Anda di halaman 1dari 2

Analisis Pengenaan Pajak Penghasilan atas Transaksi Repurchase Agreement berdasarkan

Prinsip Syariah
Oleh : Pria Aji Pamungkas

1. PENDAHULUAN

Perkembangan industri Pasar Modal, khususnya di sektor pasar surat utang sepanjang tahun 2017
mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari kenaikan Indonesia Composite Bond Index (ICBI) sebesar
34,53 basis poin (bps) selama periode 2017 dari 208,45 (Des 2016) ke 242,98 (Des 2017). Iklim investasi
di Indonesia terutama pasar obligasi makin kondusif pasca Standard and Poor’s menaikkan peringkat
investasi Indonesia menjadi BBB- (investment grade) pada bulan Mei 2017 dan Fitch Rating juga
meningkatkan kembali peringkat utang Indonesia pada bulan Desember 2017 menjadi BBB dengan
outlook stabil. Turunnya persepsi risiko atas investasi di pasar obligasi mendorong arus modal
nonresiden yang masuk ke pasar Surat Berharga Negara tercatat mengalami peningkatan dari Rp 107,3
triliun (2016) menjadi Rp 170,3 triliun (2017) serta penurunan yield. Rata-rata yield obligasi pemerintah
telah turun sebesar 140,97 bps (atau 1,41%) dari 8,10% (2016) menjadi 6,69% (2017). Begitu pula, rata-
rata yield obligasi korporasi rating A juga turun 165,15 bps (atau 1,65%) dari 10,72% (2016) menjadi
9,07% (2017).

Kinerja pasar obligasi yang meningkat di 2017 juga tercermin dari kenaikan rata-rata harian nilai
transaksi obligasi sebesar 5,89% dari 15,77 triliun (2016) menjadi 16,70 triliun (2017). Likuiditas transaksi
yang meningkat ini turut menopang peningkatan aktivitas transaksi repurchase agreement. Tercatat
total transaksi repo selama 2017 naik sebesar Rp 42,04 triliun dari Rp 263,17 triliun (2016) menjadi Rp
305,21 triliun (2017). Rata-rata harian nilai transaksi repo juga mengalami kenaikan dari Rp 1,10 triliun
menjadi Rp 1,28 triliun.

Transaksi Repurchase Agreement atau biasa disebut Transaksi Repo adalah kontrak jual atau beli efek
(saham) dan efek bersifat utang (obligasi) dengan janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga yang
telah ditetapkan. Pada dasarnya dalam perjanjian Transaksi Repo ada klausul yang menjamin saham
atau obligasi yang telah dijual tersebut dapat dimiliki lagi oleh pemilik efek terdahulu. Dari sudut
pandang pembeli efek istilah Transaksi Repo ini disebut sebagai Transaksi Reverse Repo (kebalikan dari
Repo) yaitu transaksi membeli efek dengan janji menjual kembali pada waktu dan harga yang telah
disepakati. Beberapa tahun belakangan ini, Transaksi Repo menjadi salah satu produk pasar modal yang
berkembang. Berkembangnya transaksi ini pun membuat Direktorat Jenderal Pajak juga memberikan
perhatian. Apalagi Transaksi Repo ini bisa dilakukan di dalam maupun di luar bursa efek sehingga perlu
kejelian dalam menganalisa transaksi ini.

Sebelumnya di tahun 2015, Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan, Direktorat Jenderal Pajak
telah mengeluarkan kajian yang berjudul Pengenaan dan Penggalian Potensi Pajak Penghasilan atas
Transaksi Repurchase Agreement. Dari kajian yang ditulis Suryo Bagus Danandjoyo tersebut diketahui
bahwa pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Repo belum diatur secara khusus. Walaupun
demikian bukan berarti tidak dikenakan pajak. Dengan menganalisis proses bisnis Tansaksi Repo sebagai
transaksi jual beli efek, pengenaan PPh-nya dapat dilekatkan kepada ketentuan PPh secara umum.

Namun, kajian tersebut belum membahas mengenai aspek perpajakan Transaksi Repo Syariah.
Sebelumnya di tahun 2014, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah
mengeluarkan Fatwa Nomor 94 Tahun 2014 tentang Repo Surat Berharga Syariah Berdasarkan Prinsip
Syariah. Perbedaan mendasar antara kedua transaksi ini adalah bahwa akad jual beli dalam Transaksi
Repo Syariah berdasarkan akad jual beli sesungguhnya dengan menegasikan unsur riba berupa time
value of money dalam perhitungan penjualan dan pembelian efeknya. Sehingga, aspek perpajakannya
pun tentu akan berbeda dengan Transaksi Repo konvensional. Penelitian ini akan membahas lebih
mendalam mengenai bagaimana aspek perpajakan atas transaksi Repo berdasarkan prinsip syariah.
Bahasan tersebut menjadi penting mengingat potensi pertumbuhan transaksi repo yang semakin
meningkat sehingga diperlukan kesamaan persepsi atas transaksi tersebut bagi semua pihak yang
berkepentingan. Selain itu, penelitian ini bisa dijadikan bahan kajian awal bagi Direktorat Jenderal Pajak
untuk membuat aturan lebih lanjut mengenai transaksi repo berdasarkan prinsip syariah.

Anda mungkin juga menyukai