Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kepemimpinan atau leadership merupakan seni dan keterampilan orang dalam

memanfaatkan kekuasaannya untuk memengaruhi orang lain agar melaksanakan

aktivitas tertentu yang diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan. Memimpin adalah

mengerjakan niat demi tujuan tertentu, tetapi yang dilaksanakan oleh orang lain. Orang

yang dipimpin adalah orang yang diperintah, dipengaruhi, dan diatur oleh ketentuan

yang berlaku secara formal ataupun no-formal.

Kepemimpinan merupakan sifat dari pemimpin dalam melaksanakan tugas

dan kewajibannya serta tanggung jawabnya secara moral dan legal formal atas seluruh

pelaksanaan wewenangnya yang telah didelegasikan kepada orang-orang yang

dipimpinnya. Dengan demikian, kepemimpinan lebih bersifat fungsional yang akan

dibedakan dengan tipe-tipe tertentu. Kepemimpinan juga merupakan pelaksanaan dari

keterampilan mengelola orang lain sebagai bawahannya, mengelola sumber daya

manusia dan sumber daya organisasi secara umum (U. Saefullah, 2014).

Setiap lembaga tentunya memerlukan pemimpin, tidak terkecuali lembaga

pendidikan. Namun, pemimpin tidak muncul begitu saja dalam lembaga pendidikan
pada khususnya. Munculnya pemimpin dalam suatu lembaga didasarkan pada berbagai

pandangan. Hal tersebutlah yang menjadi teori-teori kepemimpinan. Teori

kepemimpinan inilah yang dapat membantu para pemimpin dalam menjalankan tugas

dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin dengan baik. Oleh karena itu, melalui

makalah ini penulis menguraikan beberapa teori-teori kepemimpinan.

B.     Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

makalah ini adalah:

1. Bagaimana teori-teori kepemimpinan dalam lembaga pendidikan?

2. Bagaimana model kepemimpinan dalam lembaga pendidikan


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Teori Kepemimpinan

Suatu pengetahuan disebut ilmu pengetahuan jika mempunyai teori. Teori

merupakan tulang, otot dan kulit ilmu pengetahuan. Istilah teori berasal dari bahasa

Yunani theoria yang berarti melihat kepada atau memandang sesuatu yang

menunjukkan kontemplasi atau spekulasi sebagai lawan dari bertindak atau

melakukan sesuatu. Teori sering dipertentangkan dalam praktik. Teori merupakan

suatu konsep yang dikemukakan oleh Aristoteles yang menunjukkan segala sesuatu

untuk keperluan suatu tindakan. (Wirawan, 2014)

Setiap ilmu pengetahuan mempunyai teori yang berfungsi sebagai berikut:

1.      Menjelaskan fenomena ilmu pengetahuan yang sedang terjadi.

2.      Meramalkan fenomena ilmu pengetahuan yang akan terjadi.

3.      Membimbing praktik profesi.

4.      Mengembangkan ilmu pengetahuan.

5.      Panduan kehidupan manusia.(Wirawan, 2014)

Pemimpin dalam sebuah organisasi sebaiknya mempelajari ilmu

kepemimpinan dan ilmu-ilmu yang mendukungnya. Dengan menerapkan ilmu-ilmu

tersebut, kemungkinan keberhasilan seorang pemimpin akan lebih besar dan

malpraktik atau kelalaian dalam standar profesional kepemimpinan dapat dicegah

karena telah memahami teori-teori dari kepemimpinan.

Kepemimpinan merupakan proses memengaruhi atau memberi contoh oleh

pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Andri

Feriyanto, 2015). Colquitt dkk. (2015) mendefinisikan kepemimpinan sebagai

“leadership as the use power and influence to direct the activities of followers toward

goal achievement”. Kepemimpinan merupakan penggunaan kekuatan untuk


memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas anggota agar mencapai tujuan.

Lebih lanjut Ivancevich (2008) mengemukakan bahwa “leadership as a proses of

influencing others to facilitate the attainment of organizationally relevant goal”.

Pengertian ini menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk

memengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang

relevan.

Teori kepemimpinan merupakan teori yang berusaha menerangkan

pemimpin dan kelompok yang dipimpinnya dapat berperilaku dalam berbagai

struktur kepemimpinan, budaya, dan lingkungannya. Para teoritis (pakar)

kepemimpinan, baik secara sosiologis maupun manajerial telah banyak menawarkan

berbagai teori tentang kepemimpinan.

Mara’at dalam Saefullah mengemukakan lima teori dalam teori

kepemimpinan, yaitu teori lingkungan, teori personal situasional, teori interaksi, teori

humanistic, dan teori harapan. Sedangkan James Owen dalam tulisannya The

Leadership Game mengemukakan dua teori dan satu matriks, yaitu trait theory,

behavior theory, dan matrix of leadership style. Sementara itu, Tannenbaum dan

Massarik dalam tulisannya Leadership: A Frame of Reference mengemukakan

beberapa pendekatan dalam melihat teori kepemimpinan, di antaranya adalah trait

approach, situational approach, and follower-oriented approach. (Saefullah, 2014)

Padmuji dalam Saefullah (2014) mengemukakan enam teori kepemimpinan,

yaitu teori sifat (trait theory), teori lingkungan (environment theory), teori pribadi dan

situasi (personal-situation theory), teori interaksi dan harapan (interaction-expectancy

theory), teori kemanusiaan (humanistic theory), dan teori pertukaran (exchange

theory).
Berdasarkan teori yang dikemukakan tersebut, asumsi dasar yang

dimunculkan bahwa kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat, ciri atau perangai

tertentu yang menjamin keberhasilan setiap situasi. Keberhasilan seorang pemimpin

terletak pada kepribadian (personality) seorang pemimpin itu sendiri. Oleh karena itu,

dalam perspektif penganut teori sifat, teorinya dapat dikembangkan dengan cara

menggali karakteristik bawaan pimpinan yang telah terjadi, baik yang berhasil

maupun yang kurang berhasil.

B.     Teori-Teori Kepemimpinan

1. Teori Great Man dan Teori Big Bang

Teori yang usianya sudah cukup tua ini menyatakan bahwa kepemimpinan

merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir. Bennis dan Nannus sebagaimana

yang dikutip oleh Wahab menjelaskan bahwa Teori Great Man (Orang Besar)

berasumsi bahwa pemimpin dilahirkan, bukan diciptakan. Teori ini melihat bahwa

kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu yang melalui proses pewarisan

memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk

menempati posisi sebagai pemimpin. Dengan kata lain, pemimpin menurut teori ini

berasal dari keturunan tertentu, di Indonesia disebut “keturunan berdarah biru” yang

berhak menjadi pemimpin, sedangkan orang lain tidak ada pilihan selain menjadi

pihak yang dipimpin. Misalnya, “asal raja menjadi raja” yang dapat diartikan menurut

teori ini bahwa anak raja pasti memiliki bakat untuk menjadi raja sebagai pemimpin

rakyatnya.

Bennis dan Nannus juga mengungkapkan bahwa dalam perkembangan

berikutnya, teori kepemimpinan berdasarkan bakat cenderung ditolak dan lahirlah

teori Big Bang. Teori ini menyatakan bahwa suatu peristiwa besar menciptakan atau

dapat membuat seseorang menjadi pemimpin. Teori ini mengintegrasikan antara


situasi dan pengikut/anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan

seseorang menjadi pemimpin. (Aziz Wahab, 2011)

Integrasi situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-

kejadian besar, seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi,

dan lain-lain. Dengan demikian, teori Big Bang ini memunculkan seorang pemimpin

berdasarkan kejadian atau peristiwa yang menyebabkan orang-orang menokohkan

orang tersebut dan bersedia patuh dan taat pada keputusan-keputusan dan perintah-

perintahnya dalam kejadian atau peristiwa tertentu. Contoh yang paling bagus untuk

mendukung pandangan teori ini adalah para pemimpin Indonesia pasca kemerdekaan

dan pemimpin Orde Baru, Soeharto dikali “menyusun kekuatan” untuk muncul

sebagai pemimpin Orde Baru kala itu.

2. Teori Sifat atau Karakteristik Kepribadian (Trait Theories)

Teori sifat atau karakteristik kepribadian berasumsi bahwa seseorang

menjadi pemimpin karena memiliki sifat-sifat atau karakteristik atau kepribadian

yang dibutuhkan seorang pemimpin, meskipun orang tuanya bukan seorang

pemimpin. Teori ini bertitiktolak dari pemikiran bahwa keberhasilan ditentukan oleh

sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dimiliki, baik secara fisik maupun

psikologis. (Aziz Wahab, 2011)

Collons dalam A. Dale Tempe yang dikutip oleh Abdul Aziz Wahab (2011)

berpendapat bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin agar kepemimpinannya

dapat mengefektifkan organisasi adalah kelancaran berbicara, kemampuan

memecahkan masalah, pandangan ke dalam masalah pokok (organisasi), keluwesan,

kecerdasan, kesediaan menerima tanggung jawab, keterampilan sosial, kesadaran

akan diri sendiri dan lingkungannya. Robbins mengatakan bahwa teori ini adalah teori
yang mencari ciri-ciri kepribadian sosial, fisik, atau intelektual yang membedakan

pemimpin dengan yang bukan pemimpin.

Banyak peneliti yang melakukan upaya untuk mengidentifikasi sifat-sifat

yang diharapkan ada pada seorang pemimpin untuk memprediksikan kesuksesan

kepemimpinannya. Ada beberapa ciri yang diharapkan oleh seorang pemimpin, yaitu:

memiliki inteligensi yang tinggi, banyak inisiatif, energik, memiliki kedewasaan

emosional, memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif, memberikan partisipasi sosial

yang tinggi, dan sebagainya. (Abbas 2014)

Dalam Islam teori sifat atau ciri kepribadian ini telah dinyatakan dalam

kepribadian Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul sebagai pemimpin yang patut

diteladani umatnya. Karakteristik yang di maksud adalah:


a. Shiddiq (Benar), yaitu pemimpin selalu berkata, bersikap, berbuat/berperilaku
benar, berpihak pada kebenaran dan membela kebenaran.
b. Amanah (Terpercaya), yaitu dapat dipercaya, mampu memelihara kepercayaan
rahasia orang lain, tidak menyembunyikan atau mengurangi segala sesuatu yang
harus disampaikan kepada umatnya.
c. Tabligh (Menyampaikan), yaitu mengkomunikasikan dan menyampaikan semua
informasi yang perlu dan harus diketahui umatnya tanpa ditutup-tutupi, atau
disembunyikan.
d. Fathanah (Cerdas), yakni mampu memahami ajaran dari Allah swt dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi umatnya, bijaksana dan adil.

Berdasarkan uraian tentang sifat-sifat/karakteristik pemimpin dalam

mengefektifkan suatu organisasi melalui para anggota-anggotanya, telah

dikemukakan penelitian yang menyimpulkan empat sifat/karakteristik utama, yaitu

sebagai berikut:  (Aziz Wahab, 2011)


a. Inteligensi (Kecerdasan)

Para pemimpin yang efektif atau pemimpin yang mampu mengefektifkan

organisasi untuk mencapai tujuannya, pada umumnya (secara relatif) lebih cerdas

daripada pengikut/anggota organisasi. Nabi Muhammad saw. Menampilkan ciri

kepemimpinannya dengan empat unsur, yaitu intelligent (fathonah), accountable

(amanah), honest (siddiq), dan cooperative (tabligh). (Masaong dan Tilome, 2011) Hal

tersebut menandakan bahwa baik secara umum maupun dalam pandangan Islam,

pemimpin harus memiliki kecerdasan dalam menjalankan kepemimpinannya agar

dapat mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi yang

dipimpinnya.

b. Kematangan dan kekuasaan pandangan sosial

Para pemimpin yang efektif atau mampu mengefektifkan organisasi untuk

mencapai tujuannya pada umumnya (secara relatif) lebih matang emosinya daripada

pengikut/anggota organisasinya sehingga lebih mampu mengendalikan situasi kritikal

(sulit dan bermasalah). Di samping itu, pemimpin pula memiliki kemampuan dalam

memerlukan sosialisasi dengan orang lain, khususnya anggota organisasi serta

memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi.

c. Memiliki motivasi dan keinginan berprestasi

Para pemimpin yang efektif atau mampu mengefektifkan organisasi untuk

mencapai tujuannya pada umumnya (secara relatif) memiliki dorongan yang besar

dari dalam dirinya untuk dapat menyelesaikan sesuatu dengan sukses secara efektif

dan efisien.

d. Memiliki kemampuan manusiawi

Para pemimpin yang efektif atau mampu mengefektifkan organisasi untuk

mencapai tujuannya pada umumnya (secara relatif) mengetahui bahwa usahanya


untuk mencapai sesuatu sangat tergantung pada orang lain, khususnya anggota

organisasi (pengikut/bawahan). Oleh karena itu, pemimpin perlu memiliki sifat ini

dan bekerja sama dengan para anggota organisasi dalam mencapai suatu tujuan yang

telah dirumuskan. Kerja sama antara pemimpin dengan anggota organisasi sangat

menentukan jalannya kegiatan dalam organisasi karena tanpa kerja sama yang baik

akan sulit mencapai tujuan organisasi.

Teori sifat telah memberikan kebenaran praktis dan fundamental, yaitu

kepribadian seseorang merupakan kehidupan batin (inner life) bagi dirinya, termasuk

unsur-unsur dalam diri manusia, seperti latar belakang kehidupan, pengalaman

hidup, keyakinan, sikap khas, prasangka, perasaan, imajinasi, dan filsafat hidup.

Kepribadian ini akan berkaitan erat dengan keberhasilan seorang pemimpin, baik

dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan dalam pekerjaannya. (U. Saefullah,

2014) Oleh karena itu, teori ini dianjurkan bagi pemimpin untuk selalu berusaha

secara periodik mengembangkan kepribadiannya. Seorang pemimpin bisa berhasil

apabila ia berusaha mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang utuh.

3. Teori Perilaku (Behavior Theories)

Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk mengefektifkan

organisasi, tergantung pada perilaku atau gaya bersikap atau gaya bertindak seorang

pemimpin. Dengan demikian, teori ini juga memusatkan perhatiannya pada fungsi-

fungsi kepemimpinan. Dengan kata lain, keberhasilan seorang pemimpin dalam

mengefektifkan organisasi sangat bergantung pada perilakunya dalam melaksanakan

fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi kepemimpinannya. Gaya atau

kepemimpinan tampak dari cara melakukan pengambilan keputusan, cara

memerintah (memberi instruksi), cara memberi tugas, cara berkomunikasi, cara

mendorong semangat disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan anggota


organisasi, cara memimpin rapat, cara menegur dan memberikan sanksi.  (Aziz

Wahab, 2011)

Teori perilaku (behavior theories) berdasarkan asumsinya bahwa

kepemimpinan harus dipandang sebagai hubungan antar-orang, bukan sebagai sifat

atau ciri-ciri seorang individu. Oleh karena itu, keberhasilan seorang pemimpin sangat

ditentukan oleh kemampuan pemimpin itu berhubungan dan berinteraksi dengan

segenap anggotanya. Dengan kata lain, teori ini sangat memperhatikan perilaku 

pemimpin sebagai aksi dan respons kelompok yang dipimpinnya sebagai reaksi.

(Saefullah, 2014)

Teori perilaku ini juga disebut sebagai teori humanistik yang lebih

menekankan pada model atau gaya (style) kepemimpinan yang dijalankan oleh

seorang pemimpin. James Owens dalam Saefullah (2014) menggambarkan melalui

matriks gaya yang dimiliki dalam teori kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan otoraktis. Hal yang dilakukan pimpinan dengan gaya ini

hanya memberitahukan tugas dan menuntut kepatuhan bawahannya secara

totalitas.

2. Gaya kepemimpinan birokratis. Kepemimpinan dijalankan dengan

menginformasikan kepada para anggota atau bawahannya tentang tugas dan cara

yang harus dilaksanakan.

3. Gaya kepemimpinan diplomatis. Seorang pemimpin yang diplomat adalah juga

seorang seniman, dan melalui seninya ia berusaha melakukan persuasi secara

pribadi dan cenderung memilih cara menjual sesuatu (motivasi) kepada

bawahannya serta mengerjakan tugas dengan baik.

4. Gaya kepemimpinan partisipatif. Pemimpin selalu mengajak secara terbuka

anggota bawahannya untuk berpartisipasi atau mengambil bagian secara aktif.


5. Gaya kepemimpinan free rein leader. Pemimpin seakan-akan menunggang kuda

yang melepaskan kedua kendali kudanya.

Dari uraian tersebut, jelas yang dimaksud perilaku adalah gaya kepemimpinan

dalam mengimplementasikan fungsi-fungsi kepemimpinan yang menurut teori ini

sangat besar pengaruhnya dan bersifat sangat menentukan dalam mengefektifkan

organisasi untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, apabila perilaku

kepemimpinan ditampilkan berupa tindakan tegas, keras, sepihak, tertutup pada

kritik dan saran, mengancam setiap pelanggaran atau kesalahan anggota organisasi

dengan sanksi/hukuman yang berat maka disebut sebagai kepemimpinan yang

otoriter.

4. Teori Lingkungan (Environmental Theory)

Teori lingkungan (environmental theory) beranggapan bahwa munculnya

pemimpin-pemimpin merupakan hasil dari waktu, tempat, dan keadaan. Dalam teori

ini, muncul sebuah pernyataan “leader are made not born”, pemimpin itu dibentuk,

bukan dilahirkan. Lahirnya seorang pemimpin adalah melalui evolusi sosial dengan

cara memanfaatkan kemampuannya untuk berkarya dan bertindak mengatasi

masalah-masalah yang timbul pada situasi dan kondisi tertentu.

Teori lingkungan pernah dikembangkan oleh beberapa pakar, misalnya V.H.

Vroom dan Philip Yelton. Mereka berpendapat bahwa kepemimpinan dalam

perspektif teori lingkungan mengacu pada pendekatan situasional yang berusaha

memberikan model normatif. Kedua ahli tersebut berasumsi bahwa kepemimpinan

akan berhasil apabila pemimpin mampu bersikap fleksibel untuk mengubah gayanya

agar cocok dengan situasi dan kondisi. (Saefullah, 2014)

Teori kepemimpinan situasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan

atas hubungan saling memengaruhi antara:


a. Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (perilaku tugas)

b. Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin (perilaku hubungan)

c. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi,

atau tujuan tertentu (kematangan bawahan). (Andri Feriyanto, 2015)

Teori situasional juga sering di sebut contingency of leadership atau teori

kepemimpinan Fred Fiedler karena teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan

tergantung pada situasi. Model kepemimpinan Fiedler disebut sebagai kontingensi

karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektivitas

kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style)

dan kesesuaian situasi (the favorableness of the situation) yang dihadapinya (Andri

Feriyanto, 2015). Pemimpin dalam menjalankan fungsi-fungsi manajerialnya,

pemimpin pasti menghadapi situasi yang berbeda-beda dari satu kurun waktu ke

kurun waktu yang lain. Faktor-faktor tersebut juga berbeda antara satu organisasi

dengan organisasi yang lain (Siagian, 2002).

Berdasarkan teori lingkungan, seorang pemimpin harus mampu mengubah

model dan gaya kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan dan situasi zaman. Gaya

kepemimpinan berubah secara dinamis karena situasi dan kondisi yang terus berubah

sehingga menghendaki juga gaya dan model kepemimpinan yang berubah agar

kepemimpinannya dapat berjalan secara efektif.

5. Teori Kombinasi

Alvin W. Gouler mengkritik teori sebelumnya setelah melakukan penelitian

bahwa saat ini, tidak ada bukti yang dapat diandalkan mengenai keberadaan sifat-sifat

kepemimpinan universal. Ia mengkritik masing-masing teori tersebut dengan

menyatakan bahwa kelemahan teori sifat adalah: (a) di antara pendukung teori

tersebut tidak ada penyesuaian dan kesamaan mengenai perincian sifat, (b) terlalu
sulit untuk menentukan sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin, (c) sejarah

membuktikan bahwa situasi dan kondisi tertentu memerlukan sifat pemimpin

tertentu pula (Saefullah, 2014).

Teori perilaku yang melahirkan berbagai gaya kepemimpinan tidak dapat

dipakai untuk segala situasi yang dihadapi oleh seorang pemimpin. Hal ini disebabkan

setiap situasi memiliki variabel yang berbeda-beda. Ada juga berpendapat bahwa

teori lingkungan kurang sempurna karena tidak dapat menjamin berjalannya

kepemimpinan. Dengan demikian ketiga teori kepemimpinan tersebut tidak dapat

dijalankan secara sendirian (parsial). Sebagai alternatifnya perlu dikembangkan

kombinasi antara teori-teori itu yang memungkinkan lahirnya beberapa teori, di

antaranya sebagai berikut:

a.       Teori Pertukaran (Exchange theory)

Teori ini merupakan modifikasi dari teori sifat dan teori perilaku yang

berasumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar, baik

antara pemimpin dengan bawahannya (anggotanya) maupun antar-anggota masing-

masing yang saling memberikan kontribusinya. Proses tukar-menukar ini menjadikan

semua pihak merasa dihargai dan mendapatkan sesuatu yang tidak dimilikinya dan

dapat memberikan kontribusi terhadap anggota (Saefullah, 2014).

Proses sosial antara pemimpin dan yang dipimpinnya seperti itu berlangsung

terus karena setiap pihak merasa sama-sama memperoleh keuntungan. Pemimpin

menerima respons positif dari anggotanya sehingga kebijakannya dapat terealisasi,

dan anggota menerima bimbingan dan arahan dari pimpinannya sehingga terpenuhi

kebutuhannya. Istilah lain dari teori ini adalah take and give (saling memberi dan

menerima).

b.      Teori Pribadi dan Situasi (Personal-Situasional Theory)


Teori ini menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan produk terpadunya

tiga faktor, yaitu perangai atau sifat-sifat pribadi pemimpin, sifat-sifat dari kelompok

dan anggotanya, dan kejadian yang dihadapi kelompok. Hal ini berarti tanpa didukung

oleh situasi dan kondisi yang kondusif, seseorang tidak akan menjadi pemimpin. Oleh

karena itu, teori ini dipandang sebagai perpaduan dari teori lingkungan dan sifat.

Dalam teori pribadi dan situasi ditekankan bahwa seorang pemimpin dituntut

mengenal dirinya, kelompok yang dipimpinnya, serta situasi dan kondisi di saat ia

menjalankan kepemimpinannya (Saefullah, 2014).

Pemimpin menurut teori ini tidak hanya menilai perilaku sendiri, tetapi juga

memahami perilaku anggota kelompok yang dipimpinnya. Kepribadian pemimpin

dipadukan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Situasi ini bisa berupa tugas,

pekerjaan atau masalah yang dihadapi kelompok serta keadaan lain yang bisa

memengaruhi. Keterpaduan antara kepribadian pemimpin dan situasi ini

memungkinkan terciptanya kepemimpinan yang sukses, kepemimpinan yang dapat

memahami dan memenuhi aspirasi kelompok yang dipimpin.

c.       Teori Interaksi dan Harapan (Interaction Expectancy Theory)

Teori ini merupakan peraduan antara perilaku dan lingkungan. Teori ini pada

prinsipnya sama dengan teori contingency dari F.E Fiedler, sedangkan M.G. Evans

mengistilahkan teori ini dengan path-goal theory. Teori interaksi dan harapan

berasumsi bahwa semakin sering terjadi interaksi dan partisipasi dalam kegiatan

bersama, semakin meningkat pula perasaan saling menyenangi satu sama lain dan

saling memperjelas pengertian atas norma kelompok. Oleh karena itu, akan terkait

dengan beberapa variabel yang satu sama lain tidak terpisahkan, yaitu variabel aksi,

interaksi, dan perasaan (Saefullah, 2014).


Variabel aksi dilakukan oleh pemimpin untuk menggerakkan kelompoknya,

sedangkan reaksi merupakan respons dari kelompok yang dipimpin terhadap aksi

pemimpin. Adanya keserasian antara aksi yang dilakukan pemimpin dengan reaksi

yang dilakukan kelompok yang dipimpin akan melahirkan interaksi sosial yang

harmonis. Dalam teori ini, interaksi yang terjadi selalu dibarengi dengan harapan-

harapan. Pemimpin melakukan aksi dengan harapan adanya respons positif dari

kelompok yang dipimpinnya atas kebijakan yang dikeluarkan, sedangkan anggota

kelompok yang dipimpin memberikan reaksi dengan harapan akan memperoleh

keuntungan dan pelayanan.

Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang memiliki lima kriteria penting

dalam menjalankan kepemimpinannya, yaitu: 

a. Legalitas yang dinyatakan secara normatif, terutama pemimpin yang dibuat

dengan rencana yang diatur oleh konstitusi yang berlaku di suatu negara.

b. Pengakuan dan visibilitas kepemimpinan yang diakui oleh masyarakat atau anak

buah yang dipimpinnya serta dari pemimpinnya.

c. Relasi yang banyak dalam mengaitkan idealisme kepemimpinannya sehingga

ditunjang oleh struktur kepemimpinan yang berada di luar wewenangnya.

d. Memiliki ilmu pengetahuan yang memadai untuk memberi pembinaan dan

pengarahan kepada bawahannya.

e. Memiliki modal finansial yang cukup agar tidak terpengaruh oleh gaya

kepemimpinan yang korup.(Saefullah, 2014)


Dari berbagai teori yang telah dikemukakan dapat diidentifikasi bahwa pada
dasarnya teori kepemimpinan terdiri atas tiga macam, yaitu teori sifat, teori perilaku,
dan teori lingkungan. Adapun teori pribadi dan situasi merupakan gabungan dari teori
sifat dan lingkungan, sedangkan teori interaksi dan harapan merupakan gabungan
dari teori perilaku dan lingkungan.
C. Model-model Kepemimpinan
Dalam perkembangan studi tentang kepemimpinan, ada beberapa pendapat
dan penelitia. Husaini Usman dalam bukunya Manajemen Teori Praktik Dan Riset
Pendidikan, membaginya dalam dua bagian, yaitu Kepemimpinan Klasik dan
Kepemimpinan Modern.
A. Kepemimpinan Klasik.
1. Taylor (1911)
a. Cara terbaik untuk meningkatkan hasil kerja adalah dengan meningkatkan
teknik atau metode kerja akibatnya manusia dianggap sebagai mesin.
b. Manusia untuk manajemen bukan manajemen untuk manusia
c. Fungsi pemimpin adalah menetapkan dan menerapkan kriteria prestasi untuk
mencapai tujuan.
d. Fokus pemimpin adalah pada kebutuhan kerja.
2. Model Mayo (1920)
a. Selain mencari teknik atau metode kerja terbaik, juga harus memperhatikan
perasaandan hubungan manusiawi yang baik.
b. pusat kekuasaan adalah hubungan pribadu dalam unit-unit kerja
c. fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan anggota secara
kooperatif dan mengembangkan pribadinya.
3. Studi Iowa (1930)
a. Otoriter dimana pemimpin bertindak secara direktif, selalu mengarahkan dan
tidak memberikan kesempatan bertanya pada bawahannya.
b. Demokratis yang mendorong kelompoknya untuk berdiskusi, berpartisipasi
dan menghargai pendapat orang lain, siap berbeda dan perbedaan untuk tidak
dipertaentangkan.
c. Laize faire dimana pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada
kelompoknya.
4. Studi Ohio (1945)
Dalam penelitian ini, muncul empat gaya kepemimpinan sebagai berikut:
a. Struktur Rendah Perhatian Tinggi 
Pemimpin mendorong hubungan kerjasama harmonis dan kepuasan
dengan kebutuhan ssosial anggota kelompok
b. Struktur Tinggi Perhatian Tinggi  
Pemimpin mendorong mencapai keseimbangan pelaksanaan tugas dan
pemeliharaan hubungan kelompok yang bersahabat
c. Struktur Rendah Perhatian Rendah 
Pemimpin menarik diri dan menempati perasaan pasif. Pemimpin
membiarkan sejadinya
d. Struktur Tinggi Perhatian Rendah 
Pemipin memusatkan perhatian hanya kepada tugas Perhatian pada
kerja tidak penting
5. Studi Michigan (1947)
a. Kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, akan mementingkan
hubungan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting.
b. Kepemimpinan yang berorientasi pada produksi, menekankan pentingnya
produksi sebagai aspek teknik kerja. Pada gaya ini pekerja dianggap sebagai
alat mencapai tujuan organisasi.
B. Kepemimpinan Modern.
1. Likert (1961), merumuskan sistem kepemimpinan, yaitu :
a. Exploitative Authoritative (otoriter memeras), pada gaya ini bawahan harus
bekerja keras untuk mencapai hasil dan jika gagal akan mendapat ancaman
dan hukuman.
b. Benevolent autoritative, (otoriter yang bijak), pada gaya ini pemimpin
menentukan perintah dan bawahan memiliki kebebasan memberi
tanggapan terhadap perintahnya.
c. Consultative (konsultatif), pemimpin menetapkansasaran tugas dan
memebrikan perintahnya setelah mendiskusikan hal tersebut pada
bawahannya.  Bawahan dapat mengambil keputusan sendiri sesuai
tugasnya, namun keputusan penting ada di tingkat atas. Hukuman dan
ancaman digunakan untuk motivasi bawahan. Bawahan dipercaya dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
d. Paticipative (partisipatif), Sasaran tugas dan keputusan dibuat oleh
kelompok.  Jika pemimpin mengambil keputusan maka keputusan diambil
setelah memperhatikan pendapat kelompok. Hubungan antar pemimpin
bawahan terbuka, bersahabat dan saling percaya.
2. Reddin ( 1969),
a. Eksekutif : pemimpin disebut sebagai motivator yang baik, mampu dan mau
menetapkan standar kerja yang tinggi, mengenal perbedaan individu dan
menggunakan kerja tim.
b. Developer (Pecinta pengembangan): Pemimpin memiliki kepercayaan
implisit terhadap orang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat
memperhatikan pengembangan individu.
c. Otokratis yang baik hati : pemimpin mengetahui secara tepat yang
diinginkannya dan cara mencapainya tanpa menimbulkkan keengganan
pada bawahannya.
d. Birokrat : pemimpin sangat tertarik pada aturan dan mengontrol
pelaksanannya secara teliti.
e. Pecinta Kompromi: pemimpin pada gaya ini merupakan pembuat keputusan
yang jelek karena banyak tekanan bawahan yang mempengaruhinya.
f. Missionari : Pemimipin hanya menilai keharmonisan sebagai tujuan dirinya
sendiri.
g. Otokrat : Pemimpin tidak percaya pada orang lain, tidak menyenagkan dan
hanya tertarik pada pekerjaan yang cepat selesai.
h. Lari dari Tugas : pemimpin tidak peduli pada tugas orang lain
3. Sopiah mengemukakan ada empat jenis kepemimpinan, yaitu :
a. Kepemimpinan Transaksional , ciri-cirinya:
1) pemimpin memberikan penghargaan kontigensi untuk memotivasi
karyawan.
2) Pemimpin melaksanaka tindakan korektif hanya ketika para
bawahan gagal mencapai tujuan kerja
b. Pemimpin Karismatik:
Menekankan para perilaku pemimpin secara simbolis, pesan-
pesannya memberikan inspirasi bawahan, komunikasi non verbal, daya
tarik idiologis.
c. Kepemimpinan Visioner:
merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan
suatu visi yang realistis, percaya pada orang lain, memahami otoritas dan
tahu kapan harus melakukan intervensi.
Adapun bila diterapkan dalam dunia pendidikan tentang model-model
tersebut, sebagimana diunkapkan oleh Agus Dharma:
1. Model Otokratis, disini seorang kepala sekolah menentukan sendirikebijakan
sekolah dan menugaskannya kepda staf tanpa berkonsultasi dengan mereka,
kepala sekolah mengarahkan secara rinci dan harus dilaksanakan tanpa
pertanyaan. Dengan model kepemimpinan ini seorang kepala sekolah biasanya
selalu percaya diri, tahu persis apa yang harus dilakukan dan memiliki sumber
pengaruh yang cukup untuk menggerakkan orang-orangnya. Namun model ini
biasanya selalu mengekang staf baik tata laksana maupun dewan guru.
2. Model Permisif, kepala sekolah beranggapan bahwa semua orang pada
prinsipnya terlahir bertanggungjawab dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kewajibannya. Kepala sekolah membiarkan stafnya untuk
melakukan pekerjaannya sendiri tapi jika digunakan tanpa aturan akan timbul
ketidak seimbanagan yang tidak kondusif di sekolah tersebut.  Sisi baiknya
setiap staf dipacu untuk berinisiatif dan berkarya sendiri tanpa campur tangan
kepala sekolah. Namun hal ini tidak semua benar dan hanya berlaku bagi guru
yang berpengalaman dan profesional.
3. Model Partisipatif, kepala sekolah selalu melibatkan stafnya dalam
memutuskan suatu perencanaan, semua keputusan telah dimusyawarahkan
terlebih dahulu bahkan siswapun diajak turut serta.Kebaikan dari sifat ini, jika
terjadi kegagalan bukan sepenuhnya ditanggung pimpinan, naumun
ditanggung bersama, namun sistem ini agak lama dan tidak cepat.  Bahkan
dalam satu masalah bisa saja tidak dapat dioputuskan.
4. Model Situasional, seorang kepala sekolah dalam model ini, harus melihat
situasi dan kondisi waktu sebuah keputusan harus diambil. Model ini dapat
dikataakan memadukan dari model-model sebelumnya.  Jika diterapkan pada
kondisi yang tepat maka dapat memotivasi bawahannya untuk bekerja keras
untuk mencapau suatu tujuan.
BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis

dapat memberikan kesimpulan bahwa:

1. Teori kepemimpinan merupakan teori yang berusaha menerangkan pemimpin dan

kelompok yang dipimpinnya dapat berperilaku dalam berbagai struktur

kepemimpinan, budaya, dan lingkungannya. Asumsi dasar yang dimunculkan dari

teori kepemimpinan bahwa kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat, ciri atau

perangai tertentu yang menjamin keberhasilan setiap situasi. Keberhasilan seorang

pemimpin terletak pada kepribadian (personality) seorang pemimpin itu sendiri.

2. Teori-teori kepemimpinan, sebagaimana yang telah dikemukakan mencakup:

a.       Teori Great Man dan Teori Big Bang

b.      Teori Sifat atau Karakteristik Kepribadian (Trait Theories)

c.       Teori Perilaku (Behavior Theories)

d.      Teori Lingkungan (Environmental Theory)

e.       Teori Kombinasi, yang meliputi:

1) Teori Pertukaran (Exchange theory)

2) Teori Pribadi dan Situasi (Personal-Situasional Theory)

3) Teori Interaksi dan Harapan (Interaction Expectancy Theory)

3. Dalam teori kepemimpinan terdapat model : taylor, Mayo, Iowa, Ohio dan Michigan.

Yang dianggap sebagai teori klasik. Dan dalam teori kepemimpinan modern

terdapat model yang dikemukakan Likert, Redin. Ditambah pula dengan munculnya

kepemimpinan kharismatik, visioner, transaksional dan kerja tim (team work).


4. Model kepemimpinan yang baik untuk diterapkan di lembaga pendidikan adalah

kepemimpinan situasional, karena yang dipimpin dan produknya adalah benda

hidup yang bernama anak didik.

5. Seseorang bias menerapkan beberapa model kepemimpinan jika pemimpin itu

memilki kemampuan intelektual dan daya nalar kreasi tinggi, sehingga kebijakan

apa yang harus diambil dapat dengan cepat bias dilakukan.

6. Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan idealistic rasulullah, yaitu

mengutamakan musyawarah dan pendekatan akhlaqi, yaitu mengaggap staf sebagai

mitra kerja dalam mencapai tujuan.


DAFTAR PUSTAKA

Alqur,an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI.

Abbas, Syahrizal. Manajemen Perguruan Tinggi, edisi revisi. Cet. III; Jakarta: Kencana, 2014.

Abdoel Kadir, Abdul Wahab, Organisasi Konsep Dan Aplikasi, Tangerang, Pramita
Press,cet.pertama, 2006,.

Buseri, Kamrani, Peran Spiritualitas (Agama) Dalam Penyelenggaraan Kepemimpinan, makalah


disampaikan pada Seminar dan Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 24 & Wisuda
Sarjana ke 19 & Pascasarjana ke 2 STIA Bina Banua Banjarmasin, tanggal 15 dan 16
September 2006.

Husaini Usman,., Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, jakarta, Bina Aksara, cet I,
2006

Pahlawan Kayo, Khatib RB, Kepemimpinan Islam & Dakwah, Jakarta, Amzah, cet I, 2005

Pusdiklat Pegawai Depdiknas, Manajemen Sekolah, Jakarta, edisi II, cet III,tt

Sopiah, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Andi, tt,

Wahab, Abdul Aziz. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan: Telaah terhadap
Organisasi dan Pengelolaan Lembaga Pendidikan. Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2011.

Wirawan. Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian. Cet.
II; Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Anda mungkin juga menyukai