YULIA NINGSIH
S1 KEPERAWATAN 3B
c) Model praktik
1. Praktik keperawatan rumah sakit
Perawat profesional (ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik
keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik keperawatan untuk rumah sakit dan lingkup cakupannya
sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur registrasi, dan
legislasi keperawatan.
2. Praktik keperawatan rumah
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan
keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh
perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang
melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3. Praktik keperawatan berkelompok
Dalam pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah
sakit dan rumah, beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam,
kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan, untuk mengatasi berbagai bentuk
masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik keperawatan ini
dipandang perlu di masa depan, karena adanya pendapat bahwa rawat rumah sakit perlu
dipersingkat, mengingat biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
4. Praktik keperawatan individual
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan untuk praktik
keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara
sendiri/perorangan membuka praktek keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi
asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang
memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan
masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang
dikembangkan pemerintah.
Tinggi
1.9 saya 9.9 Saya bekerja
10 mencoba dengan staf untuk
mecapai tujuan
menjadi teman bersama. Mereka
9 kepada semua mengerti tanggung
staf supaya jawabnya dan kami
8 menyelesaikan
mereka masalah.
mendukung saya
d) Managerial grid
Fokus metode manajemen ini menitikberatkan pada perilaku manajer yang
menekankan pada produksi dan manusia. Adanya komitmen yang tinggi pada anggota
kelompok dalam mencapai tujuan organisasi dapat mengurangi kompetisi antara anggota
kelompok; dan komunikasi serta kebersamaan dapat ditingkatkan, sehingga akan dapat
dicapai tujuan organisasi yang optimal.
Di bawah ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian asuhan
keperawatan profesional. Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang
sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan
keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP profesional)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya
jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi
(misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
Metode ini diterapkan dalam penugasan pekerja di dunia industri ketika setiap pekerja
dipusatkan pada satu tugas atau aktivitas. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan menggunakan metode fungsional, setiap perawat memperoleh satu tugas
(kemungkinan bisa lebih) untuk semua pasien di unit/ruang tempat perawat tersebut bekerja.
Di satu unit/ruang, seorang perawat diberikan tugas untuk menyuntik maka perawat tersebut
bertanggung jawab untuk memberikan program pengobatan melalui suntikan kepada semua
pasien di unit/ruang tersebut. Contoh penugasan yang lain adalah membagi obat per oral,
mengganti balut, pendidikan kesehatan pada pasien yang akan pulang, dan sebagainya.
Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak dapat
memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan keperawatan
secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada perawat.
Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak profesional yang berdasarkan pada
masalah pasien. Perawat senior cenderung sibuk dengan tugas administrasi dan manajerial,
sementara asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior.
Kelebihannya:
Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan
yang baik
Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan satu tugas yang biasa menjadi tanggung
jawabnya
Pekerjaan menjadi lebih efisien
Mudah dalam mengoordinasi pekerjaan
Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien
diserahkan pada perawat junior dan/atau belum berpengalaman
Kelemahannya:
Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
Tugas perawat cenderung monoton sehingga dapat menimbulkan rasa bosan
Kesempatan untuk melakukan komunikasi antar petugas menjadi lebih sedikit
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak melihat pasien secara holistik dan
tidak berfokus pada masalah pasien sehingga tidak profesional
Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan
Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja
2. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi
menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihannya:
Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim
Kelemahannya:
Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang
biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk
Konsep metode tim:
Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan
Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin
Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil bila didukung oleh
kepala ruang.
Tanggung jawab anggota tim:
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dibawah tanggung jawabnya
Kerjasama dengan anggota tim dan antartim
Memberikan laporan
Tanggung jawab ketua tim:
Membuat perencanaan
Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien
Mengembangkan kemampuan anggota
Menyelenggarakan konferensi
Tanggung jawab kepala ruang:
a) Perencanaan
Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing-masing
Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya
Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan persiapan pulang,
bersama ketua tim
Megidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien
bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan
Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang
dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang
akan dilakukan terhadap pasien
Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan:
Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan
Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
Membantu membimbing peserta didik keperawatan
Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
b) Pengorganisasian
Merumuskan metode penugasan yang digunakan
Merumuskan tujuan metode penugasan
Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahkan 2 ketua tim, dan ketua tim
membawahkan 2-3 perawat
Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur tenaga
yang ada setiap hari, dan lain-lain
Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada ketua tim
Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
Identifikasi masalah dan cara penanganannya
c) Pengarahan
Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik
Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan Askep pasien
Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
d) Pengawasan
Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
Melalui supervisi
Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui
laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada
saat itu juga
Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim. Membaca dan
memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang
pelaksanaan tugas.
Evaluasi
o Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang
telah disusun bersama ketua tim
o Audit keperawatan
Gambar. Sistem pemberian asuhan keperawatan “Team Nursing” (Marquis & Huston,1998,p.149)
3. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24
jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan
pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus
antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi
asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Gambar. Bagan pengembangan MAKP: Primer di ruang bedah mata kelas I & II; bedah G; dan R. Jantung
Gambar. Diagram sistem asuhan keperawatan “Primary Nursing” (Marquis & Huston,1998,p.141)
Kelebihan:
Bersifat kontinuitas dan komprehensif
Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri
Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989)
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi,
dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan
advokasi.
Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan:
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai displin
ilmu.
Tabel. Peran masing-masing komponen kepala ruangan; perawat primer; dan perawat associate
4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan
bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan
kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi, intensive care.
Kelebihannya:
Perawat lebih memahami kasus per kasus
Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangannya:
Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
(Jadwal diatur pagi, sore, malam, dan libur/cuti)
Gambar. Metode Primary Tim (Modifikasi)
Rusdi (2008) mengatakan terdapat 6 model asuhan keperawatan yang telah dikenal dan
sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu sebagai berikut:
a) Model kasus
Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan. Sampai
Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang
paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah pasien
yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat dan
kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien.
Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang mencakup
seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan
asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa
yang harus dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan
merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas
dirinya. Dengan model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas
profesional dan membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan
intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya.
b) Model fungsional
Model Fungsional dikembangkan setelah perang dunia kedua, dimana jumlah
pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari berbagai
jenis program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang bervariasi tenaga
keperawatan tersebut dapat dimaksimalisasi, maka memunculkan ide untuk mengembangkan
model fungsional dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian
tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin
bertanggung jaawb dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan
sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai
dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien
secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan,
karena pemberian asuhan yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas,
sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif,
kecuali mungkin Kepala Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan
saling percaya dengan perawat.
Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan
mensupervisi. Komunikasi antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah
pasien. Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau
mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
yang diberikan.
Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat
dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada
Kepala Ruangan. Dan Kepala Ruangan lah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan
pasien.
Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga
seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua
petugas yang datang kepadanya, dan Kepala Ruanganlah yang memikirkan setiap kebutuhan
pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali
terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang
memberikan asuhan keperawatan.
Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu untuk
membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien
atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi
perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas,
bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai.
Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf
sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang
diberikan.
c) Model tim
Setelah bertahun-tahun menggunakan Model Fungsional, beberapa pimpinan
keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model tersebt dalam
pemberian asuhan keperawatan profesional. Oleh karena adanya berbagai jenis tenaga dalam
keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang adekuat, maka pada tahun 1950
dikembangkan Model Tim dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas,
1984).
Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga keperawatan
bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif sehingga dapat berfungsi
secara menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien.
Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul
motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim
merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu
mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling
komplementer menjadi satu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan
serta timbul rasa kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga
dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi.
Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua
konsep utama yang harus ada, yaitu:
1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional (Registered Nurse)
yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap sekelompok
pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota
tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan keperawatan
yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual dan
membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka
dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam penugasan,
pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi
hasil yang telah dicapai.
Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang merupakan bagian
dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim
menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua
Tim membantu semua anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang
dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien.
Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman praktek
melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina
anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan hubungan antar
manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang dilakukan
dengan beberapa anggota tim secara bersama-sama. Untuk mencapai kepemimpinan yang
efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip dasar administrasi, supervisi, bimbingan
dan teknik mengajar agar dapat dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota tim. Ketua
Tim juga harus mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.
Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim:
1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Model Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan, yang berperan sebagai
manager di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab dalam:
Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan keperawatan.
Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan.
Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.
Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model tim dalam sistem
pemberian asuhan keperawatan.
Menjadi narasumber bagi ketua tim
Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model tim dapat
diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2 atau 3 tim
tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga
keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga keperawatan untuk 10-20
pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984),
menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan
keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang
bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa
model tim dilaksanakan dengan tepat pada kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan
bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara
menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam sistem pemberian
asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien dalam penentuan
strategi pemenuhan kebutuhan pasien.
d) Model primer
Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dan berbagai ilmu dalam bidang kesehatan,
serta meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang bermutu
tinggi, dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan keperawatan model tim masih
mempunyai beberapa kekurangan, maka berdasarkan studi, para pakar keperawatan
mengembangkan model pemberian asuhan keperawatan yang terbaru yaitu Model
Primer (Primary Nursing). Dan perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut
sebagai “Primary Nurse”.
Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan
secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang diberikan kepada
Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang
didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan
kemampuan Primary Nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung
jawab selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary Nurse akan melakukan pengkajian
secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia akan
melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse tertentu. Dia bertanggung
jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan dan dia juga akan merencanakan pemulangan pasien atau rujukan bila
diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan
kepada perawat lain yang disebut “associate nurse”. Primary nurse bertanggung jawab
terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan menginformasikan tentang keadaan
pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan staf keperawatan lainnya. Kepala Ruangan tidak
perlu mengecek satu persatu pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang
aktivitas pelayanan yang diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan
asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik,
mengadakan kunjungan rumah dan sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut,
maka dituntut akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary
Nurse berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan
keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan oleh Primary Nurse
adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan
supervisi. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena
senantiasa informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif,
sedangkan pada model Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa perawat. Untuk
pihak rumah sakit keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu
mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas
tinggi.
Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati karena
memerlukan beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik,
akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara
maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai primary nurse adalah seorang Clinical
Specialist yang mempunyai kualifikasi Master.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model Primer dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan bila dibandingkan dengan Model Tim, karena:
1. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam perencanaan dan
koordinasi asuhan keperawatan.
2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan dengan 10-20 orang
pada setiap tim.
3. Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam.
4. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal.
5. Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
e) Model modular
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing yang
digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan non professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga profesional dan
non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada beberapa pasien
dengan arahan kepemimpinan perawat profesional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat bertanggung
jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus, sejak pasien masuk,
pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit. Agar model ini
efektif maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga profesional dan non
profesional serta bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut saling mengisi dalam
kemampuan, kepribadian, terutama kepemimpinan. Dalam menerapkan model modular, 2-3
tenaga keperawatan bisa bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk
mengelola 8-12 kasus. Seperti pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia
juga selama tugas gilir (shift) sore-malam dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab
terbesar dipegang oleh perawat profesional. Perawat profesional bertanggung jawab untuk
membimbing dan mendidik perawat non profesional dalam memberikan asuhan
keperawatan. Konsekuensinya peran perawat profesional dalam model modular ini lebih sulit
dibandingkan dengan perawat primer. Model modular merupakan gabungan dari model tim
dan primary model.
Peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) diarahkan dalam hal membuat jadwal
dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerjasama, dan berperan
sebagai fasilitator, pembimbing serta motivasi.
f) Model manajemen kasus
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary
nursing. Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa
untuk penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang
ada. Pengembangan metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen kasus dapat
mengurangi pelayanan yang terpisah-pisah dan duplikasi. Di sisi lain, metode kasus
keperawatan ini akan memberikan kesempatan untuk komunikasi di antara perawat, dokter,
dan tim kesehatan lain, efisien dalam manajemen perawatan melalui monitoring, koordinasi
dan intervensi. Metode manajemen kasus keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan
keperawatan dan manajemen sumber-sumber terkait yang memungkinkan adanya manajemen
yang strategis dari cost dan quality oleh seorang perawat untuk suatu episode penyakit hingga
perawatan lanjut. Menurut American Nurses Association (1988), manajemen kasus adalah
suatu sistem pemberian pelayanan kesehatan yang didesain untuk memfasilitasi pencapaian
tujuan pasien yang diharapkan dalam kurun waktu perawatan di rumah sakit.
Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas sebagai case
manager untuk seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masuk ke rumah sakit hingga pasien
tersebut selesai dari masa perawatan dan pengobatan. Sebagai case manager, perawat
memiliki tanggung jawab dan kebebasan untuk perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan
evaluasi. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam memberikan asuhan keperawatan
dengan metode manajemen kasus, case manager senantiasa mempertimbangkan dua
rangkaian dari quality-cost-access dan consumers-providers-funders.
Tujuan dari manajemen kasus adalah:
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan standar.
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin.
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.
4. Efisiensi biaya
5. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya.
6. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.
7. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan
Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat,
sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya
mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP). Hoffart dan Woods
(1996), mendefinisikan Model Praktik Keperawatan Profesional sebagai sebuah sistem yang
meliputi struktur, proses, dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional
mengatur pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untuk menunjang asuhan
keperawatan. Sebagai suatu model berarti sebuah ruang rawat dapat menjadi contoh dalam
praktik keperawatan professional di Rumah Sakit.
Tujuan Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional
a. Meningkatkan mutu askep melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan.
b. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan praktik keperawatan
profesional.
c. Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan penelitian keperawatan.
MPKP I: Tahun 1996, sudah diterapkan di RSCM dan RS persahabatan JKT. Perlu penataan
3 komponen utama:
Ketenagaan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan
Dokumentasi keperawatan
MPKP II: Ketenagaan, terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan
yang berfungsi:
Memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kpd perawat primer pada area
spesialisasinya
Melakukan riset dan membimbing perawat primer melakukan riset serta memanfaatkan hasil
riset dalam memberikan asuhan
Jumlah perawat spesialis 1 orang untuk 10 perawat primer
MPKP III: Ketenagaan, terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam
keperawatan klinik yang berfungsi:
Melakukan riset
Membimbing perawat melakukan riset
Memanfaatkan hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan
PERAWATAN PARSIAL
Kebersihan diri dan makan minum dibantu
Observasi TTV tiap 4 jam
Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
Folly chateter, Intake output dicatat
Klien dipasang infus, persiapan pengobatan memerlukan prosedur
PERAWATAN TOTAL
Semua kebutuhan dibantu
Posisi yang diatur, Observasi TTV tiap 2 jam
Makan melalui NGT, Terapi Intravena
Pemakaian Suction
Gelisah atau disorientasi
2) Stafing
Staffing merupakan salah satu fungsi khusus manajemen keperawatan yang terdiri dari
kegiatan-kegiatan : mengidentifikasi jenis dan jumlah dan kategori tenaga yang dibutuhkan
pasien, mengalokasikan anggaran tenaga, merekrut, seleksi dan penempatan perawat,
orientasi dan mengkombinasikan tenaga pada konfigurasi yang baik.
3) Penjadulan
Penetapan jumlah tenaga dan penjadualan adalah merupakan proses pengorganisasian sumber
daya yang berharga untuk menentukan berapa banyak dan kriteria tenaga seperti apa yang
dibutuhkan untuk setiap shift . Sedangkan menurut Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
menyebutkan bahwa agar pelayanan keperawatan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan
seorang Kepala Ruang harus menyusun jadwal dinas yang dapat mencerminkan jumlah dan
kategori tenaga yang berkemampuan baik pada setiap shift dan ada penunjukan perawat
sebagai penanggung jawab shift dengan disertai pembagian tugas yang jelas.
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA RUANG
A. Perencanaan
1. Menunjuk perawat primer dan mendeskripsikan tugasnya masing-masing
2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien yang dibantu perawat primer
4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan tingkat
ketergantungan pasien dibantu oleh perawat primer
5. Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan
6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang
dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang
akan dilakukan terhadap klien
7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
a) Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
b) Membimbing penerapan proses asuhan keperawatan
c) Menilai asuhan keperawatan
d) Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
e) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan
10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
B. Pengorganisasian
1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
2. Merumuskan tujuan metode penugasan
3. Membuat rincian tugas perawat primer dan perawat associate secara jelas
4. Membuat rencana kendali kepala ruangan yang membawahkan 2 perawat primer dan perawat
primer yang membawahkan 2 perawat associate
5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga
yang ada setiap hari, dan lain-lain
6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
7. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik
8. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada perawat primer
9. Mengetahui kondisi klien dan menilai tingkat kebutuhan pasien
10. Mengembangkan kemampuan anggota
11. Menyelenggarakan konferensi
C. Pengarahan
1. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat primer
2. Memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik
3. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
4. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep klien
5. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
6. Meningkatkan kolaborasi
D. Pengawasan
1. Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat primer mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien
2. Melalui supervisi
a) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung
secara lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat ini
b) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana
keperawatan, serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan dari perawat primer
3. Evaluasi
a) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan embandingkan dengna rencana keperawatan yang telah
disusun bersama
b) Audit keperawatan
Berikut beberapa tugas lain kepala ruangan:
mengatur jadwal dinas
mengatur dan mengendalikan kebersihan&ketertiban
mengadakan diskusi dengan staf utk memecahkan masalah ruangan
membimbing mahasiswa
melakukan kegiatan administrasi&surat menyurat
menciptakan hub kerja harmonis
memeriksa kelengkapan status stiap hari
merencanakan dan memfasilitasi fasilitas yang dibutuhkan
melaksanakan pembinaan terhadap pp dan pa
memantau dan mengevaluasi penampilan kerja
membuat peta resiko diruang rawat
merencanakan dan mengevaluasi mutu askep bersama CCM (Clinical care manager)
c) Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan,
karena dengan adanya dokumentasi yang baik, informasi mengenai keadaan pasien dapat
diketahui secara berkesinambungan. Dokumenasi juga merupakan aspek legal tentang
pemberian asuhan keperawatan, secara lebih spesifik dokumentasi keperawatan dapat
berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk pengelolaan
pasien dan penelitian dan sebagai barang bukti pertanggungjawaban dan pertangunggugatan
asuhan keperawatan serta sebagai sarana pemantauan asuhan keperawatan. Dokumentasi
keperawatan dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien, yang terdiri dari format
pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan dan catatan perkembangan pasien.
DAFTAR PUSTAKA