Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH TEKNOLOGI BATUBARA

SEKTOR HILIRISASI BATUBARA PRODUK


LIQUIFAKSI (PENCAIRAN)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah Teknologi Batubara
Semester Antara Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung
Tahun Akademik 2019 – 2020

Disusun Oleh :
Pandu Putra Nusantara
100.701.16.041
A

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1441 H / 2020 M
1. Pendahuluan
Pertambangan tanpa hilirisasi tentu sangat disayangkan, bak intan yang
belum diolah namun buru-buru diobral. Itulah sebabnya, hilirisasi pertambangan
di Tanah Air harus segera digenjot, mulai dari subsektor batu bara hingga
mineral. Dampaknya nanti luar biasa, tak hanya mengisi pundi-pundi pemasukan
negara, namun juga memangkas impor, mendongkrak ekspor, menyerap tenaga
kerja, hingga mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Untuk mempercepat hilirisasi, pemerintah perlu segera memberikan
insentif yang menarik, plus turun tangan menghilangkan hambatan yang
mengadang. Salah satu masalah yang masih mengganjal adalah belum jelasnya
regulasi fiskal. Aturan seperti perpajakan dan royalti belum sepenuhnya
mengatur secara jelas produk hilir batu bara.
Selain itu, sinergi yang saling menguntungkan perlu dijalin lebih luas
antara BUMN, swasta, hingga badan usaha milik daerah (BUMD). Model yang
saat ini dirancang oleh BUMN untuk hilirisasi bisa dikembangkan lebih luas, agar
bisa menarik investasi lebih banyak, menggerakkan ekonomi, dan memperkuat
dukungan dari pemerintah daerah maupun masyarakat setempat.

2. Sektor Hilirisasi Batubara Produk Liquifaksi (Pencairan) Oleh


Bapak Dwiwahju Sasongko
Karbonisasi Batubara : Proses, Teknologi dan Produk
Dwiwahju Sasongko
Kelompok Keahlian Energi dan Sistem Pemroses Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Bandung
Topik Bahasan
1. Kokas
2. Dekomposisi Termal
3. Karbonisasi
4. Teknologi Pembuatan Kokas
5. Parameter Pembuatan Kokas
6. Produk Samping Pembuatan Kokas
2.1. Kokas
a. Kokas ialah material karbon padat hasil karbonisasi batubara pada
temperatur 900-1100 derajat celcius tanpa atau dengan kondisi oksigen terbatas.
Kokas berperan penting dalam industri besi dan baja :
- Fungsi Termal : Menghasilkan energi atau panas untuk pembuatan
besi dan baja.
- Fungsi Kimiawi: Menyediakan karbon monoksida atau karbon untuk
proses reduksi dan karburasi logam cair.
- Fungsi Fisik dan Mekanik: Menopang material dalam blast furnace,
membentuk trickling column yang permeabel yang memastikan terak
dan besi cair yang dapat turun dan tetap menyediakan distribusi gas.
b. Karakteristik Kokas:
- Stabilitas: Kemampuan kokas untuk tidak rusak pada temperatur
kamar dan kelakuan di luar dan di bagian atas blast furnace.
- CSR (Coke Strength after Reaction): Potensi kokas pecah menjadi
ukuran yang lebih kecil dalam kondisi CO/CO2 dan temperatur tinggi
pada 2/3 bagian bawah BF.
- Sifat Kimia: Kandungan air, karbon terikat, abu, sulfur, fosfor dan
alkali.
- Analisis Reologi: Free Swelling Index, Low Temperature Gray King
Assay, dan Fluiditas Gieseler.
- Analisis Petrografi: Analisis Maseral, Reflektansi Vitrinit, dan distribusi
vitrinit.
c. Data Kokas Dunia dan Indonesia.
Gambar diatas menunjukan data kokas dunia dan Indonesia berdasarkan
kebutuhan kokas Indonesia yang bersumber dari kebutuhan pada perusahaan
Adaro pada tahun 2018.
d. Harga Hard Coking Coal
Harga hard coking coal untuk pembuatan kokas di China mencapai harga
$ 100/ton pada bulan juni 2020, sedangkan di Australia mencapai harga $
115/ton.
2.2. Dekomposisi Termal
a. Batubara
Batubara adalah endapan senyawa organik karbon yang terbentuk secara
alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan (UU 4/2009; Permen ESDM 9/2016).
Pembentukan Batubara Pertama: Carboniferous, 360-290 juta tahun yang lalu.
Pembentukan Batubara Kedua: Permian, Trassic, Jurassic, Cretaceous, dan
Terriary 290-1,6 juta tahun yang lalu (Speight, 2013).
b. Pemanfataan Batubara
Pemanfaatan batubara dapat dibagi menjadi 4 yaitu karbonisasi untuk
menjadi kokas, pembakaran, gasifikasi dan likuifaksi.
c. Dekomposisi Thermal
Dekomposisi Termal yang menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi dari
Corganic menjadi Ccoke ditambah liquids dan ditambah gases, dengan
temperatur 300-700 derajat celcius, yang akan menghasilkanpadatan (kokas,
arang/char), cairan (oil,tar) dan gas (hidrogen, karbon monoksida, karbon
dioksida, hidrokarbon rantai pendek, ammonia, hidrogen sulfida, uap air dan
sebagainya). Dengan istilah lain: Pirolisis, Devolatilisasi, Volitilisasai, Destilisasi
destruktif.
d. Reaksi Autothermal
Terdapat 4 komponen utama yaitu kandungan air, bahan volatil, karbon
terikat dan abu. Pada proses pengeringan dengan suhu mencapai 100 derajat
celcius terjadi penguapan air untuk mengalami proses dekomposisi termal dari
bahan volatil ditambah udara sehingga akan menjadikan suhu atau panas
sebagai sumber energi. Kemudian dipanaskan kembali ke tungku/reaktor
sebagai proses Dekomposisi Autothrmal untuk menghasilkan karbon terikat dan
abu.

Adapun Variabel dan Fenomena Penting Dalam Dekomposisi Termal


- Peringkat dan jenis batubara
- Temperatur
- Tekanan
- Laju Pemansan
- Ukuran Partikel
- Sifat Plastik
- Ketergerusan
- Swelling (Pembengkakan)
- Fragmentasi
2.3. Karbonisasi

Dalam proses karbonisasi batubara diolah menjadi tahapan plastis dan


semi coke yang mengalami proses karbonisasi primer dan sekunder dimana
parameter yang terdapat berupa temperatur softening, titik awal swelling, laju
devolaitilisasi maksimum dan pemadatan kembali.
2.4. Teknologi Pembuatan Kokas
Teknologi pembuatan kokas tidak banyak mengalami perubahan dalam
100 tahun terakhir. Tantangan dalam pembuatan kokas: Mereduksi biaya dengan
memperbanyak penggunaan batubara peringkat rendah dan lebih ramah
lingkungan.
a. Teknologi Pembuatan Kokas Non-Recovery
Batubara dimasukan kedalam reaktor dengan atap berbentuk dome,
udara dengan jumlah terbatas dimasukkan. Tungku tradisional berbentuk sarang
lebah (beehive ovens). Versi modern tungku teknologi ini dapat mengurangi
polusi lebih baik dan meningkatkan perolehan produk.
b. Teknologi Pembuatan Kokas Dengan By-Product Recovery
Teknologi yang lebih baru dimana udara dikeluarkan dari tungku dan
panas untuk distilasi disediakan dari pembakaran gas-gas. Di dalam tungku
pembuatan kokas, gas dan uap yang dihasilkan (tar, ammonia, liquor, dan
minyak mentah) dialirkan ke unit recovery sebagai produk samping. Gas yang
dihasilkan dari unit recovery terakhir (Coke Oven Gas) digunakan sebagai bahan
bakar proses karbonisasi lebih lanjut.
c. Teknologi Untuk Meningkatkan Kualitas Kokas
Kualitas kokas bergantung dari beberapa faktor, seperti sifat fisik
batubara/campuran batubara, granulometry bahan baku, metode penyiapan
batubara (selective crushing, partial briquetting, dan lain-lainya), parameter
operasi, dan teknologi pembuatan kokas yang digunakan dalam industri.
d. Teknologi Pencampuran Batubara (Coal Blending)
Latar Belakang: Terbatasnya ketersediaan, tingginya harga batubara
kokas, tuntutan untuk mendapatkan kokas berkualitas tinggi untuk BF. Variasi
Pencampuran: Jumlah batubara yang digunakan (Empat atau lebih), proporsi,
peringkat, sifat dan asal geografis komponen batubara. Produksi Batubara
Indonesia tahun 2019 = 616 juta ton. Batubara yang diproduksi didominasi oleh
batubara sub-bituminus.

e. Teknologi Pra-Karbonisasi
Selective Crushing, yaitu proses penghancuran multitahap: Derajat
penghancuran berdasarkan kandunganya. Batubara dengan kandungan abu
tinggi akan berukuran lebih kecil sehingga dapat meningkatkan kualitas kokas.
Kendala: Clogging penyaringan partikel halus. Sedangkan Coal Preheating, yaitu
Batubara kering memiliki flowability yang tinggi, sehingga ketika dimasukkan ke
dalam tungku, batubara terpadatkan, memiliki BD tinggi, meningkatkan kulitas
kokas dengan temperatur Preheating = 180-250 derajat celcius.
Partial Briquetting, yaitu memanfaatkan densitas dan swelling properties
batubara. Dua rute partial briquetting: 1 Menggunakan bindder tar atau pitch
(briket Konvensional), 2 Pemadatan partikel tanpa binder. Stamp Charging, yaitu
seluruh massa batubara dipadtkan menjadi cake di luar tungku, kemudian cake
dimasukkan ke dalam tungku dari pintu samping.
f. Coke Dry Quenching
Banyak digunakan di Jepang, korea dan 30% di industri China. CDQ:
Kokas didinginkan menggunakan gas inert pada unit dry colling, berbeda dengan
proses tradisional yang mendinginkan dengan penyemprotan air yang
mengakibatkan emisi CO2 dan hilang energi termal lebih tinggi. CDQ
meningkatkan kualitas kokas dan mengurangi jumlah kokas pada BF.
g. Teknologi Dalam Perkembangan
Single Chamber System (SCS)
- Reaktor dengan volume besar dan lebar antara 450-850 mm.
- Terdapat preheating umpan.
- Dinding reaktor rigid, stabil terhadap tekanan, dilengkapi pemanas
dan tahan terhadap tekanan pembuatan kokas yang tinggi.
- Lebar dinding pemanas lebih tipis sehingga perpindahan panas lebih
baik.
- Umumnya ditargetkan pada pabrik baru.
Formed Ferro-Coke Process (FCP)
- Teknologi dikembangkan di Jepang.
- Keunggulan: Fleksibilitas jenis/peringkat batubara yang digunakan,
lebih ramah lingkungan, efisiensi energi dan produktivitas lebih tinggi.
- Umpan Kerbonisasi: Briket batubara peringkat rendah (semi-soft
coking coal) + bijih besi.
- Besi yang ada dalam campuran menjadi katalis proses dan
meningkatkan efisiensi ketika kokas dibakar dalam BF.
2.5. Parameter Pembuatan Kokas
a. Investasi Pabrik Pembuatan Kokas
Investasi pabrik kokas dengan jenis non-recovery sebesar $ 30,41/ton
kokas dengan penambahan unit COG yang memerlukan dana tambahan
investasi $ 9-14/ ton kokas dan penggunaan Coke Dry Quenching yang
membutuhkan tambahan investasi hingga $ 70/ ton kokas.
b. Karakteristik Batubara
- Ukuran partikel: Ukuran -3.2 mm 88%-90% dan ukuran -0,5 mm 48%-
50%.
- Partikel yang terlalu halus akan membentuk karbon di atap tungku,
sedangkan partikel yang terlalu besar akan membentuk fraksi batubara
yang besar.
- Densitas curah/bulk density yang besar.
c. Parameter Operasi
- Laju Pemanasan yaitu yang berkaitan dengan kehalusan partikel,
kandungan air, waktu stamping, densitas curah, temperatur dinding dan
pola pemanasan sepanjang proses pembuatan kokas. Laju pemanasan
umumnya ditentukan dari kandungan air pada umpan.
- Gradien Temperatur Dinding Vertikal yaitu perbedaan temperatur vertikal
antara zona atas dan zona bawah tungku pemanasan dijaga supaya tidak
terlalu jauh. Jika zona bawah memiliki temperatur yang tinggi, kokas yang
terbentuk pada zona bawah semakin banyak dan akan merusak dinding
tungku dan kurang terbentuk kokas di bagian atas. Pada kondisi
sebaliknya temperatur tinggi pada bagian kosong di tungku atas dan
pengendapan grafit pada bagian dinding dan atap, serta merusak dinding
tungku.
2.6. Produk Samping Pembuatan Kokas
a. Diagram Alir Proses Recpvery Produk Samping

b. Tar
Merupakan campuran kompleks yang terutama terdiri dari hidrokarbon
aromatik polisklik bersama dengan makromolekul dengan peningkatan karakter
resin dan jelaga. Kulaitas tar batubara tergantung pada sifat batubara, kondisi
operasi (BD, ukuran butir, dan dimensi tungku), temperatur operasi dan tekanan.
c. Naftalena
Naftalena pada proses pembuatan kokas berada pada fasa uap yang
kemudian terkondensasi langsung menjadi fasa padat. Coke Oven Gas (COG),
yang merupakan produk gas dari tungku memiliki naftalena yang memiliki dew
point sekitar 50-55 derajat celcius. Biasanya naftalena ikut larut secara bebas
pada tar, namun sebagian lainya ditemukan pada COG.
d. Perkembangan Teknologi Pembuatan Kokas
Terdapat beberapa parameter dalam pembuatan kokas, yaitu :
- Reduksi varibilitas proses,
- Pencampuran batubara,
- Penurunan biaya operasi,
- Peningkatan efiseinsi,
- Peningkatan kualitas produk, dan
- Pengurangan limbah.

3. Pemanfataan Semikokas / Carbon Raiser Pada Industri


Metalurgi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan tekMIRA
3.1. Skema Teknologi dan Produk Hilirisasi Batubara

3.2. Kokas Dalam Industri metalurgi


- Kokas dan semi-kokas digunakan terutama sebagai reduktor dalam
industri metalurgi.
- Industri pengguna kokas dan semi-kokas di Indonesia, antara lain:
a. Peleburan besi atau baja.
b. Smelter atau pabrik peleburan bijih nikel.
- Kebutuhan kokas dan semi-kokas untuk industri di Indonesia,
terutama diimpor dan Tiongkok dan Australia.
- Pembuatan kokas dan semi-kokas di dalam negeri akan mengurangi
ketergantungan pada impor, menghemat devisa, dan
mengembangkan industri hilirisasi batubara.
3.3 Semi Kokas/Carbon Raiser

Batubara dipanaskan untuk menjadi semikokas + tar + liqour + COG


dengan suhu 700 derajat celcius dengan udara terbatas dan recovery kurang
lebih 45%.
3.4 Bagan Alir Umum Pembuatan Kokas

