LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH MAKASSAR
PROVINSI SULAWESI SELATAN
e. Penyebab halusinasi
Berdasarkan pendekatan model stres adaptasi tersebut, berikut ini faktor-faktor yang
menyebabkan halusinasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Predisposisi :
a) Faktor biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologis yang
maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak.
Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter mengakibatkan
ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan secara selektif. Klien tidak
mampu untuk mengolah informasi, sehingga mengakibatkan kesalahan persepsi
dan halusinasi, bingung, dan mengakibatkan delusi (Stuart, 2013).
b) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal (Yosep
& Sutini, 2016)
c) Faktor sosiokultural
Faktor sosiokultural yang banyak menunjang terjadinya halusinasi adalah stress
yang menumpuk, hubungan yang kurang antara orang tua dan anak, kerusakan
identitas seksual dan body image, dan kekakuan konsep realita.
b. Presipitasi :
1) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi bisa berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membadakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-
unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi menurut Yosep & Sutini (2016), yaitu:
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol serta kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
c) Dimensi intelektual
Dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dan fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol
diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
e) Dimensi spiritual
Klien halusinasi secara spiritual sering mengalami kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk mensucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat bangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
f. Fase halusinasi
Beberapa tahapan-tahapan pada klien dengan halusinasi antara lain :
1. FASE 1. Comforting (ansietas sebagai halusinasi menyenangkan)
Karaktersitik: Klien mengalami perasaan seperti ansietas,kesepian,rasa bersalah
dan takut mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan
ansietas individu mengenal bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensor berada
dalam kondisi kesadaran jika ansietas dapat ditangani (nonpsikotik).
Perilaku klien: Tersenyum dan tertawa tidak sesuai menggerakkan bibir tanpa suara
menggerakkan mata yang cepat dan respon verbal yang lambat
2. FASE II Condemning (Ansietas berat halusinasi memberatkan)
Karaktersitik: Pengalaman sensasi menjijikan dan Peningkatan system saraf
otonom yang menunjukan menakutkan,klien mulai lepas kendali dan mungkin
menciba untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang di persepsikan,individu
mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang
lain(nonpsikotik).
Perilaku klien: Peningkatan system saraf otonom yang menunjukan
ansietas,peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan pernapasan, penyempitan
kemampuan konsentrasidan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realita
3. FASE III Controling (Anxietas berat, pengalaman sensori menjadi penguasa)
Karaktersitik: Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
mnyerah dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya,individu mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berahir(psikotik).
Perilaku klien: Kemampuan dikendalikan hlusinasi akan lebih di takuti,kerusakan
berhubungan dengan orang lain,rentang perhatian hanya beberapa detik/menit
adanya tanda-tanda fisik ansietas berat,tremor, tidak mampu memahamiperaturan
4. FASE IV Conquering/panic (Umumnya menjadi lezat dalam halusinasinya)
Karaktersitik: Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi berahir dari beberapa jam/hari jika intervensi terapeutik(psikotik
berat).
Perilaku klien: Perilaku tremor akibat panic,potensi berat suicida/nomicide aktifitas
merefleksikan halusinasi perilaku isi, seperti kekerasan, agitasi, agitas menarik diri,
tidak mampu merespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.
2. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien
mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak
akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon :
4. Diagnosis keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan penglihatan
2. Resiko perilaku kekerasan.
3. Isolasi sosial: Menarik diri.
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
5. Defisit perawatan diri.
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan dari tindakan keperawatan yaitu Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2014). Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas . Jakarta: EGC.
Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing . Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.