Executive Summary
2. Analysis Overview
3. Profil Perusahaan
Perseroan didirikan pada tahun 1987 dengan nama PT Ricky Putra Garmindo
berdasarkan Akta Notaris Sinta Susikto, S.H., No. 166 tanggal 22 Desember 1987 sebagai
perusahaan yang meneruskan usaha perseorangan Genefo dan Ganefo II.
Seiring dengan kemajuan Perseroan, pada tahun 1996 berubah nama menjadi PT
Ricky Putra Globalindo berdasarkan Akta Notaris Raharti Sudjardjati, S.H., No. 97 tanggal
26 Juni 1996 untuk memperjelas maksud dan tujuan serta kegiatan usaha.
Pada tahun 1997, Perseroan berubah status menjadi perusahaan publik setelah
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dan berubah nama
menjadi PT Ricky Putra Globalindo Tbk berdasarkan Akta Notaris Raharti Sudjardjati, S.H.,
No. 99 tanggal 10 Juli 1997. Perseroan mulai beroperasi secara komersial sejak tahun 1988
dan hasil produksi dipasarkan di dalam dan di luar negeri.
Bidang Usaha
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan RICY terutama
bergerak dalam bidang industri pembuatan pakaian dalam dan pakaian jadi (fashion wear).
Saat ini, RICY mempunyai dua bidang usaha, yaitu:
1) Pakaian jadi (merek Ricky, GT Man, GT Ladies Ricsony, GT Man Kid, GT Kid
dan GT Man Sport; serta baju berlisensi internasional yaitu Transformer, Pokemon,
Barbie, dan Despicable Me), pakaian jadi pesanan khusus pembeli, baik untuk
pasar luar negeri maupun dalam negeri, seperti baju tidur, pakaian dalam wanita, t-
shirt dan polo shirt.
2) Benang rajut yang terdiri dari benang rajut katun dan TC dengan variasi dalam
berbagai ukuran.
4. Evidential Matter
4.1 Short Term Liquidity Ratio
Melalui data tabel diatas saya menggunakan current ratio dan quick ratio untuk
menilai rasio likuiditas dari perusahaan RICY. Dari nilai current ratio yang dimiliki
perusahaan pada tahun 2017 ke tahun 2018 relatif mengalami kenaikan meskipun sedikit,
yaitu berada di angka 1,22 atau sebesar 122%. Rasio sebesar 1,22 masih dianggap wajar dan
dapat diterima sehingga ini dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan tersebut tergolong
cukup baik dan dinilai mampu dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya.
Lalu, pada quick ratio pada tahun 2018 dan 2017 perusahaan RICY sebesar 0,52
sehingga dinilai kurang mampu untuk melunasi hutang jangka pendeknya walaupun sudah
mengurangkan nilai persediaanya untuk pembayaran hutang perusahaan. Sementara untuk
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang menjadi uang tunai adalah
selama 50 hari, angka ini mengalami peningkatan karena pada tahun 2017 perusahaan
membutuhkan waktu lebih lama untuk mengkonversi piutang menjadi uang tunai yaitu 65
hari. Kemudian, jumlah hari yang dibutuhkan untuk menjual persediaan yang dimiliki adalah
165 hari pada tahun 2018 dan 145 hari pada tahun 2017, hal ini dikarenakan terdapat
peningkatan jumlah piutang hampir di semua aspek pada tahun 2018. Saya mengindikasi
dengan adanya angka-angka ini, bahwa perusahaan RICY saya nilai masih kurang mampu
untuk dapat bersaing di pasar.
Return on invested capital adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
pengembalian modal yang telah di investasikan. Disini saya mengukur tingkat pengembalian
menggunakan Return On Asset, Return On Equity, Return On Long Term Debt. Guna
mengukur seberapa baik tingkat pengembaliannya disini saya menggunakan persentase . Dari
rasio ini kita dapat melihat apakah PT. Ricky Putra Globalindo Tbk termasuk jajaran
perusahaan yang baik dalam tingkat pengembalian modal yang di investasikan. ROA (Return
On Asset) dapat dihitung dengan cara membagi laba tahun tersebut dengan total aset yang
dimiliki perusahaan. ROE (Return On Equity) dapat dicari dengan membagikan laba setelah
pajak tahun tersebut dengan total ekuitas perusahaan. Return On Long Term Debt dapat
dicari dengan menggunakan cara membagi liabilitas jangka panjang dengan ekuitas yang ada.
Berikut adalah hasil dari analisa ROA, ROE, dan Return On Long Term Debt To Equity pada
2018.
Pada PT. Ricky Putra Globalindo Tbk terjadi kenaikan rata-rata total aset dari Rp.
1.331.564.357.000 menjadi Rp. 1.455.586.501.000 dengan kenaikan sebesar Rp.
124.022.144.000 sehingga rasio Return On Assets menjadi turun. Selain itu nilai dari sisi laba
mengalami kenaikan juga sebesar Rp. 2.295.565.169. Jika dilihat dari analisa ROA di tahun
2018 dan 2017 PT. Ricky Putra Globalindo Tbk memiliki tingkat ROA 1,15% dan 1.08%.
Dari analisa ROE RICY bisa dikatakan memiliki tingkat presentase yang rendah yaitu 3,8%
di tahun 2018 dan 3,3% di tahun 2017. sehingga rasio ROE nya buruk karena sangat rendah
jauh dari batas minimal (15% - 20%). Dari segi Return On Long Term Debt To Equity RICY
mengalami peningkatan yang cukup banyak daripada tahun sebelumnya dengan kenaikan
sebesa 6% menjadi 22,6% pada tahun 2018.
Kesimpulan dari analisa Return On Investment Capital dari PT. Ricky Putra
Globalindo Tbk tergolong buruk karena dari tiga rasio tingkat pengembalian yang digunakan
sebagai alat analisis menunujukkan performa PT. Ricky Putra Globalindo Tbk ada dibawah
batas minimal yang dapat menjadi acuan bahwa perusahaan memiliki kondisi keuangan yang
baik.
Rasio solvabilitas merupakan rasio keuangan yang menunjukan besarnya nilai aktiva
pada sebuah perusahaan yang didanai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan
yang ditanggung oleh aktivanya. Rasio solvabilitas ini dapat digunakan pula oleh perusahaan
untuk membayar seluruh kewajibanya, baik kewajiban jangka panjang maupun pendek jika
perusahaan tersebut akan dilikuidasi. Berikut adalah tabel rasio perusahaan PT. Ricky Putra
Globalindo (RICY):
Dari data pada tabel diatas kami menganalisa rasio solvabilitas perusahaan melalui
beberapa ukuran rumus. Kami menggunakan rumus Debt To Assets Ratio, Debt To Equity
Ratio, dan Current Liabilities To Total Liabilities. Pada rasio debt to assets, kita bisa melihat
bahwa nilai yang diperoleh perusahaan mengalami peningkatan dari 68,6% menjadi 71,1%
atau naik sebesar 2,5%, hal ini disebabkan karena adanya kenaikan liabilitas perusahaan pada
tahun 2018 yang lebih tinggi daripada kenaikan total aset pada tahun yang sama kenaikan
liabilitas pada tahun sebelumnya. Jika kita menganalisis lebih dalam angka ini tidak dapat
menjadi indikator yang baik karena sebesar 71,1% aset perusahaan yang dimiliki pada tahun
2018 dibiayai oleh hutang, dan sisanya oleh modal sendiri. Hal ini berarti perusahaan
memiliki kondisi yang riskan, karena angka yang yang dimiliki perusahaan cukup tinggi.
Rasio kedua yang kita gunakan adalah debt to equity ratio, rasio ini mengindikasikan
kecenderungan perusahaan dalam mengembangkan bisnisnya. Apabila kita melihat dari data
tabel diatas, kita bisa menilai bahwa DER yang dimiliki perusahaan RICY cukup tinggi. Pada
bench mark yang ditentukan untuk DER adalah sebesar 1, sedangkan nilai DER perusahaan
diatas 2, yaitu sebesar 2,460 dan 2,029. Hal ini berarti bahwa perusahaan RICY cenderung
memilih hutang sebagai alat untuk me-leverage usahanya dibandingkan menggunakan modal
perusahaan. Hal ini tentu cukup beresiko terhadap perusahaan, dan memiliki resiko likuidasi
yang cenderung lebih tinggi. Tetapi apabila kita menganalisa lebih dalam lagi, kita dapat
melihat bahwa hutang yang digunakan perusahaan dalam mendongkrak usahanya itu adalah
hutang jangka pendek yang lebih besar dibandingkan hutang jangka panjangnya, yaitu
sebesar (Rp. 994.288.048.839 dibandingkan dengan Rp. 100.404.519.947), hal ini juga
tampak dari rasio ketiga yaitu current liabilites to total liabilities, mendapat angka yang cukup
baik yaitu sekitar 90%, artinya lebih banyak hutang perusahaan yang berasal dari kewajiban
lancar dibandingkan kewajiban jangka panjangnya. Dengan demikian kita masih dapat
menilai bahwa perusahaan memiliki prospek yang cukup baik karena gangguan likuiditas
akibat hutang jangka panjangnya lebih sedikit.
Dari tabel di atas, bila dilihat dari perkembangan perusahaan itu sendiri dari tahun
2018 ke 2017, Total Asset Turnover mengalami kenaikan dari 1,20 kali menjadi 1,44 kali.
Kenaikan ini disebabkan oleh karena adanya kenaikan rata-rata total aset dari Rp.
1.330.127.437.000 menjadi Rp. 1.455.586.501.000 dengan kenaikan sebesar Rp.
125.459.064.000. Penjualan dari tahun 2017 ke 2018 juga mengalami peningkatan yaitu dari
Rp. 1.600.432.168.098 menjadi Rp. 2.107.868.384.272 dengan peningkatan sebesar Rp.
507.436.216.200. Dikarenakan kenaikan dari total aset yang merupakan penyebut lebih
rendah dari kenaikan penjualan yang merupakan pembilang, total asset turnover mengalami
kenaikan yang cukup signifikan.
Cash Turnover mengalami penurunan yaitu dari 22,93 kali menjadi 20,22 kali. Pada
tahun 2018, rata-rata kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan meningkat drastis dari Rp.
69.772.505.180 menjadi Rp. 104.212.069.600, yang menyebabkan penurunan drastis pada
Cash Turnover perusahaan. Account Receivable Turnover meningkat dari 5,49 kali menjadi
7,15 kali, yang disebabkan karena adanya kenaikan rata-rata piutang usaha dari Rp.
291.328.182.300 menjadi Rp. 294.635.352.200. Inventory Turnover meningkat dari 0,97 kali
menjadi 1,20 kali, dikarenakan adanya kenaikan rata-rata persediaan yaitu dari Rp.
538.797.600.800 menjadi Rp. 630.925.386.500. Terdapat kenaikan dalam Cost of Good Sold
yaitu dari Rp. 1.291.873.066.620 menjadi Rp. 1.757.395.964.083, namun karena kenaikan
rata-rata persediaan lebih rendah dari kenaikan Cost of Good Sold, maka Inventory Turnover
menjadi naik. Fixed Asset Turnover juga mengalami kenaikan yaitu dari 4,88 kali menjadi
6,61 kali, dikarenakan oleh adanya penurunan rata-rata aset tetap yaitu dari Rp.
327.833.607.400 menjadi Rp. 318.664.183.200. Dapat disimpulkan bahwa Asset Utilization
Ratio milik RICY secara overall mengalami kenaikan dari tahun 2017 ke 2018.
Dari tabel tersebut menunjukan tiga rasio yaitu gross profit margin, net profit margin,
dan operating profit margin. RICY memiliki tingkat Gross Profit Margin rata-rata meskipun
terjadi penurunan sebesar 2% dari tahun sebelumnya, ini berarti dari total kurang lebih Rp2,1
triliun pendapatan, pengelolaan dananya hanya 17% saja yang dapat dijaga hingga menjadi
laba kotor bagi RICY. Sedangkan net profit margin RICY di tahun 2018 dan 2017 sangat
rendah dengan nilai net profit margin hanya sebesar 1%. Pada operating profit margin di
tahun 2018 mengalami peningkatan yang sangat kecil yakni hanya 0,1% akan tetapi operating
profit marginnya tergolong baik di angka 6%. Maka kesimpulan dari analisa profitabilitas
RICY tergolong yang baik karena 2 dari 3 rasio yg di gunakan menjadi alat penilaian
profitabilitas menunjukkan kondisi yang cukup baik.
5. Asumsi
Terdapat beberapa asumsi yang digunakan baik asumsi untuk menganalisis laporan
keuangan perusahaan maupun asumsi dari perusahaan itu sendiri.
a. Asumsi Pertumbuhan Penjualan
Pertumbuhan penjualan, atau biasa disebut sales growth pada tahun
2017 sampai dengan 2021 diasumsikan dengan menggunakan asumsi sales
growth pada tahun 2018, yang lalu kenaikan dan penurunannya dipengaruhi
oleh tingkat inflasi di Indonesia.
Proyek Inflasi di Indonesia Tahun 2016-2021
Tahun Inflasi
2016 3.02%
2017 3.61%
2018 3.50%
2019 3.50%
2020 3.00%
2021 3.00%
Sumber : Bank Indonesia dan PMK Nomor 124/PMK.010/2017
b. Asumsi Perusahaan
Pengukuran Nilai Wajar
Pengukuran nilai wajar didasarkan pada asumsi bahwa transaksi untuk
menjual aset atau mengalihkan liabilitas akan terjadi di pasar utama untuk aset
atau liabilitas tersebut atau jika tidak terdapat pasar utama, di pasar yang
paling menguntungkan untuk aset atau liabilitas tersebut.
Imbalan Pasti
Tingkat bunga diskonto : 8.1% per tahun untuk 2018 dan 7% - 8,5% per
tahun untuk 2017
Tingkat kenaikan gaji : 3% per tahun untuk 2018 dan 5% per tahun
untuk 2017
Tingkat kematian : Sesuai dengan Tabel Mortalita Indonesia (TMI
– 3)
Tingkat kecacatan : 10% x TMI – 3 untuk tahun 2018 dan 2017
Usia pensiun : 55 ahun untuk tahun 2018 dan 2017
6. Crucial Factors
Terdapat faktor-faktor yang dapat mendukung maupun menghambat kinerja perusahaan,
baik faktor kualitatif maupun kuantitatif.
Penghargaan
Penghargaan merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mendukung kinerja
perusahaan. Dengan penghargaan-penghargaan yang telah diberikan pada perusahaan,
perusahaan dapat menjamin kualitas perusahaannya terhadap masyarakat. Penghargaan
yang telah didapat adalah sebagai berikut:
7. Inferences
7.1 Forecast and Evaluation
Analisis prospektif merupakan langkah akhir dari proses analisis laporan keuangan.
Analisis tersebut hanya dapat dilakukan setelah laporan keuangan historis disesuaikan dengan
benar untuk merefleksikan kinerja ekonomis perusahaan secara akurat. Analisis prospektif
berguna untuk memperkirakan harga saham terkini dan menguji viabilitas rencana strategis
perusahaan.
Proses penilaian (valuasi) membutuhkan estimasi laba neto di masa depan dan nilai
buku dari ekuitas pemegang saham
3.098.880.000.000
1.455.586.501.000
1.331.564.357.000
437.587.428.900
1.331.564.357.000
153.386.992.300
168.031.106.700
1.330.127.437.000
104.212.069.600
69.772.505.180
294.635.352.200
291.328.182.300
318.664.183.200
327.833.607.400
220.572.250.700
129.900.169.500
210.490.463.100
98.068.638.380
350.472.420.200
294.635.352.200.000/5.855.188.889 = 50,30
291.328.182.300.000/4.445.644.444 = 65,50
630.925.386.500/383.367.608 = 164,60
538.797.600.800/371.782.205 = 145