3.5 Diagram Alir Pabrik Semi Kokas


3.6 Semi Kokas (Bahan Baku Ex Lokal)

Melalui karbonisasi suhu rendah, 1 ton batubara sub-bituminous B (kadar


air total kurang lebih 49%), dari tambang batubara PT PKN dengan harga
batubara $20/ton diproses dengan karbonisasi dan menghasilkan 0,29 ton
produk semikokas dengan harga jual $140/ton dan produk samping listrik dan
tar.
GPM yang dihasilkan adalah sebesar $28,7. Analisis Finansial dilakukan pada
kapasitas produksi 500 ribu ton per tahun. Saat ini pabrik semi kokas baru
dimulai beroperasi di Kalimantan Utara sejak awal 2020. Keekonomian pabrik
tersebut diperoleh nilai capex $72,3 juta dan nilai opex sebesar $12,1 juta per
tahun sehingga dihasilakn rasio finansial yaitu IRR sebesar 37,8% dan NPV
sebesar $185 juta. Teknologi semi kokas layak secara ekonomi.
3.7 Carbon Raiser
Melalui proses karbonisasi, 1 ton batubara sub-bituminous dengan biaya
sekitar $36/ton diproses dan menghasilkan 0,6 ton produk carbon raiser dengan
harga jual $214,3/ton. GPM yang dihasilkan adalah sebesar $ 24,5. Analisis
finansial dilakukan pada kapasitas produksi 2.500 ton per tahun. Saat ini pabrik
carbon raiser sudah beroperasi di Sumatera Selatan. Berdasarkan data dari
pabrik tersebut diperoleh nilai capex $ 0,47 juta dan analisis finansial yaitu IRR
sebesar 29% dan NPV sebesar $ 0,39 juta. Teknologi carbon raiser layak secara
ekonomi.

4. Produksi Semi Kokas oleh Bapak Tria Suprajeni


PRODUKSI SEMI KOKAS
Bahan presentasi
WEBINAR
Seri Kajian Hilirasi Batubara
Balitbang ESDM
Puslitbang tekMIRA
Jakarta, 9 Juli 2020
Bapak. Tria Suprajeni dari PT Megah Energi Khatulistiwa an Energi Nusa
Mandiri Group
4.1. Corporate Structure ENM Group
PT. Energi Nusa Mandiri memiliki beberapa anak perusahaan sesuai
dengan sektornya masing-masing dan wilayahnya masing-masing, seperti Multi
Sumber Alam yang berfokus pada Industrial Estate Management di Tanjung
Selor, Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN) dengan kontrak kerja PKP2B di
Kab. Bulungan, Megah Khatulistiwa (MEK) yang berfokus pada semi coke plant
& PLTU-G dengan kapasitas mencapai 30 MW dan Sumber Alam Sekurau yang
berfokus pada PLTU 1 X 7,5 MW di Tanjung Selor.
4.2. Milestone Hilirisasi ENM
Pada tahun 1997 mendapatkan izin PKP2B yang dilanjutkan dengan
proses eksplorasi dan studi kelayakan serta AMDAL. Kemudian pada tahun
2009 masuk kedalam mine operation produksi yang kemudian pada tahun
2012 dilanjutkan ketahap SMO. Pada tahun 2013, 2014, dan 2015 produk
tersebut dapat diolah sendiri pada anak perusahaan PKN hingga menjadi
produk pembangkit listrik pada tahun 2016, coal upgrading plant pada tahun
2018 dan Semi Cokes Plant pada PLTU pada tahun 2020.

4.3 Semi Coke & PLTU-G

Semi Coke 7 PLTU-G baru dapat terealisasikan pada awal tahun 2020 di
Desa Tengapak dan Apung Kec. Tanjung Selor, Kab. Bulungan Provinsi
Kalimantan Utara. Luas seluruh areal sebesar 18,3 hektar dengan kapasitas
produksi mencapai 600 ribu ton semi coke / tahun dengan metode upgrade
pemanasan mencapai 1 juta ton / tahun dengan produk turunan menghasilkan
Coal Tar dan Coke Gas.
4.4 Bagan Alir Hilirisasi
4.5 Product Quality

Adapun produk yang dihasilkan menjadi 3 bagian yaitu Typical Komposisi


Ultimate Semi Kokas, Typical Komposisi Proaximate Semi Kokas dan Typical
Komposisi Ultimate Kadar Tar dengan kandungan batubara yang berbeda.
4.6 Benefits
Adapun keuntungan yang diperoleh sebagai penerimaan Negara dan
Daerah, Penyerapan Tenaga Kerja, Pengembangan Usaha Jasa Lokal,
Penyerapan Barang / Jasa Lokal, Pembangunan Infrastruktur, Pertumbuhan
Perekonomian dan Peningkatan Kesejahteraan dan Kesehataan.

6. Kesimpulan
6.1 Saran / Usulan
- Hilirisasi membantu pemanfataan batubara secara optimal karena
kalau tidak akan menjadi sumber daya alam yang tersia-siakan.
- Hiliriasai adalah aktifitas padat modal dengan biaya proses yang
lumayan tinggi, sehingga diharapkan ada keringanan atau insentif
yang dapat mendorong para produsen atau pemodal untuk invest.
- Insentif / fasilitas yang diperoleh MEK saat ini :
• Tax Holiday, Feb 2020.
• Pembebasan Bea masuk (melalui Master List) atas impor mesin
(terutama semi cokes)
- Usulan Tambahan Insentif / Fasilitas:
• Penurunan royalty untuk produk ex PKP2B rendah kalori.
• Pengakuan pemenuhan DMO terhadap Produsen batubara yang
mensupply kebutuhan batubara input semi cokes (produser
batubara baik berkalori rendah ataupun berkalori tinggi)
• Kewajiban smelter dan pengguna produk olahan untuk
menggunakan semicokes produksi lokal.
- Lokasi Plants hilirisasi batubara paling optimal berada di dekat atau di
dalam wilayah pertambangan produser batubara input-Overlapping
plants hilirisasi wilayah pertambangan, Pemerintah perlu membantu
percepataan izin-izin yang dibutuhkan terutama yang berhubungan
dengan pembangunan PT MEK memerlukan waktu yang cukup lama
untuk mendapatkan izin lingkungan dikarenakan plants berada dalam
wilayah pertambangan PT PKN MEK mesti melakukan dua tahap,
Pertama mengurus izin atas nama PKN (karena secara hukum tidak
ada izin diatas izin). Kedua merubah izin lingkungan dari PKN ke
MEK.
6.2 Evaluasi Ekonomi
- Pengalaman PKN di upgrading dan PLTU menunjukan agar
semicokes plant menjadi menarik atau ekonomis.
• Tidak bisa single produk (hanya semicokes) karena yield
maksimal 65%. Mesti ada upaya untuk pemanfataan produk yang
biasanya dibuang / waste (gas, flare dan cairan / tar).
• Disamping semicokes plant MEK juga memanfaatkan gas hasil
karbonisasi (coke oven gas) disalurkan untuk memanaskan boiler
selanjutnya menghasilkan uap yang dapat dirubah generator
untuk menghasilkan listrik (PLTUG).
• Tar yang dihasilkan lewat refinery diproses menjadi MFO (Marine
Fuel Oil).
- Investasi sekitar $81 juta untuk menghasilkan semicokes dengan
kapasitas input 1 juta ton, dan output 600 ribu ton semi cokes / tahun,
listrik 30 MW, dan tar/MFO 50 ribu ton / tahun.
- Tingkat pengembalian (IRR) di atas weighted average cost of capital
sehingga investasi ini layak untuk dijalankan.

Anda mungkin juga menyukai