Anda di halaman 1dari 3

Nama : Zahra Fauziyyah

NIM : 1724090104

FENOMENA PRANK

Saat ini dunia maya sudah sangat popular di masyarakat. Ada banyak fitur yang bisa
digunakan untuk bertukar informasi ataupun sebagai hiburan. Salah satunya aplikasi
YouTube yang telah digunakan oleh seluruh manusia di dunia. Tak jarang banyak youtuber
yang memposting konten video untuk menarik minat penonton, seperti konten prank. Dan
saat ini, prank tengah menjadi fenomena yang mewabah di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Dan faktanya memang konten prank selalu bisa menjadi trending topik di YouTube. Dengan
segala macam adu kreativitas, tapi banyak juga tidak memikirkan resiko dari akibatnya.

Prank merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti gurauan.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prank diartikan sebagai senda gurau,
kelakar, olok-olok, dan seloroh. Moira Marsh, lewat bukunya, Practically Joking (2015)
menjelaskan lebih jauh makna prank. Marsh menggariskan kata prank sebagai sinonim
practical joke alias humor praktik. Beberapa prank juga dapat dibuat dengan skenario panjang
dan pendek. Menurutnya, prank dapat dilakukan oleh pihak dengan identitas terbuka atau
mereka yang anonim dan dilakukan secara pribadi ataupun dalam ruang publik. Marsh
nampaknya juga menyadari soal banyaknya orang yang menyalahartikan definisi prank.
Dalam buku ini, Marsh menjelaskan banyaknya praktik prank sebagai faktor yang
menyebabkan kata itu kabur dari makna sebenarnya.

Kekeliruan yang paling banyak terjadi hari ini, menurut Marsh adalah bagaimana orang
memaknai prank hanya sebagai kebohongan. Seolah kebohongan adalah ciri tunggal dari
prank. Padahal, kebohongan bukan unsur penting dalam prank. Ya, meski unsur itu ada.
Namun, yang paling utama dari prank adalah bagaimana sebuah manipulasi mampu
memunculkan kepercayaan --yang jelas palsu-- di dalam diri orang lain terhadap sesuatu yang
sedang terjadi.

Memang benar, prank di zaman sekarang ini dimaknai sebagai sesuatu guyonan yang bisa
dikatakan membohongi seseorang dan bersifat 'mengerjai', diatur seolah-olah serius namun
ternyata hanya bohongan dengan tujuan supaya target prank merasa kaget, terkejut, atau
bahkan merasa malu. Dari waktu ke waktu, dosis konten prank terus meningkat. Ibarat
imunitas, rasa terhibur orang jadi kebal. Untuk menembusnya, dituntut hal baru. Apa yang
menarik di masa lalu, hari ini sudah bukan hiburan lagi. Terlebih ketika produksi dan
distribusi informasi melalui media digital demikian intensifnya. Sesuatu yang baru hari ini,
jadi usang esok hari. Diperlukan kreativitas terus-menerus menciptakan kebaruan.

Sayangnya untuk membangun kreativitas tidak semua orang paham batas etika. Etika adalah
pedoman baik dan buruk perilaku yang sifatnya universal. Di manapun tempatnya di dunia,
merugikan orang lain secara moral maupun material, itu tidak etis. Kapan pun waktunya,
membuat orang terhina bukanlah tindakan etis. Dilema-dilema etika inilah yang sering
ditabrak, lantaran inginkan konten dengan daya tarik baru. Nampak, apapun dilakukan demi
konten.

Salah satu prank yang akhir-akhir ini sedang viral di YouTube yaitu prank yang menimpa
pengemudi ojek online. Dimana jalan ceritanya yaitu sang driver ojol mendapatkan orderan
makanan dengan jumlah yang fantastis, dan si pemesan sebagai pembuat cerita dalam prank
ini berpura-pura tidak jadi memesan makanan tersebut. Walaupun di akhir sesi, si pemesan
akan menampakkan diri dan membayar pesanan dengan jumlah yang lebih besar, namun hal
tersebut dirasa tidak memanusiakan sang driver. Akhir yang manis, tetapi orang normal yang
memiliki rasa empati tentu tidak akan memanfaatkan status ekonomi dan pekerjaan seseorang
hanya demi sebuah konten. Si pemesan ini seolah-olah ingin mengaduk emosi sang driver
supaya merasa cemas dan ketakutan. Dan penonton yang melihatnya mungkin saja bisa
tertawa diatas kebingungan dan kecemasan sang driver.

Dulu YouTube sempat melarang prank. Terutama pelarangan video prank yang cenderung
bisa menyebabkan kondisi berbahaya kepada anak-anak. Baik secara fisik maupun psikologis
yang menimbulkan stres dan trauma seumur hidup.

"Kami tidak mengizinkan lelucon yang membuat para korban percaya bahwa mereka berada
dalam bahaya fisik yang serius." demikian wakil YouTube yang dilansir The Guardian.

Larangan itu dikeluarkan ketika ada tantangan Bird Box Challenge, yang terinspirasi dari
judul film yang sama. Tantangan ini cukup berbahaya yaitu seseorang harus beraktivitas
seperti biasa dengan mata ditutup kain. Seperti menyeberang jalan atau menyetir mobil
dengan mata tertutup. Akibatnya sejumlah pembuat konten ada yang tabrakan. Nah, bisa
dibayanginkan? Tentunya tidak hanya resiko tinggi yang menimpa si pelaku. Tapi juga orang
di sekelilingnya.

Seorang psikolog berpendapat, prank tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena bisa
menimbulkan rasa cemas dan trauma bagi sang korban. Dan tentunya urusan bisa jadi
panjang. Pikiran yang kalut dan cemas bisa membuat fisik jadi drop.

Sedihnya, banyak juga yang menutup mata dan telinga seolah tidak peduli kritik dan komen
terutama para pelaku pembuat konten yaitu YouTuber itu sendiri. Mereka selalu memberi
jawaban klise, "Ini channel gue, kalau nggak suka ya unfollow aja".

Padahal masalahnya tidak sesederhana itu. Sebagai YouTuber yang mempunyai follower atau
subscriber (baik yang jumlahnya bijian sampai jutaan) seharusnya mempunyai tanggung
jawab moril dan memberi edukasi kepada para pengikutnya itu. Apalagi kalau sebagian besar
penggemarnya adalah anak-anak atau ABG yang mudah sekali meniru. Sedangkan mereka
tidak tahu tingkat keselamatan kalau dengan bulat-bulat menirunya. Mereka tidak paham
kalau semua itu ada trik dan settingan.

Kalau sudah begitu, peran oran tua memang sangat dibutuhkan. Jangan hanya anak-anak saja
yang disebut milenial. Orang tua pun harus memposisikan diri sebagai orangtua milenial.
Lalu bagaimana caranya?

1. Jangan gaptek atau gagap teknologi.

2. Selalu mengikuti teknologi yang semakin hari semakin berkembang.

3. Pantau media sosial, di mana semua informasi sangat mudah diakses.

4. Libatkan diri ketika anak sudah mau mencoba bikin konten.


Referensi

https://www.kompasiana.com/mbakavy/5cfd02b00d8230604e2bde85/fenomena-prank-
kreatifitas-yang-kelewat-batas?page=2

https://www.ayosemarang.com/read/2019/12/06/48457/fenomena-prank-kreativitas-yang-
keblabasan

https://nasional.sindonews.com/read/21509/18/prank-dalam-budaya-persaingan-digital-
1588925131

https://voi.id/tulisan-seri/737/youtuber-konyol-yang-bahkan-tak-paham-apa-itu-i-prank-i

Anda mungkin juga menyukai