Anda di halaman 1dari 3

Partisipasi Mahasiswa dalam Menangkal Hoax

Melalui Ruang Digital di Era Pandemi

Menggeliatnya arus teknologi ibarat dua mata pisau, di satu sisi


mempunyai segi yang positif serta di sisi yang lain bisa melukai diri kita sendiri.
Adanya internet sebagai media online membuat informasi yang belum
terverifikasi benar atau tidaknya tersebar cepat. Hanya dalam hitungan detik,
suatu kejadian sudah bisa tersebar dan diakses oleh pengguna internet melalui
media sosial. Penggunaan jejaring sosial saat ini berkembang dengan sangat pesat.
Media sosial adalah sarana yang paling modern untuk menyampaikan sebuah
pemikiran dan opini. Namun, media sosial juga ibarat hutan belantara yang tiap
orang bila tidak berhati-hati akan terjebak di dalamnya. Terjebak yang
dimaksudkan adalah termakan isu-isu yang sengaja disebarkan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab.

Selama pandemi ini, media menjadi hal yang paling dekat dengan
masyarakat. Namun, kemudahan akses yang diperoleh juga memiliki konsekuensi
yang serius. Banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan
berita hoax tentang Covid-19. Hoax atau berita bohong bukan lagi menjadi kata-
kata yang janggal untuk kita dengar. Dilansir dari situs ensiklopedia, Wikipedia,
berita bohong atau berita palsu atau hoax adalah informasi yang sesungguhnya
tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Semenjak Covid-19
menjangkit sebagian besar negara dunia termasuk Indonesia, banyak sekali
temuan berita hoax mengenai virus tersebut. Menteri Komunikasi dan Informatika
(Menkominfo) Johnny G Plate menyatakan, sebanyak 554 hoax atau berita
bohong mengenai Covid-19 tersebar di sejumlah platform media sosial. Salah satu
diantaranya adalah pemberitaan tentang Covid-19 bisa menyebar melalui HP
Xiaomi. Tentunya bagi masyarakat yang percaya akan menjadi waspada kepada
setiap orang yang menggunakan HP Xiaomi. Pemahaman masyarakat akan berita
hoax yang dicerna secara mentah-mentah akan menimbulkan kepanikan dan
bersikap mengabaikan kebijakan dari pemerintah.
Melihat situasi yang cukup memprihatinkan, masyarakat perlu secara
mandiri melakukan social media distancing yang artinya membatasi interaksi
dengan informasi hoax di media sosial. Masyarakat harus menjaga jarak dari
berbagai macam informasi bohong seperti fake news atau berita yang belum jelas
sumbernya. Sungguh keadaan yang buruk jika semua hoax dipercaya oleh publik.

Disinilah peran seorang mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang memiliki


kemampuan untuk berpikir kritis, realistis, dan analitis sehingga tidak mudah
tergiring opini keliru yang beredar di media sosial. Mahasiswa dengan
kemampuan intelektual memainkan peranannya sebagai agent of change atau agen
perubahan yang mampu menyampaikan hal-hal kebaikan bagi masyarakat. Juga
mahasiswa sebagai agent of control social yang mampu memposisikan diri
sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah.

Mahasiswa sebagai generasi milenial yang lebih berteman baik dengan


teknologi dan informasi memiliki peluang besar menunjukkan partisipasinya di
ruang digital. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut, mahasiswa
tidak hanya menjadi pelaku konsumtif, tetapi dapat menjadi individu yang
produktif dan efisien.

KESIMPULAN

Di era digital seperti sekarang ini, arus informasi yang tidak terbendung
tidak cuma memberi dampak positif tetapi juga membawa dampak negatif, salah
satunya yaitu tersebarnya berita bohong atau hoax. Adanya hoax selalu
memperkeruh suasana, apalagi di tengah pandemi coronavirus disease-19 yang
terjadi saat ini. Informasi hoax memberi dampak negatif bagi masyarakat yang
masih rendah tingkat literasinya.
Pengguna media sosial harus selalu kritis dan skeptis, terutama pada
berita-berita yang bersifat terlalu bombastis, bernuansa kebencian, dan kurang
masuk akal. Sebab bisa jadi berita yang demikian mengandung hoax atau
informasi manipulatif.

Anda mungkin juga menyukai