang selasa bahwa ada hubungan kebisaan molekul kafein juga tertambat pada reseptor yang
merokok dengan tekanan darah pasien rawat sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan
jalan di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Selasa memperlambat aktivitas sel saraf/ otak, sebaliknya
(p-value=0,006). menghalangi adenosin untuk berfungsi. Dampaknya
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon
Syarwendah (2014) tentang hubungan gaya hidup adrenalin atau epinefrin terlepas. Hormon tersebut
dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan
Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Islam darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot,
Siti Khadijah Palembang, Hasilnya ada hubungan mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ
antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Pada
pada pasien hipertensi (p-value=0,013). dosis tinggi, adrenalin mempunyai efek
Menurut asumsi peneliti bahwa simpatomimetik yang menonjol yaitu dengan
peningkatan tekanan darah pada perokok kontraksi semua pembuluh, tahanan periferakan naik
disebabkan karena kebiasaan merokok responden dan dengan ini baik tekanan sistolik maupun tekanan
yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, diastolikakan naik juga (Siswono, 2001).
bahkan ada responden bisa menghabiskan lebih Penelitian ini juga sejalan dengan teori James
dari 20 batang rokok per hari, sehingga akan (2004). Efek stimulan kafein tergantung dari kadar
menyebabkan penumpukan zat berbahaya di kafein dalam plasma. Kenaikan tekanan darah yang
dalam darah dan dapat menyebabkan berbagai terjadi pada setiap penambahan konsumsi kopi
penyakit salah satunya penyakit kardiovaskuler (cangkir) berbanding terbalik dengan jumlah kopi
karena zat nikotin yangmasuk kedalam aliran yang sudah dikonsumsi. Hal tersebut berarti
darah dapat merusak lapisan dinding pembuluh kenaikan tekanan darah yang terjadisetelah
darah arteridan mengakibatkan proses meminum kopi pada cangkir yang kedua atau
aterosklerosis dan hipertensi. ketiga akan lebih rendah dibandingkan saat
Hasil penelitian variabel konsumsi kopi meminum kopi pada cangkir yang pertama. Efek
pada pasien hipertensi didapatkan nilai p- tersebut terjadi karena reseptor adenosin yang
value0,020<α (0.05), hal ini menunjukan ada ada sudah jenuh dengan konsentrasi kafein dari
hubungan antara kebiasaan merokok dengan kopi yang dikonsumsi pertama kali kafein yang
tekanan darah pada pasien hipertensi di dikonsumsi setiap hari hanya menyebabkan efek
Puskesmas Pembina Palembang tahun 2016. toleransi secara parsial. Kafein tetap memberikan
Nilai OR=3,467, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan tekanan darah, baik pada
pasien yang mengkonsumsi kopi beresiko 3,467 populasi yang tidak terbiasa minum kopi,
kali untuk tidak terkontrolnya tekanan darah peminum ringan, sedang ataupun berat.
dibandingkan dengan pasien yang tidak Berdasarkan penelitian yang pernah
mengkonsumsi kopi. dilakukan oleh Ainun (2012) tentang hubungan
Penelitian ini sesuai dengan teori Palmer, gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada
(2007). Kopi dapat mempengaruhi tekanan darah mahasiswa di lingkup kesehatan Universitas
karena mengandung Polifenol, Niacin, dan Hasanuddin. Hasil penelitian diperoleh ada
Kafein. Kafein memiliki efek merangsang sistem hubungan konsumsi kopi (p-value=0,000) dengan
syarat pusat(SSP), Perangsangan pada SSP kejadian hipertensi pada mahasiswa di Lingkup
menimbulkan perasaan tidak mengantuk,tidak Kesehatan Universitas Hasanuddin tahun 2012.
begitu lelah,serta daya pikir lebih cepat dan lebih Menurut asusmi peneliti peningkatan tekanan
jernih, tetapisebaliknya kemampuan koordinasi darah pada pasien hipertensi dengan konsumsi kopi
267 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 263-268

disebabkan karena salah satu zat yang terkandung 3. Distribusi frekuensi responden yang
dalam kopi yaitu kafein yang mengandung zat aditif. mengkonsumsi kopi yaitu 46 responden
Zat ini akan berbahaya bagi penderita Hipertensi. (67,6%), lebih banyak dibandingkan dengan
Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil responden yang tidak mengkonsumsi kopi yaitu
alih reseptoradenosin dalam sel saraf yang akan 22 responden (32,4%).
memacu produksi hormon adrenalin dan 4. Ada hubungan antara kebiasaan merokok
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Kafein dengan tekanan darah pada pasien Hipertensi di
tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf/ otak, Puskesmas Pembina Palembang tahun 2016 (p-
sebaliknya menghalangi adenosin untuk berfungsi. value=0,014).
Dampaknya aktivitas otak meningkat dan 5. Ada hubungan antara Konsumsi Kopi dengan
mengakibatkan hormon adrenalin atau epinefrin tekanan darah pada pasien Hipertensi di
terlepas. Hormon tersebut akan menaikkan detak Puskesmas Pembina Palembang tahun 2016 (p-
jantung, meninggikan tekanan darah. value= 0,020).

SIMPULAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di Diharapkan kepada pihak Puskesmas


Puskesmas Pembina Palembang pada tanggal Pembina Palembang untuk lebih meningkatkan
pada tanggal 4-9 April 2016 diketahui bahwa: pelayanan kesehatan terutama peningkatan di
1. Distribusi frekuensi responden dengan tekanan bidang Preventif dan Promotif melalui
darah tidak terkontrol yaitu 40 responden (58,8), penyuluhan minimal 1 bulan sekali tentang
lebih banyak dibandingkan dengan tekanan pencegahan penyakit hipertensi agar dapat
darah terkontrol yaitu 28 responden (41,2%). meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
2. Distribusi Frekuensi responden dengan bahaya penyakit hipertensi, serta mencegah
kebiasaan merokok yang paling banyak berada komplikasi bagi responden yang berisiko
di perokok yaitu 41 responden (60,3%), menderita hipertensi maupun yang sudah
dibandingkan dengan bukan perokok yaitu 27 menderita hipertensi dengan cara menerapkan
responden (39,7%). pola hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Ainun. 2012. Hubungan Gaya Hidup dengan James J.E. 2004. Critical Review of Dietary
Kejadian Hipertensi pada Mahasiswa di Caffeine and Blood Pressure: A
Lingkup Kesehatan Universitas Hasanuddin. RelationshipThat Should Be Taken More
Skripsi. Universitas Hasanuddin: Makasar. Seriously. Psychosomatic Medicine.
Anggraini. 2013. Hubungan Karakteristik Pasien 66:63–71.
Rawat Jalan dengan Kejadian Hipertensi di Kementrian Kesehatan. 2013. Laporan Nasional
Wilayah Kerja Puskesmas Padang Selasa Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Tahun 2013. Skripsi. STIK Bina Husada. 2013. Badan Litbangkes, Depkes RI.
Palembang. Jakarta.
Casey dan Benson. 2012. Menurunkan Tekanan Khasanah, Nur. 2012. Waspadai Beragam
Darah. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Penyakit Degeneratif Akibat Pola Makan.
Dinkes Kota Palembang. 2015. Profil Kesehatan Jakarta Selatan: Laksana.
Kota Palembang Tahun 2015. Nurkhalida. 2003. Warta Kesehatan Masyarakat.
Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. 2016. Profil Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Palmer, A. 2007. Simpel Guide Tekanan Darah
Tahun 2016. Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Endang, T. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Profil Puskesmas Pembina. 2015. Laporan
Penderita Hipertensi Secara Terpadu, Jumlah Penderita Hipertensi. Palembang.
Yogyakarta: Graha Ilmu. RSI Siti Khadijah. 2016. Laporan Data Jumlah
Indonesian Society of Hypertension. 2014. Penderita Hipertensi di RSI Siti Khadijah.
INASH Scientific Meeting Ke-8 dan Tips Palembang.
Hipertensi INASH: Hipertensi Menduduki Rudianto & Budi F. 2013. Menaklukkan
Penyebab Kematian Pertama di Indonesia. Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta:
Sakhasukam.
Firmansyah, Hubungan Merokok dan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah ... 268

Sheldon, G., dkk. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Syarwendah. 2014. Hubungan Gaya Hidup
Mengatasi TekananDarah Tinggi. Jakarta: dengan Tekanan Darah pada Pasien
PT. Intisari Mediatama. Hipertensi di Poliklinik Penyakit dalam
Siswono. 2001. Bahaya Kolesterol Tinggi. RSI Siti Khadijah Palembang. 14(9): 23-30.
www.gizi.net (Diakses pada 10 Januari World Health Organization. 2011.
2016). Noncommunicable Diseases. Genewa,
Switzerland.
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI KABUPATEN
TULANG BAWANG
Tori Rihiantoro*, Muji Widodo**
*Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang
**Alumnus STIKES Mitra Lampung

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal,
dimana tekanan darah dikategorikan tinggi 140/90 mmhg. Penyakit hipertensi disebabkan karena pola
makan yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik. 25 dari 32 penderita hipertensi mempunya kebiasaan
pola makan buruk dan 23 dari 32 penderita hipertensi melakukan aktivitas fisik ringan <600Mets-
min/minggu. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi di Puskesmas Tulang Bawang I tahun 2017. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan
metode pendekatan “ restrospektif” populasi penelitian adalah penderita hipertensi sejumlah 267
responden. Teknik sampel yang digunakan simple random sampling analisa data menggunakan uji chi
square. Hasil penelitian menunjukan distribusi frekuensi hipertensi 32 responden (50,0%) sebanyak 25
(86,2%) mempunyai pola makan buruk, sebanyak 23 (67,9%) melakukan aktivitas ringan < 600Mets-
min/minggu. Hasil uji chi square diperoleh data hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi dengan
p-value=0,000 dan ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi dengan p-value=0,005.
Diharapkan pada pihak terkait khususnya Puskesmas Tulang Bawang I untuk menggalakan senam
bersama bagi kelompok masyarakat beresiko hipertensi dan mengadakan penyuluhan tentang pentingnya
pencegahan hipertensi dengan berbagai metode dan media.

Kata Kunci: Pola Makan , Aktivitas Fisik, Hipertensi

LATAR BELAKANG orang di dunia yang meninggal akibat


gangguan kardiovaskular. Prevalensi
Hipertensi merupakan salah satu hipertensi di negara maju maupun negara
penyakit yang mengakibatkan kesakitan berkembang masih tergolong tinggi,
yang tinggi. Hipertensi atau penyakit darah adapun prevalensi hipertensi di negara
tinggi adalah gangguan pada pembuluh maju adalah sebesar 35% dari populasi
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dewasa dan prevalensi hipertensi di negara
dan nutrisi yang dibawa oleh darah berkembang sebesar 40% dari populasi
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang dewasa. Adapun prevalensi hipertensi yang
membutuhkannya. Secara umum, tertinggi terdapat di Amerika, yaitu sebesar
hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa 46% dari populasi dewasa dan di
gejala, dimana tekanan darah yang tinggi perkirakan 1 milyar penduduk didunia
di dalam arteri menyebabkan menderita hipertensi dan di prediksi pada
meningkatnya risiko terhadap penyakit- tahun 2025 ada sekitar 29% jiwa didunia
penyakit yang berhubungan dengan yang akan menderita penyakit hipertensi
kardiovaskuler seperti stroke, gagal ginjal, (Julia. dkk, 2016).
serangan jantung, dan kerusakan ginjal Menurut National Health and
(Sutanto, 2010 dalam Widyaningrum, Nutrition Examination Survey (NHNE)
2012). sedikitnya 30 % penderita hipertensi tidak
World Health Organization (WHO) menyadari kondisi mereka, dan hanya 31
tahun 2013 menyebutkan bahwa penyakit % pasien yang menyadari penyakitnya dan
hipertensi diketahui sering menimbulkan mencapai target di bawah 140/90 mmhg.
penyakit kardiovaskular, ginjal dan stroke. Pada tahun 2006 American Hypertension
Telah terdapat 9,4 juta orang dari 1 milyar Association melakukan penelitian dan di

[159]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

temukan hanya 68 % penderita hipertensi disemua umur. Menurut National Institutes


yang tahu bahwa mereka menderita For Health USA (NIH,1998), prevalensi
penyakit tersebut dan sisanya mengatakan tekanan darah tinggi pada orang dengan
tidak tahu (Triyanto, 2014). Indeks Massa Tubuh (imt) >30 (obesitas )
Berdasarkan data epidemiologi adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
tahun 2013 prevalensi hipertensi dinegara wanita, dibandingkan dengan prevalensi
maju masih merupakan masalah global 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi
yang menjadi masalah kesehatan, di yang memiliki IMT <25 (status gizi normal
Amerika Serikat prevalensi hipertensi menurut standar internasional). Dalam
menempati urutan pertama penyebab sebuah penelitian Harvard terhadap lebih
kematian pada kelompok usia > 60 tahun dari 40.000 laki-laki, para peneliti
yang berhubungan dengan penyakit menemukan bahwa asupan serat tinggi
degeneratif,sebesar 4 juta orang setiap berpengaruh terhadap penurunan sekitar
tahun. Adapun di Rusia hipertensi pada 40% resiko penyakit jantung koroner,
klompok usia > 60 tahun sebesar 1-2 juta dibandingkan dengan asupan rendah serat.
orang setiap tahun dan di Jepang hipertensi Studi lain pada lebih dari 31.000 orang
merupakan penyebab utama gangguan menemukan bahwa terjadi penurunan
jantung koroner pada usia > 60 tahun resiko penyakit jantung koroner nonfatal
(Hartono, 2013 dalam Arini. dkk, 2015). sebesar 44% dan mengurangi resiko
Dari data NHNES tahun 2013 di penyakit jantung koroner fatal sebesar 11%
perkirakan 30 % penduduk di Amerika bagi mereka yang makan roti gandum
dengan jumlah penduduk (± 50 juta jiwa) dibandingkan dengan mereka yang makan
menderita tekanan darah tinggi (≥140/90 roti putih. Aktivitas fisik atau olahraga
mmhg) dengan presentasi biaya kesehatan adalah salah satu cara untuk dapat menjaga
yang cukup besar setiap tahunya. Di tubuh tetap sehat, meningkatkan aktivitas
Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan fisik guan menghindari faktor resiko tulang
kesehatan yang lebih rendah, dengan kropos, dan mengurangi stres. Penelitian
jumlah pasien yang cukup besar yang tidak membuktikan bahwa orang yang
menyadari dan mematuhi minum obat berolahraga memiliki faktor resiko lebih
dengan kecenderungan perubahan sosial rendah untuk menderita penyakit jantung,
ekonomi dalam masyarakat Indonesia yang tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi.
berdampak pada budaya dan gaya hidup Orang yang beraktivitasnya rendah
masyarakat. Di dalam lingkup penyakit beresiko tekena hipertensi 30-50% dari
kardiovaskular, hipertensi menduduki pada yang aktif (Costas 2008, dalam
peringkat pertama dengan jumlah penderita Widyaningrum, 2012).
terbanyak (Triyanto, 2014) Prevalensi di Indonesia mencapai
Ada beberapa faktor penyebab 31,7 % dari populasi usia 18 tahun ke atas.
terjadinya hipertensi, antara lain Dari jumlah itu 60% penderita hipertensi
karakteristik individu ( usia, jenis kelamin, mengalami komplikasi stroke dan sisanya
faktor genetik), pola makan,stres, gaya mengalami penyakit jantung , gagal ginjal,
hidup (kurang aktivitas fisik) dan serta kebutaan. Hipertensi juga sebagai
kebiasaan merokok. Ditemukan penyebab kematian ke-3 setelah stoke dan
kecenderungan peningkatan prevalensi tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8%
menurut peningkatan usia dan biasanya dari proporsi penyebab kematian pada
pada usia > 40 tahun. Bertambahnya umur semua umur di Indonesia (Kemenkes, 2014
maka resiko terkena hipertensi menjadi Dari data dinas kesehatan Provinsi
lebih besar sehingga prevalensi hipertensi Lampung (2015) penyakit hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu menempati urutan pertama dari 10
40% dengan kematian sekitar diatas 65 penyakit terbesar. Data yang didapat
tahun. Namun berat badan dan pola makan adalah hipetrtensi (47 %), ISPA (15%),
juga merupakan faktor determinan pada demam (10%), penyakit telainga (7%),
tekanan darah kebanyakan kelompok etnik

[160]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

dyspenia (6%), diare (6%), DM (4%) Dan penyakit hipertensi. Faktor makanan
faringitis akut (3%). modern sebagai penyumbang utama
Puskesmas Tulang Bawang I terjadinya hipertensi Kelebihan asupan
merupakan salah satu Puskesmas dengan lemak mengakibatkan kadar lemak dalam
kasus hipertensi tertinggi dan selalu tubuh meningkat, terutama kolesterol yang
meningkat setiap tahunnya pada tahun menyebabkan kenaikan berat badan
2014 sebesar 556 orang, meningkat di sehingga volume darah mengalami
tahun 2015 sebesar 680 orang, dan kembali peningkatan tekanan yang lebih besar
meningkat di tahun 2016 sebesar 737 (Puspitorini. dkk, 2014 dalam Arini, 2015).
orang. Sedangkat di tahun 2017 pada bulan WHO (2011) menyatakan Faktor lain
Januari-Februari penderita hipertensi sudah yang menyebabkan hipertensi adalah
mencapai 267 orang, sedangkan di kurangnya aktivitas fisik. WHO
puskesmas lain seperti di Puskesmas menyatakan bahwa kurangnya aktivitas
Banjar Margo penderita hipertensi dari merupakan sebuah faktor resiko kunci
bulan Januari-Februari hanya 132 orang. utama terjadinya penyakit tidak menular
Hipertensi adalah salah satu penyakit seperti hipertensi, selain itu kurangnya
yang mengakibatkan kesakitan yang tinggi. aktifitas fisik juga merupakan faktor resiko
Hipertensi atau penyakit darah tinggi utama ke empat kematian diseluruh dunia.
adalah gangguan pada pembuluh darah Sekitar 3,2 juta orang meninggal setiap
yang mengakibatkan suplai oksigen dan tahun karena masalah kurangnya aktivitas
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat fisik (Wijaya. dkk. 2013)
sampai ke jaringan tubuh yang Menurut Penelitian yang dilakukan
membutuhkannya. Secara umum, oleh Siti Widyaningrum (2012), Rina
hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa Kundre, dkk (2015) dan Pujianta (2015)
gejala, dimana tekanan darah yang tinggi menyatakan bahwa ada hubungan pola
di dalam arteri menyebabkan makan dengan kejadian hipertensi.
meningkatnya risiko terhadap penyakit- Sedangkan Rumsari Mutiarawati (2009),
penyakit yang berhubungan dengan Hengli (2012) dan Mayasari, dkk (2015)
kardiovaskuler seperti stroke, gagal ginjal, menyatakan dalam penelitianya ada
serangan jantung, dan kerusakan ginjal hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
(Sutanto, 2010 dalam Widyaningrum). hipertensi.
Menurut Triyanto, (2014) Hipertensi Berdasarkan data yang diperolah dari
merupakan salah satu penyakit degeretatif. Puskesmas Tulang Bawang I diketahui
Umumnya tekanan darah bertambah secara hipertensi termasuk dalam 10 besar
perlahan dengan bertambahnya umur. penyakit dan hipertensi berada di urutan
Resiko untuk menderita hipertensi pada ke-2 dengan jumlah penderita sebanyak
populasi ≥55 tahun yang tadinya normal 267 orang pada bulan Januari-Februari.
adalah 90%. Sampai umur 55 tahun,laki- Dengan kondisi jumlah penyakit hipertensi
laki lebih banyak menderita hipertensi di Puskesmas Tulang Bawang I belum
dibanding perempuan. Hipertensi ini pada pernah di lakukan penelitian dan hal ini di
dasarnya memiliki sifat yang cenderung dukung dari hasil wawancara yang di
tidak stabil dan sulit untuk di kontrol, lakukan terhadap 25 orang pada tanggal
maka dapat menyebabkan terjadinya infark 13-14 Maret 2017 terdapat 12 orang (48
jantung, gagal ginjal, stroke dan kerusakan %) penderita menjawab memiliki
mata. kebiasaan sering mengkomsumsi makanan
Gaya hidup merupakan faktor gurih, cepat saji, santan,gorengan dan juga
penting yang mempengaruhi kehidupan daging, 9 orang (36%) mengatakan kurang
masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat melakukan aktivitas atau pun olahraga
dapat menjadi penyebab terjadinya secara teratur dan 4 (16%) berusia ≥ 50
hipertensi misalnya aktivitas fisik, stres, tahun.
dan Pola makan yang salah merupakan
salah satu faktor resiko yang meningkatkan

[161]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

METODE dilakukan analisis data secara univariat dan


bivariat menggunakan uji Chi Square
Penelitian ini menggunakan disain dengan Confidence Interval (CI) sebesar
penelitian survei analitik, dimana 95%.
penelitian ini mencoba menggali fenomena
tentang penyakit hipertensi yang terjadi di
wilayah Puskesmas Tulang Bawang 1. HASIL
Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan case control, dimana peneliti Analisis Univariat
berusaha melihat kebelakang (backward
looking) terhadap beberapa faktor yang Tabel 1: Distribusi Frekuensi Hipertensi
berhubungan dengan kejadian hipertensi (Kasus) Dan Tidak Hipertensi
meliputi pola makan dan aktivitas fisik. (Kontrol)
Populasi dalam penelitian ini adalah
penderita hipertensi yang berkunjung ke Responden f %
Puskesmas Tulang Bawang 1 selama dua Hipertensi (kasus) 32 50
bulan yang berjumlah 267 orang. Tidak Hipertensi (kontrol) 32 50
Sedangkan populasi kontrol dalam Jumlah 64 100
penelitian ini adalah pasien yang datang
berkunjung ke puskesmas tulang bawang Tabel di atas menggambarkan bahwa
yang tidak menderita penyakit hipertensi dari total responden berjumlah 64 terdiri
dan atau penyakit kardiovaskuler lainnya. dari kasus sebanyak 32 responden (50%)
Selanjutnya untuk menentukan sampel dan kontrol sebanyak 32 responden (50%).
menggunakan teknik simple random
sampling. Sedangkan untuk menentukan Tabel 2: Distribusi Frekuensi Pola Makan
besar sampel digunakan rumus sampel pada Kelompok Hipertensi
menurut rumus Sujarweni (2014): (Kasus) dan Tidak Hipertensi
( ) ( ) (Kontrol)
( ) Hipertensi
Tidak
Hipertensi Total
Berdasarkan hasil penghitungan diperoleh Pola Makan (Kasus)
(Kontrol)
sampel sebesar 32 responden. Sehingga f % f % f
jumlah sampel keseluruhan sebesar 64 Buruk 25 86,2 4 13,8 29 100
responden yang terbagi menjadi 32 Baik 7 20 28 80 35 100
responden untuk kasus hipertensi dan 32 Jumlah 32 32 64
responden untuk kontrol.
Data penelitian dikumpulkan dengan Tabel di atas menggambarkan bahwa
menggunakan kuesioner FFQ (Food dari total 29 responden yang mempunyai
Frequency Questionnaires) dan pola makan buruk diperoleh data
menggunakan kuesioner IPAQ menderita hipertensi sebanyak 25
(International Activity Quetionnaire. responden (86,2%) dan yang tidak
Dimana responden mendapatkan menderita hipertensi sebanyak 4 responen
penjelasan tentang cara pengisisn (13,8%). Sedangkan dari total 35
kuesioner sebelum melakukan pengisian responden yang mempuyai pola makan
kuesioner. Kuesioner FFQ (food frequency baik sebanyak 7 responden (20%)
questionnaires) untuk kuesioner frekuensi menderita hipertensi dan yang tidak
makan dan IPAQ ( International Physial menderita hipertensi sebanyak 28
Aktivity Quationnaire ) telah dilakukan uji responden (80%).
validitas-reliabelitas dan dinyatakan valid
dalam buku Gizi Kesehatan Masyarakat
(Andri, dkk, 2009).
Data penelitian yang telah
terkumpul, selanjutnya diolah dan

[162]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

Tabel 3: Distribusi Frekuensi Aktivitas menggambarkan nilai OR=4.31 (2,187-


Fisik pada Kelompok Hipertensi 8,494) yang berarti orang yang pola
(Kasus) dan Tidak Hipertensi makannya buruk beresiko untuk menderita
(Kontrol) hipertensi 4,31 kali dibandingkan dengan
yang pola makanya baik.
Tidak
Hipertensi
hipertensi Total Tabel 5: Analisis Hubungan Aktivitas
Aktivitas Fisik (kasus)
(kontrol)
Fisik dengan Kejadian Hipertensi
f % f % f %
Ringan 23 67,6 11 32,4 34 100
Sedang dan berat 9 30,0 21 70,0 30 100 Tidak
Hipertensi
Jumlah 32 32 64 Aktivitas Hipertensi Total
(Kasus)
Fisik (Kontrol)
f % f % f %
Tabel di atas menggambarkan bahwa Ringan 23 67,6 11 32,4 34 100
dari total 34 responden yang mempunyai Sedang dan berat 9 30,0 21 70 30 100
aktivitas fisik ringan diperoleh data p-value 0,005
menderita hipertensi sebanyak 23 OR (95%CI) 2,255 (1,245-4,084)
responden (67,6%) dan yang tidak
menderita hipertensi sebanyak 11 responen Dari tabel di atas diketahui dari total
(32,4%). Sedangkan dari total 30 34 responden yang aktivitas fisiknya
responden yang mempuyai aktivitas fisik ringan terdapat 23 responden (67,6%)
sedang dan berat sebanyak 9 responden menderita hipertensi dan 11 responen
(30%) menderita hipertensi dan yang tidak (32,4%) tidak menderita hipertensi.
menderita hipertensi sebanyak 21 responen Sedangkan dari total 30 responden yang
(70%). aktivitas fisiknya sedang dan berat terdapat
9 responden (30%) menderita hipertensi
Analisa Bivariat dan 21 responen (70%) tidak menderita
hipertensi.
Tabel 4: Analisis Hubungan Pola Makan Hasil uji statistik di peroleh nilai p-
dengan Kejadian Hipertensi value=0,005. Hal ini menunjukan adanya
hubungan antara aktivitas fisik dengan
Tidak kejadian hipertensi. Hasil analisis juga
Hipertensi
Pola Makan Hipertensi Total menjelaskan nilai OR=2,255 (1,245-4,084)
(Kasus)
(Kontrol) yang berarti responden yang melakukan
f % f % f %
aktivitas fisik ringan beresiko untuk
Buruk 25 86,2 4 13,8 29 100
Baik 7 20 28 80 35 100 menderita hipertensi sebesar 2,26 kali
p-value 0,000 dibandingkan dengan yang melakukan
OR (95% CI) 4.310 (2.187-8,494) aktivitas fisik sedang dan berat.

