OLEH
A. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
4. Rentang Respon
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi
1
Gambar 1.1 : Rentang respon Harga Diri Rendah (Sumber Keliat 1999 dalam Fitria
2012)
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketidak dia tidak
mampu lagi menyelesaikan maslah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitass diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu mempunyai kepribadian yang
kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lai n secara intim.
Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain (Yosep, 2009).
5. Faktor-faktor
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut herman
(2011), adalah penolakan orang tua yang realistis, kegagalan berulang kali,
kurang memounyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang
lain, ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh:
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh.
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penapilan tubuh akibat penyakit.
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor predisposisi
harga diri rendah adalah:
a. Penolakan
b. Kurang penghargaan, pola asuh overptotektif, otoriter, tidak
konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
c. Persaingan antar saudara
d. Kesalahan dan kegagalan berulang
e. Tidak mapu mencapai standar. Fraktor predisposisi gangguan
peran adalah:
a) Ketidak percayaan orang tua
b) Tuntutan peran seks
c) Harapan peran kultural. Faktor predisposisi gangguan identitas
adalah:
1) Ketidak percayaan orang tua
2) Tekanan dari peer group
3) Perubahan struktur sosial (Eko Prabowo, 2014)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunya produktivitas. Harga diri kronis ini
dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
1. Trauma : Masalah spesifik dengan konsep diri adalah
situasi yang mebuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya
trauma emosi seperti penganiayan seksual dan phisikologis pada
masa anak-anak atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupannya.
2. Ketegangan peran : rasa frustasi saat indivisu merasa
tidak mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya
atau tidak merasa sesuai dengan melakukan perannya.
Ketengangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran
terjadi saat individu menghadapi dua harapan yang bertentangan
dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila indivisu
tidak mengetahui harapan peran yang spesifik atau bngung tentang
peran sesuai.
a) Trauma peran perkembangan
b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
c) Transisi peran situasi
d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau
berkurang
e) Transisi sehat sakit
f) Pergeseran kondisi pasien yang menyebabkan kehilangan
bagian tubuh
3. Perilaku
a) Citra tubuh yaitu : menolak menyentuh atau melihat bagian
tubuh tertentu, menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan
keterbatasan atau cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi,
usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat, dan menyangkal
cacat tubuh.
b) Harga diri rendah di antaranya : mengkritik diri atau orang
lain, produktivitas menurun, gangguan berhubungan,
keteganggan peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik,
penolakan kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan,
destruktif kepada diri, menarik diri secara sosial,
penyalahgunaan zat, menarik diri dari realitas, khawatir,
merasa diri paling penting, distruktif pada orang lain, merasa
tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung/marah,
perasaan negatif terhadap tubuh.
c) Keracunan identitas diantaranya : tidak ada kode moral,
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal yang
ekploitatif, perasaa hampa, perasaan mengembang tentang diri,
kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak mampu
empati pada orang lain, masalah estemasi.
d) Depersonalisasi meliputi efektif : kehidupan identitas, perasaan
terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang
kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak mampu mencari
kesenangan, perseptual: halusinasi dengar dan lihat, bingung
tentang seksualitas diri, sulit membedakan diri dari orang lain,
gangguan citra tubuh, dunia seperti mimpi. Kognitif, gangguan
daya ingat, gangguan penilaian, kepribadian ganda (Eko, 2014).
7. Penatalaksanaan
Terapi pada ganguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksud meliputi :
a) Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan
generasi pertama (typical) dan generasi kedua (atypical). Obat yang
termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL,
Thoridazine HCLAdalah obat penennang untuk klien dengan
gangguan Jiwa, dan Haloperidolobat untuk mengatasi berbagaimasalah
kejiwaan, seperti meredakan gejala skizofrenia, sindrom Tourette,Obat
yang termasuk generasi kedua misalnya: Risperidoneobat yang
digunakan untuk menangani skizofrenia dan gangguan psikosis
lain,serta perilaku agresif dan disruptif yang membahayakan pasien
maupun orang lain. Antipsikotik ini bekerja dengan menstabilkan
senyawa alami otak yang mengendalikan pola pikir, perasaan, dan
perilaku, Olozapine adalah jenis obat antipsikotik yang digunakan untuk
gejala psikosis, psikosis adalah kumpulan gejala gangguan jiwa
dimana seseorang merasa terpisah dari kenyataan yang sebenarnya di
tandai dengan timbulnya delusi dan halusinasi, Clozapine diberikan
kepada penderita skizofrenia dan parkinso, Quentiapine adalah obat
yang digunakan untuk mengobati konsidi jiwa/suasana hati tertentu
(seperti skizofrenia, gangguan bipolar, episode mania tiba-tiba atau
depresi terkait dengan ganggua bipolar).Quetiapne dikenal sebagai
obat anti-psikotik (tipe atipikal). Glanzapineadalah obat yang
digunakan untuk mengobati kondisi jiwa untuk suasana hati
tertentu (seperti skizofrenia, gangguan bipolar).Obat ini juga dapat
digunakan untuk kombinasi ddengan obat lain untuk pengobatan
depresi, obat ini termasuk dalam kelas obat antipsikotik atipikal,
Zolatine untuk gangguan cemas sedang atau berat dan gangguan
cemas yang berhubungan erat dengan depresi, dan Aripiprazole
untuk mengobati gejala kondisi psikotik seperti Skizofrenia dan
gangguan bipolar (Eko, 2014).
b) Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersam (Eko, 2014).
c) Terapi Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapy kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. Tujuan ECT adalah
untuk menginduksi suatu kejang kronik yang dapat memberi efek
terapi (therapeutik clonic seizure) setidaknya selama 15 10detik.
Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang
kehilangan kesadarannyadan mengalami rejatan (Eko, 2014).
d) Terapi Modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik menggunakan latihan keterampilan social untuk
meningkatkan kemampuan social. Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan
masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata (Eko, 2014).
Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, therapy aktivitas
kelompok simulasi, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan
terapi aktivittas kelompok sosialisasi ( keliat dan Akemat, 2005 ).
Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan ganguan konsep diri harga diri rendah
adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok
dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah
(Eko, 2014).
Data Objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Menarik diri dari hubungan sosial
c) Tampak mudah tersinggung
d) Suara pelan dan tidak jelas.
e) Kurang energy
f) Kurang spontan
g) Apatis (Acuh terhadap lingkungan)
2. POHON MASALAH
Isolasi sosial
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu tidak efektif.
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tgl No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx Keperawatan
1 Harga Diri TUM :
Rendah. Klien memiliki konsep 1. Setelah 2x interaksi 1. Bina hubungan saling Pembinaan hubungan saling
diri yang positif. klien menunjukkan percaya dengan percaya merupakan dasar
ekspresi wajah menggunakan prinsip terjadinya komunikasi terbuka
TUK 1 : bersahabat, komunikasi terapeutik: sehingga mempermudah dalam
Klien dapat membina menunjukkan rasa Sapa klien dengan menggali masalah klien.
hubungan saling senang, ada kontak ramah, baik verbal
percaya dengan mata, mau berjabat maupun non verbal.
perawat. tangan, mau Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama, sopan.
mau menjawab salam, Tanyakan nama lengkap
klien mau duduk dan nama panggilan
berdampingan dengan kesukaan klien.
perawat, mau Jelaskan tujuan
mengutarakan masalah pertemuan.
yang dihadapi. Jujur dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya.
Beri perhatian dan
perhatikan kebutuhan
dasar klien.
TUK 2 : 2. Setelah …x interaksi 2.1 Diskusikan dengan klien Mendiskusikan aspek positif
Klien dapat klien menyebutkan : tentang: yang dimiliki serta kemampuan
mengidentifikasi aspek Aspek positif dan Aspek positif yang yang dimiliki membantu
positif dan kemampuan yang dimiliki klien, keluarga, meningkatkan harga diri
kemampuan yang dimiliki klien. lingkungan. rendah klien
dimiliki. Aspek positif Kemampuan yang
keluarga. dimiliki klien
Aspek positif 2.2 Bersama klien buat daftar
lingkungan klien. tentang :
Aspek positif klien,
keluarga dan
lingkungan.
Kemampuan yang
dimiliki klien.
2.3 Beri pujian yang realistis,
hindarkan memberi
penilaian negatif.
TUK 3 : 3. Setelah …x interaksi 3.1 Diskusikan dengan klien Kemampuan merupakan
Klien dapat menilai klien menyebutkan kemampuan yang dapat kecakapan seseorang dalam
kemampuan yang kemampuan yang dilaksanakan. melakukan suatu hal, memilih
dimiliki untuk dapat dilaksanakan. 3.2 Diskusikan kemampuan kemampuan yang dapat
dilaksanakan. yang dapat dilanjutkan dilaksanakan klien dapat
pelaksanaannya. membantu meningkatkan harga
diri klien
TUK 4 : 4. Setelah …x interaksi 4.1 Rencanakan bersama klien Aktivitas direncanakan sesuai
Klien dapat klien, membuat aktivitas yang dapat kemampuan klien agar hasil
merencanakan rencana kegiatan dilakukan setiap hari dari melakukan aktivitas
kegiatan sesuai dengan harian. sesuai kemampuan klien : tersebut sesuai dengan
kemampuan yang Kegiatan mandiri. kemampuan klien
dimiliki. Kegiatan dengan bantuan.
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai
kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
dapat klien lakukan.
TUK 5 : 5. Setelah …x interaksi 5.1 Anjurkan klien untuk Menganjurkan klien melakukan
Klien dapat melakukan klien melakukan melaksanakan kegiatan aktivitas merupakan salah satu
kegiatan sesuai kegiatan sesuai jadwal yang telah direncanakan. cara agar klien dapat percaya
rencana yang dibuat. yang dibuat. 5.2 Pantau kegiatan yang kepada dirinya dan dapat
dilaksanakan klien. meningkatkan harga dirinya
5.3 Beri pujian atas usaha yang
dilakukan klien.
5.4 Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan
setelah pulang.
TUK 6 : 6. Setelah …x interaksi 6.1 Beri pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan
Klien dapat klien memanfaatkan pada keluarga tentang cara merupakan pembelajaran untuk
memanfaatkan sistem sistem pendukung merawat klien dengan meningkatkan kesehatan,
pendukung yang ada. yang ada di keluarga. harga diri rendah. pendidikan pada keluarga dapat
6.2 Bantu keluarga membantu dalam perawatan
memberikan dukungan keluarga dengan harga diri
selama klien dirawat. rendah
6.3 Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan di
rumah.
5. Intervensi Berdasarkan SP
Pasien Keluarga
SP 1. SP 1.
1. Mengidentifikasi kemampuan positif yang 1. Mengidentifikasi masalah yang
dimiliki. dirasakan dalam merawat pasien.
a. Mendiskusikan bahwa pasien masih 2. Menjelaskan proses terjadinya HDR.
memiliki sejumlah kemampuan dan 3. Menjelaskan tentang cara merawat
aspek positif seperti kegiatan pasien pasien.
di rumah adanya keluarga dan 4.Memainkan peran dalam merawat pasien
lingkungan terdekat pasien. HDR.
b. Memberi pujian yang realistis dan 5. Menyusun RTL keluarga / jadwal
hindarkan setiap kali bertemu dengan keluarga untuk merawat pasien.
pasien penilaian yang negatif.
2. Menilai kemampuan yang dapat dilakukan
saat ini.
a. Mendiskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih digunakan
saat ini.
b. Membantu pasien menyebutkannya
dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan
pasien.
c. Memperlihatkan respon yang kondusif
dan menjadi pendengar yang aktif.
3. Meilih kemampuan yang akan dilatih.
a. Mendiskusikan dengan pasien beberapa
aktivitas yang dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukan sehari-hari.
b. Membantu pasien menetapkan aktivitas
mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri.
c. Aktivitas yang memerlukan bantuan
minimal dari keluarga.
d. Aktivitas apa saja yang perlu bantuan
penuh dari keluarga atau lingkungan
terdekat pasien.
e. Memberi contoh cara pelaksanaan
aktifitas yang dapat dilakukan pasien.
f. Menyusun bersama pasien aktifitas
atau kegiatan sehari-hari pasien.
4. Menilai kemampuan pertama yang telah
dipilih.
a. Mendiskusikan dengan pasien untuk
menetapkan urutan kegiatan ( yang
sudah dipilih pasien ) yang akan
dilatihkan.
b. Bersama pasien dan keluarga
memperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien.
c. Memberikan dukungan atau pujian
yang nyata sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
5. Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien.
a. Memberi kesempatan pada pasien
untuk mencoba kegiatan.
b. Memberi pujian atas aktifitas / kegiatan
yang dapat dilakukan pasien setiap
hari.
c. Meningkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi dan perubahan sikap.
d. Menyusun daftar aktivitas yang sudah
dilatihkan bersama pasien dan
keluarga.
e. Memberikan kesempatan
mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.Meyakinkan
bahwa keluarga mendukung setiap
aktifitas yang dilakukan pasien.
SP 2. SP 2.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 ). 1. Mengevaluasi kemampuan SP 1.
2. Memilih kemampuan kedua yang dapat 2. Melatih keluarga langsung ke pasien.
dilakukan. 3. Menyusun RTL keluarga / jadwal
3. Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien. keluarga untuk merawat pasien.
SP 3. SP 3.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 1. Mengevaluasi kemampuan keluarga.
dan 2 ). 2. Mengevaluasi kemampuan pasien.
2. Memilih kemampuan ketiga yang dapat 3. RTL keluarga.
dilakukan. a. Follow Up.
3. Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien. b. Rujukan.
6. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang dilakukan.
7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau
formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau
sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan
tujuan khsus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai
pola pikir:
S: Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada
klien tentang tindakan yang telah dilakukan.
O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan
dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah dilaksanakan atau
memberi umpan balik sesuai dengan hasil observasi.
A: Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masaah baru atau ada data kontra
indikasi dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan hasil
dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.
1. Dapatmenunjukkanpeningkatanhargadiri
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang
dimiliki.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan.
d. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
DAFTAR PUSAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asujan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Fajariyah N. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga Diri Rendah.
Jakarta: Trans Info Media.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk tujuh Diagnosa
Keperawatan Jiwa Berat bagi Profesi S1 Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Keliat, Budi Anna. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakartaa
Keliat, Budu Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta.
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Nuha
Medika
Stuart dan Sundeen. (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.
Towsend. (2009). Buku Saku diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Gunansa.
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI
OLEH
LAPORAN PENDAHULUAN
Respon Adaptif :
Respon Psikososial:
1. Pikiran logis Respon Maladaptif :
1. Kadang-kadang
2. Persepsi akurat 1. Waham
proses piker
3. Emosi konsisten terganggu 2. Sulit berespon emosi
dengan pengalaman 2. Ilusi
3. Prilaku disorganisasi
3. Emosi berlebihan
4. Perilaku cocok 4. Isolasi sosial
4. Perilaku yang tidak
5. Hubungan sosial biasa 5. Halusinasi
harmonis 5. Menarik diri
Rentang respon neurobiologist dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Respon Adaptif Respon
Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social
budayayang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapisuatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut ,
adapun bagian dari responadaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalamanahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
2. Respon PsikososialRespon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan y
ang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
3. Respon Maladaptif
Respon Maladaptif adalah respon indivdu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial, budaya dan lingkungan adapun respon
maladaptive meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walau
puntidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur
e. Isolasi sosial Adela ipaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegaglan.
3. Patofisologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma
otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau
kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. klien yang mendengar
suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami
berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien.
Suara– suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Herman, 2011):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
2007) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Pohon Masalah
Hari/ Perencanaan
No. Diagnosa
Tgl / Intervensi Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Jam
1 2 3 4 5 6 7
Gangguan TUM : 1. Setelah …x 1. Bina hubungan saling percaya dengan Pembinaan hubungan saling percaya
Sensori Klien dapat interaksi klien menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar terjadinya komunikasi
Persepi : mengontrol menunjukkan tanda- terapeutik: terbuka sehingga mempermudah dalam
halusinasi halusinasi tanda percaya Sapa klien dengan ramah, baik menggali masalah klien.
(lihat/dengar/ yang terhadap perawat : verbal maupun non verbal.
penghidu/rab Dialaminya. Ekspresi wajah Perkenalkan nama, nama
a/kecap). bersahabat. panggilan, dan tujuan perawat
Menunjukkan berkenalan.
TUK 1 : rasa senang. Tanyakan nama lengkap dan nama
Klien dapat Ada kontak mata. panggilan kesukaan klien.
membina Mau berjabat Buat kontrak yang jelas.
hubungan tangan. Tunjukkan sikap jujur dan
saling percaya Mau menepati janji setiap kali interaksi.
dengan menyebutkan Tunjukkan sikap empati dan
perawat. nama. menerima klien apa adanya.
Mau menjawab Beri perhatian dan perhatikan
salam. kebutuhan dasar klien.
Klien mau duduk Tanyakan perasaan klien dan
berdampingan masalah yang dihadapi klien.
dengan perawat. Dengarkan dengan penuh perhatian
Bersedia ekspresi perasaan klien.
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.
TUK 2 : 2. Setelah …x interaksi 2.1 Adakan kontrak sering dan singkat Dengan kontak sering dan
Klien dapat klien menyebutkan : secara bertahap. singkatdiharapkan klien dapat
mengenal Isi. 2.2 Observasi tingkah laku klien terkait mengurangi halusinasinya.
halusinasinya. Waktu. dengan halusinasinya (halusinasi
Situasi dan jika menemukan klien yang sedang serta dapat untuk mengarahkan klien
6. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang dilakukan.
7. Evalusasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respon klien dan tujuan khsus serta umum yang telah ditentukan
(Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir:
S: Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung
kepada klien tentang tindakan yang telah dilakukan.
O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien
pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang
telah dilaksanakan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil
observasi.
A: Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masaah
baru atau ada data kontra indikasi dengan masalah yang ada,
dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.
Pada klien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi, evaluasi
keperawatan yang diharapkan sebagai berikut:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
DAFTRAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
209012447
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. Kasus (Masalah Utama)
Isolasi Sosial
2. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Sentuhan, perhatian, kehangatan, dari keluarga yang
menyebabkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan
dengan klien tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Komunikasi dalam keluarga
Klien sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan
anggota keluarga : sering menjadi kambing hitam, sikap
keluarga yang tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak
boleh). Situasi ini membuat klien enggan berkomunikasi dengan
orang lain.
c. Sosial budaya
Dikota besar, masing-masing individu sibuk memperjuangkan
hidup, sehingga tidak ada waktu bersosialisasi, situasi ini
mendukung perilaku menarik diri.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor sosiokultur
Menurunnya stabilitas unit keluarga. Berpisah dengan orang
yang berarti dalam kehidupannya, missal karena dirawat di
rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasi. Sehingga
memunculkan stress.
3. Rentang respon
- Saling ketergantungan
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
c. Ketergantungan
Terjadi apabila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
b. Impulsif
Yaitu suatu keadaan dimana klien tidak mampu merencanakan
suatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang
buruk dan tak dapat diandalkan.
c. Narkisme
Merupakan suatu keadaan dimana harga diri klien rapuh, secara
terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan pujian, sikap
egosentris, pencemburu dan marah jika orang tidak mendukung.
6. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Haloperidol (HPD)
1) Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan, menilai realitas dalam
fungsi internal serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
2) Mekanisme kerja
Obat anti psikosi dalam memblokade dopamine pada
reseptor pasca sinoptik neuron di otak khususnya system
limbik dan system ekstra piramidal.
3) Efek samping
Sedasi gangguan otonomik, gangguan endokrin.
4) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, dan kelainan
jantung.
b. Trihexipenidyl (THP)
1) Indikasi
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca
encephalitis dan idiopatik
2) Mekanisme kerja
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresi dan anti
kolinergik lainnya.
3) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
binggung, takikardi, retensi urine.
4) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap trihexipenidyl, psikosis berat,
psikoneurosis, dan obstruksi saluran cerna.
c. Risperidone
1) Indikasi
Untuk skizofreniaakut dan kronik, keadaan psikotik lain
dengan gejala (halusinasi, delusi, curiga, gangguan emosi)
atau mengurangi gejala afektif berhubungan dengan
skizofrenia.
2) Efek samping
Insomnia, agitasi, cemas, sakit kepala, somnolen, lelah,
takikardi.
3) Kontra indikasi
Hipotensi, penyakit ginjal, lanjut usia, Parkinson, epilepsi.
2. Terapi somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan
yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan
perlakuan fisik adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah
perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah meliputi pengikatan,
ECT, isolasi, dan fototerapi
a. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan
untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b. Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang
(Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-
3 joule) melalui electrode yang ditempelkan di bebrapa titik
pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
c. Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri
di ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan
melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya
potensial yang mungkin terjadi.
d. Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan
klien pada sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar
ruangan dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5
meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
3. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan
jiwa. Tetapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari
perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis terapi
modalitas antara lain:
a. Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi
yang didasarkan pada pembelajaran hubungan
interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat
sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal,
membuat perubahan, atau ketiganya.
b. Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien.
Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas
kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
c. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi
modalitas lain atau berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi,
rekreasi, gerak, dan musik.
d. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau
pengalaman klien dalam suatu drama. Drama ini memberi
kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan
perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
e. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan
penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang
ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat komprehensif,
holistik, dan multidisipliner.
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan Utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor Predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal.
Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda- tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
3) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
4) Konsep diri
5) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat.
6) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status Mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi,
dan berhitung.
g. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.
h. Mekanisme Koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan dan pelayanan
kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek Medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK, rehabilitasi.
2. Pohon Masalah
Risiko tinggi perubahan sensori persepsi : halusinasi
3. Diagnosa keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri ( Prioritas )
2. Risiko tinggi perubahan sensori persepsi : halusinasi
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
4. Rencana Keperawatan
SP 1. SP 1.
1. Mengidentifikasi penyebab. 1. Mengidentifikasi masalah yang
a. Siapa yang satu rumah dengan pasien. dihadapi dalam merawat pasien.
b. Siapa yang dekat dengan pasien. 2. Penjelasan isolasi sosial.
c. Apa sebabnya 3. Cara merawat pasien isolasi sosial.
2. Menanyakan keuntungan dan kerugian 4. Melatih ( simulasi ).
berinteraksi dengan orang lain. 5. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
3. Melatih berkenalan. merawat pasien.
4. Memasukan jadwal kegiatan pasien.
SP 2. SP 2.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 1. Mengevaluasi kemampuan SP 1.
). 2. Melatih ( langsung ke pasien ).
2. Melatih berhubungan sosial secara 3. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
bertahap. merawat pasien.
3. Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien.
SP 3. SP 3.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 1. Mengevaluasi kemampuan SP 1.
dan SP 2 ). 2. Melatih ( langsung ke pasien ).
2. Melatih cara berkenalan dengan 2 orang 3. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
atau lebih. merawat pasien.
3. Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien.
SP 4.
1. Mengevaluasi kemampuan keluarga.
2. Mengevaluasi kemampuan pasien.
3. Merencanakan tindak lanjut keluarga.
a. Follow Up.
b. Rujukan.
6. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau
formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil
atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien
dan tujuan khsus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir:
DAFTAR PUSTAKA
Anna, Budi Keliat. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta :Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika, Yogyakarta.
Rasmun. 2009. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto.
Stuart, GW. 2010. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
209012447
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Etiologi
Menurut Damaiyanti (2012)
a. Faktor Predisposisi
1) Diagnosis Psikiatri Lebih dari 90% orang dewasa yang
mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat
gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu
berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan
efektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian Tiga tipe keperibadian yang erat hubungannya
dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan
depresi
3) Lingkungan psikososial Pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan sosial, kejadiankejadian negatif dalam hidup, penyakit
kronis, perpisahan dan bahkan perceraian. Kekuatan dukungan
sosial sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapiutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab maslah,
respon seorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-
lain.
4) Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan
bunuh diri merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia Data menunjukkan bahwa pada klien dengan
resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat
di dalam otak seperti serotonim, adrenalin, dan dopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)
b. Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian
hidup yang memalukan. Faktur lain yang dapat menjadi pencetus
adalah melihat atau membaca melalui medaia mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunu diri. Bagi individu
yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang
ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor
sosial maupun budaya. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stres dan menurunkan angka
bunuh diri.
d. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression dan megical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa
memberikan koping alternatif
7. Rentang respon
tak langsung
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang (Yosep, 2010).
f. Pengobatan
Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang serius.
Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, dilakukan pengobatan
terhadap luka ataupun keracunan. Bila luka atau keracunan sudah dapat
diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatri. Untuk pasian depresi bisa
diberikan terapi elektrokonvulsi, obat – obatan berupa antidepresan dan
psikoterapi.
8. Progmosa
yang menjadi faktor pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar
a. Identitas klien
Identitas meliputi ruangan rawat, inisial paisen, umur, pekerjaan,
pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status dan
informasi.
b. Alasan masuk RSJ
Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungkin terjadi seperti
tidak nafsu makan, merasa lemas.
e. Psikososial
h. Mekanisme koping
k. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.
Masalah keperwatan yang muncul pada pasien dengan resiko bunuh diri
adalah :
1. Resiko bunuh diri
DO : Menyatakan ingin bunuh diri/ mati saja, tak ada gunanya hidup.
DS : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuh diri.
2. Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan
DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan dan rak berguna, malu.
DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah tidak dapat mengontrol
ipmuls.
Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
5. Implementasi
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, N. (2016). Analisis Hubuungan Faktor Risiko Bunuh Diri Dengan
Ide Bunuh Diri Pada Remaja Di Kota Rengat Kabupaten Indragiri
Hulu Tahun 2016.
Emy, Ayu. 2016. Gambaran dan Risiko Bunuh Diri Pada Mahasiswa
Baru di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedoteran
Universitas Udayana.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH
209012447
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir,
yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic
3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir:
waham, yaitu :
e. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
f. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
4. Mekanisme Koping
1. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih
dimiliki klien.
2. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga, finansial
keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan
keluarga memberikan asuhan.
5. Proses terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
c. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis.Secara fisik klien dengan waham
dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi
sangat terbatas.Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakuakn kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara
sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan
self ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi
menginginkan dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam
kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan
bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
d. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan
standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki
kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang
melebihi lingkungan tersebut.Padahal self reality-nya sangat jauh.Dari
aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support
system semuanya sangat rendah.
e. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi mengahadapi kenyataan
bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.Lingkungan
sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara
adequate karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak
merugikan orang lain.
f. Fase environment support
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan
klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super
ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat
berbohong.
g. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya
serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai
dan mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat
klien menyendiri dari lingkungannya.Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
h. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi,
setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema
waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang).Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham
dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
menggung kayakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya kayakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta konsekuensi sosial.
a) Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b) Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c) Waham Curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d) Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
e) Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
f) Waham Dosa
Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau
berbuat dosa atau perbuatannya tidak dapat diampuni lagi.
1. Menolak makan
2. Tidak ada perhatian pada perawatan diri
3. Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
4. Gerakan tidak terkontrol
5. Mudah tersinggung
6. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
7. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
8. Menghindar dari orang lain
9. Mendominasi pembicaraan
10. Berbicara kasar
11. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
8. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2009), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat
diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai
tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik.Psikotherapi pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat
2) Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus.
b. Data obyektif
1) Klien terus berbicara tentang kemampuan yang dimilikinya.
2) Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
3) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.
a. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan,
waktu pertemuan,topik pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dapat dilakukan pengkajian
pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya
gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan
dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-
anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang
menumpuk.
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan.Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi
yangdapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah
yangterkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola
asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai
laki-laki / perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,
lingkungan dan penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud
harga diri rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir),
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung,
kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
g. Proses pikir.Proses pikir dalam berbicara jawaban klien kadang
meloncat-loncat dari satutopik ke topik lainnya, masih ada hubungan
yang tidak logis dan tidak sampaipada tujuan (flight of ideas) kadang-
kadang klien mengulang pembicaraan yangsama (persevere)Masalah
keperawatan : Gangguan Proses Pikir.
h. Isi Pikir Contoh isi pikir klien saat diwawancara:
Klien mengatakan bahwa dirinya banyak mempunyai pacar, dan
pacarnya orang kaya dan bos batu bara. Masalah keperawatan:
waham kebesaran.
Klien mengatakan alasan masuk RSJ karena sakit liver. Masalah
keperawatan: waham somatik.
i. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan
membersihkanalat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh
klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan
setelah minumobat.
j. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
k. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap
bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
l. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi
dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien
dengan waham adalah sebagai berikut:
Effect
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Proses Pikir: Waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
4. Intervensi Keperawatan
Tgl No. Dx. Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
TUK 6 : 6. Setelah 2xinteraksi 6.1 Diskusikan hobi/ aktivitas Mendiskusikan hobi atau
klien: klien yang disukainya. aktivitas yang disukai
Klien dapat
melakukan aktivitas klien merupakan salah
melakukan teknik 6.2 Anjurkan klien memilih
yang konstruktif satu cara untuk
distraksi sebagai dan melakukan aktivitas
sesuai dengan menghentikan
cara menghentikan yang membutuhkan
minatnya yang dapat terpusatnya pikiran klien
pikiran yang terpusat perhatian dan
mengalihkan fokus kepada wahamnya
pada wahamnya. keterampilan fisik.
klien dari wahamnya.
6.3 Ikutsertakan klien dalam
aktivitas fisik yang
membutuhkan perhatian
sebagai pengisi waktu
luang.
TUK 7 : 7.1 Setelah 2x interaksi 7.1 Diskusikan pentingnya Keluarga merupakan orang
keluarga dapat peran serta keluarga terdekat klien dimana
Klien mendapat
menjelaskan sebagai pendukung dukungan dan motivasi
dukungan keluarga.
tentang : untuk mengatasi keluarga dapat
waham. membantu klien untuk
Pengertian
mengatasi wahamnya
waham. 7.2 Diskusikan potensi
Tanda dan keluarga untuk
gejala waham. membantu klien
Penyebab dan mengatsi waham.
akibat waham.
7.3 Jelaskan pada keluarga
Cara merawat
tentang :
klien waham.
7.2 Setelah ….x Pengertian waham.
interaksi keluarga Tanda dan gejala
dapat waham.
mempraktekan Penyebab dan akibat
cara merawat waham.
klien waham. Cara merawat klien
waham.
7.4 Latih keluarga cara
merawat klien waham.
TUK 8 : 8.1 Setelah 2 x interaksi 8.1Diskusikan dengan klien Obat merupakan terapi
klien tentang manfaat dan farmakologi, manfaat
Klien dapat
menyebutkan : kerugian tidak minum dari obat yang diberikan
memanfaatkan obat
obat, nama, warna, dosis, untuk membantu
dengan baik. Manfaat minum
cara, efek terapi dan efek menurunkan atau
obat.
samping penggunaan mengatasi waham klien.
Kerugian tidak
obat.
minum obat.
Nama, warna, 8.2 Pantau klien saat
dosis, efek penggunaan obat.
terapi dan efek
Beri pujian jika klien
samping obat.
menggunakan obat
8.2 Setelah 1x interaksi
klien dengan benar.
mendemonstrasikan 8.3 Diskusikan akibat
penggunaan obat berhenti minum obat
dengan benar. tanpa konsultasi dengan
dokter.
8.3 Setelah 1x interaksi
klien menyebutkan Anjurkan klien untuk
akibat berhenti konsultasi kepada
minum obat tanpa dokter/ perawat jika
konsultasi dokter. terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
5. Intervensi Berdasarkan SP
Pasien Keluarga
SP 1. SP 1.
SP 2. SP 2.
SP 3. SP 3.
6. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat
7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien (keliat, dkk 2009). Evaluasi adalah
proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan
khsus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
( triggers factor ).
Stuart & Sundden. 2010. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed.
Ke-5. St Louis: Mosby Year Book.
OLEH
209012447
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
3. Mekanisme Koping
a. Regresi
Regresi adalah kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan
merupakan cirri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan
Penyangkalan merupakan mekanisme koping / pertahanan untuk
mengurangi kesulitan untuk menegakkan diagnosis.
c. Isolasi diri, menarik diri
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada
atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk
melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga
mengandung unsur penipuan diri.
d. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia
menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang
amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh
dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi
yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau
merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat
dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada
dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.
4. Rentang Respon
Rentang respon meliputi respon adaptif dan maladaptif
a. Respon Adaptif
Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di
masyarakat dan individu dalam menyelesaikan masalahnya, dengan
kata lain respon adaptif adalah respon atau masalah yang masih dapat
ditoleransi atau masih dapat diselesaikan oleh kita sendiri dalam batas
yang normal
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif merupakan respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-norma dan
kebudayaan suatu tempat atau dengan kata lain diluar batas individu
tersebut.
Adaptif Maladaptif
- Pola perawatan - Kadang perawatan diri - Tidak melakukan
Keterangan :
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Tgl No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx Keperawatan
Defisit TUM :
Perawatan Klien dapat 2. Setelah …x…… interaksi 3. Bina hubungan saling Pembinaan hubungan saling
Diri. melakukan perawatan klien menunjukkan percaya dengan : percaya merupakan dasar
diri secara mandiri. tanda-tanda percaya pada Beri salam setiap terjadinya komunikasi
perawat : berinteraksi. terbuka sehingga
Wajah cerah, Perkenalkan nama, mempermudah dalam
tersenyum. nama panggilan menggali masalah klien.
TUK 1 :
Mau berkenalan. perawat, dan tujuan
Klien dapat membina
Ada kontak mata. perawat berinteraksi.
hubungan saling
Bersedia Tanyakan dan panggil
percaya.
menceritakan nama kesukaan klien.
perasaan. Tunjukkan sikap empati,
Bersedia jujur dan menepati janji
mengungkapkan setiap kali berinteraksi.
masalahnya. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi klien.
Buat kontrak interaksi
yang jelas.
Dengarkan dengan
empati.
Penuhi kebutuhan dasar
klien.
TUK 4 : 4. Dalam …x interaksi klien 4.1 Bantu klien saat perawatan Membantu klien melakukan
Klien dapat mempraktekan diri : perawatan diri merupakan
melaksanakan perawatan diri dengan Mandi. indicator membantu klien jika
perawatan diri dengan dibantu oleh perawat : Gosok gigi. klien tidak mampu.
bantuan perawat. Mandi. Keramas.
Gosok gigi. Berpakaian.
Keramas. Berhias.
Berpakaian. Gunting kuku.
Berhias.
Gunting kuku. 4.2 Beri pujian setelah klien
selesai melaksanakan
perawatan diri.
TUK 5 : 5. Dalam …x interaksi klien 5.1 Pantau klien dalam Pemantauan perawatan diri
Klien dapat melaksanakan praktek melaksanakan perawatan diri : merupkan cara mengetahui
melaksanakan perawatan diri secara Mandi. klien melakukan perawatan
perawatan secara mandiri : Gosok gigi. diri dengan benar atau tidak
mandiri. Mandi 2x sehari. Keramas.
Gosok gigi sehabis Berpakaian.
makan. Berhias.
Keramas 2x Gunting kuku.
seminggu. 5.2 Beri pujian saat klien
Ganti pakaian 1x melaksanakan perawatan diri
sehari. secara mandiri.
Berhias sehabis
mandi.
Gunting kuku setelah
mulai panjang.
TUK 6 : 6.1 Dalam …x interaksi 6.1 Diskusikan dengan
Klien mendapatkan keluarga menjelaskan keluarga :
dukungan keluarga cara-cara membantu Penyebab klien tidak
untuk meningkatkan klien dalam memenuhi melaksanakan
perawatan diri. kebutuhan perawatan perawatan diri.
dirinya. Tindakan yang telah
6.2 Dalam …x interaksi dilakukan klien selama
keluarga menyiapkan di rumah sakit dalam
sarana perawatan diri menjaga perawatan diri
klien : sabun mandi, dan kemajuan yang
pasta gigi, sikat gigi, telah dialami oleh klien.
sampo, handuk, pakaian Dukungan yang bisa
bersih, sandal dan alat diberikan oleh keluarga
berhias. untuk meningkatkan
6.3 Keluarga mempraktekan kemampuan klien dalam
perawatan diri kepada perawatan diri.
klien. 6.2 Diskusikan dengan
keluarga tentang :
Sarana yang diperlukan
untuk menjaga
perawatan diri klien.
Anjurkan kepada
keluarga menyiapkan
sarana tersebut.
6.3 Diskusikan dengan
keluarga hal-hal yang perlu
dilakukan keluarga dalam
perawatan diri :
Anjurkan keluarga
untuk mempraktekan
perawatan diri (mandi,
gosok gigi, keramas,
ganti baju, berhias dan
gunting kuku).
Ingatkan klien waktu
mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju,
berhias dan gunting
kuku.
Bantu jika klien
mengalami hambatan
dalam perawatan diri.
Berikan pujian atas
keberhasilan klien.
4. Intervensi Berdasarkan SP
Pasien Keluarga
SP 1. SP 1.
1. Mengidentifikasi kebersihan diri, 1. Mengidentifikasi masalah keluarga
berdandan, makan, dan BAB / BAK. dalam merawat pasien dengan
2. Menjelaskan pentingnya kebersihan masalah kebersihan diri, berdandan,
diri. makan, BAB / BAK.
3. Menjelaskan alat dan cara kebersihan 2. Menjelaskan defisit perawatan diri.
diri. 3. Menjelaskan cara merawat kebersihan
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan diri, berdandan, makan, BAB / BAK.
pasien. 4. Memainkan peran cara merawat.
5. Rencana tindak lanjut keluarga /
jadwal keluarga untuk merawat
pasien.
SP 2. SP 2.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1. Mengevaluasi SP 1.
1 ). 2. Latih/simulasi cara untuk merawat
2. Menjelaskan pentingnya berdandan. kebersihan diri dan berdandan
3. Menjelaskan alat dan cara berdandan 3. Latih langsung ke pasien
4. Melatih cara berdandan 4. RTL keluarga
5. Masuk dalam jadwal kegiatan
SP 3. SP 3.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1. Mengevaluasi kemampuan SP 1,2
1 dan 2 ). 2. Latih langsung ke pasien cara makan,
2. Menjelaskan cara dan alat makan yang BAB/BAK
benar. 3. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
3. Melatih cara makan yang benar merawat pasien.
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien.
SP 4. SP 4.
1. Mengevaluasi kemampuan pasien yang 1. Mengevaluasi kemampuan SP 1,2,3
lalu ( SP 1, 2, dan 3 ). 2. Latih langsung ke pasien
2. Melatih cara BAB dan BAK yang 3. RTL keluarga:
benar. a. Follow Up.
3. Masukan dalam jadwal kegiatan harian b. Rujukan.
5. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses
atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon
klien dan tujuan khsus serta umum yang telah ditentukan Direja, 2011).
Hasil yang ingin dicapai pada klien dengan defisit perawatan diri yaitu,
Direktorat Keperawatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. 2010.
Medika.
Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Salemba Medika
Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
OLEH
Adaptasi Maldaptif
7. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme
koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya.
Yosep (2011) Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme
pertahanan ego seperti:
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu
seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan dari
kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
d. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan
apa yang benar-benar dilakukan orang lain.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
1) Terapi Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Jenis obat
psikofarmaka adalah:
a) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa :agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan
gejala-gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita
skizofrenia, mania depresif, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
b) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
gilles de la toureette pada anak-anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa
1-6 mg sehari yang terbagi 6-15 mg untuk keadaan berat.
Kontraindikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan koma,
penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek
samping nya sering mengantuk, kaku, tremor lesu, letih, gelisah.
c) Trihexiphenidyl (TXP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia.
b. Terapi Somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif
dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan
Purwanto, 2009).Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
5) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto,
2009).
6) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan
khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
7) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
8) ECT (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples.Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Tindakan Keperawatan
Penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasanmeliputi
(Videbeck, 2008):
1) Terapi Modalitas
a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua pasien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan
seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film,
atau diskusi informal memberikan pasien kesempatan untuk
membicarakan peristiwa atau isu ketika pasien tenang. Aktivitas
juga melibatkan pasien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan pasien menunjukkan
perhatian perawat yang tulus terhadap pasien dan kesiapan untuk
mendengarkan masalah pikiran serta perasaan pasien. Mengetahui
apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman pasien
(Videbeck, 2008).
b) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi bersama
dalam kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama
dan diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk
membantu yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain.
Peraturan kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua
anggota kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok, pasien
dapat mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping
atau menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari
keterampilan interpersonal yang penting (Videbeck, 2008).
c) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan pasien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah
memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi pasien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional
keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang
maladaptive, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga (Steinglass dalam Videbeck, 2008).
d) Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap,
cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal
antara ahli terapi danpasien .Tujuan dari terapi individu yaitu
memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan
personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha lepas
dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara pasien dan ahli terapi terbina melalui tahap
yang sama dengan tahap hubungan perawat-pasien yaitu introduksi,
kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan
oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain
mendorong upaya mempercepat pasien ke fase kerja sehingga
memperoleh manfaat maksimal yang mungkin dari terapi
(Videbeck, 2008).
d. Hal-hal yang Dapat dilakukan Apabila Mempunyai Keluarga dengan
Risiko Perilaku Kekerasan
1) Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan
minat bakat anggota keluarga yang mengalami perilaku
kekerasansehingga diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku
kekerasan.
2) Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-
pihak terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam
membantu menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan
kekerasan.
3) Mengadakan kontrol khusus dengan perawat /dokter yang dapat
membahas dan melaporkan perkembangan anggota keluarga yang
mengalami risiko pelaku kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara
pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua.
e. Peran Keluarga dalam Penanganan Risiko Perilaku Kekerasan
1) Mencegah terjadinya perilaku amuk :
a) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota
keluarga
b) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota
keluarga yang berada dalam kesulitan
c) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
d) Menjalin keterbukaan
e) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
f) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha
memperbaiki kekurangan tersebut
g) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan
pada anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk
membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
h) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum
obat anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan
tentang pentingnya minum obat dalam mempercepat
penyembuhan.
i) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan
yang telah dilatih di rumah sakit.
j) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan pasien untuk
mengendalikan marah.
k) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota
keluarga risiko pelaku kekerasan.
l) keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir
kesempatan melakukan perilaku kekerasan
2) Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan pasien :
a) Menarik nafas dalam
b) Memukul-mukul bantal
c) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan pasien mengucapkan
apa yang tidak disukai pasien
d) Melakukan kegiatan keagamaan seperti sembahyang.
e) Mendampingi pasien dalam minum obat secara teratur.
3) Bila pasien dalam Perilaku Kekerasan
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu
membawa pasien ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa
usahakan dan utamakan keselamatan diri pasien dan penolong.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Risiko Perilaku
Kekerasan
1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa factor
presipitasi, penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pekerjaan, pendidikan, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian,
No Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari,
dependen.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah,
PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan,
tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut: Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang mudah
rontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.
2) Kepala: Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu, kebersihan.
3) Mata: Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah
4) Hidung: Lihat kebersihan hidung, membran mukosa
5) Mulut: Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya, kebersihan
6) Gigi: Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi
7) Telinga: Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi
8) Kulit: Lihat kebersihan, adakah lesi, warna kulit, teksturnya,
pertumbuhan bulu.
9) Genetalia: Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang uretra,
keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang dikeluarkan
e. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
f. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh
yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan
ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3) Hubungan social
Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan beribadah.
g. Status mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan
dan kurang berharga dalam hidup.
h. Kebutuhan persiapan pulang
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
i. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya
pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
j. Masalah psikososial dan lingkungan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap
masalah yang dimilki klien, beri uraian spesifik, singkat dan jelas.
k. Pengetahuan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap
item yang dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah.
l. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy Psikofarmaka, ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
2. Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan
Data Subjetif : Risiko Perilaku Kekerasan
- Pasien mengatakan pernah
melakukan tindak kekerasan
- Pasien mengatakan sering
merasa marah
- Suara keras dan bicara ketus
- Nada suara tinggi
Data Objektif
Data Objektif
- Distorsi sensori.
- Respon tidak sesuai.
- Sikap seolah melihat,
mendengar, mengecap, meraba,
dan mencium sesuatu.
- Menyendiri.
- Melamun.
- Konsentrasi buruk.
- Disorientasi waktu, tempat,
orang, atau situasi.
- Curiga.
- Melihat ke satu arah.
- Mondar-mandir.
- Bicara sendiri.
Data Subjektif Perilaku Kekerasan
- Mengancam
- Mengumpat dengan kata-kata
kasar
- Suara keras
- Bicara ketus
Data Objektif
3. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan Effect
Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku
kekerasan yaitu :
a. Risiko Perilaku Kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi.
c. Perilaku kekerasan
4. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
5. Intervensi
Pasien Keluarga
SP 1. SP 1.
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan 1. Mengidentifikasi masalah yang
gejala serta akibat perilaku kekerasan. dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Melatih cara fisik 1 dan 2 : tarik nafas 2. Menjelaskan tentang perilaku
dalam dan memukul bantal kekerasan :
3. Memasukan dalam jadwal harian pasien. a. Penyebab.
b. Akibat.
c. Cara merawat.
3. Melatih cara merawat perilaku kekerasan
4. Latih/ simulasi 2 cara merawat
5. RTL keluarga / jadwal untuk merawat
pasien.
SP 2. SP 2.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 ). 1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP
2. Latih patuh obat 1 ).
3. Memasukan dalam jadwal harian pasien. 2. Latih langsung ke pasien
3, RTL keluarga: follow up dan rujukan
SP 3. SP 3.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 1. Mengevaluasi SP 1 dan SP 2.
dan SP 2 ). 2. Latih/simulasi 2 cara lain untuk merawat
2. Melatih secara sosial / verbal. 3. Latih langsung ke pasien
3. Memasukan dalam jadwal harian pasien. 4. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat pasien.
SP 4. SP 4.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1, 2 1. Mengevaluasi SP 1, 2, & 3.
& 3 ). 2. Melatih langsung ke pasien.
2.Melatih secara spiritual. 3. RTL keluarga.
a. Berdoa. a. Follow Up.
b. Sembahyang. b. Rujukan.
3. Memasukan dalam jadwal harian pasien.
7. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
8. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif
yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khsus serta umum
yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola
pikir:
S: Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada klien tentang tindakan
yang telah dilakukan.
O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan,
atau menanyakan kembali apa yang telah dilaksanakan atau memberi umpan balik
sesuai dengan hasil observasi.
A: Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masaah baru atau ada data kontra indikasi
dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Keliat, B. A. 2010. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, Budu Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta
Oleh:
Anak Agung Istri Siska Noviyanti Dewi
209012447
✘ Ya
Tidak
2. Pengobatan sebelumnya
Berhasil
✘ Kurang berhasil
Tidak berhasil
Jelaskan : Pasien pernah sembuh dan sempat pulang dari RSJ dan ada
perubahan tetapi tidak sepenuhnya.
3. a. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
Ya
✘ Tidak
Narkotika
Penyalahgunaan Psikotropika
Dll
c. Riwayat trauma
Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik
Aniaya seksual
Penolakan
Tindakan criminal
Usaha bunuh diri
Naik
Turun
TB: 165cm
Tidak ada peningkatan maupun penurunan berat badan
4. Keluhan fisik
Nyeri
Ya: PQRST Tidak: tidak ada nyeri
Keluhan lain
G. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan gambar :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
: Tinggal 1 rumah
: Hubungan dekat
Jelaskan:
Dari keterangan Ayah pasien, di keluarga tidak ada yang menderita gangguan
jiwa selain pasien. Pasien 3 bersaudara, 2 laki-laki dan 1 perempuan dan
pasien merupakan anak pertama dan belum menikah. Pasien satu rumah
dengan Ayah, Ibu, dan adik laki-lakinya, untuk adik perempuannya sudah
menikah.
Dalam keluarga, pasien biasa melakukan komunikasi dengan keluarganya
yang lain. Pengambilan keputusan dalam keluarga diambil oleh Ayahnya,
klien di asuh oleh orangtuanya.
Masalah/Diagnosa Keperawatan:
a. Citra tubuh
Pasien mengatakan puas, selalu merasa percaya diri dan menerima seluruh
bentuk dan anggota tubuhnya.
b. Identitas
Pasien tau dan dapat menyebutkan namanya, identitas dirinya dengan baik,
dan pasien mengatakan puas sebagai seorang laki-laki.
c. Peran
Pasien mengatakan puas dengan perannya sebagai seorang anak.
d. Ideal diri
Pasien mengatakan ada harapan untuk sembuh dan berubah menjadi lebih
baik.
e. Hargadiri
Tidak ada hambatan pada harga diri pasien, pasien tidak malu pada saat
diajak bicara atau berkomunikasi.
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/ terdekat
Pasien mengatakan sangat dekat dengan Ayah dan Ibunya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Tidak ada
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien beragama hindu.
b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan selalu rutin melakukan persembahyangan.
Masalah /Diagnosa Keperawatan: Tidak ditemukan masalah
H. STATUS MENTAL
1. Penampilan
✘ Tidak Rapi
□ Gagap
□ Apatis
□ Lambat
□ Membisu
□ Tidak mampu memulai pembicaraan
□ Lain-lain….
Jelaskan : pasien berbicara keras sambil berteriak-teriak dan kasar
Masalah / Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan
3. Aktifitas motorik/ Psikomotor
a. Kelambatan
□ Hipokinesia, hipoaktifitas
□ Katalepsi
□ Sub stupor katatonik
□ Fleksibilitas serea
b. Peningkatan
□ Hiperkinesia, hiperaktifitas □ Command automatism
□Gagap □ Grimace
□ Stereotipi □Otomatisma
✘ Labil
□ Ambivalensi
Jelaskan : afek pasien masih labil dan tampak gelisah
Masalah / Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan
2) Emosi
□ Merasa kesepian
□ Apatis
✘ Marah
□ Anhedonia
□ Eforia
□ Cemas (ringan, sedang, berat)
□ Sedih
□ Depresi
□ Keinginan bunuh diri
Jelaskan : pasien tampak marah dengan awalnya pasien mengamuk,
kemudian kontak mata tajam, memukul meja
Masalah / Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan
5. Interaksi selama wawancara
□ Bermusuhan
□ Tidak kooperatif
□ Mudah tersinggung
□ Kontak mata kurang
□ Defensif
□ Curiga
Masalah / Diagnosa Keperawatan: Tidak ditemukan masalah
6. Persepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien:
‐ Apakah anda sering mendengar suara saat tidak ada orang atau saat tidak
ada orang yang berbicara?
‐ Atau: Apakah anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda lihat?
‐ JikaYa,
‐ Apakah itu benar-benar suara yang datang dari luar kepala anda atau
dalam pikiran anda?
‐ Apa yang dikatakan oleh suara itu?
‐ Berikan contoh apa yang anda dengar hari ini atau kemarin?
Halusinasi
□ Pendengaran □ Histerik
□ Penglihatan □ Hipnogogik
□ Perabaan □ Hipnopompik
□ Pengecapan □ Perintah
□ Penciuman □ Seksual
□ Kinestetik
□ Visceral
Pasien tidak mengalami halusinasi
Ilusi
□ Ada
✘ Tidak ada
Depersonalisasi
□ Ada
✘ Tidak ada
Derealisasi
□ Ada
✘ Tidak ada
ArusPikir
□ Koheren □ Bicaracepat
□ Inkoheren □ Irrelevansi
□ Sirkumstansial □ Main kata-kata
□ Neologisme □ Blocking
□ Tangensial □ Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
□ Logorea □ Afasia
□ Kehilangan asosiasi □ Asosiasibunyi
□ Bicaralambat
□ Flight of idea
Isi Pikir
□ Obsesif □ Pesimisme
□ Ekstasi □ Pikiran magis
□ Fantasi □ Pikiran curiga
□ Alienasi □ Fobia
□ Pikiran bunuh diri □ Waham:
□ Preokupasi □ Agama
□ Pikiran isolasi sosial □ Somatik/hipokondria
□ Ide yang terkait □ Kebesaran
□ Pikiran rendah diri □ Kejar / curiga
□ Sisipikir □ Nihilistik
□ Siarpikir □ Dosa
□ Kontrol pikir
□ Gangguan proses pikir
□ Lain-lain……
Masalah / Diagnosa Keperawatan: Tidak ditemukan masalah
8. Kesadaran
□ Menurun:
✘ Composmentis
□ Spor
□ Apatis / sedasi
□ Subkoma
□ Somnolensia
□ Koma
□ Meninggi
□ Hipnosa
□ Disosiasi
□ Gangguan perhatian
Masalah / Diagnosa Keperawatan: Tidak ditemukan masalah
9. Orientasi
□ Waktu
□ Tempat
□ Orang
Masalah / Diagnosa Keperawatan: Tidak ditemukan masalah
10. Memori
✘ Mandiri
Bantuan minimal
Bantuan total
Jelaskan: Pasien dapat makan dan minum sendiri dengan car yang benar dan
tidak berantakan.
Masalah/DiagnosaKeperawatan : Tidak ditemukan masalah
2. BAB/BAK
✘ Mandiri
Bantuan minimal
Bantuan total
Mandiri
✘ Bantuan minimal
Bantuan total
Jelaskan : Pasien jarang mau mandi dan malas, sehingga harus dibujuk
oleh perawat agar pasien mau mandi sehingga penampilan pasien sering kotor.
Masalah/DiagnosaKeperawatan: Defisit Perawatan Diri.
4. Sikatgigi
✘ Mandiri
Bantuan minimal
Bantuan total
✘ Mandiri
Bantuan minimal
Bantuan total
Bantuan minimal
Bantuan total
✘ Bantuan minimal
Bantuan total
Jelaskan :
Bantuan obat minimal untuk membantu pasien mengontrol dorongan
melakukan kekerasan atau perasaan marah dan amukan pasien.
Masalah/DiagnosaKeperawatan : Tidak ditemukan masalah.
9. PemeliharaanKesehatan
Ya Tidak
✘
PerawatanLanjutan
Sisitem pendukung
Terapis
Teman sejawat
Kelompok social
Jelaskan : Agar tercapainya pengobatan yang berhasil.
Masalah/Diagnosa Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
10. Aktifitas dalam rumah
Ya Tidak
✘
Mempersiapkan makanan
✘
Menjaga kerapihan rumah
✘
Mencuci pakaian
✘
Pengaturan keuangan
Jelaskan :
Masalah/Diagnosa Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
11. Aktifitas diluar rumah
Ya Tidak
✘
Belanja
✘
Transportasi
✘
Lain-lain
Jelaskan :
Masalah/Diagnosa Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
J. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Bekerja berlebihan
✘ Teknik relaksasi
✘ Menciderai diri
✘ Olah raga Lain-lain
Lain-lain
Jelaskan Sesuai data focus: perilaku adaptif pasien biasanya dapat bicara dengan
orang lain, dan sering menggunakan teknik relaksasi dan juga olahraga. Perilaku
maladaptif pasien biasanya bereaksi berlebihan seperti mengancam, berbicara
teriak-teriak, memukul meja, mengamuk serta menciderai diri.
Masalah/Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan.
L. ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang
kurang tentang suatu hal?
Penyakit/gangguan jiwa
Sistem pendukung
Faktor presipitasi
Mekanisme koping
Penyakit fisik
Obat-obatan
Lain-lain
Jelaskan :
Masalah/DiagnosaKeperawatan : Tidak ditemukan masalah.
M. ASPEK MEDIS
Diagnosis medic : -
Terapi medik :-
Resiko TUM : Setelah diberikan tindakan 7. Beri salam /panggil nama klien Hubungan saling
perilaku Klien tidak melakukan keperawatan … x … menit 8. Sebutkan nama perawat sambil percaya merupakan
kekerasan tindakan kekerasan diharapkan: jabat tangan landasan utama untuk
9.3 Klien mau membalas salam 9. Jelaskan maksud hubungan hubungan selanjutnya.
TUK 1 : 9.4 Klien mau menjabat tangan interaksi
Klien dapat membina 9.5 Klien mau menyebutkan 10. Jelaskan tentang kontrak
hubungan saling nama yang akan dibuat
percaya 9.6 Klien mau tersenyum 11. Beri rasa aman dan sikap
9.7 Klien mau kontak mata empati
9.8 Klien mengetahui nama 12. Lakukan kontak singkat tapi
perawat sering
9.9 Menyediakan waktu untuk
kontrak
TUK 2 : Setelah diberikan tindakan 3. Beri kesempatan untuk Beri kesempatan untuk
Klien dapat keperawatan … x … menit mengungkapkan perasaannya mengungkapkan
mengidentifikasikan diharapkan: 4. Bantu klien untuk perasaannya dapat
penyebab perilaku mengungkapkan jengkel/kesal membantu mengurangi
1. Klien dapat
kekerasan stress dan penyebab
mengungkapkan
perasaan jengkel/kesal
perasaanya.
dapat diketahui.
2. Klien dapat
mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, dari
lingkungan/orang lain).
TUK 3 : Setelah diberikan tindakan 4. Anjurkan klien mengungkapkan 1. Untuk mengetahui
Klien dapat keperawatan … x … menit apa yang dialami saat hal yang dialami
mengidentifikasikan diharapkan: marah/jengkel dan dirasa saat
tanda-tanda perilaku 5. Observasi tanda perilaku jengkel
1. Klien dapat
kekerasan kekerasan pada klien 2. Untuk mengetahui
mengungkapkan perasaan
Simpulkan bersama klien tanda- tanda-tanda klien
saat marah/jengkel
tanda jengkel/kesal yang dialami jengkel/ kesal
2. Klien dapat
klien 3. Menarik
menyimpulkan tanda-
kesimpulan
tanda jengkel/kesal yang
bersama klien
dialami
supaya klien
mengetahui secara
garis besar tanda-
tanda marah/kesal.
TUK 4 : Setelah diberikan tindakan 4. Anjurkan klien untuk 1. Mengeksplorasi
Klien dapat keperawatan … x … menit mengungkapkan perilaku perasaan klien
mengidentifikasi diharapkan : kekerasan yang biasa dilakukan terhadap perilaku
perilaku kekerasan yang 1. Klien dapat klien kekerasan yang
biasa dilakukan mengungkapkan perilaku 5. Bantu klien bermain peran sesuai biasa dilakukan
kekerasan yang biasa dengan perilaku kekerasan yang 2. Untuk mengetahui
dilakukan biasa dilakukan perilaku kekerasan
2. Klien dapat bermain peran Bicarakan dengan klien apakah yang biasa
dengan perilaku kekerasan cara yang klien lakukan dilakukan dan
yang biasa dilakukan masalahnya selesai? dengan bantuan
3. Klien dapat mengetahui perawat bisa
cara yang biasa dapat membedakan
menyesuaikan masalah atau perilaku kontrustif
tidak dan destruktif
3. Dapat membantu
klien dapat
menemukan cara
yang dapat
menyelesaikan
masalah
TUK 5 : Setelah diberikan tindakan 3. Bicarakan akibat / kerugian 1. Membantu klien
Klien dapat keperawatan … x … menit dari cara yang dilakukan klien untuk menilai
mengidentifikasi akibat diharapkan klien dapat 4. Bersama klien menyimpulkan perilaku kekerasan
menjelaskan akibat dari cara yang
perilaku kekerasan cara yang digunakan oleh klien yang dilakunnya
digunakan klien
2. Dengan mengetahui
akibat perilaku
kekerasan
diharapkan klien
dapat merubah
perilaku destruktif
yang dilakukannya
menjadi perilaku
yang konstruktif
TUK 6 : Setelah diberikan tindakan 4. Tanyakan pada klien “apakah 1. Agar klien dapat
Klien dapat keperawatan … x … menit ia ingin mempelajari cara baru mempelajari cara
mengindentifikasi cara diharapkan klieN dapat yang sehat ?” yang lain yang
kontruktif dalam melakukan cara berespon 5. Berikan pujian jika klien konstruktif
merespon terhadap terhadap kemarahan secara mengetahui cara lain yang 2. Dengan
kemarahan kontrustif sehat mengidentifikasi
6. Diskusikan dengan klien cara cara yang
lain yang sehat konstruktif dalam
e. Secara fisik : tarik nafas dalam merespon terhadap
jika sedang kesal/memukul kemarahan dapat
bantal/kasur atau olah raga/ membantu klien
pekerjaan yang memerlukan menemukan cara
tenaga. yang baik untuk
f. Secara verbal : katakana bahwa mengurangi
anda sedang kejengkelan
kesal/tersinggung/jengkel (saya sehingga klien
kesal anda berkata seperti itu ; tidak stress lagi.
saya marah karena anda tidak 3. Reinforcement
memenuhi keinginan saya) positif dapat
g. Secara sosial : lakukan dalam memotivasi klien
kelompok cara-cara marah dalam
yang sehat ; latihan asentif. meningkatkan
Latihan manajemen perilaku harga dirinya
kekerasan 4. Berdiskusi dengan
Secara spiritual : anjurkan klien untuk
klien sembahyang, berdoa/ memilih cara yang
ibadah lain; meminta pada lain sesuai dengan
Tuhan untuk diberi kesabaran, kemampuan klien/
mengadu pada Tuhan
kekerasan /kejengkelan
TUK 7 : Setelah diberikan tindakan 6. Bantu klien memilih cara yang 1. Memberi simulasi
Klien dapat keperawatan … x … menit paling tepat untuk klien kepada klien untuk
mendemonstrasikan diharapkan klien dapat 7. Bantu klien mengidentifikasi menilai respon
cara mengontrol mendemonstrasikan cara manfaat cara dipilih petrilaku kekerasan
perilaku kekerasan mengontrol perilaku kekerasan 8. Bantu keluarga klien untuk secara tepat.
- Fisik : tarik napas menstimulasi cara tersebut 2. Membantu klien
dalam, olah raga, ( roll play) dalam membuat
menyiram tanaman 9. Berreinforcement positif atau keputusan terhadap
- Verbal : mengatakan keberhasilan klien cara yang telah
secara langsung dengan menstimulasi cara tersebut dipilihnya dengan
tidak menyakiti Anjurkan klien untuk melihat manfaatnya.
- Spiritual : sembahyang, menggunakan cara yang telah 3. Agar klien
berdoa atau ibadah dipelajari saat jengkel/marah mengetahui cara
lainnya marah yang
kontrustif
4. Pujian dapat
meningkatkan
motifasi harga diri
klien
Agar klien dapat
melaksanakan cara
yang telah
dipilihnya jika ia
sedang kesal
Waktu:
“Untuk waktunya besok karena saya dinas pagi, saya akan mengajarkan bapak
cara mengontrol perilaku kekerasan atau rasa marah bapak dengan meminum
obat yang benar jam 08.00 pagi ya bapak, waktunya 15 menit saja.”
Tempat:
“Untuk tempat latihannya bapak mau diamana? Di ruangan atau di taman
bapak?”
“baik bapak besok kita latihan di taman lagi ya. Kalau begitu saya permisi
dulu selamat pagi selamat beristirahat.”