Anda di halaman 1dari 3

JALAN PINTAS DIANGGAP PANTAS RUU OMNIBUS KESEHATAN

*(Masrur Luai Sadullah)*


Tak kunjung meredam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Kesehatan
masih banyak di perbincangkan oleh Pemerintah dan Organisasi Profesi. Dengan pola
pembetukan RUU Omnibus Kesehatan ini, konsep penggabungan dari beberapa Undang-
Undang (UU) dijadikan satu UU. Kian menuai berbagai kritikan bahkan penolakan dari
berbagai pihak yang bersangkutan.

RUU Kesehatan dinilai dapat melemahkan organisasi profesi, melihat dari


penyusunan RUU Omnibus Kesehatan ini, yang menggunakan metode penyederhanaan
dalam konsep penyusunan ini. nantinya akan ada sentralisasi kebijakan dan tumpang tindih
hukum yang akan mengaturnya. Tak hanya itu, RUU Omnibus Kesehatan juga memiliki
potensi dapat merugikan banyak pihak Salah satunya adalah masyarakat.

Sekilas ada lima Organisasi yang menolak terkait Rancangan Undang-undang


Omnibus Kesehatan, lima organisasi telah menggelar aksi demo di damai di gedung Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR RI). Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Tak hanya terhenti di Organisasi Profesi masih ada
beberapa organisasi lain yang turut menentang terhadap RUU Omnibus Kesehatan. Salah
satunya organisasi perwakilan Masyarakat seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) dan Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI).

Menurut Juru Bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Mahesa
Pranadipa Maikel, MH. Menjabarkan terkait beberapa alasan dari penolakan RUU Omnibus
Kesehatan ini. dalam tahap penyusunan Rancangan Undang-Undang ini, harus mengikuti
beberapa prosedur yaitu keterbukaan kepada masyarakat. Mahesa menilai dalam pembahasan
RUU Kesehatan ini terkesan terburu-buru dan tertutup. Dia melihat sikap pemerintah yang
seolah tertutup itu membuat masyarakat tidak mengetahui apa yang paling urgen dalam
pembahasan RUU tersebut. Dia juga mempersoalkan terkait adanya potensi liberalisasi dan
kapitalisasi, karena jika pelayanan kesehatan ini di bebaskan tanpa harusada yang
mengendalikan, maka ancaman dari RUU ini adalah masyarakat.

“Anda dan saya tidak ingin pelayanan kesehatan ke depan dilayani tidak bermutu, karena
taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan,” ujar Mahesa.
Selain itu, Mahesa juga menyinggung terhapap penghapusan peran organisasi profesi
di sektor pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Register.
Seharusnya STR tenaga kesehatan ini harus diregistrasi di berbagai konsil dan seharusnya
dilakukan evaluasi setiap lima tahun sekali. Menurut Mahesa evaluasi merupakan hal yang
paling penting bagi tenaga kesehatan yang melakukan penerbitan STR ini. Sehingga STR ini
akan memberikan potensi yang membahayakan terhadap masyarakat ketika tidak diawasi.

“Tetapi didalam subtansi RUU kami membaca ada upaya untuk menjadikan STR ini berlaku
seumur hidup. Bisa dibayangkan kalau tenaga kesehatan praktik tidak dievaluasi salama lima
tahun, itu bagaimana mutunya,” ungkap mahesa.

Dari beberapa cuatan atas penolakan terkait pembentukan RUU Omnibus Kesehatan
ini, Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) RI Ledia Hanifah
membuka suara atas penyusunan draft RUU ini. Dari setiap organisasi profesi ini telah
memiliki Undang-Undangnya sendiri. Sehingga bisa dijadikan acuan dari berbagai Organisasi
Profesi disetiap tindakannya.

“Nah ini jadi bagian yang sangat penting, supaya terjaga semua profesi dan karena jika
profesi itu tidak terjaga dengan baik, terutama dalam hal ini profesi kesehatan, korbannya
adalah masyarakat dan itu pelayanannya juga akan menjadi buruk,” tutur Ledia di Gedung
DPR RI Pada Senin (16/1/2023).

Dia juga menyampaikan perihal pembentukan RUU Omnibus Kesehatan ini masih
berada di tahap awal. Oleh karena itu, Baleg masih memberikan kesempatan dalam
memberikan masukan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah organisasi profesi yang
mempunyai peranan penting terhadap kesehatan masyarakat. Sehingga masukan dari berbagai
organisasi profesi tersebut bisa dijadikan bahan pertimbangan ketika penyusunan RUU
Omnibus Kesehatan ini.

Tak hanya itu, dengan adanya RUU Omnibus Kesehatan ini juga mendapat apresiasi
dari Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (YARSIS) Prof Muhammad Nuh. Beliau
menilai dengan adanya RUU ini memberikan manfaat besar terhadap masyarakat luas, dia
juga menilai dengan RUU ini dapat mengatasi kekurangan dokter khususnya di sejumlah
daerah.
“Kalau sistemnya masih seperti yang sekarang ini, itu masih puluhan tahun lagi baru kecapai
(kebutuhan dokter dan dokter spesialis),” ujar Prof Muhammad Nuh. Dilansir dari Detik
Health.

Anda mungkin juga menyukai