Berdasarkan tabel di atas diketahui


dari 29 responden yang pola makannya PEMBAHASAN
buruk terdapat 25 responden (86,2%)
menderita hipertensi dan 4 responen Hipertensi
(13,8%) tidak menderita hipertensi. Penelitian ini menggambarkan dari
Sedangkan dari 35 responden yang pola 64 responden sebanyak 32 (50%) adalah
makannya baik terdapat 7 responden penderita hipertensi. Berdasarkan data
(20%) menderita hipertensi dan 28 Riskesdas tahun 2013 angka prevalensi
responden (80%) tidak menderita hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 %
hipertensi. dari populasi usia 18 tahun ke atas.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p- Sebanyak 60% penderita hipertensi
value=0,000. Hal ini menunjukan adanya tersebut mengalami komplikasi stroke dan
hubungan antara pola makan dengan sisanya mengalami penyakit jantung, gagal
kejadian hipertensi. Hasil analisis juga ginjal, serta kebutaan. Hipertensi menjadi

[163]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

penyebab kematian ketiga setelah stoke Persagi, 2003 dalam Widyaningrum


dan tuberkulosis yang angkanya mencapai 2012 menyatakan Pola makan terdiri dari
6,8% dari proporsi penyebab kematian frekuensi makan, jenis makanan dan
pada semua umur di Indonesia. Sedangkan tingkat konsumsi.
berdasarkan data pada dinas kesehatan Frekuensi makan adalah jumlah
Provinsi Lampung tahun 2015 hipertensi makan dalam sehari-hari secara alamiah
menempati urutan pertama dari 10 makanan diolah dalam tubuh melalui alat-
penyakit terbesar. alat pencernaan mulai dari mulut sampai
Angka kejadian hipertensi ini usus halus. Lama makanan dalam lambung
mempunyai kecenderungan terus tergantung sifat dan jenis makanan. Jika
meningkat dari tahun ke tahun baik dalam dirata-rata, umumnya lambung kosong
sekala nasional maupun daerah. Demikian antara 3-4 jam (Persagi, 2003 dalam
juga dengan kejadian hipertensi di Widyaningrum, 2012).
Puskesmas Tulang Bawang I, dimana Jenis makanan adalah variasi bahan
angka kejadiannya selalu meningkat setiap makanan yang kalau dimakan, dicerna,dan
tahunnya. Pada tahun 2014 sebesar 556 diserap akan menghasilkan paling sedikit
orang, meningkat menjadi 680 orang pada susunan menu sehat dan seimbang
tahun 2015, dan kembali meningkat pada menyediakan variasi makanan merupakan
tahun 2016 sebesar 737 orang. salah stau cara untuk menghilangkan rasa
Secara umum, hipertensi merupakan bosan. Seseorang akan merasa bosan
suatu keadaan tanpa gejala, dimana apabila dihidangkan menu yang itu-itu
tekanan darah yang tinggi di dalam arteri saja, sehingga mengurangi selera makan
menyebabkan meningkatnya risiko (Persagi, 2003 dalam Widyaningrum,
terhadap penyakit-penyakit yang 2012).
berhubungan dengan kardiovaskuler Menyusun hidangan sehat
seperti stroke, gagal ginjal, serangan memerlukan keterampilan dan
jantung, dan kerusakan ginjal (Sutanto, pengetahuan gizi dengan berorientasi pada
2010 dalam Widyaningrum). pedoman 4 sehat 5 sempurna terdiri dari
Menurut Triyanto (2014) hipertensi bahan pokok (nasi, ikan, sayuran, buah dan
merupakan salah satu penyakit degeretatif. susu). Variasi menu yang tersusun oleh
Umumnya tekanan darah bertambah secara kombinasi bahan makanan yang
perlahan dengan bertambahnya umur. diperhitungkan dengan tepat akan
Resiko untuk menderita hipertensi pada memberikan hidangan sehat baik secara
populasi ≥55 tahun yang tadinya normal kualitas maupun kuantitas. Teknik
adalah 90%. Sampai umur 55 tahun,laki- pengolahan makanan adalah guna
laki lebih banyak menderita hipertensi memperoleh intake yang baik dan
dibanding perempuan. Hipertensi ini pada bervariasi (Persagi, 2003 dalam
dasarnya memiliki sifat yang cenderung Widyaningrum, 2012).
tidak stabil dan sulit untuk di kontrol, Pengertian tingkat konsumsi adalah
maka dapat menyebabkan terjadinya infark kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas
jantung, gagal ginjal, stroke dan kerusakan hidangan menunjukkan adanya semua zat
mata. gizi yang diperlukan tubuh di dalam
susunan hidangan dan perbandingan yang
Pola Makan satu terhadap yang lain. Kuantitas
Hasil penelitian menggambarkan dari menunjukkan kwantum masing-masing zat
jumlah 32 hipertensi (kasus) di Puskesmas gizi terhadap kebutuhan tubuh. Jika
Tulang Bawang I sebagian besar memiliki susunan hidangan memenuhi kebutuhan
kebiasaan pola makan buruk yaitu tubuh, baik dari sudut kualitas atau
sebanyak 25 orang dan 7 orang kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan
mempunyai pola makan baik. kondisi kesehatan gizi yang sebaik-
baiknya.

[164]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

Aktivitas Fisik disamping itu perlu meningkatkan makan


Hasil penelitian mengambarkan dari buah dan sayur.
jumlah 32 hipertensi (kasus) diperoleh Faktor-faktor yang mempengaruhi
sebanyak 23 responden melakukan pola makan menurut Wulandari & Susilo
aktivitas fisik ringan. Sedangkan dari (2011), yaitu usia, pendidikan, budaya,
jumlah 32 tidak hipertensi (kontrol) pengalaman, pendapatan, pekerjaan dan
diketahui melakukan aktivitas fisik ringan agama.
sebanyak 11 responden. Penjelasan di atas dan berdasarkan
WHO (2011) menyatakan bahwa pengisian kuesioner diketahui bahwa
aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang responden mempunyai tingkat konsumsi
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem makanan mengandung tinggi natrium dan
penunjangnya dari setiap gerakan tubuh juga lemak, dimana natrium yang sifatnya
yang dihasilkan oleh otot rangka yang menahan air sehingga menambah beban
memerlukan pengeluaran energi. darah masuk ke jantung dan berakibat pada
Kurangnya aktivitas fisik merupakan kenaikan tekanan darah. Sementara lemak
faktor resiko independent untuk penyakit dapat menyebabkan pembuluh darah
kronis, dan secara keseluruhan menjadi tebal atau menjadi endapaan
diperkirakan menyebabkan kematian keras yang tidak normal pada dinding
global. arteri sehingga pembuluh darah mendapat
pukulan paling berat, jika tekanan darah
Hubungan Pola Makan dengan terus menerus tinggi dan tidak berubah
Kejadian Hipertensi sehingga saluran darah tersebut menjadi
Hasil penelitian menunjukan adanya sempit dan aliran darah menjadi tidak
hubungan pola makan dengan kejadian lancar dan dapat menyebabkan penyakit
hipertensi. Berdasarkan nilai OR= 4,31, arteosklorosis.
maka berarti pola makan buruk beresiko Pembahasan di atas dan berdasarkan
mengalami hipertensi 4,31 kali masalah yang terjadi pada responden hasil
dibandingkan dengan pola makan baik. pengisian quesioner diketahui kurangnya
Hasil penelitian tersebut sejalan pengetahuan dan informasi tentang pola
dengan penelitian Emerita Stefany (2012) makan adalah salah satu penyebab
dimana terdapat hubungan pola makan, terjadinya hipertensi. Maka peneliti
dengan kejadian hipertensi pada pra lansia menyimpulkan bahwa pola makan
dan lansia. Hasil penelitian Devi Catur penyebab terjadinya hipertensi.
(2015) juga mendukung hasil penelitian
ini, dimana terdapat hubungan konsumsi Hubungan Aktivitas Fisik Dengan
makanan dengan kejadian hipertensi. Kejadian Hipertensi
Demikian juga dengan penelitian Arifin, Hasil penelitian menunjukan adanya
dkk (2016) yang menyatakan bahwa dari hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
beberapa faktor yang berhubungan dengan hipertensi. Diperoleh juga nilai OR=2,255
kejadian hipertensi pada kelompok lanjut yang berarti responden yang melakukan
usia, salah satunya adalah faktor pola aktivitas fisik ringan beresiko mengalami
makan. Hal yang sama juga pada hipertensi sebesar 2,255 kali dibandingkan
penelitian Andrian dkk 2016 tentang dengan yang melakukan aktivitas fisik
hubungan konsumsi makanan dengan sedang dan berat.
kejadian hipertensi. Hal ini didukung oleh penelitian
Pola makan adalah salah satu faktor Lilianty Fauzi (2014) yang menyebutkan
penyebab terjadinya berbagai penyakit bahwa terdapat hubungan yang signifikan
seperti salah satunya adalah hipertensi. antara aktivitas fisik dengan kejadian
salah satu cara untukmengurangi terjadinya hipertensi. Penelitian Agustina (2013) juga
penyakit hipertensi adalah dengan menjaga memperkuat hasil penelitian, dimana hasil
pola makan dengan baik yaitu mengurangi penelitian menyimpulkan terdapat
asupan banyak lemak dan asupan garam hubungan aktivitas fisik dengan tekanan

[165]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

darah pada penderita hipetensi. Hasil 20 menit/ hari selama 5 hari dalam satu
penelitian Andria (2013) juga minggu dengan intensitas berat untuk
menyimpulkan adanya hubungan antara mendapatkan hasil yang optimal dari
prilaku olahraga dengan tingkat hipertensi aktivitas fisik atau olahraga.Para ahli
pada lanjut usia. Demikian juga dengan epdemiologi membagi aktivitas fisik
penelitian Rumsari (2009) yang kedalam 2 kategori, yaitu aktivitas fisik
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan terstruktur (kegiatan olahraga) dan
antara riwayat aktivitas fisik dengan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegitan
kejadian hipertensi pada usia 45-54 tahun. sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan
Aktivitas fisik umumnya diartikan bekerja (Fatmah, 2011 dalam Lilianty
sebagai gerakan tubuh yang ditimbulkan Fauzi, 2014).
oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan Dari pembahasan di atas dan masalah
pengeluaran energi.Bagi yang mempunyai yang terjadi pada responden diketahui
satu atau lebih faktor resiko hipertensi, kurangnya penyuluhan dari tenaga
aktifitas fisik dapat mencegah terjadinya kesehatan khususnya pihak Puskesmas
peningkatan tekanan darah. Bagi penderita Tulang Bawang I sehingga responden tidak
hipertensi ringan, aktifitas fisik dapat mengetahui pentingnya melakukan
mengendalikan tekanan darah, sehingga aktivitas fisik. Dengan masalah yang
mungkin tidak diperlukan lagi peengobatan terjadi maka peneliti menyimpulkan bahwa
farmakologis. Olahraga secara teratur ada hubungan aktivitas fisik dengan
idealnya 3-5 kali dalam seminggu dan kejadian hipertensi
minimal setengah jam setiap sesi dengan
instensitas sedang. Olahraga yang
dianjurkan bagi penderita hipertensi yang KESIMPULAN
sifatnya ringan seperti jalan kaki, joging ,
bersepeda (Sustranim, 2004 dalam Hasil penelitian menyimpulkan
Sulistiyowati, 2009) bahwa ada hubungan antara pola makan
Menurut WHO,2011 Aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh Tulang Bawang I, dimana pola makan
otot tubuh dan sistem penunjangnya dari buruk beresiko untuk menderita hipertensi
setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh 4,31 kali lebih besar dibandingkan dengan
otot rangka yang memerlukan pengeluaran pola makan baik. Hasil penelitian juga
energi. Kurangnya aktivitas fisik menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
merupakan faktor resiko independent aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
untuk penyakit kronis, dan secara di Puskesmas Tulang Bawang I, dimana
keseluruhan diperkirakan menyebabkan responden yang melakukan aktivitas fisik
kematian global. ringan beresiko mengalami hipertensi
Aktivitas fisik mempengaruhi sebesar 2,255 kali lebih besar
stabilitas tekanan darah. Pada orang yang dibandingkan dengan yang melakukan
tidak aktif melakukan kegiatan fisik aktivitas fisik sedang dan berat.
cenderung mempunyai frekuensi denyut Berdasarkan kesimpulan di atas
jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut makan penulis menyarankan agar
mengakibatkan otot jantung bekerja lebih Puskesmas Tulang Bawang I
keras pada setiap kontraksi. Makin keras meningkatkan upaya promotif dan
usaha otot jantung dalam memompa darah, preventif, melalui kegiatan senam maupun
makin besar pula tekanan yang dibebankan olehraga bagi kelompok masyarakat yang
pada dinding arteri sehingga meningkatkan beresiko mengalami hipertensi. Selain itu
tahanan perifer yang menyebabkan juga dapat dilakukan dengan upaya deteksi
kenaikan tekanan darah. WHO dini penderita hipertensi dan penyuluhan
merekomendasikan untuk melakukan tentang pentingnya pencegahan hipertensi
aktivitas fisik dengan intensitas sedang dengan berbagai macam metode dan
selama 30 menit/ hari dalam 1 minggu atau media.

[166]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

DAFTAR PUSTAKA Puskesmas Tulang Bawang I, 2017. Data


10 Penyakit Terbesar Di Puskesmas
Arini. dkk, 2015. Hubungan Gaya Hidup Tulang Bawang I. Tulang bawang.
Dan Pola Makan Dengan Kejadian Sulistiyowati, 2009. Faktor-Faktor Yang
Hipertensi Pada Lansia Di Kelurahan Berhubungan Dengan Kejadian
Sawangan Baru Kota Depok Tahun Hipertensi Di Kampung Botton
2015. Jurnal. Jakarta Kelurahan Magelang Kec.
Dinkes Provinsi Lampung, 2015. Profil Mage;Lang Tengah Tahun 2009.
Kesehatan Provinsi Lampung. Skripsi.semarang
Julia, Giront Linda.dkk, 2016. Hubungan Triyanto, 2014. Pelayanan Keperawatan
Antara Kebiasaan Merokok Dan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Pada Pasien Poliklinik Umum Di Widyaningrum, 2012 Hubungan Antara
Puskesmas Ranotama Weru Kota Konsumsi Makanan dengan Kejadian
Manado Tahun 2016. Hipertensi Pada Lansia (Studi di
Fauzi, Lilianty. 2014. Hubungan Aktivitas UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Jember). Sripsi.Universitas Jember
Pada Pasien Rawat Jalan Di WHO, 2013. 1 miliar orang di dunia alami
Poliklinik Telkomedika Health hipertensi. www.voaindonesia.com/
Center Bandar Lampung. Tesis. a/who-1-miliar-orang-alami-hiper
Stikes Mitra Lampung tensi/1636680. diakses pada april
Pujianta, 2015. Hubungan Pola Makan 2017
Dengan Tingkat Hipertensi Lanjut Wijaya. Dkk, 2013. KMB I ( Keperawatan
Usia Di Posyandu Pucanganom Medikal Bedah (Keperawatan
Rongkop Gunungkidul Tahun Dewasa )). Numbed.
2015.Jurnal.stikes Wulandari & Susilo, 2011. Cara Jitu
aisyiyah.Yogyakarta Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta :
Andi Offset.

[167]
JIGK (Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan)
Vol.1, No.02, Februari 2020, pp. 1~9 ◼ 1

HUBUNGAN KONSUMSI LARU, GARAM, SAYUR, DAN BUAH


TERHADAP RESIKO HIPERTENSI PRIA DEWASA KUPANG
Agnes A. Rihi Leo*1, Sry M.Ch. Willa2, Deby Anita Bilaut3
1,3
Program Studi Ilmu Gizi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nusantara Kupang, Indonesia
2
Program Studi Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nusantara Kupang, Indonesia
Email: 1nes_rihileo@yahoo.co.id

ABSTRAK
iskesdas tahun 2013 menunjukan prevalensi hipertensi di Provinsi NTT mencapai 23,3 % dan
merupakan 10 penyakit terbanyak. Hasil penelitian menunjukan peningkatan prevalensi
hipertensi dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk, umur, kurangnya aktivitas fisik, stress terus-
menerus, riwayat keluarga hipertensi, asupan garam, serta mengkonsumsi alkohol. Laru dan
Sopi merupakan jenis minuman keras yang mengandung alkohol dan sering dikonsumsi oleh
kebanyakan pria dewasa dalam upacara adat dan menjalin keakraban pada masyarakat di
Kabupaten Kupang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko yang meningkatkan
risiko kejadian hipertensi pada pria dewasa di Kabupaten Kupang. Jenis penelitian adalah
analitik observasional dengan desain case control. Sampel penelitian sebesar 68 sampel yang
terdiri dari 34 Kasus dan 34 Kontrol. Pengumpulan data dengan kuisioner. Data dianalisis
menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan tradisi konsumsi laru dan sopi:
Kebiasaan konsumsi laru dan sopi (95%IK=1,18–10; OR=3,43), Frekuensi Konsumsi laru dan
sopi (95%IK=1,18 – 10; OR=3,43), jumlah konsumsi sopi (95%IK 1,27–9,75;OR=3,52),
konsumsi garam (95%IK=1,77–42,9; OR=8,72) rendahnya konsumsi sayur dan buah
(95%IK=1,93–23,08;OR=6,67) merupakan faktor resiko kejadian hipertensi. Tingkat stress
(95%IK=0,24–9,9)dan riwayat keluarga hipertensi (95%IK= 0,2 – 1,4) bukan sebagai faktor
resiko kejadian hipertensi. Tradisi konsumsi laru dan sopi serta tingginya konsumsi garam
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada pria dewasa.
Kata kunci: Laru, Sopi, Hipertensi, Pria Dewasa

ABSTRACT
Based of Health Research in 2013 showed that the prevalence of hypertension in East Nusa
Tenggara reached 23,3% and was the 10th most disease. The results showed an increase in the
prevalence of hypertension associated with population growth, age, lack of physical activity,
continuous stress, salt intake, and alcohol consumption. Laru and Sopi are alcoholic drink and
often consumed by most adult men in traditional ceremonies and establishing familiarity with
people in Kupang sub-district. This study aimed to analyze risk factors that increase the risk of
hypertension in adult men in Kupang Regency. This research is observational analytic with a case
control design. The research sample was 64 samples consisting of 34 cases and 34 controls. Data
collection with questionnaires. Data analysis by chi square test. The results of the study show the
tradition of laru and Sopi consumption: habits of laru and sopi consumption (95%CI=1,18–
10;OR=3,43), Frequency of laru and sopi Consumption (95%CI=1,18–10; OR=3,43), total
consumption (95%CI=1,27–9,75) OR=3.,52, Hight of salt consumption (95%CI=1,77–42,9)
OR=8,72, and lack of fruit and vegetable consumption (95% CI=1,93–23,08; OR=6,67) are risk
factor for hypertension. While lack of fruit and vegetable consumption (95%CI=0,144–1,4), stres
(95%CI=0,24–9,9),and familly history (95%IK=0,2–1,4) are not a risk factor of hypertension.
The tradition of laru and sopi consumption and high of salt consumption increases the risk of
hypertension in adult.
Keywords: laru, sopi, Hypertension, adult

Accepted: 20 Februari 2020, Published: 1 Maret 2020


ISSN: 2716-0084 (media online), Website: http://jurnal.umus.ac.id/index.php/jigk
2 ◼ ISSN (online): 2716 - 0084

1. PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara
dini dan mendapat pengobatan yang memadai[1].
Prevalensi hipertensi di NTT pada tahun 2013 ialah sebesar 23.3%[2]. Profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Kupang tahun 2016 menjelaskan bahwa data kesakitan yang berasal dari
masyarakat (community based data) diperoleh melalui pengumpulan data dari sarana pelayanan
kesehatan (facility based data) melalui system pencatatan dan pelaporan. Hipertensi masuk dalam
kategori sepuluh penyakit terbanyak dengan jumlah penderita 5884 orang di Kabupaten Kupang[3].
Meningkatnya prevalensi hipertensi dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk, umur dan
faktor risiko perilaku yakni kurangnya aktivitas fisik, stress yang terus-menerus, asupan garam,
mengkonsumsi alkohol dan juga kurangnya konsumsi sayur dan buah – buahan[4,5]. Laru dan sopi
adalah contoh minuman beralkohol yang diolah secara tradisional dan dikonsumsi masyarakat NTT
khususnya Kabupaten Kupang[6]. Laru dan sopi dikonsumsi oleh masyarakat saat upacara adat dan
dalam perkumpulan masyarakat untuk menambah rasa keakraban dan rasa kekeluargaan. Dalam
penelitian tentang analisis kimia terhadap minuman fermentasi laru dan sopi, terkandung alkohol
yang tergolong cukup tinggi yakni sebesar 6,6%, sedangkan kadar alkohol yang seharusnya
dibutuhkan tubuh ialah <5%[5,7].
Selain konsumsi alcohol, faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi adalah konsumsi garam, kebiasaan konsumsi sayur dan buah, serta stress. Garam
menyebabkan penumpukan cairan tubuh yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hasil
penelitian menunjukan adanya hubungan antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi[8,9].
Sayur dan buah mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara konsumsi sayur dan buah dengan
kejadian hipertensi[10,11]. Faktor stress dan riwayat keluarga hipertensi juga memiliki peranan
dalam meningkatan tekanan darah. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara faktor
stress dan riwayat keluarga hipertensi dengan kejadian hipertensi[12,13].
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tradisi konsumsi laru dan sopi, tingginya
konsumsi garam, kebiasaan konsumsi sayur dan buah yang rendah serta kejadian stress sebagai faktor
risiko kejadian hipertensi pada masyarakat di Kabupaten Kupang.

2. BAHAN DAN METODE


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan desain case
control. Penelitian di lakukan pada bulanJanuari sampaibulan Maret di wilayah kerja Puskesmas
Nekamese Kabupaten Kupang. Populasi target dalam penelitian iniadalah seluruh pria dewasa
berusia ≥ 36 tahun di Kabupaten Kupang. Sedangkan populasi terjangkaudalam penelitian ini yakni
seluruh pria dewasa usia ≥ 36 tahun yang berada di wilayah kerja Pukesmas Nekamese. Kecamatan
Nekamese dipilih karenaberdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, prevalensi
hipertensi di wilayah ini cukup tinggi. Sampel penelitian sebesar 68 sampel yang teridiri dari 34
sampel yang mengalami hipertensi dan 34 sampel yang tidak mengalami hipertensi.
Variabel terikat dalam penelitian ini yakni kejadian hipertensi sedangkan variable bebas antara
lain tradisi konsumsi laru dan sopi, tingkat konsumsi garam, kebiasaan konsumsi sayur dan buah,
serta kejadian stress. Data kejadian hipertensi diperoleh dengan melakukan pengukuran tekanan
darah dengan menggunakan tensimeter. Jika hasil tekanan darah> 120/80 mmHg maka dikatakan
hipertensi sedangkan ≤ 120/80 mmHg dikatakan tidak hipertensi[1]. Data konsumsi laru dan sopi
diperoleh dengan menggunakan kuisioner wawancara mengenai kebiasaan (konsumsi jika
mengkonsums ilaru dan sopi), frekuensi (sering jika mengkonsumsi ≥ 3 x sehari), dan jumlah per
hari yang dikonsumsi (tinggi jika mengkonsumsi > 2 gelas per hari)[14]. Data tingkat konsumsi
garam diperoleh dengan menggunakan kuisoner dengan cara wawancara kepada responden
mengenai kebiasaan konsumsi garam setiap harinya, tingkat konsumsi garam dikatakan tinggi jika>

JIGK (Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan) Vol. 1, No. 02, Februari 2020 : 1 – 9
3 ◼ ISSN (online): 2716 - 0084

5 gram (1 sendok teh per hari)[15]. Data kebiasaan konsumsi sayur dan buah diperoleh dengan
wawancara menggunakan food frequency quistionaire. Konsumsi sayur dan buah cukup jika
mengkonsumsi sayur ≥ 5porsi per hari[16]. Data kejadian stres stress diperoleh dengan wawancara
menggunakan kuisioner DASS (The Depression Anxiety Stress Scale), Jika total skor> 14 maka
responden mengalami stress.[13,17]
Data dikumpulkan dan dianalisis secaraunivariat dan bivariat. Analisis univariat dengan table
distribusi frekuensi menggunakan presentase sedangkan analisis univariat untuk melihat hubungan
antara dua variable dengan menggunakan uji chi square dengan indeks kepercayaan 95% dan nilai
OR untuk melihat besar kekuatan variable bebas mempengaruhi variable terikat.

3. HASIL
Gambaran Karakteristik Responden
Gambaran karakteristik respondena ntara lain tingkat Pendidikan dan jenis pekerjaan disajikan pada
tabel 1.
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Responden
Karakteristik Hipertensi TidakHipertensi Total p
n % N % n %
Tingkat Pendidikan
SD 11 32,4 4 11,8 15 22,1 0,06
SMP 10 29,4 6 17,6 16 23,5
SMA 10 29,4 18 52,9 28 41,2
Perguruan Tinggi 3 8,8 6 17,6 9 13,2
Jenis Pekerjaan
Petani 25 73,5 20 58,8 45 66,2 0,51
Pensiunan 1 2,9 1 2,9 2 2,9
PNS 1 2,9 5 14,7 6 8,8
Wiraswasta 6 17,6 7 20,6 13 19,1
Swasta 1 2,9 1 2,9 2 2,9
Total 34 100 34 100 64 100

Tabel 1, menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat Pendidikan SMA baik pada
kelompok hipertensi (29,4 %) dan tidak hipertensi (52,9 %). Hasil analisis menerangkan bahwa tidak
terdapat perbedaan tingkat Pendidikan yang signifikan antara kelompok hipertensi dan tidak
hipertensi (p= 0,06). Sebagian responden bermata pencaharian sebagai petani baik pada kelompok
hipertensi (73,5 %) dan tidak hipertensi (58,8 %). Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat
perbedaan jenis pekerjaan yang signifikan antara kelompok hipertensi dengan kelompok tidak
hipertensi (p = 0,51)

Analisis Faktor Risiko


Analisis faktor risiko dilakukan untuk melihat faktor yang meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi. Faktor risiko yang dianalisis antara lain tradisi konsumsi laru dan sopi yang terdiri dari
kebiasaan, frekuensi dan jumlah rata-rata yang dikonsumsi per hari, tingkat konsumsi garam, tingkat
konsumsi sayur dan buah, riwayat keluarga hipertensi dan tingkat stress. Analisis faktor risiko dapat
dilihat pada Tabel 2. Proporsi responden yang terbiasa dan sering mengkonsumsi laru dan sopi lebih
tinggi pada kelompok hipertensi (79,4%) dibandingkan dengan kelompok tidak hipertensi (52,9%),
demikian pula dengan proporsi responden yang mengkonsumsi laru dan sopi dengan jumlah
konsumsi per harinya tinggi lebih tinggi pada kelompok hipertensi (73,5%) dibandingkan dengan
kelompok tidak hipertensi (44,1%). Hasil analisis menunjukan bahwa tradisi konsumsi laru dan sopi
baik itu kebiasaan konsumsi serta seringnya mengkonsumsi laru dan sopi meningkatkan risiko
hipertensi pada masyarakat di Kabupaten Kupang (95% IK= 1,18 – 10) dengan nilai OR = 3,43 yang
berarti subyek yang terbiasa dan sering mengkonsumsi laru dan sopi berisiko 3,43 kali mengalami
hipertensi dibandingkan dengan subyek yang terbiasa dan sering mengkonsumsi laru dan sopi.
Demikian pula dengan konsumsi laru dan sopi dengan jumlah yang tinggi per harinya meningkatkan

Hubungan Konsumsi Laru, Garam, Sayur, dan Buah Terhadap Resiko Hipertensi Pria Dewasa
Kupang (Agnes A. Rihi Leo)
4 ◼ ISSN (online): 2716 - 0084

risiko hipertensi (95% IK= 1,27 – 9,75) dengan nilai OR= 3,53 yang berarti subyek yang
mengkonsumsi tinggi laru dan sopi per hari berisiko mengalami hipertensi dibandingkan dengan
subyek yang mengkonsumsi rendah sopi dan laru per hari.

