Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL TRAINING NEED ASSESMENT

PENGEMBANGAN KOMPETENSI
JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH SOSIAL
DI KEMENTERIAN SOSIAL

OLEH:
ACHMAD BUCHORY

BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KESEJAHTERAAN


SOSIAL REGIONAL III YOGYAKARTA
KEMENTERIAN SOSIAL
2020

1
A. Latar Belakang
Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil
maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir
dan bathin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya
bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.
Untuk mewujudkan usaha kesejahteraan sosial, maka salah satu kegiatan yang
diperlukan adalah penyuluhan sosial. Penyuluhan sosial merupakan suatu proses
pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi,
motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan, tulisan maupun peragaan
kepada kelompok sasaran sehingga muncul pemahaman yang sama, pengetahuan dan
kemauan guna berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
Kegiatan penyuluhan sosial pada hakekatnya merupakan gerak awal dan gerak dasar
pengubahan perilaku guna mendapatkan dukungan pasrtisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam pelaksanaan program dan kegiatan
pelayanan sosial oleh penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.
Pusat Pengembangan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Penyuluh Sosial
sebagai instansi dan unit pembinaan jabatan fungsional penyuluh sosial, dari hasil
registrasi Tahun Februari 2019 terdata jabatan fungsional penyuluh sosial berjumlah 428
(empat ratus dua puluh delapan) orang yang keberadaanya tersebar diberbagai satuan
kerja di lingkungan kementerian sosial, serta pada Dinas Sosial Provinsi, dan
Kabupaten/Kota. Jumlah yang tidak begitu berimbang mana kala wilayah kerja Indonesia
yang membentang dari Sabang Sampai Merauke dan jumlah penduduk Indonesia
jumlahnya kurang lebih 220 juta orang. Dari perbandingan kinerja apabila dibagi dari
jumlah penduduk maka 1 penyuluh sosial akan menangani kurang lebih 4,5 juta
penduduk Indonesia. Jumlah perbandingan yang sangat tidak berimbang dan tidak
terstandar dengan baik. Hal ini menjadi tantangan bagi kementerian sosial untuk
meningkatkan kompetensi bagi penyuluh sosial.
Jumlah populasi Penyuluh Sosial yang ada sebagaimana tersebut diatas, tentunya
tidak akan cukup juga untuk menjawab kebutuhan mengkomunikasikan,
menginformasikan, dan mengedukasi masyarakat tentang program dan kegiatan serta
permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat yang berada didaerah rawan

2
bencana, rawan konflik, terisolir dan terpencil, termasuk gugusan pulau atau komunitas
masyarakat yang terbelakang. Guna memenuhi kebutuhan untuk menjawab
permasalahan ini, maka diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) Penyuluh Sosial
secara Kualitatif maupun Kuantitatif. Penyuluh sosial yang tidak hanya menguasai
kompetensi dasar penyuluhan berbasis konvensional juga harus bisa menguasai
penyuluhan berbasiskan elektronik.
Pada pelaksanaan penyuluhan sosial para penyuluh sosial akan menggunakan alat
bantu penyuluhan yang disebut sebagai media penyuluhan. Hal ini dipergunakan agar
dapat memberikan kemudahan bagi sasaran penyuluhan untuk mengakses dan
memahami konten penyuluhan sosial. Jumlah kuantintas masyarakat dan jangkauan yang
sangat luas dari kegiatan penyuluhan sosial, maka para penyuluh sosial sudah tidak
memungkinkan untuk melaksankan kegiatan penyuluhan sosial yang berbasiskan tatap
muka atau mengunjungi daerah-daerah rawan sosial. Prisnsip dasar kegiatan penyuluhan
adalah sebagai gerakan pencegahan juga sehingga tidak hanya dilaksanakan ketika suatu
daerah mengalami bencana sosial maupun bencana alam. Untuk itu, maka penyuluh
sosial harus mampu melaksanakan kegiatan penyuluhan sosial melalui media elektronik
dan internet untuk menjangkau jumlah penerima dan daerah yang banyak dan luas.
Dengan demikian, SDM Penyuluh Sosial harus memiliki kompetensi dalam pengelolaan
media penyuluhan baik yang bersifat cetak, elektronik, maupun internet.
Kegiatan program penyuluhan sosial berbasiskan teknologi informasi solusi
kongkrit yang harus dilakukan oleh para pejabat fungsional penyuluh sosial di
kementerian sosial dan Dinas Sosial Provinsi serta Kabupaten/Kota. Fenomena program
penyuluhan sosial menggunakan media elektronik mulai ditinggalkan di era pasca
reformasi ini bahkan semakin tenggelam di era millinial yang seharusnya memudahkan
bagi para penyuluh sosial untuk melakukan kegiatan penyuluhan sosial berbasis
teknologi informasi. Di era orde baru sering kita melihat tontonan di televisi iklan-iklan
masyarakat berupa konten penyuluhan sosial, tapi di era saat ini malah justru iklan-iklan
berbasiskan penyuluhan sosial jarang kita temui. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian survai media yang dilakuka oleh penulis meggunakan google form yang
disebar secara acak di 32 provinsi selama kurun waktu 3 bulan ditahun 2019 sebagai
berikut:

3
Bagan 1
Intensitas Tayangan Media Elektronik

Media Elektronik
iklan produk Kampanye Politik
Berita Penyuluhan Sosial

10%
8%

23% 59%

Bagan 2
Intensitas Masyarakat Melihat Konten Media Elektronik

20
15
10
Muda
5
0 Setengah Baya
Muda Orang Tua

4
Bagan 3
Alasan Tidak Melihat Media Elektronik Konten Penyuluhan Sosial

Alasan
Tidak Menarik Jarang ada
tidak informatif Tidak tahu

10%
8%

23% 59%

Sumber: Penulis 2019


Dari hasil riset survai media diatas jelas menunjukan bahwa keberadaan media
penyuluhan sosial jarang ditemukan media-media elektronik. Dari data pertama dapat
dijelaskan bahwa konten yang bersifat komersial seperti iklan sangat mendominasi
disusul iklan kampanye (tahun politik) dibandingkan dengan konten penyuluhan sosial
dan berita. Hal ini sangat mengkhawatirkan dimana penyuluhan sosial yang seharusnya
menjadi ujung tombak pencegahan agar tidak terjadi krisis moral dimasyarakat malah
justru jarang ditampilkan pada media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Pada
data kedua dikalangan lapisan masyarakat juga jarang melihat atau menonton konten-
konten penyuluhan sosial justru mereka mendominasi melihat yang bersifat hiburan. Hal
ini juga dipertegas dalam data 3 dimana alasan masyarakat tidak melihat program
penyuluhan sosial di media elektronik adala tidak menarik dan jarang ada. Maka dari itu,
ini menjadi tantangan bagi penyuluh sosial untuk meningkatkan kompetensi kerjanya
dibidang penyuluhan sosial berbasis teknologi informasi.
Data riset ini juga diperkuat dengan hasil studi dokumentasi DUPAK yang sudah
dikirim oleh para pejabat fungsional penyuluh sosial di Pusat Pengembangan Pejabat

5
Fungsional Pekerja Sosial dan Penyuluhan Sosial. Dari dokumen yang diteliti oleh
penulis bahwa hampir 90% laporan kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh
sosial berbasiskan konvensional, 5% kegiatan penyuluhan sosial berbasiskan teknologi
informasi dan sisanya 5% kegiatan pendukung lainya. Data ini sejalan dengan hasil
survai media diatas dimna media program penyuluhan sosial melalui media elektronik
sangat rendah ditemukan. Hal ini dikarenakan kegiatan penyuluhan sosial masih
berorientasi pada penyuluhan yang bersifat konvensional. Maka dari itu, ada
permasalahan pengembangan kompetensi penyuluh sosial dalam penguasaan teknologi
informasi.
Penguasaan Kompetensi Teknologi Informasi harus dimiliki oleh para pejabatan
fungsional penyuluh sosial. Dengan kompetensi ini diharapkan penyuluh sosial bisa
merumuskan program penyuluhan sosial yang berbasiskan teknologi informasi.
Kompetensi yang harus dimiliki adalah bagaimana merencanakan penyuluhan sosial
berbasis teknologi informasi, mengetahui tahapan penyuluhan sosial berbasis informasi,
mengenal dan menjalankan aplikasi multimedia untuk mendesain konten penyuluhan
sosial, menganalisis dan menyusun e-data kemiskinan sebagai dasar untuk menentukan
sasaran penyuluhan sosial, serta mampu melaksakan penyuluhan sosial diberbagai media
elektronik dan media sosial lainya. Kompetensi-kompetensi wajib dimiliki untuk
menjawab tantangan penyuluhan di era millineal ini.
Dengan demikian, untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan sosial diperlukan
sumber daya manusia Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki pengetahuan
keterampilan dan dedikasi sebagai seorang penyuluh sosial yang bisa merubah perilaku
masyarakat untuk berperan serta dalam Usaha Kesejahteraan Sosial serta dapat
menjangkau wilayah yang luas. Hal ini karena penyuluh sosial adalah jabatan yang
mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan
kegiatan penyuluhan bidang pembangunan kesejahteraan sosial yang diduduki oleh
Aparatur Sipil Negara dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh
pejabat yang berwenang. Untuk itu maka dirasa perlu untuk dilaksanakan Diklat Teknis
Penyuluh Sosial Berbasiskan Teknologi Informasi.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
2. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

6
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial.
4. Peraturan Presiden nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Per/06/M.Pan/4/2008 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial Dan Angka
Kreditnya
6. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 29/HUK/2003 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Manusia Kesejahteraan Sosial.
7. Peraturan Bersama Menteri Sosial Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
41/Huk-Pps/2008 Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Penyuluh Sosial Dan Angka Kreditnya.
8. Keputusan Menteri Sosial No 58 Tahun 2018 tentang Pendoman dan Pelatihan
Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial
9. Permenos No 20 Tahun 2015 Tentang OTK Kementerian Sosial
C. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Perancangan program pengembangan kompetensi melaui Training need
Assesment jabatan fungsional penyuluh sosial dan Penyuluh Sosial Masyarakat
berbasis teknologi informasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang
mendalam dan keterampilan kepada pejabat fungsional penyuluh sosial di
kementerian sosial tentang konsep dan implementasi penyuluhan sosial berbasiskan
teknologi informasi yang nantinya akan muncul berbagai kegiatan pengembangan
kompetensi melalui diklat dan bimbingan teknis maupun workshop/seminar.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Perancangan program TNA teknis jabatan penyuluh sosial dan Penyuluh Sosial
Masyarakat berbasis TI bertujuan untuk menggali keterampilan kompetensi
teknologi informasi dalam melaksanakan penyuluhan sosial di masyarakat
sehingga dapat mengoptimalkan pelayanan penyuluhan sosial dimasyarakat
dengan jangkauan yang luas.
b. Tujuan Khusus

7
Secara khusus, program TNA SDM Penyuluhan Sosial dan Penyuluh Sosial
Masyarakat berbasis Teknologi Informasi ini peserta diharapkan mampu:
1) Menyusun instrumen pendataan kemiskinan secara online
2) Mengelola data kemiskianan secara digital atau aplikasi
3) Melakukan analisis data kemiskinan menggunakan aplikasi digital.
4) Merencanakan penyuluhan sosial berbasis digital
5) Mengoperasikan aplikasi media sosial sebagai alat untuk penyuluhan sosial
6) Membuat konten penyuluhan sosial yang menarik dengan menggunakan
aplikasi desain grafis
7) Mampu membuat video penyuluhan menggunakan aplikasi multimedia
8) Menyusun dan mempraktikan penyuluhan sosial dengan menggunakan
aplikasi radio
9) Menyusun dan mempraktikan penyuluhan sosial dengan menggunakan media
televisi
10) Menyusun dan mempraktikan penyuluhan sosial menggunakan media
sosial/internet

D. Analisis Pengembangan Kompetensi Kerja Pejabat Fungsional Penyuluh Sosial


1. Analisis Kompetensi Kerja Penyuluh Sosial
Pada sub ini akan diuraikan dan dianalisis tentang kondisi kompetensi para
pejabatan fungsional penyuluh sosial di kementerian sosial dalam melaksanakan kegiatan
program penyuluhan sosial berdasarkan peraturan menteri sosial nomer 61 tahun 2008
tentang petunjuk teknis jabatan fungsional penyuluh sosial dan angka kreditnya. Didalam
aturan ini, standart kompetensi yang harus dimiliki pejabat fungsional penyuluhan sosial
yang adalah melaksankan kegiatan penyuluhan sosial baik yang bersifat konvensional
dan yang berbasiskan teknologi informasi. Kegiatan ini harus dilakukan sebagai tugas
pokok dan fungsi dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Standar kompetensi bidang keahlian merupakan refleksi atas kompetensi yang
diharapkan dimiliki seseorang yang berkerja dalam bidang tersebut. Di samping itu,
standar tersebut harus memiliki kesetaraan dengan standar standar relevan yang berlaku
pada sektor industri atau profesi di negara lain yang berlaku secara internasional,
sehingga memudahkan profesional dalam bidang tersebut untuk bekerja baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Penerapan standar kompetensi kerja memerlukan
dukungan aspek lain seperti sistem akreditasi dan sertifikasi serta pembinaan dan

8
pengawasan penerapan kegiatan standar kompetensi yang seluruhnya perlu tertuang
dalam suatu sistem standarisasi kompetensi nasional.
Proses penyusunan standar kompetensi kerja Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial ini
dimulai dengan mengidentifikasi tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang melekat pada
instansinya khususnya dibidang pelayanan kesejahteraan sosial. Dalam penyusunan
standar kompetensi kerja Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial ini mengacu kepada
beberapa kebijakan pemerintah sebagai berikut:
1. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
2. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial.
4. Peraturan Presiden nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Per/06/M.Pan/4/2008 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial Dan Angka
Kreditnya
6. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 29/HUK/2003 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Manusia Kesejahteraan Sosial.
7. Peraturan Bersama Menteri Sosial Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
41/Huk-Pps/2008 Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Penyuluh Sosial Dan Angka Kreditnya.
8. Keputusan Menteri Sosial No 58 Tahun 2018 tentang Pendoman dan Pelatihan
Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial
9. Permenos No 20 Tahun 2015 Tentang OTK Kementerian Sosial
Dalam Permensos No 16 Tahun 2017 bahwa Standar Nasional Sumber Daya
Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial dimaksudkan untuk melaksanakan
pendayagunaan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. Dalam hal ini
penyelenggaraan kesejahteraan sosial menurut Keputusan Menteri Sosial No. 10 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penyuluhan Sosial menjelaskan bahwa
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan
berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

9
Untuk mewujudkan hal tersebut maka dibutuhkan 4 unsur SDM Kesejahteraan sosial
yaitu : Penyuluh Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial, Relawan Sosial, dan Pekerja
Sosial. Unsur-unsur tersebut yang bertugas menyelenggarakan kesejahteraan sosial dari
tingkat desa, kecamatan dan kabupaten/kota.
Penyuluh Sosial menjadi SDM kesejahteraan sosial pertama dalam menyelenggaraan
kesejahteraan sosial di masyarakat. Dalam permensos No. 10 Tahun 2014 bahwa
Penyuluhan Sosial dimaksudkan sebagai gerak dasar dan awal untuk dapat lebih
memberikan kesiapan dan manfaat program bagi sasaran yang ditandai adanya
peningkatan pengetahuan, adanya kepercayaan dan keyakinan akan perubahan serta
kesadaran dari sasaran untuk mempunyai rasa tanggung jawab penuh dalam diri sendiri
sehingga penyelenggaraan program kesejahteraan sosial dapat dikelola dan dimanfaatkan
dengan baik dalam setiap program penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Untuk
dibutuhkan standart kompetensi kerja bagi Jabatan fungsional Penyuluh Sosial.
Dalam penyusunan standart kompetensi kerja ini, maka kementerian sosial
menyusun suatu standart tentatif mengenai apa yang seharusnya menjadi fungsi-fungsi
pokok Penyuluh Sosial dalam pelayanan Kesejahteraan Sosial kepada masyarakat. Pada
Permensos No. 10 Tahun 2014 tentang penyuluhan sosial, program penyuluhan sosial
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk:
a. Terwujudnya peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang sama dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
b. Meningkatkan kualitas dan komitmen penyelenggaraan pelayanan sosial yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat; dan
c. Menyinergikan sumber daya manusia penyuluh sosial dalam penyelenggaraan
kegiatan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan hal tersebut maka, untuk mencapai tujuan pengembangan pelayanan
kesejahteraan sosial dalam masyarakat di wilayah daerah rawan sosial maupun non
rawan sosial diperlukan penyusunan Standar Kompetensi kerja bagi jabatan fungsional
penyuluh sosial di lingkungan kementerian sosial, dinas sosial provinsi dan
kabupaten/kota. Standar Kompetensi Kerja yang disusun disesuaikan dengan tujuan dari
pelaksanaan program penyuluhan sosial di daerah rawan sosial maupun non rawan sosial.
Setiap Standar Kompetensi kerja akan di uraikan tugas-tugas pokok dalam
penyelenggaraan penyuluhan sosial di daerah rawan sosial maupun non rawan sosial.

10
Adapun Standar Kompetensi Kerja yang didapatkan dari pemetaan dilapangan adalah
sebagai berikut:
1. Menyusun gambaran umum tentang kondisi, situasi, isu-isu, permasalahan, dan
program kesejahteraan sosial secara faktual yang akan disuluhkan.
2. Mengelola dan menganalisis data kemiskinan secara konvensional atau elektronik
3. Menetapkan sasaran garapan penyuluhan sosial
4. Melakukan asesment terhadap kelompok sasaran lingkungan sosial
5. Merencanakan program penyuluhan sosial konvensional atau non konvensional
6. Menyusun Materi Program Penyuluhan Sosial Secara Konvensional dan Non
Konvensional
7. Mendesain bahan penyuluhan sosial konvensional dan non konvensional
menggunakan aplikasi multimedia
8. Melaksanaan penyuluhan sosial secara konvensional dan non konvensional
9. Melaksanakan penyuluhan sosial menggunakan media multimedia
10. Membangun jejaring dan kemitraan kerja penyuluhan masyarakat.
11. Melakukan pengembangan model, metode, teknik, dan media penyuluhan sosial.
12. Menyusun instrumen evaluasi penyuluhan sosial.
Standart Kompetensi Kerja diatas wajib dimiliki oleh pejabat fungsional penyuluh
sosial agar mereka dapat melaksakan program penyuluhan sosial dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara profesional. Standart kompetensi kerja harus terus
dikembangkan sehingga pelayanan yang diberikan oleh penyuluh sosial dalam program
penyuluh sosial bisa optimal untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
Jangkauan wilayah yang masuk kategori rawan sosial maupun non rawan sosial harus
dijadikan parameter jabatan penyuluh sosial dalam mengoptimalkan berbagai dukugan
kinerja yang lebih profesional. Untuk itu pengembangan terhadap standart kompetensi
menjadi tanggung jawab instansi pembina dalam hal ini Kementerian Sosial.
Kegiatan penyuluhan sosial yang dilakukan oleh para pejabat fungsional penyuluh
sosial harus mengacu pada kompetensi kerja yang disusun oleh kementerian sosial.
Kompetensi kerja tersebut dijasikan standarisasi pelayanan penyuluhan sosial kepada
masyarakat di Indonesia. Pelayanan penyuluhan sosial yang standart dimaksudkan agar
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya untuk mengurangi angka
kemiskinan di Indonesia. Akses-akses pelayanan penyuluhan sosial harus semakin
11
mudah didapatkan oleh masyarakat sehingga terjadi perubahan sosial kearah yang lebih
baik dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian stimulus-stimulus negatif bisa
dicegah secara sistematis sehingga terciptanya masyarakat yang beradab dan memiliki
kemandiri.
Secara umum kegiatan penyuluh sosial yang dilaksanakan oleh pejabatan fungsional
penyuluh sosial belum semuanya melaksankan kompetensi kerja. Hal ini dapat dilihat
dari kinerja para pejabat fungsional penyuluhan sosial yang hanya melaksanakan
kegiatan penyuluhan sosial yang bersifat konvensional yaitu pelaksanaan kegiatan
penyuluhan sosial dengan menggunakan metode tatap muka serta menggunakan media
yang masih sederhana. Kegiatan ini tercermin dari laporan penyuluhan sosial yang dibuat
oleh pejabat penyuluh sosial. Dengan demikian jangkauan pelayanan penyuluhan sosial
menjadi sempit dan hanya bersifat lokalisasi penyuluhan. Padahal seharusnya jangkauan
pelayanan penyuluhan sosial sangat luas dan mencakup seluruh elemen masyarakat baik
kelompok rentan, kelompok menengah, dan kelompok atas serta juga semua golongan
umur.
Pelaksanaan penyuluhan sosial yang hanya berbasiskan konvensional tidak bisa
menjawab tantangan kebutuhan pelayanan penyuluhan sosial yang sangat luas dan
mencakup semua elemen masyarakat. Penyuluh sosial seharusnya melaksanakan seluruh
kompetensi kerjanya yaitu diantarannya adalah penyuluhan sosial menggunakan media
elektronik dan internet. Selama ini konten-konten penyuluhan sosial yang bersifat
elektronik dan internet masih sangat jarang ditemui oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan
secara ilmiah dari riset media yang menunjukan bahwa konten media penyuluhan sosial
elektronik dan internet hampir jarang ditemui. Seharusnya konten-konten tersebut
banyak masyarakat temui di era digitalisasi ini sebagai bahan pengetahuan dan informasi
positif untuk merubah perilaku-perilaku negatif dalam upaya mewujudkan masyarakat
yang beradab dan bermoral serta mengurangi angka kerentanan sosial.
Pelaksanaan Standart kompetensi Kerja penyuluh sosial yang tidak menyuluruh
mengakibatkan pelayanan penyuluhan di masyarakat tidak optimal. Masyarakat masih
banyak kesulitan mengakses penyuluhan sosial. Target penyuluhan sosial juga tidak
optimal dan jangkauan wilayahnya sangat terbatas. Disamping itu, konten materi
penyuluhan sosial yang disampaiakan kepada masyarakat juga kurang menarik dengan
demikian masyarakat tidak begitu berminat memahami materi-materi penyuluhan sosial

12
yang dilakukan ole penyuluh sosial. Keadaan demikianlah yang terjadi pada pelaksanaan
penyuluh sosial dimasyarakat.
2. Analisis Kesenjangan Kompetensi Penyuluh Sosial
Pengukuran kesenjangan kompetensi pekerjaan dilakukan dengan survai online
kepada penyuluh sosial dengan membandingkan dengan uraian analisis kompetensi kerja
yang dibuat oleh Kementerian Sosial. Selain itu, dilakukan wawancara kepada beberapa
penyuluh sosial secara acak dan observasi kinerja pelaksanaan penyuluhan sosial di satuan
kerjanya. Langkah demikian menjadikan adanya kesenjangan kerja yang didapatkan
kemudian dilengkapi dengan hasil diskusi kelompok terfokus dengan pihak-pihak yang
dianggap memahami akar permasalahan yang ada. Data yang didapat kemudian dianalisis
kesenjangannya sehingga permasalahan kenapa masyarakat kesulitan mengakses
pelayanan penyuluhan sosial serta jangkauan penyuluh sosial yang sempit akan dapat
dirumuskan dengan sistematis.
Dari hasil survai online, wawancara, observasi dan diskusi kelompok terfokus
dengan pihak-pihak yang dianggap memahami permasalahan yang ada hasil analisis
kesenjangan dari beberapa kompetensi dasar kerja diatas yang dialami para penyuluh
sosial. Kesenjangan kompetensi yang didapatkan adalah tentang penguasaan teknologi
informasi dalam melaksanakan program penyuluhan sosial di masyarakat. Kesenjangan
penguasaan teknologi informasi juga menghambat kinerja penjangkauan pelaksanan
program penyuluhan sosial. Disamping itu lemahnya pengusaan teknologi informasi
membuat hasil konten media penyuluhan sosial tidak mendapatkan respon dari
masyarakat. Akibatnya tujuan penyuluhan sosial untuk merubah perilaku masyarakat
untuk menciptakan kesejahteraan sosial tidak bisa dilaksakan secara optimal.
Kesenjangan kompetensi kerja lainya adalah penguasaan analisis data kemiskinan
serta penyusunan data kemiskinan berbasiskan elektronik. Penyuluh sosial harus memiliki
kemampuan dan keterampilan dalam mengelola data kemiskianan untuk menentukan
sasaran penyuluhan sosial. Disamping itu keterampilan ini juga digunakan untuk
menentukan status daerah penyuluhan apakah daerah tersebut termasuk daerah rawan
sosial maupun non rawan sosial. Maka dari itu, keterampilan assesment elektronik sangat
dibutuhkan oleh penyuluh sosial meningat jangkauan daerah penyuluhan sangat luas
sehingga nantinya bisa menyusunan pemetaan sosial yang menjelaskan daerah rawan
sosial dan non rawan sosial. Dengan demikian, intevensi penyuluhan sosial bisa dilakukan
secara tepat sesuai kategori daerahnya.

13
Kesenjangan kompetensi kerja pejabat fungsional penyuluh sosial juga
mengakibatkan produksi konten-konten media penyuluhan sangat rendah. Jarang sekali
masyarakat melihat dan menemukan media-media yang mensiarkan materi tentang
penyuluhan sosial. Masyarakat kesulitan untuk mendapatkan akses-akses materi
penyuluhan sosial yang dapat membantu perubahan perilaku yang salah kearah pada
perilaku yang benar. Hal ini menjadi akibat karena lemahnya penguasaan kompetensi
kerja penyuluhan sosial di bidag teknologi informasi. Mereka seharusnya mampu
memproduksi konten-konten penyuluhan di berbagai media, tidak hanya dimedia bersifat
konvensional juga bisa berupa media elektronik maupun internet.
Munculnya kesenjangan kompetensi kerja pejabat fungsional penyuluh sosial dalam
penguasaan teknologi informasi yang mengakibatkan permasalahan kinerja pelayanan
sosial dapat dianalisis dengan data yang sudah didapatkan. Hasil pengukuran kompetensi
terhadap 97 pegawai Pejabat Fungsional Penyuluh Sosial di Kementerian Sosial dan Dinas
Provinsi, Kabupaten/Kota di wilayah kerja BBBPPKS Regional III Yogyakarta yang
meliputi (DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, dan NTB) yang disurvai dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1
Kompetensi Kerja Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial

Tingkat Kompetensi
Tidak Kurang Cukup Mampu Sangat
No Kompetensi
Mampu Mampu Mampu Mampu
F % F % F % F % F %
1 Menyusun dan mengelola data 45 21 39 17 68 31 % 49 22 21 9%
kemiskinan berbasiskan teknologi % % %
dan informasi
2 Melaksanakan assesment daerah 39 17 37 14 88 47 % 33 13 22 9%
penyuluhan yang berbasikan % % 5
teknologi informasi.
3 Membuat Peta Daerah Rawan 49 22 47 21 64 29 % 41 19 21 9%
Sosial dan Non Rawan Sosial % % %
menggunakan aplikasi digital.
4 Mengetahui perencanaan 71 32 52 23 47 21 % 30 14 12 5%
penyuluhan sosial berbasis % % %
teknologi informasi
5 Mengetahui tahapan pelaksanaan 74 33 63 28 69 31 % 11 6 5 2%
penyuluhan sosial berbasiskan % % %
teknologi informasi
6 Menyusun konten, desain, dan 69 31 55 25 73 32 % 15 7 10 5%
14
materi penyuluhan sosial di media % % %
elektronik seperti radio dan
televisi.
7 Menyusun konten, desain, dan 67 30 43 19 57 26 % 41 18 24 10
materi penyuluhan sosial di media % % % %
sosial seperti facebook, whatsup,
instagram, twitter, dan youtube.
8 Menyusun konten, desain, dan 44 20 41 19 60 27 5 47 21 30 0,5
materi penyuluhan sosial di media % % 5 %
website dan webinar
(telecoference).
9 Mengetahui dan memahami 89 40 61 28 44 20 % 17 8 11 5%
penggunaan aplikasi multimedia % % %
dalam pembuatan konten
penyuluhan sosial
Rata-Rata 66 29 50 22 61 27% 30 14 16 8%
8/ % 1/ % 1/ 3/ % 4/2
22 22 22 22 22
20 20 20 20 0

Penjelasan dari data yang ditunjukan oleh tabel di atas adalah sebagai berikut:
Pertama, prosentase jumlah pegawai yang menyatakan kompeten untuk kelompok
kompetensi ini adalah sebesar 22 %, yaitu yang menyatakan mampu sebanyak 14 % dan
sangat mampu sebanyak 8 %. Namun demikian, jumlah pegawai yang menjadi responden
penelitian yang menyatakan bahwa mereka belum mampu atau kompeten melaksanakan
tugas melaksanakan penyuluhan sosial berbasis teknologi informasi adalah sebanyak 78 %
yang ditunjukkan oleh data prosentase pegawai yang menyatakan belum mampu, kurang
mampu dan cukup mampu, masing-masing sebesar 29 %, 22 % dan 27 %. Ini berarti
bahwa sebagian besar responden pada kementerian sosial dan provinsi, kabupaten/kota
menyatakan belum kompeten atau mampu melaksanakan penyuluhan sosial berbasis
teknologi secara optimal.
Kedua, dari hasil perhitungan terhadap setiap unit kompetensi yang ada dalam
kelompok kompetensi ini, urutan unit kompetensi dari yang paling dikuasai sampai yang
paling tidak dikuasasi oleh responden adalah sebagai berikut:
Tabel 2:
Prosentase jumlah responden yang kompeten dan belum kompeten untuk setiap unit
kompetensi pengelolaan informasi
NO UNIT KOMPETENSI RESPONDEN RESPONDEN
KOMPETEN BELUM
(%) KOMPETEN (%)

15
1 Menyusun dan mengelola data kemiskinan 33,5 % 66,5 %
berbasiskan teknologi dan informasi
2 Melaksanakan assesment daerah penyuluhan 31 % 69 %
yang berbasikan teknologi informasi.
3 Membuat Peta Daerah Rawan Sosial dan Non 28 % 72 %
Rawan Sosial menggunakan aplikasi digital.
4 Mengetahui perencanaan penyuluhan sosial 25 % 75 %
berbasis teknologi informasi
5 Mengetahui tahapan pelaksanaan penyuluhan 24 % 76 %
sosial berbasiskan teknologi informasi
6 Menyusun konten, desain, dan materi 22 % 78 %
penyuluhan sosial di media elektronik seperti
radio dan televisi.
7 Menyusun konten, desain, dan materi 13 % 87 %
penyuluhan sosial di media sosial seperti
facebook, whatsup, instagram, twitter, dan
youtube.
8 Menyusun konten, desain, dan materi 12 % 88 %
penyuluhan sosial di media website dan
webinar (telecoference).
9 Mengetahui dan memahami penggunaan 12 % 88 %
aplikasi multimedia dalam pembuatan konten
penyuluhan sosial

Data di atas menunjukan bahwa unit kompetensi yang paling dikuasai oleh responden
adalah Menyusun dan mengelola data kemiskinan berbasiskan teknologi dan informasi
dan Melaksanakan assesment daerah penyuluhan yang berbasikan teknologi informasi.
Sedangkan unit kompetensi yang paling tidak dikuasai oleh responden adalah Menyusun
konten, desain, dan materi penyuluhan sosial di media sosial seperti facebook, whatsup,
instagram, twitter, dan youtube.dan Mengetahui dan memahami penggunaan aplikasi
multimedia dalam pembuatan konten penyuluhan sosial.
Ketiga, sebagaimana dikemukakan untuk analisis kelompok kompetensi yang
pertama yang memakai asumsi bahwa kebutuhan diklat mutlak diperlukan apabila lebih
dari atau sama dengan 60 % dari jumlah responden belum kompeten, maka 10 (sepuluh)
unit kompetensi dalam kelompok kompetensi penyeluhan sosial berbasis teknologi
informasi merupakan kebutuhan diklat, karena semua prosentase jumlah respondennya di
bawah 60 %.
Keempat, dengan menggunakan kerangka urgensi kebutuhan diklat yang dibagi
menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah, maka tingkat kebutuhan diklat untuk
kelompok kompetensi ini adalah:
Tabel 2.3:
16
Tingkat kebutuhan diklat setiap unit kompetensi

Jumlah Unit
No Tingkat Kebutuhan Unit kompetensi
Kompetensi
1 Tinggi (Mutlak Menyusun konten, desain, dan materi 4 (empat)
Diklat) penyuluhan sosial di media elektronik
seperti radio dan televisi.
Menyusun konten, desain, dan materi
penyuluhan sosial di media sosial
seperti facebook, whatsup, instagram,
twitter, dan youtube.
Menyusun konten, desain, dan materi
penyuluhan sosial di media website dan
webinar (telecoference).
Mengetahui dan memahami
penggunaan aplikasi multimedia dalam
pembuatan konten penyuluhan sosial
2 Sedang (Perlu Diklat) Mengetahui tahapan pelaksanaan 3 (Tiga)
penyuluhan sosial berbasiskan
teknologi informasi
Menyusun konten, desain, dan materi
penyuluhan sosial di media elektronik
seperti radio dan televisi.
Menyusun konten, desain, dan materi
penyuluhan sosial di media sosial
seperti facebook, whatsup, instagram,
twitter, dan youtube.
3 Rendah (Tidak Menyusun dan mengelola data 2 (Dua)
Terlalu Butuh) kemiskinan berbasiskan teknologi dan
informasi
Melaksanakan assesment daerah
penyuluhan yang berbasikan teknologi
informasi.

3. Solusi Kesenjangan Kompetensi Kerja Penyuluh Sosial


Kesenjangan kompetensi kerja yang terjadi mengakibatkan optimalisasi pelayanan
penyuluhan sosial tidak maksimal. Padahal peran penyuluhan sosial dimasyarakat sangat
dibutuhkan untuk menekan angka kemiskinan bahkan mengurangi angka kemiskinan di
Indonesia. Penyuluhan sosial juga memiliki tujuan untuk perubahan sosial yaitu merubah
pola berpikir masyarakat yang tidak teratur menjadi kearah masyarakat yang beradab dan
bermoral. Disamping itu, pelaksanaan penyuluh sosial juga dapat memberikan
pengetahuan kepada para kelompok rentan agar bisa lebih mandiri.
Adanya misi besar dalam kegiatan penyuluhan sosial di masyarakat tersebut maka
harus diurai kesenjangan kerja para pejabat fungsional penyuluh sosial. Hasil analisis
17
kesenjangan dengan kenyataan kerja dilapangan terjadi sinkronisasi dimana kesenjangan
penguasaan teknologi informasi oleh para pejabat fungsional penyuluh sosial berdampak
pada keadaan moral masyarakat mengalami degradasi dikarenakan sulitnya mendapatkan
akses penyuluhan sosial. Disamping itu juga mentalitas kelompok rentan juga tidak
termotivasi dengan baik untuk mau keluar dalam lingkara kerentanan sosial. Maka dari itu,
pendidikan pelatihan penyuluhan sosial berbasis teknologi informasi menjadi solusi
kongkrit untuk meningkatkan kompetensi kerja penyuluh sosial sehingga dapat
memberikan pelayanan yang lebih optimal dan meluas sasaranya. Program ini disusun
sebagai cara untuk memenuhi kesenjangan kompetensi kerja para penyuluh sosial
dibidang teknologi informasi.
Pemenuhan kebutuhan pengembangan kompetensi dalam meningkatkan
penyuluhan sosial berbasiskan teknologi informasi menjadi sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh stakeholder pembina jabatan fungsional. Hal ini dikarenankan adanyan
tuntunan perubahan jaman yang sudah mengarah pada revolusi 4.0 atau digitalisasi.
Perubahan jaman mengarah pada revolusi 4.0 telah memberikan kemudahan bagi
penyuluh sosial untuk meberikan pelayanan penyuluhan sosial kepada masyarakat. Untuk
itu kebutuhan pengetahuan untuk menunjang pelaksanaan kompetensi kerja penyuluh
sosial adalah sebagai berikut:
1. Menyusun dan mengelola data kemiskinan berbasiskan teknologi dan informasi.
2. Melaksanakan assesment daerah penyuluhan yang berbasikan teknologi informasi.
3. Membuat Peta Daerah Rawan Sosial dan Non Rawan Sosial menggunakan aplikasi
digital.
4. Mengetahui perencanaan penyuluhan sosial berbasis teknologi informasi
5. Mengetahui tahapan pelaksanaan penyuluhan sosial berbasiskan teknologi informasi
6. Menyusun konten, desain, dan materi penyuluhan sosial di media elektronik seperti
radio dan televisi.
7. Menyusun konten, desain, dan materi penyuluhan sosial di media sosial seperti
facebook, whatsup, instagram, twitter, dan youtube.
8. Menyusun konten, desain, dan materi penyuluhan sosial di media website dan webinar
(telecoference).
9. Mengetahui dan memahami penggunaan aplikasi multimedia dalam pembuatan
konten penyuluhan sosial.

18
Kebutuhan pengetahuan diatas menjadi sesuatu yang wajib dimiliki oleh para
penyuluh sosial agar kinerja-kinerja pelayanan lebih baik dan mengena pada semua
elemen masyarakat. Kebutuhan tersebut bisa didapatkan dengan pelaksanaan diklat teknis
penyuluhan sosial berbasiskan teknologi informasi. Diklat ini akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan teknologi informasi sebagai jawaban penyelesaian masalah
kesenjangan kerja para pejabat fungsional penyuluh sosial.
E. Hasil Yang Diharapkan
Training Need Assesment akan menghasilkan output dan outcome kediklatan sebagai
berikut:
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman pejabat fungsional penyuluh sosial
teknologi informasi untuk mendukung program penyuluhan sosial.
2. Mendorong program penyuluhan sosial berbasiskan teknologi informasi sehingga
mudah diakses oleh masyarakat.
3. Meningkatkan keterampilan jabatan fungsional penyuluh sosial dibidang teknologi
informasi untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi penyuluhan sosial.
4. Meningkatkan kinerja pejabat fungsional penyuluh sosial di instansi kerjanya.
5. Meningkatkan perubahan kinerja instansi penyuluh sosial dalam mengembangkan
program penyuluhan sosial untuk mengurangi angka kemiskinan didaerahnya.
F. Sasaran Peserta TNA
Kegiatan TNA/AKD SDM Kesejahteraan Sosial Penyuluh Sosial Berbasis Teknologi
Informasi ini diperuntukan untuk semua tingkatan jenjang Pejabat Fungsional Penyuluh
Sosial dan Penyuluh Sosial Masyarakat sehingga dapat memberikan peningkatan standart
kompetensi kerja pejabat fungsional penyuluh sosial.
G. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan Diklat Teknis Penyuluh Sosial Berbasis Teknologi Informasi selama
60 Jam Pelatihan dengan durasi waktu 6 (enam) hari kerja. Tempat pelaksanaan di
Kampus Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Regional III
Yogyakarta. Jl. Purwomartani Raya, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
H. Penutup
Demikianlah Proposal Training Need Assesment SDM Kesejahteraan Sosial Penyuluh
Sosial kami buat agar menjadi pertimbangan BBPPKS untuk melaksakan kegiatan ini.
Pelaksanaan kegiatan nantinya akan memunculkan diklat teknis untuk SDM Penyuluh
Sosial sehingga dapat meningkatkan kompetensinya.

19

Anda mungkin juga menyukai