Anda di halaman 1dari 5

Catatan super ringkas tentang Teori Jean Baudrillard

Hiperrealitas

(Rachmadhidayat@ugm.ac.id)

Teori hiperealitas adalah teori untuk menjelaskan konstruksi kesadaran populis pada
masyarakat post-modern yang, menurut Baudrillard, dipenuhi distribusi dan reproduksi
tanda-tanda yang masif. Ketergantungan pada tanda yang akut adalah salah satu ciri
masyarakat post-modern.

Menurut Baudrillard, masyarakat modern dicirikan dan diorganisasi oleh bentuk produksi
dan konsumsi akan komoditas. Sementara masyarakat post-modern atau masyarakat
kapitalis lanjut, diatur berdasar simulasi dan permaian tanda dan imaji-imaji. Sebagai
implikasinya, model-model, tanda dan imaji adalah bentuk pengorganisasian dari
tatanan sosial yang lebih baru, masyarakat post-modern, di mana simulasi tanda-tanda
tersebut beroperasi. Masyarakat post-modern adalah masyarakat penonton, pemirsa,
spectacle society.

Tanda adalah objek buatan yang semula berfungsi untuk mengkomunikasikan suatu
keadaan atau kenyataan. Artinya tanda tidak berdiri sendiri, karena ia hanyalah sinyal
dari sebuah keadaan empiris lainnya. Namun dalam masyarakat post-modern, tanda
telah bergeser dari fungsi dan posisi tersebut, di mana tanda diciptakan dan digunakan
untuk dirinya sendiri tanpa perlu merujuk pada kenyataan. Teori tanda ini adalah adopsi
dari teori semiologi Roland Barthes.

Tanda yang seperti ini, yang berdiri sendiri dan tidak memiliki relasi dengan duninya
nyata, disebut oleh Baudrillard sebagai Simulakrum.

Dalam masyarakat post-modern, simulakrum adalah objek yang sangat dominan,


memenuhi ruang publik, menjadi objek konsumsi kesadaran masa, dan membentuk
jaringan-jaringan yang cakupannya tidak bisa ditentukan (ini disebut Simulakra).

1
Produsen utama simulakrum adalah teknologi media dan informasi, yang didorong oleh
politik ekonomi, pertarungan kekuasaan dan manipulasi populasi modern.

Suatu saat, jaringan-jaringan simulakrum menjadi demikian masif dan mencipatakan


keadaan di mana: (1) ruang publik menjadi imajiner, (2) fantasional dan tanda menjadi
“its own pure simulacrum” (Baudrillard 1981), dan (3) hubungan kesadaran masa publik
dengan dunia nyata menjadi putus sama sekali. Keadaan seperti ini yang disebut
Baudrillard sebagai hyperreality.

Baudrillard menjelaskan bahwa hiperrealitas adalah tahap kritis dari simulakra, di mana
kesadaran massa tidak lagi memiliki kaitan sama sekali dengan dunia nyata. Kesadaran
publik didikte oleh tanda-tanda atau imaji yang menjelma menjadi kenyaataan itu sendiri
dan membentuk ruang persepsional publik. Dalam keadaan seperti itu, kenyataan
sesungguhnya sekedar menjadi efek operasional dari proses-proses atau dynamika
simbolik.

Hiperrealitas adalah akumulasi produk dari teknologi informasi yang memediasi


pengalaman dan aktualissasi manusia. Apa yang disimbolkan atau dikomunikasi sebagai
realitas tidak lain hanyalah jaringan tanda-tanda dan imajinasi tanpa rujukan nyata di
luarnya. Apa yang dipresentasikan adalah bentuk reprentasi itu sendiri.

Jean Baudrillard mengadopsi konsep-konsep Jaques Lacan's tentang simbolik, imajinari,


dan yang nyata untuk mengembangkam teorinya.

Pemikiran Baudrillard merupakan kritik atas pendekatan sosialis ortodoks yang


mengasumsikan adanya kenyataan kekuasaan, produksi, keinginan/hasrat, masyarakat,
dan legitimasi politik. Menurut Baudrillard, semua komponen tersebut pada masyarakat
kapitalis lanjut telah berubah menjadi simulakra, jaringan tanda tanpa referensi, karena
kenyataan dan imajinasi telah terserap dalam rangkaian simbol-simbol.

Pada tahap ini, posisi kekuatan teknologi seolah telah menaklukkan kapasitas subjek
manusia yang dibayangkan oleh Immanuel Kant mampu mensitesis konsep dan intuisi.
Bahkan menggeser posisi pekerja Marxian yang menghasilkan makna melalui kerja. Lebih

2
jauh teknologi mengatasi dimensi ketidaksadaran dan mekanisme represi hasrat
sebagaimana dinyatakan dalam teori Sigmund Freud.

Konteks sosial di mana teori hiperrealitas khususnya dimaksudkan adalah sirkulasi tanda-
tanda dan simbol di dunia media masyarakat industri yang kemudian berkembang sangat
pesat sebagai akibat teknologi internet. Internet mendorong penciptaan dunia maya
menjadi situs hiperrealitas yang semakin masif.

Wujud dunia hiperreal ada pada realitas sehari-hari misalnya Disneyland, realitas simulasi
media-- seperti iklan, vidoe klip--, dunia hollywood dengan film-filmnya, taman-taman
hiburan artificial, malls dan lahan fantasi komersial, TV sports, reality games virtual,
media sosial (istagram, facebook, youtube, dll), pornografi, dan bentuk-bentuk artificial
dari dunia ideal fantasional.

Menurut Baudrillard, realitas fantasional ini lebih nyata daripada kenyataan itu sendiri.
Model-model, imaji, dan simbol-simbol yang beredar di sana mengontrol pikiran dan
perilaku massa, lebih daripada pengalaman real.

Beberapa satu contoh bentuk hiperalitas adalah propaganda industri global peluncuran
film-film fantasional hollywood seperti Frozeen II dan I, the Avengers, Fast and Fourius I-
IV, Harry Potter yang menciptakan kesadaran fantasi di kalangan massa. Seperti juga
peluncuran virtual games Mobile Legend, GTO, Resident Evil atau Pokemon, hingga
propaganda terorisme global, dan produksi hoax secara masif saat kampanye. Iklan-ikan
komersial di layar kaca, poster, baliho juga adalah bentuk simulakrum yang dikonsumsi
setiap hari.

Dalam semesta hiperreal post-modern dunia entertainment, informasi, dan teknologi


komunikasi digital menyediakan pengalaman yang lebih intensif dan keterlibatan yang
lebih terbuka dibandingkan dengan pengalaman empiris sehari-hari. Dunia ini juga
menyediakan model dan simbol serta standard yang mengorganisir kehidupan sehari-
hari. Karenanya, masyarakat post-modern adalah spectacle society, masyarakat dengan
praktis menonton, menjadi pemirsa sebagai perilaku utama.

3
Dalam masyarakat simulasi, identitas individu dan kelompok dibentuk melalui permaian
imaji-imaji yang dicocokkan. Kode, mimik, postur dan model-model menentukan
bagaimana individu-individu mempersepsi diri sendiri dan berhubungan dengan orang
lain. Keputusan untuk mengkonsumsi atau membeli-membayar (ekonomi), pilihan dan
referensi politik , pergaulan sosial dan ekspresi nilai dan estetika (budaya) semua
organisasi produk simulasi. Produk-produk ini muncul dalam layar kaca publik dan
personal: iklan-iklan, video klip, budaya hollywood, bollywood dan sinetron/opera sabun,
dan program TV, propaganda politik, hoax, hate speeches, sirkulasi wacana dan fantasi
tentang identitas, kemakmuran, kejayaan, kesuksesan dan kehebatan di berbagai
platform sosial media. Kesemua simulasi simulakrum ini membentuk kesadaran dan lebih
jauh mengatur realitas sosial.

Menurut Baudrillard, dalam perkembangan masyarakat kapitalis lanjut, tanda-tanda


dipertukarkan satu sama lain lebih daripada dikonfirmasi pada kenyataan real. Sehingga
produksi berarti tanda-tanda yang menghasilkan, memproduksi tanda-tanda lainnya.
Mekanisme produksi tanda-tanda yang selanjutnya membentuk sistem pertukaran tanda
ini bukan lagi menjadi kenyataan namun menjadi kenyataan hiper, hiperealitas.

Hiperrealitas adalah sistem simulasi yang mensimulasi dirinya sendiri.

Disebutkan di muka, bahwa simulakrum adalah tanda yang tidak merujuk pada fakta
real. Tetapi dia merujuk pada dirinya sendiri sebagi tanda atau merujuk pada tanda yang
lain. Situasi ini digambarkan oleh Baudrillard seperti parade cermin, sebuah etalase
ruang yang hanya berisi cermin, di mana sebuah bayang-bayang (sebgai tanda) tidak
merujuk pada sebuah objek real, tapi merujuk pada bayangan cermin-cermin lainnya
dengan rangkaian yang tidak terbatas. Yasraf Amir Pilliang menyebut rangkaian tanda
tanpa henti ini sebagai labirin impian (Pilliang 2001).

Dalam bentuk realnya, contoh dari parade cermin ini adalah simulakrum dan imaji yang
muncul di layar TV, yang adalah bayangan atau kelanjutan dari tanda lain yang muncul di
layar komputer personal (lewat youtube, game virtual, facebook dll), yang adalah
cerminan dari tanda lain yang muncul di gadget personal (istagram, facebook, WA, iklan

4
dll), dan yang adalah cermin dari tanda lain yang muncul di papan iklan komersial, yang
adalah bayangan dari tanda lain yang muncul di layar cinema, demikian seterusnya
dengan rangkaian simulasi yang tidak ada ujungnya. Inilah gambaran sederhana dari
simulakra, jaringan simulakrum, tanda dan citra tanpa rujukan.

Individu pada masyarakat post-modern tenggelam dalam simulasi, “bathed in a media


massage” namun tanda pesan atau makna.

Akibat simulasi tanda tersebut, maka kelas-kelas sosial menghilang, politik mati (karena
tidak ada tujuan kehidupan politik yang sesungguhnya), demikian juga misi-misi besar
seperti kebebasan, revolusi and keadilan (karena artikulasi dari misi-misi tersebut telah
terserab hanya sebagai tanda).

Baudrillard menjelaskan lebih jauh bahwa efek lebih jauh dari hiperealitas adalah reduksi
dan leburnya batas-batas dan dikotomi yang semua muncul dalam masyarakat modern
seperti dikotomi kelas, gender, keperpihakan politik, budaya dan masyakarat, rasio dan
emosi. Apabila masyarakat modern awal dicirikan oleh perbedaan maka masyarakat post-
modern dicirikan oleh leburnya perbedaan itu, karena semua ekspressi dan organisasi
beroperasi dengan manipulasi dan permainan tanda.

Disarikan dari beberapa sumber Rujukan

Anda mungkin juga menyukai