Anda di halaman 1dari 1

Wajah generasi sekarang

Akhir-akhir ini generasi sekarang menjadi pertanyaan, lantaran mereka memindah cara
bersosial kita. Bersosial di media sudah menjadi tempat hidup sehari-harinya, dengan bantuan
internet. Bahkan survei menyebutkan mereka kecanduan terhadap internet, dari 19,3 persen
remaja dan 14,4 persen dewasa muda pada tahun 2020. Berkesimpulan bahwa angka tersebut
akan semakin meningkat tiap tahun. Sebelum itu Bruce Tulgan melakukan hasil riset
semenjak tahun 2003 sampai 2013 ia menemukan lima karakter pada generasi ini, salah
satunya adalah kegemaran terhadap media sosial.
Kegemaran itu telah menjadi kecanduan dan ketergantungan, bahkan generasi sekarang satu
menit setelah bangun tidur langsung memegang ponsel miliknya. Meminjam konsep
simulacra Jean Baudillart menyebutkan bahwa media sosial tersebut merupakan sarang
simulasi. Ia juga mengatakan bahwa kita berada di ‘era simulasi’ situasi dimana kenyataan
akan lenyap tergantikan oleh dunia maya. Artinya generasi ini hidup dalam situasi teknologi
berkembang pesat, penuh dengan maya.
Memang Baudillart tidak memberikan tawaran solusi yang solutif. Sebenarnya ia hanya
mendiskripsikan sebuah kenyataan saja. Tidak lebih. Dia menyatakan kepada kita untuk
selalu waspada terhadap segala fenomena, karena hal tersebut berkemungkinan hanya sebuah
citra yang dibuat oleh seseorang cuma untuk memanipulasi saja. Disadari atau tidak,
terkadang kita masuk dalam perangkap berita-berita hoax bahkan informasi buatan yang
akhirnya merugikan diri sendiri maupun khalayak umum.
Pada edisi ke ..... ini, SURAU kembali hadir kepada pembaca sebagai pencerahan baru bagi
kalian setelah mengetahui keadaan pelik sekarang. Justru dengan pendidikan menjadikan kita
terdidik agar nantinya tidak mudah terprovokasi oleh arus media. Sialnya, ternyata tidak
semua orang dapat mengakses sekolah. Dirubrik diskursus, sahabat agung menggali lebih
dalam mengapa pendidikan saat ini mahal sehingga banyak teman-teman yang putus sekolah,
menggunakan beberapa sudut pandang tokoh salah satunya Ki Hajar Dewantara.
Sajian sahabat Baim pun tak kalah menarik, ia mengupas tuntas bagaimana dunia maya dan
manusia merupakan bagian dari objek kapitalisme, pada rubrik kolom. Masih banyak sajian
lainnya yang cukup sayang jika dilewatkan. Oleh sebab itu, kami mengharap kritik dan saran
dari pembaca yang budiman sebagai bahan evaluasi demi penerbitan buletin edisi
selanjutnya. Selamat membaca.

Anda mungkin juga menyukai