PENDAHULUAN
1
Seiring dengan perkembangan teori pembelajaran dan evaluasi, maka
berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar,
terutama yang berkaitan dengan domain kognitif. Saat ini, guru dalam mengevaluasi
pencapaian hasil belajar cendrung hanya memberikan penekanan pada tujuan
kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif, khususnya pengetahuan
metakognitif dan keterampilan metakognitif. Akibatnya upaya-upaya untuk
memperkenalkan metakognitif dalam menyelesaikan masalah kepada siswa sangat
kurang atau bahkan cenderung diabaikan.
Pendidikan menjadi ukuran utama suatu bangsa dikatakan sebagai bangsa
yang memiliki kesejahteraan tinggi, karena pendidikan memiliki peranan yang sangat
sentral dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDA). Pendidikan yang memiliki
kualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sumber daya
manusia yang berkualitas akan mampu menghadapi tantangan kehidupan dan
berkemampuan secara proaktif untuk penyesuaian diri pada perubahan zaman. Dalam
meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah Indonesia banyak melakukan
perubahan baik itu berupa sistem pendidikan, yang menyangkut struktur kurikulum
dan pola pembelajaran yang dilaksanakan.
Sesuai hakikatnya, sains dipahami sebagai tiga aspek yakni: proses, produk,
sikap, dan teknologi. Proses dalam sains mengandung arti aktivitas ilmiah yang
berfungsi untuk mendeskripsikan fenomena alam hingga diperoleh produk sains
berupa fakta, prinsip, hukum, atau teori. Melalui metode ilmiah dapat
dikembangkan sikap ilmiah selayaknya ilmuwan bekerja seperti: kejujuran,
ketelitian, kesabaran, dll. Sains merupakan ilmu pengetahuan tentang obyek dan
fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang
dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah.
2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah :
1. Pengertian soft skill!
2. Bagaimana elemen Soft Skills!
3. Apa saja jenis- jenis soft skills!
4. Apa manfaat Soft Skils!
5. Bagaimana pengembangan soft Skill dalam pembelajaran!
6. Bagaimana mengembangkan soft skill siswa!
7. Pengertian metakognisi!
8. Apa manfaat keterampilan metakognisi!
9. Bagaimana pengetahuan metakognitif!
10. Bagaimana pembelajaran strategi metakognitif!
11. Pengertian ketrampilan proses sains!
12. Apa manfaat keterampilan sains!
13. Bagaimana penilaian keterampilan proses sains (KPS)!
14. Bagaimana klasifikasi ketrampilan proses sains!
15. Bagaimana kelebihan ketrampilan proses sains!
3
10. Menjelaskan pembelajaran strategi metakognitif
11. Menjelaskan pengertian ketrampilan proses sains
12. Menjelaskan manfaat keterampilan sains
13. Menjelaskan penilaian keterampilan proses sains (KPS)
14. Menjelaskan klasifikasi ketrampilan proses sains
15. Menjelaskan kelebihan ketrampilan proses sains
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
kemampuan negosiasi, kemampuan presentasi, kemampuan komunikasi, kemampuan
menjalin relasi, dan kemampuan bicara dimuka umum. Keunggulan dari kedua
karakteristik personal ini akan membedakan seseorang dengan orang lain ketika
berinteraksi dalam lingkungannya.
Soft skill merupakan kemampuan khusus, diantaranya meliputi social
interaction, ketrampilan teknis dan managerial. Kemampuan ini adalah salah satu hal
yang harus dimiliki tiap siswa dalam memasuki dunia kerja. Seperti diungkapkan
Nasution (2006) dalam seminar soft skill ”Kunci Menuju Sukses” yang
disenggarakan di ITS. Hakim memberikan gambaran mengenai persentase
kemampuan seorang siswa yang diperoleh dari kampus mereka. Berdasarkan data
yang diadopsi dari Havard School of Bisnis, kemampuan dan keterampilan yang
diberikan di bangku pembelajaran, 90 persen adalah kemampuan teknis dan sisanya
soft skill. Padahal, yang nantinya diperlukan untuk menghadapi dunia kerja yaitu
hanya sekitar 15 persen kemampuan hard skill. Dari data tersebut, lanjutnya, dapat
menarik benang merah bahwa dalam memasuki dunia kerja soft skill-lah yang
mempunyai peran yang lebih dominan. Saat ini semakin disadari pentingnya soft
skills dalam mencapai keberhasilan baik bagi diri pribadi, organisasi, perusahaan,
maupun bangsa dan negara. Istilah soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan
dengan EQ (Emotional Intelligence Quotient), kumpulan karakter kepribadian,
rahmat sosial, komunikasi, bahasa, kebiasan pribadi, keramahan, dan optimisme yang
menjadi ciri hubungan dengan orang lain.
Seorang guru memperoleh prestasi pada waktu masih dibangku kuliah bukan
sebagai jaminan suksesnya seorang guru di dalam kelas dengan peserta didik yang
menjadi komponen mutlak di kelas tersebut. Seorang peserta didik akan menilai
kesuksesan seorang guru dalam proses belajar mengajar dari dampak yang dirasakan
oleh dirinya apakah berdampak positif atau negatif terhadap cita-cita yang diinginkan
peserta didik tersebut.
Seorang guru dikatakan sukses oleh orang tua/wali peserta didik dari prestasi
anaknya apakah berbanding lurus atau terbalik dengan prestasi gurunya. Hal ini
6
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Widhiarso (2009:1), mengatakan bahwa
sukses di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya bergantung kepada rasio dan logika
individu tetapi juga kapasitas kemanusiannya. Kemampuan yang dimiliki manusia
dapat diibaratkan sebagai Gunung Es (Ice Berg) yang nampak di luar permukaan air
ialah kemampuan Hard Skill/Technical Skill, sedangkan kemampuan yang berada di
bawah permukaan air dan memiliki porsi yang paling besar ialah kemampuan Soft
Skill. Soft skill merupakan kemampuan yang tidak tampak dan seringkali
berhubungan dengan emosi manusia.
Elfindri, dkk (2011: 10) mendefinisikan soft skills sebagai keterampilan hidup
yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya antara lain berupa
kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin. Lebih lanjut Elfindri menjelaskan
bahwa soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki
baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan
Sang Pencipta. Soft skills sangat diperlukan untuk kecakapan hidup seseorang. Soft
skills membuat keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat.
Dengan soft skills, seseorang akan memiliki keterampilan berkomunikasi,
keterampilan emosional, keterampilan berbahasa, keterampilan berkelompok,
memiliki etika dan moral, santun, dan keterampilan spiritual (Elfindri, 2010: 67).
Pengertian lain tentang soft skills disampaikan oleh Djoko Hari
Nugroho (2009:118), Soft skills merupakan jenis ketrampilan yanglebih banyak
terkait dengan sensitivitas perasaan seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. soft
skills terkait dengan ketrampilan psikologis, maka dampak yang diakibatkan lebih
abstrak namun tetap bisa dirasakan seperti misalnya perilaku sopan, disiplin,
keteguhan hati, kemampuan untuk dapat bekerja sama, membantu orang lain, dan
sebagainya. Konsep soft skills merupakan istilah sosiologis yang merepresentasikan
pengembangan dari kecerdasan emosional (emotional intelligence) seseorang
yang merupakan kumpulan karakter kepribadian, kepekaan sosial, komunikasi,
bahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri
hubungan dengan orang lain.
7
Secara singkat soft skills dapat disimpulkan bahwa kemampuan yang dimiliki
seseorang, yang tidak bersifat kognitif, tetapi lebih bersifat afektif yang memudahkan
seseorang untuk mengerti kondisi psikologi diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran dan
sikap serta perbuatan yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungan sehingga individu tersebut dapat beradaptaasi.
Meskipun soft skills yang dibutuhkan seseorang berbeda antara satu profesi dengan
yang lain, pada dasarnya soft skills tidak terikat dengan budaya, karena soft skills itu
bersifat universal.
8
dibutuhkan (must have) dan kategori sebagai skills yang baik untuk dimiliki (good to
have).
Tabel 1. Elemen Soft Skills yang harus dan Baik untuk dimiliki (Sharma,
2009) dalam I Made S. Utama dkk
9
10
Elemen atau komponen tentang soft skills memang sangat kompleks, hampir
semuanya tentang karakter yang ada pada diri manusia, seperti halnya yang
disampaikan oleh Elfindri, dkk (2010: 95) mengatakan, unsur-unsur soft skills yang
membuat sempurna adalah:
1. Taat beribadah,
2. Ketrampilan berkomunikasi,
3. Terbentuknya sifat tanggung jawab,
4. Kejujuran dan tepat waktu,
5. Pekerja keras,
6. Berani mengambil resiko,
7. Terbiasa bekerja kelompok,
8. Berketerampilan rumah tangga, dan
9. Visioner.
11
kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan
meraih tujuan hidup.
2. Gaya Hidup Sehat, Marchand dkk (2005) menemukan bahwa uang jutaan
dolar terbuang oleh institusi dan masyarakat karena faktor minimnya
produktivitas, pelayanan kesehatan, kecelakaan kerja dan pegawai yang absen
dalam bekerja. Pendukung utama dari sekian indikator tersebut adalah gaya
hidup individu yang tidak sehat. University of Central Florida memasukkan
tema gaya hidup sehat ini sebagai target pengembangan soft skills bagi
mahasiswa mereka. Topik yang diangkat dalam pengembangannya memuat
nutrisi, manajemen stres, pengelolaan waktu, cultural diversity, dan
penyalahgunaan obat terlarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya
hidup yang sehat mempengaruhi tingginya ketahanan, fleksibiltas dan konsep
diri yang sehat yang mempengaruhi tingginya partisipasi dalam komunitas.
3. Komunikasi Efektif, Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa
banyak kegagalan siswa di sekolah, masyarakat dan tempat kerja diakibatkan
rendahnya keterampilan dalam berkomunikasi. Selain keterampilan
komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak langsung juga
ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan
pengaruhnya ke kesuksesan.
12
h. Pengambilan keputusan menggunakan keterampilan.
i. Menggunakan kemampuan memecahkan masalah.
j. Amati bentuk etiket.
k. Berhubungan dengan orang lain
l. Menjaga berarti percakapan (basa-basi).
m. Menjaga percakapan bermakna (diskusi/perdebatan).
n. Menetralkan argumen dengan waktu, petunjuk dan sopan, bahasa singkat.
o. Berpura-pura minat dan berbicara dengan cerdas tentang topik apapun.
13
mendukung pelaksanaan pelatihan bagi para guru supaya mengerti lebih jauh tentang
soft skill. Menurutnya, guru harus bisa jadi living example. Dari mulai datang tepat
waktu, mengoreksi tugas, dan sebagainya. Bukan apa-apa, kemampuan presentasi dan
menulis siswa masih banyak yang belum bagus. Guru juga harus bisa melatih siswa
supaya asertif, supaya berani membicarakan ide. Fenomena siswa menyontek juga
jangan dianggap biasa, ini masuk faktor kejujuran dan etika dalam soft skill. Lihat di
Indonesia, korupsi begitu menjamur, karena orang sudah terbiasa tidak jujur sejak
masa sekolah.
Soft skill yang diberikan kepada para siswa dapat diintegrasikan dengan
materi pembelajaran. Materi soft skill yang perlu dikembangkan kepada para siswa,
tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan berkomunikasi, dan komitmen.
Untuk mengembangkan soft skill dengan pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan
yang melibatkan para guru, siswa, alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi
pengembangan soft skill yang relevan.
Tentu saja pengidentifikasian tersebut bukan sesuatu yang “hitam-putih”,
tetapi lebih merupakan kesepakatan. Dengan asumsi semua guru memahami betul
“isi” pembelajaran yang dibina dan “memahami” konsep soft skill beserta komponen-
komponennya, maka pengisian akan berlangung objektif dan cermat. Dengan cara itu
setiap guru mengetahui komponen soft skill apa yang harus dikembangkan ketika
mengajar.
14
membicarakan ide. Fenomena siswa menyontek juga jangan dianggap biasa, ini
masuk faktor kejujuran dan etika dalam soft skill. Lihat di Indonesia, korupsi begitu
menjamur, karena orang sudah terbiasa tidak jujur sejak masa sekolah.
Soft skill yang diberikan kepada para siswa dapat diintegrasikan dengan
materi pembelajaran. Menurut Saillah (2007), materi soft skill yang perlu
dikembangkan kepada para siswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur,
kemampuan berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skill dengan
pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa,
alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skill yang
relevan.
Tentu saja pengidentifikasian tersebut bukan sesuatu yang “hitam-putih”,
tetapi lebih merupakan kesepakatan. Dengan asumsi semua guru memahami betul
“isi” pembelajaran yang dibina dan “memahami” konsep soft skill beserta komponen-
komponennya, maka pengisian akan berlangung objektif dan cermat. Dengan cara itu
setiap guru mengetahui komponen soft skill apa yang harus dikembangkan ketika
mengajar. Cara lain untuk menilai soft skill yang dimiliki oleh siswa dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik wawancara yang mendalam dan menyeluruh dengan
pendekatan behavioral interview. Dengan behavioral interview, diharapkan siswa
lulus tidak hanya memiliki hard skill namun juga didukung oleh soft skill yang baik.
langkah-langkah penyusunan pengembangan softskills dapat dilakukan
dengan berbagai cara:
15
3. Program pengembangan, (1) written curriculum, ini dilakukan dengan
memasukan softskills yang telah ditentukan ke dalam rancangan
pembelajaran. dengan demikian penguasaan mahasiswa terhadap softskills
tertentu harus dimasukkan dalam aspek penilaian mata kuliah tersebut. (2)
hidden curriculum, ini dilakukan secara informal yaitu melalui interaksi
dosen-mahasiswa. dosen sebagai panutan (role model). dapat juga dilakukan
dengan menciptakan atmosfir akademik di lingkungan jurusan anda. (3) Co-
curriculum, manfaatkan kegiatan seperti magang (internship), kerja praktik
(KP), ataupun KKN (kuliah kerja nyata). (4) Extra-curriculum, libatkan unit
kegiatan mahasiswa sebagai wadah untuk melatih softskills mahasiswa
tersebut.
4. Evaluasi softskills, tentukan alat ukur yang sesuai untuk menilai softskills
yang talah anda masukan ke dalam kurikulum jurusan anda.
2.2 Metakognisi
2.2.1 Pengertian Metakognisi
Metakognisi berarti apa yang kita ketahui tentang apa yang diketahui menurut
Halpern dalam Setyono (2008). Metakognisi merupakan refleksi terhadap pikiran,
berfikir terhadap pikirannya sendiri menurut Janssens & de Klein dalam Setyono
(2008). Menurut Flavell dalam Setyono (2008), disebut metakognisi karena makna
intinya adalah “cognition about cognition” atau berfikir terhadap proses berfikirnya
sendiri.
Metakognisi mencakup pengetahuan dan aktivitas kognitif yang menjadikan
aktivitas kognitif itu sebagai objeknya. Metakognisi berarti pengetahuan seseorang
tentang proses kognitif dirinya sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengannya,
seperti pengetahuan tentang informasi dan data yang relevan. Flavell mengemukakan
konsep tentang kemampuan metakognitif sebagai pengetahuan metakognitif
(metacognitive knowledge) dan pengalaman metakognitif (metacognitive experience).
16
Menurut Suherman et.al. (2001 : 95), metakognitif adalah suatu kata yang
berkaitan dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar
dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu
menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu
bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan
dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang
dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam memecahkan masalah, sebab
dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan : “Apa yang
saya kerjakan ?”; “Mengapa saya mengerjakan ini?”; “Hal apa yang membantu saya
untuk menyelesaikan masalah ini?”.
Flavel dalam Dindin memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran
seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu
masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan
menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai
kemajuan belajar sendiri. Sementara menurut Margaret W. Matlin dalam Dindin,
metakognitif adalah “knowledge and awareness about cognitive processes – or our
thought about thinking”.
Metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana
kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting
terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan
masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about
thingking”.
Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan dan keyakinan yang
terhimpun melalui pengalaman kognitif seseorang dan tersimpan dalam memori
jangka panjangnya. Pengetahuan metakognitif dapat bersifat deklaratif, yaitu
seseorang mengetahui bahwa (knowing that) atau bersifat prosedural, yaitu seseorang
mengetahui bagaimana (knowing how), atau kedua-duanya. Pengetahuan metakognitif
seseorang dapat dibagi menjadi pengetahuannya tentang pribadi, tugas-tugas dan
17
strategi. Kategori pribadi meliputi pengetahuan dan keyakinan yang berkaitan dengan
seperti apa seseorang itu.
18
dengan baik karena mereka mampu untuk merencanakan pembelajaran, mengatur
diri, dan mengevaluasi pembelajarannya.
19
indikator keterampilan metakognitif tersebut dituangkan dalam inventori
keterampilan metakognitif (Anathime, 2009). Menurut Blakey dan Spence (2000)
dalam Anathime (2009), strategi untuk mengembangkan keterampilan metakognitif
adalah sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi “apa yang kamu ketahui” dan “apa yang tidak kamu
ketahui”
b. Membahas tentang berpikir
c. Membuat jurnal merencanakan dan pengaturan diri
d. Menjelaskan tentang proses berpikir dan evaluasi
20
memahami masalah, merencanakan strategi pemecahan, menggunakan/ menarapkan
strategi yang telah direncanakan dan menilai hasil pekerjaan. Pembelajaran strategi
metakognitif dapat dilakukan secara infusi dalam proses pembelajaran sehingga
strategi metakognitif tidak menjadi materi khusus yang diajarkan. Guru dapat
meingkatkan kemampuan strategi metakognitif dalam pembelajaran. Beberapa
kemampuan strategi metakognitif siswa yang dapat dibiasakan berdasarkan modul
yang dibuat oleh Pusat Perkembangan Kurikulum Malaysia (Dindin), yaitu :
1. merancang/mempersiapkan kegiatan belajar sendiri;
2. bertanya pada diri sendiri misalnya sebelum, ketika dan setelah membaca
buku;
3. berfikir terlebih dahulu secara sadar sebelum melakukan sesuatu;
4. menilai dua jenis kegiatan untuk menentukan mana yang terbaik;
5. mengetahui tingkah laku yang terbaik karena melalui pujian guru atau
temannya;
6. menghindari mengatakan “saya tidak bisa”;
7. menggunakan strategi metakognitif dalam belajar dengan bantuan guru
melalui pengarahan dalam bentuk pertanyaan seperti “apa yang ingin Anda
katakan adalah ...” ;
8. siswa semangat dalam belajar dan dalam melakukan suatu kegiatan melalui
pujian guru;
9. berbicara dengan baik dan benar dimana guru menjelaskan tentang
pernyataan mana yang benar atau yang salah serta bagaimana implikasinya;
10. bermain peran dalam belajar untuk melatih siswa berfikir dan berindak sesuai
dengan perannya;
11. mencatat jurnal tentang kegatan sendiri; dan berprilaku yang baik dan
bertindak benar melalui teladan dari guru.
21
2.3 Keterampilan Sains
2.3.1 Pengertian Keterampilan Proses Sains
Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan
perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk
kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang
digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep
besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai
seseorang bila akan melakukan penelitian. Menurut Rustaman (2003), keterampilan
proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, manual dan sosial.
“Keterampilan proses adalah keterampilan berpikir yang digunakan untuk mengolah
informasi, memecahkan masalah, dan merumuskan kesimpulan”. Keterampilan
proses sains merupakan keterampilan kinerja (performance skill). Keterampilan
proses sains memuat dua aspek keterampilan, yakni keterampilan dari sisi kognitif
(cognitive skill sebagai keterampilan intelektual maupun pengetahuan dasar yang
melatarbelakangi penguasaan keterampilan proses sains) dan keterampilan dari sisi
sensorimotor (sensorimotor skill). (Susilo, 2013: 6)
Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan
secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas.
Kemampuan–kemampuan dasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih yang
lama-kelamaan akan menjadi keterampilan. Keterampilan proses adalah keterampilan
yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang
mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi.
Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-
kelamaan akan menjadi suatu keterampilan. Jadi, keterampilan proses sains
merupakan keterampilan atau kemampuan yang dipelajari oleh siswa saat mereka
melakukan penemuan ilmiah, dimana diantaranya mencakup pengamatan (observasi),
mengklasifikasikan, menafsirkan, meramalkan, berkomunikasi, mengajukan
22
pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan serta
menerapkan konsep.
Keterampilan proses sains dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses
dasar merupakan pondasi untuk mempelajari keterampilan proses terintegrasi.
Keterampilan proses dasar meliputi mengobservasi, menginferensi, mengukur,
mengkomunikasikan, mengklasifikasikan dan memprediksi, sedangkan yang
termasuk dalam keterampilan proses terintergrasi adalah mengontrol variabel,
memberikan definisi oprasional, merumuskan hipotesis, menginterpretasikan data,
melakukan eksperimen, dan merumuskan model.
23
2.3.3 Penilaian Keterampilan Proses Sains (KPS)
Salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah penilaian atau
evaluasi. Oleh karena itu perangkat penilaian merupakan bagian integral yang
dikembangkan berdasarkan tuntutan tujuan pendidikan. Penilaian dilakukan guru
untuk mengukur pertkembangan keterampilan proses sains siswa sebagaimana yang
dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Selain itu penilaian dilakukan untuk
mendiagnosis kesulitan belajar dalam memberikan umpan balik kepada siswa.
Dengan demikian penilaian akan dilakukan secara terus menerus guna memastikan
terjadinya kemanjuan dalam belajar siswa. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan
sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran. Dalam
hal ini upaya bimbingan terhadap siswa yang diperlukan untuk memperbaiki hasil
pembelajaran.
Ilmu pengetahuan merupakan hal penting dimana pengetahuan dikontruksikan
atas tiga dimensi. Dimens pertama adalah konten atau isi dari ilmu pengetahuan,
konsep dasar dan pengetahuan ilmiah. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu
pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama.
Kedua adalah kerja sains, dimana proses sains dalam hal ini adalah keterampilan
proses sains atau kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan
keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama pula siswa belajar tentang
proses sains. Dimensi ketiga ilmu pengetahuan adalah sikap ilmiah. Dimensi ini fokus
pada sikap dan “watak” yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-
hal seperti rasa keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam
mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan masalah serta menjawab pertanyaan
dengan menggunakan bukti dan berbagai fakta”. (Utami, 2012: 23-24).
24
a. Mengamati
Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa
dengan menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati,
siswa harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar,
merasakan, mencium dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-
fakta yang relevan dan memadai.
b. Mengelompokkan/Klasifikasi
Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk
menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses
mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan, mencari
perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar
penggolongan.
c. Menafsirkan
Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan tentatif dari data
yang dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan.
Karena itu, dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara
terpisah, kemudian menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan itu. Selanjutnya
siswa mencoba menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat
kesimpulan.
d. Meramalkan
Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan
yang reliabel (Firman, 2000). Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil
pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang
belum diamatinya, maka siswa tersebut telah mempunyai kemampuan proses
meramalkan.
e. Mengajukan pertanyaan
Keterampilan proses mengajukan pertanyaan dapat diperoleh siswa dengan
mengajukan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan untuk meminta
penjelasan atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.
25
f. Merumusakan hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu
kejadian atau pengamatan tertentu.
g. Merencanakan percobaan
Agar siswa dapat memiliki keterampilan merencanakan percobaan maka siswa
tersebut harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
percobaan. Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variabel-variabel, menentukan
variabel yang harus dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah. Demikian pula
siswa perlu untuk menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau ditulis,
menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selanjutnya siswa dapat pula
menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.
h. Menggunakan alat dan bahan
Untuk dapat memiliki keterampilan menggunakan alat dan bahan, dengan
sendirinya siswa harus menggunakan secara langsung alat dan bahan agar dapat
memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, siswa harus mengetahui mengapa dan
bagaimana cara menggunakan alat dan bahan.
i. Menerapkan konsep
Keterampilan menerapkan konsep dikuasai siswa apabila siswa dapat
menggunakan konsep yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan
konsep itu pada pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang
terjadi.
j. Berkomunikasi
Keterampilan ini meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram
dari hasil percobaan. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram
juga termasuk berkomunikasi. Menurut Firman (2000), keterampilan berkomunikasi
adalah keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang
lain.
26
2.3.5 Kelebihan Ketrampilan Proses Sains
Menurut Dimyati (2009), kelebihan KPS adalah:
a. KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat
memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik.
b. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan,
tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu
pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi lebih aktif.
c. KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan
sekaligus
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Soft skills merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang, yang tidak bersifat
kognitif, tetapi lebih bersifat afektif yang memudahkan seseorang untuk mengerti
kondisi psikologi diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran dan sikap serta perbuatan
yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan berinteraksi dengan
lingkungan sehingga individu tersebut dapat beradaptaasi. Meskipun soft skills yang
dibutuhkan seseorang berbeda antara satu profesi dengan yang lain, pada dasarnya
soft skills tidak terikat dengan budaya, karena soft skills itu bersifat universal.
Metakognisi berarti apa yang kita ketahui tentang apa yang diketahui menurut
Halpern dalam Setyono (2008). Metakognisi merupakan refleksi terhadap pikiran,
berfikir terhadap pikirannya sendiri menurut Janssens & de Klein dalam Setyono
(2008). Menurut Flavell dalam Setyono (2008), disebut metakognisi karena makna
intinya adalah “cognition about cognition” atau berfikir terhadap proses berfikirnya
sendiri. Metakognisi mencakup pengetahuan dan aktivitas kognitif yang menjadikan
aktivitas kognitif itu sebagai objeknya. Metakognisi berarti pengetahuan seseorang
tentang proses kognitif dirinya sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengannya,
seperti pengetahuan tentang informasi dan data yang relevan.
Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan
perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk
kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang
digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep
besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai
seseorang bila akan melakukan penelitian. Menurut Rustaman (2003), keterampilan
proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, manual dan sosial.
28
3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam proses
pembuatan makalah ini. Untuk itu, penulis dengan terbuka menerima saran atau
kritikan dari rekan-rekan serta pembaca yang membangun guna kesempurnaan
makalah ini dan menambah wawasan baru.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anathime.2009. KeterampilanMetakognitif .
[online].Tersedia:http://biologyeducationresearch.blogspot.com/2009/12/ket
erampilan-metakognitif.html [24 April 2011]
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Elfindri, dkk. (2010). Soft Skills untuk Pendidik. Bandung: PT. Baduose Media.
Gredler, M.E., 2011, Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Kencana, Jakarta.
Sailah, Illah. 2008. Pengembangan Soft Skill di Perguruan Tinggi 2007. Direktorat
Pendidikan Nasional: Jakarta.
30
Setyono. (2008). Metakognitif dalam Pemecahan Masalah. [online].
Tersedia:http://setyono.blogspot.com/2008/12/metakognitif-dalam-
pemecahan-masalah.html. [22 April 2011].
Wardani Sri, A. Tri Widodo, N. Eka Priyani. 2009. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Sains Berorientasi Problem-Based
Instructio.https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JIPK/article/viewFile/127
1/1322.
Widayanti Esti Yuli. 2015. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Dasar Siswa
Madrasah Ibtidaiyah (Studi Pada Madrasah Mitra Stain Ponorogo.
https://www.researchgate.net/publication/304574776_PENGUASAAN_KE
TERAMPILAN_PROSES_SAINS_DASAR_SISWA_MADRASAH_IBTID
AIYAH_STUDI_PADA_MADRASAH_MITRA_STAIN_PONOROGO/ful
ltext/57db17d008ae4e6f184390c6/304574776_PENGUASAAN_KETERA
MPILAN_PROSES_SAINS_DASAR_SISWA_MADRASAH_IBTIDAIYA
H_STUDI_PADA_MADRASAH_MITRA_STAIN_PONOROGO.pdf?
origin=publication_detail
31