Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang memegang peranan
penting dalam kemajuan suatu negara. Suatu negara dapat mencapai
kemajuan, jika kualitas pendidikan dalam negaranya baik. Melalui
pendidikan pula dapat dihasilkan sumber daya manusia berkualitas dan
berwawasan yang dapat membentuk peradaban manusia yang bermartabat.
Hal inilah yang menjadi fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional di
Indonesia, seperti yang tertera pada Undang-undang Republik Indonesia
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3
yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.1
Untuk memenuhi tujuan pendidikan tersebut maka diselenggarakan
rangkaian kependidikan secara sengaja, berencana, terarah, berjenjang dan
sistematis melalui lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Melalui
sekolah siswa diharapkan tidak hanya berkembang dari aspek ilmu atau
intelektual, akan tetapi juga berkembang dalam aspek kepribadian tingkah
laku, tata krama dan budi pekerti.
Di sekolah tentu terdapat sejumlah bidang studi yang perlu
dipelajari oleh siswa, salah satu bidang studi yang memiliki peranan amat
penting yaitu matematika. Hal ini dapat dilihat dengan ditetapkannya
matematika sebagai salah satu mata pelajaran pokok atau wajib dalam
Ujian Nasional (UN). Matematika juga merupakan salah satu bidang studi
yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar
hingga perguruan tinggi, bahkan matematika diajarkan di taman kanak-
1
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3.
kanak secara informal. Hal ini dilakukan untuk membekali siswa dengan
kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta
kemampuan bekerjasama. Selain itu, matematika juga merupakan sumber
dari ilmu lain, dengan kata lain banyak ilmu yang penemuan dan
pengembangannya tergantung dari matematika, sehingga matematika
sangat bermanfaat untuk dipelajari siswa sebagai ilmu dasar bagi
penerapan dibidang lain.
Begitu pentingnya peranan matematika dalam kehidupan tidak
didukung dengan fakta yang terjadi di lapangan. Saat ini khususnya di
Indonesia, prestasi belajar matematika siswa masih jauh dari kata
memuaskan. Hal ini dibuktikan pada tabel 1.1 yang menunjukkan laporan
hasil Ujian Nasional siswa SMP/MTs tahun 2019 pada sekolah MTs
Negeri 8 Jakarta untuk semua mata ujian:2
Tabel 1.1 Perolehan Rata-rata Nilai Ujian Nasional
Siswa MTsN 8 Jakarta untuk Semua Mata Ujian pada
Capaian Wilayah Tertentu:
Capaian Nilai UN
Wilayah
Bahasa Bahasa Matematik IPA
Indonesia Inggris a

Sekolah 78,00 58,9 54,58 58,82

Kabupaten 76,21 59,94 54,9 58,02


atau Kota
Provinsi 72,88 60,98 53,26 55,71

Nasional 64,54 49,19 45,52 47,77

Berdasarkan tabel tersebut terlihat perolehan rata-rata nilai UN


siswa MTsN 8 Jakarta capaian tingkat sekolah pada bidang studi
matematika merupakan yang terendah dibandingkan bidang studi lain.
Bahkan bukan hanya pada tingkat sekolah, untuk capaian wilayah
Kemendikbud, “Laporan Hasil Ujian Nasional Online”, diakses pada 08 Mei pukul 22.25
2

WIB, dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: https://puspendik.kemendikbud.go.id/hasil-


un/
kabupaten atau kota, provinsi, maupun nasional seluruhnya menunjukkan
bahwa matematika selalu berada pada urutan terakhir. Data lain
menunjukkan yaitu hasil dari Program for International Student Asesment
(PISA) tahun 2018 Indonesia dalam kemampuan membaca mendapatkan
peringkat 6 dari bawah dengan skor rata-rata 371, sains mendapatkan
peringkat 9 dari bawah dengan skor rata-rata 396, dan matematika
mendapatkan peringkat 7 dari bawah dengan skor rata-rata 3793, yang
secara keseluruhan posisi Indonesia berturut-turut berada pada peringkat
74, 71, dan 73 dari 79 negara peserta. Jika dilihat dari perolehan rata-rata
nilai UN siswa, serta didukung dengan hasil perolehan siswa Indonesia
pada PISA tahun 2018, menujukkan bahwa keduanya sama-sama
memperlihatkan kemampuan matematika siswa yang masih tergolong
rendah.
Fakta ini diperkuat melalui Laporan Assesment Kompetensi Siswa
Indonesia (AKSI). Laporan AKSI 2019 pada Kompetensi Matematika
menunjukkan bahwa persentase siswa yang berada pada kategori kurang
sebanyak 79,44%, dan kategori cukup sebanyak 18,98%, serta hanya
1,58% siswa yang berada pada kategori baik.4
Dalam kegiatan pembelajaran, materi matematika tentu menjadi
hal mendasar yang perlu dipelajari para siswa. Terdapat banyak materi
dalam pembelajaran matematika, diantaranya adalah materi sistem
persamaan linear dua variabel (SPLDV). Materi ini merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa kelas VIII SMP/MTs dalam
kurikulum 2013. Materi tersebut merupakan materi yang sangat erat
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari dikarenakan banyak hal-hal yang
kita temui menggunakan prinsip SPLDV seperti menghitung harga suatu
barang saat berbelanja, dan masih banyak lagi.

3
Andreas Schleicher “PISA 2018: Insights and Interpretations” (OECD 2019) h.6-9.
4
Kemendikbud, “Laporan Hasil Assesment Kompetensi Siswa Indonesia Online”, diakses
pada 09 Mei pukul 11.06 WIB, dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:
https://aksi.puspendik.kemdikbud.go.id/laporan/
Kedudukan materi SPLDV yang tertera pada kurikulum 2013 pada
kelas VIII SMP/MTs adalah sebagai pengetahuan awal untuk mempelajari
materi berikutnya. Diantaranya materi program linear dan persamaan
linear tiga variabel pada jenjang SMA. Apabila siswa tidak dapat
menguasai materi SPLDV pada kelas VIII dengan baik, maka pada jenjang
selanjutnya siswa juga akan mengalami kendala yang lebih besar dalam
menguasai materi yang menempatkan SPLDV sebagai materi
prasayaratnya. Oleh karena itu, penguasaan materi SPLDV bagi siswa
adalah sesuatu yang sangat dianjurkan.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa materi SPLDV
belum sepenuhnya dikuasai oleh siswa, hal ini dibuktikan melalui Laporan
Hasil Ujian Nasional Siswa dalam Persentase Siswa yang Menjawab
Benar Tahun 2018/2019 pada indikator menganalisis masalah tentang
persamaan linear dua variabel hanya 36,47 siswa yang mampu
menganalisis masalah yang berkaitan dengan SPLDV dengan baik.5 Selain
Kemendikbud, hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Anna Citra
Islamiyah, Sudi Prayitno, dan Amrullah mengungkapkan bahwa rata-rata
nilai ulangan harian siswa pada materi SPLDV yaitu 52,40 dan memiliki
ketuntasan klasikal yang paling rendah yaitu 31,81%.6
Masalah-masalah yang disajikan dalam materi SPLDV terkadang
berupa soal cerita. Karena itu, tidak sedikit siswa yang mengalami
kesulitan ketika dihadapkan dengan soal tersebut. Pada umumnya,
menyelesaikan soal yang berbentuk narasi lebih sulit karena perlu
memahami, menafsirkan menghitung, dan menyimpulkan. Untuk itu guru
perlu membimbing siswa untuk dapat menyelesaikan soal dari mulai
memahami, menafsirkan menghitung, sampai pada tahap menyimpulkan.
Bimbingan yang dimaksud dapat diberikan kepada siswa secara lisan
maupun tertulis. Bimbingan tertulis dalam bentuk bahan ajar apabila
dikembangkan sesuai kebutuhan guru dan siswa, serta dimanfaatkan secara
5
Kemendikbud, Op.cit., diakses pada 12 Juli pukul 12.10 WIB.
6
Anna Citra Islamiyah, dkk, “Analisis Kesalahan Siswa SMP pada Penyelesaian Masalah
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel” Jurnal Didaktik Matematika, Vol. 5, No. 1, April 2018.
benar merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan mutu
pembelajaran. Dengan memanfaatkan bahan ajar, siswa dapat belajar
dimanapun dan kapanpun. Siswa juga dapat belajar sesuai dengan
kecepatannya masing-masing. Sebagaimana kita ketahui, kecepatan
seseorang dalam mempelajari sesuatu sangat beragam, ada siswa yang
belajarnya cepat, ada siswa yang sedang, dan ada juga siswa yang
belajarnya lambat, bahkan sangat lambat. Melalui bahan ajar,
keberagaman kecepatan siswa dapat diakomodasi dan diatasi.
Selain bahan ajar, penggunaan model pembelajaran juga sangat
membantu siswa untuk dapat memahami materi yang sedang dipelajari.
Salah satu inovasi yang dapat digunakan dalam pembuatan bahan ajar
matematika adalah dengan menerapkan model pembelajaran Quantum
Learning. Model Quantum Learning merupakan suatu desain
pembelajaran yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat siswa,
serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan
bermanfaat. Pembelajaran ini mencakup aspek-aspek penting dalam
program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana
otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan bahasa dan
perilaku, serta dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian
antara guru dan siswa.7 Menurut Hanbay tujuan utama dari pembelajaran
Quantum Learning adalah mewujudkan individu secara keseluruhan.8
Artinya, setiap individu atau siswa diharapkan mampu memaksimalkan
potensinya untuk mewujudkan dan mengembangkan kemampuan, guna
mendapatkan hasil yang memuaskan secara keseluruhan.
Seperti yang kita ketahui bahwa materi SPLDV terkadang berisi
soal cerita. Menurut Turmudi, soal cerita merupakan pokok bahasan yang
sulit dikuasai oleh siswa, tidak hanya siswa di Indonesia namun juga siswa

Bobby Deporter, dkk., “Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan


7

Menyenangkan. terj. Alwiyah Abdurrahman”. (Bandung: Kaifa, 2007), h. 14.


8
Gulcin Zeybek, “An Investigation on Quantum Learning Model, International Journal of
Modern Education Studies. Volume 1 No.1”. (2017), h.18
di negara-negara lain.9 Kesulitan yang dialami oleh siswa pada umumnya
terkait pada kurangnya minat serta ketertarikan siswa dalam membaca dan
memahami topik matematika secara teoritis. Siswa yang sejak awal kurang
tertarik, serta tidak memiliki minat dan motivasi dalam belajar, cenderung
akan bersikap pasif selama proses pembelajaran. Akibatnya pemahaman
siswa tentang materi yang sedang dipelajari juga akan sulit dikembangkan.
Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu
menumbuhkan minat dan motivasi siswa selama pembelajaran, model
pembelajaran tersebut adalah Quantum Learning. Hal ini terlihat pada
tahap awal proses pembelajaran Quantum Learning yaitu tumbuhkan.
Maksudnya, menumbuhkan rasa keingitahuan siswa dengan memberikan
suatu pernyataan atau cerita yang memaparkan manfaat dari materi
matematika yang akan dipelajari atau hal-hal menarik lainnya yang akan
menumbuhkan minat siswa terhadap materi matematika yang akan
dipelajari.
Selanjutnya model pembelajaran Quantum Learning dilanjutkan
dengan tahapan alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan secara
berurutan. Tahap-tahap tersebut bersinergi untuk membuat siswa
mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimiliki, untuk kemudian diolah
dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sedang dipelajari, dengan
begitu siswa akan turut aktif untuk menemukan dan mengkonstruk
pengetahuannya. Siswa secara penuh diberi kesempatan untuk
mengembangkan pola pikir, mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari,
serta mengemukakan ide-ide yang telah ditemukan, sehingga pemahaman
siswa tentang materi yang sedang dipelajari dapat pula dikembangkan.
Model pembelajaran Quantum Learning menunjang pembuatan
bahan ajar pada materi SPLDV yang akan digunakan pada penelitian ini,
karena materi SPLDV begitu erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari,
dan soal-soal berbentuk cerita pada materi SPLDV yang membuat siswa
9
Shofia Hidayah, “Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita SPLDV
Berdasarkan Langkah Penyelesaian Polya” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika
2016, Universitas Kanjuruhan Malang, Volume 1 Tahun 2016.
kurang tertarik karena kurangnya minat akan dapat diatasi dengan model
pembelajaran Quantum Learning.
Berdasarkan kebutuhan bahan ajar dan kelebihan dari model
pembelajaran Quantum Learning, maka penulis tertarik melakukan
penelitian yang berjudul: “Pengembangan Bahan Ajar Menggunakan
Model Pembelajaran Quantum Learning Pada Materi Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Prestasi belajar matematika siswa masih tergolong rendah.
2. Rendahnya pemahaman siswa pada materi sistem persamaan linear dua
variabel.
3. Penggunaan bahan ajar dapat meningkatkan prestasi belajar matematika
siswa, khususnya pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah:
1. Pengembangan bahan ajar menggunakan model pembelajaran Quantum
Learning dengan tahapan: tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan,
ulangi, rayakan.
2. Adapun materi ajar yang digunakan pada penelitian ini terbatas untuk
siswa kelas VIII SMP/MTs pada materi sistem persamaan linear dua
variabel.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan bahan ajar menggunakan model
pembelajaran Quantum Learning pada materi sistem persamaan linear
dua variabel?
2. Bagaimana tingkat kelayakan bahan ajar yang dihasilkan?
E. Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah bahan ajar berupa Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) menggunakan model pembelajaran Quantum
Learning pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan bahan ajar menggunakan model pembelajaran Quantum
Learning.
2. Mengetahui tingkat kelayakan bahan ajar menggunakan model
pembelajaran Quantum Learning pada materi sistem persamaan linear
dua variabel yang dihasilkan berdasarkan uji pakar.
G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi siswa, dengan adanya bahan ajar menggunakan model
pembelajaran Quantum Learning pada materi sistem persamaan linear
dua variabel ini diharapkan dapat membantu memahami pelajaran
dengan mudah.
2. Bagi guru, dengan adanya bahan ajar menggunakan model
pembelajaran Quantum Learning pada materi sistem persamaan linear
dua variabel ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu proses
belajar mengajar dalam kelas.
3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi dalam mengembangkan bahan ajar yang lebih efektif dan
efisien.

Anda mungkin juga menyukai