Anda di halaman 1dari 26

EVALUASI PENDIDIKAN MATEMATIKA

LITERASI MATEMATIKA DAN ASSESSMENT

Oleh : Kelompok 4
Dewa Ayu Oka Setiawati (1823011001)
Ni Made Shinta Teja Riani (1823011003)
Putu Nita Listiari (1823011006)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd.

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Literasi
Matematika Dan Assessment” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd. , selaku dosen pengampu mata kuliah
Evaluasi Pendidikan Matematika.
2. Rekan-rekan sejawat penulis di Program Studi S2 Pendidikan
Matematika tahun akademik 2018/2019.
3. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis begitu menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karenanya, jika dalam penyampaian penulis terdapat hal yang kurang berkenan
dalam makalah ini, penulis mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Penulis juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun
demi perbaikan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Denpasar, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan ...................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Literasi Matematika ............................................................... 4
2.2. Proses Utama dalam Literasi Matematika ............................................... 6
2.3. Urgensi Literasi Matematika dalam Kehidupan ...................................... 10
2.4. Pengembangan KemampuanLiterasi Matematika ................................... 11
2.5. Domain PISA untuk Literasi Matematika ............................................... 12
2.6. Assessment Berbasis Literasi Matematika ............................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan .................................................................................................. 20
3.2. Saran ........................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
RINGKASAN EKSEKUTIF

Literasi matematika adalah pengetahuan untuk menggunakan dasar


matematika dalam merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam
berbagai konteks pada kehidupan sehari-hari. Kemampuan literasi matematika
sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bidang politik, dunia
kerja, ataupun berbelanja. Pengembangan literasi matematika sangat erat kaitannya
dengan masalah nyata karena siswa akan menggunakan kemampuan literasi
matematika untuk mengkonstruksi masalah nyata ke dalam masalah matematika,
maka dari itu diperlukan suatu metode ataupun pendekatan yang mencakup
permasalahan pada kehidupan nyata. Proses pemecahan masalah tersebut oleh
PISA disebut sebagai proses matematisasi. Matematisasi secara sederhana dapat
dimaknai sebagai proses mematematikakan suatu fenomena. Matematisasi dalam
PISA merujuk pada proses pemecahan masalah nyata. Permasalahan yang berasal
dari dunia nyata di bawa ke dalam konteks matematis untuk diselesaikan kemudian
solusi tersebut dikembalikan lagi ke konteks awalnya. Proses yang demikian oleh
beberapa ahli disebut juga sebagai proses pemodelan matematika. PISA (Program
for International Students Assessment) merupakan salah satu program yang
dilaksanakan untuk memberikan informasi kepada pemerintah maupun pihak
lainnya tentang keefektifan system pendidikan khususnya dalam mempersiapkan
masa depan siswa. Domain soal PISA dalam matematika terdiri dari 3 kompenen
yaitu dari konten soal yang berhubungan dalam kehidupan sehari-hari, dari konteks,
dan dari kelompok kompetensi. Tujuan asesmen adalah untuk mengumpulkan
informasi dalam rangka menyusun suatu program pembelajaran yang tepat
sehingga dapat melakukan layanan pembelajaran secara tepat

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada era globalisasi saat ini, siswa harus memiliki kemampuan pemahaman
dan keterampilan, pemahaman dan keterampilan untuk menghadapi proses belajar
seumur hidup dan persaingan global. Selain itu, dibutuhkan orang-orang yang
memiliki ketrampilan menemukan konsep-konsep baru, membuka jaringan dan
memiliki kompetensi untuk memenuhi standar pekerjaan yang tinggi. Pendidikan
memiliki peranan yang penting untuk menghadapi tantangan tersebut. Pendidikan
merupakan sarana atau alat yang dapat membantu meningkatkan kualitas hidup
manusia secara berkelanjutan. Kualitas pendidikan sering dijadikan sebagai
barometer perkembangan suatu negara. Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan
permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Hal ini
dikarenakan matematika ada dalam setiap kehidupan. Selain itu, matematika
memegang peranan penting dalam upaya peningkatan sumber daya manusia dalam
menghadapi era globalisasi.
Menurut NCTM atau National Council of Teachers Mathematics yang
dikutip Jumarniati (2015) terdapat lima kompetensi dalam pembelajaran
matematika, yaitu pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving),
komunikasi matematis (mathematical communication), penalaran matematis
(mathematicalreasoning), koneksi matematis (mathematical connection), dan
representasi matematis (mathematical representation). Adanya tuntutan kehidupan
yang mengharuskan semua orang memiliki kemampuan penalaran, pengertian
literasi matematika sudah tidak lagi sekedar kemampuan membaca, menulis, dan
aritmatika. Salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu bersaing
dengan siswa-siswa dari negara lain adalah dengan mengikuti studi atau tes yang
diselenggarakan dengan skala internasional seperti PISA. PISA (Programme for
International Student Assessment) merupakan studi internasional tentang literasi
membaca, literasi matematika dan literasi sains yang dikoordinasikan oleh OECD
(Organisation for Economic Cooperation and Development) berkedudukan di
Paris, Perancis. PISA diselenggarakan setiap tiga tahun sekali, pada tahun 2000

1
Indonesia mulai bergabung dengan PISA. Keterlibatan Indonesia dalam mengikuti
PISA adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengetahui sejauh mana kesiapan
dan kemampuan siswa Indonesia bersaing dengan siswa dari negara lain. PISA
melakukan penilaian yang berorientasi pada masa depan yaitu menguji kemampuan
siswa dalam menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki
untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Partnership of 21st Century Skills
mengidentifikasikan bahwa siswa pada abad ke-21 harus mampu mengembangkan
keterampilan kompetitif yang berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking skills).
Data dari PISA sebagaimana yang disebutkan oleh Indah, dkk (2016) bahwa
data PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2000, 2003,
2006, 2009 menunjukkan hasil yang tidak banyak berubah pada setiap
keikutsertaan. Rata-rata skor prestasi literasi matematika pada PISA tahun 2009,
Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371,
sementara rata-rata skor internasional adalah 496. PISA sendiri merupakan suatu
program studi internasional yang bertujuan untuk menguji prestasi literasi
membaca, matematika dan sains siswa sekolah berusia antara 15 tahun yang
mendekati akhir wajib belajar.Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh PISA,
kemampuan literasi matematika siswa di Indonesia masih rendah. Melihat fakta
terebut, kemampuan literasi matematika siswa di Indonesia masih perlu untuk
ditingkatkan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi matematika ini, guru,
pemerintah maupun pemerhati pendidikan perlu memahami terlebih dahulu apa itu
literasi matematika. Tidak hanya itu, perlu disadari pula mengapa literasi
matematika ini perlu menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika. Dengan
pemahaman akan dua hal ini diharapkan dapat memberikan arahan bagaimana
strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkannya melalui pendidikan
matematika. Sesuai dengan uraian diatas maka perlu adanya pemaparan mengenai
literasi mateatika dan assesemen agar dapat membantu para guru dalam
menyiapkan pembelajaran yang tepat bagi siswa. Maka dari itu, penulis tertarik
membahas makalah dengan materi “Literasi Matematika dan Assesemen”.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut.
1.2.1. Bagaimana pengertian literasi matematika?
1.2.2. Bagaimana proses utama dalam literasi matematika?
1.2.3. Bagaimana urgensi literasi matematika dalam kehidupan?
1.2.4. Bagaimana pengembangan kemampuan literasi matematika?
1.2.5. Bagaimana domain pisa untuk literasi matematika?
1.2.6. Bagaimana assesemen berbasis literasi matematika?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut :
1.1.1 Untuk mengetahui pengertian literasi matematika.
1.1.2 Untuk mengetahui proses utama dalam literasi matematika.
1.1.3 Untuk mengetahui urgensi literasi matematika dalam kehidupan.
1.1.4 Untuk mengetahui pengembangan kemampuan literasi matematika.
1.1.5 Untuk mengetahui domainpisa untuk literasi matematika.
1.1.6 Untuk mengetahui assesemen berbasis literasi matematika.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Literasi Matematika


Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin
littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan
konvensi-konvensi yang menyertainya. Dalam PISA 2012, literasi matematika atau
melek matematika didefinisikan sebagai kemampuan seseorang individu
merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks
yang membantu seseorang untuk mengenal peran matematika dalam dunia dan
membuat pertimbangan maupun keputusan yang dibutuhkan sebagai warga negara.
Sebelum dikenalkan melalui PISA, istilah literasi matematika telah
dicetuskan oleh NCTM (1989) sebagai salah satu visi pendidikan matematika yaitu
menjadi melek/literate matematika. Dalam visi ini literasi matematika dimaknai
sebagai “an individual’s ability to explore, to conjecture, and to reason logically as
well as to use variety of mathematical methods effectively to solve problems. By
becoming literate, their mathematical power should develop”. Pengertian ini
mencakup 4 komponen utama literasi matematika dalam pemecahan masalah yaitu
mengekplorasi, menghubungkan dan menalar secara logis serta mengunakan
metode matematis yang beragam.
Kemampuan literasi matematika diartikan sebagai kemampuan seseorang
untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan
menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan
atau memperkirakan fenomena/kejadian (Safarandes dkk, 2017). Pengertian ini
mengisyaratkan literasi matematika tidak hanya pada penguasaan materi saja akan
tetapi hingga kepada pengunaan penalaran, konsep, fakta dan alat matematika
dalam pemecahan masalah sehari-hari. Selain itu, literasi matematika juga
menuntut seseorang untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan fenomena yang
dihadapinya dengan konsep matematika. Kemampuan literasi matematika
membantu seseorang untuk memahami peran atau kegunaan matematika di dalam

4
kehidupan sehari-hari dan sekaligus menggunakannya untuk membuat keputusan-
keputusan yang tepat atas berbagai permasalahan/fenomena yang terjadi.
Lebih sederhana Ojose, B (dalam Hera, 2015) berpendapat bahwa literasi
matematika merupakan pengetahuan untuk mengetahui dan mengunakan dasar
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian ini, seseorang yang
memiliki kemampuan literasi matematika yang baik memiliki kepekaan konsep-
konsep matematika mana yang relevan dengan fenomena atau masalah yang sedang
dihadapinya. Dari kepekaan ini kemudian dilanjutkan dengan pemecahan masalah
dengan menggunakan konsep matematika. Literasi diperoleh melalui proses
sepanjang hayat, berlangsung tidak hanya di sekolah atau melalui pendidikan
formal, tetapi juga melalui interaksi dengan teman-teman dan masyarakat secara
luas.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Stecey & Tuner (dalam Hera, 2015)
mengartikan literasi dalam konteks matematika adalah untuk mememiliki kekuatan
untuk mengunakan pemikiran matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari
agar lebih siap menghadapi tantangan kehidupan. Pemikiran matematika yang
dimaksudkan meliputi pola pikir pemecahan masalah, menalar secara logis,
mengkomunikasikan dan menjelaskan. Pola pikir ini dikembangkan berdasarkan
konsep, prosedur, serta fakta matematika yang relevan dengan masalah yang
dihadapi.
Melengkapi pendapat sebelumnya, Steen, Turner & Burkhard (dalam Hera,
2015) menambahkan kata efektif dalam pengertian literasi matematika. Literasi
matematika dimaknai sebagai kemampuan untuk mengunakan pengetahuan dan
pemahaman matematis secara efektif dalam menghadapi tantangan kehidupan
sehari-hari. Seseorang yang literate matematika tidak cukup hanya mampu
mengunakan pengetahuan dan pemahamannya saja akan tetapi juga harus mampu
untuk mengunakannya secara efektif.
Secara umum pendapat di atas menekankan pada hal yang sama yaitu
bagaimana mengunakan pengetahuan matematika guna memecahkan masalah
sehari-hari secara lebih baik dan efektif. Dalam proses memecahkan masalah ini,
seseorang yang memiliki literasi matematika akan menyadari atau memahami
konsep matematika mana yang relevan dengan masalah yang dihadapinya. Dari

5
kesadaran ini kemudian berkembang pada bagaimana merumuskan masalah
tersebut kedalam bentuk matematisnya untuk kemudian di selesaikan. Proses ini
memuat kegiatan mengeplorasi, menghubungkan, merumuskan, menentukan,
menalar, dan proses berfikir matematis lainnya. Proses berpikir ini dapat
dikategorikan menjadi 3 proses utama yaitu merumuskan, mengunakan dan
menginterpretasikan. Dengan demikian, kemampuan literasi matematika dapat
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, mengunakan dan
menginterpretasikan matematika dalam berbagai konteks pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari secara efektif.

2.2. Proses Utama dalam Literasi Matematika


Literasi matematika berkaitan dengan kemampuan menerapkan matematika
dalam masalah sehari-hari. Oleh karena itu, proses penyelesaian masalah nyata
menjadi komponen penting dalam literasi matematika. Proses pemecahan masalah
tersebut oleh PISA disebut sebagai proses matematisasi. Matematisasi secara
sederhana dapat dimaknai sebagai proses mematematikakan suatu fenomena.
Mematematikakan sendiri dapat diartikan sebagai proses memodelkan suatu
fenomena secara matematis. Dengan demikian secara sederhana, matematisasi
dapat dimaknai sebagai suatu proses memodelkan fenomena secara matematis.
Niss, M berpendapat bahwa proses matematisasi mencakup dua pasang sub-
proses yang saling berkaitan. Sub proses pertama, pemilihan objek di luar
matematika dan relasinya yang akan diubah kedalam objek dan relasi matematika
serta objek dan relasi matematika yang akan digunakan sebagai represetasi dunia
nyata. Sub proses kedua adalah pertanyaan di luar matematika (bahasa sehari-hari)
yang akan diubah menjadi pertanyaan matematis dan pertanyaan matematika yang
digunakan untuk merepresentasikannya. Secara singkat, matematisasi yang
dimaksudkan oleh Niss, M. merupakan proses representasi suatu fenomena atau
masalah nyata kedalam bentuk matematis.
Berbeda dengan pandangan tersebut, proses matematisasi yang
dimaksudkan oleh PISA tidak hanya sekedar membuat model atau representasi
matematis dari suatu permasalahan nyata. Proses matematisasi yang dimaksudkan
adalah proses yang melibatkan proses penerjemahan masalah nyata kedalam

6
matematika hingga proses memecahkan masalah tersebut. Tahapan-tahapan dari
proses matematisasi yang pada PISA 2012 meliputi merumuskan, menggunakan,
menafsirkan dan mengevaluasi dan digambarkan dalam gambar berikut.

Menafsirkan
Solusi Solusi
Nyata Matematika

Mengevaluasi
Menggunakan

Masalah Masalah
Nyata Matematika
Merumuskan

Gambar 1. Proses Matematisasi

Berdasarkan gambar tersebut, proses matematisasi yang dimaksudkan oleh


PISA lebih luas dibandingkan dengan matematisasi yang dimaksud oleh Niss, M.
Matematisasi dalam PISA merujuk pada proses pemecahan masalah nyata.
Permasalahan yang berasal dari dunia nyata di bawa ke dalam konteks matematis
untuk diselesaikan kemudian solusi tersebut dikembalikan lagi ke konteks awalnya.
Proses yang demikian oleh beberapa ahli disebut juga sebagai proses pemodelan
matematika. Pemodelan matematika merupakan proses perubahan antara dunia
nyata dan matematika secara dua arah. Hal ini mengisyaratkan proses pemodelan
tidak hanya memodelkan dunia nyata kedalam model matematika saja akan tetapi
juga bagaimana representasi matematika dalam dunia nyata. Diantara kedua proses
tersebut terdapat proses analisis matematis.
Proses pemodelan di awali dengan mengkonsepkan beberapa situasi
masalah. Dilanjutkan dengan penyederhanaan, penstrukuralan, dan membuat
situasi menjadi lebih tepat sesuai dengan pengetahuan, tujuan dan minat pemecah
masalah yang kemudian mengarah pada spesifikasi masalah. Pengumpulan data
juga dapat dilakukan ketika dibutuhkan. Melalui proses matematisasi, objek yang
relevan, data, relasi, kondisi dan asumsi dari domain di luar matematika diubah

7
kedalam matematika. Proses ini menghasilkan model matematika dari masalah
yang diidentifikasi. Metode matematis kemudian digunakan untuk memperoleh
solusi matematis dari masalah. Proses tidak berhenti setelah diperoleh solusi. Solusi
tersebut perlu untuk diterjemahkan kembali dalam domain di luar matematika atau
sesuai dengan konteksnya. Blum & Leiβ mengambarkan proses pemodelan dalam
7 langkah sebagai berikut.

Gambar 2. Siklus pemodelan Blum & Leiβ

Langkah pertama dari proses pemodelan ini adalah memahami situasi dari
masalah yang diberikan untuk kemudian dikonstruksi. Pada proses ini, pemecah
masalah dituntut untuk mengkonstruksikan masalah yang diberikan kedalam model
situasional. Pemecah masalah perlu untuk memahami karakteristik dari masalah
yang dihadapinya. Langkah selanjutnya adalah menyusun situasi dengan cara
menentukan variabel yang ada dalam masalah tersebut. Tidak hanya itu, langkah
ini juga menuntut proses penyederhanaan situasi dengan cara mendefinisikan
masalah secara tepat agar dapat membantu dalam penyusunan model nyata dari
situasi masalah. Pendefinisian masalah harus logis dan sesuai dengan konteksnya.
Setelah masalah disederhanakan kemudian dilakukan proses matematisasi masalah.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya proses ini merupakan proses pengubahan
model nyata/ masalah nyata menjadi model matematika. model matematika tersebut
dapat memuat operasi atau variabel.
Langkah keempat adalah bekerja secara matematis. Hasil dari proses ini
adalah solusi matematis yang kemudian akan ditafsirkan kedalam dunia nyata
sebagai solusi nyata. Meskipun melalui proses menafsirkan telah diperoleh solusi

8
sesuai dengan konteksnya, proses belum berhenti. Solusi tersebut perlu untuk
divalidasi untuk melihat apakah diperlukan proses pemodelan ulang dengan melihat
kesesuaian hasil dengan permasalahan, data serta teori. Setelah itu baru kemudian
dilanjutkan pada tahap terakhir yaitu menyajikan solusi akhir. Proses penyajian
yang dimaksudkan adalah proses membawa atau menerjemahkan model situasional
kedalam situasi dan masalah yang nyata.
Tujuh langkah pemodelan Blum & Leiβ tersebut dapat direduksi kedalam 4
langkah siklik yang disebut sebagai langkah penyelesaian tugas pemodelan siswa.
Keempat langkah tersebut adalah memahami tugas/masalah, menetapkan model,
mengunakan matematika dan terakhir menjelaskan solusi. Memahami
tugas/masalah memiliki maksud yang sama dengan tahapan konstruksi atau
formulasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya, penetapan model
merupakan gabungan atau hasil reduksi dari langkah kedua dan ketiga yaitu
menyederhanakan dan matematisasi. Langkah ke 5, 6 dan 7 pada pemodelan Blum
& Leiβ direduksi menjadi tahap menjelaskan solusi. Keempat langkah tersebut
mengambarkan bagaimana siswa mengunakan literasi matematikanya dalam
pemecahan masalah.
Melihat pada paparan di atas proses matematisasi yang dirumuskan oleh
PISA mirip dengan proses pemodelan matematika. Meskipun tahapan-tahapan yang
disajikan sedikit berbeda akan tetapi perbedaan hanya terletak pada penamaan dan
pengkategorian tahapan pemodelan yang dilakukan. Hubungan antara proses
matematisasi PISA dan proses pemodelan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Hubungan antara proses matematisasi dan pemodelan

Proses Matematisasi Proses Pemodelan


PISA Blum & Leiβ Blum & Ferri

Mengkonstruksi masalah

Merumuskan Menyederhanakan masalah


Memahami masalah
masalah nyata
Membuat model
matematika dari masalah

Menggunakan
Bekerja dengan matematika Menetapkan model
matematika

9
Menafsirkan solusi Menafsirkan solusi Mengunakan
Menyajikan solusi matematika

Mengevaluasi solusi Memvalidasi solusi Menjelaskan solusi

Berdasarkan hubungan antara proses matematisasi dan pemodelan seperti


pada Tabel 1, maka proses dalam literasi matematika dapat dikategorikan ke dalam
empat proses utama. Proses yang dimaksudkan adalah merumuskan masalah nyata,
menggunakan matematika, menafsirkan dan mengevaluasi solusi. Seorang yang
memiliki kemampuan literasi yang baik dapat melalui keempat proses ini dalam
pemecahan masalah dengan baik pula.
Sub proses pertama adalah merumuskan masalah. Proses merumuskan ini
mencakup proses mengkonstruksi, menyederhanakan dan menyusun model
matematis dari masalah yang diberikan. Pada proses ini masalah nyata
direpresentasikan dalam bentuk matematisnya. Tahapan ini memuntut kemampuan
untuk memahami informasi serta konsep matematika yang relevan dengan masalah.
Informasi ini kemudian dicocokkan dengan konsep matematisnya sehingga
terbentuk model matematika dari masalah.
Pada proses kedua, model matematika yang terbentuk diselesaikan secara
matematis. Proses ini disebut sebagai proses mengunakan matematika. Konsep,
fakta dan prosedur matematika digunakan untuk memperoleh solusi matematis dari
masalah. Solusi matematis ini kemudian ditafsirkan kedalam konteknya dan
kemudian divalidasi kebenarannya.

2.3. Urgensi Literasi Matematika dalam Kehidupan


Literasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk merumuskan,
mengunakan dan menginterpretasikan matematika dalam berbagai konteks
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari secara efektif. Siswa diharapkan mampu
dalam memahami masalah konteks nyata dan paham penggunaan matematika
dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman terhadap kegunaan matematika
membantu seseorang untuk berpikir numeris dan spasial dalam rangka
menginterpretasikan dan menganalisis secara kritis situasi sehari-hari. Berdasarkan
pemahaman mengenai kegunaan matematika dapat membantu siswa dalam

10
meningkatkan keyakinan diri dalam menghadapi maupun memecahkan suatu
masalah. Dalam bidang politik misalnya, masyarakat yang memiliki literasi
matematika yang baik dapat menjadikan data-data statistik menjadi fakta
kuantitiatif dan informasi yang efektif untuk memilih calon legislatif secara lebih
bijaksana. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang kritis
dan demokratis. Selain itu, jaman sekarang hampir semua pekerjaan dibantu oleh
komputer tetapi kemampuan literasi matematika harus tetap dimiliki karena
seseorang tidak hanya dituntut mengenai perhitungan matematisnya untuk
memahami suatu system dan bagaiaman cara mengembangkannya. Contoh lainnya,
pada saat berbelanja ke supermarket. Seseorang cenderung membeli barang yang
disukai bukan barang yang dibutuhkan hanya karena tergiur diskon. Dengan
kemampuan literasi matematika dapat membantu seseorang dalam menentukan
barang yang harus dipilih dengan mempertimbangkan harga yang lebih ekonomis.
Contoh selanjutnya, pada saat membangun rumah seringkali pemilik rumah ingin
membuat rumah yang minimalis dan terlihat mewah tetapi dengan biaya yang tidak
banyak. Dalam hal ini, kemampuan literasi matematika sangat bermanfaat dalam
pemilihan bahan maupun peralatan rumah yang memiliki harga lebih ekonomis.
Beberapa contoh diatas merupakan manfaat dari kemampuan literasi matematika,
masih banyak contoh lain dalam kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya dengan
kemampuan literasi matematika.

2.4. Pengembangan Kemampuan Literasi Matematika


Dalam literasi matematika bagian yang penting adalah proses matematisasi
yakni proses merumuskan, mengunakan dan menafsirkan serta mengevaluasi
matematika dalam berbagai konteks. Dalam pelaksanannya pemilihan cara sangat
bergantung pada situasi atau konteks masalah yang akan dipecahkan. Hal ini
memerlukan keterampilan siswa untuk menerapkan pengetahuannya dalam
berbagai konteks. Namun, pada kenyataannya masih banyak siswa yang kesulitan
untuk melakukannya. Siswa yang telah mampu menerapkan pengetahuannya dalam
suatu masalah belum tentu dapat mengaplikasikannya dalam masalah yang
berbeda. Siswa perlu untuk mengalami proses pemecahan masalah dalam berbagai
situasi dan konteks yang berbeda agar dapat mengunakan ketrampilannya secara

11
efektif. Pengalaman ini dapat difasilitasi melalui metode pembelajaran yang
memberikan siswa pengalaman tersebut.
Beberapa metode ataupun pendekatan pembelajaran yang dapat
menfasilitasi pengalaman siswa diantaranya pendekatan Realistik matematika,
problem based learning, problem solving, dan contextual teaching learning. Pada
pendekatan pembelajaran yang disebutkan tersebut siswa akan dihadapkan pada
masalah kontekstual atau masalah nyata yang akan membantu mereka
mengkonstruksi pengetahuannya. Pada tahapan ini siswa akan mengunakan
kemampuan literasinya untuk merumuskan masalah nyata kedalam masalah
matematika, kemudian memecahkannya dan menafsirkannya dalam konteks nyata.
Dengan cara ini mereka mengunakan kemampuan literasi matematikanya sekaligus
mengembangkannya. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran juga bukanlah
sembarang masalah. Masalah yang digunakan sebaiknya memenuhi keempat
karakteristik berikut: nyata, rumit, menarik dan kuat. Nyata yang dimaksudkan
adalah masalah tersebut mengambarkan konteks umum dan masalah yang
sebenarnya. Selain itu, masalah juga sebaiknya rumit sehingga menuntut siswa
untuk mengidentifikasi pertanyaan yang tepat. Tidak hanya itu, masalah yang
disajikan hendaknya tidak sekedar soal cerita biasa. Masalah yang disajikan dapat
berupa masalah yang memiliki informasi berlebih ataupun ada yang belum
diketahui.

2.5. Domain PISA untuk Literasi Matematika


PISA (Program for International Students Assessment) merupakan salah satu
program yang dilaksanakan untuk memberikan informasi kepada pemerintah maupun
pihak lainnya tentang keefektifan sistem pendidikan khususnya dalam
mempersiapkan masa depan siswa. PISA melaksanakan asesmen tiga tahunan untuk
mengetahui literasi siswa dalam membaca, matematika, dan sains. PISA juga
memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan skill
dan sikap siswa baik di rumah maupun di sekolah dan juga menilai bagaimana faktor-
faktor ini berintegrasi sehingga mempengaruhi perkembangan kebijakan suatu negara.
Fokus dari PISA adalah literasi siswa usia 15 tahun dalam matematika, sains, dan
membaca. Fokus PISA adalah literasi yang menekankan pada ketrampilan dan

12
kompetensi siswa yang diperoleh dari sekolah dan dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Orientasi PISA merefleksikan perubahan dalam tujuan dan sasaran kurikulum,
yang lebih memperhatikan apa yang dapat dilakukan siswa dari pada apa yang mereka
pelajari di sekolah. Oleh karena itu siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk
literasi. OECD (2009a) menjelaskan bahwa PISA meliputi 3 komponen mayor dari
domain matematika, yaitu konteks, konten, dan kompetensi yang terlihat pada gambar
sebagai berikut.

Gambar 3. Komponen Domain Matematika

1. Konten (Content)
Sesuai tujuan PISA untuk menilai kemampuan siswa menyelesaiakan
masalah real (students capacity to solve real problems), maka masalah pada
PISA meliputi konten matematika yang berkaitan dengan fenomena. Dalam
PISA fenomena ini dikenal dengan over-arching ideas. Karena domain
matematika sangat banyak dan bervariasi, maka dibatasi pada 4 over-arching
ideas yang utama, yaitu perubahan dan hubungan (change and relationship),
ruang dan bentuk (space and shape), kuantitas (Quantity), dan ketidakpastian
dan data (Uncertainty and data).

13
a. Perubahan dan hubungan (Change and relationship), merupakan
kejadian/peristiwa dalam setting yang bervariasi seperti pertumbuhan
organisme, musik, siklus dari musim, pola dari cuaca, dan kondisi
ekonomi. Kategori ini berkaitan dengan aspek konten matematika pada
kurikulum yaitu fungsi dan aljabar. Bentuk aljabar, persamaan,
pertidaksamaan, representasi dalam bentuk tabel dan grafik merupakan
sentral dalam menggambarkan, memodelkan, dan menginterpretasi
perubahan dari suatu fenomena. Interpretasi data juga merupakan bagian
yang esensial dari masalah pada kategori Change and relationship.
b. Ruang dan bentuk (Space and Shape), meliputi fenomena yang berkaitan
dengan dunia visual (visual world ) yang melibatkan pola, sifat dari objek,
posisi dan orientasi, representasi dari objek, pengkodean informasi visual,
navigasi, dan interaksi dinamik yang berkaitan dengan bentuk yang real.
Kategori ini melebihi aspek konten geometri pada matematika yang ada
pada kurikulum.
c. Kuantitas (Quantity), merupakan aspek matematis yang paling
menantang dan paling esensial dalam kehidupan.Kategori ini berkaitan
dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan
untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten
kuantitas ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif,
mempresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah
matematika dan melakukan penaksiran (estimation).
d. Ketidakpastian dan data (Uncertainty and data). Ketidakpastian
merupakan suatu fenomena yang terletak pada jantungnya analisis
matematika dari berbagai situasi. Teori statistik dan peluang digunakan
untuk penyelesaian fenomena ini. Kategori Uncertainty and data meliputi
pengenalan tempat dari variasi suatu proses, makna kuantifikasi dari
variasi tersebut, pengetahuan tentang ketidakpastian dan kesalahan dalam
pengukuran, dan pengetahuan tentang kesempatan/peluang. Presentasi
dan interpretasi data merupakan konsep kunci dari kategori ini.

14
2. Konteks (Context)
Masalah (dan penyelesaiannya) bisa muncul dari situasi atau konteks yang
berbeda berdasarkan pengalaman individu. Situasi merupakan bagian dari
dunia nyata siswa dimana masalah (tugas) ditempatkan. Sedangkan konteks
dari item soal merupakan setting khusus dari situasi. Pemilihan strategi dan
representasi yang cocok untuk menyelesaiakan sering masalah bergantung
pada konteks yang digunakan. Soal PISA melibatkan empat konteks, yaitu
berkaitan dengan situasi/konteks pribadi (personal), pekerjaan
(occupational), bermasyarakat/umum (societal), dan ilmiah (scientific).
a. Konteks pribadi secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi
siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari siswa
menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan
masalah. Matematika diharapkan dapat berperan dalam
menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.
b. Konteks pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan
atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep
matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan, melakukan
klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan
pada umumnya.
c. Konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan
matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih
luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menggunakan pemahaman
mereka tentang pengetahuan dan konsep matematika untuk mengevaluasi
berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.
d. Konteks ilmiah secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang
lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori
dalam melakukan pemecahan masalah matematika

15
3. Kelompok Kompetensi (Competencies Cluster)
Kompetensi pada PISA diklasifkasikan atas 3 kelompok yaitu sebagai
berikut.
a. Kelompok Reproduksi
Pada pertanyaan kelompok reproduksi siswa diminta menunjukkan bahwa
mereka mengenal fakta, objek-objek dan sifat-sifatnya, ekivalensi,
menggunakan prosedur rutin, algoritma standar, dan menggunakan skill
yang bersifat teknis.
b. Kelompok Koneksi
Pada pertanyaan kelompok koneksi meminta siswa untuk menunjukan
bahwa mereka dapat membuat hubungan antara beberapa gagasan dalam
matematika dan beberapa informasi yang terintegrasi untuk menyelesaikan
suatu permasalahan.
c. Kelompok Refleksi
Pada kelompok ini disajikan masalah yang tidak terstruktur (unstructured
situation) dan meminta siswa untuk mengenal dan menemukan ide
matematika dibalik masalah tersebut.

Kemampuan matematika siswa dalam PISA dibagi menjadi enam level


(tingkatan). Setiap level tersebut menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang
dicapai siswa. Secara lebih rinci level-level yang dimaksud tergambar pada tabel
berikut.
Tabel 2. Enam Level Kemampuan Matematika dalam PISA
Tabel Enam Level Kemampuan Matematika dalam PISA
Level Kompetensi Matematika
6 Para siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan
menggunakan informasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam suatu
situasi yang kompleks. Mereka dapat nenghubungkan sumber informasi
berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya.
Para siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan bernalar secara
matematika. Mereka dapat menerapkan pemahamannya secara mendalam
disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan
strategi dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi baru. Mereka dapat
merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang mereka temukan. Mereka
melakukan penafsiran dan berargumentazz zecara dewasa.
5 Para siswa dapat bekeja dengan model untuk situasi yang kompleks,
mengetahui kendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-dugaan. Mereka

16
dapat memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk
memecahkan masalah yangrumit yang berhubungan dengan model ini.
Para siswa pada tigkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan pemikiran
dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan
keterampilan matematikanya dengan situasi yang dihadapi. Mereka dapat
melakukan refleksi dan apa yang mereka kerjakan dan
mengkomunikasikannya.
4 Para siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang
konkret tetapi kompleks. Mereka dapat memilih dan mengintegrasikan
representasi yang berbeda, dan menghubungkannya dengan situasi nyata.
Para siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannya dengan
baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan
konteks. Mereka dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya
disertai argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka.
3 Para siswa dapat melaksanakan prosedur dengan balk, termasuk prosedur
yang memerlukan keputusan secara berurutan. Mereka dapat memilih dan
menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana. Para siswa pada
tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi
berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya.
Mereka dapat mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka.
2 Para siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks
yang memerlukan inferensi langsung. Mereka dapat memilah informasi yang
relevan dari sumber tunggal dan menggunakan cara representasi tunggal. Para
siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan algoritma dasar, menggunakan
rumus, melaksanakan prosedur atau konvensi sederhana. Mereka mampu
memberikan alasan secara langsung dan melakukan penafsiran harafiah.
1 Para siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal
serta semua informasi yang relevan tersedia dengu pertanyaan yang jelaz.
Mereka bisa mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur rutin
menurut instruksi eksplisit. Mereka dapat melakukan tindakan sesuai dengan
stimuli yang diberikan.

2.6. Assesemen Berbasis Literasi Matematika


Tujuan asesmen adalah untuk mengumpulkan informasi dalam rangka
menyusun suatu program pembelajaran yang tepat sehingga dapat melakukan layanan
pembelajaran secara tepat. Langkah-langkah instrumen asesmen:
1. Menentukan tujuan tes
2. Melakukan analisis kurikulum
3. Membuat kisi-kisi
4. Menulis soal
5. Melakukan telaah instrumen secara teoritis
6. Melakukan uji coba dan analisis hasil uji coba tes
7. Merevisi soal

17
Tahapan penyusunan soal berdasarkan Permendikbud No. 104 Tahun 2014
yaitu:

a. Memilih materi atau topik yang tepat


b. Menentukan materi atau topik yang sesuai dengan bentuk soal (pilihan
ganda, isian singkat, uraian, atau kerja praktek)
c. Membuat kisi-kisi dengan indikator capaian dalam setiap materi atau
topik yang dipilih
d. Menulis soal mengacu pada indikator pada kisi-kisi
e. Menulis kunci jawaban dan pedoman penskoran
f. Menelaah dan merakit soal beserta kunci jawaban atau pedoman
penskoran

Penulisan indikator yang lengkap mencakup:

A = audience (peserta didik)

B = behavior (perilaku yang ditampilkan)

C = condition (kondisi yang diberikan)

D = degree (tingkatan yang diharapkan)

Dalam mengembangkan soal yang terstandar, materi dilakukan dengan


memilih KD/indikator/materi dengan prinsip UKRK, yaitu:

1. Urgensi, KD/indikator/materi yang secara teoretis mutlak harus dikuasai


oleh siswa
2. Kontinuitas, KD/indikator/materi lanjutan yang merupakan pendalaman
materi sebelumnya,
3. Relevansi, KD/indikator/materi yang diperlukan untuk mempelajari
bidang studi lain.
4. Keterpakaian: memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

Tabel 3. Tingkatan Kemampuan Literasi Matematika Siswa


Tingkatan Deskripsi
Siswa dapat menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan soal
1
rutin, dan dapat menyelesaikan masalah yang konteksnya umum.
Siswa dapat menginterpretasikan masalah dan menyelesaikannya dengan
2
rumus.

18
Siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik dalam menyelesaikan
3
soal serta dapat memilih strategi pemecahan masalah.
Siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dan dapat memilih serta
4 mengintegrasikan representasi yang berbeda, kemudian
menghubungkannya dengan dunia nyata.
Siswa dapat bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks serta
5
dapat menyelesaiakan masalah yang rumit.
Siswa dapat menggunakan penalarannya dalam menyelesaikan masalah
6 matematis, dapat membuat generalisasi, merumuskan serta
mengkomunikasikan hasil temuanya.

19
BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan
1. Kemampuan literasi matematika dapat didefinisikan sebagai kemampuan
seseorang untuk merumuskan, mengunakan dan menginterpretasikan
matematika dalam berbagai konteks pemecahan masalah kehidupan sehari-
hari secara efektif
2. Literasi matematika berkaitan dengan kemampuan menerapkan matematika
dalam masalah sehari-hari. Oleh karena itu, proses penyelesaian masalah
nyata menjadi komponen penting dalam literasi matematika.
3. Literasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk merumuskan,
mengunakan dan menginterpretasikan matematika dalam berbagai konteks
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari secara efektif.
4. Dalam literasi matematika bagian yang penting adalah proses matematisasi
yakni proses merumuskan, mengunakan dan menafsirkan serta
mengevaluasi matematika dalam berbagai konteks.
5. PISA (Program for International Students Assessment) merupakan salah
satu program yang dilaksanakan untuk memberikan informasi kepada
pemerintah maupun pihak lainnya tentang keefektifan system pendidikan
khususnya dalam mempersiapkan masa depan siswa. Fokus dari PISA
adalah literasi siswa usia 15 tahun dalam matematika, sains, dan membaca.
OECD (2009a) menjelaskan bahwa PISA meliputi 3 komponen mayor dari
domain matematika, yaitu konteks, konten, dan kompetensi.
6. Tujuan asesmen adalah untuk mengumpulkan informasi dalam rangka
menyusun suatu program pembelajaran yang tepat sehingga dapat
melakukan layanan pembelajaran secara tepat. Langkah-langkah instrumen
asesmen: menentukan tujuan tes, melakukan analisis kurikulum, membuat
kisi-kisi, menulis soal, melakukan telaah instrumen secara teoritis,
melakukan uji coba dan analisis hasil uji coba tes, merevisi soal

3.2. Saran

20
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah literasi matematika dalam
pembelajaran sebaiknya menggunakan metode ataupun pendekatan pembelajaran
seperti problem based learning, problem solving, contextual teaching learning,
pendekatan matematika realistik yang dapat menfasilitasi pengalaman siswa.
Pengembangan literasi matematika bagi siswa sangat perlu diperhatikan setelah
memahami bagaimana literasi matematika mencakup hal mendasar hingga aplikasi
matematika dalam kehidupan sehari-hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Budiono. 2015. Analisis Instrument Asesmen Berbasis Literasi Matematika di


SMP. Lampung : Universitas Lampung.

Johar, Rahmah. 2012. Domain Soal PISA untuk Literasi Matematika. FKIP
Unsyiah.

OECD (2009a). Learning Mathematics for Life: a View Perspective from PISA.

Sari, Rosalia Hera Novita. 2015. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai