Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317099517

Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten

Conference Paper · May 2017


DOI: 10.32315/sem.1.b129

CITATIONS READS

0 1,438

3 authors:

Albertus Sidharta Muljadinata Antariksa Sudikno


Soegijapranata Catholic University Brawijaya University
9 PUBLICATIONS   8 CITATIONS    263 PUBLICATIONS   251 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Purnama Salura
Universitas Katolik Parahyangan
60 PUBLICATIONS   120 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

vernacular architectural form and meaning View project

Jurnal Visual View project

All content following this page was uploaded by Antariksa Sudikno on 24 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | PENELITIAN

Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya


Karsten
Albertus Sidharta Muljadinata,
Antariksa,
Purnama Salura

sidharta@unika.ac.id

Kelompok Keilmuan Arsitektur, Program Studi Arsitektur/Fakultas Arsitektur Dan Desain/Unika Soegijapranata, Semarang/Sedang
Studi S3 Arsitektur di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

Abstrak

Dampak pembenahan yang dilakukan pada kota-kota di Indonesia menarik untuk dicermati dalam
era globalisasi ini. Sejarah menunjukkan, karya arsitektur yang bertahan adalah yang memiliki Aspek
Lokal dalam konsep perencanaannya. Karya arsitektur Herman Thomas Karsten menjadi warisan
benda cagar budaya yang harus diapresiasi, karyanya meliputi perencanaan kota dan perancangan
arsitektur bangunan. Dalam perkembangannya, karya Karsten tidak banyak berubah akibat
globalisasi yang melanda pengembangan Kota Semarang; karyanya terlihat baik, dihargai oleh
masyarakat, diduga karena menggunakan pendekatan pemikiran yang mengutamakan dan
menggabungkan kekayaan ASPEK-ASPEK LOKAL. Pengumpulan data yang meliputi studi literatur dan
pendekatan telaah sinkronik dan diakronik, akan menghasilkan benang merah ideologi yang
mempengaruhi pemikiran Karsten. Studi kasus di Kota Semarang, yang merupakan karya Karsten
terlengkap, menjadi rujukan yang sepadan dengan studi/telaah literatur, sehingga ditemukan
lingkup aspek-aspek lokal meliputi aspek budaya, sosial dan ekonomi, ke semuanya ini memiliki
relasi yang kuat dengan perencanaan kota dan perancangan arsitektur karya Karsten.

Kata-kunci : Karsten, perencanaan kota, perancangan arsitektur, Aspek Lokal.

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 1


Peran Aspek Lokalitas Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten

Pendahuluan

Pauline K.M. van Roosmalen berpendapat bahwa sifat multifaset dalam konteks sosial-politik pada
colonial built heritage, membangkitkan apresiasi, kekaguman terhadap warisan cagar budaya
tersebut. Hal ini berkontribusi pada penciptaan kesadaran dan kreasi yang lebih luas pada cagar
budaya yang meliputi arsitektur kolonial dan perencanaan kotanya [1]. Berkaitan dengan hal ini,
maka mempelajari pembentukan kota-kota di Hindia Belanda (Indonesia), tidak dapat terlepas dari
peran Ir. Herman Thomas Karsten, terutama pada Kota Semarang, yang memperoleh warisan
penerapan konsep pemikiran Karsten tentang kota dan arsitektur secara lengkap dan dalam skala
besar; dan artefaknya masih dapat disaksikan sampai sekarang; warisan besar Karsten lainnya ada
pada kota Malang dan Palembang.

Kota Semarang Baru yang modern, direncanakan oleh Karsten berada di luar kawasan kota lama.
Kota Semarang Baru ini tidak banyak berubah akibat globalisasi yang melanda pengembangan kota,
juga kawasan perumahan Mlaten, bangunan-bangunan karya Karsten masih tetap bertahan.

Sebagai arsitek dan perancang kota yang terkenal saat itu, Karsten mengakui bahwa perusahaan
swasta mempunyai pengaruh awal dalam perubahan suatu kota dan peran pasif awalnya dimainkan
oleh pemerintah. Dia berpendapat bahwa ukuran dan karakter perluasan untuk bangunan dan
daerah terbangun yang lebih padat membawa perubahan yang jauh, yang telah membentuk kembali
prospek dari kota-kota untuk selama-lamanya [2]. Sejarah mencatat, Karsten banyak mendapat
tugas dari para pemilik tanah (swasta), untuk merencanakan tatanan suatu kawasan kota. Kawasan
dan bangunan yang dirancang oleh Karsten mencerminkan kepeduliannya terhadap iklim dan budaya
setempat. Hal ini sejalan dengan kritikan HP Berlage (yang datang ke Indonesia jauh sebelum
kehadiran Karsten), yang mengritik arsitektur bangunan di Hindia Belanda yang tidak
memperhatikan iklim dan budaya setempat, yang ia tuangkan dalam bukunya Mijn Indiese Reis; dan
sejarah membuktikan, bahwa karya arsitektur oleh Karsten memenuhi harapan HP Berlage.

Jadi haruslah dipahami bahwa Ide, gagasan dan konsep Arsitektur dan Town Planning oleh Karsten
yang diterapkan pada perencanaan kota dan bangunan-bangunan yang dirancangnya, merupakan
issue permasalahan penting bagi kemajuan keilmuan arsitektur, dan pemahaman ini akan
berdampak positif pada langkah strategi konservasi suatu kota, yang harus mendapat perhatian
serius untuk dicari jawabannya. Dalam studi lebih mendalam, penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui relasi Aspek Lokal dalam perancangan kota; bagaimana hubungan Konsep Karsten dan
Aspek Lokal.

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan Metoda Penelitian Kualitatif. Sifat penelitian ini adalah penelitian
Deskriptif Eksplanatori, dan pendekatan yang digunakan adalah dengan Studi Kasus Kota Semarang.
Metoda analisis dilakukan dengan metoda Sinkronik dan Diakronik.

Metoda Pengumpulan Data


Metoda Pengumpulan Data yang digunakan adalah survei lapangan yang meliputi Kota Semarang;
sedangkan survei data literatur akan dilakukan pada Pusat Arsip Nasional di Jakarta, serta Leiden
(Belanda) untuk memperoleh literatur, peta, foto tentang karya Karsten selengkap mungkin.

Telaah kepustakaan yang dilakukan merupakan teknik mencari informasi melalui kajian
kepustakaan. Sebagai perhatian dalam penelitian ini, maka dicari informasi sejarah kota dan
perencanaan Kota Semarang dan desain bangunan oleh Karsten. Langkah-langkah yang perlu
diambil dalam penelitian literatur adalah:
2 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Albertus Sidharta Muljadinata
1. Langkah mengumpulkan pustaka
2. Mengadakan inventarisasi pustaka yang berkaitan dengan memberikan kode buku, judul,
pengarang, penerbit & tahun penerbitan
3. Proses seleksi, yaitu dengan mengadakan telaah pustaka yang terkait dengan
permasalahan
4. Merumuskan / menyimpulkan pustaka sesuai dengan masalah- masalah yang dihadapi
5. Mencari beberapa pustaka pendukung yang digunakan sebagai alat untuk lebih
memperjelas permasalahan.

Kebutuhan Data.

Data pokok yang diperlukan:


Data historis yang perlu dicari melalui studi literatur dan kepustakaan di antaranya:
- Data historis pembentukan Kota Semarang
- Data kepustakaan untuk menelaah konsep Karsten (Locale Tecknik, Locale Belangen)
- The Indonesian City (Edited by Peter J.M. Nas)
- Data riwayat hidup Thomas Karsten (Architectuur & Indiese Stedebouw in Indonesian)
- The Indonesia Town, Studies in Urban Sociology (by Dutch Scholar)

Data penunjang yang diperlukan:


Data literatur yang lain, di antaranya:
- OVER DE SEMARANGSCHE KONCEPT-BOUW VERORDENING (oleh Thomas Karsten)
- DE INGENIER EN DE STEDEBOUW (oleh Thomas Karsten)
- HET INDISCHE STAATBEELD
- STAATBLAD 1948
- IR. THOMAS KARSTEN EN DE ONTWIKKELING VANDE STEDEBOUW NEDERLANDS-INDIE
1915-1940 (oleh Erica Bogaers, Amsterdam, Juni 1983)
- DE GROEI DER INDIESE STEDEN
- 1930 HANDBOOK OF THE NETHERLANDS EAST-INDIES (oleh Division of Commerce,
Buitenzorg, Java).

Metoda Analisis Data

Langkah telaah sinkronik dan diakronik mengungkapkan „andil‟ yang menempa Karsten sehingga ia
menciptakan konsep perencanaan kota dan konsep arsitektur bangunan, yang mempengaruhi
penataan banyak kota dan berbagai bangunan di Indonesia. (Perlu diketahui, telaah sinkronik adalah
suatu telaah yang dimaksudkan untuk mencari landasan penafsiran dan memperkuat pendapat
terhadap suatu pemikiran/karya arsitektur serta korelasinya terhadap ciri-ciri kejadian setting
sejaman; sedangkan telaah diakronik adalah suatu telaah yang dimaksudkan untuk mencari titik-titik
perubahan dan atau perkembangan dalam perspektif sejarah baik arsitektur dunia maupun arsitektur
Indonesia).

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 3


Peran Aspek Lokalitas Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten

Bidang sinkronik

masa rentang ┌-Pada satu titiksimpul masa


-------*-------*-------*-------*-------*-------*-----
Diakronik ide/pemikiran/karya arsitek Lain yang sejaman

*= simpul masa perkembangan karya/pemikiran arsitektur

Pemahaman ini ditekankan pada realita perencanaan kota dan perancangan arsitektur bangunan di
Semarang; hal ini dapat ditelusuri dari peta-peta lama kota yang masih dapat dicari.

Telaah kritis terhadap hal ini serta analisis berdasarkan pola dan ide pemikiran Karsten, teori
perancangan kota dan aspek-aspek lokal menghasilkan suatu masukan yang menarik dan
bermanfaat bagi ilmu arsitektur (perencanaan suatu kota dan bangunan)

4 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Albertus Sidharta Muljadinata
Hasil dan Pembahasan

Menurut Koentjaraningrat, ada empat wujud kebudayaan, yaitu kebudayaan sebagai nilai ideologis;
kebudayaan sebagai sistem gagasan; kebudayaan sebagai sistem tingkah laku dan tindakan yang
berpola; dan kebudayaan sebagai benda fisik /artifak. Dari empat wujud yang ditawarkan tersebut di
atas, masing-masing memiliki kecenderungan bentuk yang berbeda satu dengan lainnya [3].

1. Nilai-nilai budaya merupakan tahap filosofis atau ideologis yang terbentuk karena pengalaman
manusia, tahap ini merupakan hasil pemikiran yang biasanya memiliki bentuk tekstual tersurat
maupun tersirat dalam norma, aturan adat, cerita rakyat atau karya seni.

2. Sistem budaya berupa gagasan dan konsep juga merupakan manifestasi hasil pemikiran. Tahap
wujud ini juga memiliki bentuk tertulis tersurat dan beberapa dapat berbentuk gambar atau
konfigurasi.

3. Sistem sosial sebagai tahap wujud selanjutnya merupakan tindakan dalam rangka “mewujudkan”
konsep. Tahap wujud ini dapat berbentuk tulisan, gambar, konfigurasi maupun kegiatan.

4. Kebudayaan fisik merupakan wujud hasil dalam sebuah kebudayaan. Pada wujud terakhir ini
kebudayaan memiliki bentuk paling nyata diantara bentuk yang lain. Pada wujud inilah
kebudayaan seringkali sudah memiliki bentuk benda, sehingga dapat dilihat, disentuh dan
dirasakan. (Koentjaraningrat, 2005: 92).

Untuk membantu memahami Arsitektur sebagai sebuah wujud kebudayaan dapat dilakukan telaah
melalui kacamata di atas. Untuk itu kegiatan ber-arsitektur perlu dipahami sebagai sebuah proses,
dari ideologi yang melandasi, konsep, metoda dan teknik yang digunakan, hingga hasil karya.

Selanjutnya Koentjaraningrat berpendapat, bahwa “Karya arsitektur” sebagai produk arsitektur


merupakan wujud fisik yang secara nyata dapat dilihat, disentuh dan dirasakan kehadirannya dalam
masyarakat. Wujud fisik ini, baik dalam skala bangunan tunggal maupun sebuah lingkungan buatan,
dapat difahami sebagai sebuah artefak. Sebuah “karya arsitektur” mengkomunikasikan kondisi
masyarakat di mana artefak tersebut berada. Artefak merupakan wujud akhir yang timbul akibat
adanya gagasan dan tindakan dalam suatu kebudayaan, wujud fisik. Kebudayaan dalam Wujud fisik
merupakan bagian terluar dari lingkaran konsentris kerangka kebudayaan.

Kota adalah lingkungan binaan, dan kota juga adalah karya arsitektur, yang merupakan wujud fisik
kebudayaan yang didasari oleh hasil pemikiran ideologis yang mempengaruhinya; jadi di dalamnya
selalu terkandung ideologi yang membentuknya.
Gambar 1 merupakan salah satu contoh aspek
budaya dan lingkungan sangat mempengaruhi
Karsten, sang arsiteknya.

Antariksa berpendapat, penegasan dalam


arsitektur perkotaan sudah sangat jelas, bahwa
konteks budaya yang terdapat di dalamnya,
menjadi bagian utama untuk digali dan dicari.
Perjalanan suatu kawasan yang di dalamnya
terdapat manusia dan bangunan, telah memberi
ciri khas pada kehidupan masyarakat dalam
sejarah peradaban bangsa [4].
Gambar 1: Bangunan Sekolah Van Deventer, Berkaitan dengan pemikiran Karsten, dalam ide
sekarang Sekolah SMA Kartini perencanaan kotanya, dapat dilihat bahwa
Sumber: Dokumentasi pribadi
kecenderungan-kecenderungan pola pemikiran
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 5
Peran Aspek Lokalitas Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten

Karsten ini nyata. Di satu pihak ia melihat karakter kota yang terbagi secara kacau saat itu, dan di
lain pihak ia sadar akan “satu kesatuan yang nyata, satu organisme yang koheren”. Ide utamanya
mengenai perencanaan kota adalah untuk membentuk kota dan desa di dalam suatu cara untuk
menjamin formasi satu kesatuan organik yang utuh. Dalam tahun 1935, Karsten menulis:
“Manajemen dan perencanaan oleh pemerintah penting bagi perencanaan Hindia Timur, bila ia
ingin menyelenggarakan peran administratifnya secara penuh. Bahkan bila tugas ini sulit
haruslah dimengerti bahwa perencanaan di dalam sebuah arti material harus diperjuangkan
sebagaimana ia juga sebuah kondisi untuk pengaturan sosial&internal.” (Karsten, 1935: 1) [5].
Karsten berpendapat, pemerintah memiliki kemampuan untuk bertindak di dalam kepentingan dua
faktor ini: perencanaan – pengetahuan pengembangan kota yang terencana – harus memainkan
sebuah peran penting. Perencanaan secara prinsip tidak harus dipandang sebagai pekerjaan tehnikal
tetapi sebagai “pengorganisasian”. Segala sesuatu harus berguna bagi konsep kota sebagai unit
terakhir, bahkan arsitektur. Layout yang harmonis pada bangunan, sistem jalan, lapangan dan ruang
terbuka umum membutuhkan pertimbangan secara cermat: keperluan-keperluan estetik harus
menerima sama banyaknya dengan faktor-faktor tehnikal, kesehatan dan ekonomi. Jadi tidak seperti
perencana-perencana kota tahun 1920-an, Karsten memberi perhatian pada kenyataan bahwa
sebuah kota itu adalah sebuah organisme yang “hidup”, “bertumbuh”, ia harus dipertimbangkan
sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak pernah menjadi statis. (Nas, 1986: 79) [6].

Pada tahun 1909, perluasan Kota Semarang sudah terlihat makin jelas menuju ke arah Barat dan
Selatan (Gambar 2). Luas Kota Semarang pada saat ini sudah jauh lebih luas dari pada luas kota
lama, namun dari segi kepadatan penduduk, area perluasan Semarang ini, masih belum banyak
terisi pembangunan, pembangunan rumah terjadi pada jalan utama saja. Barulah saat Karsten hadir
pada tahun 1910, kawasan ini direncanakan secara keseluruhan. Pada perkembangan lebih lanjut
pada tahun 1916, Karsten merancang kawasan perbukitan Candi Baru yang berada di sebelah
selatan Kota Semarang. Dalam perkembangannya Karsten merencanakan Semarang di luar kota
lama, menjadi kota modern (Gambar 3).

Gambar 2: Peta Skematis Kota Semarang 1909


Sumber: Sketsa pribadi

6 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Albertus Sidharta Muljadinata

Dengan demikian, haruslah dipahami bahwa pada


suatu kota yang memiliki perjalanan panjang
sejarah pembentukan kotanya, bila akan dilakukan
pembenahan kotanya pada masa kini, harus
memperoleh pemahaman, bahwa pendekatan
konservasi arsitektur/kota tidak hanya berfokus
pada bangunan saja, tapi harus menyeluruh dalam
tatanan kotanya. Hal ini membutuhkan pemikiran
terpadu untuk mencapai hasil konservasi yang
baik; dan haruslah dipahami bahwa perjalanan
panjang sejarah pembentukan suatu kota
mengindikasikan bahwa Kota sebagai suatu
Organisme Hidup.

Aldo Rossi mengkritik kurangnya pemahaman


tentang kota dalam praktek arsitektur saat ini.
Dengan demikian terkait dengan warisan cagar
budaya, diperlukan pemahaman kota untuk
praktek arsitektur saat ini, kota harus dipelajari
dan dihargai sebagai sesuatu yang dibangun dari
waktu ke waktu; terdapat kepentingan tertentu,
yaitu artefak urban yang menahan berlalunya
waktu. Kota mengingatkan masa lalu ("memori
kolektif" kita), dan bahwa kita menggunakan
Gambar 3: Peta perencanaan kota Semarang oleh
memori melalui monumen; sehingga, monumen
Karsten tahun 1922 memberi struktur pada kota [7].

Rossi berpendapat, berpikir ilmu perkotaan/ urban science sebagai ilmu sejarah/historical science
adalah kesalahan, karena dalam hal ini kita akan diwajibkan untuk berbicara hanya sejarah
perkotaan/urban history. Selanjutnya, Rossi bermaksud menyarankan, bahwa dari sudut pandang
struktur urban, sejarah perkotaan/ urban history tampaknya lebih berguna daripada bentuk lain dari
penelitian di kota. Ini menyangkut teori permanensi/keabadian (the theory of permanences). Teori
ini dalam beberapa hal yang berkaitan dengan hipotesis awal Rossi dari kota sebagai objek buatan
manusia.

Harus dingat bahwa perbedaan antara masa lalu dan masa depan, dari sudut pandang teori
pengetahuan, dalam ukuran besar mencerminkan fakta bahwa masa lalu sebagian sedang dialami
sekarang, dan ini mungkin makna untuk memberikan permanences/keabadian: mereka adalah masa
lalu bahwa kita masih mengalami. Bentuk suatu kota selalu merupakan bentuk waktu tertentu kota
tersebut; tetapi ada banyak kali dalam pembentukan kota, dan kota dapat mengubah wajahnya
bahkan dalam perjalanan hidup satu orang, referensi aslinya berhenti untuk eksis. (Rossi, 1984: 57-
61).

Di sisi lain haruslah disadari, dalam arsitektur, kontekstualisasi terintegrasi dengan budaya dan alam.
Sebuah karya arsitektur yang dibuat berdasarkan kondisi alam dan budaya tertentu akan terlalu
biasa bagi penafsiran yang tepat oleh pengamat yang kebetulan tinggal di bawah kondisi alam dan
budaya yang berbeda [5]. Karya arsitektur Karsten selalu mencerminkan budaya pemakai
bangunannya, yang tentunya menjadi sesuatu yang distinctive bagi masyarakat Belanda masa itu,
misalnya bangunan sekolah Van Deventer (Gambar 1) dan Sobokarti (Gambar 4).

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 7


Peran Aspek Lokalitas Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten

Aspek ekonomi menjadi salah satu aspek lokal yang mempengaruhi Karsten dalam menata kawasan
perumahan Mlaten. Kawasan ini asalnya kumuh dan tidak sehat, Karsten merancang kawasan
perumahan Mlaten dengan memperkenalkan unit rumah tipe 3x7 dan system MCK (yang diadopsi
sampai sekarang) (Gambar 5). Aspek ekonomi dan lingkungan alam, digunakan Karsten dalam
menata kawasan Candi Baru, Karsten menerapkan sistem Subsidi Silang; kavling rumah yang luas
berada di jalan besar, sedang kavling lebih kecil berada di lingkungan sebelah dalam.

Gambar 4: Gedung Kesenian Sobokarti


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 5: Peta Rancangan Permukiman Daerah Mlaten oleh Karsten tahun 1924
Sumber: Locale Techniek, No 1/2, Jan./April 1932: 11

Kekuatan aspek lokal merupakan nilai masa lalu, masa kini, maupun perpaduan ke duanya yang
memiliki signifikansi dan keunikan. Hal ini menjadi kekuatan di dalam menghadapi pengaruh
globalisasi yang cenderung menghilangkan tradisi lokalitas. Aspek lokal memberi peran dan relasi
yang sangat penting bagi perencanaan arsitektur dan kota.

8 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Albertus Sidharta Muljadinata
Kesimpulan

Aspek Lokalitas meliputi aspek alam, lingkungan, budaya, sosial dan ekonomi. Karsten dalam
berkarya sangat dipengaruhi budaya setempat obyek karyanya berada, faktor iklim dan
lingkungannya juga menjadi faktor penentu perancangan yang dibuatnya. Hal ini akan dapat dilihat
pada hasil perancangan Karsten, baik dalam perencanaan kota maupun perancangan bangunan.
Penelitian relasi aspek lokalitas dan perancangan arsitektur oleh Karsten merupakan kebaruan
peneltian tentang Karsten. Selain itu, Karsten juga menekankan pentingnya building regulation
untuk dapat selalu diterapkan pada setiap perencanaan dan pembangunannya; sehingga Karsten
juga menentukan Indiese Stedebouw bagi gemeente agar setiap perencanaan dan pembangunan
mengikuti peraturan yang telah ditentukan.

Karya Karsten pada kota-kota lain seperti Malang dan Palembang, menarik untuk dijadikan penelitian
selanjutnya, sehingga diketahui benang merah pada karya-karya Karsten di Indonesia; akan juga
diketahui luasan cakupan pengertian Aspek Lokalitas dan kompleksitasnya serta relasinya dengan
perancangan arsitektur.

Daftar Pustaka

[1] Roosmalen, Pauline K.M. van. (2013). Confronting Built Heritage: Shifting Perspectives on Colonial
Architecture in Indonesia. ABE Journal [En Ligne], 3/ 2013.
[2] Roosmalen, Pauline K.M. van. (2002/3). Image, Style and Status: A Sketch of the Role and Impact of
Private Interprise as a Commissioner on Architecture and Urban Development in Dutch East
Indies from 1870 to 1942. Journal of Southeast Asian Architecture, volume 6 (2002/3)
[3] Koentjaraningrat (2005). Pengantar Antropologi I. Rineka Cipta.
[4] Antariksa. (2013). KEARIFAN LOKAL Dalam Arsitektur Perkotaan Dan Lingkungan BinaanDi dalam
Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan Kota Untuk Mewujudkan Arsitektur Kota Yang
Berkelanjutan, ISBN: 978-979-9488-43-5. Editor: Respati Wikantiyoso dan Pindo Tutuko. Group Konservasi
Arsitektur & Kota Universitas Merdeka Malang. Malang
[5] Karsten, Herman Thomas. (1935). “De Ingenieur en de Stedebouw”, Overdruk uit “De Ingenieur in
Nederlandsch-Indie” No.10, Druk van G. Kolff & Co. Batavia-Centrum.
[6] Nas, Peter J.M. (1986). “The Indonesian City” Studies In Urban Development And Planning. Foris
Publication. USA
[7] Rossi, Aldo. (1984). “The Architecture of the City”. The MIT Press. New York
[8] Salura, Purnama and Bachtiar Faucy. (2012). The Ever-Rotating Aspects of Function-Form-Meaning in
Architecture. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2(7)7086-7090, 2012, ISSN 2090-4304.
[9] Karsten, Herman Thomas. (1917). “Over De Semarangsche Koncept-Bouw Verordening”, Overdruk uit
“Locale Belangen” no 4 en 5, Semarang
[10] Buku Laporan. Locale Techniek, Technisch Orgaan van de Vereeniging voor Locale Belangen te Semarang,
1e Jaargang, No. 1/2, Jan./April 1932.

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 9

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai