Anda di halaman 1dari 52

Tugas Besar

Diajukan untuk Memenuhi sebagian dari


salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah Geometrik Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil

Dosen :
AMAR MUFHIDIN, S.T., M.T.

Oleh:
(Meyta Yala Puspita Darsono)
(41119210036)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA

2019
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas besar
mengenai “Perencanaan Dan Perhitungan Geometrik Jalan Raya”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan masih banyak kelemahan dan
kekurangan, baik dari materi pembahasan dan cara penyampaiannya, hal tersebut disebabkan
keterbatasan kemampuan penulis dan sekaligus merupakan hambatan yang penulis rasakan
selama ini. Namun demikian, berkat dorongan dan bantuan semua pihak akhirnya laporan ini
dapat diselesaikan.
Akhir kata, walaupun masih terdapat banyak kelemahan, mudah-mudahan laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Bekasi, 03 Juli 2020

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3
1.2 Tujuan Penyusunan...................................................................................................4
1.3 Metode Penyusunan..................................................................................................4
1.4 Sistematika Penulisan...............................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
LANDASAN TEORI................................................................................................................5
2.1. Sejarah Jalan Raya di Indonesia..........................................................................5
2.2. Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan Raya....................................................................7
GEOMETRIK JALAN RAYA
2.3. Penampang Melintang Jalan..................................................................................15
BAB III....................................................................................................................................30
DASAR-DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN............................................30
3.1. Penentuan Centre Line...........................................................................................30
3.2. Perhitungan Koordinat...........................................................................................31
3.3. Alinyemen Horizontal.............................................................................................31
3.4. Alinyemen Vertikal.................................................................................................36
BAB IV...................................................................................................................................38
PERHITUNGAN PERENCANAAN....................................................................................38
GEOMETRIK JALAN RAYA.............................................................................................38
4.1. Perencanaan dan Perhitungan Alinyemen Horizontal........................................38
4.2. Perencanaan dan Perhitungan Alinyemen Vertikal............................................44
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting
terutama dalam mendukung kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya serta
lingkungan. Jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai
keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh
kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk
struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Dalam mewujudkan prasarana transportasi darat yang melalui jalan, harus terbentuk
wujud jalan yang menyebabkan pelaku perjalanan baik orang maupun barang, selamat
sampai di tujuan, dan dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan,
perjalanan harus dapat dilakukan secepat mungkin dengan biaya perjalanan yang adil
sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Disamping itu, GEOMETRIK
adalah hal yang
JALAN RAYA
ideal untuk pelaku perjalanan, selain dapat dilakukan dengan selamat, cepat dan murah, juga
nyaman, sehingga perjalanan tidak melelahkan.
Jadi dalam penyusunan tugas terstuktur jalan raya ini akan diuraikan apa saja dan
bagaimana persyaratan yang sesuai mengenai perhitungan serta pembuatan jalan raya apakah
sesuai dengan kategori jalan raya yang baik, yang memenuhi persyaratan desain dalam segi
kenyamanan, keamanan dan segi ekonomi. Hal tersebut tentu saja sangat perlu
mempertimbangkan tofografi serta apa saja dasar-dasar perencanaan geometrik jalan raya itu.
Untuk lebih jelasnya mengenai hal-hal yang menyangkut jalan raya tersebut di atas akan
diuraikan pada bab-bab berikutnya.

1.2 Tujuan Penyusunan


Adapun tujuan dari penyusunan laporan ini antara lain adalah :
 Menambah dan memberikan pemahaman tentang perencanaan dan perhitungan
geometrik jalan raya dalam mata kuliah Teknik Jalan Raya.
 Mengetahui tata cara perencanaan dan perhitungan dalam proses merencanakan
geometrik jalan raya dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
 Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Jalan Raya.

1.3 Metode Penyusunan


Data yang diperlukan didapat dari studi literature atau studi kepustakaan, dimana data
yang dihimpun berasal dari hasil membaca dan mempelajari buku-buku sumber yang ada
hubungannya dengan masalah yang dibahas, serta materi-materi yang didapat penulis pada
saat perkuliahan ditambah dengan data empiris yang penulis dapatkan selama ini.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan sebagai berikut :

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penyusunan
1.3 Metode Penyusunan
1.4 Sistematika Penyusunan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Jalan Raya di Indonesia GEOMETRIK JALAN RAYA
2.2 Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan Raya
2.3 Penampang Melintang Jalan
BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
3.1 Penentuan Centre Line
3.2 Perhitungan Koordinat
3.3 Alinyemen Horizontal
3.4 Alinyemen Vertikal
BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA
4.1 Perencanaan dan Perhitungan Alinyemen Horizontal
4.2 Perencanaan dan Perhitungan Alinyemen Vertikal
4.3 Perhitungan Volume Galian dan Timbunan Tanah
BAB V PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Sejarah Jalan Raya di Indonesia

Pembangunan jalan raya di Indonesia sesungguhnya telah dimulai sejak berdirinya


kerajaan-kerajaan tertua di wilayah Nusantara, antara lain pada zaman kejayaan kerajaan
Tarumanegara, kerajaan Melayu, kerajaan Kutai, kerajaan Sriwijaya, dan kerajaan lainnya
mulai tahun 400 hingga tahun 1519 Masehi. Pada zaman kejayaannya kerajaan tersebut
merupakan pusat perdagangan yang ramai dikunjungi, baik oleh para pedagang mancanegara
khususnya India, Cina, Portugis dan Belanda, tetapi ramai juga dikunjungi dari berbagai
pelosok Nusantara. Dalam menjalankan kegiatan perdagangannya mereka juga membangun
jalan untuk mengangkut barang-barang dagangannya, dan mengangkut batu-batu besar untuk
membangun candi-candi sebagai tempat peribadatan. Sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas bagaimana bentuk dan susunan konstruksi jalan yang dibuat.
GEOMETRIK
Mendaratnya armada Belanda di wilayah Ujung Kulon Banten tahun JALAN RAYA
1596 serta
berdirinya VOC tahun 1605 turut memperbanyak jalur jalan, yaitu dari pusat-pusat pertanian
dan perkebunan rakyat menuju ke dermaga pelabuhan eksportuntuk mengangkut hasil bumi
kekayaan alam Indonesia ke negeri asalnya.
Dibawah pemerintahan Gubernur Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels, mereka
membangun jalan Pos di pulau Jawa pada tahun 1808-1811. Pembangunan jalan Pos tersebut
mebentang dari Anyer di ujung barat Pulau Jawa sampai ke Panarukan di ujung timur, yaitu
melalui kota Jakarta, Bandung, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Surabaya dan Kota
Banyuwangi sepanjang kurang lebih 1500 kilometer.
Jalan antara Anyer-Panarukan ini hingga sekarang masih dipergunakan dan lebih
dikenal sebagai Jalan Spektakuler di Indonesia. Hal ini disebabkan karena jalan tersebut
dibangun memperkerjakan rakyat Indonesia dengan kerja paksa tanpa diberi upah, akan tetapi
mereka akan menerima sangsi hukuman yang berat bila tidak melaksanakannya. Hal ini
dilakukan oleh pemerintah penjajahan Belanda hanya untuk kepentingan strategi
penjajahannya, antara lain untuk mempermudah pergerakan militer dan pergerakan alat-alat
kekuasaannya untuk menguasai bangsa dan rakyat Indonesia, seta untuk menghadapi
ancaman kerajaan Inggris sebagai saingannya.
Pada tahun 1830 pemerintah penjajahan Hindia-Belanda menjalankan siasat tanam
paksa, dimana rakyat Indonesia dipaksa dan diwajibkan mengolah lahan pertaniannya agar
menghasilkan jenis-jenis komoditi tertentu yang mereka perlukan, antara lain kopi, tembakau,
nila dan tanaman lainnya sebagai bahan eksport untuk keperluan bangsanya. Disini jaringan
jalan sebagai hasil kerja paksa dipergunakan oleh pemerintah Belanda untuk mengangkut
hasil-hasil tanam paksa, yaitu mengangkut hasil-hasil bumi dari daerah pedalaman ke daerah
dermaga serta untuk mempermudah penguasaan atas rakyat.
Demikianlah perkembangan pembangunan jaln di Indonesia khususnya di Pulau Jawa,
yang kemudian pada zaman setelah Indonesia merdeka jalan-jalan tersebut diupayakan terus-
menerus, diperbaiki, disempurnakan, dan ditingkatkan kualitas konstruksinya, yaitu sesuai
dengan perkembangan ilmu dan kemajuan teknologi pembangunan jalan raya dan
kemampuan dana yang dimiliki.
Pemerintah Indonesia dewasa ini terus berupaya membangun dan mengembangkan
jaringan jalan raya baru, antara lain bertujuan untuk membuka isolasi daerah terpencil
diseluruh pedalaman wilayah Nusantara, serta untuk mendorong pertumbuhan sosial ekonomi
dan budaya masyarakat, serta berperan sebagai jalur konstribusi pengendali perekonomian
bangsa.
GEOMETRIK JALAN RAYA
Beberapa jalur jalan raya modern yang berhasil dibangun oleh pemerintah Republik
Indonesia, antara lain :
 Jalan bebas hambatan (free way) Tol Jagorawi sepanjang 53 kilometer di Jawa Barat.
 Jalan raya Trans-Sumatera, antara Sawah Tambang di Sumatera Barat sampai Muara
Bungo di Propinsi Jambi sepanjang 200 kilometer.
 Jalan raya Amura-Duluduo sepanjang 200 kilometer di Sulawesi Utara.
 Jalan bebas hambatan (free way) Tol Cikampek sepanjang 60 kilometer di Jawa Barat.
 Jalan bebas hambatan Medan-Tanjung Merawa di Sumatera Utara.
Kemudian berturut-turut dibangun Jalan tol Jakarta-Merak, Jalan tol Padalarang-
Cileunyi di Bandung, Jalan tol Krapyak-Spondol di Semarang, serta sejumlah ruas jalan raya
lainnya yang tersebar di seluruh pelososk Nusantara yang telah berhasil dilakukan pelebaran
badan jalan, peningkatan mutu lapisan konstruksi perkerasan (overlay) serta peningkatan
kelas jalan.
Dan akhirnya sekitar tahun 1990, jalan layan (fly over) pertama telah pula berhasil
dibangun antara Cawang-Tanjung Priok Jakarta dengan menggunakan sistem Sostrobahu,
yaitu sebagai buah karya cemerlang yang membanggakan hasil temuan dari Ir. Tjokorda
Raka Sukawati.

2.2. Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan Raya

Jalan raya adalah suatu lajur ytanah yang disediakan khusus untuk sarana/prasarana
perhubungan darat yang dibuat sedemikian rupa untuk elayani kelancaran arus lalu lintas.
Kelancaran lalu lintas di jalan raya sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan pelayanan
yang dapat diberikan oleh setiap bagian jalan raya tersebut, antara lain oleh lebar jalan dan
jumlah jalur.
Agar tedapat kesesuaian antara kepadatan lalu lintas dengan tingkat pelayanan jalan,
maka ditetapkan klasifikasi dan spesifikasi suatu jalan raya. Klasifikasi dan spesifikasi
tersebut sangat berguna dan dapat memberikan kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu
lintas yang perlu dilayani oleh setiap bagian bagian jalan. Kalsifikasi dan spesifikasi jalan
raya dapat dibedakan menurtu fungsi pelayanan menurut kelas jalan, mnurut keadaan
topografi, penggolongan layanan administrasi dan menurut jenis jenis jalan raya.
GEOMETRIK JALAN RAYA

2.2.1. Menurut Fungsi Pelayanan


Jalan raya menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1980 tentang jalan raya, serta
peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1985, maka sistem jaringan jalan raya Indonesia
dibedakan atas sistem jalan raya Primer dan sistem jalan raya Sekunder.
 Sistem jalan raya primer
Sistem jalan raya primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk pengembangan semua wilayah pada tingkat
Nasional, yaitu dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.
Pada sistem jaringan ini jaringan jalan ryaa primer menghubungkan simpul-simpul jasa
distribusi penting meliputi:
a. Jalan raya dalam suatu satuan wilayah pengembangan yang menghubungkan secara
menerus Ibu Kota provinsi, Ibu Kota kabupaten/kota, Kota-kota kecamatan dan kota-
kota yang lebih kecil pada jenjang di bawahnya.
b. Menghubungkan antar Ibu kota provinsi yang satu dengan ibu kota Provinsi lainnya
(anta ribu kota Provinsi).
 Sistem jalan raya Sekunder
Jalan raya sekunder merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat dalam kota. Ini berarti bahwa jaringan jalan sekunder
direncanakan menurut ketentuan pengaturan tata ruang pembangunan perkotaan, yaitu
berfungsi menghubungkan wilayah yang mempunyai fungsi primer dan fungsi sekunder serta
pelayanan jaringan jalan dari rumah ke rumah.
Oleh sebab itu jaringan jalan sekunder disebut juga “jalan kolektor
(pengumpul/pembagi)”, yaitu berfungsi menjamin kelancaran menumpulkan dan
mendistribusikan bahan bahan pokok kebutuhan masyarakat dari kota kota penting tertentu
ke kota kota yang lebih kecil. Selain itu jugaberfungsi untuk melayani keperluan lalu lintas
pada daerah disekitarnya
Dalam hubungannya dengan perencanaan geometriknya, ketiga golongan jalan
tersebut dibagi dalam kelas-kelas yang penetapannya sangat ditentukan oleh perkiraan
besarnya lalu lintas yang diharapkan akan ada pada jalan tersebut. (PP NO. 13/1970).
Sedangkan menurut PP NO. 26 Tahun 1985 jalan mempunyai suatu sistem jaringan
jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada
dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. Menurut peranan pelayanan
GEOMETRIK JALAN RAYA
jasa distribusinya, sistem jaringan jalan terdiri dari :
- Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud kota.
- Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.
Pengelompokan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi :
- Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh, dengan kecepatan rata-
rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
- Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpullam dan pembagian
dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat, dengan kecepatan rata-rata rendah
dan jumlah jalan masuk dibatasi.
- Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-ratanya rendah dengan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Sedangkan persyaratan jalan sesuai dengan peranannya dapat dirinci sebagai berikut
(PP No. 26 Tahun 1985) :
1. Jalan Arteri Primer
- Kecepatan rencana minimum 60 km/jam
- Lebar badan jalan minimum 8 meter
- Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
- Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulak alik, lalu
lintas lokal dan kegiatan lokal
- Jalan masuk dibatasi secara efisien (jarak antar jalan masuk/akses langsung
tidak boleh lebih pendek dari 500 meter)
- Persimpangan dengan jalan lain dilakukan pengaturan tertentu sehingga tidak
mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan
- Tidak terputus walaupun memasuki kota
- Persyaratan teknis jalan masuk ditetapkan oleh Menteri.
2. Jalan Kolektor Primer
- Kecepatan rencana minimum 40 km/jam
- Labar badan jalan minimum 7 meter
- Kapasitas sama dengan atau lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
- Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana
dan kapasitas jalan (jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih
GEOMETRIK JALAN RAYA
pendek dari 400 meter)
3. Jalan Lokal Primer
- Kecepan rencana minimum 20 km/jam
- Lebar minimum 6 meter
- Tidak terputus walaupun melalui desa
4. Jalan Arteri Sekunder
- Kecepatan rencana minimum 20 km/ jam
- Lebar badan jalan minimum 8 meter
- Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
- Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat
- Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana
dan kapasitas jalan (jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih
pendek dari 250 meter).
- Persimpangan denga pengaturan tertentu, tidak mengurangi kecepatan dan
kapasitas jalan.
5. Jalan Kolektor Sekunder
- Kecepatan rencana minimum 20 km/jam.
- Lebar badan jalan minimum 7 meter.
- Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan
rencana dan kapasitas jalan (jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh
lebih pendek dari 200 meter).
6. Jalan Lokal Sekunder
- Kecepatan rencana minimum 10 km/jam.
- Lebar badan jalan minimum 5 meter.
- Persyaratan teknik diperuntuk bagi kendaraan beroda atau lebih
- Lebar badan jalan tidak diperuntuk bagi kendaraan beroda tiga atau lebih,
minimal 3,5 meter.

2.2.2. Kelas Jalan


Menurut PP NO. 13 Tahun 1970 kelas jalan dapat digambarkan sebagai berikut :
 Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penetapannya kecuali didasarkan pada fungsinya
juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang diharapkan
akan menggunakan jalan yang bersangkutan.
 Volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) yang besarnya
GEOMETRIK JALAN RAYA
menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan.
 Klasifikasi jalan tersebut adalah sebagai berikut :

KLASIFIKASI LALU LINTAS


HARIAN RATA²
Fungsi kelas
(LHR) dalam smp.
UTAMA I > 20.000
SEKUNDER II A 6.000 sampai 20.000
II B 1.500 sampai 8.000
II C < 2.000
PENGHUBUNG III -

Dalam menghitung besarnya volume lalu lintas untuk keperluan penetapan kelas
jalan, kecuali untuk jalan-jalan yang tergolong dalam kelas IIC dan III, kendaraan yang tak
bermotor tak diperhitungkan dan untuk jalan-jalan kerlas IIA dan I, kendaraan lambat tak
diperhitungkan.
Khusus untuk perencanaan jalan-jalan kelas I, sebagai dasar harus digunakan volume
lalu lintas pada saat-saat sibuk. Sebagai volume waktu sibuk yang digunakan untuk dasar
suatu perencanaan ditetapkan sebesar 15% dari volume harian rata-rata. Volume waktu sibuk
ini selanjutnya disebut volume tiap jam untuk perencanaan atau disingkat VDP, jadi VDP =
15% LHR.
Sedangkan untuk pembagian kelas jalan yang diatur oleh PP NO. 43 Tahun 1993
tentang prasarana dan lalu lintas jalan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UULLAJ
No. 14/1992. Pembagian kelas tersebut adalah :
- Jalan kelas I
Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 10000 mm, dan muatan
sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton.
- Jalan kelas II
Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18000 mm dan muatan
sumbu terberat diijinkan 10 ton.
- Jalan kelas IIIA
GEOMETRIK JALAN RAYA
Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18000 mm dan muatan
sumbu terberat diijinkan 8 ton.
- Jalan kelas IIIB
Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12000 mm dan muatan
sumbu terberat diijinkan 8 ton.
- Jalan kelas IIIC
Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9000 mm dan muatan
sumbu terberat diijinkan 8 ton.

