Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kuliah kerja praktek adalah praktek kerja yang merupakan proses
belajar mengajar untuk pengembangan sumber daya manusia yang
dilaksanakan di perusahaan swasta maupun instalasi pemerintah, yang mana
peserta magang bekerja sebagai pegawai perusahaan dengan tujuan
mempraktekkan teori yang telah diperoleh sebelumnya, memperoleh
pengalaman kerja dan sikap kerja di bawah pengarahan pimpinan perusahaan
ataupun pejabat lain yang ditunjuk perusahaan, serta mendapat bimbingan
dari dosen pembimbing dari Program Diploma III Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro
Peserta kuliah kerja praktek adalah mahasiswa Program Diploma III
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro yang memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan oleh Program Diploma III Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Dosen pembimbing kuliah kerja praktek adalah dosen yang ditunjuk
dan ditugaskan untuk memberikan bimbingan dan konsultasi kepada
mahasiswa peserta kuliah kerja praktek. Dosen pembimbing kuliah kerja
praktek terdiri dari dua orang, yaitu dosen pembimbing dan pembimbing
lapangan. Dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh Fakultas dan
ditugaskan untuk memberikan konsultasi dan bimbingan kepada mahasiswa
yang melaksanakan kuliah kerja Praktek. Sedangkan, pembimbing lapangan
merupakan pembimbing yang ditunjuk oleh perusahaan dan ditugaskan oleh

1
pimpinan perusahaan untuk bertanggungjawab memberikan bimbingan
kepada mahasiswa yang melakukan kegiatan praktek kerja di perusahaan.
Dengan kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu menganalisa dan
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di dunia kerja yang nyata. Serta
menyelaraskan antara kurikulum pendidikan dan dunia kerja sehingga
meningkatkan kemampuan hardskill dan softskill agar mahasiswa mampu
bersaing di dunia kerja yang nyata.

1.2 Tujuan Kuliah Kerja Praktek


a. Untuk mencapai tujuan Program Diploma III Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro yang telah disebutkan di atas, yaitu
menghasilkan lulusan ahli madya yang mempunyai kompetensi kekaryaan
di bidangnya, tanggap terhadap dinamika dunia usaha dan masyarakat.
b. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan teori yang
telah diperoleh dalam perkuliahan.
c. Memberikan pengetahuan dan pengalaman dunia kerja bagi mahasiswa
untuk lebih siap dalam menghadapi persaingan dunia kerja.

1.3 Manfaat Kuliah Kerja Praktek


1. Bagi Mahasiswa
a. Menyelesaikan kewajiban dari kampus untuk kuliah kerja praktek dan
pembuatan laporan kuliah kerja praktek.
b. Sebagai masa orientasi serta masa peralihan dari dunia kampus ke dunia
kerja yang sesungguhnya.
c. Belajar bekerja profesional di Perum Perhutani KPH Semarang
d. Belajar untuk memahami dan mengikuti instruksi tertulis maupun
instruksi lisan.

2
e. Belajar berbusana sesuai kondisi kerja.
f. Belajar ketrampilan manajemen waktu yang baik.
2. Bagi Universitas
a. Memperoleh bahan masukan bagi pengembangan kurikulum serta
modul untuk laboraturium.
b. Meningkatkan kualitas lulusan Program Diploma III Fakultas
Ekonomika dan Bisnis sesuai dengan kebutuhan pasar.
c. Secara tidak langsung meningkatkan citra Program Diploma III
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro dan menarik
minat calon mahasiswa sebagai akibat dari kualitas lulusan yang baik
dan diserap oleh pasar.

3. Bagi Perusahaan
a. Memperoleh konstribusi riil dari tenaga kerja dengan disiplin ilmu
tertentu dalam ini mahasiswa akuntansi.
b. Memperoleh masukan objektif yang dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis, guna meningkatkan produktivitas perusahaan.
c. Mengetahui seberapa jauh perkembangan kualitas kerja sumber
daya manusia terutama mahasiswa.

1.4 Metode Penelititan


1.4.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam laporan ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, diamati, dan dicatat untuk pertama kalinya (Marzuki, 2002 : 55).

3
Data primer yang disajikan melalui wawancara langsung dan observasi
dengan staf bagian keuangan yang terkait. Data primer yang diperoleh secara
langsung dariPerum Perhutani KPH Semarang antara lain:
a) Arsip Uang Kerja PP 2014
b) Daftar Gaji dan THR 2014
c) Data fisik tanaman dan persemaian
d) Data penyerahan hasil hutan
e) RKAP 2014
Sedangkan data sekunder adalah data yang diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti, misalnya Badan Pusat Statistik, buku,
majalah, atau keterangan yang dipublikasikan (Marzuki, 2002 : 56).
Data sekunder yang digunakan sebagai pelengkap dari data primer
diperoleh melalui studi pustaka yaitu melalui buku-buku dan literatur
khususnya mengenai penerimaan kas negara melalui lelang inventaris
Barang Milik Negara.
1.4.2 Metode Pengumpulan Data

Proses pembuatan suatu laporan, metode pengumpulan data sangat


menunjang hasil dari laporan tersebut. Penggunaan metode yang tepat,
diharapkan dapat menghasilkan suatu laporan yang akurat. Dalam rangka
memperoleh data yang relevan sebagai dasar penyusunan laporan, penulis
melakukan pengumpulan data dan penelitian dengan metode sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan
Dilakukan dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan
mempelajari literatur yang ada baik berasal dari peraturan perusahaan itu
sendiri, maupun dari sumber lain yang berhubungan dengan tema
penulisan.

4
Metode ini dilakukan untuk menambah data yang diperlukan
dalam penyusunan laoparan serta dapat menambah pengetahuan
mengenai teori yang telah diperoleh melalui literatur, dokumen-
dokumen yang ada hubungannya dengan topik yang akan dibahas.

b. Metode Wawancara
Metode ini dilakukan dengan mengadakan wawancara secara
langsung dengan pihak-pihak yang terkait dan kompeten dibidangnya
dan dapat memberikan informasi secara akurat, serta pihak-pihak lain
yang dianggap memiliki pengetahuan tentang permasalahan yang
diajukan penulis.Wawancara itu sendiri adalah proses komunikasi atau
interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab
antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian.

Data yang diperoleh penulis dari hasil tanyajawab langsung


dengan pegawai Perum Perhutani KPH Semarang yaitu tentang prosedur
dan alur pencatatan keuangan yang dimulai dari bagian SDM lalu ke
bagian keuangan, serta perhitungan pendapatan dan laba/rugi dengan
ketentuan yang berlaku.

c. Metode Observasi
Metode Observasi adalah suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistimatik gejala-
gejala yang diselidiki. Ciri-ciri pengamatan dalam rangka pengumpulan
data, yakni : memiliki arah yang khusus Sistematik bersifat kuantitatif
melakukan pencatatan segera (pada waktu observasi berlangsung).
menuntut keahlian hasilnya dapat dicek dan dibuktikan. Metode ini
dilakukan dengan cara mengamati secara langsung di lapangan,

5
mengenai apa saja yang dilakukan oleh pegawai Perum Perhutani KPH
Semarang.

1.5 Pelaksanaan Kegiatan Kerja Praktek


Kegiatan Kerja Praktek yang dilaksanakan oleh penulis bertempat di
Perum Perhutani KPH Semarang Divisi Regional Jawa Tengah. Kegiatan
Kerja Praktek tersebut berlokasi di Jalan Imam Dr.Cipto No.99 Semarang.
Pelaksanaan Kerja Praktek yang dilakukan oleh penulis dimulai pada tanggal
20 Januari 2015 sampai dengan tanggal 20 April 2015.Jam kerja dimulai
pukul 07.30-15.00 WIB.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan permasalahan yang ada, maka Laporan
Kerja Praktek ini disusun menjadi tiga bab.

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, ruang
lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, pengumpulan data, dan
metode penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II PAPARAN LAPORAN


Bab ini merupakan inti dari laporan yang memuat tentang
gambaran maupun mekanisme.

BAB III PENUTUP


Dalam bab penutup ini akan diuraikan simpulan dari pembahasan
sebelumnya mengenai serta saran yang bisa disampaikan untuk
kebaikan masa mendatang.

6
BAB II

PAPARAN LAPORAN

2.1 Gambaran Umum Perum Perhutani


2.1.1 Sejarah Perum Perhutani

Sejarah pengelolaan hutan di Jawa dan Madura, secara modern-


institusional dimulai pada tahun 1897 dengan dikeluarkannya “Reglement voor
het beheer der bosschen van den Lande op Java en Madoera”, Staatsblad 1897
nomor 61 (disingkat “Bosreglement”) selain itu terbit pula “Reglement voor
den dienst van het Boschwezen op Java en Madoera” (disingkat “Dienst
Reglement”) yang menetapkan aturan tentang organisasi Jawatan Kehutanan,
dimana dibentuk Jawatan Kehutanan dengan Gouvernement Besluit
(Keputusan Pemerintah) tanggal 9 Februari 1897 nomor 21, termuat dalam
Bijblad 5164. Hutan-hutan Jati di Jawa mulai diurus dengan baik, dengan
dimulainya afbakening (pemancangan), pengukuran, pemetaan dan tata hutan.

Pada tahun 1913 ditetapkan reglement baru yaitu “Reglement voor het
beheer der bosschen van den Lande op Java en Madoera”, Staatsblad 1913
nomor 495, yang didalamnya mengatur tentang “eksploitasi sendiri (eigen
beheer) atau penebangan borong (door particuliere aannemer)”.

Pada tahun 1927 diterbitkan Bosch Ordonnantie, termuat dalam


Staatsblad Tahun 1927 no. 221, dan peraturan pelaksanaannya berupa
Bosch_Verordening 1932, nama lengkap: “Bepalingen met Betrekking Tot’s
Lands Boschbeheer op Java en Madoera” yang menjadi dasar pengurusan dan

7
pengelolaan hutan di Jawa dan Madura oleh Jawatan Kehutanan (den dienst
van het Boschwezen).

Pada tahun 1930, pengelolaan hutan Jati diserahkan kepada badan


“Djatibedrijf” atau perusahaan hutan Jati dari Pemerintah (Jawatan
Kehutanan). Perusahaan hutan Jati tersebut tidak berdiri lama, pada tahun 1938
oleh Directeur van Financien (Direktur Keuangan Pemerintahan Hindia
Belanda) bahwa perusahaan yang bertujuan komersiil sebulat-bulatnya harus
dihentikan, karena alasan-alasan berikut:

1. Pemerintah, yang diwakili oleh Jawatan Kehutanan, tidak hanya


berkewajiban memprodusir dan menjadikan uang dari hasil kayu Jati saja,
tetapi Jawatan Kehutanan bertugas pula memelihara hutan-hutan yang
tidak langsung memberi keuntungan kepada Pemerintah. Yang dimaksud
dengan hutan-hutan di atas, ialah hutan-hutan lindung, yang memakan
amat banyak biaya sedang hasil langsung tidak ada atau sangat sedikit;
2. Perusahaan hutan Jati sebagai badan swasta atau perusahaan kayu
perseorangan, menganggap hutan Jati kepunyaan Pemerintah sebagai
modal yang tidak dinilai atau tidak diberi harga (sukar untuk menetapkan
harga tanah dan kayu dari hutan Jati seluas 770.000 hektar), akan tetapi
menggunakan hutan Jati itu sebagai obyek eksploitasi saja dan tidak
mempengaruhi atau mengakibatkan kerugian suatu apapun kepada tanah
dan hutan Jati milik Pemerintah yang diwakili oleh Jawatan Kehutanan,
dipandang dari sudut hukum perusahaan, tindakan seperti di atas tidaklah
benar.

Pada tahun 1940 pengurusan hutan Jati dari “Djatibedrijf”


dikembalikan lagi ke Jawatan Kehutanan. Pada tanggal 8 Maret 1942 Hindia

8
Belanda jatuh ke tangan Jepang (Dai Nippon), dan Jawatan Kehutanannya (i.c.
Boschwezen) diberi nama Ringyo Tyuoo Zimusyo (RTZ), dan berturut-turut
organisasi tersebut dimasukkan kedalam Departemen Sangyobu (urusan
ekonomi, Juni 1942 – Oktober 1943), kemudian kedalam Departemen
Zoosenkyoku (perkapalan, November 1943 s/d pertengahan 1945) dan setelah
itu di bawah Departemen Gunzyuseizanbu atau Departemen Produksi
Kebutuhan Perang, sampai dengan tanggal 15 Agustus 1945.

Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dan


berdirinya Negara Indonesia tanggal 18 Agustus 1945, hak, kewajiban,
tanggung-jawab dan kewenangan pengelolaan hutan di Jawa dan Madura oleh
Jawatan Kehutanan Hindia Belanda q.q. den Dienst van het Boschwezen,
dilimpahkan secara peralihan kelembagaan kepada Jawatan Kehutanan
Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia yang berbunyi: “Segala badan negara dan peraturan
yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar ini.”

Dengan disahkannya Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960, seperti


tersebut dalam Lampiran Buku I, Jilid III, Paragraf 493 dan paragraf 595,
industri kehutanan ditetapkan menjadi Proyek B. Proyek B ini merupakan
sumber penghasilan untuk membiayai proyek-proyek A (Tambahan Lembaran
Negara R.I. No. 2551). Pada waktu itu direncanakan untuk mengubah status
Jawatan Kehutanan menjadi Perusahaan Negara yang bersifat
komersial.Tujuannya, agar kehutanan dapat menghasilkan keuntungan bagi
kas Negara.Kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.

9
Untuk mewujudkan perubahan status Jawatan Kehutanan menjadi
Perusahaan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
17 sampai dengan Nomor 30, tahun 1961, tentang ”Pembentukan Perusahaan-
Perusahaan Kehutanan Negara (PERHUTANI)”. Pada tahun 1961 tersebut,
atas dasar Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara,
maka masing-masing dengan :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1961; yang ditetapkan dan


diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal
1 Januari 1961; didirikan Badan Pimpinan Umum (BPU) Perusahaan
Kehutanan Negara, disingkat ”BPU Perhutani”, termuat dalam Lembaran
Negara tahun 1961 nomor 38, penjelasannya termuat dalam Tambahan
Lembaran Negara No. 2172.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1961; yang ditetapkan dan
diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal
1 Januari 1961; didirikan Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Timur
disingkat PN Perhutani Djawa Timur, termuat dalam Lembaran Negara
tahun 1961 nomor 39, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran
Negara No. 2173.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1961; yang ditetapkan dan


diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal
1 Januari 1961 didirikan Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Tengah
disingkat PN Perhutani Djawa Tengah, termuat dalam Lembaran Negara
tahun 1961 nomor 40, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran
Negara No. 2174.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1963 tentang Penyerahan


Pengusahaan Hutan-hutan Tertentu kepada Perusahaan-perusahaan

10
Kehutanan Negara.diserahkan pengusahaan hutan-hutan tertentu yang
ditunjuk oleh Menteri Pertanian dan Agraria kepada Perusahaan-
perusahaan Kehutanan Negara, selanjutnya disingkat ”Perhutani”.

Presiden Direktur BPU Perhutani, Anda Ganda Hidajat, pada forum


Konperensi Dinas Instansi-instansi Kehutanan tanggal 4 s/d 9 November 1963
di Bogor, dalam prasarannya berjudul: “Realisasi Perhutani”, pada halaman 2
menulis bahwa:

“Dalam pelaksanaan UU No. 19 Tahun 1960 tentang Pendirian


Perusahaan-perusahaan Negara didirikanlah BPU Perhutani di Jakarta
berdasarkan PP No.17 tahun 1961, sedangkan pengangkatan Direksinya yang
pertama dilakukan pada tanggal 19 Mei 1961 dengan Surat Keputusan
Presiden R.I. No. 210/1961.”

Adapun PERHUTANI-PERHUTANI Daerah yang telah direalisir


berdirinya hingga sekarang :

1. Perhutani Djawa Timur pada tanggal 1 Oktober 1961;


2. Perhutani Djawa Tengah pada tanggal 1 Nopember 1961;

3. Perhutani Kalimantan Timur pada tanggal 1 Djanuari 1962;

4. Perhutani Kalimantan Selatan pada tanggal 1 Djanuari 1962;

5. Perhutani Kalimantan Tengah pada tanggal 1 April 1963.

Pada tahun 1972, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun


1972, ditetapkan tanggal 29 Maret 1972, Pemerintah Indonesia mendirikan
Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau disingkat Perum Perhutani.

11
Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 ini, PN Perhutani Djawa
Timur yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1961,
dan PN Perhutani Djawa Tengah yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 1961, dilebur kedalam dan dijadikan unit produksi dari
Perum Perhutani (Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
1972). Pada tahun 1978, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978
Pemerintah menambah unit produksi Perum Perhutani dengan wilayah kerja
yang meliputi seluruh areal hutan di Daerah Tingkat I Jawa Barat dan disebut
Unit III Perum Perhutani.

Dasar Hukum Perum Perhutani sebagaimana ditetapkan dalam


Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 juncto Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 1978, kemudian disempurnakan/diganti berturut-turut dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986, Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2001, dan terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003. Saat ini pengelolaan
perusahaan Perum Perhutani dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2010.

Pada tahun 2014  Perum Perhutani ditunjuk sebagai induk Holding


BUMN Kehutanan yaitu  Inhutani I sampai dengan Inhutanin V dengan
dikeluarkan Peraturan Pemerintah RI No 73 tahun 2014 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Perusahaan
Umum (Perum) Kehutanan Negara.

Penambahan penyertaan modal negara berasal dari pengalihan seluruh


saham milik Negara pada perusahaan PT. Inhutani I (didirikan berdasarkan PP
No. 21/1972 di Kalimantan Timur), PT. Inhutani II (didirikan berdasarkan PP

12
No. 32/1974 di Kalimantan Selatan), PT. Inhutani III (didirikan berdasarkan
PP No. 31/1974 di Kalimantan Tengah), PT. Inhutani IV (didirikan
berdasarkan PP No. 22/1991 di Sumatera Utara) dan PT. Inhutani V (didirikan
berdasarkan PP No. 23/1991 di Sumatera Selatan).

2.1.2 Profil Perum Perhutani KPH Semarang


a. Kedudukan Organisasi
Perum Perhutani Jawa Tengah berpusat di Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah yang beralamat di Jl. Pahlawan 15-17 Semarang. Unit I Jawa
Tengah memiliki 20 KPH salah satunya yaitu Perum Perhutani KPH
Semarang yang beralamat di Jl. Dr. Cipto No 99 Semarang.

b. Visi dan Misi


Visi Perum Perhutani adalah turut serta membangun ekonomi nasional,
khususnya dalam rangka pelaksanaan progam pembangunan nasional di
bidang kehutanan. Sedangkan misi yang ingin dicapai adalah :

1). Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan yang menghasilkan


barang dan jasa yang bermutu tinggi dan memadai guna memenuhi
hajat hidup orang banyak dan memupuk keuntungan.

2). Menyelenggarakan pengelolaan hutan sebagai ekosistem sesuai


dengan karakteristik wilayah untuk mendapat manfaat poptimal
dari segi ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi bagi perusahaan dan
masyarakat. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional dengan
berpedoman kepada rencana pengelolaan hutan yang disusun
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kehutanan.

c. Struktur Organisasi

13
Berdasarkan surat keputusan Direksi Nomor 554/KPTS/DIR2005
tanggal 26 september 2005 tentang struktur dan tanggung jawab KPH
yaitu :

1. Adminstratur / KKph dan General Manager ( GM ) KBM


Menyusun rencana kerja pengelolaan Sumber Daya Hutan, rencana
kerja anggaran, memimpin penyelenggaraan aktivitas pengelolaan
,pelaksanana tata adminstrasi dan pembukuan hasil hutan, melakukan
pembinaan SDM wilayah KPH, dan melaksanakan pembinaan
masyarakat.
2. Wakil Administratur.
Membantu melaksanakan dan pengendalian oprasional meliputi
teknik kehutanan, keamanan hutan, dan melakukan bimbingan,
pembinaan, pengawasan dan penilaian terhadap pelaksanaan
pekerjaan, hasil hutan, teknik dan perlengkapan, kepegawaian,
keuangan dan tata usaha, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan
adiminstratur.
3. Kasi Pengelolahan SDH
Menyusun konsep RTT, RKTP, RLTP berdasarkan RPKH/ bagan
kerja, membuat RO, nomer pekerjaan berdasarkan RTT dan RAPB dan
tarif upah, membuat Surat Perintah Pelaksanaan Kerja ( SPPK ) dan
membantu mengoreksi bukti pembayaran berdarkan RO, RTT yang
sudah disahkan, melaksanakan pekerjaan keagrariaan,melaksanakan
tugas lain yang diberikan pimpinan, dan bertanggung jawab kepada
adminstrator.
4. Kepala Sub Seksi keuangan & Umum

14
Melaksanakan penyusnan RAPB berdasarkan RKTP,
melaksanakan penyusunan RO dan progam kerja dalam bidang umum,
personalia.
5. Kepala Sub Seksi Perencanaan & Tanaman
Melaksanakan RTT, RKTP, RLTP dan RO, melaksanakan
pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK) dan nomor pekerjaan,
melaporkan hasil pemeriksaan serta membuat peta untuk kemajuan
pekerjaan dan menyusun anggaran biaya pekerjaan teknik bangunan
yang dikerjakan.
6. Kepala Sub Seksi Sarana Prasarana
Menyuruh dan melakukan percontohan kepada kelompok
masyarakat, mengembangkan swadaya dan sakarsa masyarakat,
menyusun progam penyuluhan kehutanan, mengejar pada kursus
kehutanan bagi kelompok masyarakat pada tingkat lapangan,melatih
dan membimbing penyuluhan kehutanan dibawahnya, membantu
menyiapkan petunjuk informasi kehutanan, melaksanakan pengujian
survei dan evalusasi, melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan
instansi serta lembaga.
7. Kepala Sub Seksi Sarana Prasarana & Optimalisasi asset
Meneliti/memeriksa setiap unit pekerjaan tersebut, apakah
termasuk pekerjaan yang dapat dikerajakan sewa kelola atau
diborongkan, mengadakan undangan kepada pemborong yang telah
ikut dalam aanweizjing untuk menyerahkan penawaran kepada panitia
lelang, memeriksa bersama–sama panitia penawaran, mana yang
berhak melaksanakan pekerjaan tersebut, mengawasi setiap pekerjaan
di lapangan,memperhatikan pola kerja karyawan dan memberikan

15
petunjuk di lapangan,membuat laporan bulanan/triwulan/dan tahunan,
dan membuat DP3 bagi bawahanya.
8. Asper/Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
Memimpin dan mengendalikan, mempertanggung jawabkan
pelaksanaan dari rencana kerja dan kebijakan yang telah diterapkan
meliputi bidang pembinaan hutan, produksi, keamanan, administrasi
keuangan, melaksanakan pembinaan terhadap personil yang
diperbantukan kepadanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
membina koordinasi yang harmonis dengan aparat pemerintah
setempa,instansi dan lembaga masyarakat, menjalankan tugas sebagai
mobilisator dan membantu bendahara materil, melaporkan kemajuan
pekerjaan dan memberikan saran kepada pemimpin, dan melaksanakan
tugas yang diberikan pimpinan.
9. Kepala Urusan Perencanaan dan Agraria
Melaksanakan penyusunan RTT (Rencana Teknik Tahunan),
RKTP (Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi), RLTP dan RO,
melaksanakan pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK) dan nomor
pekerjaan, menghimpun dan melaporkan hasil pemeriksaan,
melaksanakan pengisian buku statistik dan buku takasi, melaksanakan
pembuatan peta kemajuan perusahaan, menyusun rencana anggaran
biaya pekerjaan tekhnik bangunan yang dikerjakan dan dikelola.
Melakukan bimbingan, pembinaan, pengawasan dan penilaian
terhadap bawahanya, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan
pimpinan.
10. Kepala Urusan Produksi
Menyelenggarakan register pelaksaan tanaman, pemeliharaan,
tebangan dan wana wisata, menyiapkan bukti bidang teknik kehutanan,

16
mengadakan pemeriksaan di lapangan untuk bahan evaluasi,
merencanakan latihan kerja, melakukan bimbingan, pembinaan,
pengawasan dan penilaian terhadap bawahanya, melaksanakan tugas
lain yang diberikan pimpinan.
11. Kepala Urusan Data & Informasi
Menghimpun data untuk komputer dalam rangka proses
pengelolaan data,mengawasi proses pengelolaan data pada komputer
sampai dengan menghasilkan bentuk laporan, mengelola, menyimpan
dan mendistribusikan hasil olahan komputer, menyusun data kemajuan
pekerjaan, menghimpun berbagai data keuangan mingguan, triwulan
dan tahunan, menyiapkan data untuk bahan pengisian buku RPKH,
melaksanakan tugas tugas lain yang diberikan Kepala Sumber Daya
Hutan. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Urusan data dan
Informasi bertanggung jawab kepada Kepala Seksi Sumber Daya
Hutan.

12. Kepala Urusan Keuangan


Memberi saran dan pertimbanagn kepada Kepala Unit dalam
mengatur dan mengkoordinasi bidang keuangan. Memiliki wewenang
mengatur,membimbing dan mengawasi Bagian Keuangan dan
Menyusun anggaran dan pendapatan perusahaan,asministrasi keuangan
dan pembangunan serta pemeriksaan keuanagan, dan bertanggung
jawab kepada Kepala Seksi Anggaran, Kepala Seksi Akuntansi,
Kepala Seksi dan Informasi.
13. Kepala Urusan Umum
Menerima, mendistribusikan dan menyimpan surat-surat,
melaksanakan pencatatan dan pemeliharaan barang invesentaris kantor,

17
melaksanakan pembelian alat alat tulis kantor, menerima, menyimpan
dan mengeluarkan barang gudang, melaksanakan seuai perintah
pimpinan,memelihara barang inventaris kantor, menyimpan arsip
bersifat umum, membuat laporan mengenai barang inventaris barang
gudang, mengurus perpustakaan kantor, dan menghimpun data
informasi pimpinan.

14. Kepala Urusan SDM


Menyusun rencana pendidikan, menyusun data kepegawaian,
menyusun laporan kepegawaian, menyusun/ memelihara berkas dan
kartu pegawai, menyusun rencana dan mengusulkan kenaiakn pangkat
dan gaji berkala, menyusun rencana dan gaji berkala,menyusun
rencana pengangkatan pegawai, menyusun daftar urut kepangkatan,
menyusun/mengusulkan rencana pensiun pegawai, menyiapkan SPPD.
Menyusun daftar pembayaran gaji/tunjangan, membuat cuti pegawai,
memelihara absensi pegawai, menyelesaikan astek, taspen asuransi,
membuat perhitungan pajak penghasilan pegawai, membuat tunjangan
hari tua.
15. Kepala Resort Polisi Hutan
Mengatur, melaksanakan dan mengawasi tugas pekerjaan teknik
dan tata usaha kehutanan, membuat upah kerja pekerja harian/borong
untuk diserahkan kepada asisten Perhutani dan menyiapkan,
melaksanakan, mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi serta
melaporkan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan serta
pengawasan peredaran hasil hutan.

d. Kegiatan Pengelolaan Hutan

18
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan

2. Pemanfaatan hutan

3. Perlindungan, Rehabilitasi dan reklamasi hutan

2.2 Landasan Teori


Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai metode pengakuaan
pendapatan tetapi sebelumnya peneliti akan menguraikan pengertian pendapatan,
sumber-sumber pendapatan, proses-proses pendapatan, penilaian, pengakuan,
dan pengukuran pendapatan, metode pengakuan pendapatan.

2.2.1 Pengertian Pendapatan


Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan,
semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan
perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan oleh perusahaan.

Selain itu pula pendapatan juga berpengaruh terhadap laba rugi perusahaan
yang tersaji dalam laporan laba rugi. Dan yang perlu diingat lagi, pendapatan
adalah darah kehidupan dari suatu perusahaan. Tanpa pendapatan tidak ada laba,
tanpa laba, maka tidaka ada perusahaan. Hal ini tentu saja tidak mungkin terlepas
dari pengaruh pendapatan dari hasil operasi perusahaan.

Pengertian tentang pendapatan itu sendiri adalah jumlah uang yang


diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk /
jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Berdasarkan konsep kesatuan uasaha
mempunyai konsekuensi bahwa pendapatan dan laba harus dipandang sebagai

19
kenaikan kekayaan perusahaan sedangkan biaya dan rugi sebagai pengurang
kekayaan perusahaan.

2.2.2 Sumber – sumber Pendapatan


Soemarso SR (2002) mengatakan pendapatan dalam perusahaan dapat
diklasifikasikan sebagai pendapatan opeerasi dan non operasi. Pendapatan operasi
adalah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas uama perusahaan. Sedangkan,
pendapatan non opearsi adalah pendapatan yang diperoleh bukan dari kegiatan
utama perusahaan.

Jumlah nilai nominal aktiva dapat bertambah melalui berbagai transaksi tetapi
tidak semua transaksi mencerminkan timbulnya pendapatan. Dalam penentuan
laba adalah membedakan kenaikan aktiva yang menunjukkan dan mengukur
pendapatan kenaikan jumlah nilai nominal aktiva dapat terjadi dari:

1. Transaksi modal atau pendapatan yang mengakibatkan adanya tambahan


dana yang ditanamkan oleh pemegang saham.

2. Laba dari penjualan aktiva yang bukan berupa “barang dagangan” seperti
aktiva tetap, surat-surat berharga, atau penjualan anak atau cabang
perusahaan.

3. Hadiah, sumbangan, atau penemuan.

4. Revaluasi aktiva.

5. Penyerahan produk perusahaan, yaitu aliran penjualan produk.

Dari kelima sumber tambahan aktiva diatas hanya butir kelima yang harus
diakui sebagai sumber pendapatan walaupun laba atau rugi mungkin timbul

20
dalam hubungannya dengan penjualan aktiva selain produk sebagaimana yang
disebutkan dalam butir kedua.

2.2.3 Proses Pendapatan


Ada dua konsep yang sangat erat hubungannya dengan masalah proses
pendapatan yaitu konsep proses pembentukan pendapatan (Earning Process) dan
proses realisasi pendapatan (Realization Process).

1. Proses pembentukan pendapatan (Earnings Process)

Proses pembentukkan pendapatan adalah suatu konsep tentang terjadinya


pendapatan. Konsep ini berdasrkan pada asumsi bahwa semua kegiatan opoerasi
yang diperlukan dalam rangka mencapai hasil, yang meliputi semua tahap
kegiatan produksi, pemasaran, maupun pengumpulan piutang, memberikan
kontribusi terhadap hasil akhir pendapatan berdasarkan perbandingan biaya yang
terjadi sebelum perusahaan tersebut melakukan kegiatan produksi.

2. Proses realisasi pendapatan (Realization Process)

Proses realisasi pendapatan adalah proses pendapatan yang terhimpun atau


terbentuk sesudah produk selesai dikerjakan dan terjual atas dkontrak penjualan.
Jadi, pendapatan dimulai dengan tahap terakhir kegiatan produksi, yaitu pada saat
barang atau jasa dikirimkan atau diserahkan kepada pelanggan. Jika, kontrak
penjualan mendahului produksi barang atau jasa maka pendapatan belum dapat
dikatakan terjadi, karena belum terjadi proses penghimpunan pendapatan.

Proses realisasi pendapatan ditandai oleh dua kejadian berikut ini:

21
1) Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa yang lain melalui proses
penjualan yang sah atau semacamnya.
2) Pengesahan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan aktiva lancar.

2.2.4 Pengakuan Pendapatan


Tujuan dari semua usaha pada akhirnya dalah untuk mendapatkan
pendapatan yang bias meningkatkan nilai perusahaan. Secara umum, pendapatan
diakui pada saat realisasinya atau sepanjang tahap (siklus) operasi.
Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 23 menjelaslan kapan suatu pendapatan diakui adalah sebagai
berikut:

1. Pendapatan dari transaksi penjualan produk diakui pasar saat tanggal


penjualan, biasanya merupakan tanggal penyerahan produk kepada
pelanggan.

2. Pendapatan atas jasa yang diberikan oleh perusahaan jasa diakui pada saat
jasa tersebut telah dilakukan dapat dibuat fakturnya.

3. Imbalan yang diperoleh atas penggunaan aktiva sumber-sumber ekonomi


perusahaan oleh pihak lain, seperti: pendapatan bunga, dan royalty diakui
sejalan dengan berlakunya waktu atau pada saat digunakan aktiva yan
bersangkutan.

4. Pendapatan dari penjualan aktiva diluar barang dagangan seperti penjualan


aktiva tetap atau surat berharga diakui pada saat tangal penjualan.

Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau
yang dapat diterima. Pada umumnya imbalan tersebut berbentuk kas atau setara

22
kas. Bila arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan, nilai wajar dari
imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau
yang dapat diterima.
Berkaitan dengan masalah pendapatan tersebut, ada beberapa hal yang
perludiketahui tentang prinsip pengakuan pendapatan yang menyatakan bahwa
pendapatan harus diakui dalam laporan keuangan ketika:
1. Pendapatan dihasilkan, dan
2. Pendapatan direalisasi atau dapat direalisasi

2.3 Pembahasan

Dipandang dari segi manajemen hutan secara nasional (makro)


merupakan/sebagai unit kelestarian hutan atau sebagai unit manajemen hutan
untuk mewujudkan kelestarian hutan menjadi kenyataan di lapangan. Di dalam
Unit Perusahaan harus diwujudkan ragam kelestarian. Beberapa kajian mengenai
ragam kelestarian.

a. Kelestarian Produksi
Konsep ini berdasarkan tolak ukur kelestarian produksi yang
diwujudkan dengan volume kayu (m³) yang dipungut secara lestari.
Volume yang dipungut harus seimbang dengan riapnya. Pengaturan
rebangan (etat tebangan) didasarkan atas riap dari suatu unit perusahaan
hutan. Untuk mewujudkan konsep ini diperlukan peraturan jangka
panjang untuk menyeimbangkan pemungutan dan pertumbuhan dengan
tata waktu pemungutan dan penanaman serta organisasi pelaksana.
Dalam konsep ini hutan diberlakukan sebagai modal dan yang diungut
adalah riapnya atau diberlakukan sebagai bunga modal hutan. Apabila

23
dikelola secara lestari maka modal akan memberikan bunga modal dan
produksi sepanjang masa.

Volume yang ditentukan dalam etat dalam etat tersebut


merupakan volume maksimum, sedangkan realisasi produksi dari
KPHP dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan demikian kelestarian
produksi akan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut yang berkaitan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja produksi.

Dalam mekanisme kelestarian produksi pada hutan tanaman, dapat dijelaskan


secara garis besar seperti berikut:

1. Model Pada Hutan Tanaman Yang Telah Menghasilkan (telah mencapai


umur daur)

Prosedur atau cara pengaturan kelestarian hutan seperti berikut:

1. Pekerjaan Tata Hutan

2. Menghitung Potensi Hutan (modal) dengan mengadakan inventarisasi hutan


(timber cruising).

3. Dalam menghitung potensi hutan sekaligus dilakukan klasifikasi hutan


berdasarkan: produktif, tak produktif, kelas hutan.

4. Menghitung Etat luas dan Etat Volume taksiran, dengan menghubungkan


Potensi Hutan yang Produktif dengan daur yang telah ditetapkan.

5. Memilih petak-petak yang akan ditebang (umur tegakan, umur daur).

6. Petak-petak yang dipilih ditebang untuk jangka waktu setahun merupakan


Rencana Teknik Tahunan Tebangan.

24
7. Petak-petak yang telah ditebang pada tahun berikutnya harus ditanam kembali,
menjadi Rencana Teknik Tahunan Tanaman.

8. Dari petak-petak yang telah ditanam sampai dengan umur daurnya diperlukan
kegiatan pemeliharaan/penjarangan sesuai dengan jadwal umur tanaman dan
frekuensi penjarangan. Apabila dari hasil pengukuran petak coba dilapangan
tegakan perlu dijarangi maka masuk Rencana Teknik Tahunan
Pemeliharaan/Penjarangan.

9. Hutan yang tidak produktif perlu dirombak menjadi hutan yang produktif
dengan menebang dan mengadakan penanaman kembali.

Dalam hutan tanaman lestari untuk keperluan belanja perusahaan telah


dapat diindentifikasi jenis dan volume pekerjaan melalui RKT/RTT untuk setiap
jenis pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan telah direncanakan menurut volume dan
tempat pekerjaannya (petak-petaknya) secara terperinci. Secara makro belanja
tahunan apabila volume pekerjaan telah diketahui dari biaya satuan per kegiatan
telah diketahui maka biaya keseluruhan adalah hasil perkalian antara volume dan
biaya satuan. Dari segi perencanaan kelestarian produksi, model yang dipakai oleh
Perum Perhutani dengan adanya Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH)
pada setiap Bagian Hutan selama jangka waktu 10 tahun dan selanjutnya
dijabarkan dalam RTT sudah cukup akurat dan dapat dipakai sebagai dasar
pembelanjaan perusahaan hutan (Formulasi dalam nilai rupiah/finansial).
Kegiatan-kegiatan teknis kehutanan yang merupakan kegiatan pokok perusahaan
hutan telah dapat diprediksi untuk setiap jenis kegiatan:

a. Perencanaan

b. Pemanenan Hasil Hutan

25
c. Penanaman

d. Pengadaan Bibit

e. Pemeliharaan

f. Perlindungan Hutan

g. Pemasaran Hasil Hutan

Kegiatan lain non teknis termasuk pelayanan kantor dan lain-lan.


Pembelanjaan perusahaan hutan sebenarnya mengikuti saja keperluan teknis dan
non teknis yang secara keseluruhan sudah dirumuskan dalam kelestarian hutan
(produksi). Pembelanjaan dari sisi biaya harus mencakup jumlah yang diperlukan
dalam rangka mewujudkan kelestarian di lapangan, sedangkan dari sisi pendanaan
selain bersumber dari penjualan kayu, masih terdapat peluang pendanaan dari
berbagai sumber dana internal/eksternal perusahaan. Dinamika masalah
pembelanjaan ini menjadi tanggung jawab Direktur/Manajer keuangan/Finansial
untuk menyelesaikan.

2. Model Pada Hutan Alam yang telah menghasilkan

Pada prinsipnya prosedur/cara pengaturan kelestarian hutan alam dan


hutan tanaman adalah sama, yang berbeda adalah terutama dalam konsepsi
mengenai tebang pilih pada hutan alam dan konsepsi tebang habis pada hutan
tanaman. Pada Hutan Alam konsep permudaannya adalah dengan permudaan
alam, sedangkan pada hutan tanaman adalah dengan permudaan buatan.

Cara pengaturan kelestarian hutan secara garis besar seperti berikut:

1. Pekerjaan Tata Hutan

26
2. Menghitung Potensi Hutan Alam (Modal) dengan inventarisasi hutan
(timber

cruising)

3. Dalam menghitung Potensi Hutan Alam sekaligus dilakukan klasifikasi


hutan berdasarkan : produktif, tak produktif, kelas diameter dan jenisnya.

4. Menghitung Potensi yang Produktif (kelas diameter 50 cm ke atas)

5. Menghitung AAC (Annual Allowable Cut) luas maupun Volume, dengan


menghubungkan potensi hutan alam yang produktif dengan rotasi tebang
(Cutting cycle).

6. Memilih petak-petak yang akan ditebang, Tebang Pilih dengan diameter


50cm ke atas.

7. Petak-petak yang dipilih ditebang untuk jangka waktu setahun merupakan


Rencana Karya Tahunan Tebangan.

8. Petak-petak yang sudah ditebang dilakukan kegiatan:

i. Perkayaan Tanaman, apabila jumlah permudaan (sesuai) tidak


mencukupi.

ii. Pembebasan, untuk membebaskan sempai, sapihan dan tanaman


pengganggu.

iii. Penjarangan apabila diperlukan (tegakan terlalu rapat)

b. Kelesatarian Usaha

27
Kelestarian perusahaan/kelestarian usaha berhubungan adalah
kelestarian yang berhubungan dengan pengusahaan dan macam
keuntungan yang dapat diukur secara langsung. Dalam hal ini adalah
keuntungan dan hasil produksi (penjualan hasil produksi). Dengan dasar
ini harus merupakan usaha yang mendapatkan keuntungan. Dengan
mendapatkan keuntungan maka perusahaan hutan dapat lestari, dalam
hal ini terkait dalam aspek ekonomi pengusahaan (biaya, pendapatan,
keuntungan, skala produksi, dll).
c. Kelestarian Struktur
Kelestarian-struktur berkaitan dengan kelestarian sumber daya
hutan alam ditujukan untuk stabilitas kepentingan masyarakat atau
kebutuhan dasar manusia atas sumber tersebut. Dalam kaitannya
dengan hutan alam maka diperlukan kelestarian sumber daya hutan
alam yang dicerminkan dengan adanya kelestarian struktur. Konsep
Kelestarian struktur khususnya pada hutan alam adalah berdasarkan
asumsi bahwa hutan alam primer (virgin forest), sebagai hutan klimaks
merupakan ideal potensi. Potensi ideal (struktur dan komposisi)
dicirikan dengan penyebaran jenis, kelas diameter dan jumlah pohon
pada berbagai tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan tingkat
pohon). Potensi ideal akan menggambarkan kelestarian struktur dan
selanjutnya akan mewujudkan kelestarian hutan sepanjang masa.
Pengaturan tebangan untuk kelestarian hutan akan berpedoman kepada
ideal potensi (struktur yang ideal). Pada hutan tanaman kelestarian
struktur berkaitan dengan susunan kelas hutan yang mencakup
penyebaran kelas hutan : luas, bonita, KBD, dll nya. Kelestarian
struktur menghendaki adanya potensi hutan yang stabil, tidak

28
mengalami penurunan bahkan ada peningkatan (modal hutannya
meningkat).
d. Kelestarian Lingkungan
Kelestarian lingkungan berdasarkan konsep manfaat atau pengaruh
hutan yang tidak dapat diukur secara langsung, sehingga mempunyai
aspek luas sesuai dengan kebutuhan manusia akan hutan. Untuk
manfaat yang dapat diukur secara langsung telah dicakup dalam
kelestarian produksi, kelestarian perusahaan atau kelestarian usaha dan
kelestarian struktur.
Pada waktu sekarang ini pembangunan nasional harus berwawasan
kepada lingkungan hidup. Demikian juga pengelolaan hutan tidak akan
lepas dari pembangunan lingkungan. Salah satu fungsi hutan adalah
memberikan lingkungan hidup yang baik bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan hal ini maka kelestarian hutan adalah berkaitan dengan
kelestarian lingkungan. Aspek lingkungan merupakan tolok ukur yang
penting dimasa mendatang, bahkan oleh masyarakat dunia produk hutan
hams lobs didasarkan atas kriteria kelestarian lingkungan atau
“Ekolabel”. Adanya Undang-Undang Lingkungan Hidup AMDAL
(Analisis Dampak Lingkungan) dan sebagainya memberikan indikasi
bahwa hutan memberikan dampak cukup luas terhadap lingkungan
hidup manusia, hewan, flora dan sebagainya.
e. Kelestarian Sosial
Kelestarian sosial sebenarnya merupakan akibat dari kelestarian
usaha, yaitu mendapatkan kesempatan kerja, pendapatan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan sebagainya secara lestari. Seseorang
yang bekerja diperusahaan hutan apabila dikelola dengan baik, mereka
dapat bekerja sampai tua (pensiun). Sebagai contoh di Perum Perhutani,

29
karyawan dapat bekerja secara terus menerus sampai pensiun.
Demikian pula halnya apabila hutan dikelola secara lestari masyarakat
sekitar hutan dapat bekerja sebagai penanam, blandong (penebang
pohon) dsbnya.

Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi
dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan menghasilkan produksi
kayu bulat. Pendapatan perusahaan diperoleh dari penjualan kayu ini. Unit
perusahaan hutan lainnya disamping produksi kayu bulat mungkin ada hasil non
kayu atau memang hasil hutan non kayu menjadi tujuan utama. Misalnya pada
perusahaan hutan pinus dengan tujuan utama menghasilkan getah pinus. Produksi
kayu bulat secaralestari diatur dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan atau
Rencana Karya Pengusahaan Hutan.

Dalam rencana tersebut telah ditentukan etat luas maupun etat volumenya,
produksi kayu bulat tidak boleh melebihi etatnya. Dalam hal ini apabila
permintaan kayu bulat oleh industri mengalami kenaikan, perusahaan hutan
tersebut tetap harus memegang teguh prinsip kelestarian yaitu dibatasi oleh
etatnya.

Pada saat ini untuk pengusahaan hutan di Luar Jawa disamping Rencana
Karya Pengusahaan Hutan untuk jangka waktu dua puluh tahun, terdapat Rencana

Karya Lima Tahun dan Rencana Karya Tahunan. Untuk perusahaan di Jawa yang
dikelola oleh Perum Perhutani Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan berlaku 10
tahun dan Rencana Teknik Tahunan untuk tahunannya.

Pendapatan perusahaan hutan didasarkan atas rencana tebangan (produksi)

30
yang ditetapkan dalam Rencana Karya Tahunan atau Rencana Teknis Tahunan.
Rencana tebangan tersebut akan memuat :

a. Rencana tebangan pada tiap-tiap petak, lokasinya ditunjukkan pada peta


kerja yang bersangkutan.

b. Volume tebangan dihitung petak per petak yang diperoleh dan hasil
cruising atau inventarisasi tegakan pada petak yang bersangkutan, pada
saat pohon masih berdiri (sebelum dilakukan penebangan).

Pendapatan perusahaan secara umum merupakan hasil kali antara volume


produksi dengan harga jual per unit. Harga jual per unit tidak dapat dirata-rata
disebabkan oleh adanya variasi jenis kayu, tiap jenis kayu masih dibedakan lagi ke
dalam sortimen yaitu berdasarkan kelas diameter dari tiap sortimen masih
dibedakan lagi ke dalam kelas kualitas secara bertahap metode untuk menghitung
pendapatan perusahaan seperti berikut:

1. Menghitung perkiraan hasil produksi kayu bulat setiap petak.

Untuk menghitung volume tebangan setiap petak dilakukan inventarisasi


hutan dengan intensitas sampling 100%, setiap pohon yang ada di dalam petak
harus diukur seluruhnya. Di unit manajemen Perum Perhutani pekerjaan ini
dikenal dengan istilah klem staat, dilaksanakan 2 (dua) tahun sebelum penebangan
dilakukan. Semua pohon yang akan ditebang diberi nomor dan diukur keliling
atau diameter pohon tersebut. Untuk menghitung volume pohon per pohon dengan
menggunakan tabel tarif dengan pembuka kelas keliling atau kelas diameter.

Dengan model tabel seperti ini maka pada setiap petak dapat ditaksir
volume tebangan berdasarkan kemungkinan sortimen yang dihasilkan dan hasil
rekapitulasi volume per kelas diameter. Hal ini diperlukan untuk memperoleh

31
ketelitian dalam penentuan harga jual, menampung variasi disebabkan oleh
sortimen. Sebagai contoh dalam sortimen kayu bulat jati dibagi menjadi 3 (tiga)
sortimen:

_ Sortimen A1 : diameter 4 -19 cm (Kayu Jati)

_ Sortimen A2 : diameter 20-28 cm (Kayu jati kecil)

_ Sortimen A3 : diameter > 30 cm (Kayu bulat besar)

Perbedaan harga setiap sortimen cukup besar. Suatu petak dengan luas
misalnya 20 ha, volume tebangan 3000 m³, nilai penjualan kayunya akan
ditentukan oleh komposisi sortimennya. Tiap sortimen masih dibedakan harga jual
berdasarkan kelas diameter, demikian pula kualitasnya.

Untuk anggaran pendapatan perusahaan, volume tebangan ditaksir


berdasarkan pohon masih berdiri, maka pasti ada perbedaan dengan realisasi
volume sesudah dilakukan penebangan dengan menghitung volume batang per
batang atau volume setiap sortimen. Dalam hal ini yang penting adalah perbedaan
masih dalam batas-batas yang wajar berkisar ± 5-10%. Kecermatan ini sangat
penting karena anggaran pendapatan di satu sisi akan menentukan keuntungan
perusahaan di samping sisi lain belanja perusahaan. Pada kasus lain untuk
pengusahaan hutan alam luar Jawa, inventarisasi hutan dengan intensitas sampling
100% dikenal dengan istilah ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan).
Inventarisasi pohon per pohon, volume pohon ditaksir dengan tabel volume
dengan pembuka diameter dan tinggi pohon bebas cabang. Untuk ini maka ada
variasi jenis pohon, sortimen setiap jenis pohon yang akan menentukan harga
jualnya.

32
2. Menghitung perkiraan pendapatan dalam rupiah setiap petak.

Dari hasil klem staat maupun ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum


Penebangan) dapat dibuat rekapitulasi seperti berikut:

Rekapitulasi Perkiaraan Produksi Per Petak seperti pada model contoh berikut:

(pada hutan jati).

Tabel 2.1 Contoh format tabel Rekapitulasi Perkiaraan Produksi Per Petak

Kelas Keliling /
Volume per Pohon Jumlah Pohon Volume
Keliling Ø

Volume per kelas diameter/kelas keliling akan mencerminkan sortimen


yang dihasilkan. Harga jual kayu ditentukan oleh sortimen/diameter dan cacat-
cacat kayu yang secara keseluruhan menentukan kelas kualit. Pendapatan
perusahaan secara keseluruhan selama satu tahun adalah hasil rekapitulasi seluruh
petak didasarkan atas kemungkinan sortimen dan perkiraan harga jual sesuai
dengan sortimennya masing-masing.

Contoh lain untuk luar Jawa karena hutannya sendiri dan banyak jenis maka
perkiraan pendapatan perusahaan didasarkan atas hasil rekapitulasi volume
seluruh petak sesuai dengan jenis kayu (meranti, kapur, dan lain-lain) dan adanya
sortimen pada masing-masing jenis.

33
Tabel 2.2 Contoh format tabel rekapitulasi jenis pohon dan kelas diameter

No. Pohon Jenis Pohon Ø T Volume

Keterangan :

Ø : Diameter tebangan dalam (cm)

T : Tinggi pohon bebas cabang dalam (m)

2.4 Kegiatan Selama PKL

Pekerjaan/kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan Kuliah Kerja


Praktek (KKP) di Perum Perhutani KPH Semarang adalah sebagai berikut:
Tempat : Perum Perhutani KPH Semarang
Alamat : Jl. Dr.Cipto No. 99 Semarang
Waktu : 20 Januari – 20 April 2015 (07.30-15.30)

Kegiatannya meliputi :
Tabel 2.3

Tabel Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek

No. Hari, Kegiatan


Tanggal
1. Selasa, Rekap biaya financial dan fisik BKPH Padas
20 Januari

34
2015

2. Rabu, Rekap biaya financial dan fisik BKPH Padas


21 Januari
2015
3. Kamis, Menyelesaikan rekap biaya financial dan fisik BKPH Padas
22 Januari dan BKPH Kedungjati
2015
4. Jum’at, Rekap biaya financial dan fisik BKPH Kedungjati dan BKPH
23 Januari Barang
2015
5. Sabtu, Rekap biaya financial dan fisik BKPH Kedungjati dan BKPH
24 Januari Barang
2015
6. Senin, Rekap biaya financial dan fisik BKPH Barang
26 Januari
2015
7. Selasa, Rekap biaya financial dan fisik BKPH Barang
27 Januari
2015
8. Rabu, Realisasi produksi dan angkutan bulan Januari dan Februari
28 Januari 2014
2015
9. Kamis, Realisasi produksi dan angkutan bulan Maret dan April 2014
29 Januari
2015
10. Jum’at, Realisasi produksi dan angkutan bulan Mei dan Juni2014
30 Januari
2015
11. Sabtu, Realisasi produksi dan angkutan bulan Juli dan Agustus 2014

35
31 Januari
2015
12. Senin, Realisasi produksi dan angkutan bulan September dan
2 Februari Oktober 2014
2015
13. Selasa, Realisasi produksi dan angkutan bulan November dan
3 Februari Desember 2014
2015
14. Rabu Rekap gaji per BKPH bulan Januari – Maret 2014
4 Februari
2015
15. Kamis, Rekap gaji per BKPH bulan April – Juni 2014
5 Februari
2015
16. Jum’at, Rekap gaji per BKPH bulan Juli – September 2014
6 Februari
2015
17. Sabtu, Rekap gaji per BKPH bulan Oktober – Desember 2014
7 Februari
2015
18. Senin, Input biaya fisik tanaman BKPH Barang
9 Februari
2015
19. Selasa, Input biaya fisik tanaman BKPH Jembolo Selatan
10 Februari
2015
20. Rabu, Input biaya fisik tanaman BKPH Jembolo Utara
11 Februari
2015
21. Kamis, Input biaya fisik tanaman BKPH Kedungjati dan BKPH

36
12 Februari Manggar
2015

22. Jum’at, Input biaya fisik tanaman BKPH Padas, BKPH Tanggung ,
13 Februari dan BKPH Tempuran
2015
23. Sabtu, Penggabungan biaya fisik tanaman seluruh BKPH
14 Februari
2015
24. Senin, Rekap laba rugi per BKPH
16 Februari
2015
25. Selasa, Pencocokan data yang sudah dikumpulkan ke masing –
17 Februari masing bagian atau bidang
2015
26. Rabu, Pencocokan data yang sudah dikumpulkan ke masing-masing
18 Februari bagian atau bidang
2015

27. Kamis, Libur Tahun Baru Imlek


19 Februari
2015
28. Jum’at, Input data rekap petak 316 tahun 2014 jumlah per tahun
20 Februari
2015
29. Sabtu, Input data rekap 316 tahun 2014 jumlah per tahun
21 Februari
2015
30. Senin, Membuat daftar dokumen PHBM dan berita acara
23 Februari

37
2015
31. Selasa, Membantu di bidang produksi
24 Februari
2015
32. Rabu, Input data dan pencocokan ulang rekap 316 tahun 2014
25 Februari
2015
33. Kamis, Input data dan pencocokan ulang rekap 316 tahun 2014
26 Februari
2015
34. Jum’at, Input data dan pencocokan ulang rekap 316 tehun 2014
27 Februari
2015
35. Sabtu, Membantu bagian produksi
28 Februari
2015
36. Senin, Ijin kuliah
2 Maret 2015
37. Selasa, Membantu di bagian produksi
3 Maret 2015
38. Rabu, Membantu mengerjakan pekerjaan Humas dan bagian
4 Maret 2015 tanaman
39. Kamis, Membantu mengerjakan pekerjaan bagian tanaman
5 Maret 2015
40. Jum’at, Membantu di bagian produksi
6 Maret 2015
41. Sabtu, Senam olahraga pagi
7 Maret 2015
42. Senin, Ijin kuliah
9 Maret 2015
43. Selasa, Membantu pekerjaan bagian Humas

38
10 Maret
2015
44. Rabu, Input data anak petak kabupaten Grobogan per desa
11 Maret Ketahanan Pangan Divre Jateng
2015
45. Kamis, Input data anak petak , pencocokan klas hutan 2014 kabupaten
12 Maret Semarang per desa
2015 Ketahanan Pangan Divre Jateng
46. Jum’at, Input data anak petak , pencocokan klas hutan 2014 kabupaten
13 Maret Demak per desa
2015 Ketahanan Pangan Divre Jateng
47. Sabtu, Input data anak petak , pencocokan klas hutan 2014 kabupaten
14 Maret Boyolali per desa
2015 Ketahanan Pangan Divre Jateng
48. Senin, Ijin kuliah
16 Maret
2015
49. Selasa, Memisahkan data yang sudah dikoreksi (Ketahanan Pangan
17 Maret Divre Jateng) menjadi per kecamatan
2015

50. Rabu, Memisahkan data yang sudah dikoreksi menjadi per


18 Maret kecamatan
2015
51. Kamis, Memisahkan data yang sudah dikoreksi menjadi per
19 Maret kecamatan
2015
52. Jum’at, Membuat rencana dan realisasi Humas 2015 bulan Desember
20 Maret 2014

39
2015
53. Sabtu, Libur Hari Raya Nyepi
21 Maret
2015
54. Senin, Ijin kuliah
23 Maret
2015
55. Selasa, Membuat rencana dan realisasi Humas 2015
24 Maret
2015
56. Rabu, Membantu bagian tanaman
25 Maret
2015
57. Kamis, Membantu bagian tanaman
26 Maret
2015
58. Jum’at, LMDH 2015 input database
27 Maret
2015
59. Sabtu, LMDH 2015 input database
28 Maret
2015
60. Senin, Ijin kuliah
30 Maret
2015
61. Selasa, LMDH 2015 input database
31 Maret
2015
62. Rabu, LMDH 2015 input database
1 April 2015
63. Kamis, LMDH 2015 input database

40
2 April 2015
64. Jum’at, Libur Hari Paskah
3 April 2015
65. Sabtu, LMDH 2015 input database
4 April 2015
66. Senin, Ijin kuliah
6 April 2015
67. Selasa, LMDH 2015 input database
7 April 2015
68. Rabu, LMDH 2015 input database
8 April 2015
69. Kamis, Diliburkan sedang ada pembinaan pegawai (kantor kosong)
9 April 2015
70. Jum’at, LMDH 2015 input database
10 April
2015
71. Sabtu, Senam olahraga pagi
11 April
2015
72. Senin, Ijin kuliah
13 April
2015
73. Selasa, Membuat surat ijin pengambilan bibit dan peminjaman
14 April lahan , serta surat pengajuan untuk magang
2015
74. Rabu, Membuat surat ijin pengambilan bibit dan peminjaman
15 April lahan , serta surat pengajuan untuk magang
2015
75. Kamis, Evaluasi realisasi tanaman tahun 2014 ( pencocokan )
16 April
2015

41
76. Jum’at, Evaluasi realisasi tanaman tahun 2014 ( pencocokan )
17 April
2015
77. Sabtu, Senam olahraga pagi
18 April
2015
78. Senin, Penarikan dari tempat magang
20 April
2015

Penjelasan atau pokok masalah yang dapat diambil dari table kegiatan diatas
meliputi :
1. Menginput data uang kerja per BKPH selama tahun 2014 yang diperoleh
dari bagian keuangan.
2. Menginput data hasil hutan yang diperoleh dari bagian produksi.
3. Menginput data gaji dan THR tahun 2014 pegawai Perum Perhutani KPH
Semarang yang diperoleh dari bagian SDM.
4. Meneliti data yang di input dengan berdasarkan buku besar uang muka
kerja, dan ERP.
5. Merekapitulasi dan menghitung pendapatan keseluruhan Perum Perhutani
KPH Semarang.
6. Memilih data atau pengelompokan data pada anak petak 316 untuk
kemudian disortir.
7. Menginput data pada LMDH yang akan dibuat database pada KPH
Semarang.
8. Meneliti klas hutan jika ada ada yang sama pada KPH Semarang dan
sekitarnya.

42
2.5 Analisis Hasil Pekerjaan

Pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat di Perum Perhutani memerlukan


profesionalisme, ketelitian, kerjasama dan tanggung jawab yang tinggi. Hasil
Akhir dari pekerjaan tersebut yaitu berupa :

1. Pendapatan tahun 2014 Perum Perhutani KPH Semarang


2. Laba/rugi Perum Perhutani KPH Semarang
3. Evaluasi anggaran pendapatan untuk tahun 2015
Sesuai dengan hasil pengamatan ketika melakukan PKL di Perum
Perhutani KPH Semarang, diketahui bahwa staf-staf, terutama pada administratur
sebagai kepala KPH melaksanakan tugasnya sesuai prosedur dan ketentuan yang
berlaku. Selain itu juga dilakukan evaluasi mengenai kinerja para pegawai Perum
Perhutani KPH Semarang, maka apabila ada kinerja yang kurang sesuai maka
dapat langsung diperbaiki. Dengan adanya perbaikan kinerja yang dilakukan oleh
Perum Perhutani KPH Semarang, tertama dalam bidang pelayanan lelang
diharapkan supaya dapat terjadi peningkatan kualitas dan kinerja.

43
44

Anda mungkin juga menyukai