Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang diberikan
kepada seluruh siswa dengan tujuan melatih cara dalam bernalar, menarik kesimpulan,
mengembangkan kreativitas yang melibatkan imajinasi, intuisi, serta penemuan
dengan mengembangkan berpikir tingkat tinggi, orisinil, rasa ingin tahu, membuat
dugaan, mencoba-coba serta mengembangkan kemampuan dalam memecahkan
masalah, dan dalam menyampaikan informasi atau mengomunikasikan gagasan.1
Matematika dapat membantu manusia dalam aktivitas dan pekerjaan, karena ilmu
matematika selalu berkaitan dengan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
berkaitan dengan kegiatan menghitung laba dan rugi, menghitung uang tabungan dan
gaji, menghitung perkiraan biaya listrik dan air, dan sebagainya. Mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada siswa agar digunakan dan diterapkan untuk dapat
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.2 Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa matematika memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari
untuk dipahami dan dikuasai oleh seluruh masyarakat, terutama siswa-siswi sekolah
dasar hingga mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi.
Tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional tahun 2006 sejalan dengan National Council of Teacher of Mathematics
(NCTM) bahwa terdapat lima kemampuan matematis dalam proses pembelajaran
matematika, yaitu pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving),
komunikasi matematis (mathematical communication), penalaran matematis
(mathematical reasoning), koneksi matematis (mathematical connection), dan
representasi matematis (mathematical representation).3 Gabungan kelima kompetensi
tersebut perlu dimiliki siswa agar dapat mempergunakan ilmu matematika dalam

1
Indah P., “Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Reciprocal Teaching
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatiif Matematika Siswa Yayasan Madrasah Islamiyah Medan Tp.
2017/2018”, Skripsi: UIN Sumatera Utara, (Medan, 2017), h.1-2
2
Sri Wardhani, “Implikasi Karakteristik Matematika Dalam Pencapaian Tujuan Mata Pelajaran
Matematika di SMP/MTs”, (Yogyakarta: Diklat Guru, 2010), h.10
3
NCTM, Principles and Standards for School Mathematics, (Reston, VA: NCTM, 2000), h.7
kehidupan sehari-hari. Menurut Yunus Abidin, dkk kemampuan yang mendukung
pengembangan kelima kemampuan matematis tersebut disebut juga dengan
kemampuan literasi matematis. 4 Menurut PISA, Literasi matematika adalah
kemampuan individu dalam bernalar secara matematis dengan merumuskan,
menggunakan, dan menafsirkan matematika untuk memecahkan masalah dalam
berbagai konteks dunia nyata yang melibatkan konsep, prosedur, fakta, dan alat untuk
menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena yang dapat membantu
individu dalam mengetahui peran matematika di dunia nyata, serta membuat penilaian
yang beralasan dan keputusan dibutuhkan oleh warga abad 21 yang kontruktif, terlibat,
dan reflektif.5
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Nadiem, menggagas Kebijakan
merdeka belajar yang terdiri atas 4 poin, salah satu poinnya adalah Ujian Nasional
(UN) diganti dengan AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) dan survei karakter.
AKM yang digunakaan saat ini adalah untuk mengukur kemampuan literasi dan
numerasi peserta didik yang dilakukan setiap jenjang pendidikan pada kelas 4, 8, dan
11 dengan berbagai jenis level pada tingkatannya. AKM yang akan ditetapkan oleh
pemerintah selayaknya menjadi bagian dari target pemerintah dalam menyiapkan
peserta didik di abad 21 dengan berbagai kecakapan yang harus dicapai. Kecakapan
tersebut termuat dalam 4C, yaitu Critical thinking and problem solving (peserta didik
harus berpikir kritis dan dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari),
Creativity (peserta didik memiliki kreativitas), Communication skills (peserta didik
harus mampu memiliki kemampuan berkomunikasi), dan ability to work
Collaboratively (peserta didik harus memiliki kemampuan kerja sama). Selain itu,
peserta didik dituntut untuk dapat membangun pemahaman, dapat bekerja sama, dapat
memecahkan masalah, dapat bekerja dengan memanfaatkan ICT (Information and
Communication Technology) serta membangun kreativitas.6 Kemudian, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan bahwa kecakapan yang

4
Yunus Abidin, dkk, “Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi
Matematika, Sains, Membaca, dan Menulis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h.99
5
OECD, PISA 2022 Mathematics Framework (Draft), (Paris: OECD Publishing, 2018), h.7
6
Dini Andiani, dkk, “Analisis Rancangan Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) Numerasi
Program Merdeka Belajar”, Majamat: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, (2021), h.81
diperlukan pada abad 21 yaitu kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan,
keterampilan dan sikap, serta penguasaan terhadap teknologi. 7 Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa literasi menjadi bagian penting dalam sebuah proses pendidikan
untuk menyongsong abad 21, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan literasi
matematis sangat perlu dimiliki oleh siswa pada abad 21 ini.
Literasi matematis merupakan salah satu domain yang diukur dalam studi The
Programme for International Student Assesment (PISA) yang dilakukan oleh
Organization for Economic Coorporation and Development (OECD) setiap tiga tahun
sekali. OECD menyatakan tujuan PISA adalah mengukur kemampuan literasi
membaca, sains, dan matematika untuk anak berusia 15 tahun. Manfaat yang diperoleh
antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa Indonesia bila
dibandingkan dengan prestasi siswa di negara lain serta diharapkan dapat digunakan
untuk peningkatan mutu pendidikan.
Indonesia telah berpartisipasi dalam PISA sejak tahun 2001. Hasil studi PISA
mengenai kemampuan literasi matematis siswa di Indonesia menunjukkan bahwa
literasi matematis siswa di Indonesia masih terbilang rendah. Hasil dari 3 kali terakhir
siswa Indonesia mengikuti program PISA, yaitu pada tahun 2012, kemampuan literasi
matematis siswa Indonesia mendapatkan skor 375. 8 Pada tahun 2015, kemampuan
literasi matematis siswa Indonesia mendapatkan skor 386. 9 Pada tahun 2018,
kemampuan literasi matematis siswa Indonesia masih berada di level 1 dengan skor
379 dari skor rata-rata OECD 489 dan Indonesia berada di peringkat 7 terbawah. 10 Hal
tersebut menunjukkan bahwa literasi matematika siswa di Indonesia berdasarkan studi
internasional masih belum memuaskan. Kemudian, berdasarkan hasil penelitian
Mahdiansyah dan Rahmawati mengatakan bahwa salah satu faktor rendahnya
kemampuan literasi matematis siswa di Indonesia karena tes PISA menggunakan

7
Direktorat Pembinaan Sekolah menengah Atas, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, Panduan Implementasi Kecakapan Abad 21 Kurikulum 2013 di Sekolah
Menengah Atas, Jakarta: 2017, h.4
8
OECD, PISA 2012 Result in Focus, (Paris: OECD Publishing, 2014), h.5
9
OECD, PISA 2015 Result in Focus, (Paris: OECD Publishing, 2018), h.5
10
OECD, PISA 2018 Insight and Interpretation, (Paris: OECD Publishing, 2019), h.7
banyak konteks asing yang belum dikenal oleh siswa-siswi di pelosok daerah, seperti
skateboard, kereta maglev, ataupun sistem telepon di hotel dan kartu elektronik. 11
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, Muin, Kadir, dan
Miftah pada tahun 2021, menunjukkan bahwa kemampuan literasi matematis siswa
Madrasah di Indonesia memiliki rata-rata 17,23%. Hal ini dapat dikatakan bahwa
kemampuan literasi matematika siswa Madrasah di Indonesia masih tergolong rendah.
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan literasi matematis siswa Madrasah di
Indonesia dikarenakan sebagian besar siswa tidak paham mengenai konteks yang ada
di dalam soal.12 Stacey mengatakan bahwa konteks merupakan satu hal yang penting
dalam pembelajaran dan asesmen karena siswa dipersiapkan untuk menyambut
tantangan masa mendatang sehingga perlu dikenalkan dengan berbagai konteks yang
mencakup berbagai aspek dalam kehidupannya.13 Berdasarkan pernyataan tersebut,
dapat dikatakan bahwa konteks dalam pembelajaran matematika sangat penting
diperhatikan, khususnya dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Dalam setiap proses pembelajaran di jenjang manapun akan selalu ada proses
evaluasi atau penilaian. Proses evaluasi tersebut merupakan hal yang sangat penting
bagi perkembangan kualitas pendidikan di semua negara khususnya Indonesia. Hal ini
dijelaskan dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 Bab XVI tentang Evaluasi,
Akreditasi dan Sertifikasi pada Pasal 57 Ayat 1 “Evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” 14 Evaluasi
menjadi salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses pembelajaran sebagaimana menurut pendapat Ralph Tyler yang mengatakan
bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh

11
Mahdiansyah dan Rahmawati, “Literasi Matematika Siswa Pendidikan Menengah: Analisis
Menggunakan Desain Tes Internasional dengan Konteks Indonesia”, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 20 (4), (2014), h.453
12
Lia Kurniawati, dkk, “Student Mathematical Literacy Skill of Madrasah in Indonesia with
Islamic Context”, TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, (2021), h. 116
13
Kaye Stacey, “The PISA View of Mathematical Literacy in Indonesia”, IndoMS. J.M.E,
2:(2), 2011, h.103
14
Budi Manfaat, dan Siti Nurhairiyah, “Pengembangan Instrumen Tes Untuk Mengukur
Kemampuan Penalaran Statistik Mahasiswa Tadris Matematika”, Journal EDUMA, 2013, h. 1
mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.15 Salah satu
alat yang digunakan dalam melakukan evaluasi adalah instrumen tes. Tes yang
digunakan sekolah umumnya mengukur kemampuan atau tingkat pencapaian siswa
dalam ranah kognitif, seperti pengetahuan, deskripsi, analisis, sintesis, evaluasi, dan
lain-lain. Instrumen tes merupakan salah satu bagian penting untuk menunjang
keberhasilan suatu pembelajaran, karena digunakan untuk memperoleh informasi
tentang ketercapaian hasil proses belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.16 Berdasarkan hasil pra penelitian Lisa Aulia pada tahun 2021 mengatakan
bahwa di MTsN Jakarta masih terbatasnya instrumen tes berupa soal-soal yang
mengasah kemampuan literasi matematis dalam proses pembelajaran matematika.
Guru matematika tersebut juga berpendapat bahwa belum membiasakan pemberian
soal yang memuat kemampuan literasi matematika sehingga siswa merasa kesulitan
dan berusaha keras dalam memahami soal-soal cerita yang diberikan.17 Hal ini
sependapat dengan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika di tempat
Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) yang peneliti laksanakan, yaitu di MTs
Islamiyah Ciputat. Hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII sekaligus
wakil kepala bidang kurikulum di MTs Islamiyah Ciputat mengatakan bahwa dalam
proses pembelajaran matematika masih jarang penggunaan instrumen soal soal yang
memuat literasi matematika yang menyebabkan siswa/i kelas VIII MTs Islamiyah
Ciputat mengalami kesulitan memahami soal-soal dalam bentuk soal cerita karena
tidak terbiasa mengerjakan soal dalam bentuk cerita yang dapat mengasah kemampuan
literasi matematis. Berdasarkan hal tersebut, dapat disadari perlunya pengembangan
instrumen soal-soal dengan indikator literasi matematis untuk siswa kelas VIII tingkat
MTs atau Sekolah Islam.

15
Ulfa Nurfillaili, dkk. 2016. Pengembangan Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif Mata
Pelajaran Fisika Pada Pokok Bahasan Usaha dan Energi SMA Negeri Khusus Jeneponto Kelas XI
Semester 1. Jurnal Pendidikan Fisika Vol.4, No.2, h.83
16
Ina Magdalena, dkk. 2021. Pengembangan Instrumen Tes Siswa SDN Pinang 2 Kota
Tangerang. EDISI: Jurnal Edukasi dan Sains, Vol.3 No.1; 131-132
17
Lisa Auliya, “Pengembangan Instrumen Tes Literasi Matematis Berbasis Budaya Betawi
untuk Siswa SMP/MTs”, Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2021), h.3-4
Lembaga pendidikan yang memiliki kiprah panjang dalam dunia pendidikan di
Indonesia, salah satunya adalah madrasah atau sekolah Islam.18 Perkembangan
pembelajaran di Madrasah sangat perlu diperhatikan, khususnya mata pelajaran
matematika. Hal ini karena mata pelajaran berbasis Islam lebih banyak dibandingkan
dengan ilmu pengetahuan umum. Hal tersebut menyatakan bahwa konteks di lingkup
madrasah sangat berkaitan erat dengan ke-Islaman. Konteks Ke-Islaman dapat
diintegrasikan dengan matematika, karena matematika termasuk ilmu pengetahuan
yang bersifat universal. Setiap konsep dalam matematika dapat digunakan sebagai
solusi untuk menyelesaikan algoritma masalah pada bidang ilmu lainnya. Salah
satunya adalah penggunaan konsep matematika kepada al-Qur’an.19 Pengintegrasian
konteks Islam dalam masalah matematika dapat mendorong siswa untuk bernalar dan
membangun kesadaran kritisnya akan kebenaran hakiki yang bersumber dari nilai-nilai
dan ajaran Islam. Selain itu, Matematika juga akan menjadi pelajaran yang sangat
menarik bagi siswa madrasah karena mereka akan beranggapan bahwa matematika
memang bagian dari kehidupan sehari-hari dan agama mereka.20 Namun, berdasarkan
hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII MTs Islamiyah Ciputat nyatanya
dalam pembelajaran matematika belum tersedianya soal-soal matematika yang
berbasis konteks ke-Islaman untuk diberikan kepada siswa. Sehingga perlunya guru
untuk mengembangkan soal soal matematika dalam konteks ke-Islaman, khususnya
dalam lingkup Madrasah atau Sekolah Islam.
Terdapat beberapa macam konteks ke-Islaman yang dapat diintegrasikan ke
dalam soal matematika, yaitu pengintegrasian soal matematika dengan mata pelajaran
berbasis Islam di tingkat Madrasah seperti Al-Qur’an Hadits, Fikih, Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI), dan Akidah Akhlak yang terdapat dalam penelitian Yuhyi
Yanto dalam skripsinya yang berjudul “Pengembangan Instrumen Tes Matematika
Terintegrasi Konsep Keislaman”. Namun dalam penelitian Yuhyi, soal matematika
yang diintegrasikan dengan konteks ke-Islaman adalah soal matematika umum, bukan

18
M. Maskur, “Eksistensi dan Esensi Pendidikan Madrasah di Indonesia”, Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran dasar, 4: 1, (Juni, 2017), h. 102
19
Abdul Fattah Nasution, “Implementasi Konsep Matematika dalam Al-Qur’an Pada
Kurikulum Madrasah”, Jurnal EduTech, 3(1), (Maret, 2017), h.1
20
Kusaeri, dkk, “Developing an Assessment Instrument of Higher Order Thinking Skills in
Mathematics with in Islamic Context”, In journal of Physics: Conference Series, 1907 : 1, (2018), h.2
soal literasi matematika. Model integrasi yang digunakan pada penelitian Yuhyi adalah
model struktur pengetahuan islam (SPI), dimana model SPI yang dijelaskan oleh
Osman Bakar merupakan jembatan antara ilmu dan agama, serta digunakan juga model
integrated twin towers yang pertama kali dikenalkan oleh Syam dengan istilah twin
towers dengan perkembangan dunia menjadi in tentang integrasi yang digunakan di
UIN Jakarta yang menjelaskan bahwa Ilmu agama dan ilmu umum dapat dipadukan
menjadi ilmu pengetahuan.21 Kemudian selain itu, terdapat konteks islam yang dapat
diintegrasikan ke dalam pertanyaan literasi matematika, konteks islam tersebut terkait
dengan ayat-ayat Al-Qur’an, Al-Hadits, Sirah Nabawiyah dan peristiwa-peristiwa
dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam jurnal Kurniawati, dkk. yang
berjudul “Student Mathematical Literacy Skill of Madrasah in Indonesia with Islamic
Context”. Model integrasi yang digunakan pada penelitian Kurniawati dkk adalah
dengan menggunakan komponen PISA yaitu konten matematika, konteks, proses, dan
tingkatan kemampuan siswa (level) yang dihubungkan dengan konteks islam yang
terkait kemudian diintegrasikan ke dalam pertanyaan literasi matematis. Adapun
contoh bentuk soal literasi matematika tingkat MTs yang mengintegrasikan Konteks
Islam: Al-Hadits dengan komponen PISA: Scientific, Space and Shape, Reflection,
Level 4 adalah sebagai berikut.
“Ada dua cara menentukan awal bulan suci Ramadhan yaitu hisab dan rukyat.
Perbedaan penentuan ini terkadang merusak kerukunan umat beragama. Maka dari
itu pemerintah dalam hal ini kementerian Agama perlu melakukan sidang isbat guna
menentukan awal bulan suci Ramadhan. Kementerian Agama mengamati bulan
(hilal) pada waktu terbenam matahari di akhir bulan Sya’ban menggunakan
teropong yang dipasang dengan sudut seperti tampak pada gambar berikut

21
Yuhyi Yanto, “Pengembangan Instrumen Tes Matematika Terintegrasi Konsep Keislaman”,
Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2020), h. 25-33
Gambar 1.1
Contoh Soal Literasi Matematis Konteks Ke-Islaman Tingkat MTs

Jika tinggi hilal (x) lebih dari atau sama dengan 2 o maka dapat dipastikan bahwa
saat itu adalah sudah masuk tanggal 1 Ramadhan. Berapa derajatkah ketinggian
hilal pada saat itu, Apakah dapat diputuskan bahwa besok sudah masuk tanggal 1
ramadhan?” 22

Berdasarkan soal tersebut, hasil yang diperoleh dari jawaban siswa menunjukkan
Madrasah Tsanawiyah masih kurang dalam wawasan islam yaitu kurangnya wawasan
tentang hilal sebagai penentuan awal bulan dari Ramadhan, sehingga siswa sulit untuk
memahami konteksnya. Berdasarkan pendapat Stacey di atas, konteks dalam
pembelajaran sangat penting diperhatikan, sehingga perlu adanya upaya pembelajaran
yang menghadirkan lebih banyak pertanyaan dalam bentuk konteks masalah,
khususnya konteks islam dalam lingkup madrasah. Kemudian, pentingnya
mengintegrasikan konteks islam menjadi soal literasi matematika bagi siswa madrasah
adalah bertujuan untuk (1)Beradaptasi dengan situasi dan kondisi siswa yang
menerima materi islam setiap hari disekolah; (2)Secara tidak langsung membuat siswa
belajar islam melalui pertanyaan literasi matematika; (3)Meningkatkan keyakinan
mereka dalam islam melalui pendekatan matematis; dan (4)Menghilangkan paradigma
bahwa matematika adalah ilmu umum jauh dari agama.23
Terdapat beberapa penelitian mengenai pengintegrasian konteks islam ke dalam
matematika seperti pada penelitian Hermawati dan Samsul yang mengembangkan
bahan ajar matematika berbasis konteks dunia islam dengan materi aljabar namun soal-

22
Lia Kurniawati, dkk, “Student Mathematical Literacy Skill of Madrasah in Indonesia with
Islamic Context”, TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, (2021), h. 115
23
Ibid, h. 111
soal dalam bahan ajar tersebut tidak dikhususkan soal literasi matematis. 24 Kemudian
penelitian lain yaitu dilakukan oleh Agus dan Maria yang mengembangkan Lembar
Kerja Siswa (LKS) berbasis konteks islam, namun LKS tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman matematika siswa pada materi matriks kelas XI, bukan
untuk meningkatkan kemampuan literasi matematis. 25 Kemudian terdapat juga
penelitian yang dilakukan oleh Merlina Eka Putri yang mengembangkan modul
matematika dengan model ICARE yang terintegrasi nilai-nilai Islam, namun bukan
untuk melatih siswa dalam kemampuan literasi matematisnya. 26 Sebaliknya terdapat
banyak pula penelitian mengenai pengembangan soal-soal literasi matematis namun
jarang yang mengintegrasikannya ke dalam konteks Islam, seperti penelitian Kakung
Pasetyo yang mengembangkan instrumen literasi matematika berbasis konservasi,
konservasi yang dimaksud dalam penelitian Kakung yaitu Tindakan perlindungan,
pengawetan, dan pemanmaafatan secara lestari baik konservasi terhadap sumber daya
alam maupun seni dan budaya.27 Kemudian terdapat pengembangan instrumen untuk
mengukur kemampuan literasi matematis siswa SMP yang dilakukan oleh Adi,
Mohamad, dan Ahmad Yani. Penelitian tersebut mengembangkan instrumen literasi
matematis kemudian sekaligus mengukur kemampuan literasi matematis siswa SMP
namun tidak berkonteks islami.28 Kemudian ada juga pengembangan soal literasi
matematika berbasis budaya etnik madura untuk siswa SMP/MTs yang dikembangkan
oleh Sitti, Sunardi, dan Dinawati.29 Penelitian lain juga sejalan dengan skripsi Lisa
Aulia yang mengembangkan instrumen tes kemampuan literasi matematis berbasis

24
Hermawati dan Samsul M, “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Konteks Dunia
Islam Pada Materi Aljabar Siswa SMP IT/MTs Kelas VII”, Jurnal Pengembangan Pembelajaran
Matematika (JPPM) Vol.3 No.2, 2021
25
Agus dan Maria, “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Konteks Islam Untuk
Meningkatkan Pemahaman Matematika Siswa Pada Materi Matriks Kelas XI”, (IAIN Purwokerto: JPA
Vol. 21, 2020)
26
Merlina Eka Putri, “Pengembangan Modul Matematika Dengan Model ICARE Terintegrasi
Nilai-Nilai Islam Pada Materi Aljabar”, Skripsi: IAIN Bengkulu, (2021)
27
Kakung Prasetyo, “Pengembangan Instrmen Literasi Matematika Berbasis Konservasi Materi
Geometri Kelas IV”, Skripsi: Universitas Negeri Semarang, (2018)
28
Adi Ari W, dkk., “Pengembangan Instrumen Tes Untuk Mengukur Kemampuan Literasi
Matematis Siswa SMP”, (Program Studi Magister Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak)
29
Sitti Saukiyah, dkk., “Pengembangan Soal Literasi Matematika Berbasis Budaya Etnik
Madura Untuk Siswa SMP/MTs”, KADIKMA, (2017)
budaya Betawi untuk siswa SMP/MTs. 30 Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui
bahwa sedikit ditemukannya pengembangan soal-soal literasi matematika berbasis
konteks ke-islaman, padahal dapat diketahui bahwa pentingnya soal literasi
dintegrasikan dengan konteks ke-islaman khususnya dalam lingkup madrasah seperti
yang sudah dijelaskan di atas. Hal tersebut membuat peneliti semakin tertarik untuk
meneliti lebih lanjut mengenai pengembangan instrumen kemampuan literasi
matematis berbasis konteks keislaman.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berjudul “Pengembangan Instrumen
Tes Kemampuan Literasi Matematis Berbasis Konteks Ke-Islaman Untuk Siswa
Kelas VIII MTs/SMPI”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, terdapat beberapa pokok masalah yang
dapat dikemukakan antara lain:
1. Kemampuan literasi matematis siswa masih rendah.
2. Literasi matematis siswa MTs dalam konteks keislaman rendah.
3. Terbatasnya penggunaan instrumen kemampuan literasi matematis.
4. Tidak banyak ditemukan soal-soal literasi matematika berbasis konteks ke-
Islaman yang layak untuk diberikan kepada siswa dalam lingkup MTs/SMPI

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, dalam penelitian ini masalah dibatasi pada:
1. Studi literatur memuat konteks ke-Islaman, komponen PISA, dan indikator
kemampuan literasi matematis
2. Kisi-kisi tes kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman memuat
informasi mengenai konteks ke-Islaman yang dipilih (Ayat-Ayat Al-Qur’an, Al-
Hadits, Sirah Nabawiyah, dan Peristiwa Sehari-hari), komponen PISA yang
terkait (konten, konteks, proses, dan level), dan Indikator kemampuan literasi
matematis yang dipilih (Formulate, Employ, Interpret).

30
Lisa Auliya, “Pengembangan Instrumen Tes Literasi Matematis Berbasis Budaya Betawi
untuk Siswa SMP/MTs”, Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2021)
3. Soal tes berupa soal uraian sesuai pada kisi-kisi tes yang telah dibuat dengan
materi Pythagoras, Lingkaran, dan Bangun Ruang Sisi Datar yang terdapat di
kelas VIII SMPI/MTs Semester II (Genap).

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan informasi yang terdapat pada latar belakang, maka dapat
disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana proses pengembangan instrumen yang memuat indikator kemampuan
literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman untuk siswa kelas VIII
MTs/SMPI?
2. Bagaimana kelayakan pengembangan instrumen yang memuat indikator
kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman untuk siswa kelas
VIII MTs/SMPI?
3. Bagaimana tanggapan siswa kelas VIII MTs/SMPI mengenai pengembangan
instrumen yang memuat indikator kemampuan literasi matematis berbasis konteks
ke-Islaman?

E. Spesifikasi Produk yang Dihasilkan


Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah instrumen tes uraian berupa soal
matematika berbasis konteks ke-Islaman atau memasukkan konteks Islami dengan
mengaitkan komponen PISA ke dalam soal matematika dengan indikator kemampuan
literasi matematika pada materi kelas VIII tingkat SMPI/MTs Semester II (Genap).

F. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan proses pengembangan instrumen yang memuat indikator
kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman untuk siswa kelas
VIII SMPI/MTs.
2. Untuk mendeskripsikan kelayakan pengembangan instrumen yang memuat
indikator kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman untuk siswa
kelas VIII SMPI/MTs.
3. Untuk medeskripsikan tanggapan siswa kelas VIII MTs/SMPI mengenai
pengembangan instrumen yang memuat indikator kemampuan literasi matematis
berbasis konteks ke-Islaman.

G. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat penilaian, dan evaluasi siswa,
serta gambaran soal-soal kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-
Islaman.
2. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan latihan dengan variasi soal-
soal kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai sarana belajar untuk bahan penelitian
lanjutan maupun referensi yang berkaitan dengan pengembangan instrumen
kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman.

Anda mungkin juga menyukai