Anda di halaman 1dari 17

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) :

Single Bar system is a must


Masbuhin
Advocate & Co.
Lawyer
Sabtu, 13 Mei 2023 PABOI JATIM
Jakarta JARINGAN RSM Se-
Jatim
Pendahuluan
RUU Kesehatan yang disusun dengan Metode Omnibus law, terdiri
dari 20 Bab dan 478 Pasal, dengan meng-Omnibus-law-kan 9 UU
yang lebih dulu ada. Memunculkan Problematika hukum.

Dua Klaster besar Problematika hukum-nya yaitu :

Klaster Proses lahirnya RUU s/d Pembahasannya.


Klaster Isi RUU Kesehatan
Klaster I : Proses RUU

Masyarakat kontra RUU Kesehatan.


 

Mendalilkan kalau RUU Kesehatan tersebut hanya mengejar


 

formalitas dalam proses penyusunan RUU, dimana tidak dipenuhinya


asas partisipatif, aspiratif, transparansi dan akuntabel. Semuanya
seolah-alah dibuat secara cepat dan terburu-buru (efektif dan
efisien).
Masyarakat Pro RUU Kesehatan.
Mendalilkan sebaliknya, kalau RUU Kesehatan, masuk prolegnas
 

prioritas 2023, dan harus dilakukan pembahasan secara efektif dan


efisien dan telah melakukan sosialisasi melalui berbagai FGD.
Klaster II : Isi RUU

Masyarakat yang kontra RUU, mendalilkan banyak


 

masalah-masalah isi pasal yang harus dikaji lebih


mendalam lagi, karena terjadinya inkonsistensi
pasal, isu kriminalisasi, diskriminatif,
penghilangan kewenangan pokok dan strategis
Organisasi profesi kesehatan dari hulu pasal s.d hilir
Pasal.yang Organisasi Profesi Kesehatan tersebut,
lebih dulu ada dan eksis, baik secara de facto
maupun secara de jure.
Dalam klaster besar Tentang ISI RUU, kita klaster kembali
 

dalam klaster lebih kecil yaitu :

1. Organisasi Profesi Dan Kewenangannya.


2. Perlindungan dan Jaminan Kepastian Hukum.
 

Penyusunan RUU Kesehatan, tidak boleh keluar dari rumah


 

hukum bernama keadilan, kemanfaatan dan kepastian


hukum.
Rumah hukum itu pasti akan muncul dalam setiap konsideran
 

sebuah RUU, tidak terkecuali dalam RUU Kesehatan dengan metode


Omnibus law, yang meng-omnibus law-kan 9 UU menjadi satu UU
bernama UU Kesehatan (Omnibus Law).
Fakta hukumnya bunyi konsideran dalam RUU Kesehatan tidak
 

ditemukan prinsip prinsip dasar keadilan, kemanfaatan dan


kepastian hukum.
RUU Kesehatan kehilangan ruh spirit hukumnya (Keadilan,
 

kemanfaatan dan kepastian hukum), sehingga substansi dan moral


legislation-nya pun akan hilang.
Terjadilah cacat materiil-substantif dan moral legislation.
 

 
Kewenangan Strategis Organisasi Profesi Hilang :
Pasal 274 :
 

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil


 

setiap kelompok Tenaga Kesehatan mempunyai fungsi:


e.melakukan pembinaan di bidang teknis keprofesian;
 

Bedakan dengan bunyi Pasal 8 huruf (f) UU No.29/2004:


 

“…………melakukan pembinaan bersama Organisasi Profesi terhadap


 

Tenaga Kesehatan mengenai pelaksanaan etika profesi yang


dtetapkan oleh Organisasi Profesi”.
Yang dihilangkan adalah kewenangan dan Peran Organisasi Profesi
 

untuk : Melakukan pembinaan anggota, pelaksanaan etika profesi dan


penetapan etika profesi oleh Organisasi profesi.
Pasal 318 :
 

Keanggotaan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 316 ayat (1) berasal
 

dari kalangan profesi Tenaga Medis dan/atau Tenaga Kesehatan atas usulan
Konsil Kedokteran Indonesia dan konsil setiap kelompok Tenaga Kesehatan
sesuai dengan kewenangannya.
Bedakan dengan bunyi Pasal 60 UU No.29/2004
 

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh


 

Menteri atas Usul Organisasi Profesi.


Yang dihilangkan adalah kewenangan dan Peran Organisasi Profesi untuk :
 

Mengusulkan Keanggotaan Majelis, karena semuanya given dari Pemerintah


melalui Konsil
 
 
Pasal 321 :
 

1. Majelis untuk penegakan disiplin Tenaga Medis atau Tenaga


Kesehatan memeriksa dan memberikan keputusan
terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin Tenaga
Medis atau Tenaga Kesehatan.
2. Pemeriksaan majelis terhadap pengaduan dapat memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi. 
Bandingkan dengan Pasal 67 dan 68 UU No.29 tahun 2004
berikut :
 
Pasal 67 UU No. 29 Tahun 2009 :
Majelis untuk penegakan disiplin Tenaga Medis atau Tenaga
Kesehatan memeriksa dan memberikan keputusan terhadap
pengaduan yang berkaitan dengan disiplin Tenaga Medis atau
Tenaga Kesehatan.
Pasal 68 UU No. 29 Tahun 2009 :
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika,
majelis meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi.
Yang dihilangkan adalah kewenangan dan Peran Organisasi Profesi
 

untuk : menjaga anggotanya dari adanya dugaan pelanggaran


etika profesinya.
Pasal 314 :
 

1. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan harus membentuk Organisasi Profesi


sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan
pengetahuan serta keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Medis
dan Tenaga Kesehatan.
2. Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat
membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi.
3. Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membentuk
perhimpunan ilmu.
4. Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 475 :
 

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Organisasi Profesi yang


 

telah berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap


diakui keberadaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
dan harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
 Penjelasan Pasal 475 :
 

Yang dimaksud dengan organisasi profesi antara lain Ikatan Dokter


 

Indonesia untuk Dokter, Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter


gigi, Ikatan Bidan Indonesia untuk Bidan, Persatuan Perawat Nasional
Indonesia untuk perawat, Ikatan Apoteker Indonesia untuk Apoteker.
Perhatikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah No.
 

1484 dalam kolom ke 4 DIHAPUS. OP Kesehatan - berubah dari


Single Bar System menjadi Multi Bar System.
Kesimpulan
1) Pilihan Single bar system atau multi bar system, pada prinsipnya merupakan bagian
dari kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk uu atau open legal
policy, untuk menentukan sesuai dengan kebutuhan Organisasi profesi kesehatan
di Indonesia. Siapa pembentuk RUU Kesehatan (Omnibus Law), dia-lah penentu
kebijakan hukum ini. Maka kalau sudah ditentukan sebagai UU, siapapun wajib
patuh.

2) Awalnya semangat Pasal 314 dan 475 RUU Kesehatan ini adalah single bar system
apabila memperhatikan, pasal 314 ayat (2) diatas, jo Pasal 475 dan penjelasan Pasal
475. Namun yang terjadi kemudian adalah Metamorfosis dari single bar system
menjadi Multi bar system.

3) Dari sinilah nanti Organisasi Profesi Kesehatan yang selama ini eksis akan memasuki
sejarah baru dalam sebuah ketidakpastian kedudukan hukum dan kewenangan
yang dimiliki, lalu terkotak dalam kelompok-kelompok dan paguyuban-
paguyuban dan lain-lain lalu ditundukkan dalam UU No. 17 Tahun 2013 Tentang
Ormas. Implikasi hukumnya adalah : Organisasi Profesi Kesehatan, adanya seperti
tidak adanya.
KESIMPULAN

4. IDI yang merupakan singkatan (akronim) dari Ikatan Dokter Indonesia, PDGI
akronim dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia IBI singkatan dari Ikatan Bidan
Indonesia, PPNI singkatan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia dan IAI
singkatan dari Ikatan Apoteker Indonesia adalah Organisasi yang merupakan
satu-satunya wadah profesi dokter menurut Penjelasan atas Pasal 475 RUU
Kesehatan, tetapi ingat lho ya dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Pemerintah bernomor 1484 kolom 4 itu dihapus. Kenapa dihapus tanyakan
saja kepada Pemerintah.
5. Kemudian Kewenangan pokok dan sentral Organisasi Profesi dalam Undang-
Undang lama yang di-Omnibuslaw-kan, seperti kewenangan untuk
menetapkan etika profesi, membina anggota dalam pelaksanaan etika
profesi, mengusulkan siapa-siapa yang duduk dalam Majelis Kehormatan
Disiplin s/d perlindungan kepada anggota. Juga dihilangkan.
6. Maka Organisasi Profesi lain yang secara def facto saat ini ada, dan yang akan
ada dikemudian hari, dengan menunjuk pasal 475 tidak dapat dilarang
keberadaannya karena Konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan
berkumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasl 28 dan pasal 28 E ayat (3)
UUD 1945.
7. Berubahlah Organisasi Profesi yang single bar system menjadi multi bar
system. Maka semua organisasi lain kedepan memiliki kedudukan dan
kewenangan sama. Bahasa Cak Buhin : “Adanya seperti tidak adanya”,
menjadi perkumpulan biasa, paguyaban biasa, sehingga tidak salah kedepan
akan di kotak dalam UU Ormas. Lalu dimana letak dan kedudukan hukum
profesi dokter dan nakes yang spesial dan professional, baik dalam
pendidikan dan pekerjaannya, apabila dianggap masuk sebagai Ormas.
Logika hukumnya adalah : semua organisasi profesi yang professional itu
akan menjadi ormas. Kesalahan ini harus diluruskan.
KESIMPULAN

8. Dengan demikian, maka :


IAI : Single bar is a must. Adalah
sebuah keniscayaan yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi.
Terima Kasih
Semoga Bermanfaat 

Anda mungkin juga menyukai