Tabel 2. Analisis Faktor Risiko


Faktor Risiko Hipertensi Tidak Hipertensi 0R (95% IK)
N % n %
Tradisi Konsumsi Laru dan sopi
Kebiasaan
Konsumsi 27 79,4 18 52,9 3,43
Tidak Konsumsi 7 20,6 16 47,1 (1,18 – 10)
Frekuensi
Sering 27 79,4 18 52,9 3,43
Jarang 7 20,6 16 47,1 (1,18 – 10)
Jumlah per hari
Tinggi 25 73,5 15 44,1 3,52
Rendah 9 26,5 19 55,9 (1,27 – 9,75)
Tingkat konsumsi garam
Tinggi 12 35,3 2 5,9 8,72
Rendah 22 64,7 32 94,1 (1,77 – 42,9)
Tingkat konsumsi sayur dan buah
Rendah 16 47,1 4 11,8 6,67
Cukup 18 52,9 30 88,2 (1,93 – 23,08)
Riwayat Keluarga
Hipertensi 11 32,4 16 47,1 0,54
Ya 23 67,6 18 52,9 (0,2 – 1,4)
Tidak
Kejadian Stres
Stres 3 8,8 2 5,9 1,55
Tidak Stres 31 91,2 32 92,6 (0,24 – 9,9)

Proporsi responden yang yang mengkonsumsi tinggi garam lebih banyak pada kelompok
hipertensi (35,3%) dibandingkan dengan kelompok tidak hipertensi (5,9%). Hasil analisis
menunjukan bahwa konsumsi tinggi garam meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (95% IK= 1,77
– 42,9) dengan nilai OR= 8,72 yang berarti subyek yang mengkonsumsi tinggi garam berisiko 8,72
kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan subyek yang mengkonsumsi rendah garam. Proporsi
responden yang kurang mengkonsumsi sayur dan buah lebih besar pada kelompok hipertensi (47,1%)
dibandingkan dengan kelompok tidak hipertensi (11,8%). Hasil analisis menunjukan bahwa
kurangnya konsumsi sayur dan buah meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (95% IK= 1,93 –
23,08) dengan nilai OR = 6,67 yang berarti subyek yang kurang mengkonsumsi sayur dan buah
berisiko 6,67 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan subyek yang cukup mengkonsumsi
sayur dan buah.
Proprosi responden dengan riwayat keluarga hipertensi lebih banyak pada kelompok tidak
hipertensi (47,1%) dibandingkan dengan kelompok hipertensi (32,4%). Hasil analisis menunjukan
riwayat keluarg ahipertensi bukan merupakan faktor yang meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
pada masyarakat di Kabupaten Kupang (95% IK= 0,2 – 1,4). Demikian pula proporsi responden
dengan tingkat stress berat lebih banyak pada kelompok hipertensi (8,8%) dibandingkan dengan
kelompok tidak hipertensi (5,9%). Hasil analisis menunjukan stress berat bukan merupakan faktor
yang meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada masyarakat Kabupaten Kupang (95% IK= 0,24
– 9,9).

4. BAHASAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa tradisikonsumsi laru dan sopi meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi pada masyarakat Kabupaten Kupang. Laru dan sopi biasanya dikonsumsi oleh
masyarakat desa Kabupaten Kupang untuk meningkatkan rasa solidaritas, keakraban, dan rasa

JIGK (Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan) Vol. 1, No. 02, Februari 2020 : 1 – 9
5 ◼ ISSN (online): 2716 - 0084

kekeluargaan pada saat acara-acara adat. Seiring berjalannya waktu, minuman alcohol ini tidak saja
diminum saat acara-acara adat, namun dalam sebuah perkumpulan, masyarakat sering
mengkonsumsi laru dan sopi. Laru dan sopi adalah minuman beralkohol tradisional di Nusa Tenggara
Timur, terutama masyarakat Kabupaten Kupang yang mayoritas bertempat tinggal di pedesaan, yang
mengandung alkohol dengan kadar secara umum yaitu 6,4%[18].
Kadar alkohol yang seharusnya dibutuhkan tubuh ialah <5 %, jika dikonsumsi berlebihan
maka akan mempengaruhi tekanan darah yaitu terjadinya penyempitan pada pembuluh darah
sehingga kerja jantung makin dipercepat dan tekanan darah meningkat. Mekanisme peningkatan
tekanan darah akibat etil alkohol/etanol yakni karena adanya peningkatan kadar kortisol, dan
peningkatan volume sel darah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan
darah[1,19]. Penelitian yang dilakukan di Kota Tomohon yang menunjukan bahwa konsumsi alkohol
sebagai factor risiko kejadian hipertensi (95% IK= 1,42 – 5,3) dengan nilai OR = 2,8 yang berarti
subyek yang mengkonsumsi alcohol berisiko 2,8 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan
subyek yang tidak mengkonsumsi alcohol[19].
Hasil penelitian menunjukan tingginya konsumsi garam meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi (95% IK= 1,77 – 42,9) dengan nilai OR=8,72 yang berarti subyek yang mengkonsumsi
tinggi garam berisiko 8,72 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan subyek yang
mengkonsums irendah garam. Konsumsi garam berlebih menyebabkan peningkatan kadar natrium
dalam darah. Pengaruh natrium terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung, dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan
garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik yang normal, pada penderita hipertensi
mekanisme ini terganggu. Konsumsi natrium berlebih menyebabkan komposisi natrium dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkan kembali, cairan intraseluler harus ditarik keluar
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah naik sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi[20].
Penelitian yang dilakukan di Poli Endokrin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo menunjukan
adaya hubungan konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi (p=0,001)[21]. Demikian pula dengan
penelitian yang dilakukan di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang menunjukan bahwa
kebiasaan konsumsi garam sebagai faktor risiko kejadian hipertensi (95% IK= 1,4 – 16,4) dengan
nilai OR= 4,9 yang berarti subyek yang terbiasa mengkonsumsi tinggi garam berisiko mengalami
hipertensi 4,9 kali dibandingkan dengan subyek yang mengkonsumsi rendah garam[22].
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsumsi sayur dan buah yang rendah meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi (95% IK= 1,93 – 23,08) dengan nilai OR= 6,67 yang berarti subyek yang
mengkonsumsi sayur dan buah rendah berisiko 6,67 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan
subyek yang cukup mengkonsumsi sayur dan buah. Sayur dan buah merupakan kelompok bahan
makanan yang kaya akan kalium. Asupan kalium yang tinggi dapat menurunkan tekanan darah.
Mekanisme kerja kalium dalam mencegah penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) adalah
dengan menjaga dinding pembuluh darah arteri tetap elastik dan mengoptimalkan fungsinya sehingga
tidak mudah rusak akibat tekanan darah tinggi. Disampingitu, mekanismekerjakalium yang
berlawanandengan natrium yakni cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah[10,23].
Penelitian yang dilakukan di Puskesmas S. Parman Kota Banjarmasin menunjukan ada
hubungan antara konsumsi sayur dan buah dengan kejadian hipertensi (p= 0,001) dengan nilai OR=
5,3 yang berarti kurangnya mengkonsumsi sayur dan buah meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
5,3 kali dibandingkan dengan mengkonsumsi cukup sayur dan buah[10].
Hasil penelitian menunjukan bahwa kejadian stress bukan faktor yang meningkatkan risiko
terjadinya hiertensi pada masyarakat Kabupaten Kupang (95% IK= 0,24 – 9,9). Stres dapat
meningkatkan tekanan darah, dimana hubungannya diduga melalui aktivitas saraf simpatis yang
dapat meningkatkan tekanan darah secara tidak menentu[24]. Jika ketakutan, tegang atau dikejar
masalah maka tekanan darah kita meningkat. Peningkatan tekanandarah terjadi karena adanya
pelepasan hormon adrenalin yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah melalui kontraksi arteri
(vasokonstriksi) dan peningkatan denyut jantung[25]. Namun dalam penelitian ini menunjukan
bahwa faktor stress bukan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan karena
stress hanya dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stress sudah hilang

Hubungan Konsumsi Laru, Garam, Sayur, dan Buah Terhadap Resiko Hipertensi Pria Dewasa
Kupang (Agnes A. Rihi Leo)
6 ◼ ISSN (online): 2716 - 0084

tekanan darah dapat kembali normal[26,27]. Hasil penelitian yang dilakukan di Pekanbaru
menunjukan bahwa faktor stress bukan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi (95% IK= 0,42
– 3,14)[28].
Hasil penelitian menunjukan bahwa riwayat keluarga hipertensi bukan merupakan faktor
risiko kejadian hipertensi pada masyakarat Kabupaten Kupang (95% IK= 0,2 – 1,4). Individu yang
berasal dari keluarga dengan riwayat hipertensi, mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita
hipertensi dibandingkan dengan keluarga tanpa riwayat hipertensi. Jika kedua orang tua hipertensi
maka peningkatan risiko hipertensi 4 sampai 15 kali dibandingkan dengan keluarga tanpa riwayat
hipertensi. Bukan hanya pada tekanan darah namun juga mekanisme pengaturan angiotensin-
aldosteron, system sarafsimpatis, semuanya dipengaruhi oleh genetic[29]. Namun dalam penelitian
ini, riwyat keluarga hipertensi bukan merupakan actor yang meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi pada pria dewasa di Kabupaten Kupang. Hal ini disebabkan karena riwayat keluarga
hipertensi bukan satu-satunya faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Hasil
analisis menunjukan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada
masyarakat Kabupaten Kupang antara lain tradisi konsumsi laru dan sopi, tingginya konsumsi garam,
serta rendahnya konsumsi sayur dan buah. Walaupun memiliki keluarga yang hipertensi, kejadian
hipertensi dapat dikontrol dengan merubah gaya hidup seperti mengurangi konsumsi alcohol,
mengurangi penggunaan garam dan menghindari makanan asin serta mengkonsumsi sayur dan
buah[30].

5. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan tradisi konsumsi sopi dan laru, tingginya konsumsi garam, serta
rendahnya konsumsi sayur dan buah meningkatkan risiko terjedinya hipertensi pada pria dewasa di
Kabupaten Kupang. Perlu dilakukan peningkatan pemahaman masyarkat mengenai dampak buruk
dari tradisi mengkonsumsi laru dan sopi serta pembatasan peredaran laru dan sopi di masyarakat,
serta perlu dilakukan pemanfaatan pekarangan keluarga dalam memproduksi sayur dan buah untuk
konsumsi rumah tangga karena sebagian besar sayur dan buah yang diproduksi diperuntukan untuk
dijual serta membatasi konsumsi garam dan makanan asin.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Jakarta: DepKes RI; 2007
[2]. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013
[3]. Dinkes Kabupaten Kupang. Profil Kesehatan Kupang: DinkesKab. Kupang; 2017
[4]. Hardiasyah MS, Suppariasa ID. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;
2016.
[5]. WHO. Global Status report on alcohol and health. Available
from:http://www.who.int/substance.abuse/publications/global_status_report_2014_overview.
pdf;2014
[6]. Arman RL, Atik TR, I Dei KS.Perilalku minum sopi pada remaj di Kecamatan Maulafa Kota
Kupang. Berita Kedokteran Masyarakat.2016; 32 (7): 237-244.
[7]. AnnythaD, Frans UD.Skrining Fitokimia Tradisional Moke dan Spi sebagai Kandidat
Antimikroba. Jurnal Kajian Veteriner.2016; 4 (1): 1 - 16.
[8]. Budi A, Mahalul A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Tidak
Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin. Public Health Perspective
Journal. 2016; 1 (1): 12-20.
[9]. Aris S. Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat. [Tesis]. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2007.
[10]. Rosihan A. Konsumsi buah dan sayur serta konsumsi susu sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi di Puskesmas S. parman Kota Banjarmasin. Jurnal Skala Kesehatan. 2004; 5 (1): 1-
8.

JIGK (Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan) Vol. 1, No. 02, Februari 2020 : 1 – 9
7 ◼ ISSN (online): 2716 - 0084

[11]. Muliyati H, Aminudin S, Saifuddin S. Hubungan Pola Konsumsi Natrium dan Kalium serta
Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makasar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2011; 1 (1): 47-49.
[12]. Kiki K, Dida M. Obesitas dan Stress dengan Kejadian Hipertensi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2012; 7 (2): 117-121.
[13]. Widyartha IM,Putra IWG, Ani LS.Riwayat Keluarga, Stres, Aktivitas Fisik Ringan, Obesitas
dan Konsumsi Makanan Asin Berlebihan sebagai Faktor Risiko Hipertensi. Public Health and
Preventive Medicie Archive. 2016; 4 (2): 186-194.
[14]. Perki. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular.Avalaible from:
Http://Www.Inaheart.Org/Upload/File/Pedoman_Tatalaksna_Hipertensi_Pada_Penyakit_Kar
diovaskular_215.Pdf
[15]. Kementerian Kesehatan RI. Sehat Berawal dari Piring Makanku. Available from:
www.depkes.go.id.
[16]. Ekowati R, Sulistyowati T.Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2009; 59 (12): 580-587.
[17]. Lelly B. Perbedaan tingkat Kecemasan Antara Mahasiswa Kedokteran Laki-laki dan
Perempuan Angkatan 2011 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam Menghadapi Ujian
OSCE. [Skripsi]. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah; 2014.
[18]. Naiola E. Mikrobia Amilolitik pada Nira dan Laru dari Pulau Timor. Nusa Tenggara Timur:
BIODIVERSITAS ( Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI)); 2008: 165 - 168.
[19]. Febby HDA, Nanang P. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di Puskesmas
Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 2013; 5 (1): 20 – 25.
[20]. Bianti N. Risk Factors of Hypertension. J. Majority. 2015; 4 (5): 10-19.
[21]. Nancy SHM, Lucia KD, Rento P. Pola Makan dan Konsumsi Alkohol sebagai Faktor Risiko
Hipertensi pada Lansia. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2012; 8 (4): 202 – 212.
[22]. Hepti M, Aminuddin S, Saifuddin S. 2011. Hubungan Pola konsumsi Natrium dan Kalium
serta Aktifitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di RSUP. Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2011; 1 (1): 46 – 51.
[23]. Erlyna NS, Henry SS, Ari U. Faktor-FaktorRisikoHipertensi Primer di Puskesmas Tlogo sari
Kulon Kota Semarang. JurnalKesehatan Masyarakat. 2012; 1 (2): 315 – 325.
[24]. Kiki MA. Hubungan antara Perilaku Olahraga, Stress, dan Pola Makan dengan Tingkat
Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang Putih Kecamatan Sukolilo
Kota Surabaya. Jurnal Promkes. 2013; 1 (2): 111 – 117.
[25]. Meylen S, Hendro B, Reginus TM. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di
Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. E-journal
Keperawatan. 2014; l. 2 (1): 1-10.
[26]. Nurkhalida. Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI; 2003.
[27]. Smet B. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia, 1994.
[28]. Sri A, Siska MS, Reni S. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Lansia di
Atas Umur 65 Tahun. Jurnal Kesehatan Komunitas. 2014; 2 (4): 180 – 186.
[29]. Johanes HS. Hipertensi pada Remaja. Sari Pediatri. 2005; 6 (4): 159-165.
[30]. KemenKes RI. Infodatin – Hipertensi. Jakarta: Pusat data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI; 2014.

Hubungan Konsumsi Laru, Garam, Sayur, dan Buah Terhadap Resiko Hipertensi Pria Dewasa
Kupang (Agnes A. Rihi Leo)
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
ASUPAN NATRIUM DAN LEMAK BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH POASIA KOTA KENDARI

Asnia Zainuddin1, Irma Yunawati2


12
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Halu Oleo
Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari–Sulawesi Tenggara
E-mail: asniaz67@gmail.com

ABSTRAK
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg. Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematia n di dunia dan sering menyerang
lansia karena pada usia ini terjadi kemunduran fungsi berbagai organ tubuh. Faktor penyebab hipertensi yaitu
genetik, usia, jenis kelamin, ras, stres, gaya hidup, obesitas, sedentary life dan konsumsi makanan terutama natriu m
dan lemak . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan natrium dan lemak dengan kejadian
hipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah Poasia Kota Kendari. Jenis penelitian ini adalah analitik
observasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh lansia berusia 45 -60 tahun di
Kelurahan Rahandouna, Kecamatan Poasia dengan jumlah sampel sebanyak 69 orang dan pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan natri um dan lemak
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari.

Kata Kunci: natrium, lemak, hipertensi, lansia

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Hipertensi merupakan faktor risiko utama
penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia (Vintro, 2004). Sebagai faktor
risiko penyakit kardiovaskuler, hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebanyak 5 kali dan stroke
10 kali (Kodim, 2005). Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena
stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung (WHO,
2005).
Menurut data WHO, sekitar 972 juta (26,4%) orang di seluruh dunia mengidap hipertensi dan kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi , 333 juta berada di negara maju dan 639
juta berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia (Anggara & Prayitno, 2013). Hipertensi masih
merupakan tantangan besar di Indonesia karena sering ditemukan pada pelayana n kesehatan tingkat primer
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Berdasarkan data riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia tinggi yaitu sebesar 25,8%. Kecenderungan prevalensi hipertensi diagnosis oleh tenaga kesehatan
berdasarkan wawancara tahun 2013 (9,5%) lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 (7,6%) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang lazim ditemukan pada usia lanjut (lanjut usia-lansia). Semakin
bertambahnya umur maka kemampuan fungsi organ pun akan menurun (Anjani & Kartini, 2013). Semakin
bertambah tua, proporsi lansia yang mengalami keluhan kesehatan semakin besar, termasuk hipertensi
(Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017). Penyakit terbanyak pada lansia berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013
adalah hipertensi dengan prevalensi 35,6% pada usia 45-54 tahun, 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia
65,74% dan 63,8% pada usia ≥75 tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Faktor risiko hipertensi ada dua yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol. Faktor
risiko yang tidak dapat dikontrol meliputi genetik dan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, dan ras
(Susalit et al., 1991; Irza, 2009) sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol meliputi obesitas, stres dan perilaku
atau gaya hidup seperti kurang aktifitas dan konsumsi makanan (asupan natrium dan lemak) (Susalit et al., 1991;
Kadir, 2016). Banyak ahli yang telah melakukan penelitian mengenai mekanisme terjadinya hipertensi dan
kaitannya dengan asupan zat gizi. Meningkatnya asupan lemak dapat meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatetik
yang akhirnya akan menyebabkan hipertensi. Asupan natrium yang tinggi pula dapat menyebabkan hipertensi,
terutama bila ginjal mengalami gangguan seperti lansia karena fungsi ginjal mulai tidak normal sehingga tidak
dapatmengekskresikan natrium dalam jumlah normal, akibatnya natrium di dalam tubuh dan volume intravascular
meningkat sehingga terjadilah hipertensi (Khomsan, 2010).

SNT2BKL-KH-13 581
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa kasus penyakit degeneratif
tertinggi pada tahun 2017 adalah hipertensi, dan penyakit ini dominan diderita oleh lansia yang berusia ≥45 tahun
(Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2017). Menurut Badan Pusat Statistik Kota Kendari pada tahun 2017 bahwa
jumlah penduduk di Kecamatan Poasia sebanyak 31.933 orang dengan jumlah lansia sebanyak 4.776 orang dan
jumlah penduduk terbanyak berada di Kelurahan Rahandouna sebanyak 12.807 orang (Badan Pusat Statistik, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”apakah ada hubungan asupan natrium dan lemak dengan
kejadiannhipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah Poasia Kota Kendari?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis hubungan asupan natrium dan lemak dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia (lansia) di
wilayah Poasia Kota Kendari.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk menganalisis hubungan asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah
Poasia Kota Kendari.
b) Untuk menganalisis hubungan asupan lemak dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah
Poasia Kota Kendari.

1.4 Tinjauan Pustaka


1.4.1 Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau
tenang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Hipertensi adalah gejala dari sebuah sindroma, kemudian akan memicu pengerasan pembuluh darah sampai
terjadi kerusakan target organ terkait. Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik
sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multifaktor. Faktor risiko yang berberperan untuk
kejadian komplikasi penyakitkardiovaskular, ialah faktor risiko mayor seperti hipertensi, dan kerusakan organ
sasaran seperti jantung, otak, penyakit ginjal kronik, penyakit arteri perifer (Anggun et al., 2016).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Penyakit hipertensi dapat menyebabkan berbagai
komplikasi. Hipertensi mencetuskan timbulnya plak aterosklerotik di arteri serebral dan arteriol, yang dapat
menyebabkan oklusi arteri, cedera iskemik dan stroke sebagai komplikasi jangka panjang (Yonata, 2016).
Hipertensi merupakan penyakit yang kerap dijumpai di masyarakat dengan jumlah penderita yang terus
meningkat setiap tahunnya. Baik disertai gejala atau tidak, ancaman terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh
hipertensi terus berlangsung (Situmorang, 2015). Faktor risiko hipertensi meliputi: umur, kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, kebiasaan konsumsi
minum-minuman beralkohol, obesitas, stres, (faktor risiko yang dapat diubah) (Michael et al., 2014).
Hipertensi seringkali disebut sebagai the silent killer kerena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul gejala tersebut seringkali
dianggap gangguan biasa sehingga korbannya terlambat menya dari akan datangnya penyakit (Situmorang, 2015).
Gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan penyakit lainnya. Secara
umum, gejala hipertensi meliputi: sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil,
terutama dimalam hari, telinga berdenging (tinnitus), dunia terasa berp utar (vertigo) (Michael et al., 2014).

1.4.2 Asupan Natrium dan Lemak


a) Asupan natrium
Natrium merupakan satu-satunya elemen yang biasa dikonsumsi dalam bentuk garam dapur. Bila asupan
natrium meningkat maka ginjal akan merespons agar eks kresi garam keluar bersama urin ini juga akan meningkat.
Tetapi bila upaya mengekskresi natrium melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan merete nsi oksigen
sehingga volume intra vaskular meningkat. Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat (MSG),
kecap, dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Di antara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah
mengandung paling sedikit natrium (Michael et al., 2014).
Konsumsi garam (natrium) memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Masyarakat yang mengkonsumsi
garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring

SNT2BKL-KH-13 582
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami
peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia (Michael et al., 2014).
Patofisiologi garam sehingga menyebabkan hipertensi dimulai melalui konsumsi ma kan. Makan dapat
mengumpulkan lebih banyak garam dan air dari pada ginjal kita dapat menangani. Beberapa orang memiliki gen
yang mengontrol saluran selular, enzim dan hormon di berbagai tempat di ginjal, misalnya untukadaptasi di wilayah
padang rumput dan gurun. Dalam rangka untuk tetap aktif, orang harus mengontrol suhu tubuh. Jika kandungan air
dan garam sedikit, ginjal akan menghemat garam untuk mempertahankan cairan yang digunakan denagn melapisi
tubuh melalui keringat selama aktivitas. Hal ini menyebabkan keringat menguap dari kulit, sehingga kulit akan
dingin dan menjaga suhu tubuh tetap normal. Tanpa keringat tubuh akan cepat panas selama kegiatan (Michael, et
al., 2014)
Diet rendah garam dapat mempengaruhi tekanan darah pada penderita hipertensi. Garam dapur mengandung
natrium yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungi tubuh. Natrium berfungsi mengatur volume darah, tekanan
darah, kadar air dan fungsi sel. Tetapi sebaiknya asupan garam tidak berlebihan. Asupan garam yang berlebihan
terus-menerus dapat memicu tekanan darah tinggi. Ginjal akan mengeluarkan kelebihan tersebut melalui urin.
Apabila fungsi ginjal tidak optimal, kelebihan natrium tidak dapat dibuang dan menumpuk di dalam darah. Volume
cairan tubuh akan meningkat dan membuat jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk memompa darah
dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun akan meningkat, inilah yang terjadi pada hipertensi.
Selama konsumsi garam tidak berlebihan dan sesuai kebutuhan, kondisi pembuluh darah akan baik, ginjal pun akan
berfungsi baik, serta proses kimiawi dan faal tubuh tetap berjalan normal tidak ada gangguan (Michael et al., 2014).
b) Asupan lemak
Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan
ribuan fungsi fisiologis tubuh. Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing -masing mempunyai
fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Asupan lemak berfungsi sebagai sumber pembangun jika sesuai dengan
kebutuhan asupan lemak yang di butuhkan tetapi asupan lemak akan menjadi masalah ketika asupan lemak yang
masuk berlebih dari asupan lemak yang dibutuhkan (Michael et al., 2014).
Konsumsi pangan sumber lemak yang tinggi terutama lemak jenuh membuat kolesterol low density lipoprotein
(LDL) meningkat yang lama-kelamaan akan tertimbun dalam tubuh dan dapat membentuk plak di pembuluh darah.
Plak tersebut akan menyumbat pembuluh darah sehingga mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Membatasi
konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari endapan kolesterol
apabila bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan
memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah tekanan darah (Michael et al., 2014).
Meningkatnya asupan lemak dapat meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatetik yang akhirnya akan menyebabkan
hipertensi (Khomsan, 2010).

1.4.3 Lanjut usia (Lansia)


WHO menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia
(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) >90 tahun. Lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, berdasarkan Undang -Undang No. 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia (Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017).
Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok
orang pada waktu tertentu. Sedangkan ada yang mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi
yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan
merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Sehingga dapat diartikan pola makan adalah
pengaturan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta frekuensi mengo nsumsi makanan sehat. Lansia dalam
penyajian makananannya yaitu 7-8 kali pemberian makanan, terbagi menjadi 3 kali makan utama dan 4-5 kali
selingan. Waktu makan utama bagi lansia seperti pagi, siang dan malam (Nancy, 2016).

SNT2BKL-KH-13 583
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Perubahan menua pada lansia dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pad a tubuh dan berbagai
organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut, perubahan secara logis ini dapat mempengaruhi status gizi
pada usia tua. Semakin bertambahnya umur maka kemampuan fungsi organ pun akan menurun (Anjani & Kartini,
2013), misalnya fungsi ginjal lansia yang sudah mengalami tidak normal dan mengalami gangguan fungsi sehingga
mengakibatkan mudahnya terkena hipertensi (Khomsan, 2010).

1.5 Metodologi Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross -sectional. Populasi
penelitian adalah seluruh lansia berusia 45-60 tahun di Kelurahan Rahandouna, Kecamatan Poasia, Kota Kendari
tahun 2018 yaitu sebanyak 1.317orang. Jumlah sampel sebanyak 69 orang dan pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling.

2. PEMBAHASAN
2.1 Hasil penelitian
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (53,6%) dan sebagian besar berusia 45-50 tahun (56,5%).
Responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah ibu rumah tangga (IRT) (49,3%). (Tabel 1). Asupan natrium
dan lemak adalah jumlah rata-rata asupan natrium dan lemak yang dikonsumsi responden per hari dan diukur
menggunakan metode food recall. Sebagian besar responden memiliki asupan natrium yang cukup (68,1%)
sedangkan asupan lemak dalam kategori tinggi (52,2%). Sebagian besar responden mengalami hipertensi (60,9%)
yang mana tekanan sistolik darah >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg. (Tabel 2). Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara asupan natrium (p value=0,000) dan asupan lemak (pvalue=0,000)
dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari. (Tabel 3).

Tabel 1. Karakteristik dasar responden


Karakteristik dasar responden n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 32 46, 4
Perempuan 37 53,6
Umur
45-50 39 56,5
51-60 30 43,5
Pekerjaan
PNS 9 13,0
Wiraswasta 22 13,9
Petani 4 5,8
IRT 34 49,3

Tabel 2. Distribusi frekuensi variabel yang diteliti


Variabel yang diteliti n %
Asupan natrium
Tinggi 22 31,9
Cukup 47 68,1
Asupan lemak
Tinggi 36 52,2
Cukup 33 47,8
Kejadian hipertensi
Hipertensi 42 60,9
Tidak hipertensi 27 39,1

SNT2BKL-KH-13 584
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Tabel 3. Hubungan asupan natrium dan lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia
Kota Kendari

Kejadian hipertensi
Variabel Hipertensi Tidak hipertensi pvalue
n % n %
Asupan natrium
Tinggi 21 95,5 1 4,5 0,000
Cukup 21 44,7 26 55,3
Asupan lemak
Tinggi 35 97,2 1 2,8 0,000
Cukup 7 21,2 26 78,8

2.2. PEMBAHASAN
2.2.1. Hubungan asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari
Natrium merupakan satu-satunya elemen yang biasa dikonsumsi dalam bentuk garam dapur. Bila asupan natrium
meningkat maka ginjal akan merespon agar ekskresi garam keluar bersama urin ini juga akan meningkat. Tetapi bila
upaya mengekskresi natrium melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi oksigen sehingga
volume intravaskular meningkat.
Natrium berfungsi untuk memelihara keseimbangan kimiawi tubuh, mengatur volume cairan dan membuat
membran sel menjadi kuat dan lentur. Selain itu, natrium memegang peranan penting dalam menyalurkan pulsa
saraf dan membantu kontraksi pada jaringan otot termasuk otot jantung.
Saat natrium dikonsumsi maka natrium tersebut akan mengikat air sehingga air akan diserap ke dalam
intravaskuler yang menyebabkan meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat, maka
mengakibatkan tekanan darah juga meningkat. Selain itu, natrium merupakan salah satu komponen zat terlarut
dalam darah. Dengan mengonsumsi natrium, konsentrasi zat terlarut akan tinggi sehingga penyerapan air masuk dan
selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah (Abdurrachim, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi di wilayah
Poasia Kota Kendari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Mamoto et al., (2012)
hasilnya menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi. Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Mahmudah (2016) yang menyatakan bahwa konsumsi natrium yang
berlebih akan meningkatkan ekstraseluler dan cara untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat dan akibat dari meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah yang berdampak pada timbulnya hipertens i.
Mekanisme terjadinya hipertensi akibat kadar natrium yang berlebih, yaitu pengaturan keseimbangan natrium
dalam darah diatur oleh ginjal. Kandungan natrium yang tinggi dalam tubuh dapat mengganggu kerja ginjal.
Natrium harus dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi karena natrium sifatnya mengikat banyak air, maka makin
tinggi natrium membuat volume darah meningkat. Volume darah semakin tinggi sedangkan lebar pembuluh darah
tetap, maka alirannya jadi deras, yang artinya tekanan darah menjadi semakin me ningkat sehingga, asupan natrium
yang tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi (Bertalina & Suryani, 2017).
Mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dapat meningkatkan tekanan darah. Natrium yang masuk ke dalam
tubuh akan langsung diserap ke dalam pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kadar natrium dalam darah meningkat.
Natrium mempunyai sifat menahan air, sehingga menyebabkan volume darah menjadi naik. Mengkonsumsi natrium
secara terus -menerus dapat menyebabkan hipertensi. Asupan natrium yang dikonsumsi oleh responden berasal dari
bahan makanan yang mengandung natrium tinggi. Adapun jenis makanan yang tinggi akan kandungan natrium yang
dikonsumsi oleh lansia adalah ikan asin, susu, nasi gooreng, go rengan, serta bumbu masakan seperti kecap, terasi,
garam dapur, Mono Sodium Glutamat (MSG), dan makanan yang diawetkan dengan menggunakan garam dapur,
serta makanan jajanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) (Salam, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Indrawati et al., (2009) menemukan hubungan yang bermakna antara konsumsi
makanan asin, mengandung sodium glutamat (vetsin, kecap dan saus) dengan kejadian hipertensi. Konsumsi
makanan sumber natrium ini sejalan dengan penelitian Widyaningrum (2012) yang menyatakan bahwa responden
yang mengonsumsi makanan seperti susu, keripik, serta ikan asin. Konsumsi makanan ini terjadi karena bahan
makanan tersebut terdapat dalam menu sehari-hari tanpa disadari oleh responden bahwa bahan makanan tersebut
tergolong bahan makanan tinggi natrium.

SNT2BKL-KH-13 585
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Responden yang memiliki tekanan darah tinggi diharapkan mampu membatasi makanan tinggi natrium yang
dikomsumsi sehari-hari seperti mengurangi jumlah garam yang digunakan dalam mengolah makanan serta bahan
makanan lainnya seperti roti, kue, makanan yang dikalengkan maupun yang diawetkan, serta bumbu dapur seperti
terasi dan kecap.
Responden yang memiliki asupan natrium cukup masih ada yang terkenana hipertensi, dimana status hipertensi
tidak hanya disebabkan oleh asupan natrium tetapi disebabkan dengan banyak faktor. Pene litian ini sejalan dengan
teori bahwa penyebab hipertensi mempunyai beberapa faktor risiko. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
meliputi genetik dan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, dan ras (Susalit et al., 1991; Irza, 2009)
sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol meliputi obesitas, stres dan perilaku atau gaya hidup seperti kurang
aktifitas dan konsumsi makanan (asupan natrium dan lemak) (Susalit et al., 1991; Kadir, 2016).

2.2.2 Hubungan asupan lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari
Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan
ribuan fungsi fisiologis tubuh. Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing -masing mempunyai
fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Asupan lemak berfungsi sebagai sumber pembangun jika sesuai dengan
kebutuhan asupan lemak yang di butuhkan tetapi asupa lemak akan menjadi maslah ketika asupan lemak yang
masuk berlebih dari asupan lemak yang dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
asupan lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Sangadji & Nurhayati (2014) menunjukkan bahwa proporsi kejadian
hipertensi lebih tinggi pada responden yang sering mengkonsumsi lemak lebih besar dibandingkan responden yang
jarang mengkonsumsi lemak. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Ramayulis (2010) yang mengatakan
pola makan yang salah dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan
berlemak terutama pada asupan lemak jenuh dan kolesterol.
Penelitian Sugiharto (2007) di Karanganyar menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi
lemak dengan peningkatan tekanan darah atau hipertensi dibuktikan dengan nilai p=0,024. Begitu juga penelitian
yang dilakukan oleh Fathina (2007) di Klinik Rawat Jalan di RSU Kodia bahwa terdapat hubungan yang signifikan
(p=0,00) antara asupan lemak dengan hipertensi, asupan lemak dapat meningkatkan kadar tekan darah diastolik dan
sislotik. Hal ini disebabkan, kebiasaan mengkonsumsi lemak terutama lemak jenuh sangat erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang dapat berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga dapat meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitannya dengan tekanan darah (Shep, 2001).
Asupan tinggi lemak jenuh dapat menyebabkan dislipidemia yang merupakan salah satu faktor utama risiko
aterosklerosis yang dapat meningkatkan resistensi dinding pembuluh darah dan memicu terjadinya peningkatan
denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dapat meningkatkan volume aliran darah yang berefek terhadap
peningkatan tekanan darah. Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak dalam tubuh meningkat, terutama
kolesterol yang menyebabkan kenaikan berat badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan y ang
lebih besar. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi asam lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan yang lain yang bersumber dapat menurunkan tekanan darah (Hull, 1996).
Dari hasil dilapangan diketahui bahwa responden dengan asupan lemak berlebih sering mengkonsumsi makanan
sumber lemak seperti minyak kelapa memiliki kandungan lemak 98 gram, minyak ikan memiliki kandungan lemak
100 gram, dan margarine memiliki kandungan lemak 81 gram. Makanan lain yang dikonsumsi lansia yaitu susu
yang mengandung lemak dan gorengan yang banyak mengandung minyak. Makin tinggi lemak mengakibatkan
kadar kolesterol dalam darah meningkat yang akan mengendap dan menjadi plak yang menempel pada dinding
arteri, plak tersebut menyebabkan penyempitan arteri sehingga memaksa jantung bekerja lebih berat dan tekanan
darah menjadi lebih tinggi. Tinggi lemak dapat menyebabkan obesitas yang dapat memicu timbulnya hipertensi.
Penelitian ini menunjukan bahwa responden yang memiliki asupan lemak baik masih ada yang terkena
hipertensi. Hipertensi yang terjadi pada seseorang tidak hanya disebabkan oleh asupan lemak tetapi dapat
diakibatkan oleh faktor lain. Seperti yang di kemukakan oleh (Mahmudah, 2017) semakin meningkatnya alat
teknologi produksi makanan dan perubahan sosial ekonomi menyebabkan masyarakat modern saat ini cenderung
memilih makanan yang cepat disajikan, murah, dan mengenyangkan. Hal tersebut menggeser pola makan
masyarakat yang tradisional ke pola makan barat sehingga masyarakat lebih cenderung memilih makanan yang
tinggi natrium, lemak dan rendah vitamin, mineral, serat.
Faktor lain yang menunjang terjadinya hipertensi yaitu aktifitas fisik. Dimana dari hasil distribusi responden
berdasarkan pekerjaan pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari paling banyak responden adalah ibu rumah
tangga. Ibu rumah tangga memiliki aktifitas fisik sangat rendah karna dengan adanya alat –alat

SNT2BKL-KH-13 586
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
teknologi dapat memudahkan melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya keseimbangan
energi positif, apabila keadaan ini terjadi terus –menerus maka dapat berdampak terjadinya obesitas . Obesitas
menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi karena menyebabkan berbagai perubahan fisiologis dalam tubuh yang
mempengaruhi peningkatan tekanan darah (Lestari & Lelyana, 2010).
Beberapa fakta dalam studi epidemiologi menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingginya
asupan lemak jenuh dengan tekanan darah, dan pada beberapa populasi dengan darah dibawah rata -rata
mengkonsumsi lemak total dan asam lemak jenuh rendah. Selain itu, konsumsi lemak jenuh meningkatkan
resiko kenaikan berat badan yang merupakan faktor resiko hipertensi. Asupan lemak jenuh yang kemudian
menyebabkan hipertensi. Keberadaan lemak jenuh yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan
penumpukan dan pembentuk plat di pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi semakin sempit dan
elastisnya berkurang.

3. KESIMP ULAN
Kesimpulan penelitian ini adalah asupan natrium dan lemak berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia
di wilayah Poasia Kota Kendari.

PUSTAKA

Abdurrachim, R., Hariyawati, I., & Suryani, N. 2016. Hubungan Asupan Natrium, Frekuensi dan Durasi Aktifitas
Fisik Terhadap Tekanan Darah Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera dan Bina Laras Budi
Luhur Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Gizi Indonesia. 39 (1): 37-48.

Anggara, F.H.D., & Prayitno N. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga
Murni Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5:1

Anggun, et al., 2016. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi di Desa Tandengan Satu
Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa. Pharmaconjurnal Ilmiah Farmasi. 5(1): 1-8.

Anjani & Kartini. 2013. Perbedaan Pengetahuan Gizi, Sikap, Dan Asupan Zat Gizi Pada Dewasa Awal (Mahasiswi
LPP Graha Wisata dan Sastra Inggris Universitas Diponegoro Semarang . Semarang: Universitas
Diponegoro.

Badan Pusat Statistik. 2018. Kecamatan Poasia dalam angka 2018 .Kendari: Badan Pusat Statistik.

Bertalina & Suryani, A.N. 2017. Hubugan Asupan Natrium, Gaya Hidup Dan Faktor Genetik Dengan Tekanan
Darah Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Kesehatan. VIII (2): 240-249.

Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017. Kendari:
Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara.

Fathina, UA. 2007. Hubungan Asupan Sumber Lemak dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tekanan Darah
Penderita Hipertensi. Semarang: UNDIP.

Hull, A. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Indrawati, L., Werdhasari, A., Yudi, A., 2009. Hubungan Pola Kebiasaan Konsumsi Makanan Masyarakat Miskin
Dengan Kejadian Hipertensi Di Indonesia. Media Peneliti dan Pengembangan Kesehatan . vol. XIX no.4.

Irza, S. 2009. Analisis Faktor Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat . Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Kadir, A. (2016). Kebiasaan Makan Dan Gangguan Pola Makan Serta Pengaruhnya Terhadap Status Gizi Remaja.
Jurnal Publikasi Pendidikan, 6 (1): 1-7.

SNT2BKL-KH-13 587
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 . Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Hipertensi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Khomsan, A. 2010. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kodim, N. 2005. Analisis Kontekstual: Hubungan Lingkungan Sosio -Demografi Dengan Hipertensi Yang Tidak
Terkendali. Majalah Kedokteran Indonesia, 55 (2): 52-60.

Lestari, D dan Lelyana, R. 2010. Hubungan Asupan Kalium, Kalsium, Magnesium dan Natrium, IMT Serta Aktifitas
Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia 30 -40 Tahun. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mahmudah, S., et al. 2016. Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok tahun 2015. Biomedika 8(2): 1-9.

Mamoto, F., Kandou, G.C., Pijoh, V.D., 2012. Hubungan antara asupan natrium dan obesitas dengan kejadian
hipertensi pada pasien poliklinik umum di puskesmas Tumaratas kecamatan Langowan Kabupaten
Minahasa, hlm.1-6

Michael et al., 2014. Tata Laksana Terkini Pada Hipertensi. Jurnal Kedokteran Meditek . 20 (52): 1-6.

Nancy, M.Y., 2016. Gambaran Pola Konsumsi Makanan Sehat Pada Lansia Di Dusun Papringan Kecamatan Semin
Kabupaten Gunungkidul.

Ramayulis, R 2010. Menu dan resep untuk penderita hipertensi, Jakarta: Penebar Plus.

Salam, M. A., & M. A. Salam (2010). Risiko Faktor Hereditas, Obesitas dan Asupan Natrium Terhadap Kejadian
Hipertensi Pada Remaja Awal. Program Studi Ilmu Gizi.

Sangadji, NW & Nurhayati. 2014. Hipertensi Ada Ramusaji Bus Transjakarta Di PT. Bianglala Metropolitan Tahun
2013. BIMKMI. 2 (2): 1-10.

Sheps. S.G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta.

Situmorang, P.R., 2015. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Pada Penderita Rawat Inap
di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan tahun 2014. Jurnal Ilmiah Keperawatan 1(1): 1-6.

Sugiharto, A. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten
Karananyar). Semarang: Universitas Diponegoro

Susalit, E., et al. 1991. Hipertensi (Pendidikan Uji Diri). Jakarta: IDI.

Vintro, I.B. 2004. Control And Prevention Of Cardiovascular Disease Around The World. Rev Esp Cardiol, 57:
487-94.

Widyaningrum, S. 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia . Jember:
Universitas Jember.

WHO. 2005. Surveillance of major non-communicable disease in Southeast Asia Region (Report of an inter-country
consultation), Geneva: WHO.

Yonata, A., Satria, A. 2016. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya Stroke. Majority. Vol. 5 No. 3.

Zaenurrohmah & Rachmayanti. 2017. Hubungan pengetahuan dan riwayat hipertensi dengan tindakan pengendalian
tekanan darah pada lansia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 5 (2): 174-184.

SNT2BKL-KH-13 588
GIZIDO Volume 7 No. 1 Mei 2015Hubungan Aktivitas Fisik Olga L. Paruntu dkk

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI DAN HIPERTENSI PADA


PEGAWAI DI WILAYAH KECAMATAN TOMOHON UTARA

Olga Lieke Paruntu¹, Fred A. Rumagit², danGriche S. Kures³

1,2.JurusanGiziPoltekkes Manado,
3, DinasKesehatandanSosial Kota Tomohon

ABSTRACT

Hypertension is the most deadly diseases in the world . In Indonesia, the prevalence of
hypertension 25.8 % and 27.1 % in North Sulawesi . This result is lower than the
measurement of blood pressure in Riskesdas survey in 2007 and for the city of Tomohon
prevalence of hypertension of 41.6 % . The main causes of hypertension due to less active
physical activity and obesity . The proportion of physical activity are less active North Sulawesi
highest obesity 31.7 % and 24.4 % .
Research purposes. This study aims to determine the relationship of physical activity,
nutritional status and hypertension in employees in the District of North Tomohon
Types of research. This is a descriptive observational study with cross sectional study
conducted in July 2014 with a sample of 93 people who were taken with non-probability
sampling technique with purposive sampling. Nutritional status was determined by BMI
(normal 18.5 to 25, 25.1 to 27 obese , overweight > 27 ), physical activity using the
International Physical Activity ( IPAQ ) , high blood pressure, systolic and diastolic, when
≥140/90mmHg. Analysis of the data by using Spearman Rho 's.
Research result. The results showed as much as 51.8 % of the subjects engage in moderate
activity ( > 600 METs - min / week ) , 48.4 % had nutritional status of obese and 49 % had an
average blood pressure of 140 / 90-140 / 105 mmHg Statistical test showed an association of
physical activity with hypertension, where p = 0.026 ( p < 0.05 ), and their relationship with the
nutritional status of hypertension, namely p = 0.008 ( p < 0.05 ) .
Conclusion. There is a relationship of physical activity with hypertension in employees in the
District of North Tomohon ( p = 0.026 ). Terdapat relationship with hypertension in the
nutritional status of employees in the District of North Tomohon ( p = 0.008 ) .

Keywords : Physical Activity , Nutrition Status , Hypertension .

PENDAHULUAN Penelitian organisasi kesehatan


Hipertensi adalah penyakit dunia (WHO) menyatakan bahwa
yang dapat menyerang siapa saja gaya hidup terus menerus dalam
baik muda maupun tua. Hipertensi bekerja menjadi penyebab satu dari
merupakan salah satu penyakit paling sepuluh kematian dan kecacatan, dan
mematikan didunia. Sebanyak satu lebih dari dua juta kematian setiap
milyar orang di dunia atau satu dari tahun disebabkan oleh kurangnya
empat orang dewasa menderita aktivitas fisik/bergerak (Suiraoka, 2012).
penyakit ini. Diperkirakan jumlah Proporsi aktivitas fisik tergolong kurang
penderita hipertensi akan meningkat aktif secara umum adalah 26,1%.
menjadi 1,6 milyar menjelang tahun Terdapat 22 provinsi dengan penduduk
2025 ( Pudiastuti, 2013). aktivitas fisik tergolong kurang aktif
Prevalensi hipertensi di berada diatas rerata Indonesia.
Indonesia yang didapat melalui Proporsi penduduk Indonesia dengan
pengukuran pada umur ≥ 18 tahun perilaku sedentari ≥ 6 jam perhari
sebesar 25.8%, tertinggi di Bangka 24,1%. Lima provinsi diatas rerata
Belitung 30,9%, diikuti Kalimantan nasional adalah Riau 39,1%, Maluku
Selatan 30,8%, Kalimantan Timur Utara 34,5%,
29,6%, Jawa Barat 29,4% dan Jawa Timur 33,9%, Jawa Barat
Sulawesi Utara 27,1% (Balitbangkes, 33,0%, Gorontalo 32% sedangkan
2014). Hasil ini lebih rendah dari Sulawesi Utara 31,7% (Balitbangkes,
pengukuran tekanan darah pada 2014).
survei Riskesdas tahun 2007 dan Selain aktivitas fisik, faktor lain
untuk kota Tomohon didapatkan yang memicu timbulnya penyakit
prevalensi hipertensi sebesar 41,6% hipertensi adalah status gizi yang tidak
(Balitbangkes, 2008). seimbang. Dengan keadaan ekonomi
GIZIDO Volume 7 No. 1 Mei 2015Hubungan Aktivitas Fisik Olga L. Paruntu dkk

yang membaik dan tersedianya yaitu aktivitas fisik dan status gizi
berbagai makanan siap saji, enak, sedangkan variabel terikat yaitu
nikmat dan kaya akan energi hipertensi. Pengukuran variabel bebas
terutama sumber lemak dan karbohidrat yaitu aktivitas fisik menggunakan
maka asupan makanan dan zat gizi kuesioner International Physical
yang melebihi kebutuhan tubuh. Activity (IPAC), status gizi
Keadaan kelebihan zat gizi ini akan menggunakan indikator IMT sedangkan
membawa pada keadaan obesitas variabel terikat yaitu hipertensi
(Riyadi dkk, 2007 dalam Manampiring, menggunakan alat ukur tekanan darah
2008). Obesitas adalah penyakit yang (sphygmomanometer) dan
paling mahal, 22 % orang dewasa di stetoskop.Sampel penelitian adalah
Inggris dan 30 % di Amerika Serikat, pegawai di wilayah Kecamatan
sekarang menderita obesitas. Angka- Tomohon Utara sebanyak 93 orang.
angka ini berada di atas 15 % Besar sampel menggunakan rumus
sebagai ambang batas kritis versi Estimating a Population With Spesific
WHO untuk intervensi epidemi (Lean, Absolute Precision dengan tingkat
2013). Prevalensi penduduk obesitas kepercayaan α 95%, prevalensi 41,6%.
terendah di provinsi Nusa Tenggara Metode pengambilan sampel dalam
Timur (6,2%) dan tertinggi di Sulawesi penelitian ini dengan menggunakan
Utara (24,4%) (Balitbangkes, teknik non probability sampling dengan
2013).Tujuanpenelitianmengetahui purposive sampling. Pengolahan dan
hubungan aktivitas fisik, status gizi analisis data statistik dilakukan mulai
dan hipertensi pada pegawai di wilayah dari editing, coding dan mengentri data
Kecamatan Tomohon Utara. pada program software statistik. Untuk
mengetahui hubungan antara variabel
BAHAN DAN CARA dependen dan variabel independen
Jenis penelitian ini adalah menggunakan uji korelasi Spearman
deskriptif observasional dengan Rho’s oleh karena data berdistribusi
menggunakan rancangan penelitian tidak normal.
studi potong lintang (cross sectional).
Dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di HASIL PENELITIAN
Kecamatan Tomohon Utara.Variabel 1. Jenis Kelamin
penelitian terdiri atas variabel bebas

Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %
Laki-laki 37 39,8
Perempuan 56 60,2
Total 93 100

Tabel 1 menunjukan bahwa sebagian besar (60,2%) berjenis kelamin


perempuan.
2. Umur
Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Umur (tahun) n %
30-35 9 10
36-40 8 9
41-45 16 18
46-50 26 28
51-55 25 27
>55 7 8
Total 93 100

Tabel 2 menunjukan bahwa sebagian besar (28%) subjek berada pada umur
46-50 tahun.
GIZIDO Volume 7 No. 1 Mei 2015Hubungan Aktivitas Fisik Olga L. Paruntu dkk

3. Aktivitas Fisik

Tabel 3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Aktifitas Fisik

Aktifitas Fisik n %
Ringan 45 48,4
Sedang 48 51,6
Total 93 100

Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian pegawai yang dalam melaksanakan


besar (51,6%) aktivitas fisik subjek pekerjaannya setiap hari bermacam-
termasuk aktivitas sedang. Hal ini macam seperti duduk, berdiri, berjalan,
disebabkan karena subjek adalah mengajar yang memerlukan energi
.

4. Status Gizi

Tabel 4. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Gizi

Status Gizi n %
Normal 31 33,3
Overweight 17 18,3
Obesitas 45 48,4
Total 93 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa status masyarakat Kota Tomohon yang


gizi subjek sebagian besar senang berkumpul dan makan
obesitassebesar 48,4%. Hal ini bersama setelah melakukan ritual
disebabkan pegawai di Kota Tomohon ibadah atau pertemuan keluarga
rata-rata mengkonsumsi makanan yang sehingga tidak dapat menghindar dari
tinggi karbohidrat, protein, dan lemak. makanan yang dapat menimbulkan
Fenomena ini juga terjadi karena penimbunan energi di dalam tubuh
kebiasaan atau budaya pada sehingga terjadi gizi lebih.

5. Tekanan Darah

Tabel 5. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tekanan Darah

Tekanan Darah n %
140/90-140/105 45 49
145/90-145/100 16 17
150/90-150/105 14 15
155/90-150/105 5 6
160/90-160/120 3 3
165/90-165/110 2 2
170/90-170/120 5 5
175/90-175/130 2 2
180/90-180/120 1 1
Total 93 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar (49%) rata-rata tekanan darah


subjek yaitu 140/90-140/105.
GIZIDO Volume 7 No. 1 Mei 2015Hubungan Aktivitas Fisik Olga L. Paruntu dkk

6. Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Hipertensi

Tabel 6. Aktifitas Fisik Dengan Hipertensi

Hipertensi
Aktifitas Fisik Jumlah
Stadium 1 Stadium 2
Ringan 34 (36,6%) 11(11,7%) 45(48,4%)
Sedang 46 (49,6%) 2 (2,1%) 48 (51,6%)
Total 80 (86,2%) 13 (13,8%) 93 (100%)

Tabel 6 menunjukan bahwa sebagian fisik sedang mengalami hipertensi.


besar (51,6%) sampel dengan aktifitas

Tabel 7. Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Hipertensi

Variabel Yang Dihubungkan p r


Aktifitas Fisik dengan Hipertensi 0,026 -0,230
Uji Spearmen’rho

Tabel7menunjukkan adanya 2001) dan orang yang suka


hubungan yang bermakna antara melakukan aktivitas aerobik akan
aktivitas fisik dengan hipertensi, mengalami penurunan tekanan darah
dimana diperoleh nilai p adalah rata-rata 4 mmHg TDS dan 2 mmHg
0,026 (p<0,05) dengan nilai r (besar TDD baik yang mengalami hipertensi
kekuatan hubungan negatif) yaitu - maupun yang tidak mengalami
0,230, artinya semakin tinggi aktivitas hipertensi (Whelton dkk, 2002
fisik maka semakin rendah tekanan Aktivitas fisik yang dilakukan
darah seseorang. secara teratur dan tepat dengan
Aktivitas fisik secara teori frekuensi dan lamanya waktu yang
mempengaruhi tekanan darah sesuai akan dapat membantu
seseorang, semakin sering seseorang seseorang dalam menurunkan tekanan
melakukan aktivitas fisik maka darahnya. Aktivitas fisik yang cukup
semakin kecil resiko terkena penyakit dapat membantu menguatkan jantung
hipertensi atau tekanan darah tinggi. sehingga dapat memompa darah
Seseorang dengan aktivitas fisik lebih baik dengan tanpa harus
ringan, memiliki kecenderungan sekitar mengeluarkan energi atau kemampuan
30%-50% terkena hipertensi yang besar. Semakin ringan kerja
dibandingkan seseorang dengan jantung maka semakin sedikit tekanan
aktivitas sedang atau berat. Orang yang pada pembuluh darah arteri sehingga
sering berjalan kaki dapat menurunkan mengakibatkan tekanan darah menjadi
tekanan darah sekitar 2 % (Kelley, turun (Simamora, 2012).

7. Hubungan Status Gizi Dengan Hipertensi

Tabel 8. Status Gizi Dengan Hipertensi

Hipertensi
Status Gizi Jumlah
Stadium 1 Stadium 2
Normal 28 (30,1%) 3(3,2%) 31(33,3%)
OW 16 (17,2%) 1 (1,1%) 17 (18,3)
OB 35 (37,6%) 10 (10,7) 45 (48,3%)
Total 79 (84,9%) 14 (15,1%) 93 (100%)
GIZIDO Volume 7 No. 1 Mei 2015Hubungan Aktivitas Fisik Olga L. Paruntu dkk

Tabel 8 menunjukan bahwa sebagian gizi obesitas mengalami hipertensi.


besar (48,3%) subjek dengan status

Tabel 9. Hubungan Status Dengan Hipertensi

Variabel Yang Dihubungkan p r


Status Gizi dengan Hipertensi 0,008 +0,270
Uji Spearmen’rho

Tabel 9 menunjukan adanya hubungan tujuh kali lipat dibandingkan wanita


status gizi dengan hipertensi, dimana langsing dengan usia yang sama
nilai p=0,008 (p<0,05). (Purwati S dan Salimar R, 2005).

Status gizi merupakan salah KESIMPULAN


satu faktor yang dapat meningkatkan 1. Aktivitas fisik pegawai di Wilayah
risiko seseorang mengalami hipertensi. Kecamatan Tomohon Utara,
Seseorang yang memiliki kelebihan sebagian besar (51,6%) adalah
berat badan akan lebih cenderung sedang.
mengalami hipertensi, oleh karena 2. Status gizi pegawai di wilayah
kelebihan berat badan akan Kecamatan Tomohon Utara
mempengaruhi fisiologi seseorang adalah normal sebesar 33,3%,
yaitu resistensi insulin dan overweight (gemuk) sebesar
hiperinsulinemia, aktivasi sistem saraf 18,3% dan obesitas sebesar
simpatik dan sistem renin angiotenin, 48,4%.
serta perubahan organ ginjal. 3. Terdapat hubungan aktivitas fisik
Peningkatan asupan energi akan dengan hipertensi pada pegawai di
meningkatkan insulin plasma, yang wilayah Kecamatan Tomohon Utara
berperan sebagai faktor natriuretik (p=0,026), terdapat hubungan status
dan menyebabkan peningkatan gizi dengan hipertensi pada pegawai
reabsorbsi natrium ginjal sehingga di wilayah Kecamatan Tomohon
menyebabkan meningkatnya tekanan Utara (p=0,008).
darah (Krummel, 2004).
Gizi lebih terutama obesitas DAFTAR PUSTAKA
merupakan faktor risiko munculnya
berbagai penyakit degeneratif Balitbangkes, (2014). Riset Kesehatan
termasuk hipertensi. Hasil penelitian Dasar 2013, Kemenkes, Jakarta.
Framingham (AS) menunjukkan bahwa Balitbangkes, (2008). Riset Kesehatan
kenaikan berat badan sebesar 10% Dasar 2007, Depkes, Jakarta
pada pria akan meningkatkan tekanan Dhianningtyas, Yunita dan Hendrati,
darah 6,6 mmHg. Framingham Study Lucia Y (2006). Risiko Obesitas,
menunjukkan bahwa seseorang Kebiasaan Merokok, Dan
dengan status gizi lebih berisiko Konsumsi Garam Terhadap
terkena hipertensi 10 kali dibanding Kejadian Hipertensi Pada Usia
orang dengan gizi normal Produktif. The Indonesian
(Dhianningtyas dan Hendratati, 2006). JournalOf Public Health Vol 2 No
Makin besar massa tubuh, 3.
makin banyak darah yang dibutuhkan Kelley, (2001). Walking and Resting
untuk memasok oksigen dan makanan Blood Pressure In Adults: a Meta
ke jaringan tubuh. Ini berarti volume Analysis. Preventive Med.
darah yang beredar melalui pembuluh Krumel DA, (2004). Medical Nutition
darah menjadi meningkat sehingga Therapy In Hypertension.
memberi tekanan lebih besar pada Didalam Mahan LK dan Escott
dinding arteri. Seseorang yang Stump S, editor 2004, Food,
gemuk lebih mudah terkena Nutrition and Diet Therapy.
hipertensi. Wanita yang sangat USA: Saunders Co.
gemuk pada usia 30 tahun Lemeshow S. Hosmer, D. W. Klar, J.
mempunyai risiko terkena hipertensi & Lwanga, S. K, (1997),
GIZIDO Volume 7 No. 1 Mei 2015Hubungan Aktivitas Fisik Olga L. Paruntu dkk

Besar Sampel dalam Penelitian


Kesehatan. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Manampiring E. Aaltje, (2008),
Hubungan Status Gizi dan
Tekanan Darah pada Penduduk
Usia 45 tahun ke atas di
Kelurahan Pakowa Kecamatan
Wanea Kota Manado, Fakultas
Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi, Manado.
Pudiastuti, (2013). Penyakit-penyakit
Mematikan. Nuha Medika.
Yogyakarta.
Suiraoka, IP, (2012). Mengenal,
Mencegah dan Mengurangi
Faktor Risiko 9 Penyakit
Degeneratif. Nuha Medika.
Yogyakarta.
Whelton SP, Chin A, Xin X, He J, 2002.
Effect Of Aerobic Exercise and
Blood Pressure : a meta
analysis Of Randomized
Controlled Trials. Ann Intern
Med
World Health Organization (WHO)
2000. Obesity: Preventing and
Managing the Global Epidemic.
Technical Report Series No.
894. Geneva: WHO, 2000.
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI


PADA PASIEN RAWAT JALAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TAGULANDANG
KABUPATEN SITARO
Nur Afni Karim
Franly Onibala
Vandri Kallo
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi
Email: nurafni_k@yahoo.co.id
Abstract:Hypertension is a condition in which an increase in systolic blood pressure ≥130
mmHg and diastolic pressure ≥80 mmHg. Hypertension is a worldwide health problem that
continues to increase. Physical activity is any body movement produced by skeletal muscle and
requires energy expenditure. The purpose of this study was to determine the relationship of
physical activity with the degree of hypertension in outpatients in the work area of Tagulandang
Public Health Center of SITARO Regency. Design the research is using observational analytic,
using Cross Sectional approach. The sample is 40 respondents taken by using purposive
sampling technique. Data were collected from respondents using physical activity
questionnaire sheet and observation sheet for degree of hypertension.Statistics Test Result Chi-
Square of physical activity relation with degree of hyperetensi 95% (α≤0.05) and result
obtained p value 0.039. Conclusion that there is relationship between physical activity with
degree of hypertension in outpatient in work area of Tagulandang Public Health Center of
SITARO Regency.
Keywords: Physical activity, degree of hypertension
Abstrak:Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥
130 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 80 mmHg. Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang
terjadi diseluruh dunia yang terus meningkat. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka dan memerlukan pengeluaran energi. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan derajat hipertensi pada pasien rawat jalan di
wilayah kerja Puskesmas Tagulandang Kabupaten SITARO. Desain Penelitian yaitu
menggunakan observasional analitik, dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional.
Sampel sebanyak 40 responden yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan lembar kuesioner aktivitas fisik dan
lembar observasi untuk derajat hipertensi. Hasil Uji Statistik Chi-Square hubungan aktivitas
fisik dengan derajat hiperetensi 95% (∝≤ 0.05) dan hasil diperoleh pvalue0.039. Kesimpulan
yaitu terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan derajat hipertensi pada pasien rawat jalan
di wilayah kerja Puskesmas Tagulandang Kabupaten SITARO.
Kata Kunci: Aktivitas fisik, derajat hipertensi

1
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

PENDAHULUAN penyakit tidak menular, hipertensi berada di


Hipertensi atau tekanan darah tinggi posisi ke tiga.
merupakan masalah kesehatan yang terjadi Hasil observasi di Puskesmas
di seluruh dunia. Berdasarkan data World Tagulandang fenomena dan kasus
Health Organization (WHO) tahun 2013, hipertensi cukup banyak, sehingga peneliti
menyatakan bahwa terjadi peningkatan tertarik untuk melakukan penelitian di
jumlah orang yang menderita hipertensi Tagulandang dan juga karena peneliti
dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 berdomisili di Tagulandang. Hasil
milyar pada tahun 2008. Di perkirakan akan wawancara dari beberapa masyarakat yang
terus meningkat pada tahun 2020 sekitar berkunjung ke puskesmas diperoleh
1,56 milyar orang dewasa akan hidup keterangan bahwa mereka jarang
dengan hipertensi (Kemenkes RI, 2014). melakukan aktivitas seperti olahraga atau
Tekanan darah tinggi atau hipertensi jalan sehat setiap pagi, sering kali
merupakan penyakit yang ditandai dengan melanggar dan tidak mematuhi anjuran dan
peningkatan tekanan darah yang melebihi larangan dari dokter, mengkonsumsi garam
normal. Penyakit hipertensi salah satunya dapur, serta mengkonsumsi daging di acara-
dipengaruhi oleh pekerjaan yang menguras acara tertentu dan setelah mengkonsumsi
aktivitas masyarakat. Aktivitas yang sehat makanan beresiko dapat menyebabkan
dan makanan yang sehat merupakan kekambuhan hipertensi. Dan juga
pilihan tepat untuk menjaga diri terbebas masyarakat di Tagulandang lebih memilih
dari hipertensi (Susilo & Wulandary, 2011). naik kendaraan seperti sepeda motor
Penelitian yang dilakukan oleh daripada jalan kaki kalau kemana-mana
Muliyati, Syam, Sirajuddin (2011) dalam walaupun jaraknya dekat.
jurnal hubungan pola konsumsi natrium dan Berdasarkan uraian dalam latar
kalium serta aktivitas fisik dengan kejadian belakang diatas maka, peneliti tertarik
hipertensi di RSUP DR. Wahidin untuk meneliti tentang hubungan aktivitas
Sudirohusodo Makasar menunjukan bahwa fisik dengan derajat hipertensi pada pasien
ada hubungan antara aktivitas fisik dengan rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas
hipertensi. Responden sebanyak 64,4% Tagulandang Kabupaten SITARO.
memiliki aktivitas ringan menderita
hipertensi, sedangkan 35,6% responden METODE PENELITIAN
yang beraktivitas sedang tidak menderita Desain Penelitian ini menggunakan
hipertensi. penelitian observasioanal analitik, dengan
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan menggunakan pendekatan Cross Sectional.
resiko menderita hipertensi. Orang yang Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh
tidak aktif cenderung mempunyai frekuensi pasien hipertensi yang ada di Puskesmas
denyut jantung yang lebih tinggi sehingga Tagulandang sebanyak 135 orang. Pada
otot jantungnya harus bekerja lebih keras penelitian ini pengambilan sampel
pada setiap kontraksi, makin besar dan dilakukan dengan teknik purposive
sering otot jantung memompa, maka makin sampling dan diperoleh sampel sebanyak 40
besar tekanan yang dibebankan pada arteri responden sesuai dengan kriteria inklusi
sehingga tekanan darah akan meningkat responden yang menderita hipertensi dan
(Anggara & Prayitno, 2013). yang bersedia menjadi responden dan
Berdasarkan data awal yang diambil di menandatangani informed consent.
Puskesmas Tagulandang Kabupaten Instrumen penelitian yang digunakan yaitu
SITARO di peroleh data penderita lembar kuesioner aktivitas fisik Riskesdas
hipertensi yang berkunjung ke Puskesmas Total MET: ringan + sedang + berat Skor
dari bulan Juli-September sebesar 135 total hasil perhitungan dikelompokan
orang. Dari data yang diperoleh sepuluh kedalam tiga kategori tingkat aktivitas fisik:

2
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

Ringan: MET<600menit/minggu, Sedang: Berdasarkan tabel 2 menunjukan


MET 600-3000 menit/minggu, Berat: MET bahwa jenis kelamin terbanyak adalah
≥3000 menit/minggu. Untuk mengukur perempuan dengan jumlah responden 27
variabel derajat hipertensi peneliti orang (67.5%) dan jumlah responden paling
menggunakan lembar observasidengan alat sedikit adalah laki-laki yaitu 13 orang
sphygmomanometer dan stetoskop untuk (32,5%).
mengukur tekanan darah. Untuk menilai
kategori derajat hipertensi berdasarkan Tabel 3 Distribusi frekuensi
kriteria AHA 2017 yaitu: Tinggi= 120- berdasarkan pekerjaan
129/<80 mmHg, Hiperensi Stadium I= 130- Pekerjaan n %
139/80-89 mmHg, Hipertensi Stadium II= IRT 18 45
>140/>90 mmHg. Nelayan 5 12.5
Data analisis melalui analisis univariat dan Petani 5 12.5
bivariat dengan menggunakan uji Chi PNS 4 10
Square dengan tingkat kemaknaan 95% Wiraswasta 8 20
(𝛼 ≤ 0,05). Uji statistik tersebut Jumlah 40 100
menggunakan program komputer. Jika hasil Sumber: Data Primer, 2018
statistik menunjukkan p≤ 0,05itu artinya
terdapat hubungan yang bermakna antar Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa
aktivitas fisik dengan derajat hipertensi, dan dari status pekerjaan yang terbanyak yaitu
jika p> 0,05 tidak terdapat hubungan IRT dengan jumlah responden 18 orang
antara aktivitas fisik dengan derajat (45%) dan paling sedikit yaitu PNS dengan
hipertensi. jumlah responden 4 orang (10%).

HASIL dan PEMBAHASAN Tabel 4 Distribusi responden


Hasil Penelitian berdasarkan aktivitas fisik
Tabel 1 Distribusi frekuensi AktivitasF n %
berdasarkan umur isik
Umur n % Ringan 0 0
Sedang 28 70
38-45 12 30
Berat 12 30
46-55 17 42.5
56-65 9 22.5 Jumlah 40 100
>65 2 5 Sumber: Data Primer, 2018
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, 2018 Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa
responden dengan aktivitas fisik sedang
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa sebanyak 28 orang (70%) dan responden
responden terbanyak berada pada umur 46- dengan aktivitas berat sebanyak 12 orang
55 tahun dengan jumlah 17 orang (42.5%) (30%).
dan responden paling sedikit berada pada Tabel 5 Distribusi responden
umur >65 tahun yaitu 2 responden (5%). berdasarkan derajat hipertensi
Tabel 2 Distribusi frekuensi Derajat n %
berdasarkan jenis kelamin Hipertensi
Jenis Kelamin n % Tinggi 0 0
Laki-laki 13 32.5 Stadium I 8 20
Perempuan 27 67.5 Stadium II 32 80
Jumlah 40 100 Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer, 2018 Sumber: Data Primer, 2018

3
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

Berdasarkan tabel 5 menunjukan bahwa obesitas yang menyatakan sebagian besar


responden dengan hipertensi derajat I responden memilki aktivitas fisik sedang
sebanyak 8 orang (20%) dan responden yaitu sebanyak 51 responden (53%) dan 14
dengan hipertensi derajat II sebanyak 32 responden (14,6%) memiliki aktivitas berat.
orang (80%). Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan
tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
Tabel 6 Hubungan Aktivitas Fisik yang memerlukan pengeluaran energi.
dengan Derajat Hipertensi pada Pasien Aktifitas fisik latihan olahraga (exercise)
Rawat Jalan di Wilayah Kerja merupakan bagian dari aktifitas fisik atau
Puskesmas Tagulandang dapat dikatakan latihan olahraga (exercise)
Aktivit Derajat Hipertensi Total P
adalah aktifitas fisik yang terencana,
as Fisik value
Hiperte Hiperte terstruktur, berulang, dan bertujuan untuk
nsi nsi memelihara kebugaran fisik (Welis & Rifki,
Stadiu Stadiu 2013). Berdasarkan hasil penelitian
mI m II sebanyak 70% responden yang melakukan
n % n % n % aktifitas fisik sedang seperti mencuci
Berat 5 62.5 7 22 12 30 0.039
pakaian, menyampu, mencuci piring,
Sedang 3 37.5 25 78 28 70 menyetrika dan memasak dan sebanyak
Jumlah 8 32 40
100 100 100
30% responden yang melakukan aktifitas
Sumber: Data Primer, 2018 fisik berat seperti menimbah air, menebang
pohon dan mencangkul. Aktivitas fisik
Tabel diatas menunjukan bahwa berat, sedang maupun ringan tergantung
responden yang memiliki aktivitas fisik pada jenis kegiatan, intensitas dalam sehari,
sedang dengan derajat hipertensi stadium I durasi dan frekuensi kegiatan.
sebanyak 3 orang (37.5%) dan responden Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa
yang memiliki aktivitas fisik sedang dengan sebagian besar responden mengalami
derajat hipertensi stadium II sebanyak 25 hipertensi stadium II sebanyak 32
orang (78%). Sedangan responden yang responden (80%), dikarenakan di pengaruhi
memiliki aktivitas fisik berat dengan derajat oleh gaya hidup seperti mengkonsumsi
hipertsni stadium I sebanyak 5 orang garam dapur yang berlebihan, mereka juga
(62.5%) dan responden yang memiliki jangan mengontrol ke dokter, sering
aktivitas fisik berat dengan derajat hipertsni melanggar aturan yang dianjurkan, jarang
stadium II sebanyak 7 orang (22%). Hasil melakukan aktivitas dan masyarakat di
analisis menggunakan uji chi-square pada Tagulandang tinggal di pesisir pantai dan
tingkat kepercayaan 95% di peroleh nilai p hipertensi stadium I sebanyak 8 responden
= 0,039. Atau probabilitas dibawah 0,05. (20%). Adapun Faktor risiko terjadinya
Dengan demikian Ha diterima yaitu ada hipertensi seperti faktor yang tidak dapat
hubungan antara aktivitas fisik dengan dikontrol (keturunan, jenis kelamin dan
derajat hipertensi pada pasien rawat jalan di individu dituntut untuk mengarahkan
wilayah kerja Puskesmas Tagulandang tenaga yang cukup besar (Sutomo, 2009).
Kabupaten SITARO. Hasil tabel silang antara variabel
Aktivitas Fisik dengan Derajat Hipertensi
Pembahasan pada Pasien Rawat Jalan di peroleh
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan aktivitas fisik sedang dan
responden paling banyak dengan aktivitas derajat hipertensi stadium II yaitu 25
fisik sedang. Hal ini sejalan dengan jurnal responden (78%) dan aktivitas berat dengan
yang diteliti oleh Manurung (2009) dengan derajat hipertensi stadium I yaitu 5
judul pengaruh karakteristik, genetik, responden (22%). Kemudian, responden
pendapatan keluarga, pendidikan ibu, pola dengan aktivitas fisik sedang dengan derajat
makan dan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi stadium I yaitu 3 responden

4
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

(37,5%) dan aktivitas fisik berat dengan Tantan, 2007).Hal ini juga sejalan dengan
derajat hipertensi stadium II yaitu 7 penelitian yang dilakukan oleh Mulyati,
responden (62,5%) dikarenakan ada faktor Syam & Sirajuddin (2011) dalm jurnal
lain yang mempengaruhinya seperti, stres hubungan pola konsumsi natrium dan
dan penggunaan obat-obatan dengan dosis kalium serta aktivitas fisik dengan kejadian
yang tidak sesuai. Hasil uji statistik dengan hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUP
menggunakan uji alternatif dari Chi-Square DR. Wahidin Sudirohusodo Makasar
diperoleh nilai p value sebesar 0.039 lebih menyatakan bahwa ada hubungan antara
kecil dari 0.05 (p=0.039<α) yang berarti aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi.
bahwa ada hubungan yang signifikan antara Kondisi tekanan darah yang tinggi
aktivitas fisik dengan derajat hipertensi menambah beban jantung dan arteri.
pada pasien rawat jalan di wilayah kerja Jantung harus bekerja lebih keras dari
Puskesmas Tagulandang. Hal ini selajan normal yang ditentukannya (Dalimartha
dengan jurnal yang diteliti oleh dkk, 2008). Pentingnya berolaraga dan
Siringoringon & Jemadi (2013) dengan bergerak badan sejak kecil demi
judul faktor-faktor yang berhubungan terbentuknya otot-otot jantung yang lebih
dengan hipertensi pada lansia di desa Sigaol tangguh. Jantung yang tangguh tetap kuat
Kabupaten Samosir terdapat hubungan memompa darah kendati menghadapi
antara aktivitas fisik dengan rintangan pipa pembuluh darah yang sudah
hipertensi.Aktivitas fisik dalam penelitian tidak utuh lagi. Jantung yang terlati sejak
ini dikategorikan menjadi tiga kategori usia muda ototnya lebih tebal dan kuat
yaitu aktivitas ringan, sedang, dan berat. disbanding yang tidak terlatih (Welis &
Aktivitas fisik yang teratur membantu Rifki, 2013).Dapat disimpulkan responden
meningkatkan efisiensi jantung secara yang mempunyai aktivitas fisik sedang
keseluruhan. Mereka yang secara fisik aktif cenderung lebih besar beresiko terkena
umumnya mempunyai tekanan darah yang hipertensi tetapi begitu sebaliknya
lebih rendah dan jarang terkena tekanan responden yang memiliki aktivitas fisik
darah tinggi (Marliani & Tantan, 2007).Hal berat cenderung lebih sedikit berisiko
ini juga sejalan dengan penelitian yang terkena hipertensi. Jadi aktivitas fisik
dilakukan oleh Sulistiyowati (2010) dalam responden mempengaruhi terjadinya
judul faktor-faktor yang berhubungan hipertensi.
dengan kejadian hipertensi di kampung
Botton Kelurahan Magelang Kecamatan SIMPULAN
Magelang Tengah Kota Megelang Sebagian besar responden melakukan
menyatakan bahwa ada hubungan yang aktivitas sedang. Sebagian besar responden
signifikan antara aktivitas fisik dengan memiliki derajat hipertensi pada kategori
hipertensi di kampung Botton Kelurahan stadium II. Terdapat hubungan yang
Magelang Kecamatan Magelang Tengah signifikan antara aktivitas fisik dengan
Kota Megelang.Kegiatan fisik yang derajat hipertensi pada pasien rawat jalan di
dilakukan secara teratur dapat wilayah kerja Puskesmas Tagulandang
menyebabkan perubahan-perubahan Kabupaten SITARO.
misalnya jantung akan bertambah kuat
pada otot polosnya sehingga daya tampung DAFTAR PUSTAKA
besar dan konstruksi atau denyutannya kuat AHA. (2017). Pedoman Tekanan Darah
dan teratur, selain itu elastisitas pembuluh Baru American College of
darah akan bertambah karena adanya Cardiology.
relaksasi dan vasodilatasi sehingga http://www.acc.org/latest-in-
timbunan lemak akan berkurang dan cardiology/articles/2017/11/08/11/4
meningkatkan kontrksi otot dinding 7/mon-5pm-bp-guideline-aha-2017
pembuluh darah tersebut (Marliani & diakses 08 NOvember 2017.

5
e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

Anggara., & Prayitno, N. (2013). Faktor- Sulistiyowati. (2010). Faktor-faktor yang


faktor yang Berhubungan dengan Berhubungan dengan Kejadian
Tekanan Darah di Puskesmas Hipertensidi Kampung Botton
Telaga Murni Cikalang Barat. Kelurahan Magelang Tengah Kota
Jurnal Ilmiah Kesehatan 5(1); Magelang.Skripsi. Diakses 05
Januari 2013. Diakses 04 Oktober Februari 2018.
2017.
Sutomo, B. (2009). Menu Sehat Penakluk
Dalimartha, S dkk. (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta: DeMedika
Hipertensi. Penebar Plus: Depok. Pustaka.

Kemenkes RI. (2014). Pusat Data dan Welis, W., & Rifki, M. (2013). Gizi untuk
Informasi Kementrian Kesehatan Aktivitas Fisik dan Kebugaran.
RI. www.depkes.go.iddiakses 17 Jakarta: Pustaka Pelajar
Oktober 2017

Manurung, N. (2009). Pengaruh


Karakteristik, Genetik, Pendapatan
Keluarga, Pendidikan Ibu, Pola
Makan dan Aktivitas Fisik terhadap
Kejadian Obesitas.Tesis. FKM
USU. Diakses 24 Januari 2018

Marliani, L & Tantan, H. (2007). 100


Question & Answer Hipertensi,
Jakarta: PT Elex Media
Kompuntindo Kelompok Gramedia.

Muliyati, H., Syam, A., & Sirajuddin,S.


(2011). Hubungan Pola Konsumsi
Natrium dan Kalium Serta Aktivitas
Fisik dengan Kejadian Hipertensi
pada Pasien Rawat Jlkan di RSUP
DR. Wahidin Sudirohusodo
Makasar. Media Gizi Masyarakat .
Indonesia. Vol.1,no.1 Agustus
2011. Diakses 04 Oktober 2017.

Siringoringon, M., & Jemadi. (2013).


Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Hipertensi pada Lansia di
Desa Singaol Simbolon Kabupaten
Samosir. Diakses 24 Januari 2018.

Susilo, Y., & Wulandary, A. (2011). Cara


Jitu Mengatasi Hipertensi.
Yogyakarta: C.V Andi Offset.

6

Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 1, Juli 2011
ISSN 2085-0921
HUBUNGAN KEPATUHAN DIET DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PADA
PENDERITA HIPERTENSI DI RUANG RAWAT INAP DI RS. BAPTIS KEDIRI

Adek Wibowo
Mahasiswa STIKES RS. Baptis Kediri
Email :stikesbaptisjurnal@ymail.com
Aries Wahyuningsih
Dosen STIKES RS. Baptis Kediri
Email :aries.wahyuningsi@yahoo.co.id

ABSTRACT

Hypertension or high blood pressure is a condition which systolic blood pressure is higher
than140 mmHg and diastolic is higher 90 mmHg. Patient with hypertension, who does not get good
treatment, would suffer kinds of complicated diseases such as coronary heart disease, heart failure,
CVA, renal failure, retinopathy. Hypertension can be controlled by changing life style especially
diet and physical activity as well as medicine (oral and infection). The objective of this research is
to analyze correlation between diet obedience and complicated incident to patient with
hypertension in wards Kediri Baptist hospital.
The design of this research was analytic correlation research that explains a relation,
predict, test based on existed theory. The populations were patients with hypertension in wards
Kediri Baptist Hospital that met criteria inclusion. The samples were 26 respondents using simple
random sampling. The independent variable was diet obedience to patient with hypertension and
the dependent variable was complication incident to patient with hypertension. Data was analyzed
statistically using “Mann-Whitney test” with significant level α ≤ 0.05. The result showed that
respondent had high diet obedience, there were 10 respondents (38%) and more than 50%
respondent had no complication, there were 17 respondents (65%). Statistical analysis of Mann-
Whitney showed p=0.000.
It could be concluded that there was correlation between negative diet obedience and
complication incident to patient with hypertension. It is necessary to develop about other factors
that influence the obedience in running low salt diet, maintaining of body weight and avoiding
obesity, smoke, and alcohol to patient with hypertension.

keywords: Obedience, complication, hypertension.

Pendahuluan 1000 anggota keluarga (Sutomo, 2006). Di


Indonesia penderita gagal ginjal hingga April
Hipertensi atau tekanan darah tinggi 2006 berjumlah 150.000 orang dan yang
adalah tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg membutuhkan terapi fungsi ginjal mencapai
dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. 3.000 orang, sedangkan jumlah penderita
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 Penyakit Jantung Koroner (PJK) berdasarkan
jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang catatan WHO lebih dari 7 juta orang meninggal
tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi akibat Penyakit Jantung Koroner (PJK) di
sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit seluruh dunia pada tahun 2002 (Kusumawati,
lain misalnya penyakit ginjal, penyakit 2006). Sedangkan menurut Boedhi Darmojo
endokrin (gangguan hormon), penyakit jantung, (1992) dalam tulisan yang dikumpulkan dari
gangguan anak ginjal (pararenal) dan berbagai pendidikan melaporkan bahwa 1,7-
sebagainya (Wicaksono, 2001). 28,6 % penduduk berusia di atas 20 tahun
Menurut Survey Kesehatan Rumah adalah hipertensi. Hasil survei Indeks Massa
Tangga (SKRT) tahun 2000 menunjukkan Tubuh (IMT) tahun 1995 – 1997 di 27 ibu kota
prevalensi hipertensi cukup tinggi yaitu 82 propinsi menunjukkan bahwa prevalensi
orang per 1000 anggota keluarga dan 41 orang penderita hipertensi mencapai 6,8 % pada laki-
yang mengalami komplikasi hipertensi per laki dan 15,5 % pada perempuan. Berdasarkan

31

Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 1, Juli 2011

survey ini diketahui bahwa penderita hipertensi ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini kemudian
menganggap bahwa penyakit hipertensi menyebabkan arterial berkontraksi dan
merupakan penyakit yang tidak berbahaya menyempit pada lingkar dalamnya (Beeven,
karena tidak akan menimbulkan komplikasi 2007).
sehingga mereka tidak melakukan hidup sehat, Pola makan yang tidak seimbang dan
seperti tidak menjaga berat badan, merokok dan tidak terkontrol dapat menyebabkan kenaikan
tidak melakukan aktivitas fisik (Kurniawan, berat badan (obesitas). Dimana orang yang
2002). Berdasarkan hasil survei peneliti pada obesitas lebih banyak mengkonsumsi lemak
tanggal 8 Juni 2009 di Ruang Rawat Inap RS. dan protein. Kelebihan berat badan
Baptis Kediri didapatkan penderita Cerebro meningkatkan risiko terjadinya penyakit
Vascular Accident (CVA) Infark 8 orang tidak kardiovaskuler atau hipertensi karena besar
teratur diet, penderita Cerebro Vascular masa tubuh, banyak darah yang dibutuhkan
Accident Perdarahan Intra Serebral (CVA untuk memasok oksigen dan makanan ke
PIS) 3 orang tidak teratur diet, penderita PJK 4 jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
orang yang diet tidak teratur dan pada tanggal 6 beredar melalui pembuluh darah menjadi
Juli 2009 di Ruang Rawat Inap RS. Baptis meningkat sehingga memberi tekanan lebih
Kediri didapatkan 10 orang penderita hipertensi besar pada dinding arteri sehingga tekanan
yang diet tidak teratur sebanyak 6 orang (60%) darah meningkat (Indianto, 2009). Pada orang
sedangkan yang menjalankan diet dengan obesitas terjadi penumpukan kolesterol pada
teratur sebanyak 4 orang (40%). Berdasarkan dinding pembuluh darah karena bersumber dari
data yang diperoleh peneliti dari Medical makanan berlemak dan berkalori tinggi serta
Record RS. Baptis Kediri jumlah penderita kolesterol tinggi. Secara normal kolesterol bisa
hipertensi di ruang rawat inap dari Januari 2009 masuk dan keluar dari dinding arteri lewat
sampai Maret 2009 adalah 82 penderita endotel, karena penumpukan kolesterol yang
hipertensi. terlalu banyak. Pada endotel dan mengendap di
Seseorang baru merasakan dampak endotel sehingga fungsi endotel terganggu
gawatnya hipertensi ketika terjadi komplikasi (disfungsi endotel) dan endotel mengalami
yang menyebabkan gangguan organ seperti konstriksi (penyempitan) sehingga suplai darah
gangguan fungsi jantung koroner dan stroke. terhambat. Volume darah menjadi meningkat
Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan sehingga tekanan darah meningkat (Purwanto,
hidup pada penderitanya. Penyakit ini menjadi 2007). Orang yang kebiasaan merokok dapat
muara beragam penyakit degeneratif yang bisa menyebabkan penyakit kardiovaskuler, karena
mengakibatkan kematian (Mangku, 2002). zat-zat kimia beracun, seperti, nikotin dan
Seseorang penderita hipertensi tidak bisa karbon monoksida yang dihisap melalui rokok,
merasakan apakah tekanan darahnya tinggi atau masuk ke dalam aliran darah dan ke pusat
rendah, belum atau sudah mengalami lapisan endotel darah arteri mengakibatkan
komplikasi hipertensi, karena itu seseorang proses arterosklerosis dan hipertensi (Gunawan,
penderita hipertensi tidak peduli tentang 2001). Nikotin merangsang bangkitnya
penyakit yang dialaminya. Hal ini dapat dilihat adrenalin hormon dari anal ginjal yang
dari pasien hipertensi sering tidak patuh dalam menyebabkan : jantung berdebar-debar,
diet dan aktifitas fisik dan dapat dibuktikan dari meningkatkan tekanan darah serta kadar
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) kolesterol dalam darah (Ayurai, 2009).
tahun 1992 menunjukkan 5 % penderita Pengaruh alkohol terhadap tekanan
hipertensi tidak patuh dalam diet (Kurniawan, darah telah dibuktikan meskipun mekanisme
2002). Komplikasi hipertensi dapat dicegah peningkatan tekanan darah akibat alkohol
dengan cara diit (Wicaksono, 2006). belum jelas. Namun diduga peningkatan kadar
Menurut Beevers dalam buku seri kortisol dan peningkatan volume sel darah
kesehatan mengenai tekanan darah, disebutkan merah serta kekentalan darah berperan dalam
konsumsi garam yang tinggi selama bertahun- menaikkan tekanan darah (Suryati, 2005).
tahun akan meningkatkan tekanan darah karena Minum alkohol berlebihan tidak hanya
kadar sodium dalam sel-sel otot halus pada meningkatkan tekanan darah, tetapi juga
dinding arteriol juga meningkat. Kadar sodium menaikkan berat badan. Selain itu
yang tinggi ini memudahkan masuknya kalsium mengkonsumsi alkohol berlebihan dapat

32

Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 1, Juli 2011

menyebabkan konsistensi (kekentalan) pada Kediri pada tanggal 7 September-3 Oktober


terapi anti hipertensi dan berisiko terjadinya 2009.
beberapa penyakit lain seperti stroke dan
jantung (Suryati, 2005). No Pendidikan Frekuensi Prosentase
Banyak cara untuk penanganan 1 SD 5 19
hipertensi dalam pencegahan komplikasi yaitu 2 SMP 5 19
dengan diet, aktifitas fisik dan pengobatan (per 3 SMA 12 46
oral dan injeksi) (Purwanto, 2007). Diet 4 PT/Akademi 4 16
hipertensi diantaranya yaitu diet rendah garam, Jumlah 26 100
berhenti merokok, menurunkan berat badan
agar tidak obesitas dan mengurangi alkohol Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
(Wicaksono, 2001). bahwa paling banyak responden dengan
pendidikan SMA yaitu 12 responden (46%).
Metodologi Penelitian
c. Karakteristik Responden Berdasarkan
Desain penelitian yang digunakan Pekerjaan
adalah analitik korelasional. Populasi dalam Tabel 3
penelitian ini adalah penderita hipertensi di Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Ruang Rawat Inap RS. Baptis Kediri. Jumlah di ruang rawat inap RS. Baptis Kediri pada
populasi diambil berdasarkan data yang tanggal 7 September-3 Oktober 2009.
diperoleh peneliti dari Medical Record RS.
Baptis Kediri jumlah penderita hipertensi di No Pekerjaaan Frekuensi Prosentase
Ruang Rawat Inap dari Januari 2009 sampai 1 Tani 3 13
Maret 2009 adalah 82 penderita hipertensi, jadi 2 Swasta 10 38
rata-rata jumlah penderita hipertensi per bulan 3 Wiraswasta 4 15
sebanyak 28 penderita. Dalam penelitian adalah
4 PNS 5 19
Simple Random Sampling. Instrumen
5 Tidak 4 15
pengumpulan data berupa kuesioner dan
bekerja
observasi. Uji statistik adalah Spearman’s Rho
Jumlah 26 100
Hasil Penelitian Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
1. Data Umum bahwa paling banyak responden adalah dengan
a. Karakteristik Responden Berdasarkan pekerjaan swasta yaitu 10 responden (38%).
Umur
Tabel 1 d. Karakteristik Responden Berdasarkan
Karakteristik responden berdasarkan umur di Jenis Kelamin
ruang rawat inap RS. Baptis Kediri pada Tabel 4
tanggal 7 September-3 Oktober 2009. Karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin di ruang rawat inap RS. Baptis Kediri
No Umur Frekuensi Prosentase pada tanggal 7 September-3 Oktober 2009.
1 30-44 tahun 13 50
2 45-59 tahun 8 31 Jenis
No Frekuensi Prosentase
3 > 60 tahun 5 19 kelamin
Jumlah 26 100 1 Laki-laki 15 58
2 Perempuan 11 42
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan Jumlah 26 100
bahwa paling banyak responden adalah dengan Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
umur 30-44 tahun yaitu 13 responden (50%). bahwa lebih dari 50% responden dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu 15 responden (58%).
b. Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan e. Karakteristik Responden Berdasarkan
Tabel 2 Lama Menderita Hipertensi
Karakteristik responden berdasarkan
pendidikan di ruang rawat inap RS. Baptis

33

Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 1, Juli 2011

Tabel 5
Karakteristik responden berdasarkan lama Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
menderita hipertensi di ruang rawat inap RS. bahwa lebih dari 50% responden tidak terjadi
Baptis Kediri tanggal 7 September- 3 Oktober komplikasi yaitu 17 responden (65%).
2009.
Lama c. Hubungan Kepatuhan Diet dengan
No menderita Frekuensi Prosentase Kejadian Komplikasi pada Penderita
hipertensi Hipertensi di Ruang Rawat Inap RS.
1 < 1 tahun 1 4 Baptis Kediri.
2 1-5 tahun 17 65 Tabel 8
3 > 5 tahun 8 31 Tabulasi silang hubungan kepatuhan diet
Jumlah 26 100 dengan kejadian komplikasi pada penderita
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan hipertensi di ruang rawat inap RS. Baptis
bahwa lebih dari 50% responden lama Kediri pada tanggal 7 September-3 Oktober
menderta hipertensi sejak 1-5 tahun yaitu 17 2009.
responden (65%).
Kejadian komplikasi
Kepatuhan Terjadi Telah terjadi Total
2. Data Khusus diet Komplikasi komplikasi
a. Kepatuhan Diet pada Penderita N % N % N %
Hipertensi di Ruang Rawat Inap RS. Patuh 0 0 10 100 10 100
Baptis Kediri. Kurang patuh 2 22 7 78 9 100
Tidak patuh 7 100 0 0 7 100
Tabel 6
Jumlah 9 35 17 65 26 100
Karakteristik responden berdasarkan kepatuhan Uji Mann Whitney P = 0,000
diet pada penderita hipertensi di ruang rawat
inap RS. Baptis Kediri tanggal 7 September-3 Tabel 9
Oktober 2009. Hasil pengolahan data hubungan kepatuhan diet
dengan kejadian komplikasi pada penderita
No Kepatuhan Frekuensi Prosentase hipertensi di ruang rawat inap RS. Baptis
1 Patuh 10 38 Kediri menggunakan uji statistik Spearman’s
2 Kurang patuh 9 35 Rho.
3 Tidak patuh 7 27 Correlations
Jumlah 26 100 Kepatu Komplik
han asi
Spear Kepatuh Correlation 1.000 -797**
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan man’s an Coefficient . .000
bahwa paling banyak responden adalah dengan Rho Sig. (2 26 26
kepatuhan patuh yaitu 10 responden (38%). tailed)
N
b. Kejadian Komplikasi pada Penderita Kompli Correlation - 1.000
kasi Coefficient 797** .
Hipertensi di Ruang Rawat Inap Sig. (2 .000 26
RS. Baptis Kediri. tailed) 26
N
Tabel 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2
Karakteristik responden berdasarkan kejadian tailed)
komplikasi pada penderita hipertensi di ruang
rawat inap RS. Baptis Kediri pada tanggal 7 Hasil dari tabulasi silang
September-3 Oktober 2009. menggambarkan hubungan kepatuhan diet
dengan kejadian komplikasi pada penderita
Kejadian hipertensi dari 26 responden, didapatkan bahwa
No Frekuensi Prosentase
komplikasi paling banyak responden dengan kepatuhan
1 Terjadi 9 35 patuh yaitu 10 responden (38%) dan lebih dari
komplikasi 50% responden tidak terjadi komplikasi yaitu
2 Tidak terjadi 17 65 17 responden (65%). Setelah dilakukan Uji
komplikasi Statistik Spearman’s Rho yang didasarkan letak
Jumlah 26 100

34

Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 1, Juli 2011

kemaknaan yang ditetapkan (  < 0,05) hipertensi. Selain itu hipertensi yang
didapatkan P = 0,000 maka Ho ditolak berarti merupakan penyakit genetik yang dapat
ada hubungan kepatuhan diet dengan kejadian diwariskan dapat menurun sehingga kalau tidak
komplikasi hipertensi di ruang rawat inap RS. patuh pada dietnya maka akan menyebabkan
Baptis Kediri. lebih parah lagi.

Pembahasan 2. Kejadian komplikasi pada penderita


hipertensi di ruang rawat inap RS.
1. Kepatuhan Diet pada penderita Baptis Kediri
hipertensi di ruang rawat inap RS. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa
Baptis Kediri. kejadian komplikasi (Penyakit Jantung
Koroner, stroke, Gagal Ginjal Akut/Gagal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ginjal Kronis, retinopati) paling banyak adalah
kepatuhan diet paling banyak adalah patuh. Hal tidak terjadi komplikasi. Hal ini mungkin
ini disebabkan penderita hipertensi mampu disebabkan penderita hipertensi mengalami
melaksanakan perintah, mentaati aturan, proses penerimaan terhadap terapi diet dan
disiplin terhadap diet (penderita hipertensi hidupnya sudah terbiasa terhadap peraturan-
mampu menjaga obesitas, tidak merokok, peraturan yang terkait kesehatannya sehingga
mampu melaksanakan diet dengan rendah mereka merasa hidupnya tidak terkekang dalam
garam, mampu tidak minum alkohol). Hal ini menjalankan diet. Selain itu penderita
mungkin disebabkan oleh usia responden yaitu hipertensi juga patuh terhadap diet misalnya
paling banyak responden dengan umur 34-44 patuh terhadap diet rendah garam, tidak
tahun tentunya pada usia ini tentunya merokok, menghindari obesitas dan tidak
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih minum alkohol. Ketidak patuhan terhadap diet
matang dalam berpikir dan bekerja, sehingga pada penderita hipertensi misalnya kebiasaan
lebih mudah menerima informasi yang tetap merokok, minum alkohol dan tidak
diberikan. Paling banyak responden dengan menjaga berat badan maka akan menyebabkan
pendidikan SMA tentunya kemampuan berpikir terjadinya komplikasi. Komplikasi yang terjadi
mereka sudah cukup baik sehingga untuk pada 9 responden yaitu 6 responden stroke dan
menerima dan mengingat pengetahuan tentang 3 responden PJK hal ini dikarenakan kurang
diit yang diberikan tidak akan mengalami patuh terhadap diet dan masih terbiasa dengan
kesulitan. Paling banyak responden dengan pola hidup tidak sehat.
pekerjaan swasta tentunya sangat
mempengaruhi kepatuhan seseorang karena 3. Hubungan kepatuhan diet dengan
pekerjaannya yang diatur sendiri dan tidak kejadian komplikasi pada penderita
menuntut harus diselesaikan tepat waktu hipertensi di ruang rawat inap RS.
sehingga seseorang lebih memiliki waktu untuk Baptis Kediri.
mengontrol diet. Keadaan tersebut sangat Hasil penelitian menunjukkan ada
mempengaruhi kepatuhan seseorang, karena hubungan kepatuhan diet dengan kejadian
mereka lebih termotivasi untuk menjalankan komplikasi pada penderita hipertensi. Hal ini
diet. Selain itu juga lebih mudah menerima disebabkan karena kepatuhan diet pada
informasi tentang penngertian diet, penerimaan penderita hipertensi adalah patuh dan kejadian
pengarahan tentang pentingnya kepatuhan komplikasi pada penderita hipertensi adalah
dalam menjalankan diet, penerimaan tentang tidak terjadi komplikasi. Penderita hipertensi
contoh cara memodifikasi menu diet sehingga patuh dalam melaksanakan perintah, mentaati
responden lebih patuh dalam melaksanakan aturan dan disiplin dalam menjalankan program
diet. Kepatuhan juga dipengaruhi dengan diet yang telah ditentukan. Selain itu penderita
lamanya menderita hipertensi dimana hasil hipertensi juga patuh terhadap diet rendah
penelitian lebih dari 50% responden lama garam, tidak merokok, menghindari obesitas
menderita hipertensi + 1-5 tahun, tentunya dan tidak minum alkohol sehingga komplikasi
pasien hipertensi ini sering berobat dan sering hipertensi dapat dikendalikan.
mendapatkan informasi program penyuluhan
tentang hipertensi, komplikasi, dan diet,
sehingga pasien lebih patuh dan tahu akibat

35

Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 1, Juli 2011

Kesimpulan http://luluch.blogspot.com/2008/07/akt
ivitas-ringan-yang-
Berdasarkan hasil analisis dari menguntungkan.html diakses Tanggal
penelitian dan yang telah dilakukan maka dapat 5 Juli 2008 Jam 816 am.
diambil kesimpulan sebagai berikut : Doengoes E. Marilyn. (2000). Rencana Asuhan
1. Paling banyak responden dengan kepatuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
patuh yaitu 10 responden (38%). Emery. Alan. (1999). Dasar-Dasar Genetika
2. Lebih dari 50% responden tidak terjadi Kedokteran. Yogyakarta : Yayasan
komplikasi yaitu 17 responden (65%). Essentia Medica.
3. Ada hubungan negatif kepatuhan diet Gunawan. (2001). Kebiasaan Merokok
dengan kejadian komplikasi pada penderita Terhadap Penyakit Hipertensi. 4 April
hipertensi. 2007.
Indianto. (2009). Faktor Resiko HIpertensi
Daftar Pustaka yang Dapat Dikontrol.
http://www.indianto.or.id/detail.php?fa
Aceh Forum. (2005-2009). Pola Hidup Sehat ktor-resiko-hipertensi-yang-dapat-
untuk Mencegah Hipertensi. 7 dikontrol?id=299. Diakses Tanggal 03
Desember 2007. 12:01 am. April 2009 Jam 1 am.
Almatsier, Sunita. (2005). Penuntun Diet. Kanshi. (1998). Atrals Bantu Oftalmologi
Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi. Katalog dalam Terbitan. Jakarta :
Asih, Ni Luh Gede yasmin. (2002). Proses Gramedia Pustaka Utama.
Keperawatan pada Pasien dan Kertohoesodo, Soehardo. (1999). Kardiologi.
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : UF. Press.
Jakarta : EGC. Kurniawan, Anie. (2002). Gizi Seimbang untuk
Ayurai. (2009). Kebiasaan Merokok Terhadap Cegah Hipertensi. http://www.um-
Penyakit Hipertensi. pwr.ac.id/wcb/index.php?option=com_
http://www.ayurai.wordpress.com/cate content& view=article&id=312:hidup-
gory/kebiasaan-merokok.sdm.html. sehat/gizi-seimbang-untuk-cegah-
Diakses Tanggal 4 April 2009 Jam 10 hipertensi&catid=76:artikel&Itemid=1
pm. 49. Diakses Tanggal 03 April 2009
Azwar, Saifudin. (1999). Sikap Manusia Teori Jam 12 pm.
dan Pengukurannya. Jogjakarta: Mangku. (2008). Penyakit Hipertensi.
Pustaka Pelajar. http://library.usu.ac.id/index.php.
Bastable. B. Susan. (2002). Konsep dan component/journals/index.php?option.
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu comjournalreview&id=6173&task=vie
Keperawatan. Jakarta : Salemba w. Diakses Tanggal 26 Juni 2009 Jam
Medika, hal. 135. 8 pm.
Beck, Marry. (1995). Ilmu Gizi dan Diet. Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta
Yogayakarta : Yayasan Essentia Kedokteran. Jakarta : FKUI.
Media.
Beevers. (2007). Hubungan Garam dan Marliani, Lili, Tantan. (2007). Hipertensi. Edisi
Hipertensi. 2. Jakarta : Media Komputindo.
http://www.koronin.indonesia.com. Nirlama. (2004). Health Woman.
Diakses Tanggal 4 april 2009 jam 6.30 http://nirlama.wordpress.com/2003/07/
pm. 2003/. Diakses Tanggal 26 April 2004.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Diagnosa Jam 829 WIB.
Keperawatan. Edisi VI. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Konsep
hal. 635. Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Chung, Edwardh. (1999). Penyakit Cipta.
Kardiovaskuler. Edisi 3. Jakarta : Nursalam. (2001). Konsep dan Penerapan
EGC. Metodologi Riset Keperawatan.
Cinnamon. (2008). Aktivitas Ringan yang Jakarta: Salemba Medika.
Menguntungkan.

36

Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 1, Juli 2011

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Wicaksono. (2001). Ilmu Sehat.


Metodologi Riset Keperawatan. http://www.ilmu-
Jakarta: Salemba Medika. sehat.com/index.php/html. Tanggal 20
Nursalam. (2006). Sistem Perkemihan. Jakarta : Mei 2009 jam 2 pm.
Salemba Medika. Vitahealth. (2006). Hipertensi. Jakarta :
Purwanto. (2007). Kolesterol Sebabkan Gramedia Pustaka Utama.
Serangan Jantung, Hipertensi dan
Stroke. 2007.08: 13:2 WIB
Siswono. (2002). Hipertensi.
http://www.komplikasi-hipertensi.com/
publikasi.php?html. Diakses Tanggal
12 Juni 2009 Jam 7 am.
Siswono. (2007). Pentingnya Penanganan
Hipertensi pada Usia Lanjut. http://
tp://www.tenaga-
kesehatan.or.id/pentingnya-
penanganan-hipertensi-pada usia-
lanjut.html. Diakses Tanggal 19 Juni
2009 Jam 4 pm.
Suryati. (2005). Hipertensi dan Beresiko
Hipertensi.
http://asybalufidaa.multiply.com/journ
al/item/2 diakses tanggal 18 Januari
2009 Jam 6.37 am.
Susalit, E. J. Kapojos; H. K. Lubis. (2001).
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta:
FKUI.
Sutomo, Budi. (2006). Kendalikan Hipertensi
dengan Strategi DASH – Natrium.
http://www.um-
pwr.ac.id/wcb/index.php?option=com_
content&view=
article&id=312:pengertian-
diit&catid=76:artikel&Itemid=149.
Diakses Tanggal 12 Agustus 2009 Jam
10 pm.
Wahjoedi. (2001). Landasan Evaluasi
Pendidikan Jasmani. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Wicaksono, Hardian. (2004). Hipertensi.
http://www.ilmu-
sehat.com/index.php/html. Diakses
Tanggal 12 Juni 2009 Jam 8 am.

37
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan ISSN: 2684-9518
Poltekkes Kemenkes Surabaya
Surabaya, 9 Nopember 2019

Gambaran Kepatuhan Diet Dan Minum Obat


Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pacar Keling Surabaya
Jujuk Proboningsih1, Hj. Masamah Almahmudah2
1,2
Program Studi D.III Keperawatan Sutomo Poltekkes Kemenkes Surabaya
Email: jujuk_sriyono@yahoo.com

Abstrak— Kunjungan Pasien hipertensi di Puskesmas Pacar Keling mencapai 200-300 Pasien selama tahun 2018, ini menunjukkan
masih tingginya Penderita di wilayah kerja Puskesmas tersebut. Penatalaksanaan untuk pasien hipertensi tidak hanya melalui obat,
tetapi juga harus diperhatikan pola hidupnya, termasuk kepatuhan dalam mengontrol diet sangat menetukan tekanan darah menjadi
stabil normal. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan kepatuhan diet dan minum obat pada Pasien yang mengalami hipertensi
di Wilayah kerja Puskesmas Pacar Keling Surabaya. Metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif, dimana data
yang diperoleh dari subyek penelitian akan dideskripsikan atau digambarkan dengan setiap indikator disajikan dalam nilai frekuensi
dan persentase. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis deskriptif didapatkan bahwa pasien hipertensi di Puskesmas Pacar
Keling Surabaya hampir seluruhnya (90%) sebagian besar (53%) tidak patuh dan hamper setengahnya patuh minum obat. tidak patuh
pada diet dan sebagian kecil (10%) pasien yang patuh terhadap diet hipertensi. sebagian besar (53%) tidak patuh dan hampir
setengahnya (47%) patuh minum obat. Pada lansia, arteri besar tidak lentur lagi sehingga menjadi kaku dan menyebabkan darah
pada setiap denyut jantung dipaksa melewati pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah. Pasien hipertensi yang pada umumnya sudah berusia lanjut membutuhkan pendampingan baik oleh perawat atau petugas
kesehatan dan keluarganya. Pendampingan meliputi pengaturan diet, minum obat, maupun aktivitas olah raga dan pola hidup sehari-
harinya. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui mekanisme pendampingan dengan menggunakan model perawatan
kronik, sehingga bisa diketahui efektifitas dan cara yang tepat dalam melaksanakannya

Kata kunci: pasien hipertensi, kepatuhan diet, kepatuhan minum obat

Surabaya merupakan salah satu kota dengan


I. PENDAHULUAN
prevalensi tertinggi di Indonesia, yaitu 45.015
Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 melaporkan Penderita. Kunjungan Pasien hipertensi di
prevalensi stroke berkisar 7 perseribu penduduk di Indonesia
sementara menurut Riskesdas 2018 meningkat menjadi 10 Puskesmas Pacar Keling mencapai 200-300 Pasien
perseribu penduduk, sedangkan prevalensi penderita hipertensi selama tahun 2018, ini menunjukkan masih
pada penduduk usia ≥18 tahun di Indonesia adalah tingginya Penderita di wilayah kerja Puskesmas
25,8%. Dari angka kejadian tersebut yang tercatat tersebut. Prolanis sebagai suatu sistem pelayanan
melakukan pengobatan 9,5% (1). Berdasarkan Profil kesehatan dan pendekatan proaktif yang
kesehatan Jawa Timur tahun 2016, persentase dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan
hipertensi sebesar 13,47% atau sekitar 935.736 Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan
penduduk, dengan proporsi laki-laki sebesar 13,78% dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta
(387.913 penduduk) dan perempuan sebesar 13.25% BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis
(547.823 penduduk). Kematian akibat penyakit untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan
jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien
26,3% (2). Beberapa faktor risiko utama yang dapat sudah diaktifkan di Puskesmas Pacar Keling, namun
memicu penyakit hipertensi antara lain adalah demikian belum dapat menyelesaikan masalah
merokok, obesitas, diet yang salah seperti kurang secara optimal dikarenakan Pasien hipertensi yang
konsumsi sayur dan buah juga konsumsi garam menjadi peserta Prolanis tidak lebih dari 50 Orang
berlebihan, dan kurangnya aktivitas (3). dari sekitar hampir 300 Pasien hipertensi.

Semnas.poltekkesdepkes-sby.ac.id 6
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan ISSN: 2684-9518
Poltekkes Kemenkes Surabaya
Surabaya, 9 Nopember 2019

Penatalaksanaan untuk pasien hipertensi tidak yang ada di Puskesmas Pacar Keling meliputi:
hanya melalui obat, tetapi juga harus diperhatikan Kesehatan Ibu dan Anak, Klinik Sanitasi,
pola hidupnya, termasuk diet, aktivitas, olah raga Penanganan Gangguan Gizi, Pemantauan Status
serta kebiasaan merokok. Kepatuhan dalam Gizi, Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
mengontrol diet juga sangat menetukan tekanan penyakit Menular, Pelayanan kesehatan untuk
darah menjadi stabil normal. Penelitian ini akan pasien dengan penyakit Kronis, Program Prolanis,
menggambarkan kepatuhan dalam diet dan minum dan dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang
obat pada Pasien yang mengalami hipertensi di seperti laboratorium. Data yang dikumpulkan sesuai
Wilayah kerja Puskesmas Pacar Keling Surabaya. dengan besar sampel yang direncanakan, yaitu
Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran sebesar 30 pasien hipertensi. Data demografi dari
kepatuhan dalam diet dan minum obat pada Pasien usia, jenis kelamin, suku, penghasilan, pendidikan,
yang mengalami hipertensi di Wilayah kerja pekerjaan, status perkawinan, lama menderia
Puskesmas Pacar Keling Surabaya. hipertensi, dan penyakit lain yang diderita oleh
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dimana pasien hipertensi di Puskesmas Pacarkeling
data yang diperoleh dari subyek penelitian akan Surabaya yang didapatkan selama pengambilan data
dideskripsikan atau digambarkan dengan setiap pada bulan Agustus 2019, dapat dijelaskan sebagai
berikut; terdapat sebagian besar (67%) usia pasien
indikator disajikan dalam nilai frekuensi dan
antara 61-70 tahun, sebagian besar (70%)
persentase. Pengumpulan data dilaksanakan pada
perempuan, sebagian besar (53%) berpendidikan
bulan Agustus 2019. Analisis deskriptif dilakukan
SMA atau sederajat, dan hampir setengahnya (33%)
untuk mengidentifikasi kepatuhan responden dalam
memiliki pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga.
minum obat dan dietnya. Deskripsi setiap indikator
disajikan dalam nilai frekuensi dan persentase. Data Data selengkapnya disajikan pada table 1 dibawah
juga disajikan dalam bentuk tabulasi silang antara ini.
karakteristik pasien dengan kepatuhan diet dan
minum obat. TABLE I. DATA DEMOGRAFI PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS
PACARKELING SURABAYA BULAN AGUSTUS 2019
II. HASIL NO DATA DEMOGRAFI N %
USIA (Tahun)
Pelaksanaan pengambilan data mulai tanggal 23 1. 50-60 10 33
Agustus 2019 sampai dengan 29 Agustus 2019, di 2. 61-70 20 67
JENIS KELAMIN
Puskesmas Pacar Keling Surabaya yang terletak di 1. Laki-laki 9 30
jalan Jolotundo Baru III No.16, Kelurahan Pacar 2. Perempuan 21 70
Keling, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya, SUKU
1. Jawa 29 96,7
Jawa Timur. Puskesmas ini memiliki luas wilayah 2. Madura 1 3,3
kerja 279.343 km2 yang mencakup Kelurahan Pacar 3. Lain-lain 0 0
PENGHASILAN (Rp)
Kembang dan Pacar Keling. Batas wilayah kerja 1. < 1.500.000.- 0 0
Puskesmas Pacar Keling meliputi: wilayah Utara 2. 1.500.000.- sd < 3.000.000.- 0 0
3. 3.000.000.- sd 5.000.000.- 25 83
Kelurahan Rangkah, wilayah Selatan Kelurahan 4. > 5.000.000.- 5 17
Gubeng, dan wilayah Timur Kelurahan Kalijudan PENDIDIKAN
Puskesmas Pacar Keling termasuk tipe Puskesmas 1. SD 3 10
2. SMP/Sederajat 8 27
non Perawatan. Tenaga kesehatan di Puskesmas 3. SMA/Sederajat 16 53
Pacar Keling meliputi dokter umum, dokter gigi, 4. Sarjana muda atau lebih 3 10
PEKERJAAN
perawat, bidan, perawat gigi, apoteker, asisten 1. PNS 3 10
apoteker, analis medis, sarjana kesehatan 2. Swasta 9 30
3. Ibu rumah tangga 10 33
masyarakat, tenaga sanitasi, rekam medis, staf 4. Pensiunan 8 27
administrasi, Ka TU, sopir, petugas kebersihan, STATUS PERKAWINAN
petugas penjaga malam, dan IT 1 orang. Pelayanan 1. Menikah 26 87
2. Tidak menikah/janda/duda 4 13

Semnas.poltekkesdepkes-sby.ac.id 7
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan ISSN: 2684-9518
Poltekkes Kemenkes Surabaya
Surabaya, 9 Nopember 2019

LAMA MENDERITA HIPETENSI sebagian kecil (11%) pasien hipertensi laki-laki di


(TAHUN)
1. <5 6 20 wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling selama bulan
2. 5-<10 12 40 Agustus 2019 patuh, sedangkan sebagian besar
3. 10-20 10 33,3
4. >20 2 6,7 (62%) pasien perempuan patuh minum obat.
PENYAKIT LAIN YANG DIDERITA
1. Hiperkolesterol 4 13,4 TABLE V. TABULASI SILANG KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN
2. Diabetes melitus 1 3,3 PENDIDIKAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS PACARKELING
3. Gastritis 3 10 SURABAYA BULAN AGUSTUS 2019
4. Osteo Artitis 1 3.3
5. Asam Urat 2 6,7 NO KEPATUHAN/ PATUH TIDAK TOTAL
6. Tidak Ada 19 63,3 PENDIDIKAN PATUH
N % N % N %
Data selanjutnya tentang kepatuhan diet dan minum obat 1. SD 0 0 3 100 3 100
pada Pasien hipertensi akan disajikan sebagai berikut: 2. SMP/Sederajat 5 62,5 3 37,5 8 100
3. SMA/Sederajat 9 56 7 44 16 100
TABLE II. KEPATUHAN DIET PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS 4. Sarjana muda atau 0 0 3 100 3 100
PACARKELING SURABAYA BULAN AGUSTUS 2019
lebih
NO KEPATUHAN N % TOTAL 30 100
1. Patuh 3 10
2. Tidak Patuh 27 90
TOTAL 30 100 Tabulasi silang antara kepatuhan minum
Pada Tabel 2 dapat dilihat hampir seluruhnya (90%) pasien
obat dengan pendidikan menunjukkan bahwa tidak
hipertensi tidak patuh pada diet dan sebagian kecil (10%) satupun (0%) pasien hipertensi yang berpendidikan
pasien yang patuh terhadap diet hipertensi. SD dan Sarjana muda atau lebih di wilayah kerja
Puskesmas Pacarkeling selama bulan Agustus 2019
TABLE III. : KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI DI
PUSKESMAS PACARKELING SURABAYA BULAN AGUSTUS 2019 patuh, sedangkan sebagian besar (62,5%) dan (56%)
pasien hipertensi yang berpendidikan SMP/sederajat
NO KEPATUHAN N % dan SMA/sederajat patuh minum obat.
1. Patuh 14 47
2. Tidak Patuh 16 53
TOTAL 30 100
TABLE VI. : TABULASI SILANG KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN
LAMA MENDERITA HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS
Kepatuhan minum obat pada pasien PACARKELING SURABAYA BULAN AGUSTUS 2019

hipetensi di wilayah kerja Puskesmas Pacar keeling


Surabaya tampak pada table 3, yaitu sebagian besar NO KEPATUHAN/ PATUH TIDAK TOTAL
(53%) tidak patuh dan hamper setengahnya patuh LAMA MENDERITA PATUH
minum obat. HIPERTENSIN
TABLE IV. : TABULASI SILANG KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN
N % N % N %
JENIS KELAMIN PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS PACARKELING 1. <5 4 67 2 33 6 100
SURABAYA BULAN AGUSTUS 2019
2. 5-<10 4 33 8 67 12 100
3. 10-20 6 60 4 40 10 100
NO KEPATUHAN/JENIS PATUH TIDAK TOTAL
KELAMIN PATUH
4. >20 0 0 2 100 2 100
N % N % N % TOTAL 30 100
1. Laki-laki 1 11 8 89 9 100
2. Perempuan 13 62 8 38 21 100
TOTAL 30 100 Tabulasi silang antara kepatuhan minum
obat dengan lama menderita hipertensi
Tabulasi silang antara kepatuhan minum menunjukkan bahwa tidak satupun (0%) pasien
obat dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa hipertensi yang yang telah menderita hipetensi > 20

Semnas.poltekkesdepkes-sby.ac.id 8
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan ISSN: 2684-9518
Poltekkes Kemenkes Surabaya
Surabaya, 9 Nopember 2019

tahun di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling di Puskesmas Pacar Keling Surabaya cenderung
selama bulan Agustus 2019 patuh, sedangkan mengalami peningkatan tekanan darah adalah stres
sebagian besar (67%) dan (60%) pasien hipertensi yang disebabkan karena kurangnya dukungan
yang menderota hipertensi <5 tahun dan 10-20 mengenai pengobatan dan perawatan, konsumsi
tahun patuh minum obat. obat anti hipertensi dalam jangka waktu yang lama,
konflik dalam keluarga maupun lingkungan
TABLE VII. : TABULASI SILANG KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN
PEKERJAAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS PACARKELING masyarakat serta beban kerja yang tinggi. (5).
SURABAYA BULAN AGUSTUS 2019 Didapatkan juga bahwa faktor yang bisa
NO KEPATUHAN/ PATUH TIDAK TOTAL menyebabkan rendahnya kepatuhan pasien
PEKERJAAN PATUH hipertensi pada diet adalah belum berubahnya pola
N % N % N % hidup misalnya sering mengkonsumsi makanan
1. PNS 1 33 2 67 3 100
berlemak dan tinggi garam serta merokok. Hal ini
2. Swasta 2 33 8 67 9 100
3. Ibu rumah tangga 8 80 2 20 10 100 juga yang diduga menjadi penyebab peningkatan
4. Pensiunan 3 37,5 5 62,5 8 100 yang pesat pada pasien hipertensi di wilayah kerja
TOTAL 30 100 puskesmas PacarKeling Surabaya (5). Hasil
penelitian di Puskesmas Sidomulyo dengan jumlah
sampel 177 responden Pasien hipertensi, didapatkan
Tabulasi silang antara kepatuhan minum
hasil bahwa Pasien dengan usia > 55 tahun
obat dengan pekerjaan pasien hipertensi
berpeluang 4,42 kali untuk tidak patuh terhadap diet
menunjukkan bahwa sebagian kecil (33%), (33%),
hipertensi dibanding dengan responden yang
dan (37,5%) pasien hipertensi yang bekerja sebagai
berusia ≤ 55 tahun (6).
PNS, Swasta, dan Pensiunan di wilayah kerja
Beberapa faktor yang sangat penting mempengaruhi
Puskesmas Pacarkeling selama bulan Agustus 2019
kepatuhan diet pada pasien hipertensi adalah
patuh, sedangkan hampir seluruhnya (80%) pasien
dukungan keluarga, sementara pada pasien di
hipertensi yang bekerja sebagai Ibu rumah tangga
Puskesmas Pacar Keling mendapatkan dukungan
patuh minum obat.
keluarga kurang optimal sebagaimana hasil
wawancara Bage, 2016. Dukungan keluarga sangat
IV. PEMBAHASAN
dibutuhkan untuk penatakasnaan kesehatan
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa
terutama pada lansia hipertensi. Lansia yang sudah
hampir seluruhnya pasien hipertensi tidak patuh
mulai mengalami penurunan kekuatan fisik dan
pada diet, dan sebagian besar tidak patuh minum
daya ingatnya harus selalu didampingi atau
obat. Hasil penelitian ini sangat berlawanan dengan
diingatkan untuk setiap kebutuhan yang
hasil penelitian yang dilaksanakan di Sleman
berhubungan dengan kesehatannya.
Jogjakarta, yang mendapatkan hasil hampir seluruh
Melihat hal tersebut diatas, bisa dijelaskan bahwa
Pasien hipertensi di RSU Queen Latifa Sleman
seorang pasien sangat membutuhkan
patuh terhadap diet hipertensi. Hasil penelitiannya
pendampingan, baik dari petugas kesehatan maupun
juga didapatkan bahwa sebagian besar berusia
keluarganya. Menyikapi hal tersebut, tepat
kurang dari 50 tahun, berpendidikan SMA,
sekiranya disodorkan perawatan untuk pasien yang
mendapat dukungan dari keluarga dan hampir
memiliki penyakit kronis menggunakan CCM
seluruhnya berpengetahuan baik tentang diet
(Chronic Care Model). CCM dirancang untuk
hipertensi (4). Data dari hasil penelitian ini didukung
menjadi solusi multidimensi untuk masalah yang
oleh Bage (2016), Berdasarkan hasil wawancara
kompleks, mengandalkan tim profesional
yang pernah dilakukan dengan pasien hipertensi di
termotivasi termasuk perawat, yang mengambil
Puskemas Pacar Keling Surabaya, faktor dominan
peran mendasar karena berada di garis depan
yang menyebabkan pasien hipertensi usia produktif

Semnas.poltekkesdepkes-sby.ac.id 9
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan ISSN: 2684-9518
Poltekkes Kemenkes Surabaya
Surabaya, 9 Nopember 2019

praktik dalam hal memberikan pasien dengan diet, minum obat, maupun aktivitas olah raga dan
informasi dan pendidikan; menjalin hubungan pola hidup sehari-harinya. Perlu dilakukan
dengan klien, perawat dan komunitas; memberikan penelitian lanjutan untuk mengetahui mekanisme
kesinambungan perawatan; menggunakan teknologi pendampingan dengan menggunakan model
untuk mengoptimalkan penyediaan perawatan; serta perawatan kronik, sehingga bisa diketahui
mendukung kepatuhan terhadap terapi dalam jangka efektifitas dan cara yang tepat dalam melaksanakan
panjang dan mempromosikan praktik kolaboratif (7). diet dan minum obat pasien hipertensi.
CCM menyediakan kerangka kerja konseptual dan .
peta jalan untuk mendesain ulang perawatan dari DAFTAR PUSTAKA
akut yang khas, sistem reaktif menjadi sistem yang
diubah menjadi berbasis populasi yang [1] Kemenkes RI 2014, Profil Kesehatan Indonesia 2014. Pusdatin,
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
direncanakan secara proaktif dari individu dengan
[2] Dinkes Propinsi Jatim, 2013, Profil Kesehatan Jawa Timur 2012. Dinas
penyakit kronis seperti hipertensi. CCM telah Kesehatan Propinsi Jawa Timur Jl A. Yani 118 Surabaya
digunakan untuk penyakit kronis di sejumlah [3] Kemenkes RI, 2018, Riskesdas 2018, Balitbangkes 071118, Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta.
pengaturan perawatan kesehatan dan telah
[4] Brilianifah Yuniarinda Nur, 2017. Hubungan Pengetahuan Dan
menunjukkan peningkatan faktor risiko Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diit Hipertensi Pada Pasien
kardiovaskular, bersama dengan perbaikan dalam Hipertensi Rawat Jalan Di Rsu Queen Latifa Sleman Yogyakarta,
Publikasi Ilmiah
skrining komplikasi. Walaupun intervensi yang [5] Bage, Melania Papo 2016. Pengaruh terapi relaksasi otot progresif
lebih sederhana akan menarik, bukti menunjukkan terhadap perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien
hipertensi usia produktif di Puskesmas Pacar Keling Surabaya.
bahwa praktik berkinerja tinggi paling baik Undergraduate thesis, Widya Mandala Catholic University Surabaya
dilakukan ketika mereka menggabungkan beberapa [6] Miyusliani Santi dan JasridaYunita, 2011.Faktor Resiko yang
elemen CCM dalam pendekatan sistematis(8). Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Diet Hipertensi. Jurnal Kesehatan
Komunitas, Vol. 1, No. 3, November 2011
Dipercayai bahwa hasil-hasil positif ini disebabkan [7] Furtado, L. G. and Miriam, M. (2013) ‘Model of Care in Chronic
oleh kenyataan bahwa ada proses komunikasi yang Disease: Inclusion of A Theory of Nursing’, Texto & Contexto
Enfermagem, 22(4), pp. 1197–1204. doi: 10.1590/S0104-
jauh lebih baik antara perawat - pasien serta 07072013000400039.
melibatkan keluarga dan dengan sifat pendidikan [8] Stuckey Heather L, Alan M. Adelman, Robert A. Gabbay, 2011.
Improving care by delivering the Chronic Care Model for diabetes.
dan peran perawat, mengingat bahwa profesional ini Medicine Published 2011 DOI:10.2217/dmt.10.9
menggunakan strategi, seperti mengatasi masalah [9] Bodenheimer, T., MacGregor, K. and Stothart, N. (2005) ‘Nurses as
yang lebih komprehensif, tidak hanya terbatas pada: leaders in chronic care’, BMJ. doi: 10.1136/bmj.330.7492.612.

pengobatan dan diet; kepemimpinan klien dalam


membahas perubahan perilaku; dan integrasi
perawatan bersama untuk pengelolaan penyakit
kronis(9).

V. KESIMPULAN
Pasien hipertensi di Puskesmas Pacarkeling
didapatkan bahwa yang patuh pada diet maupun
pengobatan hanya satu orang, yaitu seorang
Perempuan usia 65 tahun, pendidikan SMA,
Pensiunan, dan menderita hipertensi selama 2 tahun
terakhir. Pasien hipertensi yang pada umumnya
sudah berusia lanjut membutuhkan pendampingan
baik oleh perawat atau petugas kesehatan dan
keluarganya. Pendampingan meliputi pengaturan

Semnas.poltekkesdepkes-sby.ac.id 10
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MEROKOK DAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN
KEJADIAN HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI USIA 18-44 TAHUN

Studi Observasional di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Besar Kecamatan Banjarbaru Selatan
1 2 3
Kesuma Indah Sriani , Rudi Fakhriadi , Dian Rosadi
1
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat,
2
Bagian Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran,
Universitas Lambung Mangkurat
3
Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Email: kesumaindah@gmail.com

Abstrak

Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dengan
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Banjarbaru tahun 2014, hipertensi berada pada urutan pertama penyakit tidak menular sebesar 506
orang per 1.000 penduduk. Diantara 8 puskesmas di Kota Banjarbaru, Puskesmas Sungai Besar
memiliki kejadian hipertensi terbanyak untuk kategori umur 18-44 tahun dibandingkan dengan
puskesmas lain. Perilaku merokok dan kebiasaan olahraga merupakan faktor risiko dari hipertensi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara perilaku merokok dan kebiasaan
olahraga dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 18-44 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Sungai Besar Kecamatan Banjarbaru Selatan. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional
analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian sebanyak 9.854 orang dan besar
sampel diambil dengan rumus slovin sebanyak 109 orang. Instrumen dalam penelitian ini adalah
lembar isian dan tensimeter. Variabel bebas yaitu perilaku merokok dan kebiasaan olahraga,
sedangkan variabel terikat yaitu kejadian hipertensi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji
Chi– Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok (p-
value=0,0001 dan OR=15,471) dan kebiasaan olahraga (p-value=0,0001 dan OR=11,147) dengan
kejadian hipertensi pada usia 18-44 tahun. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara perilaku merokok dan kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi pada laki-laki
usia 18-44 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Besar Kecamatan Banjarbaru Selatan.

Kata-kata kunci: hipertensi, merokok, olahraga

Abstract

Hypertension is a disease characterized by increased blood pressure with systolic ≥ 140 mmHg
and or diastolic ≥ 90 mmHg. Based on data from the Banjarbaru Health Office on 2014, hypertension
was the first order of non-communicable diseases amounted to 506 persons per 1.000 population.
Among the eight Puskesmas in Banjarbaru, Puskesmas Sungai Besar has the highest incidence of
hypertension for the age category 18-44 years compared to other Puskesmas. Smoking behavior and
exercise habits are risk factors of hypertension. This study aimed to analyze the correlation between
smoking behavior and exercise habits with hypertension in men aged 18-44 years in Puskesmas
Sungai Besar South Banjarbaru District. This study uses observational analytic design with cross-
sectional approach. The study population as many as 9.854 people and a large sample is taken with
the slovin formula many as 109 people. Instrument in this research used spreadsheet and tensimeter.
The independent variable is the behavior of smoking and exercise habits, while the dependent
variable was the incidence of hypertension. Data analysis was performed using Chi-Square test. The
results showed that there is a correlation between smoking behavior (p-value = 0,0001 and OR =
15,471) and exercise habits (p-value = 0,0001 and OR = 11,147) with the incidence of hypertension at
the age of 18-44 years. From these results it can be concluded that there is a correlation between
smoking behavior and exercise habits with hypertension in men aged 18-44 years in Puskesmas
Sungai Besar South Banjarbaru District.

Keywords: hypertension, smoking, exercise

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 3 No. 1, April 2016 1


PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dengan
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg (1). Hipertensi terjadi karena memompa darah
yang melalui pembuluh darah secara konstan dengan kekuatan yang berlebih (2). Tekanan darah
sistolik terjadi saat jantung memompakan darah ke sirkulasi sistemik, sedangkan tekanan darah
diastolik terjadi saat pengisian darah ke jantung (3). Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) menyebutkan
bahwa hipertensi merupakan penyebab kematian utama untuk semua umur di Indonesia (4).
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,8% dengan sebaran kasus di Bangka
Belitung (30,9%), Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), dan Jawa Barat (29,4%).
Prevalensi hipertensi di Kalimantan Selatan menempati peringkat prevalensi tertinggi kedua di
Indonesia (5). Dari data Riset Kesehatan Dasar (2013), diketahui terdapat enam kabupaten/kota
dengan prevalensi hipertensi tertinggi berdasarkan hasil pengukuran. Enam kabupaten/kota dengan
prevalensi hipertensi tertinggi tersebut diantaranya adalah Hulu Sungai Tengah, Banjarmasin,
Balangan, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, dan Banjarbaru. Angka prevalensi hipertensi di
Banjarbaru mencapai 29,2% (5). Banjarbaru merupakan kota yang memiliki persentasi penduduk usia
dewasa (18-44 tahun) terbanyak dibandingkan dengan kota lain (6).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, terdapat peningkatan kejadian hipertensi
pada tahun 2013 ke tahun 2014 dari 6.530 orang menjadi 10.006 orang. Selain itu, data penyakit
tidak menular Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru tahun 2014 menyatakan bahwa hipertensi berada
pada urutan pertama penyakit tidak menular sebesar 506 orang per 1.000 penduduk. Diantara 8
wilayah kerja puskesmas di Kota Banjarbaru, Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Besar memiliki
kejadian hipertensi sebanyak 1.350 orang di tahun 2013 dan meningkat pada tahun 2014 menjadi
1.769 orang (7,8,9).
Usia dewasa yaitu 18-44 tahun merupakan kelompok usia produktif. Namun, pada usia tersebut
umumnya seseorang kurang memiliki motivasi untuk memperhatikan gaya hidup dan kesehatannya
(10). Hal-hal yang menyebabkan gaya hidup yang tidak sehat antara lain kurangnya olahraga dan
perilaku merokok. Gaya hidup yang tidak sehat akan membawa konsekuensi sebagai salah satu
faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (11). Kejadian hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Sungai Besar untuk kategori umur 18-44 tahun merupakan kejadian hipertensi
yang paling tinggi dibandingkan dengan wilayah kerja puskesmas lain yang ada di Kota Banjarbaru,
yaitu sebesar 353 orang (12).
Menurut penelitian terdahulu, kejadian hipertensi disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor).
Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan meliputi faktor riwayat keluarga, umur, dan jenis kelamin.
Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan meliputi kebiasaan olahraga, konsumsi kopi, perilaku
merokok, konsumsi garam, serta konsumsi alkohol (13,14). Kebiasaan merokok mempengaruhi
kejadian hipertensi yaitu dilihat dengan adanya aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah (15).
Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa perilaku merokok berisiko 2,32 kali menderita hipertensi
dibandingkan dengan yang tidak merokok (14). Berdasarkan data PHBS Rumah Tangga di
Puskesmas Sungai Besar Kota Banjarbaru tahun 2014, persentase perilaku merokoknya
sangat tinggi yaitu mencapai 80,96% (16). Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Besar merupakan
wilayah kerja puskesmas yang paling tinggi perilaku merokoknya dibandingkan wilayah kerja
puskesmas lain di Kota Banjarbaru (17).
Selain perilaku merokok, kebiasaan olahraga juga sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi
dimana pada orang yang kurang berolahraga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
meningkat sehingga otot jantung akan bekerja lebih keras pada tiap kontraksi (13). Masyarakat
Indonesia cenderung mempunyai aktivitas kurang gerak (sedentary activities) yang disebabkan
perubahan gaya hidup seperti perubahan pola kerja akibat kemajuan dibidang teknologi khususnya
dalam bidang elektronik dan transportasi (18). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Besar pada laki-laki yang berumur 18-44 tahun, didapatkan bahwa
banyak masyarakat yang tidak melakukan olahraga. Dari 15 orang, terdapat 9 orang (60%) tidak
berolahraga dan 6 orang (40%) berolahraga. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Antara Perilaku Merokok dan Kebiasaan Olahraga dengan
Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 18-44 Tahun”.

METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi penelitian adalah laki- laki di wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar. Teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling dengan metode simple random
sampling berdasarkan rumus slovin dengan besar sampel 109. Dalam penelitian ini peneliti

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 3 No. 1, April 2016 2


menggunakan kriteria sampel yaitu tidak ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, tidak
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi kopi sehari-hari, tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
minuman beralkohol, dan tidak sedang menjalani diet rendah garam.
Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar isian dan tensimeter. Lembar isian
yang digunakan adalah lembar isian tentang perilaku merokok yang memuat pertanyaan-pertanyaan
yang berhubungan dengan kejadian hipertensi dan lembar isian tentang kebiasaan olahraga yang
memuat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran, dilakukan dengan mengukur tekanan darah menggunakan alat
tensimeter yang dilakukan oleh perawat puskesmas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi, Perilaku Merokok,
dan Kebiasaan Olahraga pada Laki-Laki Usia 18-44 Tahun
Variabel Frekuensi (orang) Persentase (%)
Kejadian Hipertensi
Hipertensi 59 54,13
Tidak Hipertensi 50 45,87
Perilaku Merokok
Merokok 59 54,13
Tidak Merokok 50 45,87
Kebiasaan Olahraga
Tidak Berolahraga 60 55,05
Berolahraga 49 44,95
Total 109 100,0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa responden yang mengalami hipertensi lebih banyak
dibandingkan dengan yang tidak hipertensi, yaitu sebanyak 59 (54,13%) orang. Responden yang
merokok lebih banyak dibandingkan yang tidak merokok, yaitu sebanyak 59 (54,13%) orang. Selain
itu, responden yang memiliki kebiasaan tidak berolahraga lebih banyak dibandingkan dengan yang
berolahraga, yaitu sebanyak 60 (55,05%) orang.

B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 18-44
tahun
Tabel 2. Hubungan Antara Perilaku Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia
18-44 Tahun
Kejadian
Hipertensi P-
Perilaku Merokok Total value Odds Ratio
Tidak
Hipertensi
Hipertensi

48 11 59
Merokok (81,3 5%) (18,65%) (100%)
0,0001 15,471
11 39 50
Tidak Merokok (22%) (78%) (100%)

Berdasarkan pada tabel 4 menunjukkan bahwa pada responden yang hipertensi lebih banyak
terjadi pada responden yang merokok 48 orang (81,35%) dibandingkan dengan responden yang tidak
merokok 11 orang (22%). Sedangkan responden yang tidak hipertensi lebih banyak terjadi pada
responden yang tidak merokok 39 orang (78%) dibandingkan dengan responden yang merokok 11
orang (18,65%). Hasil uji chi- square dengan tingkat kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa ada
hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian hipertensi (p<0,05). Merokok merupakan faktor

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 3 No. 1, April 2016 3


risiko kejadian hipertensi dengan nilai OR = 15,471. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden
yang merokok berisiko 15 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak
merokok.
Usia 18-44 tahun merupakan kelompok usia produktif. Namun, pada usia tersebut umumnya
seseorang kurang memperhatikan gaya hidup dan kesehatannya. Salah satu gaya hidup yang tidak
sehat adalah perilaku merokok (10,11). Tingginya perilaku merokok di Sungai Besar disebabkan
perilaku merokok sejak dibangku sekolah, ajakan dari teman (pergaulan), meniru orang rumah yang
sudah merokok terlebih dahulu, dan ingin mencoba-coba yang akhirnya membuat mereka menjadi
kecanduan merokok.
Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Nikotin dalam rokok
merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Seperti zat-zat
kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-
paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak
bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin
(adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi serta peran karbonmonoksida yang dapat
menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Dengan mengisap sebatang rokok akan memberi pengaruh besar terhadap naikya tekanan darah. Hal
ini dikarenakan asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya
beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh (14,16).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana terdapat hubungan antara
kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki. Setelah merokok selama 10 menit,
terjadi peningkatan tekanan darah dari 140±7/99±3 mmHg menjadi 151±5/108±2 mmHg.Nikotin yang
ada di dalam rokok dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang melalui pembentukan
aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah yang dapat menyebabkan hipertensi (19). Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu dimana terdapat hubungan antara merokok
dengan kejadian hipertensi. Merokok dapat meningkatkan kekakuan pembuluh darah sehingga
penting untuk melakukan penghentian merokok agar dapat mencegah penyakit kardiovaskular (11).

Tabel 3. Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia
28-44 Tahun
Kejadian
Hipertensi p- Odds
Kebiasaan Total Ratio
Menderita Tidak value
Olahraga
Hipertensi Menderita i
Tidak Berolahraga 47 Hipertensi
13 60
ens (100%)
(78,33%) (21,67%)
12 0,0001
37 49 11,147
Berolahraga (24,49%) (75,51%) (100%)

Berdasarkan pada tabel 5 menunjukkan bahwa pada responden yang hipertensi lebih banyak
terjadi pada responden yang tidak berolahraga 47 orang (78,33%) dibandingkan dengan responden
yang berolahraga 12 orang (24,49%). Sedangkan responden yang tidak hipertensi lebih banyak terjadi
pada responden yang berolahraga 37 orang (75,51%) dibandingkan responden yang tidak
berolahraga 13 orang (21,67%). Hasil uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%, untuk melihat
adanya hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi didapatkan bahwa, nilai p-
value=0,0001. Dari nilai p dalam hasil uji statistik didapatkan keputusan Ho ditolak (p<0,05) yang
artinya ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi. Tidak berolahraga
merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan nilai OR = 11,147. Hal tersebut menunjukkan
bahwa responden yang tidak berolahraga berisiko 11 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan
dengan responden yang berolahraga.
Gaya hidup merupakan faktor penting timbulnya hipertensi pada seseorang termasuk usia
dewasa muda. Meningkatnya hipertensi dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat berupa
kurangnya olahraga (20). Alasan masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Besar tidak
berolahraga karena sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu luang untuk berolahraga, malas
berolahraga, dan tidak suka berolahraga karena melelahkan.
Olahraga sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang tidak
berolahraga akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung meningkat sehingga otot jantung

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 3 No. 1, April 2016 4


harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa maka
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Olahraga teratur bisa membuat jantung kita sehat
sehingga terhindar dari hipertensi, karena penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung. Olahraga bermanfaat untuk
meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru, dan pembuluh darah yang ditandai dengan denyut nadi
istirahat menurun, penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan HDL kolesterol, dan
mengurangi aterosklerosis (timbunan lemak terutama kolesterol dalam pembuluh darah) (13,21)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara tidak pernah berolahraga dengan kejadian hipertensi (20). Selain itu, hasil penelitian
ini juga sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang
bermakna terhadap kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi (22). Olahraga banyak
dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga yang teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (23). Olahraga seperti jogging, bersepeda, dan
berenang yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah serta baik dilakukan untuk penderita hipertensi (24,25).

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan antara perilaku
merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 18-44 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Sungai Besar Kecamatan Banjarbaru Selatan, serta ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
kejadian hipertensi pada laki-laki usia 18-44 tahun di wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar
Kecamatan Banjarbaru Selatan. Adapun saran yang dapat diberikan kepada masyarakat khususnya
yang berusia 18-44 tahun agar dapat lebih memperhatikan gaya hidup dan kesehatannya, diantaranya
adalah menghindari perilaku merokok dan rutin melakukan olahraga.

DAFTAR PUSTAKA
1. Joint National Committee. Seventh report of the joint national committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), 2003.
2. World Health Organization. Hypertension fact sheet. South-EastAsia: departement of sustainable
development and healthy environments, 2011.
3. Dharmeizar. Hipertensi. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and Medical
Application 2012;1(25):3-8.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan
Dasar Riskesdas 2007.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan
Dasar Riskesdas 2013.
6. Badan Pusat Statistik. Jumlah penduduk di Banjarbaru berdasarkan umur tahun 2014.
7. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Sepuluh penyakit terbanyak di Kota Banjarbaru tahun 2013.
8. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Sepuluh penyakit terbanyak di Kota Banjarbaru tahun 2014.
9. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Data Penyakit Tidak Menular di Kota Banjarbaru tahun 2014.
10. Estiningsih HS. Hubungan indeks massa tubuh dan faktor lain dengan kejadian hipertensi pada
kelompok usia 18-44 tahun di Kelurahan Sukamaju Depok tahun 2012. Skripsi. Depok:
Universitas Indonesia, 2012.
11. Ainun AS, Arsyad DS, Rismayanti. Hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada
mahasiswa di lingkup kesehatan Universitas Hasanuddin. Artikel Penelitian. Makassar:
Universitas Hasanuddin, 2014.
12. Puskesmas Sungai Besar. Data hipertensi tahun 2014.
13. Andria KM. Hubungan antara perilaku olahraga, stress dan pola makan dengan tingkat hipertensi
pada lanjut usia di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang Putih Kecamatan Sukolilo Kota
Surabaya. Jurnal Promkes 2013;2(1):111–117.
14. Mannan H, Wahiduddin, Rismayanti. Faktor risiko kejadian hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto tahun 2012. Artikel Penelitian. Makassar:
Universitas Hasanuddin, 2013.
15. Oroh DN, Kandou GD, Malonda NSH. Hubungan antara kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol dengan kejadian hipertensi pada pasien poliklinik umum di Puskesmas Tumaratas
Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Artikel Penelitian. Manado: Universitas Sam
Ratulangi, 2013.

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 3 No. 1, April 2016 5


16. Sugiharto A. Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat. Tesis. Semarang:
Universitas Diponegoro, 2007.
17. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tahun 2014.
18. Harikedua VT, Tando NM. Aktivitas fisik dan pola makan dengan obesitas sentral pada tokoh
agama di Kota Manado. Jurnal Gizido 2012;4(1):289-298
19. Dalimatha S. Care your self hypertension. Jakarta: Pebar Plus, 2008.
20. World Health Organization. The global burden of disease: 2007 update. Geneva: WHO Library
Cataloguing in-Publication Data, 2011.
21. Setyanda YOG, dkk. Hubungan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 35-65
tahun di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 2015;4(2):434-440.
22. Rachmawati YD. Hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa
muda di Desa Pondok Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2013.
23. Ekawati FF. Upaya mencegah penyakit jantung dengan olahraga. Artikel Penelitian. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret, 2013.
24. Anggara FHD. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di Puskesmas Telaga
Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan 2013;5(1):20-25.
25. Suyono S. Buku ajar penyakit dalam jilid II FKUI. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 3 No. 1, April 2016 6


HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN TEKANAN DARAH PADA
LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

Rahmawati Ramli1, Najihah2


1Program Studi Ilmu Keperawatan UMI
2Program Studi Ilmu Keperawatan UMI

(Alamat Korespondensi: Fahriwati@gmail.com/ 08085299109190)

ABSTRAK

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada
lansia dimensia di PSTW Gau Mabaji Gowa. Metode. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional study. jumlah sampel sebanyak 78 orang. Pengambilan sampel
pada penelitian ini adalah Purposive sampling. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur indeks
massa tubuh lansia dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan berserta mengukur tekanan
darah lansia. Hasil Didapatkan tidak ada hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah
Diskusi Tidak ada hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darahpada lansia diharapkan
lansia dapat mempertahankan indeks massa tubuh yang ideal dengan memperhatikan aktifitas fisik
dan makanan.

Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, Tekanan Darah, Lansia

PENDAHULUAN peningkatan tekanan darah adalah


Menua adalah proses fisiologis yang kegemukan. Kurang lebih 46 % pasien dengan
akan terjadi pada semua orang dengan indeks massa tubuh 27 memiliki tekanan
mekanisme yang berbeda pada setiap darah tinggi. Fragminham studi telah
individu. Pada proses fisiologis ini organ tubuh menemukan bahwa peningkatan 15 % BB
akan mengalami penurunan fungsi sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
menimbulkan berbagai masalah pada lansia. darah sistolik sebesar 18 % disbanding
Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh dengan mereka yang mempunyai berat badan
maka, risiko terjadinya penyakit degeneratif normal, orang yang overweight dengan
akan meningkat. Penyakit degeneratif yang kelebihan berat badan sebesar 20 %
sering terjadi pada lansia antara lain mempunyai resiko delapan kali lebih besar
hipertensi, obesitas dan diabetes melitus mengalami peningkatan tekanan darah.
(Badriah, 2011). Lansia akan mengalami peningkatan
Menurut Mubarak dalam Mayuni tekanan darah setelah berusia 75 tahun
(2013), gangguan kesehatan yang paling sekitar 60%. Kontrol tekanan darah yang ketat
banyak dialami oleh lansia adalah pada lansia berhubungan dengan pencegahan
kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup terjadinya peningkatan tekanan darah yang
jantung menebal dan menjadi kaku, tak terkendali dan beberapa penyakit lainnya,
kemampuan jantung memompa darah misalnya diabetes melitus, serangan stroke,
menurun 1% per tahun, berkurangnya curah infark miokard, dan penyakit vaskular perifer
jantung, berkurangnya denyut jantung (Nugroho, 2012).
terhadap respon stress, kehilangan elastisitas Menurut Probosuseno (2006), dilihat
pembuluh darah, tekanan darah meningkat dari beberapa frekuensi denyut jantung faktor
akibat resistensi pembuluh darah perifer dan dominan penyebab peningkatan tekanan
manifestasi penyakit yang bisa ditimbulkan darah, faktor kelebihan berat badan dapat
adalah Peningkatan tekanan darah. meningkatkan resiko seseorang terserang
Menurut Nurmalina (2011), faktor hipertensi. Semakin besar massa tubuh,
utama (bersifat fleksibel) yang mempengaruhi maka semakin banyak darah yang dibutuhkan
tekanan darah dan juga perkembangan untuk memasok oksigen dan makanan ke

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 3 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
267
jaring tubuh. Berarti volume darah yang di atas 65 tahun sebanyak 64 orang(
beredar melalui pembuluh darah meningkat, 82,1%), kemudian 13 orang (16,7%)
sehingga akan memberi tekanan lebih besar berumur 56-64 tahun, dan sebagian kecil
ke dinding arteri. 45-55 tahun sebanyak 1 orang (1.3 %).
Prevalensi penduduk lebih dari 18
tahun di Indonesia yang kurus (IMT kurang Tabel 2. Menunjukkan Distribusi
dari 18,5) sebesar 11,09%, normal (IMT responden berdasarkan jenis kelamin di
antara 18,5-22,9) sebesar 62,68%, berat Panti Sosial Tresna Werdha
badan lebih (IMT antara 23-24,9) sebesar Jenis kelamin n %
11,48%, dan obesitas (IMT kurang dari sama Pria 27 34.6
dengan 25) sebesar 14,76%. Sedangkan di Wanita 51 65.4
Jawa Timur sendiri prevalensi penduduk lebih Total 78 100
dari 18 tahun di Indonesia yang kurus (IMT
kurang dari 18,5) sebesar 11,97%, normal Dari tabel diatas menunjukkan
(IMT antara 18,5-22,9) sebesar 59,97%, berat sebagian besar responden berjenis
badan lebih (IMT antara 23-24,9) sebesar kelamin wanita yaitu sebesar 51 orang
11,69%, dan obesitas (IMT lebih dari sama (65,4%), dan selebihnya berjenis kelamin
dengan 25) sebesar 16,36% (Kemenkes RI, pria sebanyak 27 orang ( 34,6 %).
2014).
Indeks massa tubuh ini adalah Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan
indikator yang paling sering digunakan dan agama di Panti Sosial Tresna Werdha
praktis untuk mengukur tingkat populasi berat Agama n %
badan lebih dan obesitas pada orang dewasa Islam 74 94.9
(Sugondo, 2006). Protestan 3 3.8
Katolik 1 1.3
BAHAN DAN METODE Total 78 100
Lokasi, Populasi, dan Sampel
Jenis penelitian ini adalah deskriptif Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
analitik dengan pendekatan cross sectional sebagian besar responden beragam
study. Dimana dalam penelitian akan diketahui islamn yaitu sebanyak 74 orang (94,9%).
hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) Dan selebihnya beragama prostestan 3
dengan tekanan darah melalui cara orang (3,8%) dan katolik 1 orang (1,3%)
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat.
Penelitian ini dilaksanakan di di Panti Tabel 4. distribusi responden berdasarkan
Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa. Status IMT dan tekanan darah
Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober-
Desember 2017. Populasi penelitian ini adalah Total
Variabel
n = 53 %
lansia yang tinggal di PSTW yang berjumlah
IMT (Mean, ±SD) (21.15, 3.45)
100 orang. . Pengambilan sampel dilakukan
Kurus 18 23.1
dengan cara purposive sampling yaitu 80 Normal 48 61.5
sampel Obesitas 12 15.4

Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada beberapa teknik TD Sistol (138.97, 26.80)
(Mean, ±SD)
atau cara pengumpulan data, mulai dari tes
TD Diastol (89.10, 12.81)
Indeks Massa Tubuh, pengukuran tekanan (Mean, ±SD)
darah dan data identitas lansia Normal 11 14.1
Prehipertensi 39 50.0
HASIL PENELITIAN Hipertensi 28 35.9
1. Analisis Univariabel
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan
umur di Panti Sosial Tresna Werdha Tabel 4 menunjukkan distribusi
Umur n % responden berdasarkan Status IMT dan
Usia Lanjut (45-55tahun) 1 1.3 tekanan darah. Tampak pada table rata-
Presenium(56-64tahun) 13 16.7 rata IMT responden yaitu 21.15, rata-rata
Senium(>65) 64 82.1 TD sistol 138.97mmHg dan rata-rata TD
Total 78 100 diastole 89.10mmHg. Berdasarkan tabel
juga dapat dilihat bahwa responden
Dari tabel diatas menunjukkan terbanyak berdasarkan kategori IMT
sebagaian besar responden memiliki umur berada dalam status IMT Normal yaitu 48

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 3 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
268
(61.5%) orang, sedangkan responden Penelitian lain juga menunjukkan hal yang
terbanyak berdasarkan kategori tekanan sama yaitu rata-rata IMT pada lansia di
darah berada dalam kategori Prehipertensi kabupaten malang berada pada kategori
yaitu 39 (50%) orang. normal dengan nilai 23.53 dan merupakan
kategori tebanyak yaitu sebanyak 60.49%
2. Analisi Bivariabel (Supriati, 2017).
Tabel 5. Analisis hubungan Status IMT Masalah gizi pada lansia dapat
dengan Tekanan darah disebabkan karena kurangnya energi pada
lansia yang biasa disebabkan oleh makan
Kategori Tekanan darah
Status
Normal Prehipertensi Hipertensi
yang tidak enak karena kurangnya fungsi
IMT alat perasa dan penciuman, banyak gigi
n % n % n %
Kurus 4 22.2 7 38.9 7 38.9 yang tanggal sehingga terasa sakit jika
Normal 7 14.6 24 50.0 17 35.4 makan dan nafsu makan yang berkurang
Obesitas 0 0.0 8 66.7 4 33.3 karena kurang aktivitas dan lainnya.
Total 11 14.1 39 50.0 28 35.9 Selain itu, kehilangan selera makan yang
p : 0,180 berkepanjangan akan menyebabkan
penurunan berat badan yang drastis
*kruskal wallis test sehingga kondisi ini dapat menyebabkan
lansia mengalami kekurangan gizi yang
Berdasarkan data dari tabel dimanifestasikan dengan pemeriksaan
tampak bahwa responden dengan status secara klinis lansia tampak kurus. Hal ini
IMT kurus rata-rata memiliki tekanan darah menunjukkan bahwa masalah gizi kurang
pada kategori prehipertensi dan hipertensi yang ditunjukkan dengan IMT kurus pada
yaitu masing 7 (38.9%) orang. Responden lansia masih tetap menjadi focus perhatian
dengan status IMT normal, sebagian besar dibandingakan masalah obesitas.
memiliki tekanan darah pada kategori 2. Hubungan IMT dengan Tekanan darah
prehipertensi yaitu 24 (50.0%) orang dan pada Lansia
hipertensi sebanyak 17 (35.4%) orang. Berdasarkan hasil analisis data dalam
Sedangkan responden dengan status IMT penelitian secara statistik ditemukan
obesitas, sebagian besar memeliki tekanan bahwa tidak ada hubungan antara IMT
darah pada kategori prehipertensi yaitu 8 dengan Tekanan darah pada lansia. Hal
(66.7%), dan sisanya hipertensi sebanyak 4 ini tampak dari hasil uji krusskal walls
(33.3%) orang. Dapat dilihat pada tabel yang dengan nilai p= 0.0180, dimana nilai
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan p> 0.05. Peningkatan tekanan darah pada
antara status IMT dengan tekanan darah lansia terjadi pada hampir semua lansia
lansia (p=0.801), karena nilai p>0.05. yaitu 50% dengan prehipertensi dan
35.9% dengan hipertensi baik dalam
PEMBAHASAN kategori IMT kurus, normal dan obesitas.
1. Gambaran IMT dan Tekanan darah pada Pada kategori kurus sebanyak 38.9%
Lansia mengalami prehipertensi dan 38.9% juga
Status IMT pada lansia dalam mengalami hipertensi, kategori normal
penelitian ini dominan dalam kategori sebanyak 50% dengan prehipertensi dan
normal yaitu 61.5%dengan rerata nilai 35.4% dengan hipertensi, sedangkan
IMT= 21.15, dimana yang termasuk pada kategori obesitas sebanyak 66.7%
kategori normal yaitu dengan nilai IMT= mengalami prehipertensi dan 33.3%
18.5-25.0.Namun jika dilihat dari masalah mengalami hipertensi.
status gizi, lansia yang dalam kategori Peningkatan tekanan darah pada
kurus lebih banyak yaitu 23.15% lansia disebabkan karena adanya
dibanding dengan lansia dalam kategori penurunan fungsi, khususnya pada sistem
obesitas yang hanya 15.4%. kardiovaskular. Katup jantung menebal
Hal ini sejalan dengan penelitian dan menjadi kaku, kemampuan jantung
sebelumnya yang menunjukkan hasil memompa darah menurun 1% per tahun,
bahwa sebagian besar lansia di PSTW berkurangnya curah jantung,
Budi Mulya Cipayung memiliki IMT dalam berkurangnya denyut jantung terhadap
kategori normal yaitu 50.3% dengan rerata respon stress, kehilangan elastisitas
IMT 20.5 (Oktariyani, 2012). Dalam pembuluh darah, sehingga tekanan darah
penelitian yang sama juga nampak bahwa meningkat akibat resistensi pembuluh
yang mengalami masalah status gizi darah perifer. Lansia akan mengalami
kurang 2 kali lebih banyak dari pada lansia peningkatan tekanan darah setelah
yang memiliki status gizi lebih (obesitas). berusia 75 tahun sekitar 60%. Hal ini

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 3 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
269
dibuktikan dengan jumlah lansia terbanyak semua sistem dalam tubuh lansia. Pada
berada pada kategori senium yaitu 82.1%. sistem kardiovaskular akan terjadi
Namun secara klinis ada kekakuan katup jantung dan penebalan
kecenderungan hubungan antara IMT dinding pembuluh darah yang dapat
dengan tekanan darah pada lansia. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan darah.
nampak pada lansia dengan kategori Sedangkan pada sistem pencernaan,
obesitas yang cenderung memilika proses penuaan dapat menyebabakan
tekananan darah diatas normal, baik malnutrisi pada lansia baik gizi kurang
prehipertensi maupun hipertensi. Pada maupun obesitas. Gizi kurang disebabkan
kategori obesitas tidak ada yang memiliki oleh makan yang tidak enak karena
tekanan darah dalam batas normal, kurangnya fungsi alat perasa dan
66.7% dengan prehipertensi 33.3% penciuman, banyak gigi yang tanggal
dengan hipertensi. Hal ini didukung oleh sehingga terasa sakit jika makan dan
penelitian yang menunjukkan adanya nafsu makan yang berkurang yang akan
hubungan antara IMT dengan hipertensi menyebabkan penurunan berat badan
(p=0.004, r= 0.486) pada lansia di yang drastis lansia tampak kurus,
Kabupaten Malang (Supriati, 2017) dan sedangkn obesitas disebabkan pola
penelitian lainnya yang menunjukkan ada komsumsi yang berlebihan, banyak
hubungan antara IMT dan tekanan darah mengandung lemak, protein dan
(p= 0.000) pada lansia di Puskesmas karbohidrat yang tidak sesuai dengan
Melong Asih Cimahi (Soemantri, 2013). kebutuhan serta proses metabolisme yang
Obesitas pada lansia biasanya menurun yang meyebabkan kalori berlebih
disebabkan karena pola komsumsi yang dirubah menjadi lemak sehingga
berlebihan, banyak mengandung lemak, mengakibatkan kegemukan.
protein dan karbohidrat yang tidak sesuai
dengan kebutuhan. Selain itu, proses KESIMPULAN
metabolisme yang menurun pada lansia Tidak terdapat pengaruh antara
dapat meyebabkan kalori yang berlebih indeks massa tubuh terhadap lanisa di Panti
akan dirubah menjadi lemak sehingga Sosial Tresna werdha
mengakibatkan kegemukan jika tidak
diimbangi dengan peningkatan aktivitas SARAN
dan penurunan jumlah makanan. 1. Diharapkan tetap mempertahankan Indeks
Jadi ada beberapa faktor yang dapat Massa tubuh yang normal dengan
dikaitkan dengan tekanan darah pada melakukan aktifitas fisik dan makan
lansia, bukan terbatas hanya pada IMT. makanan yang sehat.
Tekanan darah pada lansia cenderung 2. Diharapkan dapat memberikan
akan mengalami peningkatan akibat pengetahuan pada lansia tentang
adanya proses penuaan. Proses penuaan pentingnya menjaga asupan yang akan
terjadi secara fisiologis maupun psikologis. dikonsumsi walaupun usianya telat lanjut.
Secara fisiologis, proses penuaan
menyebabkan penurunan fungsi pada

DAFTAR PUSTAKA

Badriah, LD. 2011. Gizi dalam kesehatan. PT. Resfika Aditama : Bandung.

Mayuni, A. O. (2013). Senam Lansia Menurunkan Tekanan Darah. (Skripsi. Poltekkes Denpasar Jurusan
Keperwatan)

Nurmalina, R dan Velley, B. 2011. Pencegahan dan manajemen Obesitas. Penerbit. PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Supriati , lilik. 2017. Stress , indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi pada lansia di kabupaten
malang.

Probosuseno. 2006. Waspada Hipertensi. http://republika.co.id/korandetail.asp?id=238060&kad.id=123


&kat.idl=&kat.id2. Dikutip 20 oktober 2011

Sugondo, S. Obesitas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Siamndibrata M, Setiati S, editor. 2006. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 3 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531
270

Anda mungkin juga menyukai