Gabungan hukuman dapat terjadi manakal terdapat gabungan jarimah. Gabungan jarimah terjadi
apabila seseorang melakukan beberapa macam jarimah, di mana masing-masing tersebut belum
mendapat keputusan terakhir. Dalam hukum positif terdapat tiga teori mengenai gabungan
jarimah ini.
1. Teori berganada
Menurut teori ini pelaku mendapat semua hukuman yang ditetapkan untuk tiap-tiap
jarimah yang dilakukannya. Kelemahan teori ini terletak pada banyaknya hukuman yang
dijatuhkan. Hukuman penjara misalnya adalah hukuman sementara, tetapi apabila
digabung-gabungkan maka akan berubah menjadi hukuman seumur hidup.
2. Teori Penyerapan
Menurut teori ini hukuman yang lebih berat dapat menyerap (menghapuskan) hukuman
yang lebih ringan. Kelemahan teori ini adalah kurangnya keseimbangan antara hukuman
yang dijatuhkan dengan banyaknya jarimah yang dilakukan, sehingga terkesan hukuman
demikian ringan.
3. Teori Campuran
Teori merupakan campuran antara berganda dan penyerapan. Teori ini dimaksudkan
untuk melemahkan teori yang ada dalam kedua teori tersebut. Menurut teori campuran
hukuman-hukuman biasa digabungkan, asal hasil gabungan tidak melebihi batas tertenu,
sehingga dengan demikian akan hilanglah kesan berlebihan dalam penjatuhan hukuman.
Dalam hukum pidana Indonesia, ketentuan mengenai gabungan tercantum dalam pasal 63
sampai dengan 71 KUHP pidana. Dari pasal tersebut dapat diketaui bahwa dalam hukum
pidana Indonesia ada beberapa teori yang dianut berkaitan dengan gabungan hukuman
ini. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.
1. Teori penyerapan biasa
Menurut teori ini hanya satu pidana yang diterapkan pada pasal 63 KUHP, yaitu yang
paling berat hukuman pokoknya, apabila suatu perbuatan pidana diancam dengan
beberapa aturan pidana.
2. Teori penyerapan keras
Menurut teori ini dalam hal gabungan perbuatan yang nyata yang diancam dengan
hukuman pokok adalah yang sejenis, hanya satu hukuman saja yang dijatuhkan dan
hukuman tersebut bisa diberatkan dengan sepertiga dari maksimum hukuman yang
seberat-bratnya.
3. Teori berganda yang dikurangi
Teori ini hampir sama dengan teori yang bersumber dari pasal 65 dan 66 KUHP.
Menurut teori ini, yang tercantum dalam pasal 65 ayat (2), semua hukuman dapat
dijatuhkan, tetapi jumlah keseluruhannya tidak melebihi hukuman yang paling berat,
ditambah dengan sepertiganya.
4. Teori berganda biasa
Menurut teori ini, semua hukuman dijatuhkan tanpa dikurangi. Ini di anut oleh pasal
70 ayat (1) yang berbunyi: “ Jika ada gabungan secara yang termaksud dalam pasal
65 dan 66 antara pelanggaran dengan kejahatan, atau antara pelanggaran maka
dijatuhkan hukuman bagi tiap-tiap pelanggaran itu dengan tidak dikurangi”.
Dalam hukum pidana Islam, teori tentang bergandanya hukuman sudah dikenal di
kalangan fuqaha, tetapi teori tersebut dibatasi pula dengan dua teori yang lain, yaitu
1. Teori saling melengkapi ( At-Tadakhul)
Menurut teori ini, ketika terjadi gabungan jarimah, maka hukuman-
hukumannya saling melengkapi, sehingga oleh karenanya itu semua perbuatan
tersebut dijatuhi satu hukuman, seperti kalau ia memperkuat perbuatan.
2. Teori penyerapan (Al-Jabbu)
Yaitu menjatuhkan suatu hukuman, dimana hukuman-hukuman yang lain
tidak dapat dijatuhkan. Hukuman tersebut dalam hal ini tidak lain adalah
hukuman mati, dimana pelaksanaannya dengan sendirinya menyerap hukuman-
hukuman lain. Teori ini dikemukakan oleh beberapa ulama diantaranya Imam
Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad.
Menurut Imam Malik, apabila hukuman had berkumpul dengan hukuman
mati karena Tuhan, seperti hukuman mati Karena jarimah murtad, atau berkumpul
dengan hukuman mati karena qisash bagi seseorang lain, maka hukuman had
tersebut tidaj dapat dijalankan karena hukuman mati tersebut menyerapnya,
kecuali hukuman memfitnah saja (qadzaf) yang tetap dilaksanakan, dengan cara
di-jilid dahulu delapan puluh kali, kemudian dihukum mati.
Menurut Imam Ahmad, apabila terjadi dua jarimah hudud, seperti mencuri
dan zina bagi orang-orang muhshan, atau minum dan mengganggu keamanan
(hirabah) dengan membunuh, maka hanya hukuman mati saja yang dijalankan,
sedang hukuman-hukuman lain gugur. Kalau hukuman hudud berkumpul dengan
hak-hak adami, dimana salah satunya diancam hukuman mati, maka hak-hak
adami tersebut harus dilaksanakan terlebih dahulu, dan hak-hak Allah diserap
oleh hukuman hukuman mati.
Bagi Imam Abu Hanifah, pada dasarnya apabila terdapat gabungan hak
mannusia dengan hak-hak Allah, maka hak manusialah yang harus didahulukan,
karena ia pada umumnya ingin lekas mendapatkan haknya. Kalau sesudah
pelaksanaan hak tersebut hak Allah tidak bisa dijalankan lagi, maka hak tersebut
hapus dengan sendirinya.
Bagi Imam Syafi’i tidak ada teori penyerapan (al-jabbu), melainkan semua
hukuman harus dijatuhkan selama tidak saling melengkapi (tadakhul). Caranya
ialah dengan mendahulukan hukuman bagi hak-hak adami yang bukan hukuman
mati, kemudian hukuman bagi hak Allah yang bukan hukuman mati kemudian
lagi hukuman mati.
Pelaksanaan Hukuman
Dari segi pelaksanan hukmannya, jarimah dalam syariat islam dibagi dalam tiga bagian
yaitu :
Gugurnya Hukuman
Yang dimaksud gugurnya hukuaman disini adalah tidak dapat dilaksanakannya hukuman-
hukuman yang telah dijatuhkan atau diputuskan oleh hakin, berhubung tempat (badan atau
bagiannya) untuk melaksanakan hukuman sudah tidak ada lagi, atau waktu melaksanakannya
telah lewat.
Adapun sebab-sebab gugurnya hukuman tersebut adalah
1. Meninggalnya pelaku
2. Hilangnya anggota badan yang akan diqishas,
3. Tobatnya pelaku,
4. Perdamainan (shuluh)
5. Pengampunan,
6. Diwarisnya hak qishas atau
7. Kadaluarsa.