Anda di halaman 1dari 16

Program Profesi Ners

Keperawatan Jiwa, 2019

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH MAKASSAR
PROVINSI SULAWESI SELATAN

NAMA MAHASISWA : NURFAIDAH


NIM : R014182014

Preseptor Klinik Preseptor Institusi

( ) (Akbar Harisa., S.Kep., Ns., PMNC., MN)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

1. Kasus (Masalah utama: Halusinasi)


a. Definisi
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi
pendengaran (auditory hearing voices or sounds), penglihatan (visual seeing persons
or things), penciuman (olfactory smelling odors), pengecapan (gustatory
experiencing tastes) (Yosep & Sutini, 2016). Sedangkan Yusuf, Fitryasari, &
Nihayati (2015) mendefinisikan halusinasi sebagai gangguan persepsi sensori dari
suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini
meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa
yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada.
b. Etiologi
Menurut Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni (2014) halusinasi dapat terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,
demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik
dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping
dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi
dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada
saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan.
c. Tanda dan gejala
Menurut Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni (2014), tanda dan gejala halusinasi
adalah sebagai berikut:
1. Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa
sesuatu yang tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak
mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi,
berganti pakaian dan berhias yang rapi.
5. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan,
mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang,
pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.
d. Klasifikasi halusinasi
1) Halusinasi Hynagogik terjadi pada orang normal, antara bangun tidur dan tidur
2) Halusinasi pendengaran (akustik)
a) Akoasma: suasana yang kacau balau
b) Phoneme: bentuk suara jelas,misalnya kalimat tertentu yang tidak
menyenaangkan, menghina, kotor, menudu, menyalahkan, dan memaksa.
3) Halusinasi pengelihatan (visual)
a) Khas pada delirium karena infeksi akut (psikoargonik)
b) Keluhan pada korteks serebri tidak jelas bentuknya
c) Keluhan pada korteks tempo pariental bentuk jelas
4) Halusinasi olfaktorik (pembau)
Terjadi pada skizoprenia dan cesilobus temporalis, misalnya tidak
menyenangkan atau tidak disukai.
5) Halusinasi gustatorik (rasa lidah/pengecap)
Sering bersama-sama halusinasi olfaktorik
6) Halusinasi Taktil (perabaan)
Sering terjadi pada keadaan toksik, adiksi, kokain
7) Halusinasi haptik
Seolah-olah tubuh bersentuhan dengan orang atau benda lain (sering bercorak
seksual)
8) Halusinasi anstokopi
Seolah-olah melihat dirinya dihadapannya seperti bercermin
JENIS
KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata
70 %
yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

e. Penyebab halusinasi
Berdasarkan pendekatan model stres adaptasi tersebut, berikut ini faktor-faktor yang
menyebabkan halusinasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Predisposisi :
a) Faktor biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologis yang
maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak.
Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter mengakibatkan
ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan secara selektif. Klien tidak
mampu untuk mengolah informasi, sehingga mengakibatkan kesalahan persepsi
dan halusinasi, bingung, dan mengakibatkan delusi (Stuart, 2013).
b) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal (Yosep
& Sutini, 2016)
c) Faktor sosiokultural
Faktor sosiokultural yang banyak menunjang terjadinya halusinasi adalah stress
yang menumpuk, hubungan yang kurang antara orang tua dan anak, kerusakan
identitas seksual dan body image, dan kekakuan konsep realita.

b. Presipitasi :
1) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi bisa berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membadakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-
unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi menurut Yosep & Sutini (2016), yaitu:
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol serta kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
c) Dimensi intelektual
Dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dan fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol
diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
e) Dimensi spiritual
Klien halusinasi secara spiritual sering mengalami kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk mensucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat bangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
f. Fase halusinasi
Beberapa tahapan-tahapan pada klien dengan halusinasi antara lain :
1. FASE 1. Comforting (ansietas sebagai halusinasi menyenangkan)
Karaktersitik: Klien mengalami perasaan seperti ansietas,kesepian,rasa bersalah
dan takut mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan
ansietas individu mengenal bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensor berada
dalam kondisi kesadaran jika ansietas dapat ditangani (nonpsikotik).
Perilaku klien: Tersenyum dan tertawa tidak sesuai menggerakkan bibir tanpa suara
menggerakkan mata yang cepat dan respon verbal yang lambat
2. FASE II Condemning (Ansietas berat halusinasi memberatkan)
Karaktersitik: Pengalaman sensasi menjijikan dan Peningkatan system saraf
otonom yang menunjukan menakutkan,klien mulai lepas kendali dan mungkin
menciba untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang di persepsikan,individu
mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang
lain(nonpsikotik).
Perilaku klien: Peningkatan system saraf otonom yang menunjukan
ansietas,peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan pernapasan, penyempitan
kemampuan konsentrasidan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realita
3. FASE III Controling (Anxietas berat, pengalaman sensori menjadi penguasa)
Karaktersitik: Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
mnyerah dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya,individu mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berahir(psikotik).
Perilaku klien: Kemampuan dikendalikan hlusinasi akan lebih di takuti,kerusakan
berhubungan dengan orang lain,rentang perhatian hanya beberapa detik/menit
adanya tanda-tanda fisik ansietas berat,tremor, tidak mampu memahamiperaturan
4. FASE IV Conquering/panic (Umumnya menjadi lezat dalam halusinasinya)
Karaktersitik: Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi berahir dari beberapa jam/hari jika intervensi terapeutik(psikotik
berat).
Perilaku klien: Perilaku tremor akibat panic,potensi berat suicida/nomicide aktifitas
merefleksikan halusinasi perilaku isi, seperti kekerasan, agitasi, agitas menarik diri,
tidak mampu merespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.
2. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien
mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak
akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon :

Respon Adaptif Respon Maladaptif


 Pikiran logis - Distorsi pikiran -Gangguan pikir/delusi
 Persepsi akurat - Ilusi -Halusinasi
 Emosi konsisten dengan -Reaksi emosi berlebihan -Sulit berespon emosi
pengalaman atau kurang

 Perilaku sesuai -Perilaku aneh/tidak bias -Perilaku disorganisasi


 Berhubungan sosial -Menarik diri - isolasi social
3. POHON MASALAH :

EFEK Resiko perilaku kekerasan

C.P Gangguan sensori persespsi :


Halusinasi pendengaran & Penglihatan

Defisit perawatan diri :


ETIOLOGI Isolasi social : menarik diri Mandi/Kebersihan
diri,berpakaian/berhias

Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah

4. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan masalah keperawatan sebagai berikut:
1. Resiko perilaku kekerasan.
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran & penglihatan
3. Isolasi sosial
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
5. Defisit perawatan diri.

Pengkajian Klien Dengan Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang
mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi
demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian
respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi
seperti halusinasi antara lain:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang dapat
meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi.
Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.

b. Faktor sosial budaya


Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan
atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti
delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor biologi
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas,
serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbik.
2. Faktor presipitasi
a. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
 Nutrisi Kurang
Kesehatan
 Kurang tidur
 Ketidak siembangan irama sirkardian
 Kelelahan infeksi
 Obat-obatan system syaraf pusat
 Kurangnya latihan
 Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan  Lingkungan yang memusuhi, kritis
 Masalah di rumah tangga
 Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-
hari
 Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
 Isoalsi sosial
 Kurangnya dukungan sosial
 Tekanan kerja (kurang keterampilan dalam bekerja)
 Stigmasasi
 Kemiskinan
 Kurangnya alat transportasi
 Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku  Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
 Putus asa (tidak percaya diri )
 Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan diri
 Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
 Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut.
 Merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual)
 Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan
 Rendahnya kemampuan sosialisasi
 Perilaku agresif
 Perilaku kekerasan
 Ketidak adekuatan pengobatan
 Ketidak adekuatan penanganan gejala.
3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
 Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
 Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
 Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
 Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata.
Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan
orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan
stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus
menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat
nyaman untuk menceritakan perihal halusinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya banyak
klien enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya.
Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain.
Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien
sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut.
Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi
percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
1. Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat
oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan
dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
2. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
3. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
4. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Selain data tentang halusinasinya, peraweat juga dapat mengkaji data yang terkait
dengan halusinasi, yaitu :
 Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
 Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) dan
takut.
 Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.

4. Diagnosis keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan penglihatan
2. Resiko perilaku kekerasan.
3. Isolasi sosial: Menarik diri.
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
5. Defisit perawatan diri.
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan dari tindakan keperawatan yaitu Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

No. Pasien Keluarga


1 SP1P SP1K
a. Identifikasi halusinasi: isi, a. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam
frekuensi , Waktu terjadinya, merawat pasien
situasi pencetus, perasaan saat b. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan
terjadi halusinasi proses terjadinya halusinasi (gunakan
b. Jelaskan cara mengontrol booklet)
halusinasi: hardik, obat, bercakap- c. Jelaskan cara merawat halusinasi
cakap, melakukan kegiatan d. Latik cara merawat halusinasi: hardik
c. Latih cara mengontrol halusinasi e. Anjurkan membantu pasien sesuai
dengan menghardik
jadwal dan member pujian
d. Memasukkan kedalam jadwal
kegiatan pasien
2 SP2P SP2K
a. Evaluasi kegiatan menghardik. a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
Beri pujian merawat/melatih pasien menghardik.
b. Latih cara mengontrol halusinasi Beri pujian
dengan obat (jelaskan 6 benar: b. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara c. Latih cara memberikan/membimbing
kontinuitas minum obat) minum obat
c. Masukkan pada jadwal kegiatan d. Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan menghardik dan jadwal dan memberi pujian
minum obat
3 SP3P SP3K
a. Evaluasi kegiatan latihan a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik & obat. Beri pujian merawat/melatih pasien menghardik dan
b. Latih cara mengontrol halusinasi memberikan obat. Beri pujian
dg bercakap-cakap saat terjadi b. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
halusinasi melakukan kegiatan untuk mengontrol
c. Masukkan pada jadwal kegiatan halusinasi
untuk latihan menghardik, minum c. Latih dan sediakan waktu bercakap-
obat dan bercakap-cakap cakap dengan pasien terutama saat
halusinasi
d. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
4 SP4P SP4K
a. Evaluasi kegiatan latihan
a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik & obat & bercakap- merawat/melatih pasien menghadik,
cakap. Beri pujian memberikan obat & bercakap-cakap.
b. Latih cara mengontrol halusinasi Beri pujian
dg melakukan kegiatan harian b. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda
(mulai 2 kegiatan) kambuh, rujukan
c. Masukkan pada jadal kegiatan c. Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan menghardik, minum jadwal dan memberikan pujian
obat, bercakap-cakap dan kegiatan
harian
5 a. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik & obat & bercakap- a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
cakap & kegiatan harian. Beri merawat/melatih pasien menghardik &
pujian memberikan obat & bercakap-cakap &
b. Latih kegiatan harian melakukan kegiatan harian dan follow
c. Nilai kemampuan yang telah up. Beri pujian
mandiri b. Nilai kemampuan keluarga merawat
d. Nilai apakah halusinasi terkontrol pasien
c. Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol RSJ/PKM

Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :


1. Menghardik halusinasi.
2. Memanfaatkan obat dengan baik.
3. Berinteraksi dengan orang lain.
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun
kegiatan harian.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena
keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu
gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara
perawatan klien halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga
perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat.
Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.
6. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1. Klien mampu memisahkan antara kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi
realita dan tidak realita.
2. Klien mampu tidak berespon terhadap persepsi sensori yang salah.
3. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
4. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
5. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam
membantu klien mengatasi masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2014). Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas . Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing . Bandung: Refika Aditama.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai