PENDAHULUAN
Dengan cara berpikir tersebut, maka seharusnya telah disusun suatu arah
dan pentahapan pencapaian pembangunan kuantitas yang mampu
mendorong terealisasinya tahap tersebut. Selain persoalan yang terkait
dengan pertumbuhan dan komposisi penduduk, Provinsi Sumatera Utara
masih dihadapkan pada masalah ketimpangan distribusi penduduk antara
kabupaten/kota. Demikian juga halnya antara desa dan kota. Persolan
ketimpangan distribusi penduduk pada dasarnya erat kaitannya dengan
persoalan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lingkungan. Di satu pihak
ketimpangan distribusi penduduk melahirkan persoalan over-population
yang ditunjukkan antara lain adanya kepadatan penduduk yang tidak
sesuai dengan tata ruang pemukiman dan tekanan penduduk, di pihak
lain muncul persoalan optimalisasi sumber daya alam, khususnya di
daerah yang kaya sumber daya alam tetapi jumlah penduduknya sedikit.
Selain itu, komitmen untuk mengadopsi 20 tahun Plan of Action (PoA) ICPD
yang mencakup tujuan penting kebijakan kependudukan dan
pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam
konteks pembangunan berkelanjutan ( sustainable development ),
pendidikan, kesetaraan gender, penurunan kematian maternal, anak dan
bayi, peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi,
termasuk Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi. Kesepakatan
hasil MDGs tahun 2000 berpengaruh sangat penting dalam mengarahkan
pembangunan kependudukan. Target yang tertuang dalam MDGs, menjadi
rujukan pokok penentuan indikator pencapaian pembangunan
kependudukan sampai dengan saat ini. Bukan hanya dalam konteks
pembangunan kependudukan, arah kebijakan pembangunan secara
umum juga sangat diwarnai dan dipengaruhi MDGs.
Dalam skala kedaerahan ada dua aspek penting yang perlu dicatat;
Pertama adalah perubahan kewenangan pemerintahan daerah (otonomi
daerah) yang menuntut adanya pemahaman dan komitmen pentingnya
pembangunan kependudukan berkelanjutan dari para pimpinan daerah.
Kedua, sejalan dengan perubahan pemerintahan tersebut, maka kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota diharapkan mampu untuk menyusun,
melaksanakan, serta melakukan monitoring dan evaluasi pembangunan,
termasuk didalamnya kebijakan pembangunan kependudukan.
Kelima kelompok kerja tersebut telah bekerja secara maksimal dan telah
menghasilkan konsep grand design. Hasil dari kelima kelompok kerja
tersebut merupakan sumber utama dalam penyusunan GDPK
pembangunan kependudukan ini. Dengan kata lain dokumen GDPK ini
merupakan integrasi dan penyerasian hasil kerja dari kelima kelompok
kerja tersebut. Diharapkan dokumen GDPK ini dapat menjadi landasan
dan acuan bagi perumusan program atau kegiatan operasional untuk
mengatasi permasalahan kependudukan di Provinsi Sumatera Utara serta
mengintegrasikannya dengan dokumen pembangunan yang lainnya.
1.3. Visi
1.4. Misi
1.6. Tujuan
Peningkatan
Kualitas Penduduk
1.7. Sasaran
1.Program
Pengendalian
1.Pengendalian Kuantitas
Kuantitas Penduduk
Penduduk 2.Program
PENDIDIK 2.Peningkatan Peningkatan
AN Kualitas Kualitas
Penduduk Penduduk
3.Pembangunan 3.Program
GDP IPM KESEHAT keluarga Pembangunan
K AN 4.Penataan keluarga
persebaran dan 4.Program
pengaturan Penataan
mobilitas persebaran dan
EKONOMI penduduk pengaturan
5.Pembangunan mobilitas
managemen penduduk
database dan 5. Program
informasi Pembangunan
managemen
database dan
informasi
Kependudukan
Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam
3 kelompok wilayah/kawasan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan
Pantai Timur. Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten
Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal,
Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan
dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-
tengah dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0 – 12 % seluas
65,51%, antara 12 – 40 % seluas 8,64 % dan diatas 40 % seluas 24,28 %,
sedangkan luas Wilayah Danau Toba 112.920 Ha atau 1,57 %. Ketinggian
lahan di Provinsi Sumatera Utara bervariasi mulai dari 0 – 2200 m dpl.
Terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif
Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 Km2
atau 65,23 persen dari luas wilayah Sumatera Utara, sebagian besar
merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah,
iklim, topografi dan kontur serta daerah yang struktur tanahnya labil.
Beberapa danau, sungai, air terjun dan gunung berapi dijumpai di wilayah
ini serta sebagian wilayahnya tercatat sebagai daerah gempa tektonik dan
vulkanik.
2,5
2,06
2
0,5
%
0
1990 2000 2010
Jumlah Penduduk
721.0 765.8
Lansia (000 jiwa)
0
SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997SDKI 2002/2003SDKI 2007 SDKI 2012
0 1 2 3 4 5 6
Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2010
Pengguna/memamakai alat/cara KB
tdk
No Kab./Kota Sedang Tidak Total %
pernah
Mengguna mengguna
mengguna
Kan kan lagi
kan
1 2 3 4 5 6
1 Nias 5077 1816 2896 9789 51.86
2 Mandailing Natal 8784 6549 18229 33562 26.17
3 Tapanuli Selatan 7562 4220 9458 21240 35.6
4 Tapanuli Tengah 9017 6562 8733 24312 37.09
5 Tapanuli Utara 10409 5023 7395 22827 45.6
6 Toba Samosir 7621 2455 4241 14317 53.23
7 Labuhan Batu 18228 6547 7396 32171 56.66
8 Asahan 27790 13390 10875 52055 53.39
9 Simalungun 38008 12515 13343 63866 59.51
10 Dairi 9948 4857 7321 22126 44.96
11 Karo 14499 6436 3573 24508 59.16
12 Deli Serdang 84577 28668 21386 134631 62.82
13 Langkat 49297 12878 9682 71857 68.6
14 Nias Selatan 12943 3770 7528 24241 53.39
15 Humbang Hasundutan 6802 2523 5892 15217 44.7
16 Pakpak Bharat 1409 784 1327 3520 40.03
17 Samosir 3825 1537 3608 8970 42.64
18 Serdang Bedagai 29001 10054 9188 48243 60.11
19 Batu Bara 16260 7143 4941 28344 57.37
20 Padang Lawas Utara 4692 5479 6820 16991 27.61
21 Padang Lawas 3957 3969 9361 17287 22.89
22 Labuhan Batu Selatan 13428 4558 3978 21964 61.14
23 Labuhan Batu Utara 14564 5293 6693 26550 54.85
24 Nias Utara 5966 1160 3405 10531 56.65
25 Nias Barat 2163 625 2893 5681 38.07
26 Kota Sibolga 3572 1591 1627 6790 52.61
27 Kota Tanjung Balai 6477 2792 2848 12117 53.45
28 Kota Pematang Siantar 9793 4072 3975 17840 54.89
29 Kota Tebing Tinggi 6264 2710 1265 10239 61.18
30 Kota Medan 71295 25006 28199 124500 57.27
31 Kota Binjai 10965 4741 1962 17668 62.06
32 Kota Padangsidimpuan 7703 3495 3359 14557 52.92
33 Kota Gunungsitoli 3073 1774 3111 7958 38.62
524969 204992 236508 966469 54.32
Sumber : BPS Sumatera Utara
Dilihat dari variabel umur pada waktu kawin ternyata juga memberikan
gambaran yang cukup menarik. Umur pada waktu kawin adalah
merupakan variabel yang menunjukkan saat dimulainya hubungan
kelamin. Oleh karena itu variabel ini mempengaruhi fertilitas secara
langsung, dimana pada saat itulah wanita
memulai masa reproduksinya dengan mengabaikan jumlah kelahiran
sebelum perkawinan. Disamping itu umur pada waktu kawin juga
menentukan perpanjangan masa reproduksi wanita.
Sebenarnya variabel umur pada waktu kawin ini sangat dipengaruhi oleh
variabel pendidikan dan status ekonomi. Wanita yang berpendidikan
lebih tinggi yang otomatis status ekonominya tinggi pula akan menunda
saat perkawinannya, karena wanita-wanita tersebut akan lama
menghabiskan waktunya dibangku sekolah. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa wanita yang berpendidikan lebih tinggi dan status
ekonomi lebih tinggi pula akan menunda masa perkawinannya, sehingga
peluang untuk mempunyai anak yang lebih banyak akan berkurang dan
dengan sendirinya akan menekan tingkat fertilitas.
80+
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
15,0 10,0 5,0 0,00 5,00 10,00 15,00
Perempuan Laki-laki
80+
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
15,0 10,0 5,0 0,00 5,00 10,00 15,00
Perempuan Laki-laki
80+
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
15,00 10,00 5,00 0,00 5,00 10,00 15,00
Perempuan Laki-laki
80+
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
15,00 10,00 5,00 0,00 5,00 10,00 15,00
Perempuan Laki-laki
80+
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
15,00 10,00 5,00 0,00 5,00 10,00 15,00
Perempuan Laki-laki
80+
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
15,00 10,00 5,00 0,00 5,00 10,00 15,00
Perempuan Laki-laki
Dari data Angka Partisipasi Murni (APM) Provinsi Sumatera Utara tahun
2011, terlihat bahwa ada kecenderungan terjadinya penurunan jumlah
partisipasi siswa dari APM siswa SD (92,43%), SLTP (SMP/MTs) (77,46%)
dan SLTA (SMA/MA/MK) 66,04%. Hal ini menunjukkan masih banyak
anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
diatasnya (putus sekolah). Hal ini disebabkan masih rendahnya minat dan
dorongan orang tua untuk menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih
tinggi. Disamping masih terbatasnya kemampuan ekonomi masyarakat
yang berpenghasilan rendah.
Sementara dari data APM siswa SLTA per Kabupaten/Kota terlihat bahwa
kabupaten dengan capaian APM tertinggi adalah Karo (95,55%), Pakpak
Bharat (95,28%), Tapanuli Utara (94,85%), Nias Selatan (94,02%), Dairi
(92,82%) dan Tapanuli Tengah (90,10%). Sedangkan Kabupaten/Kota yang
paling rendah capaian APM untuk tingkat SLTA adalah Gunung Sitoli
(45,45%), Labuhan Batu Utara (22,34%), Nias Barat (17,62%), Labuhan
Batu Selatan (15,08%) dan Nias Utara (13,54%).
Dari data Angka Partisipasi Kasar (APK) Tahun 2010 terlihat bahwa APK
untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berdasarkan jumlah penduduk
usia 0-6 tahun, di Provinsi Sumatera Utara masih tergolong rendah
(29,58%), dan mengalami peningkatan menjadi 31,27 pada tahun 2011.
Angka Partisipasi Kasar untuk Pendidikan Dasar SD/MI sudah memenuhi
target sebesar 110,54, untuk SMP/MTs sebesar 99,25, sedangkan untuk
pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) sebesar 83,76.
Dengan memakai ukuran angka kematian kasar (CDR) data hasil sensus
penduduk 2010 menunjukkan angka kematian kasar Sumatera Utara
sebesar 5,1 per 1000 penduduk dan angka ini menunjukan
kecenderungan yang terus menurun bila dibandingkan dengan angka
kematian kasar pada periode-periode sebelumnya, dimana angka
kematian kasar sebesar 8,2 per 1000 penduduk pada periode 1985-1990,
0
Tahun 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 SP 2010
140
120 122
100
88
80
60 61
48 44
40
25
20
0
1971 1980 1990 1998 2000 2010
Tahun
Seterusnya, tidak kalah pentingnya adalah status gizi balita. Status gizi
balita merupakan prasyarat dasar untuk meningkatkan daya saing
bangsa karena status gizi anak akan mempengaruhi tingkat kesehatan
fisik dan kecerdasan anak yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat
produktivitas secara ekonomis. Menurut hasil penelitian yang
dilaksanakan Kementerian Kesehatan RI (Riskesdas, 2010), Provinsi
Sumatera Utara masih tergolong provinsi dengan angka kekurangan gizi
balitanya diatas angka rata-rata nasional yakni 21,4 sementara angka
rata-rata nasional 17,9. Menurut penelitian WHO anak yang memiliki
status gizi kurang atau buruk mempunyai resiko kehilangan tingkat
kecerdasan atau IQ sebesar 10-15 poin.
Grafik 3.23. Angka Prevalensi Kekurangan Gizi pada Balita per Provinsi di
Indonesia
Adapun untuk angka penduduk Sumatera Utara yang berada diatas garis
kemiskinan setiap tahun terus mengalami perbaikan, dimana tahun
tahun 2008 sebesar 11,55 %, tahun 2009 sebesar 11,51%, tahun 2010
sebesar 11,31 %, tahun 2011 sebesar 10,83 % dan tahun 2012 menjadi
10,41 %. Secara umum penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi
Sumatera Utara dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Hasil BPS tersebut diatas tidak jauh beda dengan hasil pendataan
Keluarga. Berdasarkan hasil pendataan keluarga jumlah penduduk pra
sejahtera/miskin sebesar 11,23 persen. Pada Pendataan Keluarga Tingkat
kesejahteraan keluarga dikelompokkan ke dalam 5 (lima) tahap.
Perumusan indikator tahapan didasarkan pada teori Maslow tentang
tingkat kebutuhan manusia (dasar, sosial psikologis dan kebutuhan
pengembangannya), sehingga tersusun Tahapan Keluarga dari yang
terendah ke tahapan tertinggi. Jumlah keluarga di Provinsi Sumatera
Utara berdasarkan hasil pendataan keluarga tahun 2009, tercatat
sebanyak 2.997.473 Keluarga, meningkat menjadi 3.082.185 pada tahun
2010. Dari tabel dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 sekitar 34,12
persen keluarga di Sumatera Utara masih tergolong Pra sejahtera dan
sejahtera I, sedikit menurun dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar
35,24 persen.
Jika dilihat dari status pekerjaan utama sebesar 28,43% penduduk berusia
15 tahun ke atas yang bekerja adalah buruh atau karyawan, sebesar
20,63% adalah penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga, penduduk
yang berusaha sendiri yaitu 20,24%, penduduk yang bekerja dibantu
anggota keluarga mencapai 20,17% dan pada umumnya dilakukan oleh
kaum perempuan. Hanya 3,05% penduduk Sumatera Utara yang berusaha
dengan mempekerjakan buruh tetap/karyawan.
Tabel 3.22. PDRB dan Gini Ratio Menurut Kab/Kota Sumatera Utara
Hal ini sebagian besar disebabkan di kelima daerah ini telah terjadi
pemekaran wilayah kabupaten pada periode 2000 ke tahun 2010. Seperti
kabupaten Tapanuli Selatan misalnya kurun waktu tersebut telah terbagi
menjadi 3 wilayah pemekaran. Penyebab turunnya persentase penduduk
yang tinggal di daerah perkotaan seperti Kota Medan antara lain
penyebabnya adalah makin banyaknya desa yang sebelumnya berstatus
pedesaan berubah menjadi daerah perkotaan.
Medan 16,74
13,78
Langkat 7,44
6,3
Asahan 5,14
4,57
Labuhan Batu 3,19
3,11
Batu Bara* 2,88
2,7
Lab.batu Utara* 2,55
2,39
Nias Selatan* 2,23
2,15
Lab.Batu Selatan* 2,14
2,08
Tapanuli Selatan 2,03
1,89
Pem. Siantar 1,81
1,72
Pdg. Lawas Utara* 1,72
1,48
Toba Samosir 1,33
1,32
Tanjung Balai 1,19
1,12
Nias 1,02
0,98
Gunung Sitoli* 0,97
0,92
Sibolga 0,65
0,63
Pak-Pak Bharat* 0,31
0 5 10 15 20
Tabel 3.28 : Jumlah Migrasi Masuk, Migrasi Keluar dan Migrasi Netto
Dari data migrasi netto Kabupaten/Kota, juga dapat dilihat bahwa angka
migrasi netto positif pada umumnya terdapat di daerah Kabupaten/Kota
pemekaran yaitu Kabupaten Padang Lawas Selatan, Padang Lawas,
Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Batubara, Humbang
Hasundutan, Pak-pak Bharat, Samosir dan Kota Gunung Sitoli.
Fenomena ini terjadi terkait dengan adanya peningkatan pembangunan
sarana dan prasarana perekonomian serta berkembangnya usaha bidang
perdagangan, industry, permukiman dan perkantoran pusat
pemerintahan Kabupaten/Kota pemekaran.Pada wilayah ini factor utama
yang mendorong terjadi migrasi masuk adalah peluang kerja yang lebih
besar dan terbukanya akses ekonomi baru di daerah pemekaran.
1) Region I meliputi Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat
dan Kota Gunung Sitoli yang berada dalam gugusan Ecoregion
Kepulauan Nias
Secara umum dari data pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah
penduduk yang keluar lebih besar dari yang masuk terjadi di pada region
yang angka rata-rata pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari angka
Provinsi.Angka rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di Region
III Kab/kota Kawasan Danau Toba yaitu 24,18 % dengan angka migrasi
netto negatif 32.032 jiwa, kepadatan penduduk 163 jiwa/km2 dan ratio
16.18% dari penduduk Sumatera Utara. Rata-rata pertumbuhan ekonomi
kedua terjadi di Region I Kab/Kota Kepulauan Nias yaitu 24,93% dengan
angka migrasi netto negatif 27,245 jiwa dan kepadatan penduduk 150
jiwa/km2 dan ratio5.80% dari penduduk Sumatera Utara. Melihat
fenomena jumlah penduduk keluar dan pertumbuhan ekonomi rata-rata
pada kedua region ini, dapat diartikan bahwa mobilitas penduduk
kab/kota di region tersebut keluar dari regionnya, terkait dengan
rendahnya pertumbuhan ekonomi di region tersebut.
Padang Lawas, Kec. Kota Pinang, Kab. Labusel, Kec. Aek Kanopan Kec.
Labura, Kec. Limpuluh Kab. Batubara, Kec. Dolok Sanggul Kec,
Humbahas, Kec. Salak Kab.Pak-pak Bharat dan Kec. Pangururan Kab.
Samosir.
Perbedaan angka migrasi netto positif dan negatif yang antara daerah
Kota dan Kabupaten berdekatan menggambarkan terjadinya mobilitas
sirkuler antar daerah seperti Kab. Nias (-) dan Kota Gunung Sitoli (+) di
Region I, Kota Sibolga (-) dan Kab.Tapteng (+) di Region II,Kab.Selatan (-)
dan Kota P.Sidempuan (+) di Region II, Kab. Tap.Utara (-) dan Kab.
Humbahas (+) di Region III, Kab. Dairi (-) dan Kab. Pakpak Barat (+) di
Region III, Kab. Asahan (-) dan Kota Tanjung Balai (+) di Region IV, Kab.
Labuhan Batu (-), Labusel (+) dan Labura (+), Kota Medan (-) dan Kab.
Deli Serdang (+) di Region V, dan Kab Langkat (-) dan Kota Binjai (+) di
Region V.
Dari analisis fenomena migrasi netto ini member pelajaran pada kita
bahwa pola mobilitas sangat tergantung pada perkembangan wilayah
kewenangan (otonomi) yang lebih luas bagi pembangunannya sendiri,
sehingga menjadi penarik bagi mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk,
baik permanen maupun nonpermanen (sirkuler), frekuensinya akan terus
meningkat dan semakin lama semakin cepat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi daerah, dipengaruhi oleh tersedianya prasarana
transport dan komunikasi yang memadai dan modern.
Data pada Tabel 3.26 menyajikan data TPAK, TPT, Jenis Lapangan Usaha
(Pertanian, Industri, Jasa), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi tahun 2010-2012 pada 14
Kabupaten/Kota yang mengalami angka migrasi netto positif di Sumatera
Utara. Dari data tersebut kita mendapatkan gambaran bahwa50%
Kabupaten/Kota tersebut memiliki angka TPAKnya lebih tinggi dari angka
rata-rata Provinsi Sumatera Utara, 100% TPTnya di bawah angka rata-
rata provinsi, 64,28% jenis usaha pertanian di atas angka rata-rata
provinsi, 42,86% jenis usaha industry di atas rata-rata Provinsi, 28,57%
jenis usaha jasa di atas rata-rata Provinsi, 28,57% PDRB perkapitanya di
atas rata-rata Provinsi dan 21,43% pertumbuhan ekonominya di atas
rata-rata Provinsi.
Pert.
PDRB/
Indu Ekonomi
TPAK TPT Pertan Jasa Kapita
NO Kab/Kota Reg stri 2010-
(%) (%) ian (%) (%)
(%) (juta 2012
Rp.)
(%)
Gunung
1 R-I 70.76 7.93 46.73 3.47 49.80 19.71 26.63
sitoli
Tapanuli
2 R-II 78.60 5.26 65.62 2.74 31.63 9.03 25.46
Tengah
Padang
4 R-II 62.59 7.47 53.26 16.98 29.75 8.91 29.41
Lawas
Pakpak
7 R-III 87.34 1.13 71.67 1.45 26.88 10.13 26.72
Bharat
9 Batu Bara R-IV 63.22 6.77 37.31 12.85 49.84 55.13 26.62
Tanjung
12 R-IV 66.70 14.75 23.66 8.25 68.09 23.50 19.55
Balai
13 Deli Serdang R-V 65.61 6.85 19.12 14.59 66.29 27.45 27.29
Sumatera
69.41 27.14 41.40 8.07 50.53 26.57 27.65
Utara
Dari pendekatan analisis ini, kita dapat pelajari bahwa faktor paling
positif hubungannya dengan angka migrasi netto positif dari aspek
ekonomi adalah TPT di bawah rata-rata Provinsi dan Usaha Pertanian di
atas rata-rata Provinsi. Salah satu makna yang dapat dipelajari dari
fenomena ini adalah, sector usaha pertanian masih mendominasi sebagai
faktor penarik bagi penduduk pada daerah yang migrasi nettonya positif.
Data statistic juga menunjukkan bahwa TPAK di atas rata-rata Provinsi
terdapat pada daerah yang sector usaha pertaniannya di atas rata-rata
Provinsi.Data pada tabel 4 juga menggambarkan bahwa sektor usaha
Industri dan Jasa menjadi lapangan usaha yang menarik di Padang
Lawas, Padang Sedempuan, Batubara, Tanjung Balai, Deli Serdang dan
Binjai. Faktor PDRB/Kapita di atas rata-rata provinsi menjadi faktor yang
menarik di Batubara, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara dan
Deli Serdang. Pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata Provinsi menjadi
faktor yang menarik di Kota Binjai, Labuhan Batu Utara, Humbahas dan
Padang Lawas.
3.4.2.4. Faktor Penarik Migrasi Netto Positif Aspek Pendidikan dan Kesehatan
Dan bila ditinjau dari fasilitas kesehatan rasio fasilitas dengan rasio 7.70
per 100.000 penduduk. Fasilitas kesehatan tentunya didukung oleh
tenaga kesehatan yang mengoperasionalkan fasilitas kesehatan tersebut.
Data ratio tenaga kesehatan di kab. Nias adalah 2.35 per 100.000
penduduk, Hal ini menunjukkan masih belum mencukupinya fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk di kab Nias,
sehingga masyarakat sangat mungkin untuk mencari kehidupan yang
lebih baik dalam bidang kesehatan dan yang akan memungkinkan
terjadinya migrasi keluar.
Pada Region II, angka migrasi keluar yang paling tinggi terjadi di Kab.
Tapanuli Selatan (22.986) dengan netto (16.895), dengan jumlah
Kematian Bayi (321), jumlah Kematian Ibu (19). Selain faktor ekonomi,
dan pendidikan, tingginya migrasi keluar di kab Tapanuli Selatan bila
Pada Region III, migrasi keluar yang paling tinggi terjadi di Kab.
Simalungun (37.609) dengan netto (18.292), dengan jumlah kematian
bayi (82), Jumlah kematian ibu (8). Dan rasio fasilitas kesehatan 5.05 per
100.000 penduduk. Ratio tenaga kesehatan 1,77 per 100.000 penduduk.
Migrasi keluar di Kab. Dairi (14.170) dengan netto (5070), dengan jumlah
kematian bayi (69), jumlah kematian ibu (6). Rasio fasilitas kesehatan
6,95 per 100.000 penduduk. Rasio tenaga kesehatan 2.86 per 100.000
penduduk. Dalam hal ini kelihatan bahwa rasio fasilitas kesehatan dan
tenaga kesehatan masih jauh dari ideal.
Pada Region IV, migrasi keluar yang paling tinggi terjadi di Kabupaten
Asahan (51.534) dengan netto (40.290), dengan jumlah kematian bayi
(151), jumlah kematian ibu (26). Rasio fasilitas kesehatan 4,72 per
100.000 penduduk. Rasio tenaga kesehatan 1,97 per 100.000 penduduk.
Di region ini data juga menunjukkan Kab Asahan memiliki jumlah
kematian bayi dan ibu yang tinggi, demikian juga pada rasio fasilitas
kesehatan dan rasio tenaga kesehatan.
Perilaku seseorang dalam hal ini pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang
diyakini masyarakat juga dipengaruhi oleh tersedianya pelayanan
kesehatan dalam hal ini fasilitas kesehatan apa yang ada, dan tentunya
fasilitas kesehatan juga didukung oleh tenaga kesehatan yang akan
memberikan infomasi dalam upaya preventif, promotif dan memberikan
pelayanan kesehatan dalam upaya kuratif dan rehabilitative. Fasilitas
kesehatan merupakan tempat masyarakat mendapatkan informasi dan
promosi tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan
dalam hal ini adalah rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta dan
puskesmas.
Bila disuatu daerah fasilitas kesehatan tidak ada, tidak mencukupi, perlu
uang untuk biaya di fasilitas kesehatan tsb, jaraknya jauh dan harus
menggunakan transport yang tentunya akan membutuhkan waktu, dan
dana, dll maka seorang individu atau masyarakat tidak akan pergi
menggunakan pelayanan kesehatan tsb. Demikian juga bila fasilitas
kesehatan ada, namun tenaga kesehatan tidak ada, maka tidak akan
sempurna juga masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Dari penjelasan diatas dapat diambil solusi yang akan di tuangkan dalam
grand design kependudukan yaitu: perlunya penambahan fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan, sehingga masyarakat di kab/kota tidak
perlu keluar dari kab/kotanya untuk mendapatkan pelayanan
kesehatannya. Sarana prasarana fasilitas kesehatan dan tenaga
kesehatan hendaknya disesuaikan dengan ratio yang ideal dengan luas
wilayah dan jumlah penduduk sehingga diharapkan dapat mengurangi
migrasi keluar.
b. Penerbitan NIK
c. Penerapan e-KTP
- Pencatatan Kelahiran
- Pencatatan Lahir Mati
- Pencatatan Perkawinan
- Pencatatan Pembatalan Perkawinan
- Pencatatan Perceraian
- Pencatatan Pembatalan Perceraian
- Pencatatan Kematian
- Pencatatan pengangkatan, pengesahan dan pengakuan anak
- Pencatatan perubahan nama dan perubahan status
kewarganegaraan
- Pencatatan peristiwa penting.
7. Stelsel Aktif
8. Pendanaan
Data Bulan
Tapanuli
1 12.710 17 511 1 Januari-
Tengah
November 2013
Data Bulan
Tapanuli
2 4.454 245 3.351 14 Januari –
Utara
Desember 2013
Data Bulan
Tapanuli
3 11.953 9 555 Januari -
Selatan
Oktober 2013
Data Bulan
4 Nias 5.836 19 392 1 Januari -
Desember 2013
Data Bulan
5 Langkat 15.812 16 1.233 1 Januari -
September 2013
Data Bulan
6 Karo 18.200 57 1.011 9 Januari -
Oktober 2013
Data Bulan
7 Deli Serdang 78.852 143 2.021 28 Januari -
Desember 2013
Data Bulan
8 Simalungun 972.918 86.227 Januari -
September 2013
Data Bulan
9 Asahan 172.107 730 1.045 21 Januari -
Agustus 2013
4.1 . Kekuatan
2. Dari segi kualitas tingkat IPM penduduk sumatera utara menjadi 74,69
% berada pada rangking 8 secara Nasional, dengan rata-rata lama
bersekolah 8,9 tahun dan lebih baik dari rata-rata nasional, angka
kematian kasar 5 per 1000, angka kematian bayi 25 per 100.000 serta
angka harapan hidup 71 tahun, demikian pula tingkat pendapatan
yang dinilai dari kemampuan daya beli penduduk Sumatera Utara yang
semakin meningkat serta tingkat partisipasi kaum perempuan dalam
bidang perekonomian semakin tinggi partisipasinya.
4.4. Peluang
YANG DIINGINKAN
7. Daya tampung dan daya dukung lingkungan juga semakin tidak ideal
serta bisa menimbulkan banyak masalah lingkungan, sampah, banjir,
kemacetan, kesulitan akses udara atau air bersih serta isu perubahan
iklim hingga bencana akibat perusakan alam.
Patut dicermati bahwa TFR dan NRR tidak dimaksudkan untuk terus
menurun sampai dibawah 1,85 dan 0,89, karena kalau itu terjadi maka
pada jangka panjang penduduk Indonesia bisa mengalami penurunan
seperti fenomena yang terjadi di negara-negara maju yang TFR nya telah
di bawah 1,5 per wanita dan bahkan ada yang di bawah 1 per wanita.
Penduduk yang terus menurun akibat fertilitas yang sangat rendah akan
mengakibatkan proporsi penduduk lanjut usia (lansia) akan sangat besar
sehingga akan menyebabkan masalah tersendiri yang tidak kalah
peliknya.
Tercapainya
kondisi
Terkendali Tercapainya Bertahannya penduduk Tercapainya
nya jumlah kondisi kondisi tumbuh kondisi
dan laju penduduk penduduk seimbang penduduk
pertumbuh tumbuh tumbuh sebagai tanpa
an seimbang seimbang prasyarat pertumbuhan
penduduk (PTS) (PTS) penduduk PTP)
tanpa
pertumbuhan
(PTP)
Paling tidak ada tiga dimensi yang dapat dipakai sebagai landasan
peningkatan kualitas penduduk : Pertama, dimensi kesehatan yakni
meningkatkan derajat kesehatan penduduk dalam rangka menurunkan
angka kematian dan meningkatkan angka harapan hidup. Kedua,
dimensi pendidikan yakni meningkatkan kompetensi dan daya kompetisi
penduduk Sumatera Utara melalui pendidikan formal, nonformal maupun
informal dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan nasional,
khsususnya dalam rangka mendukung tercapainya MP3EI dan MP3KI,
mengurangi kesenjangan pendidikan menurut jenis kelamin melalui
peningkatan akses perempuan untuk memperoleh pendidikan. Ketiga,
dimensi ekonomi, yakni meningkakan status ekonomi penduduk melalui
perluasan kesempatan kerja dan pengurangan pengangguran.
Mengurangi kesenjangan ekonomi sebagai salah satu usaha untuk
menurunkan angka kemiskinan.
Pembangunan Pembangunan
Ekonomi Pendidikan
SDM
Pembangunan
Kesehatan
120
99,50
100
Pendapatan perkapita (Rp juta)
80
60
40
30,31
20
4,40
0,56
0
1990 1999 2013 2035
Peningkatan Terwujudnya
kualitas Pencapaian Peningkat kualitas
Pencapaian pendidikan, kualitaspen ankualitas penduduk
kualitas kesehatan duduk penduduk yang
pendidikan, dan ekonomi kreatif dan kreatif dan beriman,
kesehatan yang mapan inovatif inovatif maju,
dan yang untuk untuk mandiri,
ekonomi didukung meningkat meningkat mapan dan
penduduk terciptanya kan kerja -kan kerja berkeadilan
yang mapan good produktif produktif di dalam
governance kebhinekaan
Pendidikan
Lama sekolah >15 8,9 10,2 11,4 12,6 13,8 15,0
tahun keatas (tahun)
15,6 18,5 21,4 24,2 27,1 30,0
Angka Partisipasi
Sekolah Usia 19-24
Tahun (%)
Kesehatan
- Angka Kematian Bayi 25 23 22 21 20 20
( per 1000 lahir
hidup)
- Angka Kematian Ibu 249 240 225 200 200 180
(per 100.000 lahir
hidup)
- Angka Harapan 71 72 73 74 75 75
Hidup (tahun )
- Prevalensi Gizi 23 20 18 16 12 8
Kurang dan
Buruk(%)
Ekonomi
- Daya Beli (ribu 633,33 645,1 653,8 662,5 671,3 680,0
rupiah perkapita
pertahun)
- Pendapatan Perkapita 21,24 35,6 49,9 64,1 78,4 99,50
(juta rupiah)
- Gini Rasio 0,253 0,239 0,226 0,212 0,199 0,186
Standard WHO, Prevalensi gizi kurang dan buruk adalah 5-9 %.
Peningkatan
mobilitas non
permanen
Penataan dengan cara Terjadinya
Penataan persebaran menyedia-kan persebaran
Penataan dan dan berbagai penduduk
dan penyebaran Pengaraha fasilitas yang lebih
penyebaran penduduk nmobilitas sosial, merata
penduduk antar penduduk ekonomi, antar
antar daerah melalui budaya, dan daerah
daerah kabupaten/ pengemban ad ministrasi kabupaten/
kabupaten/ Kota sesuai gan daerah di beberapa kota
kota daya penyangga daerah yang sehingga
dukung diproyeksikan konsentrasi
sosial dan sebagai penduduk
lingkungan daerah tujuan terkendali
mobilitas dan
penduduk harmonis
Pertumbuhan
Penduduk Perkotaan
(%) 5 4 3 3 2 2
Indikatorkeberhasilannya :
a) Keluarga menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan
masing- masing dengan baik dan benar
b) Keluarga menaati nilai, norma, dan aturan agama
c) Keluarga memelihara kerukunan antar umat beragama
Indikator keberhasilannya :
a) Pendidikan
b) Pembinaan
c) Kebudayaan
Indikator keberhasilannya adalah
a) Keluarga berketahanan sosial,
b) Berwawasan kedepan (menguasai iptek),
Terciptanya Peningkatan
Peningkatan kondisi dan
Terciptanya dan keluarga yang bertambahn Terwujudnya
kondisi bertambahny berkualitas yakondisi keluarga kecil
keluarga bercirikan
akondisi keluarga yang
sejahtera,
berdasarkan keluarga sejahtera,
sehat, maju, berkualitas,
perkawinan berdasarkan mandiri, sehat, maju,
yang sah perkawinan berkeadilan
dengan mandiri,
dan yang sah jumlah anak dengan dan
bertakwa dan ideal (dua) jumlah anak berkesetaraan
kepada bertakwa dalam ideal dua gender serta
Tuhan Yang kepada keharmonisan dalam berdaya saing
Maha Esa Tuhan Yang yang keharmonis
Maha Esa berkeadilan an yang
dan
berkeadilan
berkesetaraan
gender
dan
kesetaran
gender
Rata-rata banyaknya
anak dalam keluarga 4 4 3 3 2 2
Persentase Keluarga
Pra Sejahtera 11 10 9 8 6 5
Angka Perceraian (%
dari yang nikah periode 7 6 5 4 3 2
periode 1 thn)
Indeks Pembangunan
Gender (IPG) 70* 71 73 73 74 75
* Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2006-2012,
Kerjasama BPS dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuandan
Perlindungan Anak
Dalam rangka menyikapi kondisi yang ada serta target capaian sampai
dengan tahun 2035 yang akan datang maka ditentukan arah dan
kebijakan pembangunan manajemen database dan informasi
kependudukan sebagai berikut :
1. Periode 2010-2015:
2. Periode 2015-2020
Fokus periode ini terletak pada cara SAK dapat memberikan layanan
prima untuk mendukung hubungan sesama instansi pemerintah
(G2G), hubungan kepada masyarakat (G2C) dan hubungan dengan
dunia bisnis, atau dikenal dengan Goverment to Business (G2B).
3. Periode 2021–2025:
Pada periode ini juga diharapkan peranan SAK menjadi faktor daya
saing bangsa dan sebagai akselerator dalam mewujudkan iklim
masyarakat informasi (Information Society) dan masyarakat
berpengetahuan (Knowledge base society).
4. Periode 2026-2030:
Fokus strategi periode ini untuk mengembangkan database yang ada
terintegrasi dengan data lain terkait. Hal itu dilakukan dengan
mengembangkan sistem yang terhubung dengan data lain yang berasal
dari berbagai lembaga dan sesuai dengan data yang telah ada. Sistem
ini dikembangkan agar mudah diakses oleh pemangku kepentingan.
5. Periode 2031-2035:
Terciptanya Terciptanya
Terciptanya Tercipta integrasi pendayagun
Terciptanya pelayanan kondisi data dan aan data
tertib prima masyarakat informasi dan
administrasi administrasi berbasis kependuduk informasi
kependudukan kependudukan database dan -an dari kependuduk
Informasi berbagai -an sebagai
kependuduk- sumber sistem
an dalam suatu pendukung
database keputusan
dan bebas
diakses
PENUTUP
ttd.