Anda di halaman 1dari 8

MEMAHAMI KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK UNTUK MEMAKSIMALKAN

PEMBELAJARAN
Aprilia Ines Nur Faj’ri
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Karakteristik Peserta didik yaitu kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari
minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir, dan kemampuan awal.
Sebagai pendidik yang berkualitas, penting untuk memiliki pemahaman yang mendalam
mengenai karakter peserta didik agar proses pembelajaran dapat dioptimalkan. Ini
mencakup pengenalan karakteristikbdari kecerdasan dan gaya belajar yang beragam.
Pembangunan kurikulum haruslah memperhitungkan faktor-faktor seperti tuntutan, bakat,
minat, kebutuhan, dan kepentingan siswa. Dari segi teoritis, siswa memiliki perbedaan
dalam banyak aspek, termasuk perbedaan fitrah individu dan latar belakang keluarga,
sosial, budaya, ekonomi, serta lingkungan. Interaksi antara guru dan siswa menjadi ciri
khas dalam proses belajar mengajar, di mana keduanya memiliki peran yang saling
mendukung. Siswa bertanggung jawab untuk belajar, sedangkan guru memiliki tugas
untuk mendampingi siswa dalam proses pembelajaran mereka.

Dalam proses pembelajaran, diharapkan siswa mencapai tujuan pembelajaran,


baik itu tujuan umum maupun tujuan khusus. Keberhasilan pembelajaran dinilai dari
capaian pengetahuan, ketrampilan, dan afeksi siswa. Oleh karena itu, perlu bagi guru
untuk merancang pembelajaran yang menarik agar siswa dapat memahami materi dengan
baik. Desain pembelajaran tidak hanya harus dapat dipahami oleh siswa, tetapi guru juga
harus mempertimbangkan karakteristik individu dan kelompok siswa, mengingat setiap
kelas memiliki ciri khas yang berbeda.

Pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar memiliki pola yang berbeda


dibandingkan dengan proses belajar mengajar di sekolah menengah. Anak-anak di tingkat
dasar sedang mengalami perkembangan, dan keberanian mereka tidak dapat diragukan.
Setiap siswa sekolah dasar tengah mengalami pertumbuhan fisik dan mental yang positif.
Perilaku mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan non-sosial meningkat.
Kemampuan mereka dalam berempati dan bekerja sama lebih matang, bahkan beberapa
di antara mereka menunjukkan perilaku yang mirip dengan remaja awal. Karakteristik ini
sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Sebagai contoh, memberikan penghargaan
kepada siswa yang mencapai prestasi akademik untuk membuat mereka merasakan hasil
dari upaya belajar mereka. Bagi yang berada di jenjang sekolah menengah, pandangan
terhadap arti keberhasilan belajar mulai mengalami perubahan. Perkembangan siswa akan
beriringan dengan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh guru. Meskipun mengajar
kelompok kelas dengan usia yang relatif serupa, guru tidak dapat mengabaikan perbedaan
karakteristik siswa. Setiap kelas atau individu siswa memiliki variasi dalam motivasi
belajar, kemampuan, pengetahuan, latar belakang, dan status sosial ekonomi. Oleh karena
itu, guru perlu mengambil pendekatan yang berbeda untuk setiap kelas.

Bagi siswa di tingkat sekolah menengah, terjadi pergeseran paradigma terkait


makna keberhasilan belajar. Perkembangan siswa akan dipengaruhi oleh kompleksitas
masalah yang dihadapi oleh guru. Meskipun mengajar kelompok kelas dengan usia yang
relatif serupa, guru tidak dapat menyamakan perlakuan terhadap perbedaan karakteristik
siswa. Setiap kelas atau individu siswa memiliki variasi dalam motivasi belajar,
kemampuan, tingkat pengetahuan, latar belakang, dan status sosial ekonomi. Oleh karena
itu, guru perlu mengadopsi pendekatan yang berbeda untuk setiap kelas. Pemahaman
terhadap sifat dan kondisi siswa yang beragam melibatkan penerimaan terhadap
keberagaman mereka dan perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan situasi masing-
masing. Efektivitas pembelajaran tergantung pada kesesuaian dengan karakteristik siswa
yang sedang belajar. Analisis karakteristik siswa menjadi langkah awal yang esensial
untuk memahami tuntutan, bakat, minat, kebutuhan, dan kepentingan siswa dalam
konteks program pembelajaran tertentu. Pentingnya tahap ini mencuat karena melibatkan
berbagai pertimbangan seperti variabel siswa, aspek budaya, perkembangan sosial,
ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta relevansi program pendidikan
tertentu yang akan diikuti siswa. Sebagai pendidik, penting untuk tetap terbuka terhadap
inovasi dan secara aktif merespons setiap perkembangan di bidang pendidikan.
Memahami karakteristik siswa menjadi kunci, karena tanpa pemahaman tersebut,
perkembangan siswa dapat terhambat, potensi belajarnya melemah, dan perkembangan
anak menjadi monoton atau kurang bervariasi.
Sebagai seorang guru, penting untuk memahami perkembangan siswa dalam
aspek usia, fisik, psikomotorik, dan akademik. Pertama, perkembangan fisik memiliki
empat aspek, di antaranya sistem syaraf yang berpengaruh pada kecerdasan dan emosi,
otot yang memengaruhi kekuatan dan keterampilan motorik, kelenjar endokrin yang
memunculkan perilaku baru, dan struktur fisik seperti tinggi, berat, dan proporsi. Namun,
tidak hanya perkembangan fisik, guru juga perlu memahami perkembangan motorik
siswa, yang mencakup gerakan tubuh, koordinasi, dan keahlian motorik khusus. Dua
prinsip utama perkembangan psikomotorik adalah perjalanan dari yang sederhana ke
kompleks dan dari gerakan kasar dan global(gross bodily movements) menuju gerakan
halus dan spesifik yang terkoordinasi (finely coordinated movements).

Selanjutnya, penting bagi pendidik untuk memahami ciri-ciri perkembangan


akademis dan kemampuan akademis dengan merujuk pada langkah-langkah
perkembangan kognitif. Kemampuan akademis terkait dengan fungsi otak, sementara
perkembangan kognitif mencakup:

a) Fase sensori pada usia 0-2 tahun, di mana anak belum memiliki konsep
tentang objek yang permanen; mereka hanya menyadari hal-hal yang diakses
oleh indera mereka.
b) Fase praoperasional pada usia 2-7 tahun, di mana anak mulai mengalami
pertumbuhan kognitif, namun masih terbatas pada pengalaman yang dapat
diakses (dilihat) di sekitarnya. Hanya menjelang tahun kedua, anak mulai
mengenal simbol dan nama.
c) Fase operasional konkret pada usia 7-11 tahun, di mana anak dapat memahami
simbol-simbol matematis, tetapi masih sulit menghadapi konsep-konsep
abstrak.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif, seperti


Lingkungan Fisik. Kontak dengan lingkungan fisik diperlukan karena interaksi antara
individu dan dunia luar dapat menjadi sumber pengetahuan baru. Kedua, Kematangan
membuka peluang perkembangan; kurangnya dapat secara signifikan membatasi prestasi
kognitif. Faktor ketiga adalah Pengaruh Sosial, di mana penanaman bahasa dan
pendidikan sosial menjadi penting bagi struktur kognitif. Terakhir, Proses Pengaturan
Diri atau Equilibrasi mengatur interaksi individu dengan lingkungan, termasuk
pengalaman fisik, sosial, dan perkembangan jasmani. Peran equilibrasi dalam
perkembangan kognitif dapat menghasilkan integrasi yang terpadu dan tersusun dengan
baik.

Untuk memfasilitasi adaptasi siswa terhadap strategi pembelajaran, menjadi


tanggung jawab mereka untuk memilih pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan
di kelas dan mata pelajaran. Kecenderungan gaya belajar, atau biasa disebut gaya belajar,
mencerminkan karakteristik dalam proses pembelajaran yang disukai oleh individu.
Terdapat berbagai macam gaya pembelajaran, seperti Visual (belajar dengan cara
melihat), di mana kemampuan belajar melibatkan aspek penglihatan. Gaya belajar ini
sering digunakan oleh orang dengan penglihatan tajam dan cermat, yang cenderung
memudahkan pengingatan melalui pengamatan, membaca, dan kemampuan menggambar.
Namun, terdapat tantangan dalam pembelajaran visual, seperti keterlambatan dalam
menyalin materi dari papan tulis dan tulisan yang berantakan, menyulitkan keberbacaan.
Siswa yang memiliki gaya belajar visual cenderung lebih memilih melihat daripada
mendengarkan. Gaya belajar kedua adalah Auditori (belajar dengan mendengarkan), di
mana individu dengan gaya belajar auditori memiliki indra pendengaran yang lebih
unggul dan fokus. Karakteristiknya melibatkan berbicara sendiri saat belajar, mudah
terganggu oleh kebisingan, dan menggerakkan bibir saat membaca dalam hati. Salah satu
kendala yang mungkin dihadapi dalam gaya belajar auditori adalah kecenderungan anak
untuk lupa dengan cepat terhadap penjelasan yang diberikan oleh guru. Individu yang
menerapkan gaya belajar auditori biasanya kurang tertarik pada membaca buku dan lebih
suka mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Gaya
belajar ketiga adalah Kinestetik (bergerak), yang memengaruhi bagaimana siswa
bergerak. Siswa dengan gaya belajar kinestetik cenderung tidak bisa diam, dan
lingkungan kelas konvensional dengan penjelasan guru sambil siswa duduk diam tidak
sesuai untuk mereka. Mereka akan lebih berkembang di sekolah dengan pendekatan
active learning. Gaya belajar keempat adalah Global (menyeluruh), di mana siswa dengan
gaya belajar ini memiliki kemampuan memahami konsep secara menyeluruh.
Pemahaman mereka melibatkan gambaran besar dan hubungan antar objek. Siswa dengan
gaya belajar global mampu mengartikan informasi tersirat dengan bahasa mereka sendiri.
Individu dengan gaya belajar ini sering menunjukkan ketidakteraturan dalam tindakan.
Untuk mengatasi hal ini, bisa diterapkan sistem penataan dengan mengkategorikan
barang-barang sesuai dengan jenisnya. Mereka tidak hanya fokus pada satu hal,
melainkan mempertimbangkan banyak hal secara bersamaan. Orang dengan gaya belajar
ini juga cenderung peka terhadap lingkungan sekitar, termasuk perasaan orang lain, dan
sering memerlukan dorongan semangat untuk memulai sesuatu. Gaya belajar kelima
adalah Analitik (terperinci), di mana individu yang memiliki gaya belajar ini cenderung
melihat sesuatu dengan detail, spesifik, dan teratur, namun mungkin kurang dalam
memahami masalah secara menyeluruh. Mereka cenderung fokus pada satu tugas
sekaligus dan enggan beralih ke tugas lain sebelum menyelesaikan yang pertama. Mereka
membutuhkan waktu yang memadai untuk menyelesaikan tugas dan menghindari
meninggalkan bagian apa pun yang belum selesai.

Cara yang sesuai untuk mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik


peserta didik adalah melalui penggunaan teknik tes, termasuk tes prasyarat dan tes awal.
Tes prasyarat digunakan untuk menilai apakah siswa telah memahami pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sementara itu, tes awal
(pre test) bertujuan untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang
akan dipelajari. Jika pengetahuan atau keterampilan prasyarat tidak terpenuhi, kualitas
pelajaran yang tinggi pun tidak akan membantu mencapai hasil belajar yang optimal.

Pertimbangkan pemberian tes yang terkait dengan materi pembelajaran sesuai


dengan panduan kurikulum. Pendidik juga dapat mengadakan wawancara, observasi, dan
menyusun kuesioner untuk peserta didik. Guru yang familiar dengan kemampuan siswa,
baik yang sudah menjadi peserta didik maupun calon peserta didik, serta guru yang sering
mengajar mata pelajaran tersebut dapat memberikan kontribusi. Teknik identifikasi
karakteristik siswa dapat dilakukan melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan tes
latar belakang siswa. Guru perlu mempertimbangkan beberapa aspek saat mempersiapkan
materi, termasuk faktor akademis dan sosial:

a. Faktor Akademis

Faktor akademis yang perlu diperhatikan meliputi jumlah siswa dalam


kelas, rasio guru dan siswa yang memengaruhi keberhasilan pembelajaran,
indeks prestasi, dan tingkat kecerdasan siswa yang juga memiliki peranan
penting.

b. Faktor Sosial

Faktor kematangan dan situasi ekonomi siswa memiliki dampak besar


pada faktor sosial. Aspek-aspek seperti bakat, motivasi belajar, gaya
belajar, kemampuan berpikir, dan minat perlu diungkap dalam kegiatan
ini. Faktor sosial juga mencakup interaksi dengan masyarakat dan
berbagai kegiatan lain yang memengaruhi cara siswa bersosialisasi dengan
orang lain.

Hasil pre test berguna untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi
sebelum mengikuti pelajaran, dan hasilnya dibandingkan dengan pencapaian setelah
mengikuti pelajaran. Oleh karena itu, penting untuk memiliki pemahaman awal mengenai
pengetahuan siswa sebelum memperkenalkan informasi baru. Setelahnya, post test
diperlukan untuk menilai sejauh mana pemahaman siswa setelah diberikan materi baru.
Selain menggunakan pre test untuk memahami karakteristik siswa, guru juga dapat
menggunakan peta konsep sebagai alat untuk mengevaluasi pengetahuan awal siswa
sebelum pembelajaran dimulai. Sebagai contoh, guru dapat menuliskan kata kunci utama,
seperti "Pasar," di tengah papan tulis dan meminta siswa menyebutkan atau menuliskan
konsep-konsep yang berkaitan dengan pasar. Melalui kegiatan ini, pengetahuan awal
siswa dapat terlihat saat mereka bersama-sama membuat peta konsep di papan tulis. Tiap
peserta didik memiliki karakter dan kemampuan yang unik. Ada yang dapat menyerap
banyak informasi sekaligus, sementara yang lain lebih cenderung memproses sedikit
demi sedikit. Beberapa dapat dengan cepat menyimpan dan mengeluarkan informasi,
sementara yang lain melakukannya dengan lambat. Banyak peserta didik yang
mengalami luka emosional dan merasa gagal ketika tidak dapat memenuhi harapan dari
lingkungannya, terutama dalam hal akademis. Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator
perlu memahami karakter dan gaya belajar masing-masing peserta didik.

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh ketika seorang pendidik mampu


memahami dengan baik karakter dan kepribadian siswa. Beberapa manfaatnya meliputi:
a) Mengidentifikasi dan meningkatkan potensi siswa
b) Mendeteksi dan memperbaiki kelemahan siswa
c) Mengoptimalkan potensi siswa untuk masa depan yang sukses
d) Menyadarkan siswa akan kekurangan mereka, mendorong sikap rendah
hati
e) Pembelajaran diri membantu siswa beradaptasi dalam berbagai situasi
f) Pemahaman terhadap kepribadian diri membantu siswa menerima
kelebihan dan kelemahan dengan tulus, serta bersikap toleran terhadap
orang lain.

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru perlu berfungsi sebagai psikolog


yang dapat mendidik dan membimbing peserta didik dengan baik. Kemampuan
memberikan motivasi, sugesti yang sesuai, dan solusi menyeluruh terhadap masalah
peserta didik perlu diterapkan, dengan memperhatikan karakter dan kejiwaan mereka.
Guru diharapkan dapat memberikan arahan dan dorongan untuk kemajuan peserta didik.
Selain itu, dalam situasi darurat seperti anak yang tiba-tiba sakit di sekolah, guru harus
memiliki keterampilan seperti seorang dokter. Memberikan terapi dan obat sesuai dengan
diagnosis menjadi tanggung jawab guru. Kesalahan dalam diagnosis dapat berakibat pada
terapi dan obat yang tidak tepat, yang dapat memperparah kondisi kesehatan anak didik.

Peran guru memiliki kedudukan sentral dalam proses pendidikan, dan


peningkatan profesionalisme mereka menjadi suatu keharusan. Guru perlu mengikuti
program pelatihan secara terstruktur untuk menjaga tingkat profesionalisme yang tinggi
dan siap mengadopsi inovasi. Selain itu, pengakuan dan kesejahteraan yang layak perlu
diberikan kepada guru sebagai bentuk apresiasi atas pengabdian dan kontribusinya. Hal
ini memastikan bahwa setiap inovasi dan pembaruan dalam bidang pendidikan dapat
diterima dan diimplementasikan dengan baik. Mengenal dan memahami karakter peserta
didik merupakan aspek krusial, sehingga guru perlu menghabiskan waktu bersama
mereka dan memberikan perhatian maksimal dalam membimbing mereka dalam
mencapai tujuan pendidikan. Kesungguhan dan keberlanjutan guru dalam menjalankan
tugasnya dapat memberikan dampak positif yang besar bagi semangat peserta didik
dalam meraih cita-cita luar biasa.

Anda mungkin juga menyukai