Anda di halaman 1dari 64

3

SUPERVISI
GURU DAN TENDIK
C. SUPERVISI GURU DAN TENDIK
1. Supervisi Guru
Supervisi kepala sekolah kepada guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan secara berkelanjutan di sekolah. Dengan melaksanakan supervisi
secara terprogram dan berkesinambungan akan tercapai layanan proses pembelajaran
bermutu. Pembelajaran yang dipimpin oleh guru yang berkualitas dan didukung oleh
tenaga pendidikan yang baik akan meningkatkan prestasi peserta didik. Guru yang
berkualitas mampu melaksanakan tugas, fungsi, dan peran penting dalam membentuk
generasi bangsa yang mumpuni. Profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus
dan proporsional menurut jabatan fungsional guru melalui Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB). Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru
dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan Penilaian Kinerja Guru
(PK Guru) yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua
jenjang pendidikan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus memastikan bahwa semua guru
dan tenaga kependidikan mendapat pelayanan supervisi. Setiap guru dan tenaga
kependidikan harus mendapatkan layanan yang sama tanpa membedakan suku, agama,
ras, golongan, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan yang berkebutuhan khusus.
Layanan yang sama tanpa diskriminasi juga harus diberikan kepada para peserta didik
dalam proses pembelajaran dengan memperhatikan undang- undang perlindungan anak.
Undang-undang perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat, martabat, kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,
sejahtera, bahagia, dan bermakna (student wellbeing).
Kepala sekolah akan mampu mewujudkan anak bangsa yang wellbeing harus mampu
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Salah satu tugas kepala
sekolah yaitu supervisi guru dan tenaga kependidikan. Berikut rincian Ekuivalensi Beban
Kerja Kepala Sekolah yang berkaitan dengan tugas supervise guru dan tendik.
Tabel Beban Kerja Kepala Sekolah (Tugas Supervisi Guru dan Tendik)

NO TUGAS RINCIAN TUGAS BUKTI FISIK EKUIVALEN


3 Supervisi a. Merencanakan program a. Program Supervisi Memenuhi beban
kepada supervisi guru dan tenaga Guru dan Tenaga kerja 6- 10 jam
Guru dan kependidikan; Kependidikan kerja per minggu
tenaga b. Melaksanakan supervisi b. Laporan yang di dalamnya
Kependi guru; Pelaksanaan dan sudah mencakup
dikan; c. Melaksanakan supervisi Hasil Supervisi Guru; setara dengan 4-6
terhadap tenaga c. Laporan jam Tatap Muka
kependidikan; Pelaksanaan dan per minggu.
d. Menindaklanjuti hasil Hasil Supervisi
supervisi terhadap Guru Tenaga
Kependidikan;
dalam rangka peningkatan d. Laporan Evaluasi
profesionalisme Guru; Pelaksanaan dan
e. Melaksanakan Evaluasi Hasil Supervisi
Supervisi Guru dan Tenaga
Tenaga Kependidikan; dan Kependidikan.
f. merencanakan dan
menindaklanjuti hasil
evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan tugas
supervisi kepada Guru dan
tenaga kependidikan.

(Sumber: Lampiran 2 Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan


Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah)

1. Supervisi Guru

a. Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan Sepervisi Guru


Pada dasarnya terhadap hubungan hirarkis antara antara kegiatan pemantauan,
supervisi dan pelaporan. Hasil pemantauan dan supervisi pemantauan itu tampil
dalam wujud data berupa kondisi riil, kenyataan yang sebenarnya, dan fakta
otentik, biasanya dapat berupa catatan, rekaman, dan dokumentasi. Untuk
mendapatkannya dilakukan dengan berbagai cara atau teknik. Tentu saja cara
dan teknik itu memerlukan instrumen pemantauan. Instrumen itu pada hakikatnya
adalah instrumen pengumpulan data, informasi, dan fakta tentang kondisi riil dari
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran.
Langkah-langkah dalam mempersiapkan kegiatan supervisi, yang perlu
diperhatikan oleh kepala sekolah antara lain adalah penyusunan program dan
jadwal pelaksanaan kegiatan supervisi.
1) Penyusunan Rencana Program Supervisi
Perlu diperhatikan bahwa untuk melihat keterukuran kegiatan supervisi Kepala
Sekolah harus melakukan penyusunan rencana program supervisi, salah satu
contoh pada Lampiran 1 dapat diadaptasi dan dikembangkan lebih lanjut oleh
kepala sekolah. Berikut ini adalah beberapa hal dan pendukung yang perlu
dipersiapkan kaitannya dengan program supervisi, yakni berikut.
a) Hasil pelaporan supervisi tahun ajaran yang lalu.
b) Data lengkap guru yang akan disupervisi.
c) Administrasi pembelajaran guru ( Prota,RPP, Bahan Ajar, Buku Nilai, dsb).
d) Instrumen yang akan digunakan (Kepala Sekolah/Supervisor dapat
menggunakan instrumen yang sudah disiapkan atau dapat pula
mengembangkan/mengadaptasi instrumen sesuai kebutuhannya berupa
inventori atau skala)
e) Menyusun jadwal supervise guru seperti contoh di bawah ini

Tabel. Jadwal Kegiatan Supervisi Guru Tahun ……..


2) Pelaksanaan Supervisi
Mengacu pada hasil pemantauan kesiapan guru baik secara administrasi dan
sikap pisik/pskilogis maka disepakati bersama antara kepala sekolah selaku
supervisor dengan guru yang akan disupervisi penetapan jadwal supervis,
(contoh instrumen pemantauan kelengkapan perangkat pembelajaran lihat
Lampiran 2). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
supervisi sebagai berikut.
a) Memperhatikan kesiapan guru yang akan disupervisi.
b) Menetapkan Instrumen supervisi ( contoh lihat Lampiran 3)
c) Hindari pemberian nilai/kategori, disarankan merekam secara desskripsi
semua kegiatan pembelajaran selama proses pengamatan berlangsung.
d) Temukan permasalahan untuk perbaikan dan peningkatan mutu
pembelajaran.
e) Tidak mengambil alih tugas guru dalam proses pembelajaran.
f) Disarankan untuk tidak melakukan supervisi (memaksakan kehendak)
apabila guru yang akan disupervisi belum memiliki kesiapan, karena tidak
akan diperoleh hasil pembinanan yang diharapkan.
g) Lakukan dialog professional pasca pengamatan untuk menentukan cara
perbaikan pada kekurangan guru.
h) Lakukan evaluasi dan tindak lanjut, perilaku apa yang akan diberikan
untuk supervisi lanjutan ( jika ada dan diperlukan).
i) Membuat rekapitulasi hasil supervisi yang berfungsi untuk memudahkan
menyusun pelaporan dan tindak lanjut.

b. Laporan Hasil Supervisi


Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran
disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut pengembangan
keprofesionalan pendidik secara berkelanjutan. Pelaporan supervisi guru adalah
reprensetasi semua kegiatan supervisi selama kurun waktu tertentu semester
atau tahunan.
Kebermaknaan dan keterukuran hasil pelaporan supervisi guru akan
mencerminkan profil mutu guru dan sebagai penanda baik/buruknya mutu
pembelajaran. Laporan sederhana hasil supervisi akademik sedikit-dikitnya
memuat (1) Pendahuluan/Latar Belakang, (2) Hasil Supervisi, dan (3)
Kesimpulan/Penutup.
Berikut adalah salah satu contoh sistematika laporan supervisi guru yang lengkap
meliputi berikut.
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Kerangka Pikir
Bab III. Pendekatan dan Metode
Bab IV. Hasil Supervisi
Bab V. Kesimpulan/Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran- lampiran ( Rekaman Hasil Supervisi)

c. Tindak Lanjut Supervisi


Kegiatan akhir pengawasan proses adalah tindak lanjut yakni melakukan analisis
hasil pelaporan supervisi guru yang memuat peta mutu guru hasil supervisi guru
guna memberikan rekomendasi terkait peningkatan mutu. Dalam kegiatan
melaksanakan tindak lanjut hasil supervisi dilakukan sebagaimana tercantum
dalam Permendikbud Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses yang meliputi berikut.
1) Penguatan dan penghargaan pada pendidik yang kinerjanya memenuhi
atau melampuai standar.
2) Pemberian kesempatan kepada pendidik untuk mengikuti program
pengembangan keprofesian berkelanjutan.

Ruang lingkup tindak lanjut hasil supervisi meliputi:


1) Pelaksanaan KTSP
2) Persiapan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran oleh pendidik.
3) Pencapaian standar kompetensi lulusan, standar proses, standar Isi, dan
peraturan pelaksanaannya.
4) Peningkatan mutu pembelajaran melalui pengembangan aspek-aspek
sebagai berikut:
a) model kegiatan pembelajaran yang mengacu pada standar proses;
b) peran serta peserta didik dalam proses pembelajaran secara aktif, kreatif,
demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis;
c) pembentuk karakter, pola pikir dan kebebasan berpikir peserta didik
sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang kreatif dan
inovatif, berargumentasi, mempertanyakan, mengkaji, menemukan, dan
memprediksi;
d) keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar yang dilakukan
secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman
konsep, tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh pendidik; dan
e) bertanggung jawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran
untuk setiap mata pelajaran yang diampunya agar siswa mampu:
• meningkat rasa ingin tahunya;
• mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan
pendidikan;
• memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari
sumber informasi;
• mengolah informasi menjadi pengetahuan;
• menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah;
• mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain; dan
• mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang
wajar.

Cara-cara melaksanakan tindak lanjut hasil supervisi akademik sebagai


berikut.
• Mengkaji rangkuman hasil penilaian.
• Apabila ternyata tujuan supervisi akademik dan standar-standar
pembelajaran belum tercapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian
ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap pendidik yang
menjadi tujuan pembinaan.
• Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapai maka mulailah
merancang kembali program supervisi akademik pendidik untuk masa
berikutnya.
• Membuat rencana aksi supervisi akademik berikutnya.
• Mengimplementasikan rencana aksi tersebut pada masa berikutnya.
Lampiran-lampiran
1. Contoh Format Program Supervisi Guru
2. Contoh Format Penilaian Kelengkapan Perangkat Pembelajaran
3. Contoh Instrumen Observasi Kelas Kegiatan Pembelajaran (Perilakau Guru dan
Siswa)
4. Contoh Hasil Rekaman Supervisi Guru
2. Supervisi Tendik

a. Konsep Supervisi Tenaga Kependidikan


Supervisi adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam
rangka membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu
dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Makna supervisi
berdasarkan asal kata nya menurut Ametembun (1993) dalam Direktorat Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2008) adalah bahwa seorang
supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi,
tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah ditujukan untuk memberikan pelayanan
kepada guru dan tenaga kependidikan dalam melakukan pengelolaan kelembagaan
secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan.
Supervisi ditujukan pada dua aspek, yakni manajerial dan akademik. Supervisi
manajerial (tenaga kependidikan) menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan,
dan pembimbingan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang
berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. Sementara
supervisi akademik menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan, dan
pembimbingan pengawas sekolah terhadap kegiatan akademik, berupa pembelajaran
baik di dalam maupun di luar kelas.
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. (UU No. 20 tahun 2003 psl
1, BAB 1 Ketentuan Umum). Tenaga Kependidikan merupakan tenaga yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan. (UU No.20 THN 2003, PSL 39 (1). Adapun jenis tenaga kependidikan
yang dimaksud dalam bahan pembelajaran ini meliputi: Tenaga Administrasi
Sekolah/TAS (kepala TAS, pelaksana urusan, tenaga layanan khusus), Tenaga
perpustakaan (Kepala Perpustakaan, tenaga perpustakaan), dan Tenaga
laboratorium (Kepala laboratorium, teknisi laboratorium, laboran). Supervisi Tenaga
Kependidikan adalah supervisi yang di laksanakan oleh kepala sekolah kepada
tenaga kependidikan yang terkait dengan pengelolaan dan administrasi pendidikan
sehingga akan menunjang proses pendidikan di sekolah.

b. Prinsip Supervisi Tendik


Pelaksanaan supervisi tenaga kependidikan oleh supervisor (kepala sekolah)
hendaknya dilakukan secara professional sesuai kaidah-kaidah ilmiah. Pelaksanaan
supervisi tenaga kependidikan dapat berjalan secara efektif apabila didukung oleh
pemahaman dan penguasaan prinsip-prinsip supervisi tenaga kependidikan. Diantara
prinsip-prinsip yang berdampak positif dalam melaksanakan supervisi antara lain:
1) Supervisor menjauhkan diri dari sifat otoriter
Dalam melaksanakan supervisi tendik hendaknya kepala sekolah sebagai
supervisor tidak bersifat otoriter. Ciri-ciri supervisor otoriter, antara lain: 1)
menganggap tendik sebagai bawahan, 2) menjadi penguasa tunggal, 3)
mengabaikan peraturan yang berlaku, 4) mengabaikan dasar permusyawaratan,
dan selalu berdasarkan keputusan sendiri, 5) mempertahankan kedudukan
dengan berbagai cara, 6) menjalankan manajemen tertutup, 7) menutup
komunikasi dengan dunia luar, 8) penyelesaian masalah dilakukan dengan
kekerasan dan paksaan, 9) prinsip dogmatis dan banyak berlaku doktrin, 10)
mengabaikan perlindungan hak asasi manusia, 11) mengabaikan fungsi kontrol
terhadap administrasi, dan 12) melakukan intervensi ke seluruh bidang.
Dampak dari sikap otoriter dapat mempermainkan perasaan bawahan dan
membuat mereka merasa salah dan malu karena bertindak menggunakan
kekuasaan dan kedudukannya. Sebaiknya pelaksanaan supervisi tendik bersifat
demokratis yaitu memberikan wewenang secara luas kepada tenaga
kependidikan dan tidak mendominasi pelaksanaan supervisi. Namun supervisi
dikembangkan dengan sikap keterbukaan, partisipatif dan kooperatif. Supervisor
demokratis lahir dalam gaya kepemimpinan kepala sekolah demokratis.
2) Supervisor mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis
Hubungan kemanusiaan yang harmonis dapat diciptakan oleh supervisor melalui
keterbukaan, kesetiakawanan dan bersifat informal sehingga mampu
meminimalisir terjadinya tindakan yang merugikan dan akhirnya dapat
menggagalkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Keharmonisan dapat
diciptakan dengan rasa saling menghargai, saling menghormati peran dari
masing-masing pihak serta berusaha mengedepankan komunikasi dan dialog.
Prinsip ini mampu menyelesaikan berbagai persoalan supervisi tendik dengan
damai dan kondusif.
3) Supervisi tenaga kependidikan dilakukan secara berkesinambungan
Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika
ada kesempatan, melainkan dilakukan secara bertahap, terencana dan
berkelanjutan.
4) Program supervisi terintegrasi
Supervisi tendik yang dilaksanakan oleh kepala sekolah harus mampu
mengaitkan antar komponen-komponen standar nasional pendidikan dengan
pengelolaan administrasi sekolah. Dengan memperhatikan manajemen
pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
keterlaksanaan sistem proses belajar yang meliputi administrasi kurikulum,
program ketenagaan, program sarana dan prasarana, program pembiayaan dan
program hubungan dengan masyarakat, sangat mempengaruhi pengembangan
dari kurikulum itu sendiri.
5) Supervisi harus komprehensif
Program supervisi tendik harus mencakup keseluruhan aspek dan komponen
supervisi manajerial yang meliputi administrasi dan operasional sekolah.
6) Supervisi harus konstruktif
Supervisi tendik yang dilakukan kepala sekolah harus konstruktif yang diarahkan
pada peningkatan kinerja tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu
penyelenggaraan sekolah. Prinsip-prinsip konstruktif dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Hubungan antara supervisor dengan tenaga kependidikan adalah hubungan
kolegial yang sederajat dan bersifat interaktif.
b) Diskusi antara supervisor dan tenaga kependidikan bersifat demokratis, baik
pada perencanaan pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak
lanjut.
c) Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi tenaga kependidikan
serta tetap berada di dalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku tenaga
kependidikan dalam menunjukkan kualitas kerja secara optimal. Tenaga
kependidikan didorong untuk menganalisis kebutuhan dan aspirasinya dalam
usaha mengembangkan dirinya.
d) Pengkajian balikan dilakukan berdasarkan data observasi yang cermat yang
didasarkan atas kontrak serta dilaksanakan dengan segera. Dari hasil analisis
balikan itulah ditetapkan rencana selanjutnya.
e) Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab tenaga kependidikan baik pada
tahap perencanaan, pengkajian balikan bahkan pengambilan keputusan dan
tindak lanjut untuk mengembangkan dirinya.
7) Supervisi harus objektif
Program supervisi tendik bersifat obyektif yaitu dilakukan berdasarkan fakta-fakta
permasalahan sekolah. Perencanaan supervisi disusun berdasarkan
permasalahan dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah dan dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dan dinilai berdasarkan pada
fakta-fakta yang diperoleh dalam pelaksanaan supervisi dan dideskripsikan apa
adanya.
c. Ruang Lingkup Supervisi Tenaga Kependidikan
Ruang lingkup supervisi tenaga kependidikan adalah supervisi terhadap tenaga
kependidikan yang dimiliki sekolah antara lain: 1) Tenaga Administasi Sekolah
(Kepala TAS, Pelaksana Urusan, Petugas Layanan Khusus); 2) Tenaga
Perpustakaan (Kepala Perpustakaan, Tenaga Perpustakaan); dan 3) Tenaga
Laboratorium (Kepala Laboratorium, Teknisi Laboratorium, Laboran).
d. Pengembangan Instrumen
Pengembangan instrumen supervisi tenaga kependidikan pada dasarnya bisa
dikembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-
masing tenaga kependidikan (Kepala TAS, Kepala Laboratorium, Kepala Program
Studi, dan Kepala Perpustakaan). Dalam mengembangkan instrumen supervisi
tenaga kependidikan mengacu kepada panduan kerja tenaga administrasi sekolah,
tenaga perpustakaan sekolah, dan tenaga laboratorium sekolah yang terdapat dalam
bahan bacaan. Pada lampiran telah diberikan contoh instrumen tendik, yang
selanjutnya dapat di kembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan kebutuhan
sekolah masing-masing.

e. Langkah-Langkah Kegiatan Supervisi Tendik


1) Perencanaan Supervisi Tendik
Menyusun program supervisi tendik
a) Latar belakang, Landasan hukum, merumuskan tujuan dan indikator
keberhasilan
b) Hasil supervisi tahun sebelumnya
c) Menetapkan sasaran dan jadwal
d) Memilih pendekatan, teknik, dan model supervisi
e) Memilih dan menetapkan instrumen supervisi
f) Menyusun instrument monev
2) Pelaksanaan Supervisi Tendik
a) Kepala sekolah meminta tendik untuk memaparkan hasil kinerjanya.
Pemaparan difokuskan pada komponen-komponen yang terdapat pada
instrument.
b) Kepala Sekolah melakukan pengamatan terhadap bukti-bukti fisik yang
disajikan tendik.
c) Kepala sekolah melakukan konfirmasi dan meminta penjelasan hasil
kinerja Tenaga Kependidikan yang bersangkutan.
d) Kepala sekolah melakukan pencatatan hasil supervisi yang telah
dilaksanakan.
e) Kepala sekolah menyampaikan hasil catatan supervisinya dan
memberikan saran-saran untuk perbaikan kinerja tendik yang
bersangkutan.
3) Tindak Lanjut Hasil Supervisi Tendik
a) Mengumpulkan hasil supervisi tendik
b) Menginventaris item-item komponen yang rendah-rendah
c) Menganalisis hasil supervisi tendik
d) Membuat program perbaikan kinerja tendik
e) Pembinaan umum tentang perbaikan kinerja tendik
f) Melaksanakan program perbaikan kinerja tendik diantaranya:
• In House Training tentang peningkatan kompetensi teknis
masing-masing tendik.
• Konsultasi antara tendik dengan kepala sekolah/supervisor
• Memberi penghargaan (rewards) bagi tendik yang melaksanakan
tugas dengan baik.
g) Menyusun laporan hasil supervisi dan laporan hasil monev.

2. Penilaian Kinerja Guru dan Tendik, SKP, dan PKB

a. Penilaian Kinerja Guru (PKG)


1) Konsep Penilaian Kinerja Guru
Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 mendefinisikan Penilaian Kinerja
Guru adalah penilaian dari setiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka
pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Penilaian ini dilakukan melalui
pengamatan dan pemantauan. Pengamatan adalah suatu proses pengumpulan data
kinerja guru yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap cara kerja guru
pada saat menyampaikan materi pembelajaran atau pembimbingan di kelas kepada
peserta didik. Pengamatan terdiri dari sebelum pengamatan, selama pengamatan dan
setelah pengamatan.
2) Kompetensi yang dinilai dalam PK Guru
Komponen yang dinilai dalam PK Guru difokuskan pada penguasaan 4 (empat)
kompetensi guru, yaitu: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang dikaitkan
dengan pelaksanaan tugas utama guru.
3) Perangkat Pelaksanaan PK Guru
Perangkat yang diperlukan pada proses PK Guru di sekolah meliputi dokumen
sebagai berikut:
a) Pedoman Pengelolaan PK Guru.
b) Instrumen Penilaian Kinerja Guru meliputi:
(1) Instrumen Penilaian Kinerja Guru Klas/Mapel (Lampiran 1).
(2) Instrumen Penilaian Kinerja Guru BK (Lampiran 2).
(3) Instrumen Penilaian Kinerja Guru TIK (Lampiran 3).
(4) Instrumen Penilaian Kinerja Guru PAUD (Lampiran 4).
(5) Instrumen Penilaian Kinerja Guru Pendidikan Khusus (Lampiran
(6) Instrumen Penilaian Kinerja Guru dengan Tugas Tambahan (Lampiran 6).
c) Suplemen Instrumen meliputi:
(1) Suplemen Instrumen Guru Mapel/Klas yang terdiri dari:
(a) Instrumen Penilaian Oleh Teman sejawat. (Lampiran MP1).
(b) Instrumen Penilaian oleh Orangtua. (Lampiran MP2).
(c) Instrumen Penilaian oleh Peserta Didik. (Lampiran MP3).
(2) Suplemen Instrumen Guru BK:
(a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran BK1).
(b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran BK2)
(c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran BK3).
(3) Suplemen Instrumen Guru TIK:
(a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran TIK1).
(b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran TIK2).
(c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran TIK3).
(4) Suplemen Instrumen Guru PAUD meliputi:
(a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran PAUD1).
(b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran PAUD2).
(c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran PAUD3).
(5) Suplemen Instrumen Guru Pendidikan Khusus (PK) meliputi:
(a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran PK1).
(b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran PK2).
(c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran PK3).
(6) Suplemen Instrumen Guru Produktif meliputi:
(a) Instrumen Penilaian Teman Sejawat (Lampiran SMK1).
(b) Instrumen Penilaian Peserta Didik (Lampiran SMK2).
(c) Instrumen Penilaian Orangtua (Lampiran SMK3).
(d) Instrumen Penilaian DU/DI (Lampiran SMK4).
(sumber: Buku 2 Penilaian Kinerja Guru, 2016, semua lampiran tersebut ada
pada Buku 2). Instrumen selengkapnya dilihat pada Lampiran ke-2.

4) Pelaksanaan PK Guru
Pelaksanaan PK Guru terdiri atas 4 (empat) tahapan yaitu persiapan,
pengumpulan fakta dan data, penilaian, dan pelaporan.
a) Persiapan
Tahap persiapan meliputi:
(1) Mempersiapkan dan menetapkan Penilai
(2) Pengenalan Instrumen dan Mekanisme PK Guru,
(3) Perencanaan PK Guru Tahunan
b) Pengumpulan fakta dan data
Pengumpulan fakta dan data untuk PK Guru dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu:
(1) Pemantauan Pelaksanaan PK Guru
(2) Pengamatan Pelaksanaan PK Guru
Pengamatan pelaksanaan PK Guru dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu:
(a) Pengamatan sebelum pelaksanaan PK Guru
(b) Pengamatan selama pelaksanaan PK Guru
(c) Pengamatan setelah pelaksanaan PK Guru
c) Penilaian
Penilaian PK Guru merupakan proses pengukuran terhadap hasil
pelaksanaan PK Guru yang telah dilaksanakan. Penilaian PK Guru
dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:
(1) Mengklasifikasikan fakta dan data sesuai indikator kompetensi;
(2) Membandingkan catatan fakta dan data;
(3) Memberikan skor dan nilai; dan
(4) Meminta persetujuan hasil PK Guru kepada guru yang dinilai.

Mekanisme Pelaksanaan PK Guru dapat digambarkan dalam skema, berikut:


Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan PK GURU (Kemendikbud, 2015)
d) Pelaporan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, yaitu melaksanakan proses
pelaporan hasil-hasil PK Guru secara daring (online) atau off-line. Istilah
daring (online) dan off-line digunakan untuk merujuk pada metode yang
digunakan oleh sekolah untuk melaporkan hasil PK Guru. Semua hasil akhir
penilaian dilaporkan secara daring (online) melalui website yang didesain
khusus yakni www.ekinerja guru.org atau sebagaimana laman yang
ditetapkan. PK Guru dilaksanakan oleh penilai kinerja guru dengan ketentuan
sebagai berikut.
(1) Proses pelaksanaan dilakukan selama 1 (satu) tahun.
(2) PK Guru formatif dilaksanakan pada awal tahun anggaran/ kalender dan
hanya untuk tahun pertama, guru baru, dan guru mutasi.
(3) PK Guru sumatif dilaksanakan 8 (delapan) minggu sebelum akhir tahun
anggaran. Dianjurkan laporan PK Guru sudah diselesaikan pada
pertengahan bulan Desember karena akan dijadikan sebagai bahan
penilaian Capaian Sasaran Kinerja Pegawai (CSKP).
PK Guru dengan masa penilaian 1 (satu) semester diberikan kepada:
(1) Guru yang kekurangan sedikit angka kredit untuk kenaikan pangka/
jabatan.
(2) Guru yang mendapat tugas tambahan (kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, kepala perpustakaan, kepala laboratorium/bengkel, kepala
program keahlian) hanya satu semester.

5) Pengolahan Hasil Penilaian


Muara proses penilaian kinerja guru akan berujung pada penghitungan
perolehan angka kredit, hal ini diperoleh dari formulasi mulai dari jumlah nilai PK
Guru, kehadiran sampai pada hasil angka kredit.

Tabel 1. Perhitungan Pengolahan Penilaian Kinerja


Hasil
No Penilaian Penilaian Proporsi nilai
skala 100
(1) (2) (3) (4) (3)x(4)
1 Atasan (kepala sekolah/pengawas/guru senior) (16) 70% (17)
2 Rerata kuesioner kinerja guru teman sejawat (18) 10% (19)
3 Rerata kuestioner kinerja oleh peserta didik (20) 10% (21)
4 Rerata kuestioner kinerja oleh orang tua (22) 10% (23)
Nilai PKG= Jumlah Nilai (24)
Tidak hadir tanpa keterangan= (a hari) (25)
Persentase nilai PKG dari kehadiran= (26)
100%-(a/46) x 100%
Nilai akhir PKG= (27)
Nilai PKG x persentase nilai PKG dari kehadiran
Sebutan Nilai Persentase Kinerja (NPK) (28) (29)
AK= (AKK – AKPKB - AKP) x JM/JWM x NPK (30)
4

Keterangan:

Nilai kinerja guru diperoleh dari butir-butir indikator dari setiap kompetensi yang ada di
dalam instrumen. Nilai total maksimal untuk guru kelas dan guru mata pelajaran adalah
56, sedangkan nilai total untuk pembimbing (guru BK) adalah 68.
Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala nilai sesuai Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.16
Tahun 2009. Konversi ini dilakukan dengan menggunakan rumus digambarkan
pada gambar 3, sebagai berikut.
Nilai kinerja guru diperoleh dari butir-butir indikator dari setiap kompetensi yang
ada di dalam instrumen. Nilai total maksimal untuk guru kelas dan guru mata
pelajaran adalah 56, sedangkan nilai total untuk pembimbing (guru BK) adalah
68.
Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala nilai sesuai Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
No.16 Tahun 2009. Konversi ini dilakukan dengan menggunakan rumus
digambarkan sebagai berikut.

Nilai PKG
Nilai PKG (skala 100) = ´ 100
Nilai PKG Tertinggi

Gambar 2. Nilai Total PKG

Keterangan:
1) Nilai PKG (skala 100) maksudnya nilai PK Guru Kelas/Mata Pelajaran,
Bimbingan dan Konseling/Konselor atau tugas tambahan yang relevan
dengan fungsi sekolah/madrasah dalam skala 0 - 100 menurut Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 16 Tahun 2009.
2) Nilai PKG adalah nilai PK GURU Kelas/Mata Pelajaran, Bimbingan dan
Konseling/Konselor atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan
dengan fungsi sekolah/madrasah yang diperoleh dalam proses PK Guru
sebelum diubah dalam skala 0 – 100 menurut Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2009.

Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan Permeneg
PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka kreditnya
sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit

Nilai Hasil PK GURU Sebutan Persentase Angka Kredit


91 – 100 Amat baik 125%
76 – 90 Baik 100%
61 – 75 Cukup 75%
51 – 60 Sedang 50%
≤ 50 Kurang 25%

Selanjutnya prosentase sesuai dengan sebutan tersebut dikonversi angka kredit ini
sesuai dengan kebutuhan kenaikan pangkat. Rumus konversi nilai kinerja angka kredit
adalah sebagai berikut:

(AKK - AKPKB - AKP) ´ JM ´ NPK 4


Angka kredit per tahun = JWM

Gambar 3. Cara Menghitung Perolehan Angka Kredit/Tahun

Catatan:
1) AKK adalah angka kredit kumulatif minimal yang dipersyaratkan untuk kenaikan
pangkat.
2) AKPKB adalah angka kredit PKB yang diwajibkan (subunsur pengembangan diri,
karya ilmiah, dan/atau karya inovatif).
3) AKP adalah angka kredit unsur penunjang sesuain ketentuan PermenegPAN dan
RB Nomor 16 Tahun 2009.
4) JM adalah jumlah jam mengajar (tatap muka) guru di sekolah/madrasah atau
jumlah konseli yang dibimbing oleh guru BK/Konselor per tahun.
5) JWM adalah jumlah jam wajib mengajar (24 – 40 jam tatap muka per minggu) bagi
guru pembelajaran atau jumlah konseli (150 – 250 konseli per tahun) yang
dibimbing oleh guru BK/Konselor.
6) NPK adalah persentase angka kredit sebagai hasil penilaian kinerja.
7) 4 adalah waktu rata-rata kenaikan pangkat reguler, (4 tahun).
8) JM/JWM = 1 bagi guru yang mengajar 24-40 jam tatap muka per minggu atau
membimbing 150 – 250 konseli per tahun.
9) JM/JWM = JM/24 bagi guru yang mengajar kurang dari 24 jam tatap muka per
minggu atau JM/150 bagi guru BK/Konselor yang membimbing kurang dari 150
konseli per tahun.

Angka Kredit Komulatif (AKK), Angka Kredit Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan


(AKPKB) dan Angka Kredit Penunjang (AKP) yang dipersyaratkan untuk guru dengan
jenjang/pangkat tertentu ditetapkan berdasar Pasal 18 Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009.
b. Penilaian Kinerja Tenaga Kependidikan
1. Pengertian Penilaian Kinerja Tenaga Kependidikan
Penilaian adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi
data sebagai bahan pengambilan keputusan. Sehubungan dengan itu, setiap
kegiatan penilaian berujung pada pengambilan keputusan. Tenaga
kependidikan merupakan tenaga yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan
(Pasal 39 UU No 20 Tahun 2003). Penilaian kinerja tenaga kependidikan
merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data
yang sesungguhnya dikerjakan oleh tenaga kependidikan.
2. Prosedur Penilaian Kinerja Tendik
Penilaian kinerja tendik dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu: (a)
persiapan, (b) pelaksanaan penilaian, (c) verifikasi, (d) pengolahan hasil, dan
(e) kesimpulan dan rekomendasi. Untuk memperlancar proses penilaian kinerja
tendik tersebut, maka rancangan kegiatan penilaian perlu disusun secara
terprogram dan sistemik sebagaimana alur berikut:

Gambar 4. Alur Prosedur Penilaian Kinerja Tendik


a) Persiapan
Dalam tahap persiapan, hal-hal yang harus dilakukan oleh penilai (kepala
sekolah/ asesor) yang akan dinilai meliputi:
1) Memahami pedoman penilaian masing-masing tendik, terutama
tentang sistem yang diterapkan dan posisi PK tendik dalam kerangka
pembinaan dan pengembangan profesi tendik.
2) Memahami pernyataan kompetensi masing-masing tendik yang telah
dijabarkan dalam bentuk kriteria dan indikator kinerja.
3) Memahami penggunaan instrumen PK masing-masing tendik dan tata
cara penilaian yang akan dilakukan, termasuk cara mencatat semua
hasil pengamatan dan pemantauan, serta mengumpulkan dokumen
dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian.
4) Memberitahukan rencana pelaksanaan PK tendik kepada tendik yang
akan dinilai sekaligus menentukan rentang waktu jadwal
pelaksanaannya.
b) Pelaksanaan Penilaian
Pendekatan dalam pengumpulan data dan informasi dalam
pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa cara agar mendapatkan
penilaian yang objektif yaitu:
1) Pengamatan, dilakukan dengan cara mengamati lingkungan sekitar
tendik bekerja, baik internal maupun eksternal dan mencatat hal yang
positif dan hal yang negatif terkait tugas tendik yang bersangkutan
2) Wawancara, dilakukan dengan mewawancarai sumber-sumber yang
relevan, antara lain kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah,
guru, dan peserta didik dan staf tata usaha yang terkait
3) Dokumen, dilakukan dengan cara menelaah dokumen-dokumen dan
catatan yang ada kaitannya dengan pekerjaan masing-masing tendik
sesuai dengan standar.
c) Petunjuk Penilaian
Dalam menggunakan instrumen PK tendik, kepala sekolah harus
memahami dan memperhatikan petunjuk penilaian yang menjelaskan
tentang:
1) Penilaian kinerja tendik merupakan penilaian berbasis bukti
2) Bukti-bukti dapat berupa data, dokumen, perilaku dan lain-lain yang
dapat
• diidentifikasi oleh penilaian melalui pengkajian, pengamatan,
dan penggalian
• informasi dari pihak-pihak yang terkait
3) Penilai harus mencatat semua bukti yang teridentifikasi pada tempat
yang disediakan pada masing-masing kriteria penilaian. Bukti-bukti
yang dimaksud dapat berupa:
• Bukti yang teramati (tangible evidences) seperti: Dokumen-
dokumen tertulis,
• Kondisi sarana/prasarana (hardware dan/atau software), foto,
gambar, slide, video.
• Bukti yang tak teramati (intangible evidences) seperti, sikap dan
perilaku tendik
4) Penilaian dilakukan dengan cara memberikan skor pada masing-
masing indikator berdasarkan kelengkapan dan keabsahan bukti yang
relevan dan teridentifikasi.
5) Skor penilaian teknis/manajerial dinyatakan dengan angka 4, 3, 2, atau
1 dengan ketentuan sebagai berikut:
• Skor 4, diberikan apabila tenaga kependidikan melakukan
semua secara konsisten/selalu semua yang dituntut oleh
indicator kinerja dan ditunjukkan dengan bukti fisik yang
teridentifikasi selama penilai dalam menjalankan tugasnya
• Skor 3, diberikan apabila tenaga kependidikan “sebagian besar”
melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja dan
ditunjukkan dengan bukti-bukti yang teridentikasi selama
penilaian dalam menjalankan tugasnya
• Skor 2, diberikan apabila tenaga kependidikan “sebagian kecil”
melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja dan
ditunjukkan dengan bukti-bukti yang teridentikasi selama
penilaian dalam menjalankan tugasnya
• Skor 1, diberikan apabila tenaga kependidikan ditemukan bukti
“tidak ada” bukti-bukti yang teridentikasi selama penilaian dalam
menjalankan tugasnya.

Skor penilaian perilaku dinyatakan dengan angka 0,1 atau 2, dengan


ketentuan sebagai berikut:
• Skor 2, diberikan apabila tenaga kependidikan melakukan
secara konsisten/ selalu yang dituntut oleh indicator kinerja
perilaku dalam menjalankan tugasnya
• Skor 1, diberikan apabila tenaga kependidikan “kadang-
kadang” melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja
perilaku dalam menjalankan tugasnya
• Skor 0, diberikan apabila tenaga kependidikan “tidak pernah”
melakukan apa yang dituntut oleh indikator kinerja perilaku
dalam menjalankan tugasnya

d) Verifikasi Data
Data hasil penilaian yang telah diperoleh perlu diverifikasi kebenarannya.
Verifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
melakukan wawancara kepada pihak lain yang terkait dengan pekerjaan
tendik yang sedang dinilainya. Wawancara dapat dilakukan tidak secara
formal, suasananya di kondisikan rileks/santai, akan tetapi apa yang
didalami melalui wawancara sudah dipersiapkan dalam suatu lembar
instrumen wawancara yang terstruktur. Kunjungan ke ruangan tendik
bekerja juga sangat perlu dilakukan setelah melakukan penilaian yang
mengkaji dokumen yang ada. Hal ini perlu untuk menghindari terjadinya
hasil penilaian yang salah dan kontradiktif dengan kondisi yang ada di
lapangan. Dalam kasus-kasus pendalaman penilaian indikator tertentu,
penilai dapat melakukan wawancara dengan menetapkan responden
tertentu yang dipertimbangkan dapat memberi informasi yang benar.

e) Pengolahan Hasil Penilaian


Contoh pengolahan nilai Kinerja Kepala Perpustakaan
Penentuan nilai kinerja Perpustakaan dilakukan menggunakan rumus:

Σ TN
Nilai Kinerja (NK) = ----------- X 100
Σ NRT

Keterangan:
NK : Nilai Kinerja
ΣTN : Jumlah Nilai Rata-rata untuk semua kompetensi yang dinilai
sebagai tendik
NRT : Nilai kinerja Tertinggi, misal untuk tendik kepala
perpustakaan (7 x 4 = 28)
Rekap hasil penilaian kinerja kepala perpustakaan diperoleh dari rerata
nilai dari berbagai sumber/360 derajat (Kepsek, guru, peserta didik,
pengawas sekolah serta tendik lainnya). Rerata tersebut dikalikan dengan
persentase kehadiran.

f) Kesimpulan dan Tindak lanjut


Penilaian hasil penilaian tendik ini dikonversi ke dalam kategori hasil
penilaian sesuai dengan Permenpan Nomor 16 Tahun 2009 yang
dinyatakan dalam rentang nilai 1 sampai dengan 100 dan dibedakan
menjadi lima kategori penilaian yaitu

‘Amat Baik’, ‘Baik’, ‘Cukup’, ‘Sedang’ dan ‘Kurang’ dengan ketentuan


sebagai berikut:

Nilai IPK KP Kategori Konversi


91,0 – 100 Amat Baik 125%
76,0 – 90,9 Baik 100%
61,0 – 75,9 Cukup 75 %
51,0 – 60,9 Sedang 50%
Kurang dari 51 Kurang 25%

Hasil penilaian kinerja tendik digunakan untuk keperluan pembinaan,


pengembangan profesi, laporan ke dinas terkait, atau keperluan lain. Untuk
tendik yang memperoleh katagori hasil penilaian kinerja sangat baik secara
berturut-turut diusulkan untuk mendapatkan promosi jabatan atau
penghargaan lainnya. Sedangkan untuk tendik yang memperoleh katagori
hasil penilaian berprestasi baik sampai dengan kurang dilakukan pembinaan
secara internal atau diusulkan untuk mendapat pendidikan keprofesian
berkelanjutan dalam rangka memperbaiki aspek kinerja yang perlu
ditingkatkan atau dinilai kurang.

c. Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Penilaian Perilaku Kerja (PPK) PNS

1) Pengertian Penilaian Prestasi Kerja


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian
Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, penilaian prestasi kerja didefinisikan
sebagai suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat
penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja. Proses penilaian ini
dilakukan dengan tolok ukur yang obyektif terhadap tingkat capaian sasaran
kerja dan perilaku kerja pegawai oleh atasannya (pejabat penilai). Penekanan
Penilaian Prestasi Kerja adalah penilaian capaian sasaran kerja pegawai (SKP)
yang pada dasarnya telah disusun dan disepakati.

2) Aspek yang Dinilai


Penilaian prestasi kerja pengawas sekolah mencakup dua unsur, yaitu:
Sasaran Kerja Pegawai dan Perilaku Kerja.
a) SKP
Penilaian terhadap SKP yaitu penilaian yang dilaksanakan terhadap target
yang telah ditetapkan untuk rincian kegiatan tugas jabatan selama kurun
waktu pelaksanaan pekerjaan dalam tahun yang berjalan. Penilaian
tersebut didasarkankepada ukuran tingkat capaian SKP yang dinilai dari
aspek: kuantitas, kualitas, dan waktu. Target SKP pengawas sekolah,
adalah angka kredit yang harus dicapai untuk tahun yang berjalan
yang dilakukan oleh pengawas sekolah. Mengingat kenaikan
jabatan/pangkat didasarkan pada perolehan angka kredit, maka harus
ditetapkan target angka kredit yang akan dicapai dalam 1 (satu) tahun.
Penentuan angka kredit tersebut mengacu kepada Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka
Kreditnya.

b) Perilaku Kerja
Penilaian perilaku kerja pengawas sekolah yaitu penilaian terhadap perilaku
kerja pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas jabatannya di sekolah
binaan atau sekolah lain tempat guru sasaran bertugas. Penilaian ini
dilakukan melalui pengamatan oleh penilai. Penilaian perilaku kerja
meliputi aspek: orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin dan
kerjasama. Unsur perilaku kerja yang dinilai harus relevan dan
berhubungan dengan pelaksanaan tugasnya. Nilai prestasi kerja pengawas
sekolah meliputi dua unsur yaitu Sasaran Kerja Pegawai dengan bobot
nilai 60% (enam puluh persen) dan Perilaku Kerja dengan bobot nilai 40%
(empat puluh persen). Komposisi bobot kedua unsur tersebut tertera pada
gambar berikut.

Gambar 5. Rumus NIlai Prestasi Kerja Pengawas Sekolah

3) Perangkat Penilaian Prestasi Kerja


Perangkat penilaian prestasi kerja merupakan seperangkat pedoman dan alat
ukur (instrumen) yang digunakan oleh penilai untuk mengukur dan menilai
prestasi kerja pengawas sekolah. Diharapkan hasil penilaian yang diperoleh
obyektif, akurat, tepat, valid, dan akuntabel.
Perangkat penilaian tersebut terdiri dari:
a) Formulir Sasaran Kerja Pegawai bagi Pengawas Sekolah (Lampiran 1)
b) Formulir Penilaian Sasaran Kerja Pegawai bagi Pengawas Sekolah
(Lampiran 2)
c) Formulir Penilaian Prestasi Kerja Pegawai bagi Pengawas Sekolah
(Lampiran 3)
d) Rekap Hasil Penilaian Perilaku Kerja bagi Pengawas Sekolah (Lampiran 4)
e) Formulir Buku Catatan Penilaian Perilaku Kerja PNS bagi Pengawas
Sekolah (Lampiran 5)
f) Format Penilaian Prestasi Kerja (Lampiran 6)

4) Alur Penilaian Prestasi Kerja


Alur penilaian prestasi kerja pengawas sekolah dapat dijelaskan sebagaimana
gambar berikut ini.

Gambar 6. Alur Penilaian Prestasi Kerja

d. PKB Guru dan Tenaga Kependidikan


1) Konsep PKB
PKB yang dapat meningkatkan profesionalisme guru dan tendik adalah PKB
yang dilaksanakan berdasarkan hasil analisis penilaian kinerja guru dan tendik.
PKB direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan hasil supervisi dan analisis
PK Guru yang jujur dan dapat merefleksikan kompetensi guru apa adanya. PKB
akan bermakna ketika dapat meningkatkan kompetensi guru.
PKB guru dan tendik merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa
perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan siswa agar siswa
mempunyai pengetahuan lebih, mempunyai keterampilan lebih baik, dan
menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang materi ajar serta mampu
memperlihatkan apa yang mereka ketahui dan mampu melakukannya. PKB
mencakup berbagai cara dan/atau pendekatan dimana guru secara
berkesinambungan belajar setelah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan
awal sebagai guru. PKB mendorong guru untuk memelihara dan meningkatkan
standar mereka secara keseluruhan mencakup bidang-bidang berkaitan
dengan pekerjaannya sebagai profesi. Dengan demikian, guru dapat
memelihara, meningkatkan dan memperluas pengetahuan dan
keterampilannya serta membangun kualitas pribadi yang dibutuhkan di dalam
kehidupan profesionalnya.
PKB dilakukan melalui pendekatan yang diawali dengan kegiatan perencanaan,
kemudian pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk
meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini:

Gambar 7. Diagram kegiatan PKB


PKB dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi profesi, khususnya bagi
guru yang belum mencapai standar kompetensi sesuai dengan hasil penilaian
kinerja. PKB dalam rangka pengembangan pengetahuan dan keterampilan
merupakan tanggung-jawab guru secara individu sesuai dengan masyarakat
pembelajar, jadi sangat
2) Tahap-Tahap pelaksanaan PKB
Berdasarkan analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru dan ketentuan
yang berlaku pada praktik-praktik pelaksanaan PKB yang ada, maka
dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
guru untuk meningkatkan keprofesiannya sebagaimana ditunjukkan oleh
gambar berikut ini:

Gambar 8. Tahap-tahap pelaksanaan PKB


Tahap 1: Setiap awal tahun guru melakukan analisis hasil UKG, PK dan Evaluasi
Diri tentang apa yang dilakukan sebelumnya. Guru di suatu sekolah, baik
guru yang berpengalaman maupun guru yang baru mulai mengajar, harus
melakukan proses evaluasi diri, dan mengikuti penilaian kinerja dan reviu
tahunan pada awal tahun ajaran dan/atau menjelang akhir tahun ajaran.

Tahap 2: Segera setelah selesai melakukan evaluasi diri, guru mengikuti proses
Penilaian Kinerja Formatif (lihat Pedoman Penilaian Kinerja). Penilaian
Kinerja ini diperlukan untuk menentukan profil kinerja guru dalam
menetapkan apakah guru akan mengikuti program peningkatan kinerja
untuk mencapai standar kompetensi profesinya atau kegiatan
pengembangan kompetensi lebih lanjut.

Tahap 3: Melalui konsultasi dengan Kepala Sekolah (jika koordinator PKB adalah
guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah) dan Komite Sekolah, Guru dan
koordinator PKB membuat perencanaan kegiatan PKB. (Format-2) bersifat
sementara (untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Koordinator PKB
Kabupaten/Kota dan Koordinator KKG/ MGMP) yang didasarkan kepada:
a. evaluasi diri yang dilakukan oleh guru;
b. catatan pengamatan berkala yang pernah dilakukan oleh Guru
Pembina (jika ada), Pengawas, dan/atau Kepala Sekolah;
c. penilaian kinerja guru; dan
d. data dari sumber lain yang sudah dikumpulkan oleh koordinator PKB,
termasuk kebutuhan akan pengembangan sumber daya manusia yang
tercermin pada Rencana Pengembangan Sekolah; dan
e. Rencana tersebut dituangkan dalam SKP.

Tahap 4:KoordinatorPKB Kabupaten/Kota, Kepala Sekolah (jika koordinator PKB


adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah), Koordinator
KKG/MGMP dan Koordinator PKB tingkat sekolah menetapkan dan
menyetujui rencana kegiatan PKB bersifat final yang memuat kegiatan PKB
yang akan dilakukan oleh guru sendiri dan/atau bersama-sama dengan guru
lain di dalam sekolah sebagai bagian dari kegiatan yang akan diadakan oleh
sekolah dan kepala sekolah menyetujui SKP

Tahap 5: Guru menerima rencana program PKB yang mencakup kegiatan yang akan
dilakukan di dalam dan/atau luar sekolah, yang telah dibahas dan disepakati
oleh koordinator PKB kabupaten/kota, kepala sekolah (jika koordinator PKB
adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah), koordinator
KKG/MGMP dan koordinator sekolah berdasarkan hasil konsultasi dengan
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Tahap 6: Guru mengikuti program PKB yang telah direncanakan baik di dalam
dan/atau di luar sekolah. Bagi guru-guru yang telah mendapatkan hasil PK
GURU formatifnya sama atau di atas standar akan mengikuti program PKB
agar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-
tengah serta memiliki kepribadian yang matang, kuat dan seimbang agar
mampu memberikan layanan pendidikan sesuai dengan perkembangan
masa kini. Sedangkan khusus bagi guru-guru yang mengikuti program PKB
untuk mencapai standar kompetensi profesi (guru-guru yang hasil PK Guru
formatifnya di bawah standar kompetensi yang ditetapkan) harus
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (i) jenis kompetensi yang perlu
ditingkatkan;

(ii) daya dukung yang tersedia di sekolah; (iii) catatan hasil evaluasi diri,
refleksi diri, dan hasil PK Guru; serta

(iv) target perubahan/peningkatan yang diharapkan akan terjadi setelah guru


mengikuti kegiatan PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi. Dalam
penyusunan rencana PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi
khususnya bagi guru-guru yang hasil PK Gurunya di bawah standar yang
ditetapkan dengan kata lain guru berkinerja rendah perlu mencantumkan tahap
pelaksanaannya, serta dapat didampingi oleh Guru pendamping/mentor.
Guru pendamping/mentor dapat berasal dari sekolah maupun dari luar sekolah
(jika sekolah merasa belum memiliki guru yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan).

Tahap 7: Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan PKB oleh Koordinator PKB
Kabupaten/kota bekerja sama dengan Koordinator PKB tingkat sekolah
untuk mengetahui apakah kegiatan PKB yang dilaksanakan dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, dilaksanakan sesuai dengan rencana,
mengkaji kelebihan, permasalahan dan hambatan untuk perbaikan kegiatan
PKB di masa mendatang, dan penerapan hasil PKB dalam pelaksanaan
tugas guru, serta evaluasi dampak terhadap upaya peningkatan kualitas
layanan pendidikan di sekolah.

Tahap 8: Setelah mengikuti program PKB, guru guru wajib mengikuti PK Guru sumatif
di akhir tahun ajaran. Hasil PK Guru sumatif akan dikonversi ke perolehan
angka kredit. Gabungan angka kredit PKB dan PKB yang telah diikuti guru
akan diperhitungkan untuk kenaikan pangkat, jabatan, dan fungsional guru,
dan merupakan bahan pertimbangan untuk pemberian tugas tambahan atau
pemberian sangsi pada guru. Angka kredit PK Guru diberikan oleh penilai;
sedangkan angka kredit PKB diberikan oleh koordinator PKB tingkat
sekolah dengan mengacu kepada pedoman pemberian angka kredit untuk
PKB.

Tahap 9: Pada akhir tahun, semua guru dan koordinator PKB tingkat sekolah
melakukan refleksi apakah kegiatan PKB yang diikutinya benar-benar
bermanfaat dalam meningkatkan kompetensinya maupun kemampuan lain
untuk menghasilkan karya ilmiah dan/atau karya inovatif (Format-3) dan
dituangkan dalam SKP.

3) Analisis Hasil PK GURU dan Penentuan Skala Prioritas PKB


Setiap awal tahun semua guru wajib melakukan evaluasi diri untuk
merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan pada tahun ajaran sebelumnya.
Evaluasi diri dan refleksi merupakan dasar bagi seorang guru untuk menyusun
rencana kegiatan pengembangan keprofesian yang akan dilakukan pada tahun
tersebut. Bagi guru yang mengajar pada lebih dari satu sekolah, maka kegiatan
evaluasi diri dilakukan di sekolah induknya. Selain itu, Setiap akhir tahun guru
wajib melaksanakan PK Guru
(PK Guru Sumatif). Hasil PK Guru dijadikan dasar dalam merencanakan PKB.
Apabila ada guru yang belum pernah melaksanakan PK Guru pada akhir
tahun), menggunakan PK Guru Formatif yang dilaksanakan pada awal tahun.

Penentuan skala prioritas PKB


Setelah melakukan analisis hasil PK Selanjutnya kepala sekolah bersama guru
dan koordinator PKB menentukan skala prioritas kegiatan untuk melaksanakan
PKB. Dengan memperhatikan aspek-aspek berikut:
a) Kompetensi yang diidentifikasikan di bawah standar berdasarkan evaluasi
diri.
b) Kompetensi yang diidentifikasikan oleh guru perlu ditingkatkan.
c) Pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan
oleh guru untuk pengembangan karir/melaksanakan tugas-tugas baru,
misalnya sebagai kepala sekolah.
d) Pengetahuan, keterampilan, materi yang dibutuhkan berdasarkan
Laporan.
e) Evaluasi Diri Sekolah dan/atau Rencana Tahunan Pengembangan
Sekolah.
f) Pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi khusus yang diminati oleh
guru.

Catatan: aspek-aspek tersebut diatas bukan merupakan urutan yang harus


diikuti oleh guru dalan menentukan skala priotas pelaksanaan PKB tetapi hanya
komponen pilihan tergantung hasil evaluasi diri, diskusi antara guru, kepala
sekolah, dan koordinator PKB.

4) Penyusunan Rencana Kebutuhan PKB


Guru merupakan pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan
peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru yang profesional
diharapkan mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk
mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti
luhur, dan berkepribadian. Profesi guru perlu dikembangkan secara terus-
menerus dan proporsional menurut jabatan fungsional guru. Salah satu cara
untuk meningkatkan profesionalisme guru, PK Guru mutlak dilakukan untuk
menjamin keterlaksanaan proses pembelajaran yang berkualitas di semua
jenjang pendidikan.
Hasil Penilaian Kinerja Guru dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru
sebagai input dalam penyusunan program PKB. Pada prinsipnya, PKB
mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang
didesain untuk meningkatkan karakteristik pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan.
Membuat atau menyusun perencanaan PKB untuk satu tahun dilakukan oleh
guru bersama koordinator PKB. Perencanaan PKB tersebut berlandaskan
kepada hasil PK Guru. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa
perencanaan bersifat riil, konkret, dan dapat dilaksanakan. Perencanaan yang
dibuat diasumsikan dapat dilaksanakan dan bukan perencanaan yang bersifat
muluk-muluk. Perencanaan yang dibuat selain benar secara praktis, juga harus
legal secara yuridis dan harus disahkan oleh kepala sekolah atau pejabat yang
berwenang.
Berikut ini diberikan format-format yang dapat merekam pelaksanaan PKB,
yang dimulai dari perekapan data hasil PK Guru tahun sebelumnya, atau data
PK Guru formatif di awal tahun, analisis hasil penilaian kinerja guru, dengan
memprioritaskan pada guru yang memiliki nilai PK Guru rendah, dilanjutkan
dengan format merencanakan jenis PKB yang akan diikuti oleh guru. Adapun
langkah-langkah untuk perencanaan PKB dilaksanakan melalui kegiatan
evaluasi diri, menyusun rencana PKB, merekap rencana PKB oleh individu
guru, menyusun rencana final PKB, menyusun refleksi serta membuat
depskripsi guru untuk pengembangan diri yang dituangkan ke dalam format-
format berikut:

a) Format 1. merupakan instrumen evaluasi diri untuk rencana


pengembangan keprofesian berkelanjutan.
Cara mengisi format evaluasi diri diisi guru dengan menuliskan kekuatan dan
kelemahan terhadap penguasaan kompetensi terkait sebelum melakukan
pengembangan keprofesian berkelanjutan. Jika ada, evaluasi diri tersebut
dapat diperkuat dengan eviden (bukti) yang dapat memperkuat pernyataan
kekuatan dan kelemahan dari kompetensi terkait. Dengan format sebagai
berikut;

Format 1: Evaluasi Diri Guru


Nama Sekolah: Nomor Statistik Sekolah:
Alamat: Kecamatan: Kabupaten/Kota:
Nama Guru: Tahun: Tanggal:
EVALUASI DIRI TERHADAP INDIKATOR
DIMENSI KOMPETENSI
KINERJA
A. PEDAGOGIK

1. Menguasai karakteristik Saya merasa tidak mengalami kendala dalam


peserta didik. memahami karakteristik peserta didik, sekalipun
belum sepenuhnya menggunakan informasi
Contoh pengisian
evaluasi diri tentang karakteristik peserta didik untuk
terhadap indikator membantu proses pembelajaran.
kinerja
2. Menguasai teori belajar
dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang
mendidik.
3. Pengembangan
kurikulum.
4. Kegiatan pembelajaran
yang mendidik.
5. Pengembangan potensi
peserta didik.
6. Komunikasi dengan
peserta didik.
7. Penilaian dan evaluasi.
B. KEPRIBADIAN
8. Bertindak sesuai
dengan norma agama,
hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional.
9. Menunjukkan pribadi
yang dewasa dan
teladan.
10. Etos Kerja, tanggung
jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru.
C. SOSIAL
11. Bersikap inklusif,
bertindak obyektif, serta
tidak diskriminatif.
12. Komunikasi dengan
sesama guru, tenaga
kependidikan, orang tua,
peserta didik, dan
masyarakat.
D. PROFESIONAL
13. Penguasaan materi,
struktur, konsep, dan
pola pikir keilmuan yang
mendukung mata
pelajaran yang diampu.
14. Mengembangkan
Keprofesionalan melalui
tindakan yang reflektif.
Tanda Tangan Guru Tanda Tangan Kepala Sekolah

Sumber: Buku I PKB tahun 2016

b) Format 2. merupakan instrumen rencana pengembangan keprofesian


berkelanjutan yang akan dilakukan guru.
Cara mengisi format ini diisi oleh guru bersama dengan koordinator pengembangan
keprofesian berkelanjutan di sekolah. Kolom Rencana Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan yang akan dilakukan guru diisi dengan kegiatan pengembangan
keprofesian berkelanjutan yang dibutuhkan berdasarkan hasil evaluasi diri guru.
Misalnya pada format 1 guru menuliskan evaluasi diri pada kompetensi pedagogik
no 2 “belum dapat membedakan model, strategi, pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran” maka pada format 2 dijelaskan rencana guru dalam meningkatkan
kompetensi tersebut. Kolom strategi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
diisi dengan ceklist (√) sesuai dengan rencana guru dalam melakukan
pengembangan keprofesian berkelanjutan. (lihat catatan di bagian bawah format 2)

Format 2: Rencana Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Individu Guru


(diisi oleh Koordinator Guru)

Nama Sekolah: Nomor Statistik Sekolah:


Kecamatan: Kabupaten/Kota: Provinsi:
Nama Guru: Tahun: Tanggal:
Rencana Pengembangan Strategi Pengembangan Keprofesian
Keprofesian Berkelanjutan (diisi dengan memberi
A. KOMPETENSI Berkelanjutan yang akan tanda √)
dilakukan Guru untuk 5
1 2 3 4 6
peningkatan nilai kinerja a b
PEDAGOGIK
1. Menguasai
karakteristik
peserta didik.
2. Menguasasi teori
belajar dan prinsip-
prinsip
pembelajaran yang
mendidik.
3. Pengembangan
kurikulum.
4. Kegiatan
pembelajaran yang
mendidik.
5. Pengembangan
potensi peserta
didik.
6. Komunikasi
dengan peserta
didik.
7. Penilaian dan
evaluasi.
KEPRIBADIAN
8. Bertindak sesuai
dengan norma
agama, hukum,
sosial, dan
kebudayaan
nasional.
9. Menunjukkan
pribadi yang
dewasa dan
teladan.
10. Etos Kerja,
tanggung jawab
yang tinggi, rasa
bangga menjadi
guru.
SOSIAL
11. Bersikap inklusif,
bertindak
obyektif, serta
tidak diskriminatif.
12. Komunikasi
dengan sesama
guru, tenaga
kependidikan,
orang tua,
peserta didik, dan
masyarakat.
PROFESIONAL
13. Penguasaan
materi, struktur,
konsep, dan pola
pikir keilmuan
yang mendukung
mata pelajaran
yang diampu.
14. Mengembangkan
Keprofesionalan
melalui tindakan
yang reflektif.
B. Kompetensi
menghasilkan
Publikasi Ilmiah
C. Kompetensi
menghasilkan
Karya Inovatif
D. Kompetensi
untuk
penunjang
pelaksanaan
pembelajaran
berkualitas (TIK,
Bahasa Asing
dsb)
E. Kompetensi
untuk
melaksanakan
tugas tambahan
(misalnya kepala
sekolah)
Tanda tangan Guru Tanda tangan Kepala Sekolah

Sumber: Buku I PKB Tahun 2016


Catatan:
1) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilakukan oleh guru
sendiri
2) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilakukan bersama
guru
lain
3) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan di
sekolah
4) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan di
KKG/MGMP/ MGBK
5) Rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan oleh
institusi selain sekolah atau KKG/MGMP/MGBK
6) Kebutuhan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang belum dapat
dipenuhi
(diajukan/dikoordinasikan) oleh Disdik untuk dipertimbangkan.

c) Format 3. merupakan rekapitulasi rencana final pengembangan


keprofesian berkelanjutan untuk semua guru di sekolah.
Cara mengisi format 3 ini diisi oleh koordinator pengembangan
keprofesian berkelanjutan. Kolom kompetensi, kompetensi yang menghasilkan
Publikasi ilmiah dan Karya Inovatif, kompetensi penunjang pembelajaran
berkualitas dan kompetensi melaksanakan tugas tambahan diisi dengan tanda
ceklist (√) berdasarkan data rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan
masing-masing guru sebagaimana tercantum dalam format 2.

Format 3: Rencana Final Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (diisi


oleh Koordinator Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan)
Sumber: Buku 1 PKB Tahun 2016
Tabel 3. Rencana Final Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

d. Format 4. merupakan format refleksi guru setelah mengikuti kegiatan


pengembangan keprofesian berkelanjutan.

Cara mengisi forrmat 4 ini Bagian A. diisi oleh koordinator pengembangan


keprofesian berkelanjutan sesuai program, bukti fisik/portofolio individu guru yang
mengikuti pengembangan keprofesian berkelanjutan dan hasil pengamatan
terhadap usaha guru dalam mengembangkan diri serta pengembangan keprofesian
berkelanjutan yang masih dibutuhkan guru.
Bagian B. diisi oleh guru yang dinilai bersama koordinator PKB berkaitan dengan
dampak/hasil pelaksanaan peningkatan kompetensi yang telah dilakukan oleh
guru. Bagian C diisi dengan kesiapan guru dalam permohonan kenaikan pangkat.

Format 4: Format Refleksi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan


(diisi oleh bersama-sama antara Guru dan Koordinator Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan)

Nama Sekolah: Nomor Statistik Sekolah:


Alamat: Kecamatan: Kabupaten/Kota:
Nama Guru: Tahun Ajaran: Tanggal:
BAGIAN A: DIISI OLEH KOORDINATOR PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
a. Apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan? Kalau tidak, apa sebabnya?
b. Portofolio kegiatan pengembangan keprofesian Portofolio semua dokumen lengkap
berkelanjutan ada/tidak, lengkap/tidak?
c. Apakah guru sudah berusaha semaksimal Guru telah berusaha melaksanakan
mungkin untuk mengembangkan diri selama 1 pengebangan diri namun terkendala oleh
tahun terakhir? bentrok dengan tugas melaksnakanan
agenda sekolah
d. pengembangan keprofesian berkelanjutan yang
masih dibutuhkan menurut guru dan/atau Contoh mengisi
berdasarkan data dari sumber lain Refleksi
BAGIAN B: DIISI OLEH KOORDINATOR PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
BERSAMA-SAMA DENGAN GURU
1. Dampak positif kegiatan pengembangan
keprofesian berkelanjutan terhadap kompetensi
guru
2. Dampak positif kegiatan pengembangan
keprofesian berkelanjutan terhadap peningkatkan
kemampuan guru untuk menghasilkan karya
ilmiah dan karya inovatif
3. Dampak Kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan terhadap peningkatan kinerja Guru
4. Dampak Kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan terhadap peningkatan kinerja
Sekolah
5. Kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan dapat menunjang peningkatan
kualitas peserta didik
BAGIAN B: DIISI OLEH KOORDINATOR PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
Apakah guru sudah siap mengajukan permohonan Penjelasan dari jawaban yang diberikan
untuk kenaikan pangkat? Jumlah nilai angkakredit sudah memenuhi
Sudah/Belum (coret salah satu) persyaratan kenaikan pngkat, termasuk untuk
komponen Publikasi Ilmiah dan Karya Inovtif.
Tanda tangan Guru: Tanda tangan Koordinator Tanda tangan Kepala Sekolah:
Pengembangan Keprofesian
Contoh
Berkelanjutan:
Rekomendasi

e. Format 5. Deskripsi Diri Sehubungan dengan Kegiatan PKB (Pengembangan


Diri)

Merupakan format deskripsi diri guru sehubungan dengan kegiatan pengembangan


diri yang diikutinya selama satu tahun terakhir. Format ini diisi dan ditandatangani
oleh guru.

Format 5: Deskripsi Diri Sehubungan Dengan Kegiatan PKB (Pengembangan Diri)


Nama Sekolah: Nomor Standar Sekolah:
.............................................. ..........................................................................................
Alamat: Kecamatan: Kabupaten/Kota:
.............................................. ................................................................. ...........................................
Nama Guru: Tahun Ajaran:
............................................. ...................................................................................................................
Nama Koordinator PKB: Tanggal:
............................................. ...................................................................................................................
1. Kegiatan pengembangan 1) Kegiatan .................................................................................................
diri yang dilakukan selama Lama kegiatan .......................................................................................
satu tahun terakhir dalam Tempat kegiatan ....................................................................................
upaya pengembangan Tujuan kegiatan ....................................................................................
kompetensi guru. Strategi pelaksanaannya .......................................................................
Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut
• .....................................................................................................
• .....................................................................................................
• .....................................................................................................
2) Kegiatan .................................................................................................
Lama kegiatan .......................................................................................
Tempat kegiatan ..................................................................................
Tujuan kegiatan .....................................................................................
Strategi pelaksanaannya .......................................................................
Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut
• .....................................................................................................
• .....................................................................................................
• .....................................................................................................
3) Kegiatan .................................................................................................
Lama kegiatan .......................................................................................
Tempat kegiatan ....................................................................................
Tujuan kegiatan .....................................................................................
Strategi pelaksanaannya .......................................................................
Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut
• .....................................................................................................
• .....................................................................................................
• .....................................................................................................
2. Secara umum, kesesuaian ........................................................................................................................
materi berbagai kegiatan ........................................................................................................................
pengembangan diri ........................................................................................................................
tersebut terhadap mata ........................................................................................................................
pelajaran yang diampu ........................................................................................................................
(jelaskan alasannya) ........................................................................................................................
3. Secara keseluruhan, Diri guru:
manfaat kegiatan .......................................................................................................................
pengembangan diri ........................................................................................................................
tersebut bagi: Peserta didik:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Sekolah:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
4. Dampak dari kegiatan Diri guru:
pengembangan diri ........................................................................................................................
tersebut terhadap: ........................................................................................................................
Peserta didik:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Sekolah:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
5. Secara umum, ........................................................................................................................
permasalahan yang ........................................................................................................................
dihadapi dalam meng- ........................................................................................................................
implementasikan hasil ........................................................................................................................
berbagai kegiatan ........................................................................................................................
pengembangan diri ........................................................................................................................
tersebut
6. Upaya yang dilakukan ........................................................................................................................
untuk mengatasi ........................................................................................................................
permasalahan tersebut ........................................................................................................................
7. Upaya yang dilakukan ........................................................................................................................
untuk mensosialisasikan/- ........................................................................................................................
mendiseminasikan hasil .......................................................................................................................
berbagai kegiatan ........................................................................................................................
pengembangan diri kepada ........................................................................................................................
teman sejawat di dalam ........................................................................................................................
dan/atau di luar sekolah ........................................................................................................................
8. Jelaskan kegiatan atau ........................................................................................................................
upaya lain yang tidak ........................................................................................................................
termasuk unsur kegiatan ........................................................................................................................
pengembangan diri tetapi ........................................................................................................................
mendukung peningkatan ........................................................................................................................
kompetensi guru atau ........................................................................................................................
membantu memperlancar ........................................................................................................................
upaya peningkatan kualitas ........................................................................................................................
pembelajaran di sekolah ........................................................................................................................
Tanda tangan Guru:

Mengetahui, Mengetahui
Koordinator PKB Kepala Sekolah

Cara mengisi Format nomor 5 diatas diisi dengan ketentuan sebagai berikut;
1) Butir 1 diisi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang diikuti guru selama
satu tahun terakhir. Untuk masing-masing kegiatan harus dilengkapi dengan
informasi sebagai berikut:
a) Lama kegiatan ..................(diisi dengan lama pelaksanaan kegiatan yang
diikuti).
b) Tempat kegiatan.................(diisi dengan tempat pelaksanaan kegiatan yang
diikuti).
c) Tujuan kegiatan ................. (diisi dengan tujuan kegiatan yang diikuti).
d) Strategi pelaksanaannya ............. (diisi dengan strategi bagaimana kegiatan ini
dilaksanakan, apakah secara mandiri atau kelompok, di sekolah atau di luar
sekolah (KKG/MGMP), dengan bantuan kepakaran lain (Misalnya dari universitas,
P4TK, penyedia jasa pelatihan/layanan lainnya).
e) Cakupan materi esensial dari kegiatan pengembangan diri tersebut (diisi dengan
materi esensial apa saja yang diberikan dalam kegiatan yang diikuti).
2) Butir 2 diisi dengan pendapat guru tentang kesesuain materi dari berbagai kegiatan
pengembangan diri tersebut terhadap mata pelajaran yang diampu, dan apa
alasannya.
3) Butir 3 diisi dengan pendapat guru dan/atau sekolah tentang manfaat dari berbagai
kegiatan pengembangan diri yang diikuti baik bagi dirinya, peserta didik, maupun
bagi sekolah secara keseluruhan.
4) Butir 4 diisi dengan pendapat guru dan/atau sekolah tentang dampak dari berbagai
kegiatan pengembangan diri yang diikuti terhadap dirinya, peserta didik, maupun
bagi sekolah secara keseluruhan.
5) Butir 5 diisi dengan pendapat guru tentang permasalahan yang dihadapinya dalam
meng-implementasikan hasil berbagai kegiatan pengembangan diri tersebut.
6) Butir 6 diisi dengan pendapat guru tentang upaya yang dilakukannya untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan hasil berbagai
kegiatan pengembangan diri tersebut.
7) Butir 7 diisi dengan pendapat guru tentang upaya yang dilakukannya untuk
mensosialisasikan hasil berbagai kegiatan pengembangan diri tersebut kepada
teman sejawat di dalam dan/atau di luar sekolah.
8) Butir 8 diisi dengan informasi tentang kegiatan atau upaya lain yang diikuti atau
dilakukan guru, tetapi kegiatan lain tersebut tersebut mendukung peningkatan
kompetensi guru atau membantu memperlancar upaya peningkatan kualitas
pembelajaran di sekolah.
PENGANTAR PENDIDIKAN INKLUSIF
DAN PERLINDUNGAN
KESEJAHTERAAN ANAK
(PIPKA)
PENGANTAR PENDIDIKAN INKLUSIF DAN PERLINDUNGAN
KESEJAHTERAAN ANAK
Oleh: Emilia Kristiyanti (Helen Keller Indonesia)

Pendahuluan

Semua anak berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Dalam hal ini negara memiliki
kewajiban untuk memastikan bahwa hak tersebut dilindungi sehingga kesejahteraan pada anak
dapat tercapai.

Untuk mencapai kesejahteraan anak sesuai dengan yang diinginkan maka pendidikan di keluarga
dan lingkungan memegang peranan yang penting. Pola didik di sekolah dan pola asuh di keluarga
berperan sangat penting dalam mengembangkan potensi akademik dan non-akademik seorang anak.
Keyakinan bahwa pendidikan yang baik merupakan pendidikan yang berfokus pada kurikulum
(curriculum centered) harus segera ditinggalkan dan mulai menerapkan pendidikan inklusif yang
berfokus pada semua anak/peserta didik (children/students centered) tanpa memandang suku,
bahasa, agama, jender, keadaan fisik, keadaan kesehatan, status sosial, dan ekonomi.

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar kepada kepala dan pengawas sekolah
mengenai konsep pendidikan inklusif dan perlindungan kesejahteraan anak; sejarah pendidikan
inklusif dan perlindungan kesejahteraan anak; dan penyelenggaraan pendidikan inklusif sebagai
cara terbaik untuk memastikan dilaksanakannya perlindungan kesejahteraan anak.

Konsep Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak

1. Konsep Pendidikan Inklusif


Di beberapa negara pendidikan inklusif masih diterjemahkan hanya terbatas kepada sebuah
pendekatan yang dilakukan untuk memberikan layanan bagi peserta didik penyandang
disabilitas yang berada pada sistim pendidikan umum1. Pendidikan inklusif memiliki makna
yang lebih jauh dari sekadar memasukkan anak penyandang disabilitas di sekolah reguler.
Pendidikan inklusif harus dimaknai sebagai penerimaan tanpa syarat semua anak dalam sistim
pendidikan umum.
Pendidikan inklusif bukanlah sistem pendidikan integrasi yang ‘berganti baju’ dan juga berbeda
dengan sistem pendidikan segregasi. Perbedaan mendasar terdapat pada lokasi pembelajaran,
sikap guru, sikap tenaga kependidikan, dan keadaan lingkungan sekolah serta kurikulum yang
dipergunakan. Ilustrasi yang dapat menggambarkan perbedaan antara pendidikan segregasi,
integrasi, dan inklusif adalah sebagai berikut:

PDBK PD lainnya

PDBK
PD lainnya dan PD
lainnya
PDB
K
Segregasi Integrasi Inklusif

1
Developing inclusive education systems: how can we move policies forward, Mel Ainscow and Susie Miles,
University of Manchester, UK, p.1 (2009)
Gambar 1. Perbedaan segregasi, integrasi, dan inklusif

Pada sistem pendidikan segregasi, peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dipisahkan
dengan peserta didik (PD) lainnya baik lokasi maupun kurikulum yang digunakan. Sistem
pendidikan segregasi di Indonesia di kenal dengan sistem pendidikan khusus atau sistem
pendidikan luar biasa. Pada sistem integrasi, anak/peserta didik berkebutuhan khusus belajar
bersama dengan peserta didik lainnya namun sekolah sedikit atau bahkan sama sekali tidak
dibebankan untuk melakukan adaptasi atau penyesuaian dalam memenuhi kebutuhan
anak/peserta didik yang berkebutuhan khusus. Sebaliknya, anak/peserta didik berkebutuhan
khusus diharapkan dapat beradaptasi dengan sistem pendidikan yang hampir tidak diubah untuk
mengakomodir kebutuhan mereka. Ketidakmampuan anak/peserta didik berkebutuhan khusus
untuk menyesuaikan diri dengan sistim sekolah akan menyebabkan hilangnya kesempatan
mereka untuk memperoleh pendidikan. Praktik di beberapa negara, sistem pendidikan integrasi
diselenggarakan dengan mengumpulkan anak/peserta didik berkebutuhan khususnya dalam hal
ini penyandang disabilitas di kelas tersendiri yang dinamai kelas khusus. Adapun lokasi kelas
khusus tersebut berada di lingkungan sekolah reguler.

Sebaliknya pada sistim pendidikan inklusif, anak/peserta didik berkebutuhan khusus belajar
bersama dengan anak/peserta didik lainnya di kelas yang sama tanpa adanya pembedaan.
Peserta didik menjadi pusat perencanaan pendidikan sehingga apapun yang direncanakan dan
dikerjakan oleh guru dan tenaga kependidikan selalu berdasarkan pada kebutuhan peserta didik.
Pada sistem pendidikan inklusif, guru memastikan bahwa anak/peserta didik berkebutuhan
khusus dapat hadir, diterima oleh guru dan anak/peserta didik lainnya, berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran di kelas bersama dengan peserta didik lainnya, dan memperoleh
pencapaian yang maksimal sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik.

Penyesuaian-penyesuaian untuk mengakomodir kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus


terjadi pada ranah (1) sikap, misalnya sikap yang lebih positif terhadap perilaku tertentu peserta
didik, atau tidak meremehkan potensi mereka penyandang disabilitas dan mereka yang
termasuk dalam kategori cerdas berbakat; (2) informasi, misalnya penggunaan format atau
media yang sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik agar dapat mengakomodir kebutuhan
khusus yang ada misalnya braille bagi anak/peserta didik dengan hambatan penglihatan;
penggunaan bahasa isyarat bagi anak/peserta didik dengan hambatan pendengaran; dan
menggunakan bahasa yang lebih sederhana dalam berkomunikasi dengan anak/peserta didik
dengan hambatan intelektual; (3) struktur bangunan fisik, misalnya bangunan dengan landaian
(ramp) atau lift untuk akses bagi mereka penyandang hambatan gerak.

Istilah anak/peserta didik berkebutuhan khusus memiliki cara pandang yang lebih luas dan
positif terhadap peserta didik atau anak/peserta didik yang memiliki kebutuhan yang sangat
beragam.

Berdasarkan sifatnya, kebutuhan khusus dibagi menjadi (1) kebutuhan khusus permanen dan
(2) kebutuhan khusus temporer. Kebutuhan khusus yang permanen adalah kebutuhan yang
terus-menerus ada dan melekat pada anak/peserta didik, misalnya anak/peserta didik dengan
hambatan penglihatan akan kesulitan dalam membaca dan menulis dengan menggunakan huruf
biasa. Namun kebutuhan khususnya akan teratasi pada saat ia menggunakan huruf braille untuk
membaca dan menulis. Sedangkan kebutuhan khusus yang bersifat temporer adalah kebutuhan
khusus yang sifatnya sementara, misalnya anak/peserta didik yang tidak dapat melanjutkan
pendidikannya karena alasan ekonomi. Kebutuhan khusus anak tersebut akan hilang setelah dia
memperoleh bantuan ekonomi. Contoh yang lain, peserta didik baru masuk kelas 1 Sekolah
Dasar yang berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura
dsb) di rumah, akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan,
mengunakan bahasa Indonesia. Keadaan seperti itu dapat menyebabkan munculnya kesulitan
dalam belajar membaca permulaan dalam bahasa Indonesia bagi anak/peserta didik tersebut.
Oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan
khusus) sehingga kebutuhan khususnya dapat dihilangkan. Apabila hambatan belajar membaca
akibat alasan di atas tidak mendapatkan intervensi yang tepat maka ada kemungkinan
anak/peserta didik tersebut akan menjadi anak/peserta didik dengan kebutuhan khusus
permanen.

Ditinjau dari penyebabnya, maka kebutuhan khusus dapat dibagi dua bagian, yakni (1)
kebutuhan khusus yang berasal dari diri sendiri dan (2) kebutuhan khusus akibat dari
lingkungan. Salah satu penyebab munculnya kebutuhan khusus dari diri sendiri adalah
disabilitas. Sedangkan kebutuhan khusus yang berasal dari lingkungan misalnya anak
mengalami kesulitan belajar karena tidak dapat konsentrasi dengan baik dan penyebabnya
misalnya suasana tempat belajar yang tidak nyaman.

Di samping itu, kebutuhan khusus juga dapat dibedakan menjadi (1) kebutuhan khusus umum,
(2) kebutuhan khusus individu, dan (3) kebutuhan khusus kekecualian. Kebutuhan khusus
umum adalah kebutuhan khusus yang secara umum dapat terjadi pada siapapun, misalnya
karena sakit tidak bisa belajar dengan baik. Sedangkan kebutuhan khusus individu (pribadi)
adalah kebutuhan yang sangat khas yang dimiliki oleh seorang individu, misalnya seseorang
tidak dapat belajar tanpa sambil mendengarkan musik. Adapun kebutuhan khusus kekecualiaan
adalah kebutuhan khusus yang ada akibat disabilitas, misalnya kebutuhan berkomunikasi
dengan bahasa isyarat bagi anak dengan hambatan pendengaran.

Pendidikan inklusif di suatu negara dibangun oleh 3 (tiga) pilar yang saling mempengaruhi satu
dengan yang lain, yaitu: (1) budaya; (2) kebijakan; (3) praktik.

(2) (3)

(1)

Di Indonesia tanpa kita sadari budaya pendidikan inklusif juga telah ada sejak lama. Semboyan
‘Bhinneka Tunggal Ika’ nyata menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung
nilai-nilai inklusif, berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Budaya inklusif yang ada di Indonesia
juga telah didukung oleh perangkat-perangkat kebijakan terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan inklusif baik ditingkat nasional maupun lokal (provinsi dan kabupaten/kota).
Namun yang masih menyisakan pekerjaan rumah bersama adalah bagaimana praktik
penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah dan masyarakat.

Pada tataran penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah, terdapat 4 prinsip yang harus
selalu diperhatikan sebagai tolok ukur, yaitu (1) kehadiran; (2) pengakuan atau penerimaan; (3)
partisipasi; dan (4) pencapaian akademik dan non-akademik dari semua anak/peserta didik
termasuk anak/peserta didik berkebutuhan khusus. Sekolah belum dapat disebut sebagai
sekolah inklusif apabila ia hanya memasukkan anak/peserta didik berkebutuhan khusus ke
dalam kelas.

2. Konsep Perlindungan Kesejahteraan Anak


Menurut undang-undang nomor 35 tahun 2014 sebagaimana yang tercantum pada pasal 1, anak
adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih di kandungan. Konsep
perlindungan kesejahteraan anak lahir dari kesadaran bahwa anak perlu dilindungi guna
mencapai sebuah tata kehidupan dan penghidupan yang menjamin pertumbuhan dan
perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Membicarakan konsep perlindungan kesejahteraan anak maka kita perlu menguraikan apa yang
dimaksud dengan perlindungan anak dan kesejahteraan anak. UU no. 35 tahun 2014
menyatakan bahwa perlindungan anak adalah serangkaian kegiatan untuk melindungi anak
sejak dalam kandungan, agar dapat terjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang
serta terbebas dari perlakuan diskriminasi dan tindak kekerasan baik fisik, mental, rohani
maupun sosial secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatnya. Penyelenggaraan
perlindungan anak harus berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945
serta prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliput: (1) non-diskriminasi; (2)
kepentingan yang terbaik baik anak; (3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan; dan (4) penghargaan terhadap pendapat anak. Adapun tujuan dari perlindungan
anak adalah agar hak-hak anak terjamin sehingga mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabatnya, serta terlindungi dari kekerasan
dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan
sejahtera.
Kesejahteraan anak merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun
sosial2. Kesejahteraan anak dapat pula diartikan sebagai beberapa kegiatan dan program yang
dilaksanakan oleh masyarakat untuk menyampaikan perhatian khusus bagi anak-anak dan
kesanggupan masyarakat untuk bertanggung jawab atas beberapa anak sampai mereka mampu
untuk mandiri. 3
Dengan berdasarkan kepada penjelasan-penjelasan di atas maka perlindungan kesejahteraan
anak berarti segala upaya yang dilakukan oleh orang tua dan masyarakat sejak anak berada
dalam kandungan dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, baik
secara rohani, jasmani, maupun sosial. Oleh karenanya agar anak-anak dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar baik rohani, jasmani maupun sosial maka mereka harus memperoleh
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dalam mengakses layanan publik dasar yaitu
kesehatan dan pendidikan.

Sejarah Pendidikan inklusif (PI) dan Perlindungan Kesejahteraan Anak (PKA)

1. Pendidikan Inklusif
Pendidikan Untuk Semua/Education for All dicetuskannya melalui deklarasi Pendidikan Untuk
Semua/Education for All di pada konferensi pendidikan di Jomtien, Thailand pada pada tahun
1990. Walaupun belum eksplisit namun istilah pendidikan inklusif telah dimunculkan pada
deklarasi ini. Deklarasi Pendidikan Untuk Semua (PUS) ini berangkat dari kenyataan bahwa di
banyak negara : (1) kesempatan untuk memperoleh pendidikan masih terbatas atau masih
banyak orang yang belum mendapat akses pendidikan, (2) kelompok tertentu yang
terpinggirkan seperti kelompok disabilitas, etnik minoritas, suku terasing dan sebagainya masih
terdiskriminasi dari pendidikan bersama.

Pada kenyataannya, penyelenggaraan hasil konferensi tersebut masih jauh dari yang
diharapkan, khususnya yang terkait dengan kesempatan memperoleh pendidikan bagi para
penyandang disabilitas. Oleh karena itu, pada tanggal 7-10 Juni 1994 di Salamanca, Spanyol,
para praktisi pendidikan khusus menyelenggarakan konferensi pendidikan kebutuhan khusus
(Special Needs Education) yang diikuti oleh 92 negara dan 25 organisasi international yang
menghasilkan Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement) yangmenyatakan agar anak
berkebutuhan khusus (children with special needs) mendapat layanan pendidikan yang lebih
baik dan berkualitas. Dalam konferensi ini istilah inclusive education (pendidikan inklusif)
secara formal mulai diperkenalkan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani kedua deklarasi tersebut, sebagai
konsekuensinya maka pemerintah berkewajiban untuk memastikan bahwa pendidikan inklusif
diselenggarakan di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah mendeklarasikan Indonesia menuju
Pendidikan Inklusif di Bandung guna memperkuat usaha penyelenggaraan pendidikan inklusif
di Indonesia. Saat ini penyelenggaraan pendidikan inklusif lebih dimantapkan dengan adanya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat

2
Undang-Undang no. 4 tahun 1979 bab 1 pasal 1
3
Johnson&Schwartz (1991, h.167)
Istimewa, Undang-Undang no. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada pasal 10, dan
Undang-Undang no. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak pada pasal 51.
2. Perlindungan Kesejahteraan Anak
Pada tahun 1923 seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jeb mendeklarasikan
pernyataan hak – hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak
persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain, hak rekreasi,
hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan. Pada tahun 1924
deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Persekutuan Bangsa-Bangsa dan
pada tahun 1948 deklarasi hak asasi manusia diumumkan.
Di Indonesia, undang-undang dasar 1945 telah mengatur kesejahteraan dan perlindungan anak,
dimana dinyatakan bahwa anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara.

Untuk memperkuat komitmen negara terhadap perlindungan anak, pemerintah mengeluarkan


Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang
telah mengatur tentang hak anak yaitu “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus
untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar”, dan tanggung jawab orangtua yaitu bahwa
“orangtua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak”.

Pada tanggal 25 Agustus 1990, melalui Keppres 36/1990, Indonesia telah meratifikasi Konvensi
Hak Anak (KHA) dan dikuatkan dengan terbitnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang hak dan kewajiban anak, serta kewajiban
dan tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua. Undang-undang
tersebut kemudian disempurnakan dengan munculnya Undang-Undang no. 35 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Menurut Undang-Undang no. 35 tahun 2014, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan
Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: (a) non-diskriminasi; (b)
kepentingan yang terbaik bagi anak; (c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan; dan (d) penghargaan terhadap pendapat anak.

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak.

Pendidikan inklusif adalah sistim pendidikan yang menghargai keberagaman. Dengan


melaksanakan sistim pendidikan inklusif maka diharapkan perlindungan kesejahteraan anak
terutama di bidang pendidikan dapat terlaksana. Pada praktik pendidikan inklusif, sekolah dan
masyarakat sangat menghargai perbedaan dan keunikan dari setiap anak/peserta didik. Pendidikan
inklusif merupakan salah satu cara untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kekerasan dan praktek
bullying yang merupakan bentuk perlakuan diskriminasi pada anak/peserta didik.
Pada tingkat persekolahan, sekolah yang menyelenggarakan sistim pendidikan inklusif dapat
diperkenalkan melalui konsep sekolah yang ramah dan terbuka bagi semua anak/peserta didik dan
memiliki guru dan tenaga kependidikan yang ramah dan terbuka kepada perubahan serta
menghargai keberagaman. Keberagamaan yang dimaksud dapat disebabkan karena status sosial
ekonomi, disabilitas, bahasa, jender, agama, dan status kesehatan.
Sekolah inklusif adalah sekolah yang mampu mengakomodir kebutuhan semua anak termasuk
kebutuhan khusus anak/peserta didik berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat hadir di kelas,
diterima oleh guru, tenaga kependidikan, dan sesama peserta didik, serta berpartisipasi dalam
kegiatan pembelajaran serta menunjukkan pencapaian baik di bidang akademik maupun non-
akademik. Dalam hal mengakomodir kebutuhan semua anak/peserta didik, sekolah harus selalu
memperhatikan prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak, yaitu: (1) nondiskriminasi; (2)
kepentingan yang terbaik bagi anak; (3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
dan (4) penghargaan terhadap pendapat anak/peserta didik. Dengan demikian mereka dapat
berkembang secara wajar, baik secara jasmani, rohani, dan sosial.
Penegasan bahwa pendidikan inklusif merupakan salah satu cara memberikan perlindungan hak
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terutama anak penyandang disabilitas terdapat pada
Undang-Undang no. 35 tahun 2014 pasal 51. Namun keberadaan anak/peserta didik berkebutuhan
khusus di sebuah sekolah tidak serta merta membuat sekolah tersebut menjadi sekolah inklusif.
Apabila sekolah menerima anak/peserta didik berkebutuhan khusus tanpa memastikan bahwa
anak/peserta didik tersebut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sama dengan anak/peserta
didik yang lainnya sehingga dapat memperoleh pencapaian sesuai dengan kemampuan anak/peserta
didik maka sekolah tersebut belum dapat dikatakan sebagai sekolah inklusif. Keadaan demikian
dapat menyebabkan kondisi dimana anak/peserta didik rentan terhadap tindakan kekerasan dan
diskriminasi.
Praktik-praktik di sekolah inklusif sangat sesuai dengan prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak
yang meliputi: (a) non diskriminasi; (b) kepentingan yang terbaik bagi anak; (c) hak untuk hidup,
kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (d) penghargaan terhadap pendapat anak. Tindakan
bully dan kekerasan terhadap anak/peserta didik di sekolah inklusif diharapkan tidak akan terjadi
karena pihak sekolah (guru dan tenaga kependidikan) memberikan pengertian kepada semua warga
sekolah termasuk orang tua dan anak/peserta didik baik yang berkebutuhan khusus maupun
anak/peserta didik lainnya tentang keberagamanan yang ada dan hak asasi manusia yang perlu
dihormati. Dengan demikian sekolah yang menyelenggarakan sistim pendidikan inklusif sudah
pasti menerapkan hal-hal positif yang mendukung kesejahteraan anak. Ilustrasi di bawah ini
menggambarkan hubungan pendidikan inklusif dengan perlindungan kesejahteraan anak.
Perlindu
ngan
Kesejaht
eraan
Anak

Pendidi
kan
inklusif

Gambar 2. Hubungan Pendidikan Inklusif dengan Perlindungan Kesejahteraan Anak


Di sekolah inklusif semua peserta didik harus hadir dan terlibat dalam proses pembelajaran. Semua
upaya untuk menghilangkan hambatan diarahkan untuk membantu peserta didik berkebutuhan
khusus agar mereka dapat berpartisipasi, belajar, dan berprestasi sesuai dengan kemampuan
mereka. Pencapaian tersebut dapat di bidang akademik maupun non-akademik.
Menghilangkan hambatan pembelajaran, meningkatkan partisipasi, dan pencapaian anak/peserta
didik tersebut dapat dilakukan dengan menyesuaikan waktu, tugas, bahan, strategi penyampaian,
dan tingkat dukungan sesuai dengan kebutuhan anak/peserta didik berkebutuhan khusus sehingga
mereka dapat memaksimalkan potensi akademik dan non-akademiknya. Lingkungan sekolah
inklusif haruslah nyaman; menerima keberagaman; ramah dan tidak menegangkan; luas; tenang;
dan terorganisir/aman. Lingkungan sekolah yang inklusif harus memberikan manfaat bagi seluruh
peserta didik dan komunitas sekolah lainnya.
Lingkungan yang aman dan nyaman serta tidak diskriminasi akan menciptakan lingkungan
pendidikan yang mendukung terbentuknya pribadi anak yang sehat secara emosi dan sosial.
Sebagai langkah awal untuk menentukan kebutuhan anak/peserta didik dalam mewujudkan sekolah
inklusif serta dalam usaha melindungi kesejahteraan seluruh anak/peserta didik maka guru, tenaga
kependidikan dan orang tua perlu melakukan proses identifikasi dan asesmen. Identifikasi
merupakan proses untuk menemu kenali keberagaman anak/peserta didik. Pada dasarnya
identifikasi dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang tua, guru, maupun pihak lain yang dekat
dengan anak/peserta didik. Penggunaan formulir penerimaan peserta didik baru (PPDB) dapat
merupakan identifikasi awal. Selanjutnya guru dapat mengumpulkan bukti dari ulangan formatif
dan sumatif yang telah dijalani anak/peserta didik serta pengamatan oleh guru.
Sumber pembuktian dapat berasal dari (1) penilaian guru dan pengalamanan anak/peserta didik; (2)
kemajuan, pencapaian, dan perilaku anak/peserta didik; (3) perkembangan peserta didik
dibandingkan dengan rekannya; (4) pendapat dan pengalaman orang tua; (5) pendapat anak/peserta
didik itu sendiri; dan (5) pendapat dari luar. Namun sekolah tidak dapat melakukan labeling dengan
mudah hanya karena anak tersebut tertinggal di bidang tertentu dalam kurikulum. Seorang anak
dapat diidentifikasikan sebagai anak berkebutuhan khusus apabila mereka menunjukkan sedikit
atau tidak ada perkembangan di bidang tertentu secara konsisten meskipun telah diberi pengajaran
dan intervensi terarah guna memenuhi kebutuhannya. Langkah selanjutnya, setelah proses
identifikasi adalah asesmen.
Asesmen pendidikan adalah suatu proses yang sistematis dalam memperoleh informasi atau data
melalui pertanyaan terkait perilaku belajar anak/ peserta didik dengan tujuan penempatan dan
pengembangan pembelajaran (Wallace dan McLoughlin, 1981: 5). Tujuan melakukan asesmen
adalah untuk melihat kebutuhan khusus anak/peserta didik dalam rangka penyusunan program
pembelajaran sehingga dapat melakukan intervensi pembelajaran secara tepat. Hal ini tentunya
dilakukan hanya demi kepentingan anak/peserta didik. Asesemen dapat dilakukan secara informal
maupun formal. Aspek yang diamati lebih jauh dalam proses asesmen adalah persoalan belajar,
sosial-emosi, komunikasi, dan motorik. Hasil akhir dari proses identifikasi dan asesmen adalah
diperolehnya profil peserta didik berkebutuhan khusus. Profil peserta didik inilah yang akan
dijadikan dasar bagi kepala sekolah, guru, dan orang tua dalam pengambilan keputusan guna
penempatan dan pengembangan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajar
peserta didik.
Pengambilan keputusan dilakukan oleh tim yang terdiri dari minimal guru kelas/mata pelajaran,
kepala sekolah, dan orang tua. Sekiranya tersedia maka akan lebih baik apabila tim juga
beranggotakan guru pembimbing khusus atau guru pendidikan khusus dan professional (tenaga
medis, psikolog, terapi dll). Pada saat proses pengambilan keputusan pun anak/peserta didik juga
dilibatkan.

Skrining dan Identifikasi Rancangan


Pengambilan
Keputusan program

Referal Evaluasi

Asesmen Review
(formal atau Tahunan
informal)

Gambar 3. Struktur identifikasi dan asesmen digambarkan sebagai berikut (Mc Loughlin &
Lewis,1981):

Setelah sekolah merancang program bagi peserta didik khususnya bagi peserta didik berkebutuhan
khusus berdasarkan kebutuhan anak/peserta didik yang merupakan hasil asesmen, maka sekolah
diharapkan dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian di berbagai hal guna menjamin pemenuhan
hak dan partisipasi anak/peserta didik berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran.
Sekolah diharapkan dapat menyediakan “akomodasi yang wajar.” (reasonable accommodation)
bagi anak/peserta didik berkebutuhan khusus terlebih lagi bagi anak/peserta didik penyandang
disabilitas. Secara sederhana dapat diterangkan bahwa “akomodasi yang wajar” adalah
adaptasi/penyesuaian yang dilakukan oleh sekolah sebagai langkah untuk menjamin pemenuhan
hak anak/peserta didik berkebutuhan khusus khususnya anak/peserta didik penyandang disabilitas
agar dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Penyesuaian yang dilakukan tentunya dengan
mempertimbangkan kepentingan anak demi tercapainya pertumbuhan dan perkembangan anak
yang sewajarnya.
Adaptasi atau penyesuaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
§ Membuat kebijakan sekolah yang disesuaikan sehingga dapat menjamin pemenuhan hak semua
anak/peserta didik tanpa terkecuali (tidak diskriminasi);
§ Membuat lingkungan yang aksesibel sehingga memungkinkan semua anak/peserta didik dapat
bergerak dan berpindah tanpa rintangan dan aman;
§ Melakukan penyesuaian kurikulum berdasarkan kebutuhan anak/peserta didik di dalam kelas;
§ Menyediaan alat bantu dan media pembelajaran yang adaptif seperti misalnya bahasa isyarat
dan running text untuk anak/peserta didik dengan hambatan pendengaran dan buku braille atau
buku digital untuk peserta didik dengan hambatan penglihatan.

Adaptasi dan penyediaan alat bantu dapat dilakukan setelah proses identifikasi dan asesmen selesai
dilaksanakan sehingga bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan anak/peserta didik.

Penutup

Pendidikan inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak bukanlah suatu hal yang terpisah.
Sebaliknya pendidikan inklusif merupakan salah satu cara terbaik untuk menjamin perlindungan
kesejahteraan anak. Praktik-praktik pendidikan inklusif sangat memperhatikan pemenuhan hak
anak/peserta didik sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara wajar pada ranah
kognitif, emosi, dan sosial yang akhirnya potensi akademik dan non-akademik anak/peserta didik
tersebut dapat tergali secara maksimal.

Dengan menerapkan Pendidikan inklusif maka diharapkan sekolah dan masyarakat dapat
memastikan bahwa semua anak/peserta didik dihargai haknya dengan begitu bullying dan kekerasan
terhadap anak/pesert didik dapat dihilangkan. Tujuan akhir dari Pendidikan Inklusif adalah
meningkatnya kualitas layanan pendidikan yang lebih berfokus pada hak dan kebutuhan
anak/peserta didik.

Dapat dikatakan juga bahwa pendidikan inklusif adalah juga merupakan salah satu strategi untuk
mempromosikan masyarakat inklusif, dimana semua anak dan orang dewasa dapat berpartisipasi
dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat tanpa melihat adanya perbedaan jender, usia,
kemampuan, etnis, disabilitas, ataupun status kesehatannya akibat HIV. (Stubbs S. Publication
online What is Inclusive Education? Concept Sheet).

Pelaksanaan pendidikan inklusif merupakan komitmen internasional dan nasional yang sejalan
dengan perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
diselenggarakan bukan lagi berdasarkan rasa kasihan atau amal (charity) tetapi lebih kepada hak
(rights) anak/peserta didik yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan kesejahteraan anak
dapat tercapai apabila Pendidikan Inklusif telah diterapkan dengan baik di semua institusi
penyelenggara pendidikan pada setiap tingkatan.

Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang
disabilitas akan memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan. Hal ini
tentunya sejalan dengan pasal 7 Undang-Undang no. 4 tahun 1979.
DAFTAR PUSTAKA

MANAGERIAL

Arikunto, Suharsimi, et.al. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2020. Draft Butir Inti Instrumen Akreditasi
Satuan Pendidikan (IASP)

Cahyono, Yuli dan Priyadi, Joko. 2019. Modul Penyiapan Calon Kepala Sekolah. Monitoring
dan Evaluasi (MPCKS-MON). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

-------------------------. 2019. Modul Pelatihan Penguatan Kepala Sekolah Kepemimpinan


Perubahan (MPPKS – PIM). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hartanto, Setyo, & Sucipto, Taufiq Lilo Adi. 2019. Modul Pelatihan Calon Kepala Sekolah
Pemanfaatn TIK dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran (MPCKS – TIK). Jakarta:
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Dokumen 3 Petunjuk Pelaksanaan


Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah

-------------------------. 2016. Formulir Penilaian Kinerja Kepala Sekolah. Jakarta: Ditjen Guru
dan Tenaga Kependidikan

---------------------------. 2019. Bahan Pembelajaran Diklat Calon Kepala Sekolah:


Kepemimpinan. Jakarta: Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan

Kirkpatrick, D. L. 1994. Evaluating Training Programs. San Francisco: Berrett-Koehler


Publishers, Inc.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar
Nasional Pendidikan Anak Usia Dini

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan
Beban Tugas Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan
Guru sebagai Kepala Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
dan Kompetensi Guru

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Administrasi Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar tentang
Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Kemdiknas

Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Standar Nasional
Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan

Rakhim, Rizki Trianto, dkk. 2019. Modul Penguatan Kepala Sekolah Literasi Digital (MPPKS
– DIG). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan

Sani, Ridwan, dkk.. 2015. Penjamin Mutu Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Scott, George M. 2001. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Jakarta : Raja Grafindo
Persada

Siagian, Sondang P. 2011. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta. Bumi Aksara.


Stronge, J.H, Richard, H.B, & Catano, N. 2008. Qualities of Effective Principals.
Virginia: ASCD

Sutar, dkk. 2019. Modul Pelatihan Kepala Sekolah Pengembangan Rencana Kerja Sekolah
(MPPKS – RKS) Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Terry, George R. 2015. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301)

PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN

Arikunto, Suharsimi. 2009. Evaluasi Program Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Bagheri Afsaneh. 2014. Entrepreneurial Leadership Practices and School Innovativeness.


South Africam Journal of Education. Faculty of Education Studies. University Putra
Malaysia, Malaysia.

Bloom. S. 1991. Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.

Gorton, R.A. 1976. School Administration Challenge and Opportunity For Leadership.
Dubuque, Iowa: Wm. C. Brown.

Handoko, T. Hani. 2011. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta:


BPFE.

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 1995 tanggal 30 Juni 1995 tentang Gerakan
Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 2008. Teknik-teknik Analisis Manajemen


(Modul Diklatpim Tingkat III). Jakarta.

Literature Review. 2015. Entrepreneural School Leadership. Research Center for Learning
and Teaching Newscastle University, UK.

McFarland, D. E. 1979. Management: Foundations & Practices. Edisi Kelima. London: Collier
Macmillan.

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Peraturan


Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Pendidikan
Anak Usia Dini.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Standar
Nasional Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan
Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan.

Petunjuk Teknis Kemitraan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan dengan Keluarga dan


Masyarakat. Direktur Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Masyarakat, Direktorat Pembinaan Keluarga Tahun 2016.

Peraturan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Direktorat Pembinaan Sekolah


Menengah Kejuruan Nomor 1157/D5.3/KU/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Bantuan Pemerintah Bantuan Pengembangan Pembelajaran Kewirausahaan SMK
Tahun 2019

Suryana, 2004. Kewirausahaan SMK: Memahami Karakteristik Kewirausahaan. Direktorat


Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

Takdir D., Mahmudin., dan Sudirman Z. 2015. Kewirausahaan. Yogyakarta: Wijana Mahadi
Karya.

Thornberry, Neal. 2006. Lead Like an Entrepreneur. United States: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran Kewirausahaan SMK. 2004. Modul Pengelolaan


Proses Produksi/Jasa. Direktorat Pembinaaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Kementrian Pendidikan
Nasional.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dalam


Mengelola Implementasi Kurikulum. 2015. Modul Kemitraan Sekolah dengan Pihak
Eksternal. Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran Kepala Sekolah Pembelajar. 2016. Modul


Pengembangan Sekolah. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim Pengembang Bahan Pembelajaran Kepala Sekolah Pembelajar. 2016. Modul
Kewirausahaan. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran Diklat Calon Kepala Sekolah. 2017. Modul Latihan
Kepemimpinan. Lembaga Pembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah.

Tim Pengembangan Bahan Pembelajaran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. 2017.


Modul Pengembangan Kewirausahaan. Jenjang TK. Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembangan Bahan Pembelajaran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. 2017.


Modul Pengembangan Kewirausahaan. Jenjang SD. Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembangan Bahan Pembelajaran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. 2017.


Modul Pengembangan Kewirausahaan. Jenjang SMP. Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembangan Bahan Pembelajaran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. 2017.


Modul Pengembangan Kewirausahaan. Jenjang SMA. Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembangan Bahan Pembelajaran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. 2017.


Modul Pengembangan Kewirausahaan. Jenjang SMK. Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembangan Bahan Pembelajaran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. 2017.


Modul Pengembangan Kewirausahaan. Jenjang SLB. Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran Revitalisasi SMK. 2018. Panduan Sekolah Pencetak
Wirausaha. Direktorat Pembinaaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Kementrian Pendidikan Nasional.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran Penguatan Kepala Sekolah. 2018. Modul


Pengembangan Kewirausahaan. Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan
Kepala Sekolah.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran. 2019. Modul Pengembangan Rencana Kerja


Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Tim Pengembang Bahan Pembelajaran. 2019. Modul Teknik Analisis Manajemen (TAM).
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

Tim Pengembang Bahan Pembelajaran. 2019. Modul Pengembangan Kewirausahaan.


Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

SUPERVISI GURU DAN TENDIK

Ainscow, Mel. & Miles, Susie. (2009). Developing inclusive education systems: how can we
move policies forward. United Kingdom: University of Manchester.

Choate, S. Joyce. (2013). Pengajaran inklusif yang sukses: cara handal untuk mendeteksi
dan memperbaiki kebutuhan khusus. Jakarta: Helen Keller International.

Damanik, Tolhas. (2016). Akomodasi yang wajar. Jakarta: Helen Keller International.

Firdaus, Endis. (2010). Pendidikan Inklusif di Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan


Indonesia.

Glazzard, Jonathan et.al. (2016). Asih Asah Asuh Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Dasar. Yogyakarta: PT Kanisius.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903241984031-
ZAENAL_ALIMIN/MODUL_1_UNIT_2.pdf

Indriyanto, Bambang. (2013). Kebijakan dan Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Indonesia


(Analisa Kesenjangan). Jakarta: Helen Keller International.

Santosa, Tonny. (2016). Identifikasi dan Asesmen. Jakarta: Helen Keller International

Sunanto, Juang. (2016). Pendidikan Inklusif. Jakarta: Helen Keller International.

_____________. (2016). Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Helen Keller International.

________. 2015. Strategi Umum Pembudayaan Pendidikan Inklusif di Indonesia. Jakarta:


Kemendikbud

________. 1979. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang


Kesejahteraan Anak. Jakarta: Kemenkumham

________. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang


Perlindungan Anak. Jakarta: Kemenkumham

________. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang


Perubahan Atas Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Jakarta: Kemenkumham

________. 2016. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang


Penyandang Disabilitas. Jakarta: Kemenkumham
LATIHAN STUDI KASUS
MASALAH PEMBELAJARAN
(LEARNING PROBLEM)*)

*)
Soal dalam bentuk analisis kasus di bawah ini merupakan sarana latihan bagi peserta Diklat
Penguatan Kepala Sekolah dalam rangka membantu untuk menemukan atau
mengidentifikasi masalah-masalah terkait dengan pembelajaran di sekolah masing-masing
yang menjadi tagihan dari kegiatan Diklat ini.
Rambu-rambu Kasus/Skenario

a. Umum
DATA
MASALAH
NEGATIF POSITIF NETRAL
Masalah utama merupakan simpulan dari berbagai Informasi yang Informasi yang Informasi yang tidak
permasalahan yang muncul yang dapat mempengaruhi merupakan petunjuk merupakan petunjuk relevan dengan
kualitas pembelajaran, tidak dapat diselesaikan dalam keberadaan keberadaan solusi masalah maupun
waktu singkat, harus bekerja sama dengan semua masalah solusinya
pemangku kepentingan, dan memerlukan keterampilan
kepemimpinan yang kuat untuk menyelesaikannya.

b. Khusus
DATA
MASALAH
NEGATIF POSITIF NETRAL
Tidak terpenuhinya Standar 1. Kepala sekolah 1. Nama sekolah
Kompetensi Lulusan 1. Disiplin belajar rendah berjiwa visioner, 2. Akreditasi B
2. Motivasi berprestasi rendah 2. Monitoring dan 3. Letak Geografis
3. Kepedulian siswa terhadap evaluasi kegiatan Sekolah
lingkungan rendah. sekolah rutin
4. Program penguatan pendidikan dilakukan,
karakter tidak dilaksanakan secara 3. Supervisi guru dan
maksimal tendik terprogram
5. Guru kurang kreatif dalam menyajikan dan dilaksanakan
pembelajaran secara rutin,
6. Prestasi akademik dan non akademik 4. Hubungan dengan
rendah dinas pendidikan
7. Penguasaan TIK Guru masih kurang terjalin dengan
8. Penggunaan SIM sekolah tidak baik,
maksimal 5. Dukungan Komite
9. Tidak banyak lulusan yang baik,
melanjutkan ke jenjang berikutnya 6. Dana sekolah
memadai,
7. Letak geografis
sekolah di pusat
kota,
8. Tendik menguasai
TIK dengan baik,
9. Sarana prasarana
sekolah memadai,
10. Jumlah peserta
didik sesuai
dengan daya
tampung kelas
11. prestasi non
akademik bagus
LEMBAR KERJA PESERTA Alokasi Waktu:
MODUL MANAJERIAL menit
Nama Peserta :
Instansi :

Petunjuk
Saudara diminta untuk:
1. Mencermati data, dokumen, dan informasi yang disajikan dalam skenario.
2. Menuliskan Identifikasi Masalah berdasarkan skenario
3. Menentukan Masalah Utama berdasarkan hasil identifikasi masalah
4. Menuliskan Identifikasi Kekuatan Sekolah berdasarkan skenario
5. Merumuskan 3 (tiga) Alternatif solusi mengatasi masalah
6. Memilih 1 (satu) alternatif solusi terbaik dari 3 solusi di atas
7. Menuliskan langkah-langkah solusi terbaik secara logis, sistematis, dan menunjukkan
keluasan wawasan atau keragaman pengalaman yang dapat memberikan dampak positif
terhadap perbaikan kualitas pembelajaran bagi peserta didik untuk mencapai students
wellbeing (kesejahteraan siswa).

1. Skenario

Sekolah X terletak di pusat kota Belimbing. Sekolah ini dipimpin oleh Ibu Susi yang baru 2
(dua) tahun menjabat Kepala Sekolah di sekolah tersebut. Sebelumnya dia adalah Kepala
Sekolah di Sekolah Y. Ibu Susi memiliki jiwa visioner untuk memajukan sekolah. Salah satu
upayanya adalah dengan melakukan supervisi guru dan tendik secara terjadwal. Monitoring
dan evaluasi terprogram dan dilaksanakan secara rutin.

Hasil wawancara
Pada saat wawancara, kepala sekolah menyampaikan informasi sebagai berikut :
1. Hubungan dengan dinas pendidikan baik, sehingga setiap ada kesulitan segera
mendapat bantuan.
2. Beberapa peserta didik masih ada yang sering datang terlambat,
3. Program sekolah selalu mendapat dukungan positif dari komite sekolah,
4. Sebagian besar guru lebih banyak ceramah dan jarang menerapkan metode kreatif
dan inovatif,
5. Akreditasi sekolah B, saat ini berusaha agar dapat meningkat menjadi A,
6. Motivasi siswa dalam berprestasi rendah,
7. Kepedulian siswa terhadap kebersihan sekolah rendah,
8. Program penguatan pendidikan karakter tidak dilaksanakan secara maksimal,
9. Penggunaan SIM sekolah tidak maksimal
10. Tidak banyak lulusan yang melanjutkan ke jenjang berikutnya
Berdasarkan dokumen sekolah dapat dipaparkan informasi sebagai berikut:
Prestasi Akademik 3 (tiga) Tahun Terakhir

No Tahun Pelajaran Capaian

1 2016/2017 88 (Amat Baik)


2 2017/2018 83 (Baik)
3 2018/2019 75 (Cukup Baik)

Prestasi Non Akademik 3 (tiga) Tahun Terakhir

No Tahun Pelajaran Capaian

1 2016/2017 Juara 1 Taekwondo Tingkat Kabupaten/Kota


Juara 1 Baca Puisi Tingkat Kabupaten/Kota
2 2017/2018 Juara 1 Futsal Tingkat Kabupaten/Kota
Juara 2 Lomba Perpustakaan Tingkat
Kabupaten/Kota
3 2018/2019 Juara 1 Bola Volly Putra Tingkat Kabupaten/Kota
Juara 1 Bulutangkis Tingkat Kabupaten/Kota
Juara 2 Lomba MTQ Putri Tingkat Kabupaten
Kota

Data Kemampuan Guru Menggunakan TIK

No Kategori Jumlah Guru


1 Sangat Mampu -
2 Mampu 3
3 Kurang mampu 7
Lembar Jawaban:
No Identifikasi Identifikasi Masalah Alternatif Solusi Terbaik Langkah-langkah Solusi
Kekuatan dan Masalah Utama Solusi Terbaik
Kelemahan
Sekolah
a b c d e f g
Kekuatan: Perencanaan:

Pelaksanaan:

Kelemahan: Monev:

Refleksi:

Tindak Lanjut:
CONTOH BEST PRACTICES
KEPALA SEKOLAH

http://gg.gg/contoh-bestpractices-KS

*)
Link tersebut di atas merupakan contoh Best Practices yang dapat dijadikan sebuah rujukan
dalam berkarya menjadi Kepala Sekolah yang professional.

Anda mungkin juga menyukai