Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah Kepemimpinan Pendidikan Islam Pascasarjana


Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam
UIN Alauddin Makassar

Oleh

DANIAL
NIM: 80300217030

Dosen Pengampu

Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, M.A.


Dr. H. A. Marjuni, M.Pd.I.

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN


MAKASSAR
2018

KATA PENGANTAR
‫ِبْس ِم ِهللا الَّرْح َمِن الَّر ِح ْيم‬
‫اْلَحْم ُد هلل ّرِّب اْلَع اَلِم ْين َو الَّص َالُة َو الَّس َالُم َع َلى َاْش َرِف اْالْنِبَياِء َو اْلُم ْر َسِلين َو َع َلى اِلِه َو ْص َح ِبِه َأْج َم ِع ْين‬.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt. karena berkat rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah (makalah) ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam penulis kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw., keluarga beliau, para sahabat,
dan tabi’in yang telah memperjuangkan agama Islam.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini, penulis mengalami berbagai macam
hambatan dan rintangan. Akan tetapi, berkat bantuan dan kerja sama dengan teman-teman,
makalah ini dapat terselesaikan, namun masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala
kerendahan hati, penulis sangat menyadari bahwa makalah masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang
budiman sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan wacana keilmuan kita
semua, khususnya bagi penulis sendiri dan mahasiswa pada umumnya.
Āmin Yā Rabb al-‘Ālamin....

Samata, 25 April 2018

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan atau leadership merupakan seni dan keterampilan orang dalam memanfaatkan
kekuasaannya untuk memengaruhi orang lain agar melaksanakan aktivitas tertentu yang
diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan. Memimpin adalah mengerjakan niat demi tujuan
tertentu, tetapi yang dilaksanakan oleh orang lain. Orang yang dipimpin adalah orang yang
diperintah, dipengaruhi, dan diatur oleh ketentuan yang berlaku secara formal ataupun no-formal.
Kepemimpinan merupakan sifat dari pemimpin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
serta tanggung jawabnya secara moral dan legal formal atas seluruh pelaksanaan wewenangnya
yang telah didelegasikan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Dengan demikian,
kepemimpinan lebih bersifat fungsional yang akan dibedakan dengan tipe-tipe tertentu.
Kepemimpinan juga merupakan pelaksanaan dari keterampilan mengelola orang lain sebagai
bawahannya, mengelola sumber daya manusia dan sumber daya organisasi secara umum (U.
Saefullah, 2014).
Islam memberikan posisi terhormat bagi para pemimpin. Bahkan dalam al-Qur’an ada sebuah
doa agar menjadi pemimpin, sebagaimana dinyatakan dalam QS al-Furqaan/25: 74.
‫َو اَّلِذ يَن َيُقوُلوَن َر َّبَنا َهْب َلَنا ِم ْن َأْز َو اِج َنا َو ُذ ِّرَّياِتَنا ُقَّرَة َأْع ُيٍن َو اْج َع ْلَنا ِلْلُم َّتِقيَن ِإَم امًا‬.

Terjemahnya:
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkannlah kepada kami, pasangan kami
dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-
orang yang bertakwa”. (Departemen Agama RI, 2013)
Ayat ini membuktikan bahwa sifat hamba-hamba Allah yang terpuji itu tidak hanya sebatas pada
upaya menghiasi diri dengan amal-amal terpuji, tetapi juga memberikan perhatian kepada
keluarga dan anak keturunan, bahkan masyarakat umum. Doa yang dimaksud dalam ayat
tersebut tentu saja dibarengi dengan usaha untuk mencapai apa yang diinginkan yang pada
intinya menjadi imam atau pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Kata imaam ( ‫ ) إمام‬dalam
ayat tersebut di atas terambil dari kata amma-ya’ummu ( ‫ ) أّم – يؤّم‬yang berarti menuju,
menumpuk, atau meneladani. Dari kata yang sama lahir antara lain kata umm yang berarti ibu
dan imam yang maknanya pemimpin karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan
harapan. (M. Quraish Shihab, 2002) Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa
pemimpin merupakan orang yang dapat dijadikan teladan oleh para pengikutnya.
Setiap lembaga tentunya memerlukan pemimpin, tidak terkecuali lembaga pendidikan. Namun,
pemimpin tidak muncul begitu saja dalam lembaga pendidikan pada khususnya. Munculnya
pemimpin dalam suatu lembaga didasarkan pada berbagai pandangan. Hal tersebutlah yang
menjadi teori-teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan inilah yang dapat membantu para
pemimpin dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin dengan baik.
Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis menguraikan beberapa teori-teori kepemimpinan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah pokok dalam makalah
ini adalah “Bagaimana teori-teori kepemimpinan pendidikan Islam? Adapun rumusan masalah
yang menjadi submasalah dari masalah pokok, yaitu:

Bagaimana konsep dasar teori kepemimpinan?


Bagaimana teori-teori kepemimpinan dalam lembaga pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Teori Kepemimpinan
Suatu pengetahuan disebut ilmu pengetahuan jika mempunyai teori. Teori merupakan tulang,
otot dan kulit ilmu pengetahuan. Istilah teori berasal dari bahasa Yunani theoria yang berarti
melihat kepada atau memandang sesuatu yang menunjukkan kontemplasi atau spekulasi sebagai
lawan dari bertindak atau melakukan sesuatu. Teori sering dipertentangkan dalam praktik. Teori
merupakan suatu konsep yang dikemukakan oleh Aristoteles yang menunjukkan segala sesuatu
untuk keperluan suatu tindakan. (Wirawan, 2014)
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai teori yang berfungsi sebagai berikut:
1. Menjelaskan fenomena ilmu pengetahuan yang sedang terjadi.
2. Meramalkan fenomena ilmu pengetahuan yang akan terjadi.
3. Membimbing praktik profesi.
4. Mengembangkan ilmu pengetahuan.
5. Panduan kehidupan manusia.(Wirawan, 2014)
Pemimpin dalam sebuah organisasi sebaiknya mempelajari ilmu kepemimpinan dan ilmu-ilmu
yang mendukungnya. Dengan menerapkan ilmu-ilmu tersebut, kemungkinan keberhasilan
seorang pemimpin akan lebih besar dan malpraktik atau kelalaian dalam standar profesional
kepemimpinan dapat dicegah karena telah memahami teori-teori dari kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Andri Feriyanto, 2015). Colquitt dkk.
(2015) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “leadership as the use power and influence to
direct the activities of followers toward goal achievement”. Kepemimpinan merupakan
penggunaan kekuatan untuk memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas anggota agar
mencapai tujuan. Lebih lanjut Ivancevich (2008) mengemukakan bahwa “leadership as a proses
of influencing others to facilitate the attainment of organizationally relevant goal”. Pengertian ini
menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memengaruhi orang lain untuk
mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan.
Teori kepemimpinan merupakan teori yang berusaha menerangkan pemimpin dan kelompok
yang dipimpinnya dapat berperilaku dalam berbagai struktur kepemimpinan, budaya, dan
lingkungannya. Para teoritis (pakar) kepemimpinan, baik secara sosiologis maupun manajerial
telah banyak menawarkan berbagai teori tentang kepemimpinan.
Mara’at dalam Saefullah mengemukakan lima teori dalam teori kepemimpinan, yaitu teori
lingkungan, teori personal situasional, teori interaksi, teori humanistic, dan teori harapan.
Sedangkan James Owen dalam tulisannya The Leadership Game mengemukakan dua teori dan
satu matriks, yaitu trait theory, behavior theory, dan matrix of leadership style. Sementara itu,
Tannenbaum dan Massarik dalam tulisannya Leadership: A Frame of Reference mengemukakan
beberapa pendekatan dalam melihat teori kepemimpinan, di antaranya adalah trait approach,
situational approach, and follower-oriented approach. (Saefullah, 2014)
Padmuji dalam Saefullah (2014) mengemukakan enam teori kepemimpinan, yaitu teori sifat (trait
theory), teori lingkungan (environment theory), teori pribadi dan situasi (personal-situation
theory), teori interaksi dan harapan (interaction-expectancy theory), teori kemanusiaan
(humanistic theory), dan teori pertukaran (exchange theory).
Berdasarkan teori yang dikemukakan tersebut, asumsi dasar yang dimunculkan bahwa
kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat, ciri atau perangai tertentu yang menjamin
keberhasilan setiap situasi. Keberhasilan seorang pemimpin terletak pada kepribadian
(personality) seorang pemimpin itu sendiri. Oleh karena itu, dalam perspektif penganut teori
sifat, teorinya dapat dikembangkan dengan cara menggali karakteristik bawaan pimpinan yang
telah terjadi, baik yang berhasil maupun yang kurang berhasil.
B. Teori-Teori Kepemimpinan
1. Teori Great Man dan Teori Big Bang
Teori yang usianya sudah cukup tua ini menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan bakat atau
bawaan sejak seseorang lahir. Bennis dan Nannus sebagaimana yang dikutip oleh Wahab
menjelaskan bahwa Teori Great Man (Orang Besar) berasumsi bahwa pemimpin dilahirkan,
bukan diciptakan. Teori ini melihat bahwa kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu yang
melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki
bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Dengan kata lain, pemimpin menurut teori ini
berasal dari keturunan tertentu, di Indonesia disebut “keturunan berdarah biru” yang berhak
menjadi pemimpin, sedangkan orang lain tidak ada pilihan selain menjadi pihak yang dipimpin.
Misalnya, “asal raja menjadi raja” yang dapat diartikan menurut teori ini bahwa anak raja pasti
memiliki bakat untuk menjadi raja sebagai pemimpin rakyatnya.
Bennis dan Nannus juga mengungkapkan bahwa dalam perkembangan berikutnya, teori
kepemimpinan berdasarkan bakat cenderung ditolak dan lahirlah teori Big Bang. Teori ini
menyatakan bahwa suatu peristiwa besar menciptakan atau dapat membuat seseorang menjadi
pemimpin. Teori ini mengintegrasikan antara situasi dan pengikut/anggota organisasi sebagai
jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. (Aziz Wahab, 2011)
Integrasi situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian besar, seperti
revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi, dan lain-lain. Dengan demikian, teori
Big Bang ini memunculkan seorang pemimpin berdasarkan kejadian atau peristiwa yang
menyebabkan orang-orang menokohkan orang tersebut dan bersedia patuh dan taat pada
keputusan-keputusan dan perintah-perintahnya dalam kejadian atau peristiwa tertentu. Contoh
yang paling bagus untuk mendukung pandangan teori ini adalah para pemimpin Indonesia pasca
kemerdekaan dan pemimpin Orde Baru, Soeharto dikali “menyusun kekuatan” untuk muncul
sebagai pemimpin Orde Baru kala itu.
2. Teori Sifat atau Karakteristik Kepribadian (Trait Theories)
Teori sifat atau karakteristik kepribadian berasumsi bahwa seseorang menjadi pemimpin karena
memiliki sifat-sifat atau karakteristik atau kepribadian yang dibutuhkan seorang pemimpin,
meskipun orang tuanya bukan seorang pemimpin. Teori ini bertitiktolak dari pemikiran bahwa
keberhasilan ditentukan oleh sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dimiliki, baik secara
fisik maupun psikologis. (Aziz Wahab, 2011)
Collons dalam A. Dale Tempe yang dikutip oleh Abdul Aziz Wahab (2011) berpendapat bahwa
sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin agar kepemimpinannya dapat mengefektifkan organisasi
adalah kelancaran berbicara, kemampuan memecahkan masalah, pandangan ke dalam masalah
pokok (organisasi), keluwesan, kecerdasan, kesediaan menerima tanggung jawab, keterampilan
sosial, kesadaran akan diri sendiri dan lingkungannya. Robbins mengatakan bahwa teori ini
adalah teori yang mencari ciri-ciri kepribadian sosial, fisik, atau intelektual yang membedakan
pemimpin dengan yang bukan pemimpin.
Banyak peneliti yang melakukan upaya untuk mengidentifikasi sifat-sifat yang diharapkan ada
pada seorang pemimpin untuk memprediksikan kesuksesan kepemimpinannya. Ada beberapa ciri
yang diharapkan oleh seorang pemimpin, yaitu: memiliki inteligensi yang tinggi, banyak
inisiatif, energik, memiliki kedewasaan emosional, memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif,
memberikan partisipasi sosial yang tinggi, dan sebagainya. (Abbas 2014)
Dalam Islam teori sifat atau ciri kepribadian ini telah dinyatakan dalam kepribadian Muhammad
saw sebagai Nabi dan Rasul sebagai pemimpin yang patut diteladani umatnya. Karakteristik
yang di maksud adalah:
a. Shiddiq (Benar), yaitu pemimpin selalu berkata, bersikap, berbuat/berperilaku benar,
berpihak pada kebenaran dan membela kebenaran.
b. Amanah (Terpercaya), yaitu dapat dipercaya, mampu memelihara kepercayaan rahasia
orang lain, tidak menyembunyikan atau mengurangi segala sesuatu yang harus disampaikan
kepada umatnya.
c. Tabligh (Menyampaikan), yaitu mengkomunikasikan dan menyampaikan semua informasi
yang perlu dan harus diketahui umatnya tanpa ditutup-tutupi, atau disembunyikan.
d. Fathanah (Cerdas), yakni mampu memahami ajaran dari Allah swt dan menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi umatnya, bijaksana dan adil.
e. Maksum (Bebas dari Dosa) dalam arti tidak berbuat kesalahan pada manusia dan tidak
bersikap dan berperilaku melanggar nilai-nilai ajaran agamanya. (Aziz Wahab, 2011)
Berdasarkan uraian tentang sifat-sifat/karakteristik pemimpin dalam mengefektifkan suatu
organisasi melalui para anggota-anggotanya, telah dikemukakan penelitian yang menyimpulkan
empat sifat/karakteristik utama, yaitu sebagai berikut: (Aziz Wahab, 2011)
a. Inteligensi (Kecerdasan)
Para pemimpin yang efektif atau pemimpin yang mampu mengefektifkan organisasi untuk
mencapai tujuannya, pada umumnya (secara relatif) lebih cerdas daripada pengikut/anggota
organisasi. Nabi Muhammad saw. Menampilkan ciri kepemimpinannya dengan empat unsur,
yaitu intelligent (fathonah), accountable (amanah), honest (siddiq), dan cooperative (tabligh).
(Masaong dan Tilome, 2011) Hal tersebut menandakan bahwa baik secara umum maupun dalam
pandangan Islam, pemimpin harus memiliki kecerdasan dalam menjalankan kepemimpinannya
agar dapat mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi yang dipimpinnya.
b. Kematangan dan kekuasaan pandangan sosial
Para pemimpin yang efektif atau mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya
pada umumnya (secara relatif) lebih matang emosinya daripada pengikut/anggota organisasinya
sehingga lebih mampu mengendalikan situasi kritikal (sulit dan bermasalah). Di samping itu,
pemimpin pula memiliki kemampuan dalam memerlukan sosialisasi dengan orang lain,
khususnya anggota organisasi serta memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi.
c. Memiliki motivasi dan keinginan berprestasi
Para pemimpin yang efektif atau mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya
pada umumnya (secara relatif) memiliki dorongan yang besar dari dalam dirinya untuk dapat
menyelesaikan sesuatu dengan sukses secara efektif dan efisien.
d. Memiliki kemampuan manusiawi
Para pemimpin yang efektif atau mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya
pada umumnya (secara relatif) mengetahui bahwa usahanya untuk mencapai sesuatu sangat
tergantung pada orang lain, khususnya anggota organisasi (pengikut/bawahan). Oleh karena itu,
pemimpin perlu memiliki sifat ini dan bekerja sama dengan para anggota organisasi dalam
mencapai suatu tujuan yang telah dirumuskan. Kerja sama antara pemimpin dengan anggota
organisasi sangat menentukan jalannya kegiatan dalam organisasi karena tanpa kerja sama yang
baik akan sulit mencapai tujuan organisasi.
Teori sifat telah memberikan kebenaran praktis dan fundamental, yaitu kepribadian seseorang
merupakan kehidupan batin (inner life) bagi dirinya, termasuk unsur-unsur dalam diri manusia,
seperti latar belakang kehidupan, pengalaman hidup, keyakinan, sikap khas, prasangka, perasaan,
imajinasi, dan filsafat hidup. Kepribadian ini akan berkaitan erat dengan keberhasilan seorang
pemimpin, baik dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan dalam pekerjaannya. (U.
Saefullah, 2014) Oleh karena itu, teori ini dianjurkan bagi pemimpin untuk selalu berusaha
secara periodik mengembangkan kepribadiannya. Seorang pemimpin bisa berhasil apabila ia
berusaha mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang utuh.
3. Teori Perilaku (Behavior Theories)
Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi,
tergantung pada perilaku atau gaya bersikap atau gaya bertindak seorang pemimpin. Dengan
demikian, teori ini juga memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Dengan
kata lain, keberhasilan seorang pemimpin dalam mengefektifkan organisasi sangat bergantung
pada perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi
kepemimpinannya. Gaya atau kepemimpinan tampak dari cara melakukan pengambilan
keputusan, cara memerintah (memberi instruksi), cara memberi tugas, cara berkomunikasi, cara
mendorong semangat disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan anggota organisasi,
cara memimpin rapat, cara menegur dan memberikan sanksi. (Aziz Wahab, 2011)
Teori perilaku (behavior theories) berdasarkan asumsinya bahwa kepemimpinan harus dipandang
sebagai hubungan antar-orang, bukan sebagai sifat atau ciri-ciri seorang individu. Oleh karena
itu, keberhasilan seorang pemimpin sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin itu
berhubungan dan berinteraksi dengan segenap anggotanya. Dengan kata lain, teori ini sangat
memperhatikan perilaku pemimpin sebagai aksi dan respons kelompok yang dipimpinnya
sebagai reaksi. (Saefullah, 2014)
Teori perilaku ini juga disebut sebagai teori humanistik yang lebih menekankan pada model atau
gaya (style) kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin. James Owens dalam
Saefullah (2014) menggambarkan melalui matriks gaya yang dimiliki dalam teori
kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
a. Gaya kepemimpinan otoraktis. Hal yang dilakukan pimpinan dengan gaya ini hanya
memberitahukan tugas dan menuntut kepatuhan bawahannya secara totalitas.
b. Gaya kepemimpinan birokratis. Kepemimpinan dijalankan dengan menginformasikan
kepada para anggota atau bawahannya tentang tugas dan cara yang harus dilaksanakan.
c. Gaya kepemimpinan diplomatis. Seorang pemimpin yang diplomat adalah juga seorang
seniman, dan melalui seninya ia berusaha melakukan persuasi secara pribadi dan cenderung
memilih cara menjual sesuatu (motivasi) kepada bawahannya serta mengerjakan tugas dengan
baik.
d. Gaya kepemimpinan partisipatif. Pemimpin selalu mengajak secara terbuka anggota
bawahannya untuk berpartisipasi atau mengambil bagian secara aktif.
e. Gaya kepemimpinan free rein leader. Pemimpin seakan-akan menunggang kuda yang
melepaskan kedua kendali kudanya.
Dari uraian tersebut, jelas yang dimaksud perilaku adalah gaya kepemimpinan dalam
mengimplementasikan fungsi-fungsi kepemimpinan yang menurut teori ini sangat besar
pengaruhnya dan bersifat sangat menentukan dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai
tujuannya. Dengan demikian, apabila perilaku kepemimpinan ditampilkan berupa tindakan tegas,
keras, sepihak, tertutup pada kritik dan saran, mengancam setiap pelanggaran atau kesalahan
anggota organisasi dengan sanksi/hukuman yang berat maka disebut sebagai kepemimpinan yang
otoriter.
4. Teori Lingkungan (Environmental Theory)
Teori lingkungan (environmental theory) beranggapan bahwa munculnya pemimpin-pemimpin
merupakan hasil dari waktu, tempat, dan keadaan. Dalam teori ini, muncul sebuah pernyataan
“leader are made not born”, pemimpin itu dibentuk, bukan dilahirkan. Lahirnya seorang
pemimpin adalah melalui evolusi sosial dengan cara memanfaatkan kemampuannya untuk
berkarya dan bertindak mengatasi masalah-masalah yang timbul pada situasi dan kondisi
tertentu.
Teori lingkungan pernah dikembangkan oleh beberapa pakar, misalnya V.H. Vroom dan Philip
Yelton. Mereka berpendapat bahwa kepemimpinan dalam perspektif teori lingkungan mengacu
pada pendekatan situasional yang berusaha memberikan model normatif. Kedua ahli tersebut
berasumsi bahwa kepemimpinan akan berhasil apabila pemimpin mampu bersikap fleksibel
untuk mengubah gayanya agar cocok dengan situasi dan kondisi. (Saefullah, 2014)
Teori kepemimpinan situasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan
saling memengaruhi antara:
a. Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (perilaku tugas)
b. Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin (perilaku hubungan)
c. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi, atau
tujuan tertentu (kematangan bawahan). (Andri Feriyanto, 2015)
Teori situasional juga sering di sebut contingency of leadership atau teori kepemimpinan Fred
Fiedler karena teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan tergantung pada situasi. Model
kepemimpinan Fiedler disebut sebagai kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa
kontribusi pemimpin terhadap efektivitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya
kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favorableness of the situation) yang
dihadapinya (Andri Feriyanto, 2015). Pemimpin dalam menjalankan fungsi-fungsi
manajerialnya, pemimpin pasti menghadapi situasi yang berbeda-beda dari satu kurun waktu ke
kurun waktu yang lain. Faktor-faktor tersebut juga berbeda antara satu organisasi dengan
organisasi yang lain (Siagian, 2002).
Berdasarkan teori lingkungan, seorang pemimpin harus mampu mengubah model dan gaya
kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan dan situasi zaman. Gaya kepemimpinan berubah
secara dinamis karena situasi dan kondisi yang terus berubah sehingga menghendaki juga gaya
dan model kepemimpinan yang berubah agar kepemimpinannya dapat berjalan secara efektif.
5. Teori Kombinasi
Alvin W. Gouler mengkritik teori sebelumnya setelah melakukan penelitian bahwa saat ini, tidak
ada bukti yang dapat diandalkan mengenai keberadaan sifat-sifat kepemimpinan universal. Ia
mengkritik masing-masing teori tersebut dengan menyatakan bahwa kelemahan teori sifat
adalah: (a) di antara pendukung teori tersebut tidak ada penyesuaian dan kesamaan mengenai
perincian sifat, (b) terlalu sulit untuk menentukan sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin,
(c) sejarah membuktikan bahwa situasi dan kondisi tertentu memerlukan sifat pemimpin tertentu
pula (Saefullah, 2014).
Teori perilaku yang melahirkan berbagai gaya kepemimpinan tidak dapat dipakai untuk segala
situasi yang dihadapi oleh seorang pemimpin. Hal ini disebabkan setiap situasi memiliki variabel
yang berbeda-beda. Ada juga berpendapat bahwa teori lingkungan kurang sempurna karena tidak
dapat menjamin berjalannya kepemimpinan. Dengan demikian ketiga teori kepemimpinan
tersebut tidak dapat dijalankan secara sendirian (parsial). Sebagai alternatifnya perlu
dikembangkan kombinasi antara teori-teori itu yang memungkinkan lahirnya beberapa teori, di
antaranya sebagai berikut:
a. Teori Pertukaran (Exchange theory)
Teori ini merupakan modifikasi dari teori sifat dan teori perilaku yang berasumsi bahwa interaksi
sosial menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar, baik antara pemimpin dengan bawahannya
(anggotanya) maupun antar-anggota masing-masing yang saling memberikan kontribusinya.
Proses tukar-menukar ini menjadikan semua pihak merasa dihargai dan mendapatkan sesuatu
yang tidak dimilikinya dan dapat memberikan kontribusi terhadap anggota (Saefullah, 2014).
Proses sosial antara pemimpin dan yang dipimpinnya seperti itu berlangsung terus karena setiap
pihak merasa sama-sama memperoleh keuntungan. Pemimpin menerima respons positif dari
anggotanya sehingga kebijakannya dapat terealisasi, dan anggota menerima bimbingan dan
arahan dari pimpinannya sehingga terpenuhi kebutuhannya. Istilah lain dari teori ini adalah take
and give (saling memberi dan menerima).
b. Teori Pribadi dan Situasi (Personal-Situasional Theory)
Teori ini menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan produk terpadunya tiga faktor, yaitu
perangai atau sifat-sifat pribadi pemimpin, sifat-sifat dari kelompok dan anggotanya, dan
kejadian yang dihadapi kelompok. Hal ini berarti tanpa didukung oleh situasi dan kondisi yang
kondusif, seseorang tidak akan menjadi pemimpin. Oleh karena itu, teori ini dipandang sebagai
perpaduan dari teori lingkungan dan sifat. Dalam teori pribadi dan situasi ditekankan bahwa
seorang pemimpin dituntut mengenal dirinya, kelompok yang dipimpinnya, serta situasi dan
kondisi di saat ia menjalankan kepemimpinannya (Saefullah, 2014).
Pemimpin menurut teori ini tidak hanya menilai perilaku sendiri, tetapi juga memahami perilaku
anggota kelompok yang dipimpinnya. Kepribadian pemimpin dipadukan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi. Situasi ini bisa berupa tugas, pekerjaan atau masalah yang dihadapi
kelompok serta keadaan lain yang bisa memengaruhi. Keterpaduan antara kepribadian pemimpin
dan situasi ini memungkinkan terciptanya kepemimpinan yang sukses, kepemimpinan yang
dapat memahami dan memenuhi aspirasi kelompok yang dipimpin.
c. Teori Interaksi dan Harapan (Interaction Expectancy Theory)
Teori ini merupakan peraduan antara perilaku dan lingkungan. Teori ini pada prinsipnya sama
dengan teori contingency dari F.E Fiedler, sedangkan M.G. Evans mengistilahkan teori ini
dengan path-goal theory. Teori interaksi dan harapan berasumsi bahwa semakin sering terjadi
interaksi dan partisipasi dalam kegiatan bersama, semakin meningkat pula perasaan saling
menyenangi satu sama lain dan saling memperjelas pengertian atas norma kelompok. Oleh
karena itu, akan terkait dengan beberapa variabel yang satu sama lain tidak terpisahkan, yaitu
variabel aksi, interaksi, dan perasaan (Saefullah, 2014).
Variabel aksi dilakukan oleh pemimpin untuk menggerakkan kelompoknya, sedangkan reaksi
merupakan respons dari kelompok yang dipimpin terhadap aksi pemimpin. Adanya keserasian
antara aksi yang dilakukan pemimpin dengan reaksi yang dilakukan kelompok yang dipimpin
akan melahirkan interaksi sosial yang harmonis. Dalam teori ini, interaksi yang terjadi selalu
dibarengi dengan harapan-harapan. Pemimpin melakukan aksi dengan harapan adanya respons
positif dari kelompok yang dipimpinnya atas kebijakan yang dikeluarkan, sedangkan anggota
kelompok yang dipimpin memberikan reaksi dengan harapan akan memperoleh keuntungan dan
pelayanan.
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang memiliki lima kriteria penting dalam menjalankan
kepemimpinannya, yaitu:
a. Legalitas yang dinyatakan secara normatif, terutama pemimpin yang dibuat dengan
rencana yang diatur oleh konstitusi yang berlaku di suatu negara.
b. Pengakuan dan visibilitas kepemimpinan yang diakui oleh masyarakat atau anak buah yang
dipimpinnya serta dari pemimpinnya.
c. Relasi yang banyak dalam mengaitkan idealisme kepemimpinannya sehingga ditunjang
oleh struktur kepemimpinan yang berada di luar wewenangnya.
d. Memiliki ilmu pengetahuan yang memadai untuk memberi pembinaan dan pengarahan
kepada bawahannya.
e. Memiliki modal finansial yang cukup agar tidak terpengaruh oleh gaya kepemimpinan
yang korup.(Saefullah, 2014)
Dari berbagai teori yang telah dikemukakan dapat diidentifikasi bahwa pada dasarnya teori
kepemimpinan terdiri atas tiga macam, yaitu teori sifat, teori perilaku, dan teori lingkungan.
Adapun teori pribadi dan situasi merupakan gabungan dari teori sifat dan lingkungan, sedangkan
teori interaksi dan harapan merupakan gabungan dari teori perilaku dan lingkungan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis dapat memberikan
kesimpulan bahwa:

Teori kepemimpinan merupakan teori yang berusaha menerangkan pemimpin dan kelompok
yang dipimpinnya dapat berperilaku dalam berbagai struktur kepemimpinan, budaya, dan
lingkungannya. Asumsi dasar yang dimunculkan dari teori kepemimpinan bahwa kepemimpinan
memerlukan serangkaian sifat, ciri atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan setiap
situasi. Keberhasilan seorang pemimpin terletak pada kepribadian (personality) seorang
pemimpin itu sendiri.
Teori-teori kepemimpinan, sebagaimana yang telah dikemukakan mencakup:

a. Teori Great Man dan Teori Big Bang


b. Teori Sifat atau Karakteristik Kepribadian (Trait Theories)
c. Teori Perilaku (Behavior Theories)
d. Teori Lingkungan (Environmental Theory)
e. Teori Kombinasi, yang meliputi:
1) Teori Pertukaran (Exchange theory)
2) Teori Pribadi dan Situasi (Personal-Situasional Theory)
3) Teori Interaksi dan Harapan (Interaction Expectancy Theory)
B. Implikasi
Implikasi yang diharapkan oleh penulis dalam penulisan makalah ini, di antaranya adalah:

Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan kontribusi atau sumbangsih
kepada para pembaca terkait dengan teori-teori kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam
lembaga atau organisasi pada umumnya, dan lembaga pendidikan pada khususnya.
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal. Manajemen Perguruan Tinggi, edisi revisi. Cet. III; Jakarta: Kencana, 2014.

Colquitt, Jason A. dkk. Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in


the Workplace. New York: McGraw-Hill Companies, 2011.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Cet. X; Bandung: Diponegoro, 2013.

Feriyanto, Andri dan Endang Shyta Triana. Pengantar Manajemen (3 in 1) untuk Mahasiswa dan
Umum. Cet. I; Yogyakarta: Mediatera, 2015.

Ivancevich, John M. dkk. Organizational Behavior and Management. Singapura: McGraw-Hill


Companies, 2008.

Masaong ,Abd. Kading dan Arfan A. Tilome. Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelligence
(Sinergi Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spiritual untuk Meraih Kesuksesan yang
Gemilang). Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2011.

Padmuji. “Kepemimpinan Daerah di Indonesia”, dalam U. Saefullah, eds. Manajemen


Pendidikan Islam. Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Saefullah, U. Manajemen Pendidikan Islam. Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Siagian, Sondang P. Fungsi-Fungsi Manajerial. Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2002.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Cet. I; Jakarta:
Lentera Hati, 2002.

Wahab, Abdul Aziz. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan: Telaah terhadap
Organisasi dan Pengelolaan Lembaga Pendidikan. Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2011.
Wirawan. Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian. Cet. II;
Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Anda mungkin juga menyukai