Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

Penyakit degeneratif menjadi pembicaraan hangat di berbagai media massa. Penyakit ini
bahkan bukan hanya menjadi pembicaraan kalangan praktisi kesehatan, tetapi
sudah menjadi pembicaraan bagi khalayak umum. Penyebab utama yang
mempercepat munculnya penyakit degeneratif adalah Gaya Hidup yang tidak
sehat. Salah satu penyakit degeneratif tersebut adalah Hipertensi (Khasanah,
2012).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada di atas
normal, atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk
diastolik. Hipertensi yang terjadi dalam jangka lama dan terus menerus bisa
memicu terjadinya stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan merupakan
penyebab utama gagal ginjal kronik (Rudianto, 2013).
Menurut Kemenkes RI Pada tahun 2013 hipertensi merupakan 10 penyakit
terbesar di Indonesia yang menempati peringkat pertama. Pada tahun 2012
sebanyak 43,2% dari total penduduk Indonesia yang menderita hipertensi, dan
pada tahun 2013 terjadi peningkatan Penderita hipertensi menjadi 45,9% dari
total seluruh penduduk Indonesia. Jika saat ini jumlah penduduk Indonesia
sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita
hipertensi (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan menurut data provinsi prevalensi
hipertensi di DKI Jakarta mencapai 20%(Balitbangkes, 2013).
Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu faktor
yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia lanjut, adanya riwayat tekanan
darah tinggi dalam keluarga, dan Jenis kelamin, faktor yang dapat dimodifikasi
antara lain kelebihan berat badan yang diikuti dengan kurangnya olahraga,
merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kopi dan natrium (Palmer, 2007).
Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya bagi kesehatan tubuh,
diantaranya yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Zat kimia tersebut yang
masuk ke dalam aliran darah dapatr merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteridan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi (Nurkhalida, 2003).
WHO (World Health Organization) pada tahun 2009 menyatakan bahwa jumlah
perokok laki-laki tertinggi berada di wilayah Pasifik Barat yaitu sebesar 51 % dari
laki-laki yang berusia 15 tahun ke atas.
Merokok tembakau akan menimbulkan gangguan kesehatan, paling tidak
ada tiga hal yaitu, timbulnya penyakit pada paru, timbulnya kanker, dan
timbulnya penyakit kardiovaskuler (Rahmatullah, 2009). Merokok juga
merupakan salah satu faktor risiko yang memicu timbulnya hipertensi
(Yogiantoro, 2009).

1
Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih kontroversial. Kopi
mempengaruhi tekanan darah karena mengandung polifenol, kalium, dan kafein. Kafein
memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptoradenosin. Adenosin
merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf
pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi danmeningkatkan total resistensi perifer,
yang akan menyebabkan tekanan darah. Kandunagan kafein pada secangkir kopi sekitar
80-125 mg (Palmer,2007).
Tidur adalah salah satu kebutuhan fisiologis yang memiliki pengaruh
terhadap kualitas dan keseimbangan hidup. Seseorang yang mengalami gangguan
dalam siklus tidur, maka fungsi fisiologis tubuh yang lain juga dapat terganggu
atau berubah. Kegagalan untuk mempertahankan siklus tidur-bangun individual
yang normal dapat mempengaruhi kesehatan seseorang (Potter & Perry, 2005).
Kualitas tidur yang buruk merupakan faktor resiko terjadinya masalah fisik dan
psikologis. Masalah fisik yang dapat ditimbulkan antara lain peningkatan kadar
glukosa drah dan merupakan faktor resiko terjadinya gangguan kardiovaskular
seperti peningkatan tekanan darah baik pada anak-anak, remaja, maupun dewasa
(Redline dkk, 2007). Javaheri, Isser, Rosen & Redline (2008) melakukan sebuah
penelitian untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur yang buruk dengan
prehipertensi atau hipertensi pada remaja. Berdasarkan penelitian tersebut
diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur yang
buruk dengan prehipertensi pada remaja (p< 0,001). Dimana dari hasil penelitian
tersebut terdapat peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik pada remaja
yang memiliki kualitas tidur yang buruk.
Pada penelitian Ngateni (2009), mendapatkan hasil adanya hubungan
konsumsi kopi, merokok, dan stress dengan kejadian hipertensi.Hal ini
didukung oleh penelitian Kalimullah (2015), menunjukkan sebagian besar
responden mengalami hipertensi stadium 1 karena kebiasaan pola hidupnya
(kebiasaan minum kopi dan merokok). Hasil lain juga didapat dari
penelitian Maharani (2016), dimana kebiasaan minum kopi meningkatkan
risiko kejadian hipertensi, namun tergantung dari frekuensi konsumsi
harian. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Setyanda, et., al
(2015), menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan
kejadian hipertensi.
2
Penelitian di Semarang oleh Elkenans (2009) menunjukan bahwa
hipertensi pada dewasa muda lebih banyak dialami yang tinggal di daerah
perkotaan. Kedai Lapak Ngopi Papacul merupakan kedai kopi yang berada di
Jakarta Selatan. Berdasarkan hasil observasi, pengunjung yang datang ke
Kedai Lapak Kopi Papacul sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, berusia
18-29 tahun dan bertempat tinggal di Jakarta dan bekerja sebagai karyawan
swasta.
Berdasarkan data-data diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan kebiasaan merokok, konsumsi kopi, dan kualitas tidur dengan
kejadian hipertensi pada pengunjung Kedai Lapak Ngopi Papacul.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
masalah “Apakah ada hubungan kebiasaan merokok, konsumsi kopi, dan
kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada pengunjung Kedai LAPAK
NGOPI PAPACUL?”.

Ruang Lingkup
Penelitian hubungan kebiasaan merokok, konsumsi kopi, dan kualitas
tidur dengan kejadian hipertensi ditujukan untuk kelompok dewasa muda usia
18-29 tahun yang akan dilakukan di Kedai LAPAK NGOPI PAPACUL.

Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok, konsumsi kopi, dan


kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada pengunjung kedai LAPAK
NGOPI PAPACUL.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik usia pengunjung kedai LAPAK


NGOPI PAPACUL Tahun 2018.
3
2. Mengidentifikasi jenis kelamin pengunjung kedai LAPAK NGOPI
PAPACUL Tahun 2018.
3. Mengetahui tekanan darah pengunjung kedai LAPAK NGOPI
PAPACUL Tahun 2018.
4. Mengidentifikasi kebiasaan merokok pengunjung kedai LAPAK
NGOPI PAPACUL Tahun 2018.
5. Mengidentifikasi kualitas tidur pengunjung kedai LAPAK NGOPI
PAPACUL Tahun 2018.
6. Menganalisis hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi pada pada pengunjung kedai LAPAK NGOPI PAPACUL
Tahun 2018.
7. Menganalisis hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi
pada pengunjung kedai LAPAK NGOPI PAPACUL Tahun 2018.
8. Menganalisis hubungan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi
pada pengunjung kedai LAPAK NGOPI PAPACUL Tahun 2018.
A. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk menerapkan ilmu yang didapat dibangku kuliah dan sebagai


syarat kelulusan

2. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah informasi terbaru seputar kesehatan dan sebagai


himbauan untuk mahasiswa untuk tidak merokok , dan mmperbaiki dan
menjaga pola tidur dengan baik.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat mengetahui akibat kebiasaan konsumsi


kopi, merokok, dan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi dan dapat
merubah pola hidup yang baik dan bagi yang sudah baik pola hidupnya
dapat menjaga agar tetap terjaga.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
4
A. HIPERTENSI
1. Pengertian hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa
oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya
lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Sustrani, 2004). Hipertensi
adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih
dari 90 mmHg (Mansjoer, 2001) Peningkatan tekanan darah jugamerupakan
faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler
(Din-Dzietham dalam Dewi, 2012).
2. Patofisiologi hipertensi
Terdapat tiga sistem yang sangat berperan dalam peningkatan tekanan darah
yakni sistem saraf simpatis, sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron 8 8 (RAA),
dan keseimbangan antara natrium dan cairan tubuh terkait hormon aldosteron.
Hal lain yang terlibat dalam peningkatan tekanan darah ialah resistensi insulin
disebabkan peningkatan produksi angiotensinogen oleh jaringan adiposa viseral
yang resisten terhadap insulin, penurunan kadar nitrit oksida (NO) karena
resistensi insulin yang dapat menyebabkan disfungsi endotel, peningkatan
reseptor antitrombin1 (AT-1) dan ekspresi endotelin-1, peningkatan reabsorpsi
natrium di tubulus proksimal, serta peningkatan aktivitas simpatik
(Tedjasukmana, 2012).
Beberapa faktor yang mendukung peningkatan hipertensi diantaranya
gangguan saraf, reseptor adrenergik atau baroreseptor, abnormalitas ginjal,
abnormalitas humoral, defisiensi sintesis substansi vasodilator pada
endotelium vaskuler seperti prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida, atau
peningkatan produksi substansi vasokontriktor seperti angiotensin II dan
endotelin-1 (Tyashapsari dan Zulkarnain, 2012) Beberapa faktor yang
mendorong timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara
bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial (Nuraini,
2015).
3. Klasifikasi Hipertensi

5
Klasifikasi hipertensi untuk usia>17 tahun berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah menurut JNC VII adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Hipertensi usia>17 tahun menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah


(mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage I 140-159 Atau 90-99
Hiprtensi stage II ≥160 Atau ≥ 100
*Sumber: The Joint National Commite on Prevention (JNC 7)

Hipertensi terdiri dari 3 bentuk, yaitu hipertensi sistolik, diastolik, dan campuran (Phibbs,
2007).
1) Hipertensi Sistolik Hipertensi sistolik yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti
peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.
2) Hipertensi Diastolik Hipertensi diastolik yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa
diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan
dewasa muda.
3) Hipertensi Campuran Hipertensi campuran yaitu peningkatan tekanan darah pada
sistolik dan diastolik.

Berdasarkan Penyebab Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi


dua, yaitu:
1) Hipertensi Esensial/Primer Hipertensi esensial/primer merupakan hipertensi yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Hipertensi esensial banyak terjadi 15 pada
remaja. Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan tanpa gejala
(asimtomatik) dan sering terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin.
Etiologi hipertensi esensial adalah kompleks, meliputi faktor-faktor predisposisi
seperti ras, jenis kelamin, riwayat keluarga (genetik), dan faktor lain yang
memengaruhi seperti konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, stress dan
obesitas (DiPiro, 2011).
2) Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang telah diketahui
penyebabnya. Beberapa penyebab hipertensi sekunder antara lain karena
adanya kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
penyakit kelenjar adrenal (hiperaldostreronisme), dan lain-lain (Depkes, 2006).
Jenis hipertensi ini umumnya terjadi pada anak-anak dan sekitar 60- 80% kasus
hipertensi pada anak dihubungkan dengan penyakit parenkim ginjal (Supartha
et al., 2009).
Faktor Risiko Hipertensi
a. Jenis Kelamin
Tekanan darah dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan dengan wanita. Pria diduga memiliki
gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
6
tekanan darah, namun setelah memasuki masa
menopause, prevalensi pada wanita meningkat, hal
ini diakibatkan oleh faktor hormonal (Depkes,
2008).
b. Usia Faktor
usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi
karena risiko kejadian hipertensi meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan
oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
memengaruhi jantung, pembuluh darah, dan
hormon (Hanifa, 2011). Pada usia yang semakin
menua, elastisitas pembuluh darah semakin
berkurang. Pembuluh darah pun kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku. Akibatnya,
pembuluh darah tidak dapat mengembang pada
saat jantung memompa darah. Hal ini akan
memicu jantung untuk meningkatkan denyutnya
agar aliran darah dapat mencapai seluruh bagian
tubuh. Darah pada setiap denyutan jantung seolah
dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit, yang
dapat menyebabkan naiknya tekanan darah
(Khasanah, 2012). 18
c. Genetik
Sebagian besar hipertensi pada remaja disebabkan
oleh adanya faktor keturunan. Riwayat penyakit
diabetes mellitus dan penyakit jantung iskemik
pada keluarga juga berperan penting dalam
terjadinya hipertensi pada remaja (Buch et al.,
2011). Faktor keturunan yang didukung oleh faktor
lingkungan akan semakin meningkatkan risiko
hipertensi pada remaja.
d. Ras
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit
hitam daripada yang berkulit putih. Hal ini
disebabkan karena pada tubuh ras orang kulit hiam
lebih sensitif terhadap garam. Selain itu beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ras kulit hitam
memiliki respon yang buruk terhadap inhibitor
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Calcium
Channel Blockers (Portman et al., 2004).
e. Asupan Makanan
Makanan yang kita konsumsi mengandung
berbagai macam zat gizi yang dapat
mempengaruhi tekanan darah, yaitu zat gizi makro
(makronutrien), seperti karbohidrat, protein, dan
lemak, dan zat gizi mikro (mikronutrien) seperti
vitamin dan mineral (Bowman & Russel, 2001).
Konsumsi minuman berpemanis yang tinggi
karbohidrat sederhana seperti fruktosa dapat
meningkatkan tekanan darah. Konsumsi pemanis
(gula tambahan, fruktosa, atau glukosa) yang
7
berlebihan secara langsung menyebabkan respon
insulin dalam 20 mengatur rasa lapar menjadi
berlebihan sehingga respon tubuh terhadap rasa
kenyang menjadi berkurang. Karena tubuh belum
merasa kenyang, tubuh memerlukan asupan
makanan tambahan sehingga hal tersebut menjadi
berlebihan yang akhirnya dapat meningkatkan
lemak tubuh dan mempengaruhi terjadinya
resistensi insulin. Peningkatan lemak tubuh akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
kolesterol, trigliserida, dan LDL, sementara
resistensi insulin akan menyebabkan terjadinya
diabetes mellitus. Keduanya akan berakibat
langsung pada kejadian aterosklerosis yang pada
akhirnya menyebabkan hipertensi (Welsh, 2010).
Konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol secara terus menerus akan
menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis adalah
penebalan dinding pembuluh darah akibat
penumpukan lemak dan kolesterol. Jika bagian
dalam pembuluh darah semakin kecil dan keras,
serta tekanan yang ada di dalam makin meningkat,
maka jantung harus berusaha lebih keras untuk
mengalirkan darah. Hal ini menyebabkan
timbulnya tekanan darah tinggi (Kemenkes, 2012).
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh asupan
mikronutrien. Natrium merupakan mikronutrien
yang paling sering dikaitkan dengan kejadian
peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan
darah yang disebabkan oleh natrium terjadi
melalui mekanisme retensi natrium yang
berdampak pada penurunan kemampuan
pembuluh darah untuk melakukan vasodilatasi
(Adrogue & Madias, 2007). Kalium juga dapat
mempengaruhi tekanan darah. Kalium berbanding
terbalik dengan Natrium. Penelitian di Belanda
menyebutkan bahwa pada anak-anak yang
meningkatkan asupan kalium terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik sebesar 1,4 mmHg,
sementara pada anak-anak dengan asupan kalium
yang rendah tekanan darah meningkat sebesar 2,4
mmHg per tahun. Peningkatan asupan kalium ini
akan memengaruhi rasio natrium/kalium sehingga
hal ini juga akan memengaruhi tekanan darah
(Portman et al, 2004). Selain itu, asupan kalsium
juga berpengaruh terhadap tekanan darah. 21
Penelitian di Semarang menunjukkan bahwa ada
hubungan negatif antara asupan kalsium dengan
tekanan darah. Hal tersebut mengandung arti
bahwa penurunan asupan kalsium akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah, baik
8
tekanan darah sistolik maupun diastolik (Elkenans,
2009). Untuk menurunkan tekanan darah, maka
diperlukan asupan serat karena asupan serat
berhubungan negatif dengan tekanan darah.
Konsumsi makanan tinggi serat (>25 gram/hari)
dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular. Hal ini terjadi karena serat dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Dewi,
2012).
f. Aktivitas Fisik
Peningkatan aktivitas fisik merupakan salah satu
cara untuk menurunkan risiko hipertensi karena
dengan adanya aktivitas fisik, energi yang yang
keluar akan semakin banyak sehingga dapat
tercapai keseimbangan energi dan pengontrolan
berat badan pun dapat dilakukan. Selain itu,
partisipasi dalam 150 menit aktivitas sedang (atau
yang setara dengan itu) dapat menurunkan 30%
risiko penyakit jantung iskemik (WHO, 2011).
g. Merokok
Rokok banyak mengandung zat kimia. Kandungan
zat kimia yang dihisap melalui rokok seperti nikotin
dan karbon monoksida yang masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri, dan mengakibatkan tekanan darah
tinggi dan proses arterosklorosis pada seluruh
pembuluh darah (Depkes, 2008). Penelitian Ford et
al (2008) pada anak sekolah yang di Amerika
menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah
terjadi pada 6,56% remaja yang merokok,
sedangkan pada remaja yang tidak merokok
prevalensinya lebih rendah, yaitu 5,37%. Selain itu,
jumlah batang rokok antara 10-20 batang/hari juga
akan meningkatkan risiko mengalami hipertensi
3,02 kali dibandingkan dengan yang merokok < 10
batang/hari. 22
h. Konsumsi Alkohol
Alkohol dapat bersifat menguntungkan maupun
merugikan. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung
koroner. Hubungan antara peningkatan tekanan
darah dengan alkohol terjadi ketika alkohol
dikonsumsi >3 gelas per hari, dimana minuman
terstandar mengandung 14 gram etanol yang
setara dengan 12 ons gelas bir, 6 ons gelas anggur
(Tribble & Krauss, 2001; Kotchen & Jane, 2006).
Mekanisme konsumsi alkohol dengan tekanan
darah masih belum jelas, namun diduga karena
peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah
9
berperan dalam menaikan tekanan darah (Depkes,
2008).
i. Stress
Stress dapat menyebabkan jantung berdenyut
lebih cepat dan kuat karena adanya rangsangan
kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon
adrenalin. Hal tersebut akan menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah (Depkes,
2006). Penelitian yang dilakukan oleh Saab et al
(2001) pada remaja usia 15-17 tahun menunjukkan
bahwa ada hubungan antara tekanan darah
dengan respon pembuluh darah terhadap stress.
Remaja yang memiliki tekanan darah tinggi akan
memiliki pembuluh darah yang lebih reaktif
terhadap stressor psikososial daripada remaja
dengan tekanan darah normal. Kereaktifan
pembuluh darah akan mempengaruhi besar
kecilnya tahanan perifer. Semakin tinggi tahanan
perifer, maka semakin tinggi tekanan darah
(Portman et al., 2004).
a. Kualitas Tidur
Kualitas tidur yang buruk dapat mengaktivasi sistem saraf simpatis
yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah (Inun, Maghfiroh.
2016).
1. Gejala Klinis Hipertensi

Pada penderita hipertensi terkadang memiliki gejala, seperti sakit


kepala, sesak napas, sakit leher, pusing, palpitasi jantung dan terkadang
mimisan (WHO, 2015).tekanan darah tinggi yang parah dapat menyebabkan
otak membengkak, mual muntah, sakit kepala yang parah, mengantuk,
kebingungan, kejang, bahkan menyebabkan koma. Kondisi ini disebut
hipertensi ensefalopati (Vitahealth, 2006).
2. Pencegahan Hipertensi
Hipertensi dapat dicegah, melalui pencegahan primer ternyata dapat
meningkatkan kualitas hidup dan biaya yang terkait dengan manajemen
medis hipertensi dan komplikasinya, strategi untuk mengurangi tekanan
darah pada orang dengan prehipertensi (di atas 120/80). Penurunan tekanan
darah sistolikakan menurunkan angka kematian akibat stroke sebesar 8% dan
penyakit jantung koroner sebesar 5% (Appel, 2003).

1. Pengertian Merokok

10
Merokok merupakan overt behavior dimana perokok menghisap
gulungan tembakau. Dalam hal ini dimaksud bahwa merokok adalah
menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas (Kamus Besar
Bahasa Indonesia).
Merokok merupakan masalah yang terus berkembang dan belum dapat
ditemukan solusinya di Indonesia sampai saat ini. Menurut data WHO tahun 2011,
pada tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-5 dengan jumlah perokok
terbanyak di dunia. Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia
yang terkandung di dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding
arteri, sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak (arterosklerosis). Hal
ini terutama disebabkan oleh nikotin yang dapat merangsang saraf simpatis
sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah, serta peran karbonmonoksida yang dapat menggantikan oksigen
dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.2
Epidemiologi merokok
Menurut The 2010 Greater Jakarta Transition to Adulthood Survey
pola merokok laki-laki (persentase baris tertimbang), di Jakarta, Tangerang,
dan Bekasi, pada tahun 2011, pada kelompok usia 20-24 tahun dengan
kategori bukan perokok sebanyak 34% dan kategori perokok sebanyak 66%,
kelompok usia 25-29 tahun dengan kategori bukan perokok sebanyak 39%
dan kategori perokok sebanyak 60%.
Klasifikasi perokok
Perokok dibagi berdasarkan cara bahan kimia dalam rokok masuk ke
dalam tubuh, yaitu:
a. Perokok aktif, ialah orang yang merokok dan langsung menghisap
rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri
maupun lingkungan sekitar.
b. Perokok pasif, asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak
merokok. Asap rokok yang dihembusan oleh perokok aktif dan
terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung
karbonmonoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan
nikotin (Sukmana, 2009).
c. Kandungan rokok
11
Setiap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia, dan hampir
200 diantaranya beracun dan 43 jenis yang dapat menyebabkan kanker bagi
tubuh. Racun utama pada rokok adalah sebagai berikut :
a. Nikotin
Nikotin menstimulasi pelepasan acetyl‐ choline, serotonin, hormon‐hormon
pituitary, dan epinephrine. Selain itu nikotin juga menstimulasi pelepasan
dopamin dan nore‐ pinephrine. Pengaruh nikotin dapat dijum‐ pai pada
berbagai aspek kehidupan, yaitu belajar, ingatan, kewaspadaan, dan kela‐
bilan emosi. Ketika seseorang telah menga‐ lami ketergantungan pada
nikotin, maka saat withdrawal (putus zat) individu terse‐ but akan
mengalami perasaan tidak nya‐ man seperti cemas, merasa tertekan, sulit
mengendalikan diri atau mudah marah, mudah putus asa, dan depresi (
liem , 2010)

b. Karbonmonoksida (CO)
Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat
dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga
setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen udara yang sudah
berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan
oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan oksigen. Sehingga
pengaruh zat karbonmonoksida pada rokok dapat menyebabkan
hipertensi. (Primatesta et al, 2001).
c. Tar
Tar merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat
karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga
mulut dalam bentuk uap padat. Setelah dingin, tar akan menjadi padat
dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi,
saluran pernafasan dan paru (Tirtosastro, 2011).
Jenis rokok
Ada dua jenis produk rokok di Indonesia yaitu rokok putih dan rokok kretek.
Rokok putih sudah dikenal di seluruh dunia, namun rokok kretek merupakan
produksi yang unik dari Indonesia. Berdasarkan bahan dan ramuan, rokok
digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu

12
(1) rokok kretek, yakni rokok yang memiliki ciri khas
adanya campuran cengkeh pada tembakau rajangan
yang menghasilkan bunyi kretek-kretek ketika
dihisap (Anonymous, 2001), berdasarkan cara
pembuatannya rokok kretek dapat dibedakan
menjadi sigaret kretek tangan (SKT) yaitu rokok
kretek yang dibuat menggunakan tangan (Susanto,
2001), dan sigaret kretek mesin (SKM) yang berawal
ketika pabrik rokok Bentoel menggunakan mesin
karena kekurangan tenaga pelinting (Susanto,
2001),
(2) rokok putih, adalah rokok dengan atau tanpa filter
menggunakan tembakau virginia iris atau tembakau
laiinya tanpa menggunakan cengkeh, digulung
dengan kertas sigaret dan boleh menggunakan
bahan tambahan kecuali yang tidak diijinkan
berdasarkan ketentuan Pemerintah RI (Anonymous,
1999a)
(3) cerutu, adalah produk dari tembakau tertentu
berbentuk seperti rokok dengan bagian pembalut
luarnya berupa lembaran daun tembakau dan
bagaian isisnya campuran serpihan tembakau tanpa
penambahan bahan lainnya

pngertian kopi
sejarah kopi
Sejarah mencatat tanaman kopi berasal dari Abyssinia, nama
daerah lawas di Afrika yang saat ini mencakup wilayah negara
Etiopia dan Eritrea. Namun tidak banyak diketahui bagaimana
orang-orang Abyssinia memanfaatkan tanaman kopi. Kopi
dipopulerkan sebagai minuman penyegar oleh orang-orang Arab
dan biji kopi menjadi komoditas komersial setelah dibawa oleh para
pedagang Arab ke Yaman.
Di masa awal, bangsa Arab memonopoli perdagangan biji kopi.
Mereka mengendalikan perdagangan lewat pelabuhan Mocha,
sebuah kota yang terletak di Yaman. Saat itu Mocha menjadi satu-
satunya gerbang lalu-lintas perdagangan biji kopi. Dari pelabuhan
13
Mocha biji kopi diperdagangkan hingga ke Eropa. Demikian
strategisnya pelabuhan tersebut, sampai-sampai orang Eropa
menyebut kopi sebagai Mocha.
Memasuki abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan
perkebunan kopi sendiri. Pertama-tama nereka
mengembangkannya di Eropa, namun iklim di sana tidak cocok
untuk tanaman kopi. Kemudian mereka mencoba membudidayakan
tanaman tersebut di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai
penjuru bumi. Upayanya berhasil, orang-orang Eropa mampu
menggeser dominasi bangsa Arab dalam memproduksi kopi.
Salah satu pusat produksi kopi dunia ada di Pulau Jawa yang
dikembangkan bangsa Belanda. Untuk masa tertentu kopi dari Jawa
sempat mendominasi pasar kopi dunia. (Risnandar ,2018)
Jenis kopi
1. Jenis Kopi

Sebanyak lebih dari 25 jenis kopi dengan 4 jenis kopi yang cukup
terkenal yaitu kopi arabika (Coffea arabica), kopi liberika (Coffea liberica),
kopi robusta (Coffea canephora) dan kopi excelsa (Coffea dewevrei) yang
mewakili 70% dari total produksi kopi. Kopi arabika mengusai 70% pasar di
dunia dan robusta sebanyak 30% (Muchtadi, 2009). Kopi arabika memiliki
kualitas tinggi dan beraroma harum, jenis kopi robusta memiliki kandungan
kafein rata-rata 1.2%, sedangkan kopi robusta cenderung berasa asam dan
pahit serta kandungan kafein yang lebih tinggi dari kopi arabika yaitu 2.2%
(Panggabean, 2011).
2. Karakteristik Kopi
Beberapa karakteristik kopi arabika secara umum, yaitu: rendemennya
lebih kecil dari jenis kopi lainnya (18-20%), bentuknya agak memanjang,
bidang cembungnya tidak terlalu tinggi, lebih bercahaya dibandingkan
dengan jenis lainnya, ujung biji lebih mengkilap tetapi jika dikeringkan
berlebihan akan terlihat retak atau pecah, celah tengah (center cut) dibagian
datar (perut) tidak lurus memanjang kebawah, tetapi berlekuk, untuk biji
yang sudah dipanggang (roasting) celah tengah terlihat putih, untuk biji yang
sudah diolah kulit ari kadang-kadang masih menempel dicelah atau parut biji
kopi (Panggabean, 2011).
Secara fisik, kopi arabika mudah dibedakan dengan kopi robusta yang
saat ini paling banyak ditanam di dunia. Batang kopi arabika lebih ramping
14
lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan robusta. Cabangnya lebih banyak,
daun juga lebih kecil serta lebih ramping. Namun sebaliknya, kopi arabika
lebih besar, dengan kulit lebih tebal.Produktivitas buah lebih rendah
dibanding robusta.
Kelebihan arabika dibanding robusta adalah, kadar kafeinnya lebih
rendah, tetapi aromanya lebih kuat. Selain produktivitasnya yang lebih
rendah, kelemahan lain arabika adalah adanya rasa masam yang dominan,
yang tidak pernah terdapat pada robusta. Namun rasa masam ini bisa diatasi
dengan carablendid (dicampur) dengan robusta,exelsa, maupun liberika.
Dengan pencampuran demikian, akan diperoleh kopi dengan cita rasa
sempurna (Panggabaean, 2011).
Kandungan kopi
Kopi dinikmati bukan sebagai sumber nutrisi melainkan sebagai
minuman penyegar. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis
senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format,
dan asam asetat. Kafein (C8H10N4O2) atau 1, 3, 7 trimetil 2,6 dioksipurin
merupakan salah satu senyawa alkaloid yang sangat penting yang terdapat di
dalam biji kopi.
Efek utama kafein pada tubuh adalah membuat tubuh merasa lebih
terjaga tetapi juga dapat menyebabkan masalah yaitu membuat gelisah dan
gemetar, membuat sulit tidur, membuat jantung berdetak lebih cepat,
penyebab irama jantung yang tidak rata, meningkatkan darah tekanan,
penyebab sakit kepala, gugup dan / atau pusing, dan kafein adalah diuretik
yang membuat tubuh lebih bnayka kehilangan cairan sehingga
membuatdehidrasi terutama setelah melakukan latihan fisik (Food and Drugs
Administration, 2007).
Kopi hijau mengandung kafein, senyawa fenolik, dengan asam klorogenat.
(Clifford, 1999). Kopi robusta memiliki kadar kafein lebih tinggi daripada kopi
Arabika (Soedibyo, 1998). Kadar kafein pada kopi hijau (C. Arabica dan
C.canephora) masing masing 1,45% dan 2,38% (Bicho et al., 2013). Kafein atau 1,3,7
-trimetilxantin merupakan senyawa golongan alkaloid purin (Hesse, 2002) dengan
rumus molekul C8H10N4O2. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat
secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos
terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung (Coffeefag, 2001).
15
Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah
tertentu ke minuman. Efek berlebihan mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan
gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Farmakologi UI,
2002).
Kualitas tidur
Definisi Tidur
Tidur adalah keadaan terjadinya perubahan kesadaran atau ketidaksadaran
parsial individu yang dapat dibangunkan . Tidur dapat diartikan sebagai periode
istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini, kemauan dan kesadaran
ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dimana fungsi-fungsi tubuh sebagian
dihentikan. Tidur telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai
dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi
siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2002)
1. Pengertian Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga


seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang
dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit
kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006).
Kualitas tidur yang baik merupakan keadaan di mana tidur yang
dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat
terbangun.Kualitas tidur yang mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti
durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif, seperti tidur yang lelap dan
istirahat (Khasanah, 2012).Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda,
remaja dewasa membutuhkan durasi tidur 7-9 jam dalam sehari (National
Sleep Foundation, 2015).
Fase tidur
Manusia menghabiskan sekitar sepertiga dari
hidup mereka untuk tidur (Colten dan Altevogt,
2006). Seseorang mengalami dua tipe tidur
yang saling bergantian satu sama lain setiap
malamnya yaitu tidur gelombang lambat dan
tidur dengan pergerakan mata yang cepat
(Guyton, 2012). Pembagian dua jenis tidur ini
didasari oleh pola elektroensefalografi (EEG)
yang berbeda dan perilaku yang berlainan
16
(Sherwood, 2011). Tidur gelombang lambat
biasa disebut dengan tidur NREM sedangkan
tidur pergerakan mata cepat biasa disebut tidur
REM. Tidur NREM dibagi berdasarkan
kedalaman tidur menjadi empat tahapan.
Masing-masing memiliki karakteristik yang
unik termasuk variasi dalam pola gelombang
otak, gerakan mata, dan tonus otot. Tidur
NREM menghabiskan sekitar 75 sampai 80
persen dari total waktu tidur sedangkan dan
tidur REM hanya menghabiskan 20 sampai 2 5
persen (Colten dan Altevogt, 2006).
1. Tidur NREM
Tidur NREM terjadi dalam empat tahap,
yang masing- masing memperlihatkan
gelombang elektroensefalogram (EEG)
yang semakin pelan dengan amplitudo
lebih besar (Sherwood, 2011). Setiap
malamnya, sebagian besar masa tidur
terdiri atas gelombang lambat yang
bervariasi yakni tidur yang nyenyak dan
tenang yang dialami seseorang pada jam-
jam pertama tidur sesudah terjaga selama
beberapa jam sebelumnya. Tahap tidur ini
begitu tenang dan dapat dihubungkan
dengan penurunan tonus pembuluh darah
perifer dan fungsi-fungsi vegetatif tubuh
lain seperti, tekanan darah, frekuensi
pernafasan, dan laju metabolisme basal
(Guyton, 2012).
Tahap pertama merupakan tahapan transisi
dari keadaan bangun dan tertidur. Tahap
menghabiskan dua sampai lima persen dari
total waktu tidur dan biasanya berlangsung
satu sampai tujuh menit. Pada tahapan ini
tidur masih mudah terbangun oleh suara
bising. Aktivitas otak pada EEG pada tahap
ini ditandai dengan irama gelombang alpha
berirama bertegangan rendah, campuran
gelombang frekuensi. Gelombang alpha
berhubungan dengan keadaan relaksasi
terjaga dan ditandai oleh 14 frekuensi
delapan sampai sampai 13 siklus perdetik
(Colten dan Altevogt, 2006).
Tahap kedua menghabiskan setengah dari
total waktu tidur yaitu 45 sampai 55 persen.
Tahap ini berlangsung 10 sampai 25 menit
dalam siklus awal dan memajang setiap siklus
berturut-turut. Seorang yang memasuki tahap
kedua membutuhkan rangsangan lebih
17
daripada tahap pertama untuk
membangunkannya. Aktifitas pada EEG masih
menunjukan tegangan rendah dan aktifitas
campuran gelombang frekuensi ditandai
dengan adanya gelombang sleep spindel dan
K-kompleks. Menurut hipotesis bahwa
gelombang sleep spindel sangat penting untuk
konsolidasi memori (Colten dan Altevogt,
2006).
Tahapan ketiga hanya berlangsung beberapa
menit dan menghabiskan sekitar tiga sampai
delapan persen dari total waktu tidur. Pada
tahapan ini EEG menunjukan peningkatan
tegangan tinggi. Tahapan keempat
berlangsung 20 sampai 40 menit dan
menghabiskan sektar 10 sampai 15 persen dari
total waktu tidur. Pada tahapan ini ditandai
dengan peningkatan jumlah tegangan tinggi,
aktivitas gelombang lambat pada EEG (Colten
dan Altevogt, 2006). 15
2. Tidur REM
Tidur REM yang berlangsung lima sampai 30
menit biasanya muncul rata-rata setiap 90
menit disepanjang tidur malam yang normal.
Pada saat seseorang mengantuk, tidur REM
hanya berlangsung singkat tetapi saat
seseorang tidur nyenyak maka durasi tidur
REM semakin lama. Tidur REM memiliki
karakteristik penting yaitu bentuk tidur yang
aktif biasanya disertai mimpi dan pergerakan
otot tubuh yang aktif, lebih sukar dibangunkan
oleh rangsangan sensorik namun spontan
terbangun pada pagi hari, tonus otot diseluruh
tubuh sangat berkurang, dan frekuensi denyut
jantung serta pernapasan biasanya jadi tak
teratur. dan pada tidur REM, otak menjadi
sangat aktif dan metabolisme di seluruh otak
meningkat sebanyak 20 persen (Guyton,
2012).
Gangguan tidur

Tidur sangat penting untuk menjaga baik kesehataan fisik, mental, dan
kesehatan emosional (National Sleep Foundation,2010). Durasi tidur yang
pendek (kurang dari 7 jam) dapat meningkatkan risiko kematian dan disebut
sebagai faktor risiko penting yang dapat merugikan sistem kardiovaskular,
endokrin, sistem imun, dan sistem saraf, seperti obesitas pada dewasa dan
anak-anak, diabetes dan toleransi glukosa yang lemah, penyakit
18
kardiovaskular dan hipertensi, gangguan mood dan kecemasan yang
berlebihan, serta penyalahgunaan obat (Johnson et al., dalam Monica, 2014).
Selain itu, durasi tidur yang pendek dapat meningkatkan rata-rata
tekanan darah dan denyut jantung, juga dapat meningkatkan aktivitas sistem
syaraf simpatik, merangsang stress fisik dan psikososial, pada akhirnya data
meningkatkan hipertensi yang berkelanjutan (Havisa, 2014). Berbagai
macam faktor yang memengaruhi durasi tidur dan kualitas tidur pada orang
dewasa dan anak-anak, di antaranya adalah pengaruh penggunaan kafein dan
substansi simultan lainnya (Purdiani, 2014).

KERANGKA TEORI

BAB 3
Random Sampling yang menggunakan teknik Accidental sampling dimana pengambilan
sampel dilakukan dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau
tersedia pada saat penelitian. Kriteria insklusi dalam penelitian ini adalah:
orang yang mengkonsumsi rokok dan minum kopi, laki-laki dewasa (berusia 20
sampai 30 tahun), bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah: adanya hambatan etik, menolak menjadi responden,
terdapat keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian,
terdapat keadaan atau penyakit yang menggangu pengukuran maupun

A. Hipotesis

Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok , kebiasaaan konsumsi


kopi , dan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi, maka hipotesis yang ditegakkan
dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada


Pengunjung Lapak Ngopi Papacul.
2. Ada hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada
Pengunjung Lapak Ngopi Papacul.
19
3. Ada hubungan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada pada
Pengunjung Lapak Ngopi Papacul.

20
METODOLOGI PENELITIAN

B. Rancangan Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross
Sectional pada penelitian ini variabel dependen dan independen akan diamati
pada waktu yang sama untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok,
konsumsi kopi, dan kualitas tidur dengan kejadian hipertensi pada pelanggan
lapak ngopi papacul.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kedai kopi LAPAK NGOPI PAPACUL, Jakarta Selatan. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan Juli 2018.
D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan


diduga (Sabri, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pengunjung lapak ngopi papacul.
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sabri, 2008).
Adapun beberapa kriteria sampel sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi:
1. Pengunjung lapak ngopi papacul.
2. Berjenis kelamin laki-laki.
3. Memiliki kebiasaan merokok dan kebiasaan konsumsi kopi.
b. Kriteria Eksklusi:
1. pengunjung Tidak bersedia menjadi responden.

21
E. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Insidental Sampling
Non Probability Sampling.Insidental Sampling adalah sampel tersebut tidak terencana dan
penggambaran hasil dari pengumpulan data tersebut didasarkan pada suatu metode yang
baku (Sabri, 2006). Proses pengambilan sampel pada penelitian ini dengan melakukan
screening terlebih dahulu pada seluruh populasi dengan menggunakan kuesioner berisi
pertanyaan mengenai konsumsi kopi dan kebiasaan merokok. Maka sampel akan terpilih bila
memenuhi kriteria inklusi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dibantu oleh 3 enumerator yaitu mahasiswa gizi semester 8 yang membantu
pengumpulan kuesioner dan mengukur tekanan darah. Sebelum melakukan penelitian para
enumerator mendapat penjelasan terlebih dahulu dari peneliti agar didapatkan persamaan
persepsi terkait kuesioner penelitian.

G. Instrumen atau Alat


Instrumen atau alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner digunakan sebagai alat bantu penelitian yang berisi pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab oleh responden. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari data
diri responden, pertanyaan terkait kebiasaan merokok, konsumsi kopi, dan kualitas
tidur responden dengan menggunakan kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality
Index).
Lembar kuesioner PSQI untuk mengetahui kualitas tidur responden.Lembar
kuesioner ini diperoleh dari Departemen of Psychiatry Univesity of Pittsburgh.
2. Sphygmomanometer
Sphygmomanometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan
darah yang bekerja secara manual saat memompa maupun mengurangi tekanan pada
manset dengan sistem non invasive.

22
H. Teknik Pengolahan Data

1. Pemeriksaan Data (Editing) Editing yaitu proses awal dari pengolahan data dimulai dengan
pemeriksaan data dari lapangan, kemudian peneliti memastikan bahwa data yang diperoleh baik,
artinya data tersebut telah terisi semua, konsisten, relevan, dan dapat dibaca dengan baik. Hal ini
dilakukan dengan memeriksa tiap lembar kuesioner yang ada. Kuesioner diurutkan sesuai dengan
nomor responden yang ada di dalam kertas kuesioner. Proses ini untuk melihat apakah semua data
sudah diisi sesuai petunjuk.

2. Pengolahan
a. Data karakteristik yang meliputi usia, kebiasaan konsumsi kopi, kebiasaan merokok dan
kualitas tidur. Seluruh data diolah langsung dengan aplikasi komputer.
b. Data tekanan Darah terdapat 3 kategori yaitu normal, prehipertensi, dan hipertensi namun
dalam perhitungan uji Chi Square kategori tekanan darah diubah, pada kategori ‘normal’
tetap ‘normal’ dan kategori prehipertensi masuk dalam kategori hipertensi, sehingga pada
hasil didapatkan dua kategori yaitu normal dan prehipertensi-hipertensi.
c. Data kebiasaan merokok terdapat 3 pertanyaan, 2 pertanyaan berupa jumlah penggunaan
rokok/hari dan jenis rokok yang digunakan serta 1 pertanyaan berupa alasan mengapa
merokok. Apabila responden menjawab menggunakan rokok 1-4 batang/hari maka
mendapat kategori perokok ringan=baik, tapi jika responden menjawab menggunakan
rokok 5-≥14 batang/hari maka mendapat kategori perokok berat=tidak baik. Kategori
jumlah penggunaan rokok disesuaikan menurut Smeth (2007), perokok ringan menghisap
1-4 batang rokok/hari, dan perokok berat 5-≥14 batang rokok/hari.
d. Data konsumsi kopi terdapat 3 pertanyaan mengenai frekuensi konsumsi kopi perhari, 2
pertanyaan berupa jumlah kopi yang dikonsumsi perhari dan takaran persajian. Jika
responden menjawab konsumsi kopi 1-2 gelas/hari maka masuk dalam kategori baik, dan
jika responden menjawab konsumsi kopi >3 gelas perhari maka masuk dalam kategori
tidak baik. Kategori itu disesuaikan dengan pendapat Food and Drug Administration,
2007.
e. Data kualitas tidur terdapat 9 pertanyaan dengan 4 nomor pertanyaan observasi lamanya
tidur, 1 pertanyaan dengan 10 komponen yang berisifrekuensi penyebab gangguan tidur,

23
2 pertanyaan mengenai masalah yang dapat menganggu aktifitas dan frekuensi masalah, 1
pertanyaan berupa besaran masalah yang dapat mengganggu tidur, dan 1 pertanyaan
berupa penilaian kulaitas tidur menurut responden.Cara perhitungan kualitas tidur
dilakukan dengan hasil jawaban dari setiap domain memiliki bobot nilai antara 0 (tidak
ada maslah) sampai 3 (masalah berat).Skor setiap komponen pertanyaan kemudian
dijumlahkan menjadi skor global antara 0-21, jika skor <5 maka kualitas tidur baik,
sebaliknya jika skor ≥5 maka kualitas tidur buruk.

3. Mengkode Data (Coding) Coding yaitu data yang diperoleh dari sumber data yang telah
ada diperiksa kelengkapannya kemudian diberi kode (diubah menjadi angka) dengan
tujuan mempermudah saat analisa data dan mempercepat entry data. Pemberian coding
dilakukan dengan mengacu pada kode yang telah disusun
4. Pemasukan Data (Entry data) Proses pemasukan data yang dilakukan dengan cara
memasukkan data kedalam program computer. Data yang dimasukkan adalah jawaban
dari masing-masing responden dalam bentuk kode.
5. Pembersihan Data (Cleaning) Pembersihan data yaitu pengecekan yang dilakukan untuk
mengetahui adanya kesalahan yang mungkin terjadi saat entry data. Kesalahan yang
mungkin terjadi yaitu adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, kemudian diberikan pembetulan atau koreksi.

A. Teknik Anaisis Data

B. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran masing-masing variabel


yang dihasilkan.Dari hasil analisis, karakteristik subjek didapatkan dengan menganalisis
variabel-variabel yang ada secara deskriptif.
Analisis univariat pada penelitian ini ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi
meliputi usia responden, kategori hipertensi, kebiasaan merokok, frekuensi konsumsi
kopi, dan kualitas tidur.
C. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara 2 variabel, yaitu


variabel dependen dan variabel independen.Pada penelitian ini, analisis bivariat

24
digunakan untuk menguji hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi, konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi, dan kualitas tidur dengan kejadian
hipertensi.
Uji statistik yang akan digunakan untuk menganalisis hal tersebut adalah dengan
uji Chi Square atau Fisher’s Exact dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dasar uji
Chi Square adalah membandingkan frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang
diharapkan. Uji Chi Square dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya asosiasi
antara dua variabel, apakah suatu kelompok homogen, dan seberapa jauh suatu
pengamatan sesuai dengan parameter yang dispesifikasikan.
Tabel 4.1 Keputusan Uji Hipotesis
Keputusan Hipotesis
Nilai p ≤ 0,05 Ho ditolak
Ada hubungan kejadian yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen
Nilai p > 0.05 Ho gagal ditolak atau Ho diterima
Tidak ada hubungan kejadian yang signifikan antara
variabel independen dengan variabel dependen
*sumber: Sabri dan Sutanto Priyo (2008)

25
KUESIONER KUALITAS TIDUR (PSQI)
1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?
2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?
4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?
5. Seberapa sering masalah- Tidak 1x 2x ≥ 3x
masalah dibawah ini pernah seminggu seminggu seminggu
mengganggu tidur anda? dalam (1) (2) (3)
sebulan
terakhir
(0)
a. Tidak mampu tertidur selama 30
menit sejak berbaring
b. Terbangun ditengah malam atau
dini hari
c. Terbangun untuk ke kamar mandi
d. Sulit bernafas dengan baik
e. Batuk atau mengorok
f. Kedinginan dimalam hari
g. Kepanasan dimalam hari
h. Mimpi buruk
i. Terasa nyeri ( memiliki luka)
j. Alasan lain.......
6 Selama sebulan terakhir, seberapa
sering anda menggunakan obat
tidur
7 Selama sebulan terakhir,seberapa
sering anda mengantuk ketika
melakukan aktivitas disiang hari
8. Selama satu bulan terakhir,
berapa banyak masalah yang
anda dapatkan dan anda
selesaikan permasalahan tersebut?
Sangat Cukup Cukup Sangat
Baik (0) Baik (1) buruk Buruk
(2) (3)
9. Selama bulan terakhir, bagaiman
anda menilai kepuasan tidur
anda?

26
KOMPONEN Keterangan Skor

Komponen 1 Skor pertanyaan #9


Komponen 2 Skor pertanyaan #2 + #5a
Skor pertanyaan #2 ( <15 menit=0), (16-30
menit=1), (31-60 menit=2), ( >60 menit=3) + skor
pertanyaan #5a, jika jumlah skor dari kedua
pertanyaan tersebut jumlahnya 0 maka skornya = 0,
jika jumlahnya 1-2=1 ; 3-4=2 ; 5-6=3
Komponen 3 Skor pertanyaan #4 ( >7=0 ; 6-7=1 ; 5-6=2 ; <5=3 )
Komponen 4 Jumlah jam tidur pulas ( #4 ) / Jumlah jam ditempat
tidur ( kalkulasi #1 & #3 ) x 100%, ( >85%=0 ; 75-
84%=1 ; 65-74%=2 ; <65%=3 )
Komponen 5 Jumlah skor 5b hingga 5j ( bila jumlahnya 0 maka
skornya =0, jika jumlahnya 1-9=1 ; 10-18=2 ; 18-
27=3
Komponen 6 Skor pertanyaan #6
Komponen 7 Skor pertanyaan #7 + #8, jika jumlahnya 0 maka
skornya =0, jika jumlahnya 1-2=1 ; 3-4=2 ; 5-6=3
Total skor Jumlah skor komponen 1-7 ( ≤5: Baik, >5-21: Buruk
Kualitas tidur adalah skor yang diperoleh dari responden yang telah menjawab
pertanyaan-pertanyaan pada Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), yang terdiri dari 7
(tujuh) komponen, yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur
sehari-hari, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi aktivitas siang hari.
Masing-masing komponen memiliki kisaran nilai 0 – 3 dengan 0 menunjukkan tidak
adanya kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang berat. Skor dari ketujuh
komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global dengan kisaran nilai 0 – 21.
Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian yang dikelompokkan sebagai
berikut.41 35 Kualitas tidur baik : ≤ 5 Kualitas tidur buruk : > 5 Skala : Ordinal b.
Kualitas tidur subyektif Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor
6 dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, bagaimana Anda menilai
kualitas tidur Anda secara keseluruhan?” Kriteria penilaian disesuaikan dengan pilihan
jawaban responden sebagai berikut.41 Sangat baik : 0 Cukup baik : 1 Cukup buruk : 2
Sangat buruk : 3 Skala : Ordinal c. Latensi tidur Komponen dari kualitas tidur ini
merujuk pada pertanyaan nomor 2 dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir,
berapa lama (dalam menit) biasanya waktu yang Anda perlukan untuk dapat jatuh tertidur
setiap malam?”, dan pertanyaan nomor 5a, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir,
seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur karena Anda tidak dapat tertidur dalam
waktu 30 menit setelah pergi ke tempat tidur?” Masingmasing pertanyaan tersebut
memiliki skor 0-3, yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor latensi tidur.

27
Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian sebagai berikut.41 36 Skor
latensi tidur 0 : 0 Skor latensi tidur 1-2 : 1 Skor latensi tidur 3-4 : 2 Skor latensi tidur 5-6
: 3 Skala : Ordinal d. Durasi tidur Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada
pertanyaan nomor 4 dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, berapa jam
Anda benarbenar tidur di malam hari?” Jawaban responden dikelompokkan dalam 4
kategori dengan kriteria penilaian sebagai berikut.41 Durasi tidur >7 jam : 0 Durasi tidur
6-7 jam : 1 Durasi tidur 5-6 jam : 2 Durasi tidur 85% : 0 Efisiensi tidur 75-84% : 1
Efisiensi tidur 65-74% : 2 Efisiensi tidur

DAPUS
Khasanah, Nur. 2012. Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola Makan. Jakarta Selatan:
Laksana.
Rudianto & Budi F. 2013. Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Sakhasukam.
Kementrian Kesehatan. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan
Litbangkes, Depkes RI. Jakarta.
Palmer, A. 2007. Simpel Guide Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga
Nurkhalida. 2003. Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Potter, P. A., & Perry, A. G.(2005). Keperawatan dasar: konsep, proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta:
EGC
Redline, S., Isser, A. S., Rossen, C. L., Johnson, N. L., Kirchner, H. L., Emancipator, J., Kibler, A. M. (2007)
World Health Organization (WHO), 2013. A global Brief of Hypertension. http://www.who.int/cardio
vascular_diseases/publicati ons/global_brief_hyperten sion/en/
Rahmatullah, P., 2009. Pneumonitis dan Penyakit Paru Lingkungan. In: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing, 2279- 96
Yogiantoro, M., 2009. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 1079-85
Sustrani et al. 2004. Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Esculapius
Dewi, Ratna Arsita. 2012. Analisis Faktor Risiko Hipertensi pada Remaja Usia 15-17 Tahun di
Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Riskesdas 2007).Depok: Universitas Indonesia.
Tedjasukmana P. 2012. Tatalaksana hipertensi. CDK. 39(4):251–255.
Tyashapsari MWE, Zulkarnain AK. 2012. Penguunaan obat pada pasien hipertensi di instalasi rawat
inap rumah sakit umum pusat dr. Kariadi semarang. Majalah Farmaseutik. 8(2):145–151.
Nuraini B. 2015. Risk factors of hypertension. Juke Unila. 4(5):10–19.
The Joint National Commite on Prevention. Detection Evaluation and Treatment of High Blood
Preassure (JNC 7). 2003. U.S Department of Health an Human Service No. 03-5231.

Kalimullah, Wildani. 2015. Hubungan Kebiasaan Minum Kopi dan Merokokdengan


Hipertensi pada Orang Dewasa di Dusun Tambak Rejo DesaGayaman Kecamatan
Mojoanyar Mojokerto. Mojokerto: Poltekkes Majapahit.

28
Phibbs, B. (2007). The Human Heart. 2 nd Edition. Arizona: Lippincott Williams & Wilkins.
DiPiro, J., et al. (2011). Pharmacotherapy: A pathophysiologic Approach, 8th ed. Chapter 15:
Hypertension. The MacGraw-Hill Companies; 2011.
Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Supartha, M., et al. (2009). Hipertensi pada anak. MKI. 2009;59(5):221–30
Liem, Andrian (2010). PENGARUH NIKOTIN TERHADAP AKTIVITAS DAN FUNGSI OTAK SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA PECANDU ROKO.
Susanto, A. 2001. Pengendalian Kualitas fisik Rokok Di Perusahaan Rokok Djagung Padi – Malang
Berdasarkan Standar Militer 1057. Skripsi. TIP-FTP. Unibraw. Malang
Anonymous. 1999a. SNI 01-0765-1999. Rokok Putih. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Risnandar, Cecep (2018). Sejarah Kopi https://jurnalbumi.com/knol/sejarah-kopi/


Panggabean, Edy. 2014. Buku Pintar Kopi. https://books.google.co.id/books. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka. http://kopiku.id/varietas-unggul-kopi-arabika/. Diakses tanggal 25
Mei 2018.
Guyton AC, Hall JE. Texbook of medical physiology edisi ke-12. Singapore: Elsevier Saunders.
Colten H, Altevogt BM. 2006. Sleep disorders and sleep deprivation: an unmet public health problem.
Washington: National Academies Press.
Sherwood L. 2011. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Sukmana, Teddie. 2009. Mengenal Rokok dan Bahayanya. Februari 16, 2017.
https://books.google.co.id/books?id=9AdrCwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=bu
ku+rokok&hl=en&sa. Jakarta: Be Champion
Food and Drug Administration. 2007. Medicines in My Home: Caffeine and YourBody. Diakses
tanggal 12 Januari 2017. http://www.fda.gov

29
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.
Nasution, Indri Kemal. 2007. Perilaku Merokok pada Remaja. Medan: Ussu Repository 2008.
Food and Drug Administration. 2007. Medicines in My Home: Caffeine and YourBody. Diakses
tanggal 12 Januari 2017. http://www.fda.gov

Clifford, M. N., 1999. Chlorogenic acids and other cinnamates - nature, occurrence and dietary burden.
J. Sci. Food Agr. 79, 362- 372
Farmakologi UI. 2002. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Gaya Baru : Jakarta
Bicho, N.C., Lidon, F.C., Ramalho, J.C., Leitao, A.E., 2013. Quality assessment of Arabica and Robusta
green and roasted coffees – a review. Emir. J. Food Agric. 25, 945–950
Hesse M. 2002. Alkaloids: Nature’s Curse or Blessing. Zurich: Verlag Helvetica Chimica Acta
Coffefag. 2001. Frequently Asked Questions about Caffeine. Diakses 25 Mei 2018
, Hidayat, AA, dan Musrifatul Uliyah. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:EGC.
Khasanah, Khusnul and Wahyu Hidayati. 2012. Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial
“MANDIRI” Semarang. Jurnal Nursing Studies, Volume 1. Semarang: Universitas
Dipenogoro.

National Sleep Foundation. (n.d.). How Much Sleep Do We Really Need?.


https://sleepfoundation.org/how-sleep-works/how-much-sleep-dwereallyneed.
Diakses tangga 25 Mei 2018.

Purdiani, Monica. 2014. Hubungan Penggunanaan Minuman Berkafein terhadapPola Tidur dan
Pengaruhnya pada Tingkah Laku Mahasiswa/i Universitas Surabaya. Calyptra: Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1.
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YTc5ZWIzYTIwZWU4NTNmYzYyY
mY5NGZlMDI1Y2MxMTAzZTUyMDg2ZQ==.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai