Anda di halaman 1dari 15

KANTOR AKUNTAN PUBLIK

Empat kategori ukuran yang digunakan untuk menggambarkan Kantor Akuntan Publik (KAP) :

a. Kantor Internasional empat besar

Keempat KAP terbesar di Amerika Serikat isebut Kantor Akuntan Publik Internasional “Empat
Besar”. Keempat kantor ini memiliki cabang diseluruh Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Kantor empat besar mengaudit hamper semua perusahaan besar baik di Amerika Serikat maupun
dunia serta juga banyak perusahaan yang lebih kecil juga

b. Kantor Nasional

Tiga KAP di Amerika Serikat disebut kantor nasional karena memiliki cabang di sebagian besar
kota utama. Kantor-kantor ini besar tetapi jauh lebih kecil daripada empat besar. Kantor nasional
memberikan jasa yang sama seperti empat besar dan bersaing secara langsung dengannya untuk
mendapat klien. Setiap kantor nasional berafiliasi dengan kantor-kantor di Negara lain dan
karenganya mempunyai kemampuan bertaraf internasional.

c. Kantor Regional dan Kantor Lokal Besar

Terdapat kurang dai 200 KAP yang memiliki taraf professional lebih dari 50 orang. Sebagian
hanya memiliki kantor dan terutama melayani klien-klien dalam jarak yang tidak begitu jauh.
KAP lainnya memiliki beberapa cabang di satu Negara bagian atau wilayah dan melayani klien
dalam radius yang lebih jauh. Kantor regional yang terbesar tidak jauh lebih kecil dari ketiga
kantor nasional. Kantor regional dan kantor local yang besar bersaing mendapatkan klien dengan
KAP lainnya, termasuk kantor nasional dan empat besar.

d. Kantor Lokal kecil

Lebih dari 95 persen dari semua KAP mempunyai kurang dari 25 tenaga professional pada
kantor yang hanya memiliki satu cabang. KAP ini melakukan audit dan jasa-jasa terkait terutama
untuk usaha kecil dan entitas nirlaba, meskipun beberapa memiliki satu atau dua klien dengan
kepemilikan public. Banyak kantor local kecil tidak melakukan audit terutama memberikan jasa
akuntansi serta perpajakan bagi klien-kliennya.

Terdapat empat KAP yang paling berpengaruh dan terkenal di dunia. Empat KAP ini banyak
digunakan oleh klien. Empat KAP itu dikenal dengan sebutan The Big Four Auditors. Kantor
akuntan the big four merupakan kantor akuntan internasional terbesar di dunia yaitu :

1. Deloitte

Kantor akuntan publik yang satu ini bisa masuk The Big Four karena kesuksesannya dalam
mencetak revenue atau penghasilan yang sangat besar. Pada 2018, Deloitte mencatatkan revenue
sekitar US$ 43,2 miliar atau Rp 607 triliun.
Deloitte Touche Tohmatsu Limited atau Deloitte bisa dibilang menjadi salah satu penyedia
jasa akuntansi cukup tua di dunia. Berdiri pada 1845 di London, Inggris, William Welch Deloitte
merupakan sosok di balik berdirinya kantor akuntan ini.

Dalam perjalanannya, Deloitte berubah nama menjadi Deloitte Touche Tohmatsu. Nama
ini berasal dari penggabungan dua usaha, yaitu Touche Ross dan Deloitte Haskins & Sells. Nama
Tohmatsu diperoleh dari Tohmatsu Aoki & Co yang merger dengan Touche Ross tahun 1975.

Di Indonesia, jasa-jasa Deloitte diwakili beberapa entitas. Mulai dari Satrio Bing Eny &
Rekan, Deloitte Touche Solutions, PT Deloitte Konsultan Indonesia, KJPP Lauw & Rekan,
Hermawan Juniarto & Partners, dan PT Deloitte Consulting.

2. PricewaterhouseCoopers

Di urutan kedua ada PricewaterhouseCoopers atau PwC yang menjadi kantor akuntan
publik terbesar di dunia. Jumlah revenue yang dicatatkan PwC mencapai US$ 41,3 miliar atau
Rp 580 triliun.

PricewaterhouseCoopers atau PwC merupakan hasil merger dua entitas usaha Price
Waterhouse dan Coopers & Lybrand. Kedua usaha yang bergabung tahun 1998 kemudian
berubah nama menjadi PricewaterhouseCoopers.

PwC punya jaringan yang tersebar di 158 negara di dunia. Kantor akuntan publik ini
berkantor pusat di London, Inggris.

Di Indonesia, PwC masuk lewat kerja sama dengan KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis &
Rekan tahun 1990. Saat itu PwC masih bernama Price Waterhouse, sedangkan KAP Tanudiredja,
Wibisana, Rintis & Rekan masih bernama KAP Drs.Hadi Sutanto & Rekan.

3. Ernst & Young

Di urutan selanjutnya, lagi-lagi diisi kantor akuntan publik asal Inggris yaitu Ernst &
Young. Berkat revenue yang besarannya mencapai US$ 34,8 miliar atau Rp 489 triliun. Penyedia
jasa akuntan terbesar di dunia ini bisa masuk daftar The Big Four.

Sama seperti PwC, Ernst & Young merupakan hasil merger sejumlah entitas usaha, yaitu
Ernst & Whinney dengan Arthur Young. Merger yang terjadi pada 1989 membuahkan nama
Ernst & Young.

Di Indonesia, Ernst & Young atau EY bermitra dengan Kantor Akuntan Publik (KAP)
Purwantono, Suherman dan Surja. Cukup banyak korporasi Indonesia yang menggunakan
jasanya, seperti Bank BRI, Krakatau Steel, Indofood, hingga PT Telekomunikasi Indonesia.

4. KPMG
Di urutan terakhir, ada KPMG yang masuk dalam jajaran The Big Four. kantor akuntan
publik yang berpusat di Belanda ini diketahui memperoleh penghasilan atau revenue sebesar
US$ 29 miliar atau Rp 407 triliun.

Kantor akuntan publik atau KAP ini juga merupakan hasil merger antara Peat Marwick
International dan Klynveld Main Goerdeler. Sejak merger pada 1 Januari 1987, KAP ini
kemudian dikenal dengan nama KPMG.

Di Indonesia, KPMG diwakili beberapa entitas usaha. Mulai dari Siddharta Widjaja &
Rekan, KPMG Advisory Indonesia, hingga KPMG Siddharta Advisory.

Sejarah The Big 4

Pada awalnya terdapat 8 KAP yang terkenal dan paling berpengaruh di dunia yang disebut
dengan The Big 8, yaitu:

1. Arthur Andersen

Didirikan pada tahun 1913 yang lokasi pusat terletak di Chicago Amerika Serikat. KAP ini
menyediakan jasa professional, konsultasi, dan pajak. Pada tahun 2002 perusahaan ini
mempekerjakan 85.000 karyawan di seluruh dunia dengan pendapatan US$ 9.3 milyar.

2. Arthur Young & Company

Didirikan oleh Arthur Young pada tahun 1996 di Chicago. Pada tahun 1924 melakukan merger
dengan perusahana lain dan berganti nama.

3. Coopers & Lybrand

 Didirikan oleh William Cooper pada abad ke 19

 Tahun 1954 mulai berpraktek di London.

 Tujuh tahun kemudian berganti nama Cooper Brothers.

 Tahun 1898 di Amerika Serikat Robert H. Montgomery, William M. Lybrand, Adam A.


Ross Jr,dan T.Edward Ross mendirikan Lybrand, Ross Brothers and Montgomery.

 Coopers & Lybrand hasil penggabungan antara Cooper Brothers & Co; Lybrand, Ross
Bros & Montgomery dan sebuah kantor dari Kanada McDonald, Currie and Co pada
tahun 1957

4. Ernst & Whinney


 Pada 1979 Ernst & Whinney terbentuk merupakan dari serangkaian merger dari
perusahaan-perusahaan pendahulunya.

 Persekutuan tertua didirikan pada tahun 1849 di Inggris dengan nama Harding & Pullein.

 Frederick Whinney bergabung menjadi partner pada tahun 1859.

 Pada tahun 1894, seiring dengan bergabungnya anak-anaknya, persekutuan berganti


nama menjadi Whinney, Smith & Whinney.

 Pada tahun 1903, perusahaan Ernst & Ernst didirikan di Cleveland oleh Alwin dan
Theodore Ernst. Kemudian Whinney, Smith & Whinney dengan Ernst & Ernst bergabung
pada 1979 dan namanya menjadi Ernst & Whinney

5. Deloitte Haskins & Sells

 Tahun 1845 William Welch Deloitte membuka kantor di Basinghall Street di London.

 Pada tahun 1880 Deloitte melanjutkan untuk membuka kantor di New York.

 Tahun 1895 Charles Waldo Haskins dan Eijah Watt Melakukan merger dan kemudian
terbentuk Haskins & Sells di New York.

 Tahun 1952 Deloitte bergabung dengan Haskins & Sells untuk membentuk Deloitte,
Haskins & Sells dan bermarkas di US.

6. Peat Marwick Mitchell

Firma Peat Marwick Mitchell gabungan firma di US dan UK dan menggunakan nama yang sama
pada tahun 1925. KAP ini berlokasi di london

7. Price Waterhouse

 Didirikan Samuel Price dan mulai praktek di pada tahun 1849 di London

 Tahun 1865 Price membuat persekutuan dengan William Holyland dan Edwin
Waterhouse dan kemudian menjadi Price, Waterhouse & Co. Holyland sejak tahun 1874

8. Touche Ross

 Touche Ross didirikan pada tahun 1969.

 Perusahaan ini sebelumnya bernama Touche, Ross, Bailey & Smart.

 Perusahaan ini bermula pada tahun 1898, George Touche mendirikan sebuah kantor di
London
 Tahun 1900 bergabung dengan Yohanes Ballantine Niven dan menjadi Touche Niven

 Kemudian Touche Niven bergabung George Bailey dan Ross yang berasal dari Kanada
dan akhirnya terbentuk Tauche Ross.

Pada Juni 1989 The Big 8 berubah menjadi Big 6 yang disebabkan karena kompetisi
diantara kantor akuntan semakin intensif. Beberapa perusahaan melakukan merger, yaitu Ernst
& Whinney merger dengan Arthur Young mejadi Ernst & Young serta Deloitte, Haskins & Sells
merger dengan Touche Ross menjadi Deloitte & Touche.

Pada bulan Juli 1988 Big 6 berubah menjadi Big 5. Hal ini dikarenakan Price Waterhouse merger
dengan Coopers & Lybrand menjadi Pricewaterhouse Coopers.

Pada Maret 2002 Arthur Andersen dituduh dan dinyatakan bersalah pada Juni 2002 atas
penghalang-halangan pengadilan untuk mencegah investigasi SEC atas runtuhnya Enron.
Kesalahan yang pertama terhadap KAP yang besar menghalangi Arthur Andersen melakukan
audit terhadap perusahaan terbuka. Perkembangan ini berkonstribusi atas berakhirnya
perusahaan. Berikut adalah rincian kesalahan yang dilakukan Arthur Andersen :

 Arthur Andersen sebagai auditor laporan keuangan Enron telah memanipulasi laporan
keuangan

 Mencatat keuntungan Enron 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian.

 Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati


investor ke dalam serangkaian penyelidikan oleh otoritas bursa di US.

 Kantor akuntan Arthur Andersen didakwa melawan hukum karena menghancurkan


dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengauditan Enron, dan menutup-nutupi
kerugian jutaan dolar.

 Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan kebangkrutan global dari bisnis
Arthur Andersen

 Kantor akuntan di seluruh dunia yang berada di bawah Arthur Andersen seluruhnya
dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor akuntan internasional lainnya.

Di Inggris, para partner Arthur Andersen banyak yang bergabung dengan Ernst & Young dan
Deloitte Touche Tohmatsu. Sedangkan di Indonesia, para partner Arthur Andersen bergabung
dengan Ernst & Young.
SARBANES-OXLEY ACT dan PUBLIC COMPANY ACCOUNTING OVERSIGHT BOARD

Pada tanggal 30 Juli 2002, Sarbanes Oxley Act didirikan. Hal ini dikarenakan banyakya kasus
kepailitan dan dugaan kegagalan audit yang meleibatkan perusahaan besar seperti Enron.
Ketentuan dalam UU ini, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai peraturan terpenting yang
mempengaruhi profesi auditing sejak Securities Act pada tahun 1933 dan 1934, secara dramatis
mengubah hubungan antara perusahaan terbuka dan kantor akuntan yang mengauditnya.

Sarbanes-Oxley Act membentuk Public Company Acounting Oversight Board (PCAOB) yang
ditunjuk dan diawasi oleh securities and Exchange Commission (SEC). PCAOB mengawasi
auditor perusahaan publik atau terbuka, menetapkan standar auditing dan pengendalian mutu
untuk audit atas perusahaan terbuka, serta melakuakan pemeriksaan atas pengendalian mutu
untuk audit atas perusahaan terbuka, serta melakuakan pemeriksaan atas pengendalian mutu
dikantor-kantor yang melakukan audit tersebut. Kegiatan ini tadinya merupakan tanggung jawab
AIPCA.

Sebelum diberlakukannya Sarbanes-Oxley Act, Auditing Standards Board (ASB) dari AIPCA
menetapkan standar auditing untuk perusahaan terbuka dan perusahaan swasta. Sekarang
PCAOB bertanggung jawab atas standar auditing untuk perusahaan terbuka, sedangkan ASB
terus menyediakan standar-standar auditing bagi perusahaan swasta.

PCAOB menggunakan standar auditing yang sudah ada, yang ditetapkan oleh ASB, sebagai
standar audit interim. Akibatnya, sebagian besar standar auditing untuk perusahaan terbuka dan
swasta memiliki kemiripan dan terutama didasarkan pada standar-standar sebelumnya ditetapkan
oleh ASB. Sekarang PCAOB mengeluarkan standar standar auditnya sendiri, mencakup
menetapkan standar untuk audit tentang efektifitas pengendalian internal atas pelaporan
keuangan. Standar-standar tersebut disebut Standar Auditing PCAOB apabila diacu dalam buku
ini dan hanya diterapkan oleh ASB setelah dibentuknya PCAOB tidak harus selalu diikuti dalam
audit atas perusahaan terbuka. Akan tetapi, bila ada rujukan pada Statement on Auditing
Standards (SAS) yang dikeluarkan ASB, diasumsikan bahwa standar itu berlaku baik untuk
perusahaan terbuka maupun swasta kecuali dinyatakan sebaliknya.

PCAOB melakukan inspeksi atas kantor-kantor akuntan yang terdaftar untuk menilai ketaatan
pada aturan-aturan PCAOB dan SEC, standar professional, serta kebijakan pengendalian mutu
kantor itu sendiri. PCAOB mensyaratkan emiten dan inspeksi atas kantor-kantor lain yang
terdftar setidaknya setiap tiga tahun sekali. Setiap pelanggaran dapat mengakibatkan tindakan
disipliner oleh PCAOB dan dilaporkan SEC serta dewan akuntansi Negara bagian.
Kasus Garuda, Pembekuan Izin Auditor Laporan Keuangan Berlaku 27 Juli 2019

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan sanksi pada Kantor Akuntan


Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan dan Akuntan Publik Kasner
Sirumapea, yang merupakan auditor dari laporan keuangan tahun 2018 dari PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk (GIAA). Sanksi diberlakukan satu bulan sejak surat putusan ditandatangani.

Kemenkeu tim Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) menetapkan sanksi berupa
pembekuan izin selama 12 bulan pada Kasner Sirumapea yang berlaku sejak 27 Juli 2019. Sebab
surat keputusan telah ditandatangani pada 27 Juni 2019.

"Sanksi berlaku satu bulan setelah saya tandatangani surat. Saya tanda tangan tanggal 27 Juni,
berarti mulai 27 Juli," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkeu Hadiyanto di kantornya,
Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Kasner dinilai melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap
opini Laporan Auditor Independen (LAI). Kata dia, Kasner memlakukan 3 hal pelanggaran.

Pertama, dia belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakukan akuntansi
terkait pengakuan piutang dan pendapatan lain-lain secara sekaligus di awal.

"Kan ada kontrak yang sekian puluh tahun piutang, tapi diakui pendapatan sekaligus di depan.
Ini melanggar Standar Audit 315 ," katanya.

Kemudian, Kasner dikatakan belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat
untuk menilai ketepatan perlakukan akutansi sesuai dengan subtansi transaksi dari perjanjian
yang melandasi transksi tersebut. Hal ini melanggar Standar Audit 500.

"Ketiga akuntan publik belum mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan,
sebagai dasar pertimbangan ketepatan perlakuan. Ini melanggar Standar Audit 560," jelas dia.

Sementara itu, untuk KAP dikenakan peringatan tertulis dengan disertai kewajiban untuk
melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan tinjauan oleh
BDO Internasional Limited. Surat keputusan sanksi ini pun sudah ditandangani pada 26 Juni
2019.

Haadiyanto menyatakan, Kap belum mengimplementasikan kebijakan unsur pelaksanaan


keterkaitan dalam sistem pengendalian mutu. KAP seharusnya memliki sistem pengendalian
mutu, yakni bertanggung jawab memastikan kualitas dari audit tersebut sebelum auditor
melakukan tanda tangan.

“Harusnya ditinjau kembali hasilnya sehingga sebelum auditor tanda tangan seharusnya sudah
Anda pengendalian mutunya. Apakah standar audit ada yang dilanggar atau tidak,” kata dia.
Kasus Audit PT KAI

1. Permasalahan yang Dihadapi PT KAI

Untuk memahami akar dari permasalahan yang terjadi, perlu dikaji beberapa hal yang signifikan
terkait dengan masalah ini, yang mungkin merupakan sumber permasalahan dari tidak
berjalannya mekanisme pengawasan (oversight) di PT KAI. Misalnya, bagaimana proses
penyusunan laporan keuangan yang berjalan selama ini? Apakah Komisaris (termasuk Komite
Audit) terlibat di dalamnya? Mengapa Komisaris baru dapat mengidentifikasi permasalahan
setelah laporan keuangan selesai diaudit oleh auditor eksternal? Bagaimana proses dan kualitas
internal control yang ada? Apakah Komisaris dan Komite Audit berperan secara optimal dalam
melakukan pengawasan (oversight)? Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Ikatan
Komite Audit Indonesia akan menyelenggarakan Forum Komite Audit 13. Forum ini akan
membahas proses Good Corporate Governance (GCG) bagi Direksi, Komisaris, dan Komite
Audit, khususnya dalam membangun pengawasan yang efektif.

Kasus PT KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris meminta untuk
dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan
fakta yang ada.

Perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat
mengenai:

a. Masalah piutang PPN

Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak
dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.

b. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.

Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan
penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus
dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.

c. Masalah persediaan dalam perjalanan

Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu
unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya
per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.

d. Masalah uang muka gaji


Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan seharusnya
dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai
uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.

e. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan
Modal Negara (PMN)

BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit
digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit
harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.

Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak berjalannya
fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam perusahaan. Yang terpenting
adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan penyempurnaan untuk
menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa yang akan datang.

2. Penyelesaian

Untuk menjawab pertanyaan mengenai mekanisme pengawasan yang telah dijelaskan pada latar
belakang, Ikatan Komite Audit Indonesia akan menyelenggarakan Forum Komite Audit 13.
Forum ini akan membahas Proses Good Corporate Governance bagi Direksi, Komisaris, dan
Komite Audit, khususnya dalam membangun pengawasan yang efektif.

Tujuan Pembentukan Komite 13

1) Menjadi forum pembelajaran bagi berbagai kalangan, termasuk Direksi, Komisaris, Komite
Audit, Pejabat Negara (khususnya Kementerian BUMN) maupun Auditor Eksternal didalam
memahami proses Good Corporate Governance melalui bedah kasus nyata.

2) Memahami permasalahan secara komprehensif mengenai bagaimana membangun


pengawasan yang efektif dan bagaimana sebaiknya badan pengawas baik Direksi, Komisaris dan
Komite Audit menyikapi permasalahan ini.

3) Mendapatkan gambaran mengenai batasan dan ruang lingkup pelaksanaan peran dan
tanggung jawab Komite audit, Komisaris, dan Direksi dalam menjalankan fungsi pengawasan
(oversight) atas penyusunan laporan keuangan.

4) Mendapatkan gambaran apakah due process telah berjalan dengan baik, khususnya yang
menyangkut Komite Audit dan hal-hal apa saja yang perlu mendapatkan perhatian baik dari
Direksi, Komisaris, maupun Komite Audit didalam membangun pengawasan yang efektif.
KASUS AUDIT DI LUAR NEGERI

International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan badan
yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat
standar auditing dan assurance. Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga
kategori. Pertama, standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari
dua standar yaitu: International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on
Review Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk membantu penerapan standar auditing, IAASB
mengeluarkan International Auditing Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan pedoman
interpretasi dan bantuan praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan untuk penerapan
standar review, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan batuan praktisnya.
Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice Statement (IREPSs).
Kategori kedua, standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan
historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance
Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah menerbitkan
International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). IAEPS ini merupakan
pedoman interpretasi dan bantuan praktis didalam menerapkan standar assurance. Kategori
terakhir adalah standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan
International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan
kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk penerapannya, IAASB juga
telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis yang diberi nama International
Related Service Practice Statements (IRSPSs). Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan
auditor, IAASB juga mengeluarkan standar untuk memberikan mutu pelayanan yang baik.
Standar ini dinamakan International Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).

Auditing internasional menghadapi sejumlah masalah yang belum terpecahkan:

1. Prinsip-prinsip dasar. Apakah prinsip-prinsip dasar (IACP) bias diterima di seluruh


dunia?

2. Laporan Auditor. Format dan bahasa pelaporan tidak seragam secara internasional.

3. Kebebasan Profesional. Kebebasan auditor menimbulkan masalah-masalah operasional


dalam kegiatan kerja internasional.

4. Kondisi Audit. Audit independent mungkin dalam beberapa kasus diwajibkan secara
hokum dan dalam kasus-kasus tertentu dilakukan secara sukarela, fee audit di satu Negara
mungkin ditentukan secara hokum dan di Negara-negara lain mungkin bergantung pada
mekanisme pasar, prosedur audit secara multinasional agak kurang seragam dibandingkan
dengan yang diharapkan, begitu pula dengan praktek auditnya, tingkah laku professional diatur
oleh hokum di beberapa Negara, sementara di tempat-tempat lain hanya ada rekomendasi-
rekomendasi dari institute-institut professional tempat para auditor bernaung untuk mencapai
pengakuan dan penerimaan professional.
5. Laporan keuangan untuk digunakan di Negara lain: apakah pelaporan auditor domestic
mengenai suatu entitas domestic bisa menggunakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima
umum di Negara lain?

6. Kepercayaan pada Auditor Luar Negeri. Keseluruhan implikasi dari pemilih untuk
percaya kepada auditor lain masih tidak jelas, baik dalam pengertian professional maupun dalam
pengertian hokum.

7. Kualifikasi Profesi

8. Keharusan dilakukannya audit di luar negeri

9. Politisasi

10. Riset. Bidang auditing masih kekurangan riset-riset yang relatif mendalam.

11. Auditing pemerintahan internasional.

12. Penerapan standar. Standar yang dikembangkan secara professional kurang memiliki
kekuatan hokum, potensi perrsetujuan ekonomis, dan yang lebih umum, pengakuan politik dan
diplomatic internasional, penerapan standar umumnya bergantung pada profesi itu sendiri.

13. Fungsi audit intern dalam operasi bisnis multinasional tengah meningkat di dalam
segala dimensi dan berkembang dengan baik di seluruh dunia.

Kasus Bright and Lorren

1. Latar Belakang

Frank Dorrance, seorang manajer audit senior Bright and Lorren, CPA, baru saja diinformasikan
bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke
depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya.
Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit “Machine International”, sebuah perusahaan grosir
besar yang mengirimkan barang ke seluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren yang
bergengsi. Selama audit, Frank memperkirakan bahwa Machine International menggunakan
metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan” yang baru saja dipertanyakan
oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan
pendapatan tidaklah tepat untuk Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan
penugasan yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari
10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun
sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung
jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan
bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah
pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu
memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi
implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia
mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan hukum.
Ia menutupnya dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti
meriam lepas yang berusaha membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus
berkembang sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”

2. Penyelesaian

Pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk menyelesaikan
dilema etis tersebut, antara lain:

a. Terdapat fakta-fakta yang relevan

Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah:

1) Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode


yang dipertanyakan oleh pihak SEC.

2) Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi
Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun
sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.

3) Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan
sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.

4) Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan
metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini
ketepatannya. Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan
hukum, maka ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.

b. Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.

Isu etika dari dilema tersebut apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan
pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan merupakan orang
yang membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini sebagai manajer
senior.

c. Menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran dilema tersebut dan bagaimana
cara masing-masing pribadi atau kelompok itu dipengaruhi. Dari kasus tersebut, dapat kita
ketahui bahwa siapa, bagaimana cara mempengaruhi Frank agar sependapat dengan rekannya
bahwa metode pengenalan pendapatan yang digunakan oleh Machine International adalah
metode yang tepat, dan agar Frank menerima surat penawaran dari rekannya bahwa rekannya
yang bertanggung jawab penuh jika terjadi masalah hukum.
d. Menentukan alternatif-alternatif yang tersedia bagi Frank

1) Menolak untuk sependapat dengan rekannya

2) Menolak surat penawaran yang ditawarkan rekannya

3) Memberitahu Machine International bahwa metode yang digunakan tidak sesuai dengan SEC

4) Menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya

5) Meminta agar rekannya mematuhi aturan yang terdapat pada SEC

6) Menolak untuk melakukan kegiatan penugasan tersebut

7) Mengundurkan diri dari perusahaan

e. Konsekuensi dari setiap alternatif

Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggungjawaban dari rekannya kemungkinan
hal ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul permasalahan hukum
maka hal ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren, CPA), rekannya, dan ia sendiri
dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama pelaksanaan audit.

f. Tindakan yang tepat keputusan sepenuhnya berada ditangan Frank, tentunya ia harus
mempertimbangkan masak-masak akan dilema yang dihadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia
tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidaksetujuannya akan
keputusan rekannya dalam menangani kasus tersebut, mengingat metode akuntansi yang
digunakan klien tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan SEC. Namun, jika ia menyetujui
pendapat rekannya maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang
akan ia peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan
sikap menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank
dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko yang
cukup besar pada hasil auditnya nanti.
Refleksi untuk Profesi Auditor atas Kasus KPMG dan PwC

Dua anggota kantor akuntan publik terbesar di dunia Big Four yaitu KPMG dan PwC dikenakan
sanksi denda jutaan poundsterling karena telah gagal dalam auditnya. Tentu saja berita ini
menambah keprihatinan terhadap profesi auditor.

KPMG dikenakan denda lebih dari US$6,2 juta atau GBP4,8 juta oleh Securities and Exchanges
Commission (SEC) karena kegagalan auditnya (auditing failure) terhadap perusahaan energi
Miller Energy Resources yang telah melakukan peningkatan nilai tercatat asetnya secara
signifikan sebesar 100 kali lipat dari nilai riilnya di laporan keuangan tahun 2011. KPMG pun
telah menerbitkan pendapat unqualified atas laporan keuangan tersebut.

PwC dikenakan denda GBP5,1 juta dan dikecam oleh Financial Reporting Council di Inggris
setelah PwC mengakui salah dalam auditnya terhadap RSM Tenon Group di tahun buku 2011.

Pengamat laporan keuangan perusahaan terbuka bahkan membuat laporan bahwa Kantor
Akuntan Publik KPMG, Deloitte, dan Grant Thornton telah melakukan audit di bawah kualitas.
Denda yang dikenakan kepada kantor akuntan publik hanya sedikit berpengaruh menghalau
kantor akuntan publik tidak jatuh dari standar audit.

Baik kantor akuntan publik maupun perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan yang
bermuatan fraud telah sepakat untuk membayar denda tanpa menyangkal temuan otoritas
keuangan tersebut. Selain itu, seperti pengenaan sanksi yang lain, partner kantor akuntan publik
dikenakan suspend atau dilarang memberikan jasa auditnya selama dua tahun.

Pada kasus di atas, kantor akuntan publik memberikan jasa audit independen atas laporan
keuangan yang merupakan lingkup jasa assurance. Kedua kantor akuntan publik terbesar di
dunia telah gagal dalam melaksanakan auditnya. Kegagalan audit itu umumnya diketahui setelah
skandal fraud akuntansi muncul ke publik atau ditemukan oleh otoritas keuangan atau diketahui
setelah perusahaan terbuka dimaksud mengalami krisis keuangan dan kepailitan.

Kegagalan audit atas laporan keuangan oleh kantor akuntan publik umumnya disebabkan
akuntan publik dan tim auditornya tidak melaksanakan standar auditnya sebagaimana harapan.
Bisa terjadi objektivitas, kecermatan profesional, supervisi berjenjang, analisis risiko tidak
berjalan baik sehingga terjadi kegagalan audit.

Akhir suatu kegagalan audit adalah rusaknya kredibilitas dan kepercayaan kepada kantor akuntan
publik, akuntan publik yang bersangkutan, dan profesi audit pada umumnya. Kejadian di atas
terjadi pada auditor independen yang posisinya berada di eksternal organisasi.

Sanksi yang dipikul kantor akuntan publik sudah jelas baik berupa sanksi denda, sanksi
administratif seperti suspend jasa audit, maupun sanksi pidana dan sanksi tidak tertulis berupa
sanksi reputasi dan kepercayaan.
Walaupun hasil kerja auditor intern tidak digunakan oleh pihak di luar organisasi, namun
kejadian yang sama yaitu kegagalan audit dan risiko reputasi/kepercayaan bisa terjadi pada
auditor intern. Hanya saja auditor intern tidak terikat dengan sanksi pidana karena tidak ada
undang-undang untuk auditor intern.

Sudah saatnya auditor intern merenungi apakah institusinya telah mempunyai dan melaksanakan
standar audit intern dengan benar, serta apakah dirinya telah memahami dan melaksanakan
standar audit intern dengan benar. Sebelum berbicara mengenai nilai tambah dari jasa audit
intern, pertanyaan paling mendasar apakah opini assurance yang diberikan oleh auditor intern
kepada manajemen, dewan komisaris, dan stakeholder lainnya telah memberikan ketenangan
bahwa risiko yang signifikan yang dapat mengganggu bahkan merusak kelangsungan hidup dan
pencapaian tujuan organisasi telah diidentifikasi, dinilai dan dikelola dengan pantas?

Apakah aktivitas audit intern Anda telah mampu memberikan assurance yang mendasar tersebut
terlebih dengan adanya dinamika risiko bisnis yang semakin cepat berubah dan kompleks?
Apakah aktivitas audit intern Anda telah mampu memberikan assurance yang mendasar tersebut
secara terintegrasi atau terkonsolidasi?

Anda mungkin juga menyukai