Anda di halaman 1dari 4

NASKAH KELOMPOK 7

(Reaksi Bangsa Indonesia Terhadap Proklamasi Kemerdekaan)


Anggota
1. Rachel Olivia Sabatini (warga 1, narator, sukarni)
2. Rafael Titan (warga 2→waidan)
3. Winny Ibe (warga 3, sukicem)
4. Gilbert Christian D. (warga 4, soekarno, syahruddin)
5. Vivi Maria Salim (warga 5, padma)
Pada hari Jumat jam 10.00 pagi, semua orang telah berkumpul di Jalan Pegangsaan Timur
No. 56, Jakarta, tepatnya di halaman rumah Ir. Sukarno. Ia bersama Drs. Moh. Hatta
muncul diikuti oleh Fatmawati. Sukarnopun mengawali dengan pidato pendahuluan dan
dilanjutkan dengan pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
(ini dibaca sama Gilbert)
Saudara-saudara sekalian!
Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa maha
penting dalam sejarah kita
Berpuluh-puluh tahun, kita, bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemeerdekaan tanah air
kita bahkan telah beratus-ratus tahun
Saudara-saudara!
Dengan ini, kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklmasi kami
Jakarta, 17 Agustus 1945
Atas nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Demikianlah suadara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka
Tidak ada satu ikatan yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita menyusun negara kita. Negara Merdeka, Negara Republik
Indonesia – merdeka kekal dan abadi. Insyaallah, Tuhan memberkati
kemerdekaan kita itu!
“HORE!!! INDONESIA MERDEKA! INDONESIA MERDEKA!”, gemuran rakyat setelah
mendengar proklamasi kemerdekaan itu telah dibacakan.
Warga mulai berkumpul merayakan kemenangan negara mereka yang sudah terbebas
dari para penjajah. Begitu juga dengan para pemuda Indonesia. [disini pakai baju kaos
saja]
Warga 1 : “Akhirnya bangsa Indonesia bebas dari segala penderitaan” (ngomong
sambil nengok ke kiri kanan)

Warga 2 : “Benar. Ini semua gara-gara para penjajah itu. Ratusan tahun bangsa ini
tidak mendapat kehidupan yang layak” (nengok ke kiri)

Warga 3 : “Banyak keluarga dari kita semua yang mati karena ulah mereka, hasil tanah
negeri ini pun ikut terampas” (nengok ke kanan)

Warga 4 : “Namun dengan adanya proklamasi ini, apakah Indonesia tetap akan damai
tanpa adanya serangan dari negara lain?” (nengok ke kiri dan kanan)

Warga 5 : “Tentu tidak. Medeka bukan berarti sudah tenang dan aman hidupnya.
Banyak dari mereka yang menginginkan negara Indonesia terpecah-belah. Untuk itu,
persatuan dan pengorbanan seluruh rakyat dibutuhkan” (nengok ke kiri)

Setelah upara pembacaan proklamasi dan dikibarkannya bendera Merah Putih,


selanjutnya beberapa pemuda mulai gencar dan bersemangat menyebarkan berita itu
agar seluruh rakyat Indonesia dapat mendengar kabar gembira itu. [disini ttep pakai kaos]

Warga 2 : “Oh iya, ngomong-ngomong saya punya kenalan dari penyiaran. Gimana
kalo kita minta bantuannya untuk menyiarkan berita kemerdekaan ini?” ( nengok ke kiri dan
kanan)

Warga 1 : “Nah, ide bagus. Kemerdekaan ini juga harus mendapatkan pengakuan dari
negara yang lain juga” ( nengok ke kiri )

Warga 5 : “Tunggu apa lagi, sampaikan berita itu secepatnya agar tidak hanya kita
yang tau” (nengok ke kanan)

Tak lama setelah perkumpulan itu, Waidan (warga 2) langsung mendatangi Syahruddin,
kenalannya dari salah satu media penyiaran Indonesia.

Waidan : “Halo bung! Lagi apa?” (memasuki ruangan) ( memandang ke depan seperti
memiliki lawan bicara di hadapan depan ) *tetapi tidak memandang ke kamera, agak ke
atasan tatapan matanya, dongak dikit gitu lah. * khusus yg ini tangan naik, seperti sedang
menyapa.

Syahruddin : “Hmm siapa ya?” (memandang kedepan juga ) *tetapi tidak memandang ke
kamera, agak ke atasan tatapan matanya, dongak dikit gitu lah. *yang ini juga membalas
tangan sapaan waidan.

Waidan : “Ini saya Waidan. Kamu sudah denger berita kemerdekaan Indonesia tadi
pagi, kan?” (sama kek diatas) *ini sama kayak diatas tetapi tidak menggunakan tangan yang
naik. * dari teks ini sampe kebawah tetap tidak menggunakan tangan naik
Syahruddin : “Tentu saja. Seluruh orang di penyiaran langsung syok dan terkaget-kaget
mendengar kabar akhirnya Indonesia sudah merdeka” (sama kek diatas)

Waidan : “Ya, saya ingin minta tolong buat itu. Tolong siarkan berita ini ke publik”
(sama kek diatas)

Syahruddin : “Saya juga sudah ada rencana menulis berita itu. Oke, saya akan buat
secepatnya. Beri saya waktu 15 menit, kamu bisa tunggu saya di sini” (sama kek diatas)

Waidah : “Oke, baiklah” (sama kek diatas)

Syahruddin pun langsung menyusun berita proklamasi yang akan disampaikan kepada
seluruh rakyat Indonesia melalui penyiaran. Beberapa waktu kemudian, teks berita itu
telah siap dan ia mengajak Waidan untuk ikut bersamanya ke ruang penyiaran.

Syahruddin : “Hei, teks sudah siap. Ayo kita ke ruang penyiaran” (tetap memandang ke
depan dan dongak dikit keatas, tidak memandang kamera) *tangan seperti memegang
tumpukan kertas karena ada teks yang sudah siap.

Waidan : “Ah, sudah beres” (tetap memandang ke depan dan dongak dikit keatas,
tidak memandang kamera)

Syahruddin : “Ya, tinggal dibacain aja. Tunggu apa lagi, semua orang harus tau kabar ini”
(tetap memandang ke depan dan dongak dikit keatas, tidak memandang kamera), *khusus
syaruddin masih megang tumpukan kertas yang sama.

Akhirnya mereka pun sampai di ruang penyiaran dan menyebarkan berita tersebut
sebanyak 3 kali dengan jarak waktu setengah jam. Walau Jepang sempat menghadang
penyiaran berita tersebut, para pemuda tetap tak gentar menyebarkannya. Tak hanya
melalui radio, berita proklamasi juga disebarkan melalui surat kabar hingga akhirnya...

Di kalangan masyarakat, di rumah salah satu keluarga. Seorang penjual koran


menghampiri rumah Sukicem dan anaknya, Padma, bergegas keluar mengambil koran
tersebut. Ia memanggil ibunya untuk membaca berita itu..

Padma : “Wah, berita apa ini, Ibu?? Coba Ibu ke sini”*padma fokus dulu ngeliatin
koran yang dipegang, lalu baru ngomong. *pas ngomong teks ini, tangannya gerak sambil
ngajakin ibu ngeliat koran yang dipegang. *kepala nengok kanan.

Sukicem : “Proklamasi? Tunggu, apa benar ini? Coba ibu baca lengkapnya dulu”
*kepala nengok ke kiri bentar, kek nanggapin panggilan si padma, lalu langsung nunduk
sebentar ke arah bawah kiri ikut ngeliat koran juga. * abis nunduk kebawah, palanya
langsung dongakin lagi ke arah kiri tetep, baru ngomong teks ini. (jadi nunduknya agak
bentar gitu deh)

Padma : “Oke, Ibu.” *padma nengok ke kanan sambil ngomong teks ini
Padma dan Sukicem pun membaca pengumuman proklamasi dari koran tersebut “... Ir.
Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Idonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
tepatnya jam 10.00 pagi tadi...”. Mendengar hal itu...

Padma : “Negara kita sudah bebas, bu? Kita sudah bebas??” (sambil melirik ibunya,
kepala nengok kanan, ekspresi seneng)

Sukicem : “ Ya nak. Doa bangsa kita akhirnya terjawab” (sambil tersenyum senang dan
bangga) ( nengok kiri nanggepin anaknya ngomong)

Padma : “YEYYY!!!” (berteriak dengan riang) (ini mah ngadep kedepan aja dengan
ekspresi senang)

Selain itu, beberapa pemuda juga menyebarkan kabar tersebut dengan caranya masing-
masing. Salah satunya adalah Sukarni.

Sukarni : “ Wati, kita harus menyambut proklamasi kemerdekaan kita agar tidak kita
saja yang tahu hal ini. Setidaknya seluruh rakyat Jakarta mesti tahu” ( nengok ke kanan)

Wati : “Iya, aku setuju. Tapi, gimana caranya?” (nengok ke kiri)

Sukarni : “Caranya, kita pawai saja di jalan-jalan. Kita bisa mencoret-coret pakaian
kita” (tetep nengok kanan)

Wati : “Ah, benar..benar. Kalo gitu sekarang kita mulai siap-siap saja” (tetep
nengok kiri)

Sukarni : “Nanti kita kumpul di markas, ya? Ajak semua teman-teman kita” (tetep
nengok kanan)

Wati : “Siap!” (tetep nengok kiri)

Setengah jam kemudian akhirnya mereka berkumpul sesuai dengan janji, yaitu di markas
dan mereka pun melakukan aksi pawai di jalan-jalan. Sementara itu, pemuda dan pemudi
yang lain juga melakukan aksi serupa di jalan yang berbeda-beda. Dan setelah seluruh
perjuangan tersebut diketahui oleh semuanya, rakyat Indonesia pun bersukacita karena
hal ini.

- SELESAI!-

Anda mungkin juga menyukai