Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS BUDAYA VISUAL SIMULAKRA PADA GAME FATE GRAND ORDER

(COVER BIKIN SORANGAN)


1. Pendahuluan
Fate/Grand Order atau juga biasa disingkat dengan sebutan FGO adalah sebuah
gim RPG dalam bentuk turn based, artinya tiap kali pertempuran berlangsung dan
diharuskan untuk menyerang, maka pemain harus menunggu gilirannya terlebih
dahulu dan bergantian dengan musuh. Fate/Grand Order ini merupakan gim berasal
dari Jepang yang bisa dimainkan gratis di ponsel, pengembang gim ini adalah
Delightworks, yang saat ini tengah dikabarkan sudah diakuisisi oleh Aniplex secara
resmi. Gim ini merupakan side story dari karya TYPE MOON berjudul Fate/Stay
Night. Fate/Grand Order telah dirilis di Jepang sejak enam tahun lalu, pada 29 Juli
2015 dan dikhususkan untuk pengguna Android saja. Kemudian menyusul pada
tanggal 12 Agustus 2015 mulai bisa dimainkan oleh pengguna iOS. Dua tahun
selanjutnya pun Fate/Grand Order mulai membuka server di negara lain yaitu server
Amerika dan beberapa negara lainnya. Sayangnya, tidak semua negara menyediakan
gim ini untuk bisa dimainkan.
Banyak orang menyukai gim ini karena memiliki cerita yang menarik dan
tertata luas, hal unik yang menjadi ciri khas gim Fate/Grand Order adalah karakter-
karakternya yang mengambil referensi dari tokoh sejarah dan mitologi yang kemudian
didesain ulang sebagai seorang servant dalam cerita gim tersebut. Fate/Grand Order
bisa dibilang merupakan gim yang ketinggalan zaman karena tak menyesuaikan diri
dengan karakteristik gim masa ini. Tidak semua karakter bisa berdialog dan
mengeluarkan suaranya ketika percakapan berlangsung, pun tak bisa mengeksplor
dunia di dalam gim tersebut. Tetapi, orang-orang yang bertahan untuk bermain gim
ini merupakan orang-orang yang memang masih penasaran dengan akhir dari
ceritanya.
Pemain dalam gim ini akan berperan menjadi seorang Master dengan
kekuatannya yang bisa melakukan panggilan terhadap berbagai servant yang terdiri
dari 14 kelas: Saber, Lancer, Archer, Rider, Caster, Assassin, Berserker, Ruler, Moon
Cancer, Alter Ego, Foreigner, Pretender, dan Shielder. Para servant yang dipanggil
tersebut akan membantu Master untuk merebut cawan suci dan melawan musuh demi
merestorasi sejarah (Singularity) dan demi menghancurkan realitas yang terbentuk
akibat munculnya kemungkinan ketika sejarah terjadi sebaliknya (Lostbelt). Master
akan diberikan misi untuk menyelamatkan umat manusia dari kepunahan dengan
merestorasi sejarah dan menghancurkan eksistensi dunia yang tidak seharusnya ada,
dengan berada di bawah perintah Chaldea Security Organization untuk bisa
melakukan perpindahan ke berbagai zaman dengan teknologi mereka yang canggih.
Pada esai selanjutnya akan dibahas terkait analisis budaya visual dalam bentuk
Simulakra pada Gim Fate/Grand Order.
2. Tinjauan Teoritis
a. Pengertian Simulakra
Konsep simulakra berdasarkan pandangan dari Jean Baudrillard dalam
masyarakat modern, realitas yang sesungguhnya kini telah digantikan oleh
sebuah simulasi dari kenyataan yang hanya diwakili oleh tanda-tanda dan
simbol-simbol. Siapa yang akan mengambil pandangan terkuat maka orang
tersebutlah pemenangnya. Namun, pandangan ini bukanlah pandangan asli
yang telah diyakini sebagai suatu kebenaran yang bersifat mutlak. Pada saat
itu, sumber kebenaran bukanlah realitas. Jean Baudrillard mengumumkan
dimulainya sebuah konsep bernama simulakra ini pada zaman Renaisans
hingga awal Revolusi Industri. Dalam konsep ini, zaman yang dominan
dianggap sebagai pemalsuan dari yang asli. Tingkat ini kepalsuannya masihlah
tergolong alami, tanda-tandanya masih menunjukkan kenyataan sebagai dasar
untuk itu. Pemalsuan ini mungkin tidak dapat dilakukan untuk mengambil
kendali dari orang-orang di dalam simulakra. Masalah biasanya ditemukan
dalam gambar dan imajinasi, dalam narasi dan pernyataan yang harmonis,
optimis, dan fokus pada pembaruan hilang. Simulakra adalah ide yang
digagas oleh Jean Baudillard tentang media publik yang bercirikan realitas
buatan (hiperrealitas) danPengulangan (repetisi). Skema ini berfokus pada
fakta realitas, entah itu artifisial, juga virtual dalam konsumsi massa dan
komunikasi massa. Realitas ini membuat orang dengan cara simulasi yang
berbeda-beda. Simulasi dapat dibilang realitas yang pada basisnya bukan
realitas asli. Hal itu hanyalah kesadaran manusia yang dibentuk menjadi
sebuah realitas dalam media.
b. Hiperrealitas
Mengenai konsep Jean Baudrillard tentang simulakra penciptaan
realitas atau realitas melalui model yang berbasis konsep, atau terkait dengan
“mitos” yang tak terlihat mana kebenarannya yang berupa realitas ataupun
kenyataan, hal ini disebut juga sebagai hiperrealitas. Model konsep semacam
ini akan menjadi faktot penting untuk menentukan paaandangan masyarakat
tentang realitas atau kenyataan. Semua Itu bisa membuat manusia tertarik
sebagai kebutuhan sehari-hari, seni, hiburan, dan lain-lain, yang kemudian
akan disiarkan melalui media oleh gaya model yang sangat tepat. Jean
Baudrillard pun memakai sebutan hiperrealitas untuk menjelaskan arti
rekayasa (dalam hal distorsi). Hiperrealitas komunikasi dan arti membentuk
situasi di mana semuanya dianggap lebih asli daripada kenyataan dan
kebohongan dianggap lebih dari kebenaran. Lebih banyak isu dirasa dapat
diandalkan daripada informasi, rumor dianggap lebih asli ketimbang
kenyataan. Manusia mulai tidak membedakan mana kebenaran dan
kebohongan, mana realitas dan mana isu. Pertumbuhan komunikasi dan
hiperrealitas media tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi yang
telah berkembang mencapai teknologi imitasi. Dalam segi sosial sosial,
menurut Jean, waktu mulai mengejar sqeluruh jaringan sosial. Salah satunya
adalah jatuhnya hal yang berkebalikan dan “tanda sesuatu menjadi tidak
pasti”. Ada keindahan dan keburukan dalam mode, kanan dan kiri dalam
politik, salah dan benar di media. Jadi Baudrillard memperlihatkan cara suatu
sistem menjadi tertutup. Hiperrealitas aktif menghilangkan perbedaan antara
nyata dan imajiner.
c. Simulasi
Baudrillard menjelaskan simulasi ini digolongkan menjadi tiga bentuk:
1.) Simulasi yang memiliki kaitan dengan bentuk palsu, contohnya bisa dilihat
ketika masa Renaisans klasik. 2.) Simulasi yang memiliki kaitan dengan hasil
industri pada masa Revolusi Industri. 3.) Simulasi yang terjadi pada masa kini
dengan ditandai di bawah kendali kode. Pada benda yang diciptakan secara
palsu, terlihat adanya perbedaan pada hal yang alami atau nyata. Ternyata
bukan hanya berdampak pada pengembangan teknologi, simulasi ini pun telah
mempengaruhi tatanan masyarakat saat ini seperti dari segi sosial, pendidikan,
agama, politik, komunikasi, bahkan ekonomi. Sangat sulit untuk
membayangkan jika realitas di dalam simulakra dimasukkan pada suatu
kebenaran agama, yang akan terjadi bukanlah kemaslahatan atau makna
spritual melainkan ada pada esensi kesempurnaan yang mempesona, apa yang
ada di dalamnya seperti spiritualitas akan hilang
.
3. Hasil Analisis
Fate/Grand Order merupakan salah satu gim yang bisa dikatakan sebagai
simulakra. Seperti yang dilansir dalam situs resmi dari Fate/Grand Order, gim ini
adalah sebuah gim dengan basis turned strategy untuk mengasah kemampuan
seseorang dalam menyusun taktik ketika dihadapkan dengan musuh lewat berbagai
card sebagai simbol penyerangan dan skill yang dimiliki oleh servant. Fate/Grand
Order bukan tipe gim yang bisa dimainkan secara bersama-sama (multiplayer),
meskipun begitu pemain bisa dibebaskan untuk meminjam servant milik temannya
untuk mengisi slot support dalam membantu pemain untuk melawan musuh. Selain
itu, Fate/Grand Order juga menampilkan cerita dalam bentuk visual novel sehingga
narasi menjadi lebih jelas dan terfokus pada cerita daripada pertarungannya sendiri.
Gim ini termasuk ke dalam Simulakra hiperrealitas, disebabkan karena adanya
penciptaan realitas yang berbasis “mitos” karena kebenarannya yang benar-benar tak
terlihat. Fate/Grand Order mengambil setting pada tahun 2015 di mana muncul
indikasi bahwa umat manusia akan punah pada tahun 2016 ditandai dengan
munculnya singularitas di tujuh masa yang berbeda sehingga dunia menjadi tidak
seimbang. Sebuah organisasi rahasia bernama Chaldea Security Organization pun
dibentuk untuk mencegah kepunahan tersebut dengan memilih seorang Master yang
akan dikirim ke tujuh masa tersebut untuk mengembalikan sejarah supaya bisa
kembali stabil. Diketahui penyebab munculnya singularitas tersebut adalah perbuatan
iblis Goetia yang menyamar menjadi Solomon, dia melemparkan tujuh cawan suci ke
tujuh masa yang berbeda. Namun, meskipun Goetia telah dikalahkan ternyata tidak
berhenti sampai di situ. Hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari rencana yang lebih
besar. Ternyata, muncul tujuh dunia yang merupakan kemungkinan ketika sejarah
tidak terjadi seperti realitanya. Master bersama para servant yang telah didapatkan
harus menghancurkan dunia- dunia tersebut untuk menyelamatkan umat manusia.
Dari cerita singkat di atas sudah bisa disimpulkan bahwa Fate/Grand Order
merupakan salah satu contoh Simulakra jenis hiperrealitas karena kejadian tersebut
hanyalah sebuah mitos yang tidak terlihat kebenarannya, unsur-unsur seperti
pemanggilan roh pahlawan dari masa lalu, konsep sejarah yang berubah, dan
munculnya dunia baru hanyalah realitas palsu yang dibentuk oleh pemikiran manusia
melalui media gim daring. Permainan ini bisa.dikatakan sebagai simulakra dalam hal
postmodernitas sebagai media digital. Bentuk simulasi di dalam permainan ini oleh
para pemain dijadikan sebagai objek konsumsi dan disebarkan secara luas.
Model Simulakra dalam Fate/Grand Order telah menggerakkan para pemain
pada model-model simulasi tanda. Alur cerita yang ada di dalam game mulai
membuat pikiran mereka kabur dengan menjadikan model yang ada di dalamnya
sebagai tiruan dari kisah yang dibentuk di dalam pikiran mereka. Model-model
simulakra yang menjad unsur dalam Fate/Grand Order di antaranya: 1.) Imitasi dari
seorang Master yang gendernya bisa dipilih mau menjadi pria atau wanita, kemudian
bisa memiliki berbagai jenis item dan pakaian untuk melindungi diri. Dengan
mengikuti berbagai jenis quest, pemain berusaha untuk mengumpulkan berbagai jenis
mystic codes supaya bisa memiliki berbagai skill baru sebagai Master. 2.) Model
Simulakra jenis imitasi gambar yang bergerak. Meskipun dalam Fate/Grand Order
gerakan Master tidaklah bebas. Tetapi gaya bertarung servant yang bisa bergerak
sekaligus ketika servant mengeluarkan skill mereka, pun ketika visual novel mulai
menceritakan sesuatu dibarengi visualisasi suasana yang mendukung narasi, semua itu
pun pada akhirnya masuk ke dalam alam bawah sadar pemain. Mereka pun mulai bisa
memaknai jalan cerita dan gerakan tertentu dalam gim ini, yang mana di dalamnya
tentu saja mengandung citra-citra buatan yang disusun untuk menjadi sebuah
kenyataan yang semu. 3.) Pemain juga merasakan emosi sebagai Master dengan
melakukan interaksi di dalam visual novelnya berupa memilih kalimat untuk
berinteraksi dengan karakter yang berada di dalam gim, hal ini membuat seakan
pemain bisa mengobrol langsung dengan karakter di dalamnya dan menganggap diri
mereka menjadi seorang Master, padahal itu hanyalah citra dari realitas semu. 4.)
Tanda dalam Simulakra di gim Fate/Grand Order ini membuat berbagai jenis karakter,
utamanya servant berdasarkan tokoh sejarah dan mitos yang ada, didesain sedemikian
rupa menjadi terlihat lebih menarik dari segi penampilan, juga terdengar bagus
sehingga memunculkan minat para pemain. Sebagai contoh, banyak karakter servant
cantik untuk menyesuaikan dengan selera pemain pria, seperti Arthuria Pendragon
yang dianggap idaman bagi pemain pria, sebagai simbol dari ksatria wanita yang
gagah tetapi juga feminin dalam waktu yang bersamaan, pun dengan visual yang
dianggap cantik dan sifatnya yang polos dan lembut, membuat para pemain pria
semakin betah bertahan dalam realitas semu untuk berinteraksi dengan Arthuria
Pendragon. Ada juga contoh lain seperti Gilgamesh yang menjadi favorit pemain
wanita, sosok raja angkuh yang memiliki semua jenis harta di dunia ini dianggap
sebagai seseorang yang ideal dalam kategori fiksi, meskipun sifatnya angkuh, para
pemain wanita menganggap Gilgamesh memiliki ciri khasnya sendiri yang menarik
sehingga membuat mereka betah untuk bermain di dalam realitas semu dan berusaha
untuk bisa melakukan pemanggilan servant yang mereka sukai. Semua karakter
tersebut meniru karakter aslinya di dunia nyata hanya saja dimodifikasi sedemikian
rupa demi menonjolkan penampilan yang ideal bagi para pemain. 5.) Para pemain
mulai terjebak di dalam gim ini untuk ingin menamatkannya karena merasa sudah
seperti terjun langsung masuk ke dalam permainannya dan menetap di dalam realitas
semu gim tersebut.
Dibandingkan dengan gim daring lainnya seperti Genshin Impact, Fate/Grand
Order dinilai masih banyak kekurangannya, belum lagi memiliki rate gacha yang tak
terlalu tinggi. Model gameplay-nya pun dianggap jadul dan kurang bisa mengikuti
zaman. Fate/Grand Order terbatas pada pemain yang hanya bisa memilih dialog
interaktif ketika bentuk visual novel mulai muncul untuk menjelaskan cerita, bahkan
pergerakan ketika battle pun terbatas. Pemain tidak bisa mengeksplor dunia di dalam
permainan Fate/Grand Order dengan keterbatasan-keterbatasan seperti itu. Sedangkan
game modern zaman sekarang sudah mulai semakin berkembang, pemain bisa
mengeksplor dunia di dalam game-nya, bahkan berinteraksi dengan pemain lainnya.
Hanya saja, pemain lama biasanya sudah merasa ikut masuk ke dalam realitas palsu
yang diciptakan oleh Fate/Grand Order dan dikarenakan mereka belum tahu
bagaimana permainan ini berakhir, para pemain pun banyak yang memutuskan untuk
bertahan dan tetap melanjutkan bermain gim ini. Citra yang dibentuk di dalam gim ini
bisa dikatakan berhasil untuk membentuk realitas palsu yang menarik lewat jalan
cerita yang menghanyutkan para pemain.
Simulakra dari gim Fate/Grand Order ini dapat terlihat mampu memunculkan
budaya visualnya lewat Simulakra jenis hiperrealitas. Membuktikan bahwa manusia
mampu membentuk sebuah realitas palsu yang bisa menembus alam bawah sadar para
pemain lewat media berbasis konsep game online yang bisa diunduh di ponsel
masing-masing. Faktor yang mendukung munculnya hiperrealitas ini adalah kemajuan
dan perkembangan teknologi. Semakin berkembangnya teknologi, konsep Simulakra
bisa semakin mudah diwujudkan dalam berbagai media yang lebih baru dan lebih
modern. Dalam gim Fate/Grand Order, Simulakra bisa terbentuk dengan berbagai
simbol, tanda, dan image dan citra menjadi ciri khas dari permainan tersebut dan
diterima oleh banyak orang yang ingin merasakan simulasi yang tak bisa mereka
lakukan di dunia nyata. Hal ini telah sesuai dengan pandangan dari Jean Baudrillard
yang mengakatan bahwa realitas asli sekarang bisa digantikan hanya dengan berbagai
tanda, dalam kasus ini adalah tanda-tanda di dalam sebuah game online.

DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, J. 1994. Simulacra and simulation: University of Michigan press.

Baudrillard, J. 2016. The consumer society: Myths and structures: Sage

Fate Grand Order, 2017. Fate Grand Order Official Website USA. https://fate-go.us/sp/
diakses

pada 16 Desember 2021.

Rajagukguk, Tri Putra. 2020. Simulakra Hiperrealitas dan Reproduksi Tanda Gim PUBG.

Jurnal Metahumaniora. Volume 10. Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai