Anda di halaman 1dari 16

cell

MODUL PENGELOLAAN BENCANA

Kinanta Imanda
Angela Kimberly T
Safira Amelia
Dania Mirza R
Fachri Anugrah S
Rahmatsyah Siregar
Allysa Soraya S
Nadya Safira
(DK 3) - Tentir

Reyza Tratama A
Quality Control

Irfan Kresnadi
Media
QBD 1
PENGERTIAN BENCANA
Menurut KBBI, bencana adalah:

1. Suatu hal yang dapat mengakibatkan atau menimbulkan kesulitan, kerugian atau
penderitaan atau dengan kata lain kecelakaan atau bahaya.
2. Sebuah keadaan darurat yang mempengaruhi kehidupan orang di sekitar dan harta
benda mereka dan melebihi kapabilitas kedaruratan komunitas tersebut.
Menurut Charles Fritz, bencana adalah sebuah kejadian yang tak terkontrol yang terjadi
dalam suatu tempat dimana masyarakat mengalami kesulitan dan penderitaan yang dapat
mengganggu struktur sosial masyarakat tersebut.

JENIS-JENIS BENCANA
Berdasarkan penyebabnya, bencana dibagi menjadi beberapa jenis menurut UU RI No. 24
Tahun 2007:

1. BENCANA ALAM
Bencana yang diakibatkan peristiwa atau serangkaian peristiwa alam. Negara Indonesia
sangat berpotensi mengalami bencana alam karena letak geografis Indonesia yang:
a. Berada di ring of fire
b. Dikelilingi samudera-samudera
c. Merupakan Pertemuan tiga lempeng yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia

Contoh bencana alam:


 Gempa bumi
 Tsunami
 Gunung meletus
 Banjir
 Kekeringan
 Angin topan
 Tanah longsor
2. BENCANA NONALAM
Bencana yang diakibatkan peristiwa atau serangkaian peristiwa nonalam seperti gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit.
3. BENCANA SOSIAL
Bencana yang diakibatkan peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia. Negara Indonesia yang memiliki keragaman etnis, budaya, dan agama rentan
terhadap bencana sosial.
Bencana sosial meliputi:
 Konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat
 Demokrasi besar-besaran yang mengarah pada anarkisme
 Sabotase (tindakan perusakan barang-barang/instrumen atau penghambatan
kegiatan suatu organisasi/perkumpulan dsb)
 Genosida (pembunuhan massal terhadap sejumlah besar orang dari suatu kelompok
atau etnis tertentu)
 Teror, dll

ANCAMAN, RISIKO, DAN KERENTANAN BENCANA


Ancaman merupakan kejadian yang berpotensi mengakibatkan hilangnya nyawa, cedera,
hilangnya harta benda, dan kecelakaan. Jenis-jenis ancaman antara lain :
 Ancaman tiba-tiba (shocks)
Contoh: gempa susulan, longsor susulan
 Ancaman terduga (trends)
Akibat sudah bekerjanya sistem peringatan dini
 Ancaman musiman (seasonality)
Contoh: kekeringan, banjir
Adapun risiko merupakan potensi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana.

Contoh risiko: kematian, hilangnya rasa aman, luka sakit, jiwa terancam, kehilangan
harta benda, pengungsian, dan gangguan kegiatan masyarakat akibat
komplikasi kerentanan, bahaya, dan kapasitas daerah yang dilanda
bencana tersebut.

Sedangkan kerentanan merupakan karakteristik seseorang atau group dan situasinya yang
mempengaruhi kapasitas mereka untuk berpartisipasi, untuk menanggulangi, bertahan, dan
memulihkan dampak dari bencana alam.

Perlu diingat bahwa semakin tinggi kerentanan, semakin besar risiko bencana yang
kemungkinan dihadapi.
Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung resiko bencana:
Risk (R) = H xV/ C

Keterangan => R: Resiko Bencana


H: Bahaya
V: Kerentanan
C: Kapasitas

Untuk mengurangi resiko bencana (untuk mengurangi kerentanan), yang dapat kita lakukan
antara lain:
 Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana
 Mengadakan pelatihan kesiapsiagaan bencana untuk penduduk
 Membangun rumah ataupun sarana umum yang tanggap bencana (relatif lebih kuat
jika dilanda bencana seperti gempa)
 Menyebarkan nilai-nilai kearifan lokal mengenai bencana

PERATURAN DAN PEDOMAN PENANGANAN BENCANA BIDANG


KESEHATAN DI INDONESIA
 KEPMENKES NO. 145 TAHUN 2007

 Dalam penanganan bencana khusus untuk bidang kesehatan tidak dibentuk sarana
dan prasarana khusus, tetapi hanya menggunakan sarana prasarana yang telah ada
dengan meningkatkan intensitas kerja dengan memberdayakan semua sumber daya
dari berbagai tingkat pemerintahan dalam bidang kesehatan sesuai ketentuan yang
berlaku
 Dalam hal terjadinya bencana, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan
seperti perbekalan dan obat-obatan, saran kesehatan, dan tenaga kesehatan tidak
hanya diatasi oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota setempat tetapi juga
dibantu oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota lainnya, akan tetapi tetap
tanggung jawab dibawah dinas kesehatan provinsi dan pusat
 Setiap kabupaten/kota dan provinsi wajib membentuk satuan tugan kesehatan yang
mampu menangani masalah kesehatan pada saat penanggulangan bencana di
wilayah setempat secara terpadu dan terkoordinasi dengan Satlak Penanggunalangan
Bencana
 Penanggulangan bencana dapat meminta bantuan kepada instalasi terkait, LSM,
sektor swasta, maupun masyarakat.
 Membentuk regionalisasi pusat bantuan krisis kesehatan dalam penanggulangan
bencana

FKUI 2015 SOLID Page 4


 Negara lain, orgaisasi internasional, dan lembaga sosial dapat memberikan bantuan
kepada para korban selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, tanpa syarat dan tidak ada keterikatan
 Segala bantuan dalam bentuk makanan harus dilengkapi dengan label, cara
pemakaian, tanggal kadaluarsa, dan keterangan halal. untuk obat dan perbekalan
kesehatan lainnya harus sesuai kebutuhan, memenuhi standar mutu yag ditetapkan,
dan batas kadaluarsa serta petunjuk yang jelas
 Bantuan-bantuan yang diberikan dapat berupa bantuan teknis seperti tanaga ahli
maupun peralatan, dan juga bantuan program seperti keuangan untuk membiayai
penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi
 Jika bencama yang terjadi disertai gangguan keamanan dan keselamatan petugas
kesehatan, dapat emminta bantuan kepada TNI dan POLRI
 Jika memerlukan bantuan angkutan laut udara, dan darat dapat bekerja sama dengan
Departemen Perhubungan, Departemen Pertahanan, TNI, POLRI, dan instasi terkait.
 Pada masa tanggap darurat, pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah sesuai
peraturan yang berlaku. Untuk masa pasca tanggap darurat, pelayan kesehatan
disesuaikan dengan kebijakan kementrian kesehatan dan pemda setempat.

SIKLUS BENCANA
1. PREPAREDNESS (PERSIAPAN)
Persiapan dirancang sebelum bencana terjadi dan membantu merancang suatu
tanggapan.
2. RESPONSE (TANGGAPAN)
Merupakan suatu peristiwa yang terjadi setelah bencana atau terkadang terjadi secara
bersamaan ketika bencana terjadi.
3. REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI
Fase ini merupakan fase dimana beberapa hal yang menjadi pelajaran dari bencana
diterapkan agar tidak terulang kembali serta pemulihan kembali berbagai fasilitas public
yang mengalami kerusakan akibat bencana.
4. MITIGASI
Pelajaran yang diterapkan untuk meringankan atau benar-benar mencegah efek
terulangnya masa depan dari jenis bencana dan , pada saat yang sama , membuat
persiapan untuk menanggapi jenis bencana jika terulang kembali.

TAHAPAN DAN PENGELOLAAN PADA SETIAP SIKLUS BENCANA


1. TAHAP PRE – IMPACT
Terdiri atas :
 Early detection (deteksi dini)
FKUI 2015 SOLID Page 5
Merupakan upaya penyusunan rencana tanggap darurat bencana.
 Mitigasi Bencana
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana baik secara fisik
struktural melalui pembuatan bangunan bangunan fisik maupun non fisik struktural
melalui perundang- undangan dan pelatihan.
 Early warning (peringatan dini)
Adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana
akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate),
tegas tidak membingungkan (coherent), dan resmi (official).
 Evacuation (Evakuasi) memindahkan korban ke lingkungan yang lebih aman dan
nyaman untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut.

2. TAHAP TRANS IMPACT (saat terjadinya Bencana)


 Rapid assesment and rapid respons adalah upaya yang dilakukan segera pada saat
kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama
berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
 Triage adalah proses khusus memilih korban berdasarkan beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta
prioritas transportasi.
 first treatment.

3. TAHAP POST – IMPACT


 Capacity building masyarakat.
 Pembangunan sarana dan prasarana dasar.
 Pembangunan sarana sosial masyarakat.
 Membantu masyarakat memperbaiki rumah.
 Pemulihan kegiatan bisnis dan ekonomi.

FKUI 2015 SOLID Page 6


QBD 2

PENGELOLAAN BENCANA SKALA LOKAL, NASIONAL, DAN


INTERNASIONAL
1. SKALA LOKAL
Dalam draft Perpres tentang Penetapan Tingkat dan Status Bencana:
 Bencana lokal (kabupaten/kota): ditetapkan jika korban jiwa < 100 orang, kerugian <
1 milyar, cakupan wilayah < 10 km2, dampak sosial ekonomi ditimbulkan terbatas.
Masih ditangani oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota) asalkan pemerintah
daerah masih mampu menangani berdasarkan Sumber Daya Manusia (SDM),
finansial, teknologi yang dikerahkan pemda. Penetapan oleh bupati (kabupaten) atau
walikota (kota) atas rekomendasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kab/Kot.
 Bencana lokal (provinsi): korban jiwa 100-500 orang, kerugian 1milyar-1 triliun,
cakupan bencana mencakup beberapa kabupaten/kota, dampak sosial ekonomi dan
kerusakan sarana dan prasarana yang ditimbulkan menengah, yaitu beberapa
kerusakan mengganggu kehidupan masarakat. Pengelolaan tingkat provinsi dilakukan
jika pemerintah kabupaten/kota tidak dapat mengatasinya sendiri dan membutuhkan
bantuan pemerintah provinsi. Ditetapkan oleh gubernur atas rekomendasi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi.

2. SKALA NASIONAL
Dalam draft Perpres tentang Penetapan Tingkat dan Status Bencana:
 Ditetapkan oleh presiden (dengan rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan
Bencana) jika pemerintah daerah (pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah
provinsi) sudah tidak dapat menanganinya
 Jumah korban jiwa > 500 orang, kerugian harta benda > 1 triliun, kerusakan sarana
dan prasarana berat dan mengganggu kehidupan masyarakat, cakupan wilayah
sangat luas mencakup beberapa kabupaten/kota lebih dari satu provinsi.
 Sudah tidak dapat lagi ditangani pemerintah daerah dengan SDM, finansial, sarana
prasarana, kelembagaan, menajemen, dan segi teknologi.
Peran BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dalam pengelolaan bencana
diatur dalam UU No. 24 Tahun 2007:
a. Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) dibentuk oleh pemerintah dan
merupakan lembaga pemerintah non-departemen setingkat menteri

FKUI 2015 SOLID Page 7


b. BNPB terdiri dari pengarah penanggulangan bencana dan pelaksana penanggulangan
bencana.
c. BNPB memiliki fungsi sebagai: 1) perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penganan pengunsi dengan bertindak cepat dan tepat
serta efektif dan efisien; dan pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, dan meneyluruh.
d. BNPB memiliki tugas:
 Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana
yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi,
dan rekonstruksi secara adil dan setara.
 Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan.
 Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat.
 Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepaa presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada saat dalam kondisi darurat bencana.
 Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan
internasional.
 Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran
pendapatan belanja negara.
 Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 Menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.

3. SKALA INTERNASIONAL
 Umumnya dilakukan pada bencana dahsyat yang berdampak pada beberapa
negara.
 Di Indonesia, dalam situasi bencana tertentu, pemerintah memiliki wewenang
menentukan kebijakan bekerja sama dengan negara lain, badan-badan, atau pihak
internasional lain dalam hal penanggulangan bencana (UU Penanggulangan
Bencana, 2007).
 Negara-negara yang terkena bencana mendapat bantuan dari pihak-pihak
internasional yang bersedia membantu dan menerima permintaan dari negara
terdampak. Kendala  tidak semua bencana dahsyat mendapatkan respon karena
faktor-faktor seperti media, kepentingan, hubungan diplomatik, dll.
 Pihak yang terlibat: korban, pemerintah lokal, pemerintah provinsi, negara,
organisasi internasional, institusi finansial internasional, asosiasi regional,
organisasi nonprofit, organisasi privat (bisnis, industry), dll.
 Mengikuti tahapan = 1. Mitigation, 2. Preparation, 3. Response, 4. Recovery.

ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM PENGELOLAAN BENCANA


 UNISDR
Menuntun usaha dari misi manajemen bencana keseluruhan dari komunitas
internasional. UNISDR berupaya untuk membangun komunitas yang tangguh akan

FKUI 2015 SOLID Page 8


bencana dengan mempromosikan kewaspadaan yang lebih terhadap pentingnya
pengurangan bencana sebagai komponen integral dari perkembangan
berkelanjutan, dengan tujuan mengurangi kerugian terhadap manusia, ekonomi,
sosial, dan lingkungan akibat bencana alam dan bencana yang berkaitan dengan
teknologi dan lingkungan.
 OCHA
Memainkan peran penting dalam memberikan bantuan dalam menanggapi keadaan
darurat kemanusiaan, serta dalam mempromosikan pengurangan dampak bencana
sebagai bagian dari rencana pembangunan negara serta berperan dalam menilai
kebutuhan yang dibutuhkan.
 FAO
Memberikan kerja sama teknis dan mendorong investasi jangka panjang dalam
pembangunan di bidang pertanian. FAO juga bekerja untuk mencegah kekurangan
pangan seperti pada saat kegagalan panen atau bencana. Melalui Global
Information dan sistem peringatan dini, FAO menerbitkan laporan bulanan tentang
situasi pangan dunia.
 UNICEF
Berfokus pada hal yang berkaitan dengan membangun kesehatan, pelayanan
pendidikan, dan kesejahteraan untuk anak-anak dan ibu-ibu di negara berkembang.
Bekerja sama dengan lembaga U.N. dan LSM, intervensi UNICEF dalam keadaan
darurat fokus pada penyediaan perawatan kesehatan, gizi, penyediaan air dan
sanitasi, pendidikan dasar, dan rehabilitasi psikososial dari trauma anak-anak.
 WHO
Mengkoordinasikan tindakan kesehatan internasional. WHO dapat memberikan
kerja sama teknis dalam menilai kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan,
koordinasi bantuan kesehatan internasional, mengelola persediaan dan distribusi
persediaan bantuan, melaksanakan surveilans epidemiologi dan langkah-langkah
pengendalian penyakit, menilai kesehatan lingkungan, pengelolaan layanan
kesehatan, merumuskan perkiraan biaya untuk proyek-proyek bantuan, dan
pengadaan persediaan untuk bidang kemanusiaan.

TRIASE
Triage berasal dari Bahasa Perancis “Trier” yang berarti mengambil atau memilih. Terdapat
penilaian, pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis dan
evakuasi pada kondisi kejadian massal atau kejadian bencana. Penanganan medis yang
diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan keadaan penderita.

Triase dilakukan berdasarkan prinsip Simple Triage and Rapid Treatment (START). Triase
dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera
(perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan

FKUI 2015 SOLID Page 9


dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Adapun risiko merupakan potensi
kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana.

ADVANCED TRIAGE

 Hitam :luka pasien sudah sangat parah sehingga diprediksi akan meninggal
 Merah :pasien yang membutuhkan penanganan segera
 Kuning : pasien mengalami luka dan membutuhkan pertolongan medis, namun
kondisi pasien masih stabil, sehingga harus diperhatikan perubahan kondisinya.
 Hijau : korban tidak membutuhkan pelayanan medis dalam waktu cepat
 Putih : korban hanya mebutuhkan pertolongan pertama dan tidak membutuhkan
penanganan medis lebih lanjut.

Gambar 1 Petunjuk Pemberian Warna pada Korban dalam Triase

FKUI 2015 SOLID Page 10


Gambar 2 pedoman menentukan triase

RAPID NEED ASSESSMENT


Needs assessment (penilaian kebutuhan)  proses sistematik dari pengumpulan informasi
dan analisis mengenai kedalaman, tipe, dan cakupan suatu masalah.

RAPID NEED ASSESSMENT:


 Suatu bentuk spesifik dari needs assessment yang melibatkan penggunaan sumber lokal
dan metode spesifik untuk menjalani pengkajian yang relatif cepat, murah, dan mudah
pada suatu komunitas untuk menilai kebutuhan pada langkah awal.
 Tidak menggunakan pendekatan ilmiah tradisional untuk penilaian kebutuhan tapi
mendorong masyarakat lokal untuk menggunakan alat seperti kuesioner, pertemuan
kelompok, observasi, dan wawancara untuk data kualitatif yang dibutuhkan untuk
penilaian kebutuhan.
o Penilaian cepat pertama kali dijalankan secepat mungkin setelah terjadinya bencana
dan paling lambat diselesaikan dalam waktu 3 hari.
FKUI 2015 SOLID Page 11
o Tujuan rapid need assessment  untuk melakukan penilaian secara luas mengenai
bencana dan kebutuhan dasar dari populasi untuk menentukan prioritas
pertolongan.
o Dianjurkan untuk mengumpulkan informasi dari sumber sebanyak mungkin dan
melakukan observasi secara langsung untuk melakukan verifikasi data.

Secara umum, kebutuhan yang diprioritaskan saat melakukan rapid need assessment
adalah:
 Keamanan dan akses.
 Demografi dari populasi yang terkena pengaruh.
 Sumber daya masyarakat.
 Kesehatan.
 Air.
 Sanitasi.
 Kebutuhan pangan dan non-pangan.
 Tempat tinggal (termasuk tempat tinggal sementara).

DIPERHATIKAN SEBELUM RNA


Tim penilaian harus terdiri dari:
 Ahli bencana.
 Petugas yang familiar dengan area setempat.
 Ahli yang relevan (epidemiologi, kesehatan masyarakat, dll).
 Sebelum melakukan penilaian, perlu dilakukan pembagian tim untuk beberapa area
dan tim-tim tersebut harus berkolaborasi untuk menjalani survei.

DIHARUSKAN SETELAH RNA


 Informasi yang sudah dikumpulkan dari berbagai sumber harus dihubungkan dan
segera dilaporkan ke kantor pusat.
 Membuat list prioritas untuk memberikan bantuan.
 Menyebarkan hasil penilaian kepada organisasi penanganan bencana lainnya dan
seksi relevan dari pemerintah lokal untuk mengecek informasi dan berkoordinasi
dengan tepat untuk memberikan tindakan.

FKUI 2015 SOLID Page 12


Gambar 3 daftar tilik rapid need assessment

MASALAH PADA PENGELOLAAN BENCANA SKALA LOKAL, NASIONAL,


DAN INTERNASIONAL
1. LOKAL
Menurut The Johns Hopkins and the International Federation of Red Cross and Red
Crescent Societies (2007), masalah-masalah yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan
bencana di skala lokal yaitu:
 sumber informasi yang terbatas karena hanya dari lokal saja dan krisis alat
komunikasi.
 keterbatasan sumber daya manusia, peralatan, dan suplai makanan.
 sistem kesehatan dan medis yang belum sigap dan terstruktur.
 kurangnya penguasaan teknologi penanganan bencana.
 belum ada koordinasi sistem peringatan dini yang menyeluruh.
 kurangnya koordinasi antara pemerintah provinsi, kota/kabupaten dan kota.
2. NASIONAL
Manajemen pengelolaan bencana tingkat nasional menurut Pan American Health
Organization (2000) adalah proses yang kompleks dan membutuhkan waktu yang lama.
FKUI 2015 SOLID Page 13
Dibutuhkan dukungan politik dan publik yang stabil, serta perlu adanya legislasi untuk
memastikan kelanjutan agen-agen pengelolaan bencana dan menjamin keuangannya.
Selain itu, menurut The Johns Hopkins and the International Federation of Red Cross
and Red Crescent Societies (2007), pengelolaan bencana pada skala nasional ini kurang
efektif karena tidak spesifik terhadap daerah-daerah tertentu di suatu negara.
Penanganan bencana di tingkat nasional sering dihambat oleh legislasi yang berkaitan
dengan keuangan dan penyusunan kebijakan atau program long-term yang paling
efektif.
3. INTERNASIONAL
Sedangkan pada skala internasional, pengelolaan bencana yang kurang baik dapat
menyebabkan terjadinya second disaster. Hal ini umumnya terjadi pada bantuan yang
diberikan oleh organisasi nonpemerintah. Agen-agen dari organisasi asing mungkin saja
memiliki pengetahuan yang minim tentang bencana yang terjadi di suatu negara,
sehingga menyebabkan miskomunikasi dan kesalahpahaman akan kebutuhan yang
dibutuhkan oleh negara tersebut dalam menghadapi bencana. Mungkin juga terdapat
agen-agen yang memiliki pengalaman yang minim tentang pengelolaan bencana. (Pan
American Health Organization, 2000).

KESIAPAN (MITIGASI DAN KESIAPSIAGAAN) MENGHADAPI BENCANA


Untuk menangani masalah respon bencana dan usaha pemulihan, PBB mencanangkan
suatu mekanisme untuk memberikan bantuan kemanusiaan pada pemerintahan negara
yang membutuhkan. System ini dikukuhkan pada tahun 1971 dengan segala aktifitas respon
dikoordinir oleh Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OHCA).

1. RESPON OHCA
Pada permintaan bantuan, OHCA akan mengirim sebuah tim United Nations Disaster
Assessment and Coordination (UNDAC) sebagai bantuan kepada negara yang
meminta bantuan. Tim UNDAC dikirim dalam rentang waktu 12 hingga 48 jam setelah
bencana untuk melakukan penilaian, koordinasi, dan manajemen informasi.
2. CLUSTER
OHCA juga memiliki cluster sebagai bentuk koordinasi dengan organisasi lain. System
cluster ini memungkinkan OHCA memberikan bantuan kemanusiaan yang
berkesinambungan termasuk pencegahan dan pemulihan.

FKUI 2015 SOLID Page 14


Gambar 4 cluster

 International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR)  dibentuk oleh PBB
untuk 11 Des 1987  mengurangi efek kerugian material dan ekonomi (terutama
negara berkembang)
 Resolusi PBB 44/236
o Memaksimalkan kapasitas mitigasi tiap negara, sistem untuk membantu
negara berkembang dan early warning.
o Menyusun scientific guidelines bencana yang telah disesuaikan dengan
keragaman ekonomi dan kultur negara
o Mendukung perkembangan sains dan teknologi untuk menutupi kesenjangan
IPTEK dan mencegah kerugian nyawa dan material.
o Menyebarkan teknologi terkait mitigasi, penanganan, dan pencegahan
bencana
o Evaluasi keefektifan program terkait mitigasi, penanganan, dan pencegahan
berdasarkan informasi yang telah didapat

FKUI 2015 SOLID Page 15


REFERENSI

1. P2MB M. Mitigasi Bencana - Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana (P2MB) [Internet].


P2mb.geografi.upi.edu. 2016 [cited 17 February 2016]. Available from:
http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia
3. Kepmenkes No. 145 Tahun 2007
4. Ifrc.org,. "What Is A Disaster? - IFRC". N.p., 2016. Web. 13 Feb. 2016.
5. Brito, Corina Solé et al. Communication And Public Health Emergencies. Washington,
D.C.: Police Executive Research Forum, 2009. Print.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana. 2007
7. Manopo RP. Bahaya, Kerentanan, Kapasitas dan Pengurangan Resiko [Internet].
Diakomie Katastrophenhilfe Project Office-Indonesia. 2012 [cited 2014 Feb 16].
Available on: http://www.slideshare.net/reneepicasso/bahaya-kerentanan-resiko-
dan- bencana
8. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 07 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengelolaan Data dan In!ormasi Bencana Indonesia
9. Priambodo, S Arie. (2009) .Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius
10.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
11.Rosenberg M. The Disaster Cycle. [internet]. [cited on 2016 Feb 16th]. Available from :
http://geography.about.com/od/hazardsanddisasters/a/The-Disaster-Cycle.htm
12.Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
13.A rapid needs assessment guide: for education in countries affected by crisis and
conflict [Internet]. USAID; 2014 [cited 24 February 2016]. Available from:
https://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/2155/USAID%20RNAG%20FIN
AL.pdf
14.Preventionhub.org. Rapid needs assessment | prevention hub [Internet]. [cited 24
February 2016]. Available from:
http://preventionhub.org/en/training/glossary/rapid-needs-assessment
15.Arii M. Rapid assessment in disasters [Internet]. Japan Medical Association; 2013
[cited 24 February 2016]. Available from:
https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2013_01/019_024.pdf
16.http://www.un-spider.org/risks-and-disasters/the-un-and-disaster-management

FKUI 2015 SOLID Page 16

Anda mungkin juga menyukai