2.2.3. Topografi/Train
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan dan pada
umumnya mempengaruhi alignment sebagai standard perencanaan geometrik seperti landai
jalan, jalan pandangan, penampang melintang dll nya. Bukit, lembah, sungai dan danau
sering memberikan pembatasan terhadap lokasi dan perencanaan.
Untuk memperkecil biaya pembangunan jalan, maka standard perencananan
geometrik perlu sekali disesuaikan dengan keadaan topografi, sehingga jenis medan dibagi
menjadi tiga golongan umum berdasarkan besarnya kelerengan melintang dalam arah kurang
lebih tegak lurus sumbu jalan raya.
Adapun pengaruh medan meliputi hal-hal seperti :
1. Tikungan : Jari-jari tikungan dan pelebaran pekerasan diambil sedemikian rupa
sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan-kendaraan dan
pandangan bebas yang cukup luas.
2. Tanjakan : Adanya tanjakan yang cukup curam, dapat mengurangi kecepatan
kendaraan dan kalau tenaga tariknya tidak cukup, maka berat muatan
kendaraan harus dikurangi yang berarti mengurangi kapasitas angkut dan
sangat merugikan. Karena itu diusahakan supaya tanjakan dibuat landai.
3. Penampang Melintang jalan
4. Trase
Klasifikasi medan dan besarnya ke lerengan melintang
Golongan medan Lereng melintang
- Datar (D) 0 sampai 9,9%
GEOMETRIK JALAN RAYA
- Bukit (B) 10 sampai 24,9%
- Gunung (G) 25% keatas.

2.2.4. Jenis-Jenis Jalan Raya


Definisi untuk berbagai jenis jalan raya (juga untuk istilah-istilah lain) dipersiapkan
pada tahun 1968 oleh AASHO Special Committee on Nomenclature. Kemudian diterbitkan
sebagai ASSHO Highway Definition. Beberapa diantaranya adalah :
- Expressway (jalan ekspres).
Jalan raya arteri yang terpisah untuk lalu lintas yang menerus dengan
pengendalian jalan masuk sepenuhnya atau sebagian (lihat dibawah). Biasanya
dilengkapai dengan perpotongan tak sebidang pada apersimpangan jalan-jalan utama.
- Freeway (jalan bebas hambatan).
Adalah jalan ekspres dengan pengendalian jal;an masuk sepenuhnya.
- Parkway (jalan dengan median rumput).
Jalan raya arteri untuk lalu lintas bukan komersil dengan pengendalian jalan
masuk sepenuhnya atau sebagian.
- Control of access (pengendalian jalan masuk).
Kondisi di mana hak pemilik atau penghuni daerah di sekitarnya atau orang
lain atas jalan masuk, lampu, udara, atau pemandangan yang berhubungan dengan
jalan raya dikendalikan oleh pihak yang berwenang baik sepenuhnya baik sebagian.

Jenis jalan raya lainnya tidak memiliki pengendalian jalan masuk, yaitu :
- Jalan utama atau jalan raya utama (major street or major highway).
Jalan raya arteri dengan persimpangan sebidang dan berhubung langsung
dengan daerah pemilikan yang berdekatan, dan menggunakan standar lampu lali lintas
serta disain geometrik lainnya guna memperlancar lalu lintas yang bergerak lurus.
- Jalan atau jalan raya untuk kendaraan yang bergerak lurus (through street or through
highway).
Setiap jalan raya atau bagiannya di mana arus kendaraan diberikan daerah
milik jalan yang istimewa, dan tempat masuk arus kendaraan dari jalan raya yang
memotong ditetapkan oleh hukum untuk memberi jalan kepada kendaraan pada jalan
raya yang bergerak lurus dengan menggunakan rambu henti atau rambu peringatan.
- Jalan lokal (local road).
GEOMETRIK JALAN RAYA
Adalah jalan yang terutama digunakan untuk memasuki daerah pemukiman,
perdagangan, atau daerah lain yang berdekatan.

Pengertian setepatnya untuk jenis jalan raya lainnya seperti jalan arteri, belt, bypass
(jalan raya di pinggir kota), radial, dan frontage juga diberikan. Pembahasan yang lebih
terinci mengenai lokasi dan disain secukupnya untuk beberapa jenis jalan raya dapat dilihat
pada bagian lain buku ini. Harap diingat bahwa freeway (jalan bebas hambatan) merupakan
fasilitas jalan raya pada tingkat yang teringgi karena pada jenis jalan lainnya beberapa
keuntungan/kelebihan tertentu tidak ditemui. Beberapa kelebihan ini meliputi hal-hal sebagai
berikut :
- Kapasitas (capacity).
Pada jalan bebas hambatan, tidak adanya persimpangan atau perpotongan
sebidang serta tidak adanya gesekan tepi sebagai akibat pengendalian jalan masuk
menyebabkan kendaraan dapat bergerek tanpa rintangan sepanjang waktu.
- Mengurangi waktu tempuh.
Pada jalan bebas hambatan, waktu yang hilang akibat berhenti dan menunggu
kendaraan lain di sebuah persimpangan dapat dihilangkan. Selain itu sebagian besar
konflik yang dapat mengakibatkan kecelakaan dapat dikurangi, kecuali pada keadaan
yang tidak diperkirakan. Secara normal pengemudi dapat berjalan dengan kecepatan
tinggi dan tetap.
- Lebih aman.
Pada jalan bebas hambatan, pengurangan konflik pada persimpangan jalan dan
sepanjang kedua tepi jalan serta pemagaran tempat pejalan kaki dari daerah milik
jalan dapat mengurangi jumlah kecelakaan secara nyata.
- Permanen.
Pengendalian jalan masuk sepanjang jalan bebas hambatan mencegah
pertumbuhan sektor perdagangan atau aktifitas lainnya di sepanjang tepi jalan. Tanpa
pengendalian jalan masuk, aktifitas-aktifitas ini sering menimbulkan lalu lintas dan
parkir yang tidak diinginkan. Dalam waktu singkat, kapasitas jalan akan menurun dan
kemungkinan akan meningkat.
- Mengurangi biaya operasi, konsumsi bahan bakar, polusi udara, dan kebisingan.
Pengoperasian kendaraan yang lebih halus dan penghentian kendaraan
sesedikit mungkin dapat mengurang konsumsi bahan bakar serta biaya operasilainnya.
Berkurangnya konsumsi bahan bakar selanjutnya akanmengurangi polusi udara.
GEOMETRIK JALAN RAYA
Pengoperasian kendaraan yang lebih halus dengan sesedikit mungkin berhenti juga
sangat mengurangi kebisingan, terutama yang diakibatkan oleh truk.

2.2.5. Sistem Administrasi


Menurut status dan wewenang pembinaannya, jalan dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
- Jalan Nasional/Negara adalah jalan yang menghubungi ibukota-ibukota propinsi
- Jalan Propinsi adalah selain melayani dalam lingkungan propinsi, juga bertugas
menghubungi dengan ibukota-ibukota propinsi lain.
- Jalan Kabupaten/Kotamadya adalah jalan yang meliputi lingkungan kabupaten &
kotamadya yang bersangkutan
- Jalan Desa adalah jalan-jalan yang ada pada lingkungan desa
- Jalan Khusus
Untuk masing-masing jalan tersebut diatas, maka pembina jalan dilimpahkan ke instansi
sebagai berikut :
- Jalan Nasional adalah Meneteri PU atau pejabat yang ditunjuk
- Jalan Propinsi adalah Pemda Tingkat I atau instansi yang ditunjuk
- Jalan Kabupaten adalah Pemda Tingkat II Kabupaten atau instansi yang ditunjuk
- Jalan Kotamadya adalaah Pemda Tingkat II Kotamadya atau instansi yang ditunjuk
- Jalan Desa adalah Pemerintah Desa/Kelurahan
- Jalan Khusus adalah Pejabat atau orang yang ditunjuk

2.3. Penampang Melintang Jalan


2.3.1. Jalur Lalu Lintas
Jalur Lalu Lintas (Traveled Way) adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu
lintas kendaraan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1993), termasuk
pada simpang, bukaan median, taper (jalur untuk tanjakan - percepatan - perlambatan -
belok)
Fisik berupa perkerasan, dibatasi oleh median, bahu, trotoar, pulau jalan atau separator.
Beberapa tipe jalan, diantaranya:
GEOMETRIK JALAN RAYA
- 2/2 TB (2/2 UD) : 2 lajur, 2 jalur, tak terbagi
- 2/1 TB (2/1 UD) : 2 lajur, 1 jalur, tak terbagi
- 4/2 B (4/2 D) : 4 lajur, 2 jalur, terbagi
- n/2 B (n/2 D) : n lajur, 2 jalur, terbagi
Adapun lebar jalur untuk jalan antara kota, yang ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur
sesuai dengan volume arus lalu lintas harian rencana (VLHR), dikemukakan tabel di bawah
ini.
VLHRTabel LebarArteri Kolektor
Jalur Ideal & Minimum Untuk Jalan Antar Lokal
Kota (meter)
(smp/jam Ideal Keterangan,
Minimum **) Mengacu
Ideal pada persyaratan
Minimum ideal Minimum
Ideal
) terbagi, masing-masing n x 3.5 m, n: jumlah lajur perjalur. - Tidak ditentukan
*) 2 jalur
< 3000 6.0 4.5 6.0 4.5 6.0 4.5
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
3000 - 7.0 6.0 7.0 6.0 7.0 6.0
10000
10001 - 7.0 7.0 7.0 ** - -
25000
> 25000 2n x 3.5* 2 x 7.0* 2n x 3.5* ** - -
Lebar jalur minimum untuk ruas jalan antar kota adalah 4.5 meter dan untuk ruas
jalan perkotaan adalah 4,0 meter, yang maish memungkinkan 2 kendaraan kecil dapat saling
berpapasan. Namun bila yang saling berpapasan dua kendaraan besar atau salah satunya
kendaraan besar, maka dapat kendaraan-kendaraan tersebut dapat menggunakan bahu jalan.

Lebar lajur kendaraan ditentukan berdasarkan pertimbangan beberapa hal sebagai berikut:
- Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapatdiikuti oleh lintasan
kendaraan lain dengan tepat.
- Lajur kendaraan tak mungkin tepat samadengan lebar kendaraan maksimum. Untuk
keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang gerak antar
kendaraan.
- Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena
kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya samping seperti tidak ratanya
permukaan, gaya sentrifugal di tikungan dan gaya angin akibat kendaraan lain
menyiap.
Lajur (Lane) adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dengan atau tanpa
marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan,
selain sepeda motor (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 TahunGEOMETRIK
1993). JALAN RAYA

Lebar lajur tergantung dari kecepatan rencana dan kendaraan rencana, di samping fungsi dan
kelas jalan, sebagaimana tabel 2.2.

Tabel Lebar Lajur Jalan Ideal Untuk Jalan Antar Kota

Fungsi Jalan Kelas Jalan Lebar Lajur Ideal (m)


Arteri I, II, IIIA 3.75 3.50
Kolektor IIIA, IIIB 3.00
Lokal IIIC 3.00

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997

Jumlah lajur ditetapkan berdasar tingkat kinerja ruas jalan (v-c ratio, MKJI 1994)
Untuk kelancaran sistem drainase permukaan jalan, maka lajur lalu lintas pada alinyemen
lurus harus diberi kemiringan melintang normal sebesar:
• 2 - 3 % untuk jalan dengan perkerasan aspal atau beton.

• 4 - 5 % untuk jalan dengan perkerasan kerikil

Dalam perencanaan lebar lajur didasarkan atas lebar kendaraan rencana ditambah
dengan kebebasan samping antar kendaraan. Kebebasan samping sangat ditentukan oleh
keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Bina Marga menentukan lebar kendaraan
rencana untuk kendaraan kecil 2.10 meter dan 2.60 meter untuk kendaraan rencana besar.
Pada jalan lokal yang kecepatan rendah Bina Marga menentukan lebar jalur lalu lintas
minimal 4.50 meter (2 x 2.25 meter) cukup memadai untuk jalan 2 lajur 2 arah, dan idealnya
adalah 6 meter (2 x 3.00 meter). Untuk jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi
dan volume tinggi lebar lajur kendaraan minimal 3.50 meter.

2.3.2. Volume Lalu Lintas.


Volume lalu- lintas menyatakan jumlah lalu- lintas per- hari dalam satu tahun untuk
kedua jurusan.Untuk ini memerlukan penyelidikan lapangan selama 24 jam selama 1 tahun
dan dilaksanakan tiap tahun dengan mencatat setiap jenis kendaraan bermotor dan kendaraan
fisik. GEOMETRIK JALAN RAYA
Jumlah lalu- lintas per- hari dalam satu tahun dinyatakan sebagai lalu- lintas harian
rata- rata ( disingkat sebagai “ LHR “= Lalu-lintas Harian Rata-rata ).
LHR = Jumlah lalu-lintas dalam 1 tahun
Jumlah hari dalam 1 tahun (365 hari)
Berhubung pada umumnya lalu-lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan
cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan tak bermotor
(kendaraan fisik), maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan (jumlah kendaraan
maximum yang melewati satu titik / tempat dalam satu satuan waktu) mengakibatkan adanya
pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu-lintas. Pengaruh
ini diperhitungkan dengan meng-okivalenkan terhadap kendaraan standard.
Faktor ekivalen (FE) yang digunakan untuk menilai setiap kendaraan terhadap
kendaraan standard didasarkan pada penelitian AASHO (American Association Stato Higway
Officials) dengan menggunakan kendaraan penumpang sebagai kendaraan standard yang
dinyatakan dengan faktor ekivalen = ( Fx E = 1).
Maka dengan demikian satuan LHR dengan satuan mobil penumpang (smp) atau passanger
car unit (PCU).
Faktor Ekivalen berdasarkan penelitian AASTHO :
 Sepeda FE = 0,5
 Mobil penumpang / sepeda motor FE = 1
 Truk ringan (berat kotor < 5 ton) FE = 2
 Truk sedang (berat kotor > 5 ton) FE = 2,5
 Truk berat (berat kotor < 10 ton) FE= 3
 Bus FE = 3
 Kendaraan tak bermotor (kendaraan fisik seperti gerobak) FE = 7
Seperti telah di katakan sebelumnya, bahwa untuk ini harus diketahui jumlah lalu
lintas per hari dalam satu tahun serta arah dan tujuan lalu lintas, sehingga perlu penyelidikan
lapangan terhadap setiap jenis kendaraan untuk mendapatkan data LHR.
Data LHR sudah cukup memuaskan untuk perencanaan jalan dengan arah lalu lintas
rendah, akan tetapi tidak menggambarkan secara memuaskan untuk lalu lintas tinggi,
GEOMETRIK JALAN RAYA
disebabkan data LHR untuk perencanaan jalan lalu lintas tinggi ada kelemahannya yaitu,
tidak dapat menggambarkan keadaan lalu lintas dalam satu hari secara berturut –turut.
Dalam hal tersebut diatas, maka untuk perencanaan jalan dengan lalu lintas tinggi
perlu di ambil sebesar volume jam per hari yang harganya 10-15% LHR, tergantung dari
fungsi jalan.

2.3.3. Sifat dan Komposisi Lalu Lintas


Sifat lalu lintas meliputi lambat dan cepatnya kendaraan yang bersangkutan
sedangkan komposisi lalu lintas menggambarkan jenis kendaraan yang melaluinya.
Dalam penggunaannya hanya dipakai kendaraan bermotor saja yang dibagi dalam
kelompok :
- Kendaraan penumpang (P) termasuk golongan ini semua jenis mobil penumpang dan
truk ringan seperti pick-up dengan ukuran sifat operasinya sesuai dengan mobil
penumpang.
- Kendaraan truk (T), termasuk golongan ini adalah truc tunggal, truk gandengan (berat
kotor > 3,5 ton) dan kendaraan bis.
- Volume Lalu-lintas Harian Rata-rata (VLHR), adalah prakiraan volume lalu lintas
harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/ hari.
- Satuan Mobil Penumpang (smp)
- Satuan arus lalu-lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi
kendaran ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp
- Ekivalensi Mobil Penumpang (emp)
- Faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan mobil penumpang atau
kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya pada perilaku lalu-lintas
(untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp = 1,0)
- Faktor (f)
Faktor F adalah variasi tingkat lalu-lintas per 15 menit dalam satu jam.
- Faktor VLHR (K)
Faktor untuk mengubah volume yang dinyatakan dalam VLHR menjadi lalu-lintas
jam sibuk.
- Volume Jam Rencana (VJR)
VJR adalah prakiraan volume lalu-lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu-lintas,
dinyatakan dalam smp/ jam, dihitung dengan rumus :
VJR = VLHR x K GEOMETRIK JALAN RAYA
F
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu-lintas lainnya
yang diperlukan.
- Kapasitas ( C )
Volume lalu-lintas maksimum (mantap) yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu
bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana geometrik, lingkungan,
komposisi lalu-lintas dsb).
- Derajat kejenuhan (DS)
Rasio volume lalu-lintas terhadap kapasitas

Kecepatan Rencana Lalu Lintas


Vr adalah kecepatan rencana pada suatub ruas jalan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan- kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu-lintas yang lenggang,
dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. Vr untuk masing – masing fungsi jalan
dapat ditetapkan sebagai berikut :

FUNGSI KECEPATAN RENCANA


JALAN VR ( Km/Jam)
DATAR BUKIT GUNUNG
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 – 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 – 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 – 30

Catatan : Untuk kondisi medan yang sulit, V R suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan
syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari
2.3.4. Bahu Jalan
Bahu Jalan (Shoulder) adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas.
Bentuk fisik bahu jalan diperkeras dan tidak diperkeras. Sedangkan fungsi bahu jalan,
meliputi:
- Sebagai lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara dan atau untuk tempat
parkir kendaraan.
- Sebagai ruang bebas samping bagi lalu lintas.
- Sebagai penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas
- Secara konstruksi, memberikan dukungan dari samping pada konstruksi jalur lalu
lintas
- Ruang untuk berhenti sementara kendaraan yang mogok atau sekedar berhenti karena
GEOMETRIK
pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, JALAN RAYA
atau untuk
istirahat.
- Ruang untuk menghindar pada saat-saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan.
- Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan
kapasitas jalan yang bersangkutan.
- Ruang yang bisa dimanfaatkan untuk penempatan alat-alat dan bahan material pada
waktu pengadaan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan.
- Ruang untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulan pemadam kebakaran,
yang sangat dibutuhkan pada kondisi darurat.
Untuk kelancaran sistem drainase, maka pada bahu jalan diberi kemiringan melintang
normal sebesar 3 - 5 %. Adapun lebar bahu jalan ideal dan minimum dikemukakan pada
tabel 2.3 untuk jalan antar kota dan tabel 2.4 & tabel 2.5 untuk jalan perkotaan.
Tabel Lebar Bahu Jalan Ideal & Minimum Untuk Jalan Antar Kota (meter)

VLHR Arteri Kolektor Lokal


(smp/jam) Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum
< 3000 1.5 1.0 1.5 1.0 1.0 1.0
3000 - 2.0 1.5 1.5 1.5 1.5 1.0
10000
10001 - 2.0 2.0 2.0 ** - -
25000
> 25000 2.5 2.0 2.0 ** - -

Keterangan, **) Mengacu pada persyaratan ideal


- Tidak ditentukan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997

Tabel Lebar Minimum Bahu kiri/luar Untuk Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Kelas Lebar bahu kiri/luar (m)


Tidak Ada Trotoar Ada
GEOMETRIK JALAN RAYA
Sta Pengecualian Lebar yang Trotoar
Mini Min diinginkan
m
Tipe I 1 2.0 1.75 3.25
2 2.0 1.75 2.50
Tipe II 1 2.0 1.50 2.50 0.5
2 2.0 1.50 2.50 0.5
3 2.0 1.50 2.50 0.5
4 0.5 0.50 0.50 0.5

Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)


Tabel Lebar Minimum Bahu Sebelah Kanan/Dalam Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Kelas Lebar bahu Kanan/Dalam (m)


Tipe I 1 1.00
2 0.75
Tipe II 1 0.50
2 0.50
3 0.50
4 0.50

Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)

Bahu jalan tidak diperlukan bila jalur lalu lintas telah dilengkapi dengan median, jalur
GEOMETRIK JALAN RAYA
pemisah (separator) atau jalur parkir.
Jenis bahu jalan berdasarkan tipe konstruksinya, bahu jalan dapat dibedakan menjadi :
 Bahu jalan yang diperkeras, yaitu bahu jalan yang dibuat dengan mempergunakan
bahan pengikat sehingga lebih kedap air. Bahu jenis ini digunakan jalan-jalan dimana
kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya. Seperti
jalan tol, disepanjang jalan arteri yang melintasi kota dan tikungan-tikungan jalan.
 Bahu jalan yang tidak diperkeras, yaitu bahu jalan yang dibuat dibuat dengan bahan
perkerasan jalan tanpa bahan pengikat. Bahu jalan yang tidak diperkeras biasanya
digunakan untuk daerah- daerah yang tidak penting, dimana kendaraan yang berhenti
dan menggunakan bahu jalan tidak begitu banyak.
Dilihat dari letak bahu terhadap arah lalu lintas, maka bahu jalan dapat dibedakan atas :
 Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outer shoulder), yaitu bahu jalan yang terletak
di tepi sebelah kiri dari jalur lalu lintas
 Bahu kanan/bahu dalam (right shoulder/inner shoulder), yaitu bahu yang
terletak di tepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.
Besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi oleh :
- Fungsi Jalan
Jalan Arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dari pada jalan lokal,
dengan demikian jalan arteri membutuhkan kekebasan samping, keamanan dan
kenyamanan yang lebih besar, hal ini menuntut lebar bahu yang lebih besar juga.
- Volume lalu lintas
Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu yang lebih besar dibanding
dengan volume lalu lintas yang lebih rendah.
- Kegiatan disekitar jalan
Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan lebar bahu
yang lebih besar dari pada jalan yang melintasi daerah rural, karena bahu jalan
tersebut akan dipergunakan pula sebagai tempat parkir dan pejalan kaki.
- Ada atau tidaknya trotoar
- Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah dan biaya
konstruksi.
Lereng Melintang Bahu Jalan
- Lereng melintang bahu jalan berfungsi untuk mengalirkan air hujan yang jatuh
GEOMETRIK
diatasnya dan meneruskan pengaliran air yang jatuh diatas perkerasan jalan. JALAN RAYA
Kemiringan bahu jalan yang tidak baik dan tidak bisa mengalirkan air hujan dari
perkerasan dan yang jatuh diatasnya, akan mengakibatkan air tergenang
dipermukaan jalan, hal ini akan mengakibatkan penurunan masa layan dari jalan
tesebut. Air yang tergenang di atas permukaan jalan secara konstruksi akan
mempercepat terjadinya kerusakan konstruksi jalan.

- Pada daerah tikungan tajam, kemiringan melintang jalur perkerasan juga


ditentukan dari kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat gaya sentrifugal yang
bekerja. Besar dan arah kemiringan melintang bahu jalan juga disesuaikan demi
keamanan pengemudi dan fungsi drainase itu sendiri.

2.3.5. Saluran Samping


Fungsi saluran samping adalah untuk mengalirkan air (hujan-utamanya) dari
permukaan perkerasan jalan ataupun dari bahu jalan, dan juga untuk menjaga agar konstruksi
(perkerasan) jalan selalu pada keadaan kondisi kering (tidak terendam air hujan)

Bentuk saluran sampIng umumnya trapesium dan empat persegi panjang. Untuk
daerah perkotaan, dimana daerah pembebasan jalan sangat terbatas, maka saluran samping
dapat dibuat empat persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar.
Sedangkan didaerah rural dimana pembebasan lahan bukan menjadi masalah, saluran
samping umumnya berbentuk trapesium. Dinding saluran dapat berupa pasangan batu
ataupun tanah asli.

Sedangkan dimensi saluran, hendaknya diestimasikan dengan metode saluran


ekonomis, yang didesain sesuai dengan debit air yang diperkirakan mengalir. Kelandaian
memanjang saluran biasanya mengikuti/menyesuaikan kelandaian jalan; dan bila terlalu
besar (terjal) bisa didesain dengan metode terasiring - boleh tidak mengikuti kelandaian
jalannya.

 Penampang saluran samping jalan tanpa pasangan.

Ketentuan-ketentuan untuk menentukan dimensi saluran samping tanpa pasangan :


a. Luas minimum penampang saluran samping tanpa pasangan adalah 0,50 m2.
b. Tinggi minimum saluran (T) adalah 50 cm.

Tabel Tinggi Saluran Samping jalan tanpa pasangan (T)


(Dengan lebar dasar saluran (D) 50 cm)
L=100m L=200m L=300 m L=400m
GEOMETRIK JALAN RAYA
T (%) Tinggi(cm) Tinggi(cm) Tinggi(cm) Tinggi(cm)
(Kemiringan (Luas Cm2) (Luas Cm2) (Luas Cm2) (Luas Cm2)
Saluran)
50 60 70 80
0-1 (5000) (6600) (8400) (10400)
50 50 60 70
1-2 (5000) (6600) (6600) (8400)
50 50 50 50
2-5 (5000) (5000) (5000) (6600)
50 50 50 50
5-10 (5000) (5000) (5000) (5000)

L = PANJANG SALURAN

 Penampang saluran samping jalan dengan pasangan.


Ketentuan-ketentuan umum untuk menentukan dimensi saluran jalan dengan
pasangan:
a. Luas minimum penampang saluran samping dengan pasangan adalah 0.50 m2.
b. Tinggi minimal saluran (T) adalah 70 cm.
2.3.6. Median
Median adalah sejalur lahan ang diperuntukkan untuk memisahkan jalur lalu lintas yang
berlawanan arah, penempatanperlengkapan jalan, tanaman perdu yang berakar tunggang,
sebagai fungsi estetika dan meredam sinar lampu kendaraan yang berlawanan arah.
Secara garis besar median berfungsi sebagai:
- Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat
mengontrol kendaraan pada saat-saat darurat.

- Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/mengurangi kesilauan lampu


besar dari kendaraan yang berlawanan arah pada malam hari.

- Menambah rasa kelegaan, kenyamanan, dan keindahan bagi pengemudi.

- Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.

Untuk memenuhi keperluan-keperluan tersebut, maka median jalan serta batas-batasnya harus
nyata oleh setiap pengemudi baik disiang hari maupun dimalam hari serta segala cuaca dan
keadaan. Lebar median bervariasi antara 1.0 -1.2 m.
2.3.7. Trotoar GEOMETRIK JALAN RAYA
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dangan jalur lalu lintas yang khusus
diperuntukkan untuk dipergunakan oleh para pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan
pejalan kaki maka trotoar harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik
berupa kereb. Perlu atau tidaknya disediakan trotoar sangat tergantung pada volume
pedestrian dan volume lalu lintas pemakai jalan tersebut.
Lebar trotoar yang dibutuhkan tergantung pada volume pejalan kaki, tingkat
pelayanan pejalan kaki yang diharapkan dan fungsi jalan. Lebar trotoar biasanya berkisar
antara 1.5 - 3 m.

 Penempatan trotoar
Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar ditempatkan di:
1. Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi.
2. Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap.
3. Daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan
dipasar dan pusat perkotaaan.
4. Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang
pendek, seperti misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit,
lapangan olahraga.
5. Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya
lapangan/gelanggang olahraga, masjid.
2.3.8. Kereb

Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, terutama
dimaksudkan untuk keperluan drainase, mencegah keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan
dan memberikan ketegasan tepi perkerasan.
Kereb pada umumnya digunakan pada jalan di daerah perkotaan, sedangkan jalan
antar kota kereb hanya digunakan jika jalan tersebut direncanakan untuk kecepatan tinggi
atau melintasi perkampungan. Bagian-bagian dari kereb yang merupakan parameter penting
dan banyak diatur dalam standar ini terdiri atas alas, dinding dalam, muka, penyambung, dan
parit. Perbedaan tipe kereb didasarkan pada tinggi dan perbedaan tinggi dinding dalam,
kelandaian muka, tingkat halangan yang mungkin ditimbulkan oleh komponen vertikal, dan
ada tidaknya lubang masuk (inlet) untuk mengalirkan air.
Berdasarkan fungsinya kereb dibedakan menjadi : GEOMETRIK JALAN RAYA
 Kereb peninggi (Mountable Curb), adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki
kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas (Parking
on Street). Untuk kemudahan didaki kendaraan maka kereb peninggi harus
mempunyai bentuk lengkung permukaan yang baik. Tingginya berkisar antara 10 - 15
cm.
 Kereb penghalang (Barrier Curb), adalah kereb yang direncanakan untuk
menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama
dimedian, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara
25 - 30 cm.
 Kereb berparit (Gutter Curb), adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk
system drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan untuk jalan yang memerlukan
system drainase perkerasan yang lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar
perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar
antara 10 - 20 cm.
 Kereb penghalang berparit (Barrier gutter Curb), adalah kereb penghalang yang
direncanakan untuk membentuk system drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar
antara 20 - 30 cm.

Struktur kereb adalah sebagai berikut:


1. Kereb dibuat dari beton dengan mutu fc=300 MPa (sebelumnya disebut beton K300);
ketentuan dan standar yang berlaku untuk perencanaan, pemeriksaan, dan evaluasi
beton dengan mutu fc=300 MPa berlaku untuk spesifikasi ini;

2. Ukuran butir agregat maksimum 20 mm;

3. Kereb dibuat tanpa penulangan, seluruh ketentuan yang berlaku untuk persyaratan
struktur tanpa tulangan berlaku untuk spesifikasi ini;

4. Kereb tidak boleh dicor di tempat, kecuali untuk kereb yang dipasang pada suatu
tepian jalan membentuk kurva dengan diameter < 2000 mm.

Konfigurasi kereb bersangkutan dengan tipe, bentuk, dan dimensi kereb harus diatur
secara optimum, sehingga rangkaian kereb dapat berfungsi: GEOMETRIK JALAN RAYA
1. Sebagai pembatas tepian badan jalan agar dapat memudahkan pengemudi untuk
mengidentifikasi jalur lalu lintas.
2. Sebagai pembatas dan fasilitas pejalan kaki untuk melindungi agar perjalan kaki tidak
tertabrak oleh kendaraan yang mengalami lepas kendali.
3. Sebagai bagian dari sistem drainase untuk mengalirkan air permukaan sehingga
perkerasan jalan terbebas dari genangan.
4. Sebagai elemen estetika dari jalan sehingga harmonis dengan lingkungan disekitarnya.

2.3.9. Pengaman Tepi

Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika
terjadi kecelakaan, dapat mecegah kedaraan keluar dari badan jalan. Umumnya
digunakan di sepanjang jalan yang menyusuri jurang, tanah timbunan dengan tikungan
tajam, pada tepi-tepi jalan dengan timbunan lebih besar dari 2,5 m, dan pada jalan-jalan
dengan kecepatan tinggi
Jenis -jenis pengaman tepi :
 Pengaman tepi dari besi yang digalvanisir (guard rail).
 Pagar pengaman dari besi dipergunakan untuk tujuan melawan tumbukan (impact)
dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga kendaraan
tetap bergerak dengan kecepatan yang makin melambat sepanjang pagar pengaman
dan diharapkan kendaraan tidak dengan tiba-tiba berhenti atau berguling keluar badan
jalan.
 Pengaman tepi dari beton (parapet)
Pengaman tepi dari beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan dengan
kecepatan rencana diatas 80 km/jam.
 Pengaman tepi dari tanah timbun
Pengaman tepi dari tanah timbun digunakan untuk kecepatan rencana < 80 km/jam.
 Pengaman tepi dari batu kali
Tipe ini dikaitkan dengan kemudahan mendapatkan bahan dan keindahan (nilai
estetika) dan digunakan pada jalan dengan kecepatan rencana < 60 km/jam.
 Pengaman tepi dari balok kayu
GEOMETRIK
Tipe ini dipergunakan pada jalan dengan kecepatan rencana dibawah 40 km/jam JALAN RAYA
dan pada
daerah parkir.

2.3.10. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)


Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan,
saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
Daerah Manfaat Jalan dibatasi oleh :
 Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan
 Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan ,dan
 Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan

2.3.11. Daerah Milik Jalan ( DAMIJA )


Daerah Milik Jalan (Damija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat
jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas
di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.
Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan
tinggi yang dikuasai oleh Pembina jalan dengan suatu hak tertentu. Biasanya pada jarak tiap
1 Km dipasang patok DMJ berwarna kuning.
Damija dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman
konstruksi jalan dengan ketinggian 5 meter dan kedalaman 1.5 meter. Sejalur tanah tertentu
diluar Damaja tetapi termasuk dalam daerah Damija dimaksudkan untuk memenuhi
persyaratan keluasan keamanan pengguna jalan dan untuk pengamanan jalan.

2.3.12. Daerah Pengawasan Jalan


Daerah pengawasan jalan adalah daerah sejalur tertentu yang terletak diluar Daerah
Milik Jalan, yang penggunaannya diawasi oleh Pembina Jalan, dengan maksud agar tidak
mengganggu padangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan, dalam hal ini tidak cukup
luasnya Daerah Milik Jalan.
Menurut Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK), 1997, lebar
Daerah Pengawasan Jalan, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut :
 Jalan arteri minimum 20 meter.
GEOMETRIK JALAN RAYA
 Jalan Kolektor minimum 15 meter.
 Jalan Lokal minimum 10 meter.
 Sedangkan untuk daerah tikungan lebar Dawasja ditentukan oleh jarak pandang bebas,
hal ini dimaksudkan untuk keselamatan pemakai jalan.
BAB III

DASAR-DASAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

3.1. Penentuan Centre Line

Dalam menentukan centre line kita akan menghadapi beberapa persoalan diantaranya
mengenai bentuk dari permukaan alam yang tidak teratur, turun naik kemudian keadaan tanah
dasar dan lain sebagainya.
GEOMETRIK JALAN RAYA
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan centre line diantaranya
yaitu :
- Garis centre line dibuat sependek mungkin.
- Route rencana jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau transis.
- Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan kedua diusahakan sepanjang –
panjangnya. ( 3,5 cm pada gambar dengan skala 1 : 10.000).
- Besar sudut belok disesuaikan dengan kecepatan rencana.
- Perbandingan galian dan timbunan 1 : 1 s/d 1 : 3.
Walaupun kita tahu bahwa jarak yang tersingkat untuk menghubungkan dua tempat
adalah merupakan garis lurus, tetapi dalam hal ini tidak mungkin untuk membuat centre line
selurus – lurusnya karena banyak menghadapi rintangan – rintangan yang berupa bukit,
lembah, sungai yang sukar dilalui, maka trase jalan dibuat sedemikian rupa dengan
memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan pemakai jalan.

3.2. Perhitungan Koordinat


Untuk menghitung koordinat ada dua alternatif hitungan, yaitu :
- Pengukuran lapangan langsung.
- Perhitungan pada peta topografi.
Pada perencanaan disini hanya akan dibahas perhitungan koordinat dari peta topografi.
Yaitu dengan cara menginterpolasi koordinat yang telah ada pada peta topografi yaitu dengan
adanya perpotongan sumbu X dan sumbu Y.
 Perhitungan jarak dilakukan dengan rumus di bawah ini :

d 1 = ( X 1 −X 0 )2 + ( Y 1 −Y 0 ) 2

 Perhitungan sudut tangen yaitu dengan mengurangkan azimuth awal dan azimuth
akhir.

 Perhitungan azimuth awal yaitu dengan rumus :


XA−X 1
α =arctg ⇒ Kuadran
YA−Y 1

3.3. Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal yang terdiri
dari garis – garis lurus yang dihubungkan dengan garis lengkung. Garis lengkung tersebut
dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan (spiral – circle – spiral), busur
GEOMETRIK JALAN RAYA
peralihan saja (spiral–spiral), ataupun busur lingkaran saja (circle).

3.3.1. Lengkung Peralihan


Lengkung peralihan merupakan lengkung untuk tempat peralihan penampang
melintang dari jalan lurus ke jalan dengan superelevasi.
Keuntungan dari penggunaan lengkung peralihan pada alinyemen horizontal :
- Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan untuknya,
tanpa melintasi lajur lain yang berdampingan.
- Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan
sebesar superelevasi secara berangsur – angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang
timbul.
- Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan dari
jalan lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan – tikungan yang tajam.
- Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, karena sedikit kemungkinan
pengemudi keluar jalur.
- Menambah keindahan bentuk dari jalan tersebut, menghindari kesan patahnya jalan
pada batasan bagian lurus pada lengkung busur lingkaran.

Lengkung spiral merupakan peralihan dari bagain lurus ke circle. Panjang lengkung
peralihan (spiral) diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya
sentripugal dari nol (pada bagian lurus) sampai sebesar :
3
m. v
K=
R . Ls
3
Vr V.K
Lsmin =0 , 022 −2 ,272
R .C C

dimana :
Ls = panjang spiral (m)
v = kevepatan rencana (km/jam)
R = jari – jari circle (m)
C = perubahan kecepatan(m/det3)
GEOMETRIK JALAN RAYA
dianjurkan harga C= 2 m/det3
k = superelevasi

Jari – jari circle yang diambil harus sedemikian sehingga sesuai dengan kecepatan
rencana yang ditentukan serta tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang
melebihi harga maksimum. Kemiringan tikungan maksimum dibedakan antara jalan untuk
antar kota (maksimum = 0,10) dan untuk jalan kota (maksimum = 0,08). Besarnya jari – jari
lengkung minimum berdasarkan rumus :
Vr 2
R=
127 (e+f m )
dengan miring tikungan maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum.
Dimana :
R = jari – jari lengkung minimum (m)
e = miring tikungan maksimum
fm = koefisien gesekan maksimum
v = kecepatan rencana (km/jam)
 Rumus – rumus umum
Data :
PI.Sta = nomor stasiun
d = jarak PI ke PI yang lain (m)
V = (ditetapkan) (km/jam)
 = (diukur dari gambar) (derajat)
R = (ditetapkan) (m)
Ls = panjang lengkung spiral (m)
Ts = (R + p) . tg ½  + k (m)
Es = (R + p) . cos ½  - R (m)
Lc = panjang lengkung circle (m)
e = kemiringan melintang
(superelevasi) (m/m)

Ls
2θs= x 360
2. π . R
’ =  - 2s GEOMETRIK JALAN RAYA

Lc = 0,01744 .  . R
L = Lc + 2.L

Ketentuan yang dipakai di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan bentuk


circle adalah sebagai berikut :

Kecepatan rencana Jari – jari lengkung minimum


(Km/jam) (m)
120 2000
100 1500
80 1100
60 700
40 300
30 180

 Rumus – Rumus Umum


Data :
PI.Sta = nomor stasiun
d = jarak PI ke PI yang lain (m)
V = (ditetapkan) (km/jam)
 = (diukur dari gambar) (derajat)
R = (ditetapkan) (m)
T = R . tg ½  (m)
E = T . tg ¼  (m)
L = 0,01744 .  . R (m)
e = kemiringan melintang
(superelevasi) (m/m)

Lengkung horizontal berbentuk spiral – spiral adalah lengkung tanpa busur


lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS.

 Rumus – rumus umum


Data :
GEOMETRIK JALAN RAYA
PI.Sta = nomor stasiun
d = jarak PI ke PI yang lain (m)
Vr = (ditetapkan) (km/jam)
R = (ditetapkan) (m)
θs
xR
Ls = 28,648 (m)
Ts = (R + p) . tg ½  + k (m)
( R+ p )
−R
Es = cos1/2 α (m)
L = 2 . Ls
Dari harga s didapat p* dan k* pada tabel :
P = p* . Ls
K = k* .Ls

3.3.2. Pelebaran Perkerasan pada Lengkung horizontal


Kendaraan yang bergerakdari jalan lurus menuju ke tikungan, seringkali tak dapat
mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini disebabkan karena :
- Pada waktu membelok yang diberi belkan pertama kali hanya roda depan, sehingga
lintasan roda belakang agak keluar lajur (off tracking).
- Jejak lintasan kendaraantidak lagi berimpit, karena bemper depan dan belakang
kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan roda depan dan
roda belakang kendaraan.
- Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya tetap pada
lajur jalannya terutama pada tikungan – tikungan yang tajam atau pada kecepatan –
kecepatan tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut di atas, maka pada tikungan – tikungan yang tajam
perlu perkerasan jalan diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari – jari
lengkung, kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang dipergunakan
sebagai dasar perencanaan.

3.3.3. Jarak Pandang Pada Lengkung Peralihan


Dalam peninjauan jarak pandangan pada suatu lengkung peralihan (tikungan) ada dua
kemungkinan :
- Keadaaan dimana jarak pandangan (S) lebih kecil dari pada panjang tikungan yang
GEOMETRIK JALAN RAYA
bersangkutan (L), sehingga seluruh jarak pandangan ada dalam daerah lengkung ( S <
L ).
- Keadaan dimana jarak pandangan (S) lebih besar dari pada panjang tikungan (L),
sehingga jarak pandangan sebagian dalam lengkungan sepanjang (L) dan sisanya
dalam garis lurus ( S < L ).

3.3.4. Kemiringan Melintang (Superelevasi)


Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke
superelevasi penuh, sehingga dengan menggunakan diagram superelevasi dapat ditentukan
bentuk penampang melintang pada setiap titik di suatu lengkung horizontal yang
direncanakan.
Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai garis nol.
Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positifatau negatif ditinjau dari ketinggian sumbu jalan.
Tanda positif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletaklebih tinggi dari sumbu jalan dan
tanda negatif untuk elevasi yang terletak lebih rendah dari sumbu jalan.

3.4. Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan
perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepidalam
masing – masing perkersan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai
penampang memanjang jalan.
Penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti:
- Kondisi tanah dasar
- Keadaan medan
- Fungsi jalan
- Muka air banjir
- Muka air tanah
- Kelandaian yang masih memungkinkan

3.4.1. Lengkung Vertikal


Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian
rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.
GEOMETRIK JALAN RAYA
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan peralihan secara
berangsur – angsur dari suatu landai ke landai berikutnya. Lengkung vertikal disebut
cembung apabila titik perpotongan antara kedua tangen yang bersangkutan (PPV) ada di atas
permukaan jalan. Lengkung vertikal disebut cekung apabila titik perpotongan antara kedua
tangen yang bersangkutan (PPV) ada di bawah permukaan jalan.
Jenis lengkung vertikal :
- Busur lingkaran
- Parabola sederhana
- Parabola tingkat tiga
- Spiral
Pada umumnya di Indonesia menggunakan lengkung parabola sederhana untuk
lengkung vertikal cembung maupun cekung.

 Rumus – rumus umum:


A= a – b
A . Lv
Ev =
800
2
x A
. x2
y=
( )
1
2
Lv
. Ev=
200 L v

Dimana :
Ev = pergeseran vertical (m)
x = jarak horizontal dari setiap titik pada garis
kelandaian terhadap PLV (m)
y = panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan (m)
Lv = jarak horizontal antara PLV dan PTV, disebut panjang lengkung (m)
A = perbedaan aljabar landai jalan (persen)
Dalam perencanaan lengkung vertikal, biasanya elevasi PPV telah ditentukan
terlebih dahulu, kemudian baru dihitung harga – harga sebagai berikut :
- Panjang Lv
- Pergeseran vertikal Ev
- Elevasi dari permukaan rencana jalan tepat dibawah atau di atas PPV
- Elevasi dari titik – titik PLV dan PTV
- Elevasi dari permukaan rencana jalan PLV, PPV dan PTV yang diambil pada
GEOMETRIK JALAN RAYA
setiap nomor – nomor stasiun yang tersebut dalam alinyemen horizontal.
BAB IV

PERHITUNGAN PERENCANAAN

GEOMETRIK JALAN RAYA

4.1. Perencanaan dan Perhitungan Alinyemen Horizontal


4.1.1. Perencanaan Trase GEOMETRIK JALAN RAYA
Data perencanaan
 Peta potografi dengan skala 1 : 3000
 Perencanaan geometrik jalan sepanjang 1 km
 Jalan kelas II B.
Diketahui :
 Sudut β1 = 200 , Vr = 40 Km/Jam
 Sudut β2 = 40 0, Vr = 60 Km/Jam
 Panjang D1 = 200 m
 Panjang D2 = 600 m
 Panjang D3 = 200 m
 Lebar Jalan = 2 x 3,5 m tanpa median
 e-max = 10% = 0,10

1. Jari-jari Tikungan (Rmin)


V r2
Rmin =
127(e max + f )
 F=−0,0065 ( 40 ° ) +0,192=0,16
4 02
Rmin = =48,45 m
127(0,10+ 0,16)
 F=−0,0065 ( 60 ° )+ 0,192=0,15
6 02
Rmin = =113,38 m
127(0,10+ 0,15)

2. Lengkungan Peralihan
1. Berdasarkan Waktu Tempuh Maksimum di lengkungan Peralihan
VR
Ls= T
3,6
40
 Ls= 3=33,3 m GEOMETRIK JALAN RAYA
3,6
60
 Ls= 3=50 m
3,6

2. Berdasarkan Antisipasi Gaya Sentrifugal


V R3 VR.e
Ls=0,022 - 2,727
R.C C

403 40 . 0,10
 Ls=0,022 - 2,727 =38,64
33,3 x 3 3
603 60 .0,10
 Ls=0,022 - 2,727 =89,58
133,38 x 3 3

3. Berdasarkan Tingkat Pencapaian Perubahan Kelandaian

(e m−en )V R
Ls=
3,6 r e
(0,10−0,02) 40
 Ls= =25,39 m
3,6 (0,035)
(0,10−0,02) 60
 Ls= =38,09 m
3,6( 0,035)
3. Jenis Tikungan
Input Nilai :
 Rmin = 48,45 m dan 113,38 m
 Ls = 33,3 m dan 50 m
 e = 10 % = 0,10
 P > 0,25  Spiral-Spiral
l s2
p=
24 . Rc
33 ,32
 p= =0,95(s−s)
24 .( 48,45)
5 02
 p= =0,91(s−s)
24 .(113,38)

4. Tikungan Pertama
Diketahui :
 Vr = 40 km/jam GEOMETRIK JALAN RAYA
 Sudut β = 20 °
 e max =10 %=0,10
 Rc=48,45
 Kemiringan 2%
Penyelesaian:

 θs= ( 12 β )=( 12 20° )=10 °


22
 ls= ( 10.
7
90 )
.48,45
=16,91m

l s2 16,9 12
 Xs=ls 1−
( 40. R c 2 )
=16,91
(1−
40 ( 48,45 ))2
=16,85

l s2 16,9 12
 Ys=
( 6 ( 48,45 ))(
=
)
6 ( 48,45 )
=0,98

 p=Ys−Rc ( 1−cos θs ) =0,98−48,45 (1−cos 10 ° )=0,24 m


 k =Xs−Rc ( sin θs )=16,85−48,45 ( sin 10 ° )=¿8,43 m
Rc + p 48,45+0,24
Es= −Rc= −48,45=0,99 m
 1 cos 10
co s β
2 ( )
 Ts=( Rc+ p ) . tg ( 12 β )+ k=( 48,45+ 0,24) . tg ( 10 ° )+ 8,43=17,01 m
 Ltotal = 2.ls = 2(16,91) = 33,82

GEOMETRIK JALAN RAYA

5. Tikungan kedua
Diketahui :
 Vr = 60 km/jam
 Sudut β = 40 °
 e max =10 %=0,10
 Rc= 113,38
 Kemiringan 2%
Penyelesaian:

 θs= ( 12 β )=( 12 40 °)=20°


22
 ls= ( 20.
7
90 )
113,38.
=79,15 m

l s2 79,1 52
 Xs=ls 1−
(
40. R c 2 )
=16,91 1−
(
40 ( 113,38 )
2
=78,18
)
l s2 79,152
 Ys=
( )(
6 ( Rc )
=
6 ( 113,38 ) )
=9,20

 p=Ys−Rc ( 1−cos θs ) =9,20−113,38 (1−cos 20 ° )=2,36 m


 k =Xs−Rc ( sin θs )=78,18−113,38 ( sin 20 ° )=¿ 39,40 m
Rc + p 113,38 +2,36
Es= −Rc= −113,38=9,78
 1 cos 20 m
co s β
2 ( )
 Ts=( Rc+ p ) . tg ( 12 β )+ k=( 113,38+ 2,36 ) .tg ( 20° ) +39,40=9,78 m
 Ltotal = 2.ls = 2(79,15)= 158,3 m
6. Pelebaran Perkerasan pada Tikungan
1. Off Tracking

 B= { √ 48,452−64+ 1,25}²+64−√ 48,45 2−64+1,25



B=3,14
 B= { √113,38 2−64+1,25 }²+64−√ 113,382−64+1,25GEOMETRIK JALAN RAYA

B=2,77

2. Kesukaran dalam mengemudi di Tikungan

0,105 ( 40 )
 Z= =0,60
√ 48,45
0,105 ( 60 )
 Z= =0,59
√ 113,38
7. Penomoran Jalan (Stasioning)
Diketahui :
 D1 = 0+200
 D2 = 0+600
 D3 = 0+200
 A = 0+000
 T1 = 17,01
 T2 = 81,52
 Ls = 16,91
 Ls = 79,15
 Sta TS = Sta titik A +(0+200)-T1
= (0+000)+(0+200)-17,01
= 0+182,99
 Sta CS = Sta TS + Ls
= (0+182,99) + 16,91
= 0+199,9
 Sta SC = Sta CS
= 0 + 199,9
 Sta ST = Sta SC + Ls
= 0 + 199,9 + 16,91
= 0 + 216,81
 Sta TS = Sta ST + (D2-T1-T2)
= (0+ 216,81) + (0+600)-17,01-81,52) GEOMETRIK JALAN RAYA
= 0+718,28

 Sta CS = Sta TS + Ls
= (0+718,28) + 79,51
= 0+797,79
 Sta SC = Sta CS
= 0 + 797,79
 Sta ST = Sta SC + Ls
= (0 + 797,79)+ 79,51
= 0 + 877,2

8. Gambar hasil perhitungan di Peta Kontur


GEOMETRIK JALAN RAYA

4.2. Perencanaan dan Perhitungan Alinyemen Vertikal


Alinyemen Vertikal
94

93

92

91

90

89

88
0 200 800 1000

Alinyemen Vertikal

GEOMETRIK JALAN RAYA

4.2.1. Perencanaan Landai jalan


 Dari Sta 0+000 s/d Sta 0+200
Data t1 = 90 m ; t2 = 90,5 m ; d1 = 200 m
t 2−t 1 90,5−90
Maka g1 = X 100= X 100=0,25 %(naik)
d1 200
 Dari Sta 0+200 s/d Sta 0+800
Data t1 = 90,5 m ; t2 = 93,1 m ; d2 = 600 m
t 2−t 1 93,1−90,5
Maka g2 = X 100= X 100=0,43 %(naik)
d2 600
 Dari Sta 0+800 s/d Sta 1+000
Data t1 = 93,1 m ; t2 = 90 m ; d3 = 200 m
t 2−t 1 90−93,1
Maka g3 = X 100= X 100=−1,55 %(Turun)
d3 200

4.2.2. Perhitungan Vertikal Cekung


Dari gambar lengkungan vertikal cembung terjadi di elevasi 93,5 m.
Sehingga data disajikan sebagai berikut :
 STA Pv1 = 0+400
 Elevasi Pv1 = 93,5 m GEOMETRIK JALAN RAYA
 Kecepatan Rencana (Vr) = 43 km/jam
- g1 = -0,5 %

- g2 = 0,87 %

- g3 = -0,18 %

4.2.3. Perhitungan Vertikal Cembung


Dari gambar lengkungan vertikal cembung terjadi di elevasi 93,1 m.
Sehingga data disajikan sebagai berikut :
 Sta Pv2 = 0+800
 Elevasi Pv2 = 93,1 m
 Kecepatan Rencana (Vr) = 60 km/jam
- g1 = 0,25 %

- g2 = 0,43 %

- g3 = -1,55 %
 Perbedaan Kelandaian
A = (g3- g2)
= (-1,55-0,43)
= -1,98 % (Cembung)
 Jarak Pandang
V r2
Jh = 0,278 x Vr x T +
254 x fm
602
= 0,278 x 60 x 2,5 +
254 x 0,33
= 84,64 m

4.2.4. Perhitungan Panjang Lengkung Vertikal (Lv)


1) Berdasarkan Syarat Keluwesan Bentuk
Lv = 0,6 x Vr
= 0,6 x 60 = 36 m
2) Berdasarkan Syarat Drainase
Lv = 50 x A
= 50 x 1,98 = 99 m GEOMETRIK JALAN RAYA

3) Berdasarkan Syarat Kenyamanan Pengemudi


Vr
Lv = x3
3,6
60
= x 3=50 m
3,6
4) Berdasarkan Syarat Pengurangan Guncangan
V r2x A
Lv =
360
602 x 1,98
= = 19,8 m
360

Maka diambil yakni terbesar Lv = 99 m


Untuk digunakan sebagai syarat S > L, atau S < L.

4.2.5. Cek syarat


Jh = 84,64 m
Lv = 99
Maka Jh < Lv = 84,64 < 99
A x J h2 1,98 x 84,642
- Lv = = =35,55 ( jarak pandang henti )
399 399
A x J h2 1,98 x 84,642
- Lv = = =14,77 ( jarak pandang menyiap )
960 960

A x Lv 1,98 x 99
 Ev = = =0,24 m
800 800
1 1
 X= x Lv= x 99=24,75 m
4 4
A x X 2 1,98 x 24,752
 Y= = =0,06 m
200 x Lv 200 x 99

4.2.6. Stasioning Lengkung Vertikal

1
 STA PLV = STA PV2 - Lv
2 GEOMETRIK JALAN RAYA
1
= (0+800) - 99
2
= 0+750,5
1
 STA A = Sta PV2 - Lv
4
1
= (0+800) - 99
4
= 0+775,25
 STA PPV = STA PV2
= 0+800
1
 STA B = STA PV2 + Lv
4
1
= (0+800) + 99
4
= 0+824,75
1
 STA PTV = STA PV2 + Lv
2
1
= (0+800) + 99
2
= 0+ 849,5

4.2.7. Elevasi Lengkung Vertikal

1
 STA PLV = Elev.PV2 - Lv x g 2
2
1
= 93,1− 99 x 0,0043
2
= 92,88
1
 STA A = Elev.PV2 - Lv x g 2− y
4
1
= 93,1− 99 x 0,0043−0,06
4
= 92,93
 STA PPV = Elev.PV2 + Ev
= 95,25 + 0.06
= 93,34 GEOMETRIK JALAN RAYA

1
 STA B = Elev.PV2 + Lv x g 3− y
4
1
= 93,1+ 99 x 0,0155−0,06
4
= 93,42
1
 STA PTV = Elev.PV2 + Lv x g 3
2
1
= 93,1+ 99 x 0,0155
2
= 93,86
GEOMETRIK JALAN RAYA

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
GEOMETRIK JALAN RAYA

Daftar Pustaka

Supratman Agus; 2002; Geometrik Jalan Raya, Materi Perkuliahan SPL.541 pada Program
Studi Teknik Sipil, UPI.

Anda mungkin juga menyukai