Anda di halaman 1dari 2

Pada awalnya banyak peneliti yang menduga bahwa zat makanan yang sangat

fundamental bagi kehidupan adalah air, protein, karbohidrat, lemak dan mineral makro. Pada
tahun 1629 Jacobus Bontius mengidentifikasi penyakit beri-beri di Maluku. Pada akhir abad
19 para ilmuwan medis percaya jika penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman. Teori- teori
ini akhirnya terbantahkan oleh riset-riset Christiaan Eijkman dan Gerrit Grijns pada 1890-an.

Tahun 1898 Eijkman yang mengamati gejala beri-beri pada ayam. Saat diberi pakan
beras putih halus, ayam-ayamnya menunjukkan gelagat polineuritis—kelumpuhan saraf dan
otot—seperti yang tampak pada penderita beri-beri. Gejala itu perlahan sembuh ketika pakan
diganti dengan beras giling kasar. Melalui serangkaian riset di laboratorium Weltevreden
(Gambir), Eijkman menyimpulkan terdapat semacam zat racun dalam beras dan ternyata
penawar racun tersebut terdapat dalam kulit ari beras. Hal ini lah yang menyebabkan ayam-
ayamnya yang sakit bisa pulih setelah diberi pakan beras giling kasar. Penelitian Eijkman-
Grijns menunjukkan bahwa kurangnya nutrisi makanan itulah yang menyebabkan manusia
bisa terjangkit beri-beri. Tetapi, keduanya belum bisa mengidentifikasi secara pasti substansi
macam apa yang terkandung dalam kulit ari beras itu.

Tahun 1901 Frederick Gowland Hopkins menemukan titik terang mengenai substansi
penting  tersebut melalui temuan tryptophan. Tryptophan adalah jenis asam amino esensial
yang terdapat dalam protein. Zat ini hanya bisa diperoleh dari bahan makanan karena tubuh
tak memproduksinya. Pada tahun 1906-1907 Hopkins menyadari bahwa manusia dan hewan
tidak dapat hidup hanya dengan mengonsumsi protein, lemak, dan karbohidrat. Manusia juga
memerlukan zat semacam tryptophan itu untuk pertumbuhannya. Di tahun yang sama
biokimiawan Polandia Casimir Funk memperkenalkan istilah “vitamine” untuk menyebut
substansi penting itu. Karena senyawa ini mengandung komponen nitrogen yang dikenal
sebagai “amine”, Funk lantas menