Anda di halaman 1dari 3

Media Massa Milenial Masa Depan Media Kekinian1

Kelik Nursetiyo Widiyanto2

Kami tidak mengutus seorang Rasulpun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan
Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ibrahim (14): 4)

Di era disrupsi sekarang ini, segala tatanan kehidupan di dunia ini sedikit-demi sedikit
mengalami pergeseran paradigma, termasuk jurnalistik. Pergeseran paradigma ini bukan
terjadi saat ini saja. Setiap pergeseran disebabkan karena lahirnya perkembangan teknologi.
Teknologi perpanjangan tangan menjadi mengganti tangan, teknologi mendekatkan yang jauh
menjadi tak ada jarak. Perkembangan teknologi ini pula yang mengubah dunia jurnalistik.

Secara mendasar, pengertian jurnalistik tidak lagi konvensional. Komunikator-media-


komunikan tidak melulu linear seperti itu. Bila dulu produk jurnalistik wewenang kuli tinta,
kini semua orang bisa menjadi wartawan. Bila dulu hanya mereka yang memiliki modal besar
untuk bisa mempunyai media, kini semua orang bisa memiliki media sendiri, bahkan tanpa
modal. Kini, satu orang, satu media, satu toko online, bahkan lebih. Artinya, semua orang
bisa berinvestasi, berbisnis dan bermedia sendiri.

Perkembangan teknologi ini merevolusi media massa, bahkan meruntuhkan banyak media
massa konvensional gulung tikar. Sejatinya, pemenang bukanlah mereka yang kuat, tetapi
mereka yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Media massa konvensional
memang mengalami keruntuhan, tetapi pegiat jurnalistik yang mampu beradaptasi akan
melahirkan media baru.

Saat ini, media massa baru, seperti media sosial, penggunanya dikuasai generasi Z dan
generasi alfa. Golongan Babyboomer memang lebih tahu duluan tentang media sosial dan
lebih dulu menggunakannya. Tetapi, generasi Z dan alfa lebih intens. Bahkan kedua generasi
ini tidak lagi membaca koran, majalah atau menonton televisi. Sebagai ganti darimana
mereka mendapatkan informasi, media sosial tempatnya.

Ada hal yang perlu diwaspadai generasi Z dan alfa dalam menghadapi media sosial. Pertama,
loncatan budaya yang terlalu jauh. Terutama generasi alfa, mereka belum matang dalam
budaya baca dan dengar, tetapi telah jauh masuk dalam dunia visual. Gadget yang mereka
genggam ini detik per detik memuaskan hasrat visual tanpa mampu mereka kritisi. Mereka

1
Disampaikan pada pesantren jurnalistik yang diselenggarakan oleh PC IMM Garut, 30-31 Mei 2019 di STAIDA
Garut
2
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PW Muhammadiyah Jawa Barat
memakannya tanpa disaring lagi. Semua informasi masuk. Alangkah lebih elok, bila generasi
alfa ini mengiringi genggamannya dengan membaca buku dan menulis. Membaca melatih
berpikir kritis. Menulis melatih berpikir ilmiah. Sehingga konten yang generasi alfa posting
di media sosial berisi nilai-nilai positif.

Kedua, maraknya berita bohong (hoax). Berita bohong yang diproduksi terus menerus dan
ditimpakan kepada khalayak yang tidak kritis, maka kebohongan itu akan dianggap menjadi
kebenaran. Semakin sering berita bohong lalu lalang di media sosial, generasi Z akan
menganggap itu sebuah kebenaran.

Ketiga, media sosial adalah media baru bahkan bisa disebut dunia baru. Dunia yang masih
rimba belantara. Aturan rimba, ialah siapa yang kuat, ia yang berkuasa. Kuasa informasi di
media sosial, siapa yang mengendalikan informasi yang beredar maka ia menguasai media
sosial. Mayoritas pengguna media sosial sekedar pengguna pasif. Berbahayanya seperti
perokok pasif. Siapa yang berbuat, tetapi ia menjadi korban. Tidak sedikit dari pengguna
media sosial dari generasi alfa yang menjadi korban, baik finansial maupun kekerasan (verbal
dan non verbal).

Keempat, jebakan viral. Bagi mereka yang telah intens lama bergiat di media sosial, mereka
bisa mendapat pundi-pundi uang. Para youtuber, selebgrams telah berhasil menjadikan media
sosial sebagai sarana menambah saldo tabungannya. Hanya, mereka tidak peduli konten itu
bernilai positif atau tidak. Dalam pikiran mereka adalah, bagaimana caranya agar postingan
mereka menjadi viral. Ketika viral maka ia akan mendapat uang. Secara tidak langsung
mereka akan mengupload apa yang disuka oleh followersnya. Tak peduli menjadi
kontroversi. Semakin menjadi perbincangan maka ia akan semakin viral.

Sebagai upaya mengatasi dampak negatif dari kehadiran media sosial bagi kalangan milenial
diantaranya, pertama, memperdalam budaya baca dan tulis. Budaya baca tulis ini, dalam
pandangan penulis lebih baik dengan media buku. E-book menjadi tren setelah kehadiran
gadget bisa membaca dimana saja. Tetapi bagi penulis, membaca adalah aktivitas otak bukan
hanya mata. Dengan radiasi dari gadget bila menatapnya lama kelamaan akan berbahaya bagi
mata dan otak. Tetapi bila dengan media buku, mata tetap sejuk dengan melihat buku. Buku
bukan sekedar media tetapi bisa menjadi terapi pula.

Kedua, filterisasi dengan mengkampanyekan medsos sehat. Generasi alfa sangat aktif di
medsos. Bukn hanya user tetapi juga uploader. Terlebih dengan monetisasi konten di media
sosial yang bisa membuat anak smp punya pendapatan puluhan juta perbulan, semakin
banyak anak-anak ini berkreasi menciptakan karya dengan tujuan viral. Konten bernilai itu
mengedepankan apakah postingan kita itu bermanfaat atau tidak. Apa dampak dari setiap
postingan yang diterbitkan. Bila itu telah dipahami maka ia akan lebih cerdas dalam
mengupload konten,

Ketiga, menamkan nilai-nilai keilahiahan dalam dunia medsos, misalnya dengan


mengamalkan akhlaqul medsosiyah.
Bagaimana IMM Memanfaatkan Media Baru Ini

IMM memiliki kesempatan dan SDM yang mumpuni untuk turun berdakwah di media baru
ini. IMM memiliki idealisme dan ideologi yang kuat. Terlebih dengan misi dan visi
gerakannya yang jelas IMM akan mampu bersaing dalam ranah dakwah ini. Dengan syarat,
IMM meningkatkan kemampuan jurnalistiknya.

Peningkatan kemampuan ini bisa dilatih. Semakin sering berlatih dan meningkatkan
kemampuan kader akan semakin pandai. Sebab kini jurnalistik bisa dipelajari siapa saja maka
IMM pun bisa melakukannya. IMM bisa memiliki media massa sendiri. IMM bisa
menyebarkan nilai-nilai ikatan kepada dunia luar.

Hal yang mesti IMM lakukan adalah pertama, tingkatkan kualitas kader di dunia jurnalistik.
Bisa dengan menggelar pelatihan-pelatihan. Bisa pula belajar kepada senior. Membangun
jaringan media komunitas.

Kedua, buat media sebagai alat dakwah. Media ini bisa berupa website dan dipasarkan
melalui medsos.

Ketiga, buat setiap postingan menjadi viral.

Anda mungkin juga menyukai