Anda di halaman 1dari 10

Tugas Fisikawan medis di RS atau di unit kerja

kesehatan

PEMBIMBING : Delovita Ginting, M.si

NAMA : Nanang Fadli

NIM : 190201077

TINGKAT :IB

PROGRAM STUDI D. III


KEPERAWATAN
FAKULTAS MIPA DAN
KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH RIAU
PENDAHULUAN

Fisika medik adalah cabang ilmu fisika terapan yang memanfaatkan prinsip, metode
dan teknik fisika dalam praktek dan riset untuk mencegah, mendiagnosis dan merawat
penyakitpenyakit pada manusia dengan tujuan akhir memperbaiki kesehatan dan
kesejahteraan manusia . Sementara itu, fisikawan medik adalah tenaga profesional
dengan pendidikan dan pelatihan khusus dalam konsep dan teknik pada pemanfaatan
ilmu fisika di bidang kedokteran

Istilah fisika medik (atau aslinya Physique médicale) diperkenalkan dan digunakan
pertama kali oleh Félix Vicq d’Azir, sekretaris jenderal Société Royale de Médecine,
di Paris pada tahun 1778 . Perhimpunan (Société) tersebut kemudian memberikan
nama jurnalnya sebagai Les Mémoires de médecine & de physique médicale.

Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


048/MENKES/SK/I/ 2007 , tenaga fisika medik, atau fisikawan medik, adalah setiap
orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan fisika medik yang diakui
pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan ketentuan dan peryaratan yang berlaku.
Selanjutnya, tenaga fisika medik merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan yang
masuk dalam kelompok tenaga keteknisan medik, dan dalam menjalankan tugas
profesinya harus bekerja sama dengan profesi kesehatan terkait.

Saat ini tercatat ada delapan perguruan tinggi di Indonesia yang menyelenggarakan
program sarjana fisika medik, dan lima perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program magister fisika medik . Lulusan program sarjana dan magister ini tidak
semuanya bekerja di rumah sakit, karena beberapa diantaranya ada yang bekerja di
instansi pemerintah lain atau bahkan bekerja di swasta.

Untuk bekerja sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit, lulusan pendidikan fisika
medik harus mengikuti pelatihan fungsional tenaga fisika medik dengan mengacu pada
struktur kurikulum pelatihan yang dibakukan. Standar kurikulum pelatihan fungsional
fisikawan medik diberikan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
237/MENKES/SK/IV/2009 .

Selain itu, seperti tenaga kesehatan lainnya, fisikawan medik juga harus memiliki
Surat Tanda Registrasi (STR) yang merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap
tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Jabatan fungsional fisikawan medik secara berjenjang terdiri atas fisikawan medik
pertama, fisikawan medik muda, dan fisikawan medik madya. Seperti jabatan
fungsional lainnya, fisikawan medik pertama memiliki golongan ruang kepegawaian
III/a dan III/b, fisikawan medik muda golongan ruang IIIc dan III/d, dan fisikawan
medik madya golongan ruang IVa, IV/b dan IV/c. Jabatan fungsional fisikawan medik
madya dengan golongan ruang IV/c ini menjadi jabatan tertinggi bagi fungsional
fisikawan medik.

Sesuai dengan jabatan fungsionalnya, seorang fisikawan medik yang bekerja di


rumah sakit memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Makin tinggi jabatan
fungsionalnya, makin besar tugas dan tanggung jawabnya. Salah satu tugas dan
tanggung jawab fisikawan medik adalah yang berkaitan dengan pelayanan di bidang
fisika kesehatan.

Sementara itu, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dengan kewenangan


yang dimilikinya, telah menerbitkan Peraturan (Perka) BAPETEN terkait keselamatan
radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional ,
dalam kedokteran nuklir dan dalam penggunaan radioterapi . Pada ketiga Perka
BAPETEN ini dinyatakan dengan tegas bahwa kegiatan yang terkait dengan
keselamatan radiasi di rumah sakit dilaksanakan oleh seorang petugas tertentu yang
disebut sebagai Petugas Proteksi Radiasi (PPR).

Walaupun disebutkan dalam dua istilah yang berbeda, fisika kesehatan dan
keselamatan radiasi pada dasarnya merupakan satu kegiatan yang sama. Fisika
kesehatan, atau keselamatan radiasi, adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi
pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi.

Dari uraian singkat di atas terlihat ada tumpang tindih tugas dan tanggung jawab
antara fisikawan medik dengan PPR pada kegiatan pelayanan di bidang fisika
kesehatan atau keselamatan radiasi.

Makalah ini membahas tugas dan tanggung jawab fisikawan medik secara umum,
dan dilakukan dengan metode deskriptif melalui studi literatur. Ruang lingkup
pembahasan dibatasi hanya tugas dan tanggung jawab fisikawan medik yang bekerja di
rumah sakit.

Tujuan penulisan makalah ini dengan demikian adalah mengusulkan cara agar
fisikawan medik dan Petugas Proteksi Radiasi di bidang medik dapat bertugas dan
menjalankan peran masing-masing tanpa saling berbenturan.
TEORI

Secara internasional, IOMP (International Organization of Medical Physics)


menyatakan bahwa tugas dan tanggung fisikawan medik meliputi :

a. Penetapan dan penerapan teknologi perawatan kesehatan dengan penekanan


pada diagnosis pasien dan prosedur terapi;
b. Supervisi program proteksi dan keselamatan radiasi;
c. Pengukuran radiasi;
d. Penetapan, penerapan dan supervisi program jaminan mutu;
e. Optimisasi aspek fisik prosedur diagnostik dan terapi;
f. Komisioning dan supervisi penggunaan prosedur klinik yang kompleks atau
baru;
g. Spesifikasi teknis peralatan dan desain instalasi;
h. Penerimaan dan komisioning peralatan;
i. Supervisi teknis dalam pemeliharaan; dan
j. Riset dan pengajaran

Namun demikian, IOMP juga menyadari bahwa tugas dan tanggung jawab fisikawan
medik dapat berbeda dari satu negara dengan negara lain, bergantung pada latar
belakang sosio-ekonomi, pelatihan, model pelayanan, dan kebijakan peraturan
kesehatan nasional. Selain itu, tugas fisikawan medik dapat berkembang dengan waktu
seiring munculnya teknologi dan metodologi medik yang baru. Dengan demikian,
tugas dan tanggung jawab di atas perlu dikaji dan diperbaharui dari waktu ke waktu .

Menurut IAEA (International Atomic Energy Agency), seorang fisikawan medik


adalah seorang tenaga profesional kesehatan, dengan spesialis pendidikan dan
pelatihan dalam konsep dan teknik penerapan fisika di bidang kedokteran, dan
kompeten untuk bekerja secara independen pada satu atau lebih subspesialisasi fisika
medik . Sedang tugas dan tanggung jawab fisikawan medik dengan kualifikasi klinis
(CQMP, clinically qualified medical physicists) menurut IAEA terbagi atas dua
kelompok, yaitu yang berlaku untuk semua kekhususan, dan berlaku secara spesifik
untuk kekhususan tertentu
Tugas dan tanggung jawab yang berlaku untuk semua kekhususan adalah:

a. Kalibrasi dan verifikasi alat ukur


b. Supervisi teknis dari pengoperasian dan pemeliharaan peralatan
c. Rekaman dan dokumentasi
d. Perhitungan dan jejaring klinik
e. Riset dan pengembangan.
f. Pendidikan dan pelatihan

Sedangkan tugas dan tanggung jawab yang spesifik terdiri atas tugas dan tanggung
jawab untuk kekhususan terapi radiasi, kedokteran nuklir dan radiologi diagnostik dan
intervensi. Secara umum, tugas dan tanggung jawab yang spesifik ini meliputi:

a. Desain instalasi, spesifikasi teknis, penerimaan dan komisioning peralatan,


termasuk penetapan kriteria untuk kinerja terterima;
b. Keselamatan dan proteksi radiasi pasien, staf dan masyarakat umum;
c. Dosimetri radiasi dari sumber radiasi dan pasien;
d. Optimisasi aspek fisik prosedur diagnostik dan terapi;
e. Manajemen mutu aspek fisik dan teknik kedokteran radiasi, seperti
pengembangan kebijakan dan prosedur instalasi untuk penggunaan radiasi
yang aman dan efektif, supervisi QA dan QC, dan pengkajian dan manajemen
risiko;
f. Kolaborasi dengan profesional klinik lainnya dalam perawatan pasen, seperti
konsultasi dengan praktisi medik dan anggota tim klinik lainnya selama
pelaksanaan diagnostik atau terapi, dan komisioning serta supervisi
pelaksanaan prosedur prosedur klinik yang baru atau kompleks, dan
membantu dalam pelatihan staf.
METODOLOGI

Di Indonesia, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2015


fisikawan medik juga dinyatakan sebagai tenaga kesehatan yang diberi tugas,
wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan fisika medik pada rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain.

Sesuai dengan penyelenggaraan pelayanan fisika medik, secara umum tugas,


wewenang dan tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan atas empat jenis.
Pertama, yang terkait dengan pelayanan di bidang radiologi diagnostik, imejing
dan intervensional; kedua, yang terkait dengan pelayanan di bidang radioterapi;
ketiga, yang terkait dengan pelayanan di bidang kedokteran nuklir; dan keempat,
yang berkaitan dengan pelayanan di bidang fisika kesehatan.

Pelayanan fisika medik di bidang fisika kesehatan antara lain adalah melakukan
pengukuran proteksi radiasi, kalibrasi besaran dasar, pengujian besaran dasar dan
turunan, QA dan QC alat ukur fisika, dan dosimetri radiasi

Namun demikian, salah satu persyaratan izin yang diminta BAPETEN untuk
ketiga pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik, yaitu radiologi diagnostik dan
intervensional, kedokteran

nuklir dan radioterapi, adalah adanya fotokopi Surat Izin Bekerja Petugas
Proteksi Radiasi Medik [6,7,8]. Dengan kata lain, semua pemanfaatan tenaga
nuklir di bidang medik memerlukan Petugas Proteksi Radiasi.
Secara umum, tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi adalah:

a. mengawasi pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi;


b. mengkaji ulang efektivitas penerapan program proteksi dan keselamatan
radiasi;
c. memberikan instruksi teknis dan administratif secara lisan atau tertulis kepada
pekerja radiasi tentang pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi;
d. mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan;
e. memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi radiasi dan
memantau pemakaiannya;
f. membuat dan memelihara rekaman dosis yang diterima pekerja radiasi;
g. melaporkan kepada Pemegang Izin jika pekerja radiasi menerima dosis
melebihi Pembatas Dosis
h. memberitahukan kepada pekerja radiasi mengenai hasil evaluasi pemantauan
dosis;
i. membuat dokumen yang berhubungan dengan proteksi radiasi;
j. melakukan kendali akses di Daerah pengendalian;
k. melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian fakta dalam hal
kedaruratan; dan l
l. memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi
di instalasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari uraian di atas tampak bahwa pelayanan fisika medik di bidang fisika kesehatan
hampir sama dengan tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi. Namun demikian,
uraian mengenai pelayanan fisika medik terlihat masih kualitatif, sementara uraian
mengenai tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi telah cukup kuantitatif dan rinci.

Sampai saat ini Petugas Proteksi Radiasi Medik masih belum diakui secara resmi
keberadaannya di rumah sakit oleh Kementerian Kesehatan karena belum ada
Keputusan Menteri Kesehatan tentang penetapannya sebagai tenaga kesehatan.
Keberadaan Petugas Proteksi Radiasi Medik di rumah sakit, dengan demikian, hanya
untuk memenuhi persyaratan izin yang ditetapkan BAPETEN.

Kondisi di atas menyebabkan banyak rumah sakit yang menugaskan fisikawan


mediknya untuk bertindak juga sebagai Petugas Proteksi Radiasi Medik. Hal ini sudah
tentu meringankan pihak rumah sakit dari sisi finansial, karena dua fungsi atau tugas
dapat dilaksanakan oleh satu orang.

Dari sisi peraturan, kondisi rangkap jabatan ini juga secara tidak langsung didukung
oleh BAPETEN. Pada Pasal 4 ayat (2) Perka BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013
dinyatakan bahwa Pemegang Izin [pemanfaatan tenaga nuklir] dapat mendelegasikan
tanggung jawabnya dalam keselamatan radiasi kepada personil yang terkait dengan
pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir. Sesuai Pasal 3 ayat (2) Perka BAPETEN yang
sama, dinyatakan bahwa personil yang terkait dengan pelaksanaan pemanfaatan tenaga
nuklir adalah Petugas Proteksi Radiasi, Pekerja Radiasi, dan/atau pihak yang mendapat
tanggung jawab khusus dari Pemegang Izin. Fisikawan Medik, dengan demikian, dapat
dikategorikan sebagai ‘pihak yang mendapat tanggung jawab khusus dari Pemegang
Izin’
Namun dengan mencermati tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi seperti yang
diberikan pada Perka BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013, seharusnya tugas yang terkait
dengan fisika kesehatan atau proteksi radiasi ini tidak bisa lagi diberikan kepada
Fisikawan Medik. Pelaksanaan tugas fisika kesehatan secara khusus oleh Petugas
Proteksi Radiasi Medik akan semakin nyata dibutuhkan oleh rumah sakit yang
memiliki pelayanan medik radiasi dalam jumlah besar dan variatif

Namun demikian, pengurangan tugas kepada Fisikawan Medik tidak serta merta dapat
dilakukan karena secara legal akan melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83
Tahun 2015. Karena itu peranan pendekatan yang luwes namun tegas dari BAPETEN
diperlukan untuk meminta Kementerian Kesehatan merevisi Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut. Selain itu, BAPETEN juga perlu meminta Kementerian Kesehatan
untuk mengakui keberadaan Petugas Proteksi Radiasi Medik sebagai salah

satu tenaga kesehatan yang diperlukan untuk menjamin pemanfaatan tenaga nuklir di
rumah sakit secara aman dan selamat.

Pengakuan kesetaraan posisi Petugas Proteksi Radiasi Medik dengan Fisikawan


Medik, namun demikian, juga tidak mudah. Tidak sulit untuk memahami perbedaan
pengetahuan dan ketrampilan antara Fisikawan Medik yang harus menempuh
pendidikan dalam jenjang S1 atau bahkan S2, dengan Petugas Proteksi Radiasi Medik
yang hanya menjalani pelatihan selama satu hingga dua minggu.

Agar Petugas Proteksi Radiasi Medik dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan
Fisikawan Medik, dapat diusulkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Salah satu syarat bagi seseorang untuk dapat mengikuti pelatihan Petugas
Proteksi radiasi Medik adalah telah memiliki ijazah paling tidak S1. Bahkan
untuk Petugas Proteksi Radiasi Medik Tingkat I yang tingkat risiko
pekerjaannya paling tinggi biasa dipertimbangkan hanya boleh diduduki oleh
mereka yang memiliki ijazah S2
b. Surat Izin Bekerja bagi Petugas Proteksi Radiasi Medik dapat diberikan setelah
mereka mengikuti magang di rumah sakit selama paling sedikit satu tahun
untuk meningkatkan ketrampilannya.
c. Perlu disusun jabatan fungsional Petugas Proteksi Radiasi Medik, seperti yang
telah ada bagi Fisikawan Medik. Atau jika hal ini tidak memungkinkan atau
agak sulit, BAPETEN bisa mempertimbangkan untuk merevisi ketentuan
terkait jabatan fungsional Pengawas Radiasi sehingga kegiatan Petugas
Proteksi Radiasi dapat diakomodasi dan Petugas Proteksi Radiasi Medik bisa
memiliki jabatan fungsional Pengawas Radiasi.

KESIMPULAN

Berdasar pembahasan di atas terlihat bahwa tugas dan tanggung jawab


fisikawan medik sudah cukup berat. Untuk dapat mengurangi beban tugas ini
maka sudah selayaknya agar tugas yang berkaitan dengan fisika kesehatan atau
keselamatan radiasi diberikan kepada Petugas Proteksi Radiasi Medik yang
memang secara khusus ditugaskan oleh BAPETEN untuk menangani hal
tersebut. Namun pelimpahan tugas ini memerlukan persiapan yang cukup lama
karena perlu melakukan revisi beberapa peraturan perundangan yang sudah
ada yang memerlukan pendekatan yang intensif dari BAPETEN kepada
Kementerian Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai