Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam upaya
membimbing, mengayomi dan mendidik anak agar menjadi generasi penerus agama,
bangsa dan negara. Anak perlu dididik dan diberi pengetahuan yang baik agar dia
mampu menjadi seorang yang memiliki intelektualitas, kecerdasan, moralitas, dan
profesionalitas. Pendidikan sejatinya merupakan proses pembentukan moral
masyarakat yang beradab, masyarakat yang tampil dengan penuh rasa kemanusiaan.
Pada kenyataannya saat ini sering terjadi praktik penyimpangan moral, seperti
kekerasan oleh guru, korupsi dana pendidikan, jual beli ijazah palsu, tawuran antar
pelajar dan sebagainya. Seharusnya pendidikan mampu menghasilkan sumber daya
manusia yang tidak hanya terampil dan cerdas, namun juga bermoral. Akibat yang
bisa dirasakan dari sumber daya manusia yang bermoral adalah perilaku sopan,
disiplin, keteguhan hati, kemampuan kerja sama, serta membantu orang lain.
Dikarenakan pengembangan soft skill yang dimiliki oleh setiap orang tidak sama.
Musdalifah (2011) menjelaskan kenyataan  yang sangat mengkhawatirkan
dunia pendidikan. Pembangunan dunia pendidikan lebih ditekankan pada
keberhasilan dibidang pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skills/ kecerdasan
intelektual (IQ)). Sementara pembangunan pendidikan dibidang kecerdasan
emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang berkaitan dengan anak didik
seperti sifat kepribadian, keterampilan sosial, komunikasi, bahasa, kebiasaan pribadi,
keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri hubungan dengan orang lain (Soft
Skills) yang terangkum dalam pendidikan justru terabaikan. Para ahli menjelaskan
bahwa kesuksesan hidup seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh tingginya
intelegensi question (IQ). Sebaliknya justru faktor emosional question lebih
memegang peran lebih besar dengan perbandingan EQ dan IQ sebesar 80:20.

1
Seiring dengan perkembangan teori pembelajaran dan evaluasi, maka
berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar,
terutama yang berkaitan dengan domain kognitif. Saat ini, guru dalam mengevaluasi
pencapaian hasil belajar cendrung hanya memberikan penekanan pada tujuan
kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif, khususnya pengetahuan
metakognitif dan keterampilan metakognitif. Akibatnya upaya-upaya untuk
memperkenalkan metakognitif dalam menyelesaikan masalah kepada siswa sangat
kurang atau bahkan cenderung diabaikan.
Pendidikan menjadi ukuran utama suatu bangsa dikatakan sebagai bangsa
yang memiliki kesejahteraan tinggi, karena pendidikan memiliki peranan yang sangat
sentral dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDA). Pendidikan yang memiliki
kualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sumber daya
manusia yang berkualitas akan mampu menghadapi tantangan kehidupan dan
berkemampuan secara proaktif untuk penyesuaian diri pada perubahan zaman. Dalam
meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah Indonesia banyak melakukan
perubahan baik itu berupa sistem pendidikan, yang menyangkut struktur kurikulum
dan pola pembelajaran yang dilaksanakan.
Sesuai hakikatnya, sains dipahami sebagai tiga aspek yakni: proses, produk,
sikap, dan teknologi. Proses dalam sains mengandung arti aktivitas ilmiah yang
berfungsi untuk mendeskripsikan fenomena alam hingga diperoleh produk sains
berupa fakta, prinsip, hukum, atau teori. Melalui metode ilmiah dapat
dikembangkan sikap ilmiah selayaknya ilmuwan bekerja seperti: kejujuran,
ketelitian, kesabaran, dll. Sains merupakan ilmu pengetahuan tentang obyek dan
fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang
dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah.

2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah :
1. Pengertian soft skill!
2. Bagaimana elemen Soft Skills!
3. Apa saja jenis- jenis soft skills!
4. Apa manfaat Soft Skils!
5. Bagaimana pengembangan soft Skill dalam pembelajaran!
6. Bagaimana mengembangkan soft skill siswa!
7. Pengertian metakognisi!
8. Apa manfaat keterampilan metakognisi!
9. Bagaimana pengetahuan metakognitif!
10. Bagaimana pembelajaran strategi metakognitif!
11. Pengertian ketrampilan proses sains!
12. Apa manfaat keterampilan sains!
13. Bagaimana penilaian keterampilan proses sains (KPS)!
14. Bagaimana klasifikasi ketrampilan proses sains!
15. Bagaimana kelebihan ketrampilan proses sains!

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan pengertian soft skill
2. Menjelaskan elemen Soft Skills
3. Menjelaskan jenis- jenis soft skills
4. Menjelaskan manfaat Soft Skils
5. Menjelaskan pengembangan soft Skill dalam pembelajaran
6. Menjelaskan mengembangkan soft skill siswa
7. Menjelaskan pengertian metakognisi
8. Menjelaskan manfaat keterampilan metakognisi
9. Menjelaskan pengetahuan metakognitif

3
10. Menjelaskan pembelajaran strategi metakognitif
11. Menjelaskan pengertian ketrampilan proses sains
12. Menjelaskan manfaat keterampilan sains
13. Menjelaskan penilaian keterampilan proses sains (KPS)
14. Menjelaskan klasifikasi ketrampilan proses sains
15. Menjelaskan kelebihan ketrampilan proses sains

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Soft Skill


2.1.1 Pengertian Soft Skill
Soft Skills Menurut Illah Sailah dalam I Nyoman Sucipta (2009:1), Soft skills
adalah kunci menuju hidup yang lebih baik, sahabat lebih banyak, sukses lebih besar,
kebahagiaan yang lebih luas, tidak punya nilai, kecuali diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari baru bernilai. Soft skills yang dimiliki oleh setiap orang dengan jumlah
dan kadar yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata,
bertindak dan bersikap. Selain itu, I Nyoman Sucipta (2009:8) menyampaikan bahwa,
soft skills adalah skills yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, seperti
bagaimana melakukan conflict resolution, memahami personal dinamis, dan
melakukan negosiasi.Widhiarso  (2009:1)  mengatakan, Soft skills adalah seperangkat
kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Soft
skills memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan kritis, membangun tim, serta
kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu. Tujuan dari
pelatihan soft skills adalah memberikan kesempatan kepada individu untuk
mempelajari perilaku baru dan meningkatkan hubungan antar pribadi dengan orang
lain.
Coates dalam Muh Ris (2010:3) menyatakan, soft skills merupakan jalinan
atribut personalitas baik intra-personalitas maupun inter-personalitas. Intra-
personalitas merupakan keterampilan yang dimiliki seseorang dalam mengatur
dirinya sendiri, seperti manajemen waktu, manajemen stress, manajemen perubahan,
karakter transformasi, berpikir kreatif, memiliki acuan tujuan positif, dan teknik
belajar cepat. Sementara inter-personalitas merupakan keterampilan berhubungan
atau berinteraksi dengan lingkungan kelompok masyarakatnya dan lingkungan
kerjanya serta interaksi dengan individu manusia sehingga mampu mengembangkan
unjuk kerja secara maksimal, kemampuan memotivasi, kemampuan memimpin,

5
kemampuan negosiasi, kemampuan presentasi, kemampuan komunikasi, kemampuan
menjalin relasi, dan kemampuan bicara dimuka umum. Keunggulan dari kedua
karakteristik personal ini akan membedakan seseorang dengan orang lain ketika
berinteraksi dalam lingkungannya.
Soft skill merupakan kemampuan khusus, diantaranya meliputi social
interaction, ketrampilan teknis dan managerial. Kemampuan ini adalah salah satu hal
yang harus dimiliki tiap siswa dalam memasuki dunia kerja. Seperti diungkapkan
Nasution (2006) dalam seminar soft skill ”Kunci Menuju Sukses” yang
disenggarakan di ITS. Hakim memberikan gambaran mengenai persentase
kemampuan seorang siswa yang diperoleh dari kampus mereka. Berdasarkan data
yang diadopsi dari Havard School of Bisnis, kemampuan dan keterampilan yang
diberikan di bangku pembelajaran, 90 persen adalah kemampuan teknis dan sisanya
soft skill. Padahal, yang nantinya diperlukan untuk menghadapi dunia kerja yaitu
hanya sekitar 15 persen kemampuan hard skill. Dari data tersebut, lanjutnya, dapat
menarik benang merah bahwa dalam memasuki dunia kerja soft skill-lah yang
mempunyai peran yang lebih dominan. Saat ini semakin disadari pentingnya soft
skills dalam mencapai keberhasilan baik bagi diri pribadi, organisasi, perusahaan,
maupun bangsa dan negara. Istilah soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan
dengan EQ (Emotional Intelligence Quotient), kumpulan karakter kepribadian,
rahmat sosial, komunikasi, bahasa, kebiasan pribadi, keramahan, dan optimisme yang
menjadi ciri hubungan dengan orang lain.
Seorang guru memperoleh prestasi pada waktu masih dibangku kuliah bukan
sebagai jaminan suksesnya seorang guru di dalam kelas dengan peserta didik yang
menjadi komponen mutlak di kelas tersebut. Seorang peserta didik akan menilai
kesuksesan seorang guru dalam proses belajar mengajar dari dampak yang dirasakan
oleh dirinya apakah berdampak positif atau negatif terhadap cita-cita yang diinginkan
peserta didik tersebut.
Seorang guru dikatakan sukses oleh orang tua/wali peserta didik dari prestasi
anaknya apakah berbanding lurus atau terbalik dengan prestasi gurunya. Hal ini

6
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Widhiarso (2009:1), mengatakan bahwa
sukses di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya bergantung kepada rasio dan logika
individu tetapi juga kapasitas kemanusiannya. Kemampuan yang dimiliki manusia
dapat diibaratkan sebagai Gunung Es (Ice Berg) yang nampak di luar permukaan air
ialah kemampuan Hard Skill/Technical Skill, sedangkan kemampuan yang berada di
bawah permukaan air dan memiliki porsi yang paling besar ialah kemampuan Soft
Skill. Soft skill merupakan kemampuan yang tidak tampak dan seringkali
berhubungan dengan emosi manusia.
Elfindri, dkk (2011: 10) mendefinisikan soft skills sebagai keterampilan hidup
yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya antara lain berupa
kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin. Lebih lanjut Elfindri menjelaskan
bahwa soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki
baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan
Sang Pencipta. Soft skills sangat diperlukan untuk kecakapan hidup seseorang. Soft
skills membuat keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat.
Dengan soft skills, seseorang akan memiliki keterampilan berkomunikasi,
keterampilan emosional, keterampilan berbahasa, keterampilan berkelompok,
memiliki etika dan moral, santun, dan keterampilan spiritual (Elfindri, 2010: 67).
Pengertian    lain    tentang    soft    skills    disampaikan    oleh Djoko Hari
Nugroho  (2009:118), Soft skills merupakan jenis ketrampilan yanglebih banyak
terkait dengan sensitivitas perasaan seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. soft
skills terkait dengan ketrampilan psikologis, maka dampak yang diakibatkan lebih
abstrak namun tetap bisa dirasakan seperti misalnya perilaku sopan, disiplin,
keteguhan hati, kemampuan untuk dapat bekerja sama, membantu orang lain, dan
sebagainya. Konsep soft skills merupakan istilah sosiologis yang merepresentasikan
pengembangan dari kecerdasan emosional (emotional     intelligence) seseorang   
yang    merupakan kumpulan karakter kepribadian, kepekaan sosial, komunikasi,
bahasa,    kebiasaan    pribadi,    keramahan,    dan optimisme yang menjadi ciri
hubungan dengan orang lain.       

7
Secara singkat soft skills dapat disimpulkan bahwa kemampuan yang dimiliki
seseorang, yang tidak bersifat kognitif, tetapi lebih bersifat afektif yang memudahkan
seseorang untuk mengerti kondisi psikologi diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran dan
sikap serta perbuatan yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungan sehingga individu tersebut dapat beradaptaasi.
Meskipun soft skills yang dibutuhkan seseorang berbeda antara satu profesi dengan
yang lain, pada dasarnya soft skills tidak terikat dengan budaya, karena soft skills itu
bersifat universal.

2.1.2 Elemen Soft Skills


Soft skills memiliki beberapa komponen yang saling berkaitan antara satu dan
yang lainnya. Komponen tersebut seperti rangkain organ yang membentuk sistem
organ dalam tubuh yang memiliki fungsi/tugas tertentu, saling berkaitan, dan saling
mendukung antara yang satu dengan lainnya. Hal ini senada dengan yang
disampaikan oleh Sharma dalam I Made S. Utama dkk, (2010:3), menyebutkan
bahwa soft skills adalah seluruh aspek dari generic skills yang juga termasuk elemen-
elemen kognitif yang berhubungan dengan non-academic skills. Ditambahkan pula
bahwa, berdasarkan hasil penelitian, tujuh soft skills yang diidenfikasi dan penting
dikembangkan pada peserta didik di lembaga pendidikan tinggi, meliputi;
keterampilan berkomunikasi (communicative skills), keterampilan berpikir dan
menyelesaikan masalah (thinking skills and Problem solving skills), kekuatan kerja
tim (team work force), belajar sepanjanghayat dan pengelolaan informasi (life-long
learning and Information management), keterampilan wirausaha (entrepreneur skill),
etika, moral dan profesionalisme (ethics, moral and professionalism), dan
keterampilan kepemimpinan (leadership skills).
Sharma mentabulasi elemen soft skills yang harus dimiliki dan baik dimiliki
seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Masing-masing soft-skills di dalamnya berisikan
sub-skills yang dapat dikategorikan sebagai skills yang secara individu sangat

8
dibutuhkan (must have) dan kategori sebagai skills yang baik untuk dimiliki (good to
have).
Tabel 1. Elemen Soft Skills yang harus dan Baik untuk dimiliki (Sharma,
2009) dalam I Made S. Utama dkk 

9
10
Elemen atau komponen tentang soft skills memang sangat kompleks, hampir
semuanya tentang karakter yang ada pada diri manusia, seperti halnya yang
disampaikan oleh Elfindri, dkk (2010: 95) mengatakan, unsur-unsur soft skills yang
membuat sempurna adalah:
1. Taat beribadah,
2. Ketrampilan berkomunikasi,
3. Terbentuknya  sifat tanggung jawab,
4. Kejujuran dan tepat waktu,
5. Pekerja keras,
6. Berani mengambil resiko,
7. Terbiasa bekerja kelompok,
8. Berketerampilan rumah tangga, dan
9. Visioner. 

2.1.3 Jenis- jenis soft skills


Widhiarso (2009:3), menjelaskan beberapa jenis soft skills yang terkait
dengan kesuksesan dalam dunia kerja berdasarkan dari hasil-hasil penelitian, adalah
sebagai berikut:
1. Kecerdasan Emosi, melalui penelitian yang intensif Goleman (1998)
menemukan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa
smart seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan
keterampilannya, akan tetapi seberapa besar seseorang mampu mengelola
dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan tersebut dinamakan
dengan kecerdasan emosi. Terminologi kecerdasan Emosi diperkenalkan
pertama kali oleh Salovey dan Mayer untuk menyatakan kualitas-kualitas
seseorang, seperti kemampuan memahami perasaan orang lain, empati, dan
pengaturan emosi untuk meningkatkan kualitas hidup (Gibbs, 1995).
Kecerdasan emosi juga meliputi sejumlah keterampilan yang berhubungan
dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain; dan

11
kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan
meraih tujuan hidup.
2. Gaya Hidup Sehat, Marchand dkk (2005) menemukan bahwa uang jutaan
dolar terbuang oleh institusi dan masyarakat karena faktor minimnya
produktivitas, pelayanan kesehatan, kecelakaan kerja dan pegawai yang absen
dalam bekerja. Pendukung utama dari sekian indikator tersebut adalah gaya
hidup individu yang tidak sehat. University of Central Florida memasukkan
tema gaya hidup sehat ini sebagai target pengembangan soft skills bagi
mahasiswa mereka. Topik yang diangkat dalam pengembangannya memuat
nutrisi, manajemen stres, pengelolaan waktu, cultural diversity, dan
penyalahgunaan obat terlarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya
hidup yang sehat mempengaruhi tingginya ketahanan, fleksibiltas dan konsep
diri yang sehat yang mempengaruhi tingginya partisipasi dalam komunitas.
3. Komunikasi Efektif, Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa
banyak kegagalan siswa di sekolah, masyarakat dan tempat kerja diakibatkan
rendahnya keterampilan dalam berkomunikasi. Selain keterampilan
komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak langsung juga
ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan
pengaruhnya ke kesuksesan.

2.1.4 Manfaat Soft Skils


a. Berpartisipasi dalam tim.
b. Mengajar orang lain.
c. Memberikan layanan.
d. Memimpin sebuah tim.
e. Bernegosiasi.
f. Menyatukan sebuah tim di tengah-tengah perbedaan budaya.
g. Motivasi.

12
h. Pengambilan keputusan menggunakan keterampilan.
i. Menggunakan kemampuan memecahkan masalah.
j. Amati bentuk etiket.
k. Berhubungan dengan orang lain
l. Menjaga berarti percakapan (basa-basi).
m. Menjaga percakapan bermakna (diskusi/perdebatan).
n. Menetralkan argumen dengan waktu, petunjuk dan sopan, bahasa singkat.
o. Berpura-pura minat dan berbicara dengan cerdas tentang topik apapun.

2.1.5 Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran


Atribut soft skill sebenarnya dimiliki oleh setiap orang, tetapi dalam jumlah
dan kadar yang berbeda-beda. Atribut tersebut dapat berubah jika yang bersangkutan
mau mengubahnya. Atribut ini juga dapat dikembangkan menjadi karakter seseorang.
Bagaimana mengubah atau mengembangkannya? Tidak lain tidak bukan, harus
diasah dan dipraktekkan oleh setiap individu yang belajar atau ingin
mengembangkannya. Salah satu ajang yang cukup baik untuk mengembangkan soft
skill adalah melalui pembelajaran dengan segala aktivitasnya dan lembaga kesiswaan.
Soft skill merupakan kemampuan khusus, diantaranya meliputi social
interaction, ketrampilan teknis dan managerial. Kemampuan ini adalah salah satu hal
yang harus dimiliki tiap siswa dalam memasuki dunia kerja. Gambaran mengenai
persentase kemampuan seorang siswa yang diperoleh dari kampus mereka.
Berdasarkan data yang diadopsi dari Havard School of Bisnis, kemampuan dan
keterampilan yang diberikan di bangku pembelajaran, 90 persen adalah kemampuan
teknis dan sisanya soft skill. Padahal, yang nantinya diperlukan untuk menghadapi
dunia kerja yaitu hanya sekitar 15 persen kemampuan hard skill. Dari data tersebut.
Selanjutnya dapat menarik benang merah bahwa dalam memasuki dunia kerja
soft skill-lah yang mempunyai peran yang lebih dominan Untuk mendiseminasikan
soft skill pada para siswa, faktor yang sangat berpengaruh adalah dimulai dari guru.
Maka, Ichard skillan yang juga turut merumuskan pengembangan soft skill di ITB,

13
mendukung pelaksanaan pelatihan bagi para guru supaya mengerti lebih jauh tentang
soft skill. Menurutnya, guru harus bisa jadi living example. Dari mulai datang tepat
waktu, mengoreksi tugas, dan sebagainya. Bukan apa-apa, kemampuan presentasi dan
menulis siswa masih banyak yang belum bagus. Guru juga harus bisa melatih siswa
supaya asertif, supaya berani membicarakan ide. Fenomena siswa menyontek juga
jangan dianggap biasa, ini masuk faktor kejujuran dan etika dalam soft skill. Lihat di
Indonesia, korupsi begitu menjamur, karena orang sudah terbiasa tidak jujur sejak
masa sekolah.
Soft skill yang diberikan kepada para siswa dapat diintegrasikan dengan
materi pembelajaran. Materi soft skill yang perlu dikembangkan kepada para siswa,
tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan berkomunikasi, dan komitmen.
Untuk mengembangkan soft skill dengan pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan
yang melibatkan para guru, siswa, alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi
pengembangan soft skill yang relevan.
Tentu saja pengidentifikasian tersebut bukan sesuatu yang “hitam-putih”,
tetapi lebih merupakan kesepakatan. Dengan asumsi semua guru memahami betul
“isi” pembelajaran yang dibina dan “memahami” konsep soft skill beserta komponen-
komponennya, maka pengisian akan berlangung objektif dan cermat. Dengan cara itu
setiap guru mengetahui komponen soft skill apa yang harus dikembangkan ketika
mengajar.

2.1.6 Mengembangkan Soft Skill Siswa


Untuk mendiseminasikan soft skill pada para siswa, faktor yang sangat
berpengaruh adalah dimulai dari guru. Maka, Ichard skillan yang juga turut
merumuskan pengembangan soft skill di ITB, mendukung pelaksanaan pelatihan bagi
para guru supaya mengerti lebih jauh tentang soft skill. Menurutnya, guru harus bisa
jadi living example. Dari mulai datang tepat waktu, mengoreksi tugas, dan
sebagainya. Bukan apa-apa, kemampuan presentasi dan menulis siswa masih banyak
yang belum bagus. Guru juga harus bisa melatih siswa supaya asertif, supaya berani

14
membicarakan ide. Fenomena siswa menyontek juga jangan dianggap biasa, ini
masuk faktor kejujuran dan etika dalam soft skill. Lihat di Indonesia, korupsi begitu
menjamur, karena orang sudah terbiasa tidak jujur sejak masa sekolah.
Soft skill yang diberikan kepada para siswa dapat diintegrasikan dengan
materi pembelajaran. Menurut Saillah (2007), materi soft skill yang perlu
dikembangkan kepada para siswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur,
kemampuan berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skill dengan
pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa,
alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skill yang
relevan.
Tentu saja pengidentifikasian tersebut bukan sesuatu yang “hitam-putih”,
tetapi lebih merupakan kesepakatan. Dengan asumsi semua guru memahami betul
“isi” pembelajaran yang dibina dan “memahami” konsep soft skill beserta komponen-
komponennya, maka pengisian akan berlangung objektif dan cermat. Dengan cara itu
setiap guru mengetahui komponen soft skill apa yang harus dikembangkan ketika
mengajar. Cara lain untuk menilai soft skill yang dimiliki oleh siswa dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik wawancara yang mendalam dan menyeluruh dengan
pendekatan behavioral interview. Dengan behavioral interview, diharapkan siswa
lulus tidak hanya memiliki hard skill namun juga didukung oleh soft skill yang baik.
langkah-langkah penyusunan pengembangan softskills dapat dilakukan
dengan berbagai cara:

1. Indetifikasi softskills, identifikasi softskills apa saja yang dibutuhkan oleh


lulusan jurusan anda. untuk memperoleh ini, dapat dilakukan dengan meminta
masukan dari alunmi ataupun industri pengguna lulusan.
2. Definisi softskills, setelah softskills yang dibutuhkan diidentifikasi, maka
"pilihlah" softskills yang memang "paling" penting diadopsi dalam kurikulum
jurusan anda.

15
3. Program pengembangan, (1) written curriculum, ini dilakukan dengan
memasukan softskills yang telah ditentukan ke dalam rancangan
pembelajaran. dengan demikian penguasaan mahasiswa terhadap softskills
tertentu harus dimasukkan dalam aspek penilaian mata kuliah tersebut. (2)
hidden curriculum, ini dilakukan secara informal yaitu melalui interaksi
dosen-mahasiswa. dosen sebagai panutan (role model). dapat juga dilakukan
dengan menciptakan atmosfir akademik di lingkungan jurusan anda. (3) Co-
curriculum, manfaatkan kegiatan seperti magang (internship), kerja praktik
(KP), ataupun KKN (kuliah kerja nyata). (4) Extra-curriculum, libatkan unit
kegiatan mahasiswa sebagai wadah untuk melatih softskills mahasiswa
tersebut.
4. Evaluasi softskills, tentukan alat ukur yang sesuai untuk menilai softskills
yang talah anda masukan ke dalam kurikulum jurusan anda.

2.2 Metakognisi
2.2.1 Pengertian Metakognisi
Metakognisi berarti apa yang kita ketahui tentang apa yang diketahui menurut
Halpern dalam Setyono (2008). Metakognisi merupakan refleksi terhadap pikiran,
berfikir terhadap pikirannya sendiri menurut Janssens & de Klein dalam Setyono
(2008). Menurut Flavell dalam Setyono (2008), disebut metakognisi karena makna
intinya adalah “cognition about cognition” atau berfikir terhadap proses berfikirnya
sendiri.
Metakognisi mencakup pengetahuan dan aktivitas kognitif yang menjadikan
aktivitas kognitif itu sebagai objeknya. Metakognisi berarti pengetahuan seseorang
tentang proses kognitif dirinya sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengannya,
seperti pengetahuan tentang informasi dan data yang relevan. Flavell mengemukakan
konsep tentang kemampuan metakognitif sebagai pengetahuan metakognitif
(metacognitive knowledge) dan pengalaman metakognitif (metacognitive experience).

16
Menurut Suherman et.al. (2001 : 95), metakognitif adalah suatu kata yang
berkaitan dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar
dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu
menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu
bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan
dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang
dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam memecahkan masalah, sebab
dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan : “Apa yang
saya kerjakan ?”; “Mengapa saya mengerjakan ini?”; “Hal apa yang membantu saya
untuk menyelesaikan masalah ini?”.
Flavel dalam Dindin memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran
seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu
masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan
menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai
kemajuan belajar sendiri. Sementara menurut Margaret W. Matlin dalam Dindin,
metakognitif adalah “knowledge and awareness about cognitive processes – or our
thought about thinking”.
Metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana
kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting
terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan
masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about
thingking”.
Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan dan keyakinan yang
terhimpun melalui pengalaman kognitif seseorang dan tersimpan dalam memori
jangka panjangnya. Pengetahuan metakognitif dapat bersifat deklaratif, yaitu
seseorang mengetahui bahwa (knowing that) atau bersifat prosedural, yaitu seseorang
mengetahui bagaimana (knowing how), atau kedua-duanya. Pengetahuan metakognitif
seseorang dapat dibagi menjadi pengetahuannya tentang pribadi, tugas-tugas dan

17
strategi. Kategori pribadi meliputi pengetahuan dan keyakinan yang berkaitan dengan
seperti apa seseorang itu.

2.2.2 Manfaat keterampilan metakognisi


Berikut ini adalah beberapa manfaat dari keterampilan metakognitif yang
dikemukakan oleh para ahli Corebima dalam Anathime (2009):
1. Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa pengembangan kecakapan
metakognitif pada para siswa adalah suatu tujuan pendidikan yang berharga,
karena kecakapan itu dapat membantu mereka menjadi self-regulated learners.
Self-regulated learners bertanggung jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri
dan mengadaptasi strategi belajarnya mencapai tuntutan tugas.
2. Menurut Marzano (1988), manfaat metakognisi (strategi) bagi guru dan siswa
adalah menekankan monitoring diri dan tanggung jawab siswa (monitoring diri
merupakan kecakapan berpikir tinggi).
3. Susantini, dkk. (2001) menyatakan melalui metakognisi siswa mampu menjadi
pebelajar mandiri, menumbuhkan sikap jujur dan berani melakukan kesalahan
dan akan meningkatkan hasil belajar secara nyata.
4. Howard (2004) menyatakan bahwa keterampilan metakognitif diyakini
memegang peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk
pemahaman, komunikasi, perhatian (attention), ingatan (memory), dan
pemecahan masalah; sejumlah peneliti yakin bahwa penggunaan strategi yang
tidak efektif adalah salah satu penyebab ketidakmampuan belajar.
5. Peters (2000) berpendapat bahwa keterampilan metakognitif memungkinkan para
siswa berkembang sebagai pebelajar mandiri, karena mendorong mereka menjadi
manajer atas dirinya sendiri serta menjadi penilai atas pemikiran dan
pembelajarannya sendiri.
Berdasarkan manfaat yang telah dikemukakan, maka pemberdayaan
keterampilan metakognitif sangatlah penting dalam pembelajaran. Dengan memiliki
keterampilan metakognitif, siswa akan mampu untuk menyelesaikan tugas belajarnya

18
dengan baik karena mereka mampu untuk merencanakan pembelajaran, mengatur
diri, dan mengevaluasi pembelajarannya.

2.2.3 Pengetahuan Metakognitif


Livingston dalam Anathime (2009) membagi pengetahuan metakognitif
menjadi 3 kategori, yaitu pengetahuan tentang variabel-variabel personal, variabel-
variabel tugas, dan variabel-variabel strategi. Pengetahuan tentang variabel-variabel
personal berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan
memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar yang
dimilikinya. Sebagai contoh, seorang siswa sadar bahwa proses belajar lebih
produktif jika dilakukan di perpustakaan dari pada di rumah. Pengetahuan tentang
variabel-variabel tugas melibatkan pengetahuan tentang sifat tugas dan jenis
pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas itu. Sebagai contoh,
siswa sadar bahwa membaca dan memahami teks ilmu pengetahuan memerlukan
lebih banyak waktu dari pada membaca dan memahami sebuah novel. Pengetahuan
tentang variabel-variabel strategi melibatkan pengetahuan tentang strategi-strategi
kognitif dan metakognitif serta pengetahuan kondisional tentang kapan dan di mana
strategi-strategi tersebut digunakan.
Keterampilan kognitif dan metakognitif, sekalipun berhubungan tetapi
berbeda; keterampilan kognitif dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, sedangkan
keterampilan metakognitif diperlukan untuk memahami bagaimana tugas itu
dilaksanakan (Rivers, 2001 dan Schraw, 1998 dalam Anathime 2009). Indikator-
indikator keterampilan metakognitif yang akan dikembangkan yaitu: (1)
mengidentifikasi tugas yang sedang dikerjakan, (2) mengawasi kemajuan
pekerjaannya, (3) mengevaluasi kemajuan, dan (4) memprediksi hasil yang akan
diperoleh. Selanjutnya proses-proses yang diarahkan pada pengaturan proses berpikir
juga akan membantu (1) mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang dimiliki
untuk mengerjakan tugas, (2) menentukan langkah-langkah penyelesaian tugas, dan
(3) menentukan intensitas, atau (4) kecepatan dalam menyelesaikan tugas. Indikator-

19
indikator keterampilan metakognitif tersebut dituangkan dalam inventori
keterampilan metakognitif (Anathime, 2009).  Menurut Blakey dan Spence (2000)
dalam Anathime (2009), strategi untuk mengembangkan keterampilan metakognitif
adalah sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi “apa yang kamu ketahui” dan “apa yang tidak kamu
ketahui”
b. Membahas tentang berpikir
c. Membuat jurnal merencanakan dan pengaturan diri
d. Menjelaskan tentang proses berpikir dan evaluasi

2.2.4 Pembelajaran Strategi Metakognitif


Strategi Metakognitif berkaitan dengan cara untuk meningkatkan kesadaran
tentang proses berpikir dan pembelajaran yang berlangsung. Apabila kesadaran itu
ada, seseorang dapat mengontrol pikirannya. Siswa dapat menggunakan strategi
metakognitif dalam pembelajaran meliputi tiga tahap berikuti, yaitu : merancang apa
yang hendak dipelajari; memantau perkembangan diri dalam belajar; dan menilai
apa yang dipelajari. Strategi metakognitif dapat digunakan untuk setiap pembelajaran
bidang studi apapun. Hal ini penting untuk mengarahkan siswa agar bisa secara sadar
mengontrol proses berpikir dan pembelajaran yang dilakukan siswa.
Dengan menggunakan strategi metakognitif, siswa akan mampu mengontrol
kelemahan diri dalam belajar dan kemudian memperbaiki kelemahan tersebut ; siswa
dapat menentukan cara belajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya sendiri ;
siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam belajar baik yang berkaitan
dengan soal-soal yang diberikan oleh guru atau masalah-masalah yang timbul
berkaitan dengan proses pembelajaran; dan siswa dapat memahami sejauhmana
keberhasilan yang telah ia capai dalam belajar.
Strategi metakognitif dapat juga diajarkan kepada siswa untuk digunakan
dalam memecahkan masalah dalam bentuk soal-soal matematika. Strategi
metakognitif dapat digunakan siswa dalam proses pemecahan masalah, yaitu :

20
memahami masalah, merencanakan strategi pemecahan, menggunakan/ menarapkan
strategi yang telah direncanakan dan menilai hasil pekerjaan. Pembelajaran strategi
metakognitif dapat dilakukan secara infusi dalam proses pembelajaran sehingga
strategi metakognitif tidak menjadi materi khusus yang diajarkan. Guru dapat
meingkatkan kemampuan strategi metakognitif dalam pembelajaran. Beberapa
kemampuan strategi metakognitif siswa yang dapat dibiasakan berdasarkan modul
yang dibuat oleh Pusat Perkembangan Kurikulum Malaysia (Dindin), yaitu :
1. merancang/mempersiapkan kegiatan belajar sendiri;
2. bertanya pada diri sendiri misalnya sebelum, ketika dan setelah membaca
buku;
3. berfikir terlebih dahulu secara sadar sebelum melakukan sesuatu;
4. menilai dua jenis kegiatan untuk menentukan mana yang terbaik;
5. mengetahui tingkah laku yang terbaik karena melalui pujian guru atau
temannya;
6. menghindari mengatakan “saya tidak bisa”;
7. menggunakan strategi metakognitif dalam belajar dengan bantuan guru
melalui pengarahan dalam bentuk pertanyaan seperti “apa yang ingin Anda
katakan adalah ...” ;
8. siswa semangat dalam belajar dan dalam melakukan suatu kegiatan melalui
pujian guru;
9. berbicara dengan baik dan benar dimana guru menjelaskan tentang
pernyataan mana yang benar atau yang salah serta bagaimana implikasinya;
10. bermain peran dalam belajar untuk melatih siswa berfikir dan berindak sesuai
dengan perannya;
11. mencatat jurnal tentang kegatan sendiri; dan berprilaku yang baik dan
bertindak benar melalui teladan dari guru.

21
2.3 Keterampilan Sains
2.3.1 Pengertian Keterampilan Proses Sains
Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan
perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk
kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang
digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep
besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai
seseorang bila akan melakukan penelitian. Menurut Rustaman (2003), keterampilan
proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, manual dan sosial.
“Keterampilan proses adalah keterampilan berpikir yang digunakan untuk mengolah
informasi, memecahkan masalah, dan merumuskan kesimpulan”. Keterampilan
proses sains merupakan keterampilan kinerja (performance skill). Keterampilan
proses sains memuat dua aspek keterampilan, yakni keterampilan dari sisi kognitif
(cognitive skill sebagai keterampilan intelektual maupun pengetahuan dasar yang
melatarbelakangi penguasaan keterampilan proses sains) dan keterampilan dari sisi
sensorimotor (sensorimotor skill). (Susilo, 2013: 6)
Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan
secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas.
Kemampuan–kemampuan dasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih yang
lama-kelamaan akan menjadi keterampilan. Keterampilan proses adalah keterampilan
yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang
mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi.
Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-
kelamaan akan menjadi suatu keterampilan. Jadi, keterampilan proses sains
merupakan keterampilan atau kemampuan yang dipelajari oleh siswa saat mereka
melakukan penemuan ilmiah, dimana diantaranya mencakup pengamatan (observasi),
mengklasifikasikan, menafsirkan, meramalkan, berkomunikasi, mengajukan

22
pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan serta
menerapkan konsep.
Keterampilan proses sains dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses
dasar merupakan pondasi untuk mempelajari keterampilan proses terintegrasi.
Keterampilan proses dasar meliputi mengobservasi, menginferensi, mengukur,
mengkomunikasikan, mengklasifikasikan dan memprediksi, sedangkan yang
termasuk dalam keterampilan proses terintergrasi adalah mengontrol variabel,
memberikan definisi oprasional, merumuskan hipotesis, menginterpretasikan data,
melakukan eksperimen, dan merumuskan model.

2.3.2 Manfaat Keterampilan Sains


Manfaat keterampilan proses sains yaitu: pertama, ilmu pengetahuan siswa
dapat berkembang dengan pendekatan keterampilan proses. Kedua, pembelajaran
melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerja dengan ilmu pengetahuan. Ketiga, keterampilan proses dapat digunakan oleh
siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Siswa
memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep
ilmu pengetahuan. Jadi keterampilan proses sains adalah keterampilan atau
kemampuan yang dipelajari oleh siswa saat mereka melakukan penemuan ilmiah.
(Nopitasari, 2012: 101)
Pembiasaan siswa belajar melalui proses sains dapat melatih keterampilan
ilmiah dan kerja sistematis, serta membentuk pola berpikir siswa secara ilmiah. Oleh
karena itu, pengembangan keterampilan proses sains pada siswa dapat berimplikasi
pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa atau high order
of thinking.

23
2.3.3 Penilaian Keterampilan Proses Sains (KPS)
Salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah penilaian atau
evaluasi. Oleh karena itu perangkat penilaian merupakan bagian integral yang
dikembangkan berdasarkan tuntutan tujuan pendidikan. Penilaian dilakukan guru
untuk mengukur pertkembangan keterampilan proses sains siswa sebagaimana yang
dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Selain itu penilaian dilakukan untuk
mendiagnosis kesulitan belajar dalam memberikan umpan balik kepada siswa.
Dengan demikian penilaian akan dilakukan secara terus menerus guna memastikan
terjadinya kemanjuan dalam belajar siswa. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan
sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran. Dalam
hal ini upaya bimbingan terhadap siswa yang diperlukan untuk memperbaiki hasil
pembelajaran.
Ilmu pengetahuan merupakan hal penting dimana pengetahuan dikontruksikan
atas tiga dimensi. Dimens pertama adalah konten atau isi dari ilmu pengetahuan,
konsep dasar dan pengetahuan ilmiah. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu
pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama.
Kedua adalah kerja sains, dimana proses sains dalam hal ini adalah keterampilan
proses sains atau kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan
keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama pula siswa belajar tentang
proses sains. Dimensi ketiga ilmu pengetahuan adalah sikap ilmiah. Dimensi ini fokus
pada sikap dan “watak” yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-
hal seperti rasa keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam
mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan masalah serta menjawab pertanyaan
dengan menggunakan bukti dan berbagai fakta”. (Utami, 2012: 23-24).

2.3.4 Klasifikasi Ketrampilan Proses Sains


KPS terdiri dari sejumlah keterampilan tertentu. Klasifikasi KPS adalah
sebagai berikut:

24
a. Mengamati
Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa
dengan menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati,
siswa harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar,
merasakan, mencium dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-
fakta yang relevan dan memadai.
b. Mengelompokkan/Klasifikasi
Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk
menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses
mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan, mencari
perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar
penggolongan.
c. Menafsirkan
Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan tentatif dari data
yang dicatatnya.  Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan.
Karena itu, dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara
terpisah, kemudian menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan itu. Selanjutnya
siswa mencoba menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat
kesimpulan.
d. Meramalkan
Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan
yang reliabel (Firman, 2000). Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil
pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang
belum diamatinya, maka siswa tersebut telah mempunyai kemampuan proses
meramalkan.
e. Mengajukan pertanyaan
Keterampilan proses mengajukan pertanyaan dapat diperoleh siswa dengan
mengajukan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan untuk meminta
penjelasan atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.

25
f. Merumusakan hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu
kejadian atau pengamatan tertentu.
g. Merencanakan percobaan
Agar siswa dapat memiliki keterampilan merencanakan percobaan maka siswa
tersebut harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
percobaan. Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variabel-variabel, menentukan
variabel yang harus dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah. Demikian pula
siswa perlu untuk menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau ditulis,
menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selanjutnya siswa dapat pula
menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.
h. Menggunakan alat dan bahan
Untuk dapat memiliki keterampilan menggunakan alat dan bahan, dengan
sendirinya siswa harus menggunakan secara langsung alat dan bahan agar dapat
memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, siswa harus mengetahui mengapa dan
bagaimana cara menggunakan alat dan bahan.
i. Menerapkan konsep
Keterampilan menerapkan konsep dikuasai siswa apabila siswa dapat
menggunakan konsep yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan
konsep itu pada pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang
terjadi.
j. Berkomunikasi
Keterampilan ini meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram
dari hasil percobaan. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram
juga termasuk berkomunikasi. Menurut Firman (2000), keterampilan berkomunikasi
adalah keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang
lain.

26
2.3.5 Kelebihan Ketrampilan Proses Sains
Menurut Dimyati (2009), kelebihan KPS adalah:
a. KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat
memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik.
b. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan,
tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu
pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi lebih aktif.
c. KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan
sekaligus

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Soft skills merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang, yang tidak bersifat
kognitif, tetapi lebih bersifat afektif yang memudahkan seseorang untuk mengerti
kondisi psikologi diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran dan sikap serta perbuatan
yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan berinteraksi dengan
lingkungan sehingga individu tersebut dapat beradaptaasi. Meskipun soft skills yang
dibutuhkan seseorang berbeda antara satu profesi dengan yang lain, pada dasarnya
soft skills tidak terikat dengan budaya, karena soft skills itu bersifat universal.
Metakognisi berarti apa yang kita ketahui tentang apa yang diketahui menurut
Halpern dalam Setyono (2008). Metakognisi merupakan refleksi terhadap pikiran,
berfikir terhadap pikirannya sendiri menurut Janssens & de Klein dalam Setyono
(2008). Menurut Flavell dalam Setyono (2008), disebut metakognisi karena makna
intinya adalah “cognition about cognition” atau berfikir terhadap proses berfikirnya
sendiri. Metakognisi mencakup pengetahuan dan aktivitas kognitif yang menjadikan
aktivitas kognitif itu sebagai objeknya. Metakognisi berarti pengetahuan seseorang
tentang proses kognitif dirinya sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengannya,
seperti pengetahuan tentang informasi dan data yang relevan.
Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan
perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk
kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang
digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep
besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai
seseorang bila akan melakukan penelitian. Menurut Rustaman (2003), keterampilan
proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, manual dan sosial.

28
3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam proses
pembuatan makalah ini. Untuk itu, penulis dengan terbuka menerima saran atau
kritikan dari rekan-rekan serta pembaca yang membangun guna kesempurnaan
makalah ini dan menambah wawasan baru.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anathime.2009. KeterampilanMetakognitif .
[online].Tersedia:http://biologyeducationresearch.blogspot.com/2009/12/ket
erampilan-metakognitif.html  [24 April 2011]

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Elfindri, dkk. (2010). Soft Skills untuk Pendidik. Bandung: PT. Baduose Media.

Fathurrohman. 2010. Implementasi Soft Skills Dalam Proses Pembelajaran Di


Jurusan Pendidikan Prasekolah Dan Sekolah Dasar (PPSD) Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Pendidikan Pra-sekolah dan
Sekolah Dasar UNY

Gredler, M.E., 2011, Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Kencana, Jakarta.

I Made S.Utama, dkk. (2010). Konsep Pengembangan Panduan Evaluasi


Pengembangan Soft skills Mahasiswa Melalui Proses Pembelajaran di
Universitas Udayana. Diakses dari http://staff.unud.ac.id. Pada tanggal 19
September 2013.

Muh Rais. (2010). PROJECT-BASED LEARNING: Inovasi Pembelajaran yang


Berorientasi Soft skills.Diakses dari http://digilib.unm.ac.id. Pada tanggal 21
Januari 2013, jam 20.34 WIB.

Rokhimawan, Mohamad Agung. 2012. Pengembangan Soft Skill Guru Dalam


Pembelajaran Sains Sd/Mi Masa Depan Yang Bervisi Karakter Bangsa. Al-
Bidāyah, Vol 4 No. 1, Juni 2012.

Rustaman, Nuryani. 2003. Common textbook Strategi Belajar Mengajar Biologi.


Bandung : jurusan Pendidikan Biologi

Sailah, Illah. 2008. Pengembangan Soft Skill di Perguruan Tinggi 2007. Direktorat
Pendidikan Nasional: Jakarta.

Schunk, Dale H., 2012, Learning Theories: An. Educational Perspective, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta.

30
Setyono. (2008). Metakognitif dalam Pemecahan Masalah. [online].
Tersedia:http://setyono.blogspot.com/2008/12/metakognitif-dalam-
pemecahan-masalah.html. [22 April 2011].

Utomo, Hardi. 2010. Kontribusi Soft Skill Dalam Menumbuhkan Jiwa


Kewirausahaan. Among Makarti, Vol.3 No.5 Juli 2010

Wardani Sri, A. Tri Widodo, N. Eka Priyani. 2009. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Sains Berorientasi Problem-Based
Instructio.https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JIPK/article/viewFile/127
1/1322.

Widayanti Esti Yuli. 2015. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Dasar Siswa
Madrasah Ibtidaiyah (Studi Pada Madrasah Mitra Stain Ponorogo.
https://www.researchgate.net/publication/304574776_PENGUASAAN_KE
TERAMPILAN_PROSES_SAINS_DASAR_SISWA_MADRASAH_IBTID
AIYAH_STUDI_PADA_MADRASAH_MITRA_STAIN_PONOROGO/ful
ltext/57db17d008ae4e6f184390c6/304574776_PENGUASAAN_KETERA
MPILAN_PROSES_SAINS_DASAR_SISWA_MADRASAH_IBTIDAIYA
H_STUDI_PADA_MADRASAH_MITRA_STAIN_PONOROGO.pdf?
origin=publication_detail

31

Anda mungkin juga menyukai