Oleh : Kelompok 4
Dewa Ayu Oka Setiawati (1823011001)
Ni Made Shinta Teja Riani (1823011003)
Putu Nita Listiari (1823011006)
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan ...................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Literasi Matematika ............................................................... 4
2.2. Proses Utama dalam Literasi Matematika ............................................... 6
2.3. Urgensi Literasi Matematika dalam Kehidupan ...................................... 10
2.4. Pengembangan KemampuanLiterasi Matematika ................................... 11
2.5. Domain PISA untuk Literasi Matematika ............................................... 12
2.6. Assessment Berbasis Literasi Matematika ............................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan .................................................................................................. 20
3.2. Saran ........................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Indonesia mulai bergabung dengan PISA. Keterlibatan Indonesia dalam mengikuti
PISA adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengetahui sejauh mana kesiapan
dan kemampuan siswa Indonesia bersaing dengan siswa dari negara lain. PISA
melakukan penilaian yang berorientasi pada masa depan yaitu menguji kemampuan
siswa dalam menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki
untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Partnership of 21st Century Skills
mengidentifikasikan bahwa siswa pada abad ke-21 harus mampu mengembangkan
keterampilan kompetitif yang berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking skills).
Data dari PISA sebagaimana yang disebutkan oleh Indah, dkk (2016) bahwa
data PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2000, 2003,
2006, 2009 menunjukkan hasil yang tidak banyak berubah pada setiap
keikutsertaan. Rata-rata skor prestasi literasi matematika pada PISA tahun 2009,
Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371,
sementara rata-rata skor internasional adalah 496. PISA sendiri merupakan suatu
program studi internasional yang bertujuan untuk menguji prestasi literasi
membaca, matematika dan sains siswa sekolah berusia antara 15 tahun yang
mendekati akhir wajib belajar.Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh PISA,
kemampuan literasi matematika siswa di Indonesia masih rendah. Melihat fakta
terebut, kemampuan literasi matematika siswa di Indonesia masih perlu untuk
ditingkatkan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi matematika ini, guru,
pemerintah maupun pemerhati pendidikan perlu memahami terlebih dahulu apa itu
literasi matematika. Tidak hanya itu, perlu disadari pula mengapa literasi
matematika ini perlu menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika. Dengan
pemahaman akan dua hal ini diharapkan dapat memberikan arahan bagaimana
strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkannya melalui pendidikan
matematika. Sesuai dengan uraian diatas maka perlu adanya pemaparan mengenai
literasi mateatika dan assesemen agar dapat membantu para guru dalam
menyiapkan pembelajaran yang tepat bagi siswa. Maka dari itu, penulis tertarik
membahas makalah dengan materi “Literasi Matematika dan Assesemen”.
2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut.
1.2.1. Bagaimana pengertian literasi matematika?
1.2.2. Bagaimana proses utama dalam literasi matematika?
1.2.3. Bagaimana urgensi literasi matematika dalam kehidupan?
1.2.4. Bagaimana pengembangan kemampuan literasi matematika?
1.2.5. Bagaimana domain pisa untuk literasi matematika?
1.2.6. Bagaimana assesemen berbasis literasi matematika?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut :
1.1.1 Untuk mengetahui pengertian literasi matematika.
1.1.2 Untuk mengetahui proses utama dalam literasi matematika.
1.1.3 Untuk mengetahui urgensi literasi matematika dalam kehidupan.
1.1.4 Untuk mengetahui pengembangan kemampuan literasi matematika.
1.1.5 Untuk mengetahui domainpisa untuk literasi matematika.
1.1.6 Untuk mengetahui assesemen berbasis literasi matematika.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
kehidupan sehari-hari dan sekaligus menggunakannya untuk membuat keputusan-
keputusan yang tepat atas berbagai permasalahan/fenomena yang terjadi.
Lebih sederhana Ojose, B (dalam Hera, 2015) berpendapat bahwa literasi
matematika merupakan pengetahuan untuk mengetahui dan mengunakan dasar
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian ini, seseorang yang
memiliki kemampuan literasi matematika yang baik memiliki kepekaan konsep-
konsep matematika mana yang relevan dengan fenomena atau masalah yang sedang
dihadapinya. Dari kepekaan ini kemudian dilanjutkan dengan pemecahan masalah
dengan menggunakan konsep matematika. Literasi diperoleh melalui proses
sepanjang hayat, berlangsung tidak hanya di sekolah atau melalui pendidikan
formal, tetapi juga melalui interaksi dengan teman-teman dan masyarakat secara
luas.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Stecey & Tuner (dalam Hera, 2015)
mengartikan literasi dalam konteks matematika adalah untuk mememiliki kekuatan
untuk mengunakan pemikiran matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari
agar lebih siap menghadapi tantangan kehidupan. Pemikiran matematika yang
dimaksudkan meliputi pola pikir pemecahan masalah, menalar secara logis,
mengkomunikasikan dan menjelaskan. Pola pikir ini dikembangkan berdasarkan
konsep, prosedur, serta fakta matematika yang relevan dengan masalah yang
dihadapi.
Melengkapi pendapat sebelumnya, Steen, Turner & Burkhard (dalam Hera,
2015) menambahkan kata efektif dalam pengertian literasi matematika. Literasi
matematika dimaknai sebagai kemampuan untuk mengunakan pengetahuan dan
pemahaman matematis secara efektif dalam menghadapi tantangan kehidupan
sehari-hari. Seseorang yang literate matematika tidak cukup hanya mampu
mengunakan pengetahuan dan pemahamannya saja akan tetapi juga harus mampu
untuk mengunakannya secara efektif.
Secara umum pendapat di atas menekankan pada hal yang sama yaitu
bagaimana mengunakan pengetahuan matematika guna memecahkan masalah
sehari-hari secara lebih baik dan efektif. Dalam proses memecahkan masalah ini,
seseorang yang memiliki literasi matematika akan menyadari atau memahami
konsep matematika mana yang relevan dengan masalah yang dihadapinya. Dari
5
kesadaran ini kemudian berkembang pada bagaimana merumuskan masalah
tersebut kedalam bentuk matematisnya untuk kemudian di selesaikan. Proses ini
memuat kegiatan mengeplorasi, menghubungkan, merumuskan, menentukan,
menalar, dan proses berfikir matematis lainnya. Proses berpikir ini dapat
dikategorikan menjadi 3 proses utama yaitu merumuskan, mengunakan dan
menginterpretasikan. Dengan demikian, kemampuan literasi matematika dapat
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, mengunakan dan
menginterpretasikan matematika dalam berbagai konteks pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari secara efektif.
6
matematika hingga proses memecahkan masalah tersebut. Tahapan-tahapan dari
proses matematisasi yang pada PISA 2012 meliputi merumuskan, menggunakan,
menafsirkan dan mengevaluasi dan digambarkan dalam gambar berikut.
Menafsirkan
Solusi Solusi
Nyata Matematika
Mengevaluasi
Menggunakan
Masalah Masalah
Nyata Matematika
Merumuskan
7
kedalam matematika. Proses ini menghasilkan model matematika dari masalah
yang diidentifikasi. Metode matematis kemudian digunakan untuk memperoleh
solusi matematis dari masalah. Proses tidak berhenti setelah diperoleh solusi. Solusi
tersebut perlu untuk diterjemahkan kembali dalam domain di luar matematika atau
sesuai dengan konteksnya. Blum & Leiβ mengambarkan proses pemodelan dalam
7 langkah sebagai berikut.
Langkah pertama dari proses pemodelan ini adalah memahami situasi dari
masalah yang diberikan untuk kemudian dikonstruksi. Pada proses ini, pemecah
masalah dituntut untuk mengkonstruksikan masalah yang diberikan kedalam model
situasional. Pemecah masalah perlu untuk memahami karakteristik dari masalah
yang dihadapinya. Langkah selanjutnya adalah menyusun situasi dengan cara
menentukan variabel yang ada dalam masalah tersebut. Tidak hanya itu, langkah
ini juga menuntut proses penyederhanaan situasi dengan cara mendefinisikan
masalah secara tepat agar dapat membantu dalam penyusunan model nyata dari
situasi masalah. Pendefinisian masalah harus logis dan sesuai dengan konteksnya.
Setelah masalah disederhanakan kemudian dilakukan proses matematisasi masalah.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya proses ini merupakan proses pengubahan
model nyata/ masalah nyata menjadi model matematika. model matematika tersebut
dapat memuat operasi atau variabel.
Langkah keempat adalah bekerja secara matematis. Hasil dari proses ini
adalah solusi matematis yang kemudian akan ditafsirkan kedalam dunia nyata
sebagai solusi nyata. Meskipun melalui proses menafsirkan telah diperoleh solusi
8
sesuai dengan konteksnya, proses belum berhenti. Solusi tersebut perlu untuk
divalidasi untuk melihat apakah diperlukan proses pemodelan ulang dengan melihat
kesesuaian hasil dengan permasalahan, data serta teori. Setelah itu baru kemudian
dilanjutkan pada tahap terakhir yaitu menyajikan solusi akhir. Proses penyajian
yang dimaksudkan adalah proses membawa atau menerjemahkan model situasional
kedalam situasi dan masalah yang nyata.
Tujuh langkah pemodelan Blum & Leiβ tersebut dapat direduksi kedalam 4
langkah siklik yang disebut sebagai langkah penyelesaian tugas pemodelan siswa.
Keempat langkah tersebut adalah memahami tugas/masalah, menetapkan model,
mengunakan matematika dan terakhir menjelaskan solusi. Memahami
tugas/masalah memiliki maksud yang sama dengan tahapan konstruksi atau
formulasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya, penetapan model
merupakan gabungan atau hasil reduksi dari langkah kedua dan ketiga yaitu
menyederhanakan dan matematisasi. Langkah ke 5, 6 dan 7 pada pemodelan Blum
& Leiβ direduksi menjadi tahap menjelaskan solusi. Keempat langkah tersebut
mengambarkan bagaimana siswa mengunakan literasi matematikanya dalam
pemecahan masalah.
Melihat pada paparan di atas proses matematisasi yang dirumuskan oleh
PISA mirip dengan proses pemodelan matematika. Meskipun tahapan-tahapan yang
disajikan sedikit berbeda akan tetapi perbedaan hanya terletak pada penamaan dan
pengkategorian tahapan pemodelan yang dilakukan. Hubungan antara proses
matematisasi PISA dan proses pemodelan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Hubungan antara proses matematisasi dan pemodelan
Mengkonstruksi masalah
Menggunakan
Bekerja dengan matematika Menetapkan model
matematika
9
Menafsirkan solusi Menafsirkan solusi Mengunakan
Menyajikan solusi matematika
10
meningkatkan keyakinan diri dalam menghadapi maupun memecahkan suatu
masalah. Dalam bidang politik misalnya, masyarakat yang memiliki literasi
matematika yang baik dapat menjadikan data-data statistik menjadi fakta
kuantitiatif dan informasi yang efektif untuk memilih calon legislatif secara lebih
bijaksana. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang kritis
dan demokratis. Selain itu, jaman sekarang hampir semua pekerjaan dibantu oleh
komputer tetapi kemampuan literasi matematika harus tetap dimiliki karena
seseorang tidak hanya dituntut mengenai perhitungan matematisnya untuk
memahami suatu system dan bagaiaman cara mengembangkannya. Contoh lainnya,
pada saat berbelanja ke supermarket. Seseorang cenderung membeli barang yang
disukai bukan barang yang dibutuhkan hanya karena tergiur diskon. Dengan
kemampuan literasi matematika dapat membantu seseorang dalam menentukan
barang yang harus dipilih dengan mempertimbangkan harga yang lebih ekonomis.
Contoh selanjutnya, pada saat membangun rumah seringkali pemilik rumah ingin
membuat rumah yang minimalis dan terlihat mewah tetapi dengan biaya yang tidak
banyak. Dalam hal ini, kemampuan literasi matematika sangat bermanfaat dalam
pemilihan bahan maupun peralatan rumah yang memiliki harga lebih ekonomis.
Beberapa contoh diatas merupakan manfaat dari kemampuan literasi matematika,
masih banyak contoh lain dalam kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya dengan
kemampuan literasi matematika.
11
efektif. Pengalaman ini dapat difasilitasi melalui metode pembelajaran yang
memberikan siswa pengalaman tersebut.
Beberapa metode ataupun pendekatan pembelajaran yang dapat
menfasilitasi pengalaman siswa diantaranya pendekatan Realistik matematika,
problem based learning, problem solving, dan contextual teaching learning. Pada
pendekatan pembelajaran yang disebutkan tersebut siswa akan dihadapkan pada
masalah kontekstual atau masalah nyata yang akan membantu mereka
mengkonstruksi pengetahuannya. Pada tahapan ini siswa akan mengunakan
kemampuan literasinya untuk merumuskan masalah nyata kedalam masalah
matematika, kemudian memecahkannya dan menafsirkannya dalam konteks nyata.
Dengan cara ini mereka mengunakan kemampuan literasi matematikanya sekaligus
mengembangkannya. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran juga bukanlah
sembarang masalah. Masalah yang digunakan sebaiknya memenuhi keempat
karakteristik berikut: nyata, rumit, menarik dan kuat. Nyata yang dimaksudkan
adalah masalah tersebut mengambarkan konteks umum dan masalah yang
sebenarnya. Selain itu, masalah juga sebaiknya rumit sehingga menuntut siswa
untuk mengidentifikasi pertanyaan yang tepat. Tidak hanya itu, masalah yang
disajikan hendaknya tidak sekedar soal cerita biasa. Masalah yang disajikan dapat
berupa masalah yang memiliki informasi berlebih ataupun ada yang belum
diketahui.
12
kompetensi siswa yang diperoleh dari sekolah dan dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Orientasi PISA merefleksikan perubahan dalam tujuan dan sasaran kurikulum,
yang lebih memperhatikan apa yang dapat dilakukan siswa dari pada apa yang mereka
pelajari di sekolah. Oleh karena itu siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk
literasi. OECD (2009a) menjelaskan bahwa PISA meliputi 3 komponen mayor dari
domain matematika, yaitu konteks, konten, dan kompetensi yang terlihat pada gambar
sebagai berikut.
1. Konten (Content)
Sesuai tujuan PISA untuk menilai kemampuan siswa menyelesaiakan
masalah real (students capacity to solve real problems), maka masalah pada
PISA meliputi konten matematika yang berkaitan dengan fenomena. Dalam
PISA fenomena ini dikenal dengan over-arching ideas. Karena domain
matematika sangat banyak dan bervariasi, maka dibatasi pada 4 over-arching
ideas yang utama, yaitu perubahan dan hubungan (change and relationship),
ruang dan bentuk (space and shape), kuantitas (Quantity), dan ketidakpastian
dan data (Uncertainty and data).
13
a. Perubahan dan hubungan (Change and relationship), merupakan
kejadian/peristiwa dalam setting yang bervariasi seperti pertumbuhan
organisme, musik, siklus dari musim, pola dari cuaca, dan kondisi
ekonomi. Kategori ini berkaitan dengan aspek konten matematika pada
kurikulum yaitu fungsi dan aljabar. Bentuk aljabar, persamaan,
pertidaksamaan, representasi dalam bentuk tabel dan grafik merupakan
sentral dalam menggambarkan, memodelkan, dan menginterpretasi
perubahan dari suatu fenomena. Interpretasi data juga merupakan bagian
yang esensial dari masalah pada kategori Change and relationship.
b. Ruang dan bentuk (Space and Shape), meliputi fenomena yang berkaitan
dengan dunia visual (visual world ) yang melibatkan pola, sifat dari objek,
posisi dan orientasi, representasi dari objek, pengkodean informasi visual,
navigasi, dan interaksi dinamik yang berkaitan dengan bentuk yang real.
Kategori ini melebihi aspek konten geometri pada matematika yang ada
pada kurikulum.
c. Kuantitas (Quantity), merupakan aspek matematis yang paling
menantang dan paling esensial dalam kehidupan.Kategori ini berkaitan
dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan
untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten
kuantitas ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif,
mempresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah
matematika dan melakukan penaksiran (estimation).
d. Ketidakpastian dan data (Uncertainty and data). Ketidakpastian
merupakan suatu fenomena yang terletak pada jantungnya analisis
matematika dari berbagai situasi. Teori statistik dan peluang digunakan
untuk penyelesaian fenomena ini. Kategori Uncertainty and data meliputi
pengenalan tempat dari variasi suatu proses, makna kuantifikasi dari
variasi tersebut, pengetahuan tentang ketidakpastian dan kesalahan dalam
pengukuran, dan pengetahuan tentang kesempatan/peluang. Presentasi
dan interpretasi data merupakan konsep kunci dari kategori ini.
14
2. Konteks (Context)
Masalah (dan penyelesaiannya) bisa muncul dari situasi atau konteks yang
berbeda berdasarkan pengalaman individu. Situasi merupakan bagian dari
dunia nyata siswa dimana masalah (tugas) ditempatkan. Sedangkan konteks
dari item soal merupakan setting khusus dari situasi. Pemilihan strategi dan
representasi yang cocok untuk menyelesaiakan sering masalah bergantung
pada konteks yang digunakan. Soal PISA melibatkan empat konteks, yaitu
berkaitan dengan situasi/konteks pribadi (personal), pekerjaan
(occupational), bermasyarakat/umum (societal), dan ilmiah (scientific).
a. Konteks pribadi secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi
siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari siswa
menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan
masalah. Matematika diharapkan dapat berperan dalam
menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.
b. Konteks pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan
atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep
matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan, melakukan
klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan
pada umumnya.
c. Konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan
matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih
luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menggunakan pemahaman
mereka tentang pengetahuan dan konsep matematika untuk mengevaluasi
berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.
d. Konteks ilmiah secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang
lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori
dalam melakukan pemecahan masalah matematika
15
3. Kelompok Kompetensi (Competencies Cluster)
Kompetensi pada PISA diklasifkasikan atas 3 kelompok yaitu sebagai
berikut.
a. Kelompok Reproduksi
Pada pertanyaan kelompok reproduksi siswa diminta menunjukkan bahwa
mereka mengenal fakta, objek-objek dan sifat-sifatnya, ekivalensi,
menggunakan prosedur rutin, algoritma standar, dan menggunakan skill
yang bersifat teknis.
b. Kelompok Koneksi
Pada pertanyaan kelompok koneksi meminta siswa untuk menunjukan
bahwa mereka dapat membuat hubungan antara beberapa gagasan dalam
matematika dan beberapa informasi yang terintegrasi untuk menyelesaikan
suatu permasalahan.
c. Kelompok Refleksi
Pada kelompok ini disajikan masalah yang tidak terstruktur (unstructured
situation) dan meminta siswa untuk mengenal dan menemukan ide
matematika dibalik masalah tersebut.
16
dapat memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk
memecahkan masalah yangrumit yang berhubungan dengan model ini.
Para siswa pada tigkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan pemikiran
dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan
keterampilan matematikanya dengan situasi yang dihadapi. Mereka dapat
melakukan refleksi dan apa yang mereka kerjakan dan
mengkomunikasikannya.
4 Para siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang
konkret tetapi kompleks. Mereka dapat memilih dan mengintegrasikan
representasi yang berbeda, dan menghubungkannya dengan situasi nyata.
Para siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannya dengan
baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan
konteks. Mereka dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya
disertai argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka.
3 Para siswa dapat melaksanakan prosedur dengan balk, termasuk prosedur
yang memerlukan keputusan secara berurutan. Mereka dapat memilih dan
menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana. Para siswa pada
tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi
berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya.
Mereka dapat mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka.
2 Para siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks
yang memerlukan inferensi langsung. Mereka dapat memilah informasi yang
relevan dari sumber tunggal dan menggunakan cara representasi tunggal. Para
siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan algoritma dasar, menggunakan
rumus, melaksanakan prosedur atau konvensi sederhana. Mereka mampu
memberikan alasan secara langsung dan melakukan penafsiran harafiah.
1 Para siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal
serta semua informasi yang relevan tersedia dengu pertanyaan yang jelaz.
Mereka bisa mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur rutin
menurut instruksi eksplisit. Mereka dapat melakukan tindakan sesuai dengan
stimuli yang diberikan.
17
Tahapan penyusunan soal berdasarkan Permendikbud No. 104 Tahun 2014
yaitu:
18
Siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik dalam menyelesaikan
3
soal serta dapat memilih strategi pemecahan masalah.
Siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dan dapat memilih serta
4 mengintegrasikan representasi yang berbeda, kemudian
menghubungkannya dengan dunia nyata.
Siswa dapat bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks serta
5
dapat menyelesaiakan masalah yang rumit.
Siswa dapat menggunakan penalarannya dalam menyelesaikan masalah
6 matematis, dapat membuat generalisasi, merumuskan serta
mengkomunikasikan hasil temuanya.
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
1. Kemampuan literasi matematika dapat didefinisikan sebagai kemampuan
seseorang untuk merumuskan, mengunakan dan menginterpretasikan
matematika dalam berbagai konteks pemecahan masalah kehidupan sehari-
hari secara efektif
2. Literasi matematika berkaitan dengan kemampuan menerapkan matematika
dalam masalah sehari-hari. Oleh karena itu, proses penyelesaian masalah
nyata menjadi komponen penting dalam literasi matematika.
3. Literasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk merumuskan,
mengunakan dan menginterpretasikan matematika dalam berbagai konteks
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari secara efektif.
4. Dalam literasi matematika bagian yang penting adalah proses matematisasi
yakni proses merumuskan, mengunakan dan menafsirkan serta
mengevaluasi matematika dalam berbagai konteks.
5. PISA (Program for International Students Assessment) merupakan salah
satu program yang dilaksanakan untuk memberikan informasi kepada
pemerintah maupun pihak lainnya tentang keefektifan system pendidikan
khususnya dalam mempersiapkan masa depan siswa. Fokus dari PISA
adalah literasi siswa usia 15 tahun dalam matematika, sains, dan membaca.
OECD (2009a) menjelaskan bahwa PISA meliputi 3 komponen mayor dari
domain matematika, yaitu konteks, konten, dan kompetensi.
6. Tujuan asesmen adalah untuk mengumpulkan informasi dalam rangka
menyusun suatu program pembelajaran yang tepat sehingga dapat
melakukan layanan pembelajaran secara tepat. Langkah-langkah instrumen
asesmen: menentukan tujuan tes, melakukan analisis kurikulum, membuat
kisi-kisi, menulis soal, melakukan telaah instrumen secara teoritis,
melakukan uji coba dan analisis hasil uji coba tes, merevisi soal
3.2. Saran
20
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah literasi matematika dalam
pembelajaran sebaiknya menggunakan metode ataupun pendekatan pembelajaran
seperti problem based learning, problem solving, contextual teaching learning,
pendekatan matematika realistik yang dapat menfasilitasi pengalaman siswa.
Pengembangan literasi matematika bagi siswa sangat perlu diperhatikan setelah
memahami bagaimana literasi matematika mencakup hal mendasar hingga aplikasi
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
21
DAFTAR PUSTAKA
Johar, Rahmah. 2012. Domain Soal PISA untuk Literasi Matematika. FKIP
Unsyiah.
OECD (2009a). Learning Mathematics for Life: a View Perspective from PISA.
Sari, Rosalia Hera Novita. 2015. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.