Anda di halaman 1dari 13

139 Urgensi Ranah Afektif

URGENSI RANAH AFEKTIF DALAM PENDIDIKAN

Oleh: Noval Fuadi


Dosen Jurusan PIAUD FTIK IAIN Lhokseumawe

Abstrak
Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup
secara layak dalam kehidupannya. Dengan demikian melalui pendidikan
siswa diharapkan dapat mengembangkan setiap ranah dalam hasil belajar.
Tiga ranah hasil belajar, diantaranya ranah pengetahuan (kognitif), ranah
keterampilan (psikomotor) dan ranah nilai-nilai agama dan moral (afektif).
Ranah-ranah tersebut dapat dijadikan tolak ukur dalam suatu hasil dari
proses belajar. Ketiga ranah dari hasil belajar tersebut sudah seharusnya
menjadi perhatian para pendidik disetiap jenjang pendidikan baik dari
tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah
Atas bahkan ditingkat Universitas. Namun, kecenderungan yang terlihat
dari tiap-tiap jenjang pendidikan tersebut bahwa pendidik hanya menilai
hasil belajar ataupun prestasi belajar hanya dari ranah kognitif
(pengetahuan) dan ranah keterampilan (psikomotor) saja, sedangkan ranah
sikap (afektif) sedikit dibelakangi. Hal ini memberikan dampak bagi para
lulusan dari jenjang pendidikan hanya menguasai teori, sedangkan dalam
hal bersikap didalam masyarakat masih sangat lemah. Mereka tidak dapat
memposisikan diri sebagai mana yang diminta dari norma-norma didalam
masyarakat yang selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlak
anak-anak bangsa. Oleh karena itu ranah afektif sudah sangat perlu
menjadi pusat perhatian didalam suatu proses pendidikan.

Kata Kunci : Ranah afektif, Pendidikan

Abstract
Education is an effort to foster the development of students as individual
beings and social beings, so that students can live properly in their lives.
Thus through education students are expected to be able to develop every
domain in learning outcomes. Three domains of learning outcomes,
including the domain of knowledge (cognitive), the domain of skills
(psychomotor) and the realm of religious and moral values (affective).
These domains can be used as benchmarks in a result of the learning
process. These three domains of learning outcomes should be of concern to

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Noval Fuadi 140
educators at every level of education both from the level of Elementary
School, Middle School, High School and even at the University level.
However, the tendency seen from each level of education is that educators
only assess learning outcomes or learning achievements only from the
cognitive domain (knowledge) and the realm of skills (psychomotor) only,
while the domain of attitude (affective) is slightly reversed. This has an
impact on graduates from the education level only mastering the theory,
while in terms of attitude in society it is still very weak. They cannot
position themselves as what is asked of the norms in society which in turn
has a broad impact on the decline of the morals of the nation's children.
Therefore, the affective domain really needs to be the center of attention in
an educational process.

Keywords: Affective domain, Education

A. PENDAHULUAN
Sebagai mana kita pahami bersama, manusia sebagai makhluk sosial
selalu melakukan interaksi dengan orang lain. Namun, dalam interaksi
tersebut juga perlu suatu kemampuan yang harus dimiliki agar interaksi
yang tercipta senantiasa kondusif. Dalam mengembangkan kemampuan
tersebut, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup
secara layak dalam kehidupannya. Dengan demikian melalui pendidikan
siswa diharapkan dapat mengembangkan setiap ranah dalam hasil belajar.
Tiga ranah hasil belajar, diantaranya ranah pengetahuan (kognitif), ranah
keterampilan (psikomotor) dan ranah nilai-nilai agama dan moral (afektif).
Ranah-ranah tersebut dapat dijadikan tolak ukur dalam suatu hasil dari
proses belajar.
Ketiga ranah dari hasil belajar tersebut sudah seharusnya menjadi
perhatian para pendidik disetiap jenjang pendidikan baik dari tingkat
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas
bahkan ditingkat Universitas. Namun, kecenderungan yang terlihat dari
tiap-tiap jenjang pendidikan tersebut bahwa pendidik hanya menilai hasil
belajar ataupun prestasi belajar hanya dari ranah kognitif (pengetahuan) dan
ranah keterampilan (psikomotor) saja, sedangkan ranah sikap (afektif)

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


141 Urgensi Ranah Afektif
sedikit dibelakangi. Hal ini memberikan dampak bagi para lulusan dari
jenjang pendidikan hanya menguasai teori, sedangkan dalam hal bersikap
didalam masyarakat masih sangat lemah. Mereka tidak dapat memposisikan
diri sebagai mana yang diminta dari norma-norma didalam masyarakat yang
selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlak anak-anak bangsa.
Oleh karena itu ranah afektif sudah sangat perlu menjadi pusat perhatian
didalam suatu proses pendidikan.

B. PEMBAHASAN
1. Konsep Belajar
Belajar merupakan suatu hal sering kita dengar bahkan kita lakukan.
Namun, dalam hal ini tidak semua orang paham akan makna dari belajar itu
sendiri. Belajar merupakan suatu proses interaksi seseorang dengan
lingkungan sehingga mengalami perubahan tingkah laku dari diri seseorang
tersebut. Andi (2013:54) mendefinisikan belajar adalah suatu proses tidak
terlihat yang dilakukan dalam mental seseorang dalam interaksinya dengan
lingkungan sekitar, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, baik
perubahan pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor yang bersifat
positif. Perubahan positif yang dimaksud adalah suatu hasil dari proses
belajar itu sendiri yang memberikan atau memuculkan hal-hal yang dapat
berguna baik bagi diri individu itu sendiri bahkan bagi orang lain.
Berkenaan dengan definisi belajar, Gagne memberikan dua definisi
dalam Slameto (2010:13), menyatakan bahwa : (1) belajar adalah suatu
proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, dan tingkah laku; (2) belajar adalah pengetahuan atau
keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Gagne mengungkapkan pula
bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5
kategori dalam Slameto (2010:14), yang disebut “The domains of learning”
yaitu:
a. Keterampilan motoris (motor skill)
Dalam mengembangkan keterampilan motorik yang sangat
diperlukan adalah koordinasi dari berbagai gerakan badan, misalnya
melempar bola, main tenis, menulis, dan sebagainya.

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Noval Fuadi 142
b. Informasi verbal
seseorang diharuskan memiliki beberapa keterampilan untuk
menjelaskan sesuatu kepada orang lain didalam suatu interaksi,
keterampilan yang dimaksud seperti berbicara, menulis, menggambar,
dalam hal ini dibutuhkan suatu kecerdasan untuk dapat dimengerti.
c. Kemampuan intelektual
Dalam berbagai kesempatan, manusia melakukan suatu proses
interaksi dengan dunia luar. Interaksi ini dilakukan dengan cara
menggunakan simbol-simbol. Kemampuan belajar cara inilah yang disebut
“kemampuan intelektual”, misalnya membedakan setiap dari huruf abjad,
hijaiyah bahkan membedakan angka dan hal-hal lainya.
d. Strategi kognitif
Strategi kognitif merupakan kesatuan dari keterampilan yang perlu
untuk dikembangkan seperti belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan
ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar,
dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan
perbaikan-perbaikan secara terus menerus.
e. Sikap
Kemampuan dari sikap tidak dapat dipelajari hanya dengan bentuk
teori, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh hubungan seseorang individu
didalam bermasyarakat. Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa
kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik. Orang yang memiliki
kemampuan kognitif saja tidak dapat diterima menjadi makhluk sosial
karena didalam bersosial suatu sikap haruslah dapat diterima oleh anggota
masyarakat, sehingga sikap adalah suatu ranah yang tidak dapat
disepelekan.

2. Teori-Teori Belajar
Dalam memahami konsep belajar terdapat beberapa teori yang
menjelaskan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dapat menunjang
hasil dari belajar itu sendiri. Berikut adalah beberapa kelompok teori yang
memberikan pendangan khusus tentang belajar, yaitu:
a) Behaviorisme
Dapat dipahami dalam teori behaviorisme meyakinkan bahwa
manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian didalam

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


143 Urgensi Ranah Afektif
lingkungannya yang memberikan pengalaman-pengalaman tertentu
kepadanya. Ciri dari teori behaviorisme adalah penekanan peranan
lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Dalam hal ini,
guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah
suatu hasil dari belajar.
b) Kognitivisme
Teori kognitivisme keterbalikan dari teori behaviorisme. Didalam teori
kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman dari
dalam diri seseorang. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata
dalam bentuk struktur kognitif (otak). Menurut teori ini proses belajar
akan berjalan baik bila materi pelajaran yang diajarkan oleh para
pendidik sesuai dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh peserta
didik.
c) Teori Belajar Psikologi Sosial
Teori ini menekankan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan
suatu proses alami. Setiap orang mempunyai tujuan-tujuan tertentu
didalam dirinya, tujuan inilah yang menjadi pembangkit minat untuk
mengikuti suatu proses belajar. Oleh karena itu, dalam aplikasi
pembelajaran peserta didik harus diberi kesempatan untuk memilih
sendiri apa yang akan dipelajarinya. Didalam suatu proses belajar akan
terlihat bahwa akan adanya persaingan, kerjasama atau hal-hal yang
akan memberikan pengaruh besar terhadap kepuasan peserta didik
dalam belajar. Dalam hal inilah, ranah afektif akan berperan penting
bagi diri peserta didik.
d) Teori Belajar Gagne
Teori belajar yang dijelaskan oleh Gagne merupakan perpaduan
antara behaviorisme dan kognitivisme. Sehingga teori ini dapat disebut
sebagai teori konfergensi. Konfergensi menjelaskan bahwa
“perkembangan bukan hanya dapat dilihat dari salah satu faktor

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Noval Fuadi 144
pembawaan (hereditas) tetapi dapat dikatakan bahwa pengaruh
kerjasama antara faktor internal dan eksternal ataupun faktor-faktor
dasar dan faktor ajar” hal ini dikemukakan oleh Louis William
Stern.(Syaiful Sagala, 2010:98). Dalam teori ini dapat memberikan
pemahaman kepada kita bahwa baik faktor pembawaan ataupun faktor
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang penting dalam
tercapainya suatu hasil belajar.
Berdasarkan teori-teori yang dijelaskand diatas mengenai belajar,
maka dapat dipahami setiap unsur dalam belajar mencakup ketiga ranah,
yaitu ranah kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan) dan afektif
(sikap). Ranah-ranah tersebut dapat berkembang dari diri peserta didik
dengan berbagai pendekatan.
3. Konsep Hasil Belajar
Suatu proses belajar tidak sempurna jika dalam proses belajar
tersebut tidak ada tujuan. Tujuan dalam hal ini disebut dengan hasil belajar.
Patrick (2010:26) menjelaskan hasil belajar adalah “learning outcome are
defined as the knowledge, skill and competences that people have acquired
as a result of learning and can demostrate if needed in a recognition
process”. Definisi tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran sebagai
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang telah peroleh oleh
seseorang sebagai hasil dari pembelajaran dan dapat menunjukkan jika
diperlukan dalam proses pengenalan. Hasil dari belajar akan sangat
berdampak dalam suatu interaksi seseorang dengan lingkungannya. Disini
setiap kemampuan akan diaplikasikan agar terjalinnya suatu interaksi yang
positif.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah mereka menerima pengalaman mengajarnya (Sudjana, 2008:22).
Kemampuan yang dimaksud adalah tingkat penguasaan yang dimiliki oleh
peserta didik setelah melakukan pengalaman belajarnya melalui program-
program kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar peserta didik merupakan
perubahan berupa keterampilan dan kecakapan, kebiasaan sikap, pengertian,
serta pengetahuan dan apresiasi yang dikenal dengan istilah kognitif, afektif
dan psikomotor melalui perbuatan belajar (Purwanto, 2007:85). Dari
berbagai pendapat tersebut maka dapat kita pahami bersama bahwa hasil

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


145 Urgensi Ranah Afektif
belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah mengikuti proses kegiatan
belajar dengan melibatkan lingkungan belajar sehingga dapat merubah
tingkah laku dari peserta didik yang mencakup bidang kognitif, psikomotor
dan afektif.
4. Ranah dalam Hasil Belajar
Ketika peserta didik mengikuti suatu proses belajar, tanpa disadari
mereka telah menstimulus tiga kemampuan dalam dirinya. Kemampuan
tersebut adalah kognitif, psikomotor dan afektif. Aunurrahman (2012:48)
menjelaskan ada beberapa ahli yang mempelajari kemampuan-kemampuan
tersebut. Para ahli tersebut adalah Bloom, Krathwohl dan Simpson. Hasil
penelitian mereka dikenal denan “Taksonomi Instruksional Bloom”.
Penggolongan atau tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah
yaitu:
1) Ranah Kognitif.
Ranah kognitif ini terdiri dari enam (6) jenis perilaku, antara lain:
a. Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah
dipelajari dan tersimpan didalam ingatan. Pengetahuan tersebut dapat
berkenaan dengan pengertian, kaidah atau pun teori-teori.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap sari dan makna dari
sesuatu yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk
menghadapi suatu masalah.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam
bagian-bagian sehingga terbentuk suatu struktur secara keseluruhan
sehingga dapat dipahami dengan baik.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, misalnya
kemampuan menyusun suatu program kerja.
f. Evaluasi, mecakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu, contohnya kemampuan menilai hasil
karangan.
Dari keenam golongan tersebut, sebaiknya didalam suatu proses
belajar harus terlebih dahulu menguasai golongan yang terendah baru
kemudian ditingkatkan ke golongan yang paling atas. Hal ini perlu dipahami

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Noval Fuadi 146
oleh pendidik agar proses penentuan hasil belajar dapat tercapai dengan
baik. Agar lebih jelas, perhatikan gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 tingkatan perilaku belajar ranah kognitif

Dari gambar diatas, dapat kita pahami bersama suatu hasil belajar
harus dimulai dari kemampuan-kemampuan yang lebih rendah terlebih
dahulu barulah kemudian meningkat ke kemampuan-kemampuan yang lebih
tinggi.

2) Ranah Psikomotor.
Dalam ranah psikomotor, ada lima (5) perilaku belajar,
diantarnya:
a) Penerimaan, mencakup kepekaan tentang hal tertentu.
b) Partisipasi, mencakup kesediaan atau memiliki rasa partisipasi dalam
suatu kegiatan tertentu.
c) Penilaian, mencakup penerimaan terhadap suatu nilai, menghargai dan
dapat menentukan sikap.
d) Organisasi, mencakup kemampuan suatu sistem nilai sebagai pedoman
hidup.

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


147 Urgensi Ranah Afektif
e) Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan menghayati pola
kehidupan pribadi.
Berikut jenjang perilaku dalam ranah psikomotor yang dirangkum
dalam suatu bagan:

Gambar 2.2 Tingkatan Perilaku Belajar Ranah Psikomotor

Dari gambar 2.2 bahwa kemampuan psikomotor merupakan proses


belajar dengan berbagai kemampuan gerak dimulai dengan kepekaan dalam
memilah-milah sampai dengan kreativitas pola gerakan baru.
3) Ranah Afektif.
Dimyati dan Mudjiono (2009:298) berpendapat mengenai ranah
afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan
reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu
kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat,
sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Ranah afektif terdiri dari
lima ranah yang berhubungan dengan respons emosional terhadap tugas.
Pembagian ranah afektif ini terdiri dari jenis perilaku sebagai berikut:
a) Penerimaan, mengacu kepada kemampuan memperhatikan memberikan
terhadap stimulus yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil
belajar terendah dalam domain afektif.
b) Partisipasi, kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan
selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atas
suatu kejadian.

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Noval Fuadi 148
c) Penilaian dan Penentuan Sikap, mengacu pada nilai atau pentingnya kita
menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-
reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan.tujuan-
tujuan tersebut dapat diklarifikasi menjadi sikap dan opresiasi .
d) Organisasi, mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda
yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik
internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah
laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
e) Pembentukan pola hidup, mengacu kepada karakter dan daya hidup
seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang teratur sehingga tingkah laku
menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan.
Jika dituangkan kedalam bentuk bagan, perilaku ranah afektif ini
dapat ditampilkan seperti berikut:

Gambar 3.2 tingkatan perilaku belajar ranah psikomotor

Dari gambar 3.2 dapat kita pahami bahwa peserta didik yang belajar
akan memberikan suatu kepekaan terhadap hal-hal yang dapat dihayati
nilai-nilainya sehingga nilai tersebut dapat dijadikan sebagai suatu
pegangan hidup.

5. Strategi Pengembangan Ranah Afektif


Dalam mengembangkan ranah afektif pada peserta didik
diantaranya pendidik dapat menerapkan hal-hal berikut ini :
a. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dipilih oleh seorang guru harus didasari
pada berbagai pertimbangan yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


149 Urgensi Ranah Afektif
lingkungan yang akan dihadapi oleh peserta didik. Hal ini sangat
berpengaruh dengan karakter dari diri pribadi peserta didik masing-masing.
Pemilihan strategi pembelajaran umumnya bertolak dari :
a) Rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b) Analisis kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihasilkan.
c) Jenis materi pembelajaran yang akan dikomunikasikan.
Selanjutnya disesuaikan dengan media pembelajaran atau sumber
belajar yang tersedia dan mungkin digunakan (Hamzah, 2015:4). Elemen-
elemen tersebut sangat penting dalam proses pembelajaran, karena akan
menentukan hasil baik buruknya pembelajaran yang sudah di lakukan oleh
guru di sekolah.
b. Proses Penilaian
Selama ini penilaian yang selalu diberikan oleh pendidik dalam
menilai hasil belajar hanya perpatokan pada ranah kognitif. Pengetahuan
peserta didik hanya dijadikan satu-satunya tolak ukur dalam pencapaian
hasil belajar. Sehingga jenis penilaian yang umum digunakan oleh guru
untuk mengetahui apakah pengetahuan, sikap dan ketrampilan telah benar-
benar dimiliki oleh peserta didik atau belum belumlah maksimal atau tidak
dapat menjawab keberhasilan dalam tiga ranah hasil belajar.
Pelaksanaan tes dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah
peserta didik haruslah melalui berbagai proses pembelajaran, yaitu dari
penjelasan tentang tujuan awal kegiatan pembelajaran, penyampaian
informasi berupa materi pelajaran, pelaksanaan tes juga dilakukan setelah
peserta didik melakukan latihan atau praktik.

c. Proses Remedial
Kegiatan lanjutan yang dikenal dengan proses remedial tidak hanya
dilihat dari hasil ranah kognitif atau psikomotor. Ranah afektif juga dapat
dijadikan suatu pedoman oleh pendidik dalam melakukan suatu proses
remedial terhadap para peserta didik.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dipahami bahwa dalam
mengembangkan ranah afektif didalam suatu proses belajar bisa dimulai
dari interaksi proses bahkan pada proses penilaian peserta didik.

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


Noval Fuadi 150
C. PENUTUP
Dari paparan teori dan sintesis di atas maka dapat dirangkum bahwa
belajar merupakan suatu proses interaksi seseorang dengan lingkungan.
Namun, suatu interaksi dapat dikatakan sebagai proses belajar apabila dari
interaksi tersebut dapat merubah tingkah laku seseorang. Jika di kaji dalam
konsep pendidikan perubahan tingkah laku dari proses interaksi tersebut
dikenal dengan ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Ketiga ranah tersebut
merupakan satu kesatuan dalam proses belajar. Apabila salah satu saja dari
tiga ranah tersebut tidak mengalami perubahan maka suatu proses
pendidikan tidak dapat dikatakan berhasil. (a) ranah kognitif adalah ranah
yang mencakup kegiatan otak; (b) ranah psikomotor adalah ranah yang
berkaitan dengan kemampuan bertindak setelah menerima pengalaman
belajar (keterampilan) dan yang tak kalah pentingnya dalah (c) ranah afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap atau nilai. Dalam suatu
pendidikan ketiga ranah tersebut tidak berdiri sendiri. Pada saat sekarang
yang paling dikedepankan dalam suatu proses pendidikan adalah ranah
kognitif dan psikomotor, sehingga para pendidik selalu mencari inovasi-
inovasi dalam mengajar agar kedua ranah tersebut dapat tercapai.
Namun, pencapaian hasil belajar untuk ranah afektif sering kali
terabaikan. Padahal, ranah afektif juga sangat berperan penting dalam
pembentukan sikap pada anak atau siswa. Sehingga perlu strategi-strategi
untuk mengembangkan ranah tersebut. Strategi tersebut dapat berupa
strategi dalam melaksanakan proses belajar, sistem penilaian dikelas bahkan
proses remedial pada siswa yang belum mencapai hasil belajar yang
diharapkan. Jadi, dari uraian ini secara umum mengisyaratkan kepada kita
adanya keterkaitan semua unsur didalam suatu sistem pendidikan, baik hasil
belajar sampai strategi belajar yang dilakukan demi tercapainya suatu proses
pendidikan yang seharusnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
B. Uno, Hamzah. 2015. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, Jakarta:
Bumi Aksara

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018


151 Urgensi Ranah Afektif
Bioom, B. S. ed. et al. (1956) Taxonomy of Educational Objectives:
Handbook 1. NewYork: David McKay.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka
Cipta
Ngalim Purwanto. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Prastomo, Andi.(2013). Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Jogjakarta:
DIVA Press.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta:
Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Werquin, Patrick. 2010. Recognising non-formal and Informal Learning
Outcomes Policies and Practices, OECD.

ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018

Anda mungkin juga menyukai