Anda di halaman 1dari 32

2020

BUNGA RAMPAI RAMADHAN

Oleh:
Mantazakka
MUKADDIMAH

Diawali niat untuk membuat pengingat dan nasihat yang dikirim melalui grup
WA komunitas musholla di perumahan di musim pandemic Covid-19, sebagai
pengganti kegiatan taushiyah rutin. Yang dengan diberlakukannya PSBB oleh
pemerintah Banten untuk wilayah Tangerang Raya pada bulan April-Mei 2020
menyebabkan terhentinya (untuk sementara) kegiatan-kegiatan di musholla.

Tulisan-tulisan ini menjadi pengantar berbuka puasa atau sahur dalam bulan
Ramadhan 1441 H yang dikirim setiap hari melalui grup WA.

Materi dalam buku kecil ini semua disarikan dari buku-buku terbitan Rumah
Fiqih Publishing yang dapat diakses di www.rumahfiqih.com secara gratis
(semoga Allah membalas para penulis dan pemerakarsa website ini dengan
sebaik-baik ganjaran).

Semoga Allah menjadikannya sebagai amal sholih dan bermanfaat bagi yang
membacanya.

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan taufiq.

Legok Permai, Tangerang.

Selesai dibukukan pada: 25 Ramadhan 1441 H/ 18 Mei 2020 M.

Mantazakka bin H. Abdul Hamid.

1|Bunga Rampai Ramadhan


1 RAMADHAN 1441 H.

Para ulama sepakat bahwa berbuka puasa disyariatkan ketika matahari


terbenam.

Rasulullah bersabda:

”Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan berbuka.” (Muttafaq


alaih).

Namun kadang apa yang mulanya bersumber dari syariat bisa saja berubah
menjadi bertentangan dengan syariat, misalnya:

Ketika berbuka memakan apa saja dalam jumlah sebanyak-banyaknya, sehingga


perut terisi penuh sesak sampai tidak bisa bernafas, atau menghidangkan
makanan yang terlalu banyak sehingga jatuh pada sikap TABDZIR dan ISRAF.

Itulah hal-hal yang tidak dianjurkan atau dilarang dalam Islam, sebagaimana
firman Allah Ta’ala:

”Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.


Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu
adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” QS. Al Isra: 26-37).

Selamat berbuka puasa...

2 RAMADHAN 1441 H.

Sahur, sebagaimana berbuka merupakan ritual yang tak terpisahkan dari ibadah
puasa, disamping mempunyai landasan Syar’i yang kuat keduanya merupakan
pembeda ibadah puasa umat muslim dari puasa umat lainnya.

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

”Makan sahurlah, karena sahur itu itu berkah”. (Muttafaq ‘alaih).

Dalam riwayat lain beliau bersabda:

”Mintalah bantuan dengan menyantap makan sahur agar kuat berpuasa di siang
hari. Dan mintalah bantuan dengan tidur sejenak pada waktu siang agar kuat
melaksanakan solat malam”. (HR. Ibnu Majah).

Baginda juga menekankan untuk tidak meninggalkan sahur dalam hadits beliau:

”Sahur itu berkah, maka janganlah kalian tinggalkan meskipun hanya dengan
seteguk air. Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bersholawat kepada orang-
orang yang bersahur.” (HR. Ahmad).

2|Bunga Rampai Ramadhan


Begitu juga Semangat untuk turut membangunkan orang lain supaya dapat
bersahur adalah sesuatu yang baik, namun kebaikan tersebut dapat juga
menjerumuskan kepada hal yang tidak baik, seperti jika membangunkan orang
untuk sahur dengan cara berkeliling membuat bunyi-bunyian yang keras pada
waktu yang tidak tepat, misalnya pada pukul 02.00 malam dimana orang-orang
masih beristirahat.

Tidak hanya terkait membangunkan orang sahur, alangkah baiknya jika


semangat kegamaan yang baik dibungkus dengan ilmu dan akhlak yang baik pula
sehingga tercapai kebaikan duniawi dan ukhrowi.

Selamat berbuka puasa...

3 RAMADHAN 1441 H.

Solat Tarawih adalah sunnah Rasulullah yang kemudian menjadi “tradisi”


seluruh bangsa muslim di dunia utk melaksanakannya, meski hukumnya bukan
wajib tapi sunnah.

Sayyidah Aisyah mengabarkan dalam salahsatu riwayat bahwa:

”Rasulullah pada suatu malam pernah melaksanakan solat di masjid kemudian


orang-orang solat bersama beliau. Kemudian beliau solat pada malam berikutnya
dan orang-orang yang mengikutinya bertambah banyak. Kemudian mereka
berkumpul pada malam ketiga atau keempat namun Rasulullah SAW tidak keluar
untuk solat bersama mereka.

Pada pagi harinya Rasulullah SAW bersabda:

”Aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan. Dan tidak ada yang
menghalangiku untuk keluar solat bersama kalian kecuali aku khawatir bahwa
solat tersebut akan diwajibkan keatas kalian.

Periwayat hadits ini berkata: Hal tersebut terjadi di bulan Ramadhan. (Muttafaq
alaih).

Dengan dasar itulah, syiar solat tarawih berlangsung hingga kini, umat muslim
selalu menjalankan solat tarawih di malam-malam bulan Ramadhan baik di
musholla ataupun masjid.

Saking dahsyat syiarnya, seringkali bahkan kita temui jumlah jamaahnya


melebihi jamaah solat fadhu yang lima waktu. Kalau melihat hal seperti itu, tentu
kita merasa bahagia. Betapa tidak, syiar Ramadhan begitu terasa sampai masjid/
musholla dipenuhi oleh jamaah.

3|Bunga Rampai Ramadhan


Namun, tahun ini berbeda. Atas arahan ulama dan umaro (MUI dan Pemerintah)
ditengah menyebarnya wabah Covid19 di indonesia, justru kita yg berada di
zona kuning dan merah penyebaran virus ini dianjurkan dan bahkan
diperintahkan untuk beribadah di rumah, menghidupkan malam-malam
Ramadhan bersama keluarga tercinta di rumah.

Tentunya itu bukan suatu halangan bagi muslim yang sejati, karena pada
dasarnya beribadah dan menghidupkan syiar Ramadhan tetap bisa dilaksanakan
di rumah masing-masing tanpa mengurangi kekhusyuan dan kesyahduan
Ramadhan.

Selamat berbuka puasa...

4 RAMADHAN 1441 H.

Bulan Ramadhan adalah bulan Al Quran. Di bulan Ramadhan itulah Al Quran


pertama kali diturunkan ke dunia ini. Pada bulan Ramadhan pula sebelumnya Al
Quran diturunkan sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia.

Pada setiap bulan Ramadhan Rasulullah SAW banyak membaca Al Quran.


Bahkan secara khusus malaikat Jibril turun untuk melakukan evaluasi atas
hafalan dan bacaan beliau.

Maka merupakan sunnah Nabi bila kita memperbanyak bacaan Al Quran pada
bulan Ramadhan ini.

Namun ada hal yang penting menjadi perhatian kita selama Ramadhan ini, yaitu:

Bagi yang bacaannya masih belum baik, alangkah lebih tepat jika berkonsentrasi
untuk memperbaiki bacaan bukan jumlah juz yang dibaca. Karena dalam kondisi
ini kualitas lebih baik dibanding kuantitas.

Memang benar banyak ulama dan orang-orang solih yg mengkhatamkan bacaan


Al Quran berkali-kali dalam bulan Ramadhan, tapi tentu kualitas bacaannya tidak
diragukan lagi.

Karenanya, tidak perlu risau karena juz yang masih sedikit karena belum lancar
bacaannya, fokus saja membenahi bacaannya karena itu lebih baik dibanding
mengejar juz bacaan sementara bacaannya sendiri masih berantakan.

Semoga kita senantiasa diberikan kemudahan untuk membaca dan mempelajari


Al Quran selagi hayat masih dikandung badan. Aamiin.

Selamat berbuka puasa...

4|Bunga Rampai Ramadhan


5 RAMADHAN 1441 H.

Memperbanyak sedekah sangat dianjurkan saat kita sedang berpuasa, termasuk


diantaranya adalah memberi keluasan belanja pada famili, berbuat baik kepada
kerabat serta memperbanyak sedekah.

Rasulullah SAW merupakan orang yang bagus dalam kebajikan. Dan menjadi
lebih baik lagi saat bulan Ramadhan.

Rasulullah SAW itu orang yang sangat murah dengan sumbangan. Namun beliau
paling bermurah adalah ketika bulan Ramadhan saat beliau bertemu malaikat
Jibril. (Muttafaq alaih).

Kalau dikatakan bahwa Ramadhan adalah bulan sedekah, maka yang dimaksud
adalah sedekah sunnah. Sedekah sunnah itu tidak ada ketentuan yang baku dr
jenis harta apa saja, jika kita mampu, dipersilahkan.

Tidak ada juga ketentuan batas nishab (nominal), haul (durasi) dan bebas
diserahkan ke siapa saja, tanpa haris terikat dengan ashnaf tertentu.

Hal itu berbanding terbalik dengan zakat. Zakat adalah bagian dari ibadah maliah
(harta) dengan ketentuan tertentu seperti nishab, haul dan ashnaf.

Jangan sampai pula kita serius bersedekah sunnah tapi tidak menunaikan zakat
wajib. Hal itu seperti orang yang berpakaian, memakai dasi tapi tidak pakai baju.
Akibatnya seperti mencari jarum tapi kehilangan mobil.

Adapun menunaikan zakat di bulan Ramadhan sebenarnya tidak ada kewajiban


secara khusus. Kalaupun ada zakat yang kita bayarkan di bulan Ramadhan,
sebenarnya adalah zakat fitr. Dimana zakat fitr diberikan kepada fakir miskin di
hari raya idul fitri, maksimal sebelum solat idul fitri.

Selebihnya, tidak ada kewajiban membayar zakat harta di bulan Ramadhan.


Sebab jadwal untuk membayar zakat harta tergantung kapan jatuh tempo satu
haulnya (durasi), dan tidak boleh dengan keliru dijatuhkan begitu saja di bulan
Ramadhan, kecuali jika jatuh temponya pas di bulan Ramadhan.

Walahu a’lam.

Selamat berbuka puasa...

6 RAMADHAN 1441 H.

Setiap Ramadhan menjelang kita sering menyaksikan banyak orang yang


membakar petasan di berbagai tempat. Para penjual kembang api seolah-olah

5|Bunga Rampai Ramadhan


turut memeriahkan datangnya bulan suci karena dagangan mereka akan banyak
pembelinya.

Tidak ada data yang pasti mengenai asal muasal kebiasaan ini, ada yang
mengatakan ini adalah pengaruh dari tradisi cina, ada juga yang berujar bahwa
petasan adalah tanda pengumuman atas datangnya bulan Ramadhan.

Walaupun kebiasaan ini selalu diulang ketika Ramadhan datang tapi sepertinya
lebih banyak mudaratnya dibanding maslahat. Banyak berita yang kita baca
tentang kejadian-kejadian yang tidak baik karena sebab petasan ini.

Antara syariah/ hukum dan syiar terkadang berjalan seiring, kadang saling
mendukung, kadang saling membelakangi dan kadang malah bertabrakan,
khususnya kalau sudah terkait urusan Ramadhan.

Petasan dan sebangsanya adalah benda terlarang sejak zaman belanda, mungkin
karena peraturan tersebut sudah dianggap kuno maka pemerintah
mengeluarkan berbagai macam peraturan tapi lucunya hal tersebut tidak pernah
dapat menghentikan kebiasaan ini.

Sebagai muslim yang baik, syiar Ramadhan dapat dilakukan dengan hal-hal yang
jauh lebih positif dan tidak mengganggu kenyamanan masyarakat seperti
pengajian, pembagian sembako, bersih-bersih musholla/ masjid, dan lainnya
yang bermanfaat. Jangan sampai hal yang bahkan tidak berhukum sunnah
seperti membakar petasan kita paksakan untuk dilakukan dan menciderai hal
wajib/ utama yang kita laksanakan yaitu puasa dan memuliakan bulan
Ramadhan dengan rangkaian ibadah didalamnya.

Semoga Allah berikan kita taufiqNya untuk dapat menempa diri dan
memaksimalkan potensi kita dalam beribadah dan berbuat kebaikan di bulan ini.
Aamiin.

Selamat menyantap sahur...

7 RAMADHAN 1441 H.

Salahsatu keterpelesetan dalam memaknai bulan suci Ramadhan yang sering


melanda kita adalah kebiasaan begadang hingga larut lalu tidur panjang di siang
hari.

Selain itu kadang sahur menjadi kurang keutamaannya karena dilakukannya


kepagian, sehingga ada jam-jam tidur malam yang hilang dan akibatnya pada
siang hari ada balas dendam yang harus dibayarkan yaitu tidur siang.

6|Bunga Rampai Ramadhan


Memang benar Rasulullah SAW kerap melakukan Qailulah, yaitu tidur siang
sejenak untuk menyegarkan tenaga sehingga bisa maksimal ibadah. Tetapi tidur
siang panjang berbeda dengan tidur sejenak.

Tidur siang panjang ini kadang malah menyita waktu yang seharusnya dapat
dipergunakan untuk banyak melakukan hal positif/ ibadah. Hal ini apapun tentu
bukanlah tindakan yang bijak. Sebaliknya menandakan pelakunya kurang
memahami maqashid syarih dari ibadah di bukan Ramadhan.

Di masanya, Rasulullah dahulu justru mencapai prestasi kerja di bulan


Ramadhan, seperti:

1. Evaluasi hapalan Rasulullah oleh malaikat Jibril kejadiannya di bulan


Ramadhan.
2. Perang Badar kubra terjadi pada 17 Ramadhan tahun 2 H. Perang ini
terjadi di gurun pasir yang melibatkan 314 muslimin melawan 1000an
orang kafir Mekah.
3. Pembebasan kota Mekah terjadi pada bulan Ramadhan tahun 8 H.
Rasulullah menyiapkan 10.000 pasukan lengkap dengan senjata untuk
mengepung kota Mekah dan akhirnya Mekah menyerah tanpa syarat.
4. Perang Tabuk juga terjadi pada bukan Ramadhan dan musim paceklik
tapi di sisi lain buah-buah sudah mulai masak yang menjadi godaan
tersendiri bagi kaum muslimin yang ikut berperang.
5. Islam masuk pertama kali ke Spanyol dibawah pimpinan Thariq bin Ziad
dan Musa bin Nushair terjadi pada bulan Ramadhan tahun 92 H.
6. Perang Ain Jaluth terjadi pada 25 Ramadhan tahun 657 H yang salahsatu
tokoh pahlawannya adalah Muzaffar Saifuddin Quthz.

Banyak peristiwa bersejarah dalam Islam yang terjadi di bulan Ramadhan.

Tidak bisa kita bayangkan jika kaum muslimin dahulu bermalas-malasan ketika
Ramadhan dengan banyak begadang dan tidur siang maka mustahil rasanya
kejadian-kejadian hebat diatas dapat dilakukan.

Maka dari itu, mari manfaatkan detik demi detik di bulan ini untuk
melaksanakan hal-hal positif dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi kita.

Wallahu a’lam.

Selamat bersantap sahur bersama keluarga...

7|Bunga Rampai Ramadhan


8 RAMADHAN 1441 H.

Diantara tradisi yang mengakar dan membudaya pada bulan Ramadhan adalah
banyaknya menu makanan yang disediakan selama bulan ini, bahkan ada
beberapa makanan yang hanya muncul pada bulan Ramadhan saja.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di negeri kita, di manca negara juga ada
hidangan atau makanan khas bulan Ramadhan, tapi negeri kita adalah rajanya
makanan, apalagi kalau sudah masuk bulan Ramadhan.

Kadang tanpa kita sadari, tradisi ini dapat menodai kesucian bulan Ramadhan,
karena belum apa-apa orang sudah sibuk dengan urusan berbuka dan sahur
dengan aneka menu. Dan tentu saja ketika datang waktunya makan tidak semua
menu bisa dihabiskan, karena yang lapar bukan perut lagi tapi lapar mata,
sehingga apa yang terlihat nampak enak padahal sebetulnya perut tidak terlalu
butuh yang demikian.

Menjadi tidak baiknya tradisi ini karena ada unsur israf/ berlebih-lebihan,
apalagi dalam hal makanan.

Allah berfirman dalam QS. Al An’am: 141.

Dan janganlah kami berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang


yang berlebih-lebihan.

Akibatnya, Ramadhan yang awalnya menurut para ulama semangatnya adalah


agar kita dapat turut merasakan penderitaan orang miskin, yang sekedar untuk
mengisi perut pun tidak ada yang bisa dimakan tidak tercapai. Diharapakan
dengan puasa akan lahir sikap solidaritas sosial yang utuh, dari hati orang-orang
yang berkecukupan.

Tradisi kuliner pada hakikatnya mubah dan tidak bertentangan dengan syariat,
bisa jadi baik jika itu menambah semangat, syiar dan ghairah dalam menjalankan
ibadah puasa bulan Ramadhan, tapi itu akan menajdi mudarat jika ternyata
mencoreng makna Ramadhan dengan sikap konsumtif yang berlebihan, hilang
fokus ibadah karena sibuk memikirkan makanan dan yang paling parah adalah
hilangnya semangat puasa yaitu sikap solidaritas sosial kita terhadap orang lain.

Mari, kita bersikap bijak dengan menempatkan setiap perkara pada posisinya,
jangan sampai kita mengejar yang mubah tapi malah kehilangan yang sunnah
atau bahkan wajib. Na’uudzubillah min dzaalik.

Wallahu a’lam.

Selamat bersahur bersama keluarga tercinta...

8|Bunga Rampai Ramadhan


9 RAMADHAN 1441.

Di antara hal yang membatalkan puasa dan termasuk paling populer adalah
makan dan minum.

Para ulama sepakat bahwa makan dan minum termasuk hal-hal yang
membatalkan puasa, dengan dasar dalilnya berupa firman Allah SWT :

“...Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar...” (QS. Al-Baqarah : 187).

Ayat ini menyebutkan tentang apa saja yang boleh dilakukan pada malam hari
sebelum terbitnya fajar, yaitu makan dan minum. Sehingga pengertian
terbaliknya adalah makan dan minum merupakan hal yang terlarang dilakukan
ketika sudah masuk waktu fajar.

Ayat ini juga sekaligus menjadi penegasan tentang batas kapan dimulainya
puasa, yaitu terbitnya fajar. Bukan selesainya adzan yang dikumandangkan oleh
muadzdzin, sebagaimana yang seringkali dipahami secara keliru oleh sebagian
orang.

Dalam hal makan dan minum, setidaknya ada dua yang sering disebut-sebut oleh
para ulama. Yang pertama, adanya benda yang melewati tenggorokan. Dan yang
kedua, adanya makanan yang masuk ke dalam rongga badan.

1. Batasan pertama dari makan dan minum adalah adanya suatu benda yang
melewati tenggorokan. Dimana benda itu bisa saja berupa makanan yang
kita kenal sehari-hari, dan bisa juga berupa benda-benda yang tidak biasa
dimakan manusia. Pendeknya, bila ada benda, makanan atau bukan
makanan, sampai tertelan lewat tenggorokan, sengaja atau tidak sengaja,
maka hal itu termasuk dianggap makan yang membatalkan puasa.
2. Kriteria yang kedua dari makan adalah apabila ada makanan atau yang
semakna dengan makanan masuk ke dalam rongga tubuh, meski pun
tidak lewat mulut. Contohnya adalah proses pemberian ‘makanan’ kepada
pasien yang sedang dirawat lewat selang dan jarum infus. Maka pasien
yang mendapatkan makanan lewat selang dan jarum infus, jelas puasanya
batal.

Sebagai pengecualian adalah suntik obat, dimana pada hakikatnya obat adalah
racun yang dikemas sedemikian rupa, untuk membunuh racun-racun yang ada di
dalam tubuh. Kalau obat itu dimakan atau minum langung makan puasanya
batal. Tetapi ketika obat disuntikkan, maka umumnya para ulama berpendapat
hal itu tidak membatalkan puasa.

Bersambung…

Selamat menyantap sahur bersama keluarga..


9|Bunga Rampai Ramadhan
10 RAMADHAN 1441 H.

Terkait hal-hal yang membatalkan puasa, rokok dan asap-asap sejenisnya yang
secara sengaja dihirup juga termasuk hal yang membatalkan puasa, karena
termasuk kriteria memakan atau meminum sesuatu. Dan seluruh ulama sepakat
bahwa menghisap rokok membatalkan puasa. Alasannya karena merokok sama
dengan makan atau minum.

Namun mereka sepakat bahwa asap rokok terhisap asalkan bukan dalam
konteks merokok, maka hal itu dianggap tidak membatalkan. Demikian juga bila
kita lewat di depan tukang sate yang mengipasi daganganya, meski harum sate
itu tercium dan mengundang selera, namun tidak dikatakan bahwa hal itu
membatalkan puasa.

Selain makan minum diatas, yang juga dapat membatalkan puasa adalah Jima’
(berhubungan suami istri), sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam
Al Qur’an:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-
isteri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka...” (QS. Al-Baqarah :187).

Dari ayat diatas secara tegas Allah SWT menghalalkan bagi kita untuk melakukan
hubungan suami istri pada malam puasa. Pengertian terbaliknya adalah bahwa
pada siang hari bulan puasa, hukumnya diharamkan, alias jima’ itu membatalkan
puasa.

Para ulama sepakat bahwa berjima’ di siang hari bulan Ramadhan ketika sedang
dalam keadaan puasa dan dilakukan secara sengaja, bukan saja membatalkan
puasa, tetapi juga mewajibkan bayar denda atau kaffarah.

Kaffarah yang dimaksud adalah wajib melaksanakan puasa 2 bulan berturut-


turut. Jika tidak mampu baru boleh memberi makan 60 faqir miskin. Penunaian
Kaffarat dengan cara memberi makan faqir miskin boleh diberikan kepada satu
orang secara langsung atau ditunaikan ke beberapa orang.

Adapun orang yang melakukan jima’ di siang hari bulan Ramadhan karena lupa
bahwa dirinya sedang puasa, maka hukumnya menurut madzhab Syafii dan
madzhab Hanafi tidak batal puasanya. Asalkan benar-benar karena lupa, bukan
pura-pura lupa. Dengan dasar qiyas atas orang yang makan dan minum di siang
hari karena terlupa maka puasanya tetap bisa dilanjutkan hingga waktu berbuka.

Wallahu a’lam.

Bersambung…

Selamat menyantap sahur bersama keluarga…

10 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
11 RAMADHAN 1441 H.

Jika kita telusuri lebih dalam lagi, ternyata masih ada banyak lagi hal-hal lain
yang membatalkan puasa, baik masih terkait dengan makan, minum dan jima’ di
atas, atau memang berdiri sendiri, yaitu:

1. Mengeluarkan mani. Para ulama sepakat bahwa mengeluarkan mani


secara tidak sengaja dan sepenuh kesadaran, seperti jika seseorang tidur
dan mengalami mimpi basah sampai keluar mani, maka puasanya
tidaklah batal.

Namun jika keluarnya air mani, dilakukan secara sengaja dan dengan
tindakan fisik, seperti jika seorang suami bercumbu mesra dengan
istrinya, meskipun tidak sampai melakukan hubungan badan, onani/
masturbasi maka puasanya batal.

2. Muntah. Umumnya para ulama sepakat bahwa muntah yang di luar


kesengajaan itu tidak membatalkan puasa. Yang membatalkan puasa
adalah muntah yang disengaja. Misalnya seseorang memasukkan jarinya
saat berpuasa, sehingga mengakibatkan dirinya muntah, maka hal itu
akan membatalkan puasanya

Hal ini berdasarkan hadits Rasululla SAW: ”Orang yang muntah tidak
perlu mengqadha’, tetapi orang yang sengaja muntah wajib mengqadha”.
(HR. Abu Daud, Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim.

3. Keluarnya darah haidh atau nifas. Wanita yang sedang puasa ketika
siang hari tiba-tiba keluar darah haidnya maka puasanya batal. Dan dia
wajib mengqadha puasanya. Walaupun darah tersebut keluar ketika
hendak berbuka puasa kurang satu menit lagi adzan maghrib maka tetap
batal puasanya.

Hal tersebut seperti disampaikan oleh sayyidah ‘Aisyah RA: “Di zaman
Rasulullah SAW dahulu kami mendapat haidh lalu kami diperintahkan
untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha’ salat”
(Muttafaqun Alaih).

Begitu juga dengan nifas hukumnya sama, dengan dasar qiyas atas hukum
haidh.

Wallahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta…

11 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
12 RAMADHAN 1441 H.

Dalam suatu hadits, Nabi saw menegaskan bahwa seorang muslim tidak akan
senantiasa dalam kondisi merugi dalam situasi apapun. Sebab, keimananya akan
menjadikannya sebagai seorang hamba yang bersyukur, ketika mendapatkan
kemudahan dalam hidupnya. Dan juga akan menjadikannya sebagai seorang
hamba yang bersabar, ketika mendapatkan kesulitan dalam hidupnya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Perkara orang mu`min itu


mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki
seorang pun selain orang mu`min; bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan
syukur itu baik baginya, dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik
baginya." (Muttafaq alaih).

Dalam konteks hari ini, sabar dan syukur merupakan modal yang utama dalam
menghadapi situasi yang menimpa kita kaum muslimin Indonesia. Betapa tidak,
ditengah menyebarnya pandemic di seantaro Negara kita dan dalam suasana
Ramadhan, jika kita tidak menyikapinya dengan sabar atas segala keterbatasan
yang menimpa kita, maka jangankan menyelesaikan masalah, untuk beribadah
dengan khusyu’ dalam kondisi ini saja akan sangat sulit.

Mungkin selama ini kita terlalu sibuk dengan kehidupan duniawi, sehingga Allah
menegur kita dengan kejadian ini supaya kita kembali bersandar kepadaNya.

Selama ini kita mungkin beribadah hanya karena terbawa suasana dimana
semua orang di lingkungan kita beribadah dan kitapun akhirnya ikut
melakukannya, bukan karena dorongan pribadi yang lahir dari kesadaran
sebagai seorang muslim. Sehingga Allah menguji kita dengan kejadian ini untuk
melihat siapa yang tulus melaksanakan ibadah walaupun dalam keterbatasan
dan kondisi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Jika kita mampu bersabar dengan tetap menjalani kehidupan dengan penuh rasa
optimis bahwa dibalik ini semua tersimpan kebaikan, beribadah dengan
maksimal walaupun dalam keterbatasan dan bersyukur bahwa kita masih diberi
kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk menjalani kehidupan di dunia ini, yang
artinya Allah masih memberi kita kesempatan untuk melakukan kebaikan yang
kelak akan kita petik hasilnya di akhirat, maka kita adalah hamba Allah yang
mengagumkan seperti disebutkan oleh Baginda Rasulullah dalam haditsnya
diatas.

Waalahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga di rumah…

12 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
13 RAMADHAN 1441 H.

Dengan datangnya bulan Ramadhan kaum muslimin diwajibkan untuk


melaksankan puasa. Namun, ada beberapa orang yang diberi keringanan untuk
tidak melaksankan puasa karena kondisi yang ada dalam diri mereka. Diantara
orang-orang tersebut adalah:

Pertama, Orang sakit. Orang yang sakit sampai tidak kuat untuk berpuasa maka
dia boleh tidak puasa. Akan tetapi jika dia sembuh setelah ramadhan maka wajib
mengqadha puasanya. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firmanNya:

Dan siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan maka menggantinya
di hari lain (QS AlBaqarah: 85).

Secara umum para ulama tidak mengalami perbedaan pendapat yang signifikan
terkait penentuan kriteria sakit yang membolehkan seseorang tidak berpuasa
Ramadhan. Penyakit yang dimaksud adalah penyakit yang akan bertambah
buruk atau lambat kesembuhannya atau juga semakin parah jika puasa
dilakukan.

Imam An-Nawawi menyebutkan, bahwa hanya sekedar sakit tidak lantas


menjadikan rukhsah bolehnya fithr (tidak puasa). Sakit yang ringan tidak ada
unsur sulit dan berat yang jelas-jelas nampak dan dirasakan, maka harus tetap
puasa.

Kedua, Orang yang melakukan perjalanan (musafir). Orang yang dalam


keadaan musafir maka dia boleh tidak puasa sebagaimana disebutkan Allah
dalam firmanNya:

Dan siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan maka menggantinya
di hari lain (QS AlBaqarah: 85).

Untuk batasan safarnya adalah safar yang melebihi jarak 89 KM (jarak bolehnya
qashar) dan safarnya bukan safar maksiat. Yang menjadi patokan utama dalam
safar ini adalah jarak tempuh, bukan waktu tempuh. Jadi walaupun perjalanan di
masa ini menggunakan kereta api atau pesawat yang waktu tempuhnya lebih
cepat tetap diperbolehkan untuk mengambil keringanan dengan tidak berpuasa.

Kondisi sakit dan melakukan perjalanan sebagaimana disebutkan diatas menjadi


keringanan untuk tidak berpuasa, dan wajib menggantinya di hari lain (di bulan
lain) sesuai dengan berapa banyak hari yang ditinggalkan.

Wallahu a’lam.

Bersambung…

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta…

13 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
14 RAMADHAN 1441 H.

Melanjutkan pembahsan tentang orang yang diperbolehkan untuk tidak


berpuasa pada bulan Ramadhan.

Yang ketiga, Orang yang tidak mampu. Orang yang juga diberi keringanan
untuk tidak berpuasa sebagaimana disebutkan di dalam surat Al-Baqarah ayat
184 adalah orang yang tidak mampu. Dasar ketentuan ini adalah firman Allah
SWT di dalam Al-Quran :

“Dan bagi orang yang tidak kuat/mampu, wajib bagi mereka membayar fidyah
yaitu memberi makan orang miskin.”

Para ulama telah menyusun daftar siapa saja yang termasuk ke dalam kriteria
tidak mampu berpuasa. Mereka itu antara lain adalah:

1. Orang-orang sudah lanjut usia atau sudah udzur.


Orang tua (lanjut usia) yang tidak mampu menjalankan puasa, mereka
boleh tidak puasa, dan membayar fidyah (memberi makan setiap hari
kepada orang miskin sebagaimana memberi makan untuk kafarat.
Pendapat ini didasari oleh firman Allah: “dan bagi orang yang tidak
mampu puasa, maka hendaklah membayar fidyah yaitu memberi makan
satu orang miskin”.
Namun jika orang lanjut usia ini mampu berpuasa, maka hukum
fidyahnya batal. Karena fidyah bersifat menggantikan puasa selama tidak
mampu.
2. Orang yang sakit dan tidak sembuh-sembuh dari penyakitnya.
Kondisinya sama seperti orang yang sudah lanjut usia diatas.
3. Termasuk juga di dalam kriteria ini adalah para wanita yang sedang hamil
atau sedang menyusui bayi dan mengkhawatirkan bayi mereka kalau
tetap berpuasa.
Imam An Nawawi menyebutkan bahwa:
- wanita hamil dan menyusui jika dia khawatir akan dirinya saja maka
baginya mangqadha tanpa membayar fidyah.
- dan jika dia khawatir akan dirinya dan buah hatinya maka baginya
juga mengqadha tanpa membayar fidyah.
- sedang jika dia khawatir terhadap anaknya maka baginya wajib
mengqadha dan membayar fidyah.

Wallahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta…

14 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
15 RAMADHAN 1441 H.

Hukum-hukum Islam adalah ajaran yang dibangun atas argumentasi dan


landasan yang jelas dan kokoh. Terbentuknya hukum Islam tidaklah semata olah
akal manusia, namun di dalamnya terbangun hubungan antara kehendak langit
dan pengetahuan akal manusia.

Sebagai ajaran yang memiliki landasan dan dasar, para ulama sepakat bahwa
dasar pokok dari ajaran Islam adalah al-Qur’an.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah di dalam ajaran Islam


khususnya dalam aspek hukum praktis (fiqih), yang dikategorikan sebagai dalil
hanyalah al-Qur’an dan Sunnah semata?

Imam Badruddin az-Zarkasyi (w. 794 H) berkata dalam karyanya, Tasynif al-
Masami’: “Dan para imam mazhab sepakat bahwa dalil-dalil syariat tidak terbatas
pada keempat dalil tersebut (al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas), di mana
terdapat dalil syariat lainnya…

Pembatasan dalil hanya pada Qur’an semata, pernah muncul pada masa Imam
asy Syafi’i. Dimana pada masa itu, muncul sekelompok orang yang menamakan
diri mereka dengan al-Qur’aniyyun (orang-orang yang menisbatkan diri kepada
al-Qur’an). Kelompok ini muncul dengan membawa jargon “Dasar hukum Islam
hanya al-Qur’an” dalam rangka menolak Sunnah sebagai dasar hukum.

Pemikiran yang sama pernah muncul pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib R.A,
yang dikemudian hari disebut dengan sekte Khawarij. Dimana mereka menolak
ijtihad para shahabat dalam permasalahan yang memang terbuka peluang
adanya ijtihad, sembari menyorakkan jargon “Tidak ada hukum kecuali
hukum Allah SWT.” Mendengar ini, lantas Ali bin Abi Thalib R.A berkata,
“Kalimat haq yang dimaksudkan untuk kebatilan.”

Disinilah permasalahannya, dimana jargon untuk kembali kepada al-Qur’an dan


Sunnah, dapat menimbulkan pemahaman yang keliru, jika dimaksudkan untuk
menolak dalil hukum Islam lainnya.

Padahal, sebagaimana telah dikemukakan, para ulama sepakat bahwa dalil atau
sumber hukum dalam Islam tidaklah semata al-Qur’an dan Sunnah. Namun,
syariat juga melegitimasi dalil lain yang dapat dijadikan sandaran dalam
menetapkan hukum Islam, seperti ijma’ dan qiyas.

Wallahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta…

15 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
16 RAMADHAN 1441 H.

Di bulan Al Qur’an ini, disamping kita memperbanyak membacanya dan


berusaha untuk memahami serta mengamalkannya, ada hal yang juga tak kalah
penting untuk mempertebal keyakinan kita dan kecintaan kita dengannya yaitu
mengetahui tentang sejarah Al Qura’an itu sendiri. Diantaranya adalah
mengetahui proses turunnya Al Qur’an, dalam hadits riwayat Ibnu Abbas R.A
disebutkan :

Al-Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam Qadar, kemudian


diturunkan sesudah itu sepanjang 20-an tahun.

Dari riwayat tersebut kita ketahui bahwa Al Qur’an diturunkan dalam dua
proses, yaitu:

Periode pertama, turunnya Al-Quran terjadinya di bulan Ramadhan, namun


tanpa data kapan tanggal dan tahunnya. Hanya Allah SWT saja yang tahu tanggal
dan tahunnya. Malam inilah yang selama ini kita maksud dengan Lailatul-Qadar.
Periode ini adalah turunnya Al-Quran dari Lauhil Mahfuzh ke langit dunia
sekaligus.

Peristiwa ini diabadikan oleh Allah dalam Al Qur’an yaitu firmanNya:


“Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Quran” (QS. Al-Baqarah : 185).
“Sesungguhnya Kami turunkan Al-Quran pada malam yang diberkahi” (QS. Ad-
Dukhan : 3)

Periode kedua, ialah Al-Quran itu diturunkan secara berangsur-angsur kepada


Nabi Muhammad saw selama rentang waktu kurang lebih 23 tahun, dimulai
sejak Nabi Muhammad saw menerima wahyu yang pertama di gua hira hingga
ayat terakhir yang turun kepada beliau menjelang hari wafatnya.

ini berdasarkan keterangan hadits “Dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas ra, ia berkata,
“Allah swt menurunkan Al-Quran ke langit dunia pada malam lailatul qadr di
Bulan Ramadhan secara sekaligus. Kemudian Allah swt menurunkannya secara
berangsur-angsur.”

Imam al-Qurtubi juga menerangkan dalam tafsirnya bahwa, “tidak ada


perbedaan diantara para ulama mengenai diturunkannya Al-Quran dari lauhul
mahfudz ke langit dunia secara sekaligus di satu malam (lailatul qadr). Kemudian
Jibril as menurunkannya kepada Nabi Muhamad secara berangsur-angsur.

Wallahu a’lam.

Bersambung..

Selamat berbuka puasa bersama keluarga di rumah…

16 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
17 RAMADHAN 1441 H.

Bisa jadi muncul dibenak dan pikiran kita, kenapa Allah swt menurunkan Al-
Quran itu dalam dua metode yang berbeda? Kenapa Al-Quran itu tidak
diturunkan sekaligus saja sebagaimana kitab-kitab para Nabi yang terdahulu?
Atau bahkan sebaliknya, kenapa tidak diturunkan semuanya secara berangsur-
angsur kepada Nabi Muhammad saw sebagi bentuk kemudahan dari Allah swt
kepada umat Islam -umat akhir zaman ini?

Alhamdulillah, para ulama telah banyak membahas tentang masalah ini, bahwa
ada hikmah besar mengapa Al-Quran itu diturunkan secara sekaligus ke baitul
izzah di langit dunia. Sebagaimana banyak punya ibrah dan manfaat yang bisa
dipetik dalam proses berangsurnya Al-Quran ketika ia diturunkan.

Imam as-Sakhowi juga pernah ditanya mengenai hal yang serupa, yaitu apa
kiranya hikmah yang bisa diambil dari proses penurunan Al-Quran secara
sekaligus ini? Beliau menjawab bahwa di dalamnya ada penghormatan dan
penghargaan kepada umat manusia dari Allah swt di depan para malaikat. Juga
sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang Allah swt pada mereka.

Secara singkat, diantara hikmah diturunkannya Al-Quran secara sekaligus ke


langit dunia ialah sebagai berikut;

1. Sebagai bentuk pengagungan terhadap Al Quran itu sendiri.


2. Sebagai bentuk pengagungan dan pemuliaan Allah swt kepada Nabi
Muhammad saw sebagai utusan-Nya yang menerima Al-Quran.
Sekaligus menunjukkan kedudukan beliau yang tinggi di sisi Allah swt
dibandingkan nabi dan rasul lainnya.
3. Menunjukkan tingginya kedudukan dan martabat umat manusia di
hadapan para malaikat.
4. Sebagai informasi kepada segenap penduduk langit, bahwa Al-Quran
ini ialah kitab suci terakhir, yang diturunkan kepada nabi dan rasul
yang terakhir.
5. Sebagai penegasan bahwa Allah swt Maha Mengetahui segala apa yang
sudah, sedang dan belum terjadi. Banyak sekali peristiwa di dunia ini
yang baru terjadi tetapi informasi mengenainya sudah termaktub
jauh-jauh hari di dalam Al-Quran baik secara tersurat maupun tersirat.

wallahu a’lam.

Bersambung…

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta..

17 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
18 RAMADHAN 1441 H.

Setelah Al-Quran Al-Karim diturunkan secara sekaligus dari lauhul mahfudz ke


langit dunia, ia diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara bertahap atau
berangsur-angsur. Sesuai dengan kejadian tertentu yang melatarinya
diturunkan, atau menjawab pertanyaan dan permintan Nabi saw dan para
sahabat, atau memang diturunkan begitu saja tanpa mensyaratkan adanya
asbabun nuzul.

Pada fase ini Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih
23 tahun menurut riwayat yang masyhur.

Ibnu Abbas ra berkata, “Muhammad saw diutus menjadi rasul ketika usia beliau 40
tahun, kemudian menetap di Mekkah dan menerima wahyu selama 13 tahun
hingga Allah swt mengizinkan beliau hijrah ke Madinah dan tinggal disana selama
10 tahun. Sampai beliau saw wafat pada usia 63 tahun.”

Adapun hikmah diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur, diantaranya;

1. Untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW. Salah satu contohnya


ialah ketika Nabi saw merasa sedih atas beban berat dakwah yang
dipikulnya, Tetapi kemudian Allah swt menurunkan ayat yang
berkenaan dengan situasi kala itu. Mewahyukan ayat yang menjawab
kegundahan hati Nabi saw serta meneguhkannya.
2. Memudahkan bagi manusia untuk menghafal, memahami dan
mengamalkan Al-Quran.
3. Relevan dengan konteks kehidupan. Sudah maklum bahwa peristiwa
dan kejadian hidup datang silih berganti. Maka hikmah diturunkannya
Al-Quran secara bertahap ialah guna mengiringi setiap peristiwa yang
terjadi itu.
4. Bertahap dalam pensyariatan hokum. Misalnya ialah tahapan proses
pengharaman khamr. Pada sejarahnya, hukum keharaman khamr itu
tidak berlaku dalam sekali ketok palu hakim. Melainkan ada tahapan
dan proses yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat
pada saat itu.
5. Sebagai tantangan dan mukjizat. Kemukjizatan Al-Quran semakin
terasa ketika diturunkan berangsur-angsur, ayat per ayat, surat per
surat, yang di dalamnya ada tantangan dari Allah bagi siapa saja yang
meragukannya untuk membuat yang semisal dengan Al-Quran itu.

Wallahu a’lam.
Selamat berbuka puasa bersama keluarga di rumah…

18 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
19 RAMADHAN 1441 H.

Ada satu pertanyaan yang sering membuat bingung masyarakat kita, mengenai
nuzulul Quran ini, yaitu mengenai kapan waktunya. Ketika sudah tertanam
pemahaman bahwa Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadr, yaitu sebuah
malam mulia yang adanya di sepuluh malam akhir di bulan ramadhan. Tetapi
yang menjadi aneh dan bermasalah ialah kenapa nuzulul Quran justru
diperingati tanggal 17 ramadhan?

Para ulama berbeda pendapat tentang ayat yang pertama kali diturunkan kepada
baginda Rasululah, Jumhur ulama berpendapat bahwa yang pertama kali
diterima Nabi saw ialah surat al-Alaq: 1-5. Sebagian yang lain berkata, adalah
surat al-Muddatstsir: 1 yang pertama kali diturunkan.

Ada juga ulama yang memilih pendapat bahwa yang pertama diturunkan ialah
surat al-Fatihah. Namun pendapat yang kuat dan masyhur di kalangan kaum
muslimin ialah pendapat jumhur ulama yang menegaskan bahwa surat al-Alaq:
1-5 lah yang pertama kali diturunkan Allah Taala kepada Nabi Muhammad saw
melalui malaikat Jibril as, di gua Hira.

Kemudian Ulama kembali berbeda pendapat tentang tanggal turunnya pada


bulan ramadhan. Ada yang mengatakan malam 7 ramadhan, ada juga yang
mengatakan malam 17 ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 24, juga ada
yang mengatakan tanggal 21 ramadhan.

Dan yang menjadi dasar kebanyakan kaum muslimin secara umum dalam
memperingati nuzulul Quran pada malam tanggal 17 ramadhan, ialah apa yang
disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wa an-Nihayah
bahwa al Waqidi meriwayatkan dari Abu Ja’far alBaqir yang mengatakan bahwa
“wahyu pertama kali turun pada Rasul saw pada hari senin 17 Ramadhan dan
meskipun ada juga pendapat di tanggal 24 Ramadhan”.

Selain itu ada juga tafsiran dari QS al-Anfal: 41, Imam Ibnu Katsir menukil
perkataan Urwah bin Zubair, bahwa Al-Quran diturunkan pertama kali pada
“yaumul Furqan” yaitu hari pembeda tatkala Allah swt membedadakan antara
yang haq dan yang batil, pada saat kaum muslimin berperang dengan kaum kafir
di medan Badr. Perang Badr itu terjadi pada hari Jum’at tanggal 17 atau 19
Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah.

Wallahu a’lam

Selamat berbuka puasa dengan keluarga tercinta…

19 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
20 RAMADHAN 1441 H.

Buku yang pertama kali ditulis dalam sejarah Islam adalah Al-Quran. Pembukuan
Al-Quran ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan salah satu nama Al-
Quran, yaitu Al-Kitab. Maksudnya ketika belum diturunkan, Al-Quran itu tidak
berwujud buku, tapi berupa suara Malaikat Jibril yang menirukan kalamullah
(perkataan Allah SWT).

Jangan pernah membayangkan Jibril turun membawa sebuah buku bertuliskan


ayat-ayat AlQuran dalam aksara Arab, yang berisi 6.236 ayat, 30 juz dan 114
surat. Jibril tidak bawa apa-apa di tangannya. Dia hanya membacakan Al-Quran
dengan suaranya. Lalu didengarkan oleh Nabi Muhammad SAW, masuk ke hati
sanubari Beliau SAW dan tersimpan abadi.

Memang kalau nabi dan rasul terdahulu sedikit berbeda. Nabi Musa AS misalnya,
Beliau menerima wahyu yang tertulis di atas batu atau disebut dengan ‘luh’,
sebagaimana yang tertuang di dalam Al-Quran:

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh Sejarah Al-Quran| 17 (Taurat)
segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu. (QS. Al-Araf :
145).

Secara teknis, Jibril menurunkan wahyu dalam bentuk suaranya dan begitu Jibril
berlalu, Rasulullah SAW memanggil para shahabat untuk menuliskannya. Para
shahabat yang diperintahkan untuk menulis wahyu cukup banyak jumlahnya,
mencapai 43 orang. Yang paling terkenal adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Saad, Hanzhalah ibnu Ar-
Rabi’ dan lainnya.

Di masa itu alat tulis yang digunakan belum lagi menggunakan kertas dan tinta
sebagaimana yang kita kenal hari ini. Bukan berarti kertas belum ditemukan,
namun secara teknis kertas itu masih terbilang langka dan kalau pun ada, masih
mahal harganya. Sehingga media untuk menuliskan Al-Quran itu menggunakan
bahan-bahan yang secara alami tersedia di lingkungan mereka.

Media yang paling populer di masa itu untuk menuliskan naskah tulisan adalah
kulit hewan. Karena sumber bahannya tersedia, yaitu hewan ternak, baik
kambing, sapi atau unta. Selain juga jauh lebih praktis karena bisa digulung dan
dibawa kemana-mana.

Wallahu a’lam

Bersambung…

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta…

20 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
21 RAMADHAN 1441 H.

Tulisan tangan para shabat dalam aksara Arab di masa itu belum seperti yang
kita kenal saat ini. Setidaknya ada tiga cirinya, yaitu belum mengenal titik,
harakat dan hamzah. Aksara Arab di masa itu belum dilengkapi dengan titik yang
membedakan satu huruf dengan huruf lainnya. Jadi buat kita yang hidup di masa
kini, pasti akan kesulitan membedakan mana huruf yang mirip seperti huruf ‘AIN
dan GHOIN, FA dan QOF, THO dan ZHO, SIN dan SYIN, SHOD dan DHOD.

Disamping itu aksara Arab itu hanya mengenal konsonan dan tidak mengenal
huruf vokal. Meski demikian, orang Arab sudah tahu kapan suatu huruf
konsonan itu akan berbunyi a, i atau u. Padahal tidak ada tandanya. Hingga hari
ini teks Arab modern pun tidak mengenal harakat. Buku, koran, majalah dan teks
apapun, sebenarnya tidak ada harakatnya.

Adanya harakat seperti fathah, kasrah, dhammah, sukun, fathatain, kasratain dan
dhmamatain dan tasydid itu baru ditetapkan kemudian. Tujuannya tentu agar
orang yang bukan Arab tetap masih bisa membaca atau membunyikan vocal
dengan benar.

Meski penulisan Al Quran pada periode ini tetap di bawah pengawasan Nabi
SAW, namun para ulama Al-Quran sepakat bahwa tulisan tangan para shahabat
itu bernilai tauqifi/ tidak bisa diganggu gugat dan masuk dalam kategori sunnah
Nabi. Meski bukan perkataan atau perbuatan Nabi secara langsung, namun
penulisannya di bawah pengawasan Beliau langsung. Posisinya semacam
persetujuan Nabi.

Ini adalah sejarah pertama kali penulisan AlQuran. Ditulis dengan tangan-tangan
manusia, turunnya tidak berupa tulisan dari atas langit. Walaupun ketika masih
di langit, Al-Quran sudah bernama Al-Kitab, yang maknanya bukan buku.

Pembukuan mushaf Al-Quran dalam bentuk buku tidak pernah dilakukan di


masa kenabian. Rasulullah wafat 23 tahun setelah ayat pertama turun,
sedangkan Al-Quran mushaf Al-Quran masih belum berupa buku yang secara
fisik masih tertulis di atas empat macam media, yaitu kulit, pelepah kurma, batu
dan tulang.

Proses pengumpulan Al Qur’an sendiri baru terjadi setelah Nabi SAW wafat,
yaitu di masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Utsman bin Affan
radhiyallahunahuma.

Wallahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga di rumah…

21 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
22 RAMADHAN 1441 H.

Malam lailatul-Qodr yang disebut sebagai malam turunya Al-qur’an ialah benar,
karena itu ialah malam yang al-qur’an turun secara lengkap sekaligus dari Lauh-
Mahfuzd ke langit dunia (baitul-Izzah) dan setelahnya turun secara berangsur-
angsur.

Terkait kapan Lailatul Qodr ini, Syekh Shofiyur-Rohman Al-Mubarokfuri


mengatakan dalam kitab Siroh Nabawi karangannya al-Rahiqul-Makhtum:

“setelah melakukan penelitian yang cukup dalam, mungkin dapat disimpulkan


bahwa hari itu ialah hari senin tanggal 21 bulan Ramadhan malam. Yang
bertepatan tanggal 10 Agustus 660 M. Hari senin pada bulan Ramadhan tahun itu
ialah antar 7, 14, 21, 24, 28, dan dari beberapa riwayat yang shohih bahwa malam
lailatul qodar itu tidak terjadi kecuali di malam-malam ganjil dari sepuluh akhir
bulan Ramadhan”.

Para ulama berselisih pendapat dalam masalah apakah untuk mendapatkan


kemuliaan malam lailatul qodr itu seseorang harus bangun sepanjang malam dan
menghidupkannya dengan ibadah tanpa harus istirahat? Atau kan bisa hanya
dengan sholat isya’ dan subuh berjemaah, atau dengan sholat tarawih seperti
kebiasaan, atau hanya bangun di sebagian malam untuk sholat Tahajjud.

Harus diketahui, bahwa rahmat Allah itu sangat luas. Orang yang hanya
menghidupkan sebagian kecil dari malamnya itu juga tentunya mendapat
kemualian malam Lailatul Qodr, karena ia telah menghidupkan malamnya walau
hanya sebentar. Tapi tentu saja pahala dan ganjaran yang didapat tidak
sebanding dengan mereka-mereka yang menghidupkan semalaman penuh tanpa
tertidur.

Dan orang yang menghidupkan hanya sebagian kecil malamnya tentu saja
kehilangan keutamaannya, karena ia melewatkan kesempatan dan pahala ibadah
yang sangat agung yang telah Allah siapkan disepuluh terakhir Ramadhan ini.
Terlebih lagi bahwa Nabi saw telah mencontohkan, kalau beliau saw itu sangat
serius beribadah ketika masuk sepuluh terakhir ramadhan dan beri’tikaf sampai
akhir ramadhan, yang keseriusannya itu tidak seperti di hari-hari lain.

Dalam sebuah hadits dari ‘Aisyah ra, ia berkata: “Nabi saw itu ketika masuk
sepuluh terakhir, beliau kencangkan kainnya, beliau hidupkan malamnya dan belaiu
bangunkan keluargnya.”. (HR al-Bukhari).

Wallahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga di rumah…

22 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
23 RAMADHAN 1441.

Malam Laiatul Qodr ialah malam yang mendapat tempat special di sisi Allah swt,
sehingga Allah swt menyiapkan pada malam tersebut ampunanNya yang sangat
besar juga ganjaran pahala lainnya yang sangat disayangkan jika seorang Muslim
melewatkan itu semua.

Salah satu yang masyhur, bahwa malam tersebut ialah malam yang sangat mulia,
kemualiannya lebih baik dari malam 1000 bulan, sebagaimana disebutkan dalam
surat Al-Qodr ayat 3. Artinya jika seorang muslim beribadah pada malam
tersebut, berarti ia mendapat fadhilah ibadah selama 83 tahun lebih, sedangkan
belum tentu seorang muslim bisa hidup selama itu.

Dan tentu saja kemuliaan yang besar tidak begitu saja mudah didapatkan, perlu
usaha dan upaya yang maksimal guna mendapatkannya. Yang utama mesti
dilakukan ialah menghidupkan malam tersebut dengan berbagai macam ibadah.
Bagaimana mungkin seorang berangan-angan mendapatkan malam Lailatul Qodr
tapi ia bermalas-malasan dalam beribadah.

Baginda Rasulullah bersabda: “barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul


Qodr dengan Iman dan Ihtisab (mengharapkan pahala), niscaya Allah
mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau” (HR Bukhori).

Dan kata “menghidupkan” dalam hadits ini ialah kata umum yang berarti
bahwa apa yang dilakukan pada malam ini tidak terpaku pada satu jenis ibadah
saja. Apapun itu ibadahnya, dari mulai sholat, membaca qur’an, I’tikaf, berdzikir,
berdo’a, dan sahurpun termasuk ibadah.

Selanjutnya, membanyak dzikir juga salah satu cara paling mulia untuk
menghabiskan malam guna mendapat kemulian malam Lailatul Qodr.
Diantaranya berzikir dengan lafadz “laa Ilaaha Illallah” yang disebutkan dalam
hadits bahwa itu ialah Afdholnya dzikir.

Dan tentu saja berdo’a menjadi suatu keharusan dan kebutuhan seorang hamba
pada malam itu. Karena salah satu kemuliaan Ramadhan ialah waktu dimana
kemungkinan diijabahnya do’a seorang hamba itu sangat besar. Dan pada
malam-malam sepuluh terakhri ini, Rasul telah mencontohkan kita doa yang
sering beliau baca, yaitu: “Allahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul-‘Afwa Fa’fu
‘Anni”.

Wallahu a’lam

Bersambung…

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta….

23 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
24 RAMADHAN 1441 H.

Membaca Al Qur’an juga merupakan amalan yang dapat dilakukan dalam


mengisi malam-malam akhir Ramadhan dengan mengharapkan datangnya Lailul
Qodr, tidak mesti mengkhatamkannya di malam itu juga, dan tidak ada juga yang
mewajibkan seorang muslim untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di malam itu.
Namun jika memang mampu dan bisa mengkhtamakan Al-Qur’an itu sungguh
sangat baik sekali, tidak diragukan lagi orang tersebut akan mendapat pahala
yang besar.

Berikutnya adalah solat malam (selain Tarawih), tidak ada ketentuan berapa
rokaat harus dilakukan termasuk malam-malam sepuluh terakhir. Berapa
rokaatpun yang dilakukan dalam mengisi malam in sya Allah merupakan
salahsatu cara untuk mendapatkan keutamaannya, sebagaimana yang Rasulullah
sebutkan dalam haditsnya:

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan
mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
(HR. Bukhari).

Namun yang tak diragukan lagi adalah bahwa ibadah yang sangat sering
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw ketika masuk sepuluh terakhir Ramadhan
ialah beri’tikaf, yaitu berdiam diri dimasjid dengan segala kegiatan ibadah.

Namun kaitannya dengan malam lailatul qodr itu bukanlah kaitan syarat dengan
yang disyarati. Yakni I’tikaf bukanlah syarat untuk mendapatkan malam Lailatul
Qodr. Tapi jika mampu beri’tikaf mengapa tidak? Karena itu ialah sunnah yang
sangat besar pahalanya. Dan itulah sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh
Nabi selama 10 terakhir Ramadhan sepanjang hidup beliau.

Saat ini bagi kita yang tidak bisa melaksankan I’tikaf di musholla/ masjid karena
kondisi pandemic maka hendaknya kita tetap berusaha untuk memaksimalkan
ibadah kita di malam-malam terakhir ini.

Dalam Madzhab Syafii jika seseorang meletakkan sejadah/ tikar dan


meniatkannya untuk menjadi tempat solat maka hal itu sah dan berlaku hokum
yang berkenaan dengan masjid keatasnya (sah melakukan I’tikaf diatasnya dan
haram bagi orang yang junub untuk duduk/ berdiam diatasnya (Kitab Hasyiyatu
Syawani ‘ala tuhfatil muhtaj bi syarhil minhaj).

Wallahu a’lam

Selamat berbuka puasa bersama keluarga…

24 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
25 RAMADHAN 1441 H.

Tahukah kita berapa biaya yang dikeluarkan oleh bangsa Indonesia yang muslim
ini dalam meraih kebahagiaan seiring datangnya Hari Raya Idul Fithri tahun
2010? Angkanya sangat fantastis, tidak kurang dari 52 trilyun. Sungguh sangat
luar biasa besar biaya syiar lebaran bangsa ini. Demikian dilaporkan oleh
www.vivanews.com 16 September 2010.

Sungguh ini merupakan perilaku yang tidak sejalan dengan tujuan dari
Ramadhan itu sendiri. Ramadhan yang mengajarkan kita untuk menahan diri,
mengekang hawa nafsu, merasakan derita kaum dhuafa yang mempunyai
keterbatasan dalam hal ekonomi justru malah menjadi ajang bagi sebagian
muslim untuk sibuk dalam prilaku konsumtif.

Adapun tahun 2020 ini, ujian yang Allah Ta’ala ujikan kepada kita berupa
pandemic Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir 2019 lalu menjadikan
semuanya terbalik. Bulan Ramadan dan Lebaran yang menjadi momentum bagi
perusahaan retail untuk meningkatkan penjualan justru menjadi momok bagi
industry ini. Perayaan Lebaran tahun ini tidak seperti biasanya karena
masyarakat dianjurkan untuk di rumah saja. Daya beli masyarakat juga
berpotensi menurun karena adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun
pendapatan yang berkurang.

Dulu-dulu mungkin ibadah kita belum maksimal di bulan ini, seringkali ketika
harusnya di sepuluh hari terakhir Ramadhan kita memenuhi tempat-tempat
ibadah untuk beriktikaf dan focus menjalankan amaliah Ramadhan baik itu
tilawah, zikir, solat dan sedekah tapi kita malah menyibukkan diri dengan
pernak pernik lebaran yang terkadang jauh dari kata sederhana.

Orang yang pandai adalah orang yang selalu mengambil pelajaran dari setiap
kejadian yang ada di sekelilingnya. Semoga kejadian ini kembali mendekatkan
diri kita kepada ajaran agama kita yang luhur, menyelami makna dari setiap
kejadian akan menjadikan kita hamba Allah yang bersyukur bahwa sampai detik
ini kita masih diberikan kesempatan untuk mengejar ketertinggalan ibadah kita
dari tahun-tahun sebelumnya.

Jangan jadikan tidak bisa berjamaah di musholla/ masjid sebagai alasan


kendornya ibadah kita. Jangan jadikan terbatasnya tatap muka dalam pengajian
sebagai alasan malasnya untuk belajar. Inilah kesempatan untuk mengganti
kekurangan-kekurangan tersebut karena jika tidak, kebaikan apa lagi yang akan
kita dapatkan di bulan yang penuh dengan kebaikan ini.

Wallahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga tercinta…

25 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
26 RAMADHAN 1441 H.

Mungkin beberapa orang masih ragu untuk menggunakan alkohol antiseptik


untuk mengobati luka dan parfum yang mengandung alkohol. Sesungguhnya
masalah boleh tidaknya menggunakan parfum yang beralkohol merupakan
permasalahan yang diperselisihkan oleh ulama. Hal ini bersumber dari
perselisihan ulama mengenai najis tidaknya alkohol. Saat ini alkohol banyak
digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, ataupun bahan penolong dalam
pembuatan makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika, serta kepentingan
lainnya.

Bagitu baginda Nabi SAW juga bersabda: Dari Ibn Umar (diriwayatkan) ia
berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda semua yang
memabukkan adalah khamr dan semua yang memabukkan adalah haram. [HR.
Muslim]

Dalam hal ini harus dibedakan antara alkohol dan khamr: kata “alkohol” atau
etanol digunakan untuk mengungkapkan salah satu dari tiga hal berikut:

Pertama: Alkohol untuk senyawa kimia

Kedua: Alkohol biasa digunakan untuk menyebut etanol (C2H5OH), yang biasa
kita temui dalam parfum, antiseptic, mouthwash, deodorant, kosmetik, dsb.

Ketiga: Alkohol untuk minuman keras. Minuman ini biasa disebut minuman
beralkohol (alcohol beverage) atau alkohol saja, dan sifatnya memabukkan. Di
dalam minuman ini terdapat unsur etanol, namun bukan keseluruhannya.

Dari penjelasan di atas, etanol yang terdapat dalam hand sanitizer dan parfum
masuk dalam kategori yang kedua. Oleh karenanya, untuk alkohol kategori
pertama dan kedua kita kembalikan ke kaedah, “Hukum asal segala sesuatu
adalah halal”.

Sementara alkohol yang jelas-jelas diharamkan adalah alkohol yang sifatnya


memabukkan yaitu alkohol kategori ketiga. Jadi, khomr adalah segala sesuatu
yang memabukkan. Oleh karenanya, semua minuman keras menjadi haram
dikarenakan definisi ini, baik itu bir, wiski, vodka, rhum, dan lainnya. Inilah yang
jelas-jelas haramnya. Oleh karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khamr
itu diharamkan karena alkohol yang terkandung di dalamnya. Tetapi illah
(sebab) pengharaman khamr adalah karena memabukkan.

Wallahu a’lam.

Bersambung…

Selamat berbuka puasa bersama keluarga di rumah…

26 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
27 RAMADHAN 1441 H.

Alkohol yang dimaksud dalam parfum adalah etanol, etanol yang merupakan
senyawa murni diproduk pada industri kimia – dan sifatnya tidak najis, – bukan
berasal dari industri minuman beralkohol (khamr) melalui teknik fermentasi.
Dengan demikian, parfum beralkohol bukan khamr, maka hukum asal
menggunakan parfum beralkohol adalah boleh. Mengingat status alkohol
(etanol) yang suci yang bercampur dalam parfum, kecuali bila ada campuran zat
najis lainnya dalam parfum tersebut.

Perbedaan alkohol (etanol) dan minuman beralkohol (arak) sangat jelas kita
lihat dari reaksinya:

1. Alkohol (etanol) dibentuk dari petrokimia (proses dari bahan bakar fosil)
melalui hidrasi etilena.
2. Minuman beralkohol (arak) dibentuk dari melalui fermentasi gula dengan
ragi (yeast).

Perbedaan khas lainnya antara etanol dan minuman beralkohol, yaitu asalnya,
etanol murni atau etanol kadar tinggi tidak bisa dikonsumsi. Hal ini berbeda
dengan minuman beralkohol. Seandainya alkohol (etanol) murni atau alkohol
kadar tinggi (di atas kadar 60%) ingin dikonsumsi maka cuma ada dua
kemungkinan, yaitu sakit parah atau bahkan mati.

Adapun ulama yang menyatakan kesucian alkohol antara lain adalah Syekh
Wahbah Az-Zuhayli. Dan juga Dewan Fatwa Al-Azhar menyatakan bahwa alkohol
(spiritus) menurut apa yang dikatakan oleh banyak ulama, bukanlah najis, dan
atas dasar ini, maka segala sesuatu yang dicampuri alkohol, tidak terhukum najis.
Di dalam negeri, lembaga Bahsul Masail Nahdhatul Ulama dan Majlis Tarjih
Muhammadiyah menyatakan hal senada terkait hokum alcohol pada hand
sanitizer dan parfum.

Terlepas dari itu semua, penyalahgunaan zat alkohol (untuk diminum biasanya)
yang hari ini diidentikkan dengan khamr dilarang oleh agama dan mengandung
dosa besar. Meski demikian, alkohol mengandung manfaat bagi manusia
termasuk untuk membasmi kuman dan lain sebagainya.

Dari pemaparan pendapat Ulama diatas seharusnya kita tidak perlu risau dalam
menggunakan hand sanitizer atau parfum dalam keseharian kita, mengingat
pendapat yang dikemukan mempunyai landasan dalil yang kuat.

Wallahu a’lam.

Selamat berbuka puasa bersama keluarga…

27 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
28 RAMADHAN 1441 H.

Dari Abi Said Al-Khudhri radhiyallahuanhu berkata,"Kami mengeluarkan zakat


fithr ketika dahulu Rasulullah bersama kami sebanyak satu shaa' tha'aam
(hinthah), atau satu shaa' kurma, atau satu shaa' sya'ir, atau satu shaa' zabib,
atau satu shaa' aqith. Dan aku terus mengeluarkan zakat fithr sedemikian itu
selama hidupku". (HR. Jamaah - Nailul Authar).

Terkait hadits diatas yang menyebutkan tentang zakat fitrah, ulama dari
kalangan jumhur tidak ada yang mengatakan bahwa jenis-jenis itu saja yang
wajib dizakati, yang lain tidak boleh. Ulama menghukumi bahwa selain yang
disebutkan dalam hadits, boleh dizakati, syaratnya bahwa itu adalah makanan
pokok.

Dengan demikian, bagi kita di Indonesia, bayar zakat fitrah bukanlah dengan apa
yang disebutkan dalam hadits tersebut; karena kesemua bukanlah makanan
pokok kebanyakan orang di negeri kita ini. Kewajiban zakat fitrah di Indonesia
dengan beras, dan ini kesepakatan. Karena memang itulah makanan pokok kita.

Jadi wajibnya beras sebagai jenis wajib zakat fitrah di Indonesia itu dalilnya
analogi sesuatu yang tidak disebutkan dengan sesuatu yang disebutkan dalam
teks. Dalam Bahasa ushul, ini Namanya Qiyas.

Di sisi lain, ada pemikiran bahwa upaya memberikan kecukupan untuk orang
miskin tidak lah harus dengan makanan pokok. Bisa jadi mereka tidak sedang
membutuhkan beras, yang mereka butuhkan adalah biaya untuk melunasi
hutang. Bisa juga biaya untuk bayar sewa tempat tinggal. Jadi, inti ibadah zakat
fitrah itu memberikan kecukupan dan itu sangat lebih baik jika ditunaikan
dengan uang; karena sifat uang yang bisa dialihkan sesuai kebutuhan.

Karena itu sudah menjadi kesepakatan dalam madzhab al-Hanafiyah, membayar


zakat fitrah dengan uang itu lebih utama, dibanding membayarnya denagan
makanan.

Harus diakui memang bahwa ibadah zakat adalah ibadah yang punya 2 sisi. Satu
sisi ritual; semata karena Allah dan sesuai dengan aturanNya. Di sisi lain, ibadah
zakat punya sisi sosial; yakni untuk kemaslahatan horizontal; orang-orang
sekitar yang membutuhkan. Dari sisi inilah madzhab al-Hanafiyah melihat
adanya kebolehan memberikan zakat dengan uang. Dan malah mereka menyebut
pemberian dengan uang itu bisa lebih baik dan bermanfaat.

Wallahu a’lam

Selamat berbuka puasa bersama keluarga di rumah…

28 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
29 RAMADHAN 1441 H.

Idul Fitri adalah gabungan dari dua kata dalam bahasa Arab, yaitu ‘id dan fithr. Id
itu pada asalnya pecahan dari kata al-aud berarti kembali yang juga bisa berarti
berulang, sedangkan kata fithr berarti makan atau berbuka. Sehingga gabungan
dari dua kata ini berarti kembali makan atau kembali berbuka setelah satu bulan
lamanya berpuasa di bulan ramadhan. Ada sebagian orang yang memaknainya
dengan kembali fitrah (suci) atas dasar bahwa fithr diartikan dengan fitrah.

Keberadaan Hari Raya sangat erat sekali dengan cerita singkat dari sahabat Anas
bin Malik bahwa: orang-orang jahiliyah punya dua hari dalam setiap tahun
dimana mereka bermain-main untuk merayakannya. Ketika Rasulullah saw tiba
hijrah di Madinah, beliau bersabda: "Dahulu kalian punya dua hari untuk
merayakan, lalu Allah menggantinya bagi kalian yang lebih baik, yaitu hari Fithr
dan hari Adha. (HR. An-Nasai')

Diantara sunnah dalam rangka meninggikan syiar Idul Fitri adalah Takbir,
sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firmanNya: dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakbir (mengagungkan Allah)
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al
Baqarah: 185).

Sehingga dari malam hari raya pun sudah boleh untuk takbiran, dengan
meninggikan suara, baik di masjid-masjid, di rumah-rumah, di jalan-jalan, dsb,
itu semua dilakukan untuk syiar serta memberi tahu masyarakat lain bahwa
Ramadhan telah selesai.

Namun yang paling penting adalah menghidupkan malam Idul Fithri dengan
ibadah yang selama ramadhan sudah dilakukan, jangan sampai ada kesan bahwa
saat matahari terakhir ramadhan terbenam, terbenam pula segala kebaikan yang
sudah dirajut selama ramadhan. Membaca Al-Quran, shalat tahajjud, shalat witir,
berdzikir, apalagi shalat-shalat fardu secara berjamaah adalah hal tidak boleh
hilang seiring bergantinya bulan dari ramadhan menuju syawal.

Dalam hadits disebutkan: Siapa yang shalat pada malam dua hari raya berharap
ridha Allah maka tidakakan mati hantinya pada saat hat-hati manusia lain mati.
(HR. Ibnu Majah)

Bahkan secara khusus Imam Syafii menyebutkan bahwa diantara salah satu
malam yang doa dikabulkan adalah malam Idul Fitri.

Wallahu a’lam

Selamat berbuka puasa bersama keluarga…

29 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
30 RAMADHAN 1441 H.

Di antara tradisi yang paling bertentangan dengan syariat Islam adalah


fenomena ramai-ramai kembali ke dalam jurang kemaksiatan dan dosa selepas
bulan Ramadhan. Fenomena ini jelas-jelas sangat mengusik rasa keagamaan kita.
Seolah-olah semua perbuatan yang haram dan maksiat itu hanya dilarang
dilakukan selama bulan Ramadhan saja. Tetapi begitu bulan Ramadhan lewat,
maka semua orang kembali lagi ke dalam lembah nista.

Namun kalau kita lihat secara logika, memang godaan yang paling berat untuk
menahan segala kemaksiatan justru bukan selama Bulan Ramadhan, tetapi justru
tantangan paling berat itu terjadi pasca Ramadhan. Penyebabnya antara lain :

Pertama, Tradisi. Alangkah konyolnya ketika persepsi keliru ini kemudian


dianggap sebagai sebuah keyakinan atau kewajaran. Dan ironisnya, kejadian
seperti ini nyaris dianggap tradisi yang tidak boleh dipungkiri.

Kedua, Pintu Neraka Diuka Pintu Surga Ditutup. Di dalam banyak hadits memang
disebutkan bahwa bila datang bulan Ramadhan, maka pintupintu surga akan
dibuka. Dan sebaliknya pintu-pintu neraka akan ditutup.

“Ketika datang (bulan) Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka


ditutup dan setan-setan dibelenggu”. (HR. Bukhari)

Selesai Ramadhan pintu-pintu neraka akan kembali dibuka lebar. Sehingga


kesempatan untuk masuk neraka akan kembali terbuka lebar juga. Caranya tentu
dengan akan kembali maraknya berbagai kemaksiatan dilakukan orang selepas
bulan Ramadhan. Dan sebaliknya, pintu-pintu surga akan ditutup, sehingga
kesempatan untuk masuk surga jauh lebih sempit.

Ketiga, Belenggu setan dilepas. Maka begitu Ramadhan meninggalkan kita, setan
akan segera menggelar pesta. Mereka jadi lebih leluasa berkeliaran kesana-
kemari mencari mangsa dan membisiki manusia untuk kembali melakukan
berbagai dosa dan kejahatan.

Kalau sudah begini, dengan begitu banyak pengajian dan kajian digelar di bulan
Ramadhan, sejauh mana semua itu bisa mengubah cara hidup kita?

Maka alangkah baiknya ke depan, Ramadhan yang akan kita songsong bukan lagi
Ramadhan yang hanya sekedar menjalankan ritual tradisi masa lalu. Namun
sebaliknya, datangnya bulan Ramadhan kita sambut dengan berbagai macam
perbaikan serta amal-amal yang berpijak pada ajaran syariah Islam yang asli.

Wallahu a’lam

Selamat hari raya Idul Fitiri 1441 H. Taqabbalallahu minnaa waminkum…


30 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n
REFERENSI;

1. Ahmad Sarwat, Lc., MA. Ramadhan antara Syariah dan Tradisi. Rumah
Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta
Selatan 12940, cetakan pertama 18 April 2020.
2. Ahmad Zarkasih, Lc. Madzhab Talfiq Zakat Fitrah. Rumah Fiqih Publishing
Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940,
cetakan pertama 20 Ramadhan 1441 H.
3. Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc., M.Ag. Bekal Ramadhan dan Idul Fitri: Idul
Fitri. Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan
Setiabudi Jakarta Selatan 12940, cetakan pertama 2 Mei 2019.
4. Ahmad Zarkasih, Lc. Meraih Lailutul Qodar haruskah I’tikaf. Rumah Fiqih
Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta
Selatan 12940, cetakan pertama 14 Mei 2019.
5. Ahmad Hilmi, Lc., MA. Mereka yang boleh tidak berpuasa Ramadhan.
Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi
Jakarta Selatan 12940, cetakan pertama 30 Januari 2019.
6. Wildan Jauhari, Lc. Nuzulul Qur’an. Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet
Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940, cetakan
pertama 26 November 2018.
7. Isnan Ansory, S.Pd.I., Lc., MA. Pembatal Puasa dan konsekuensinya. Rumah
Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta
Selatan 12940, cetakan pertama 24 Maret 2019
8. Ahmad Sarwat, Lc., MA. Puasa, syarat, rukun, yang membatalkan. Rumah
Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta
Selatan 12940, cetakan pertama, 27 Agustus 2018.
9. Ahmad Sarwat, Lc., MA. Sejarah Al Qur’an. Rumah Fiqih Publishing Jalan
Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940, tanpa
tahun.
10. Muhammad Ajib, Lc., MA. Fiqh Puasa dalam Madzhab Syafii. Rumah Fiqih
Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta
Selatan 12940, cetakan pertama 10 April 2019.

31 | B u n g a R a m p a i R a m a d h a n

Anda mungkin juga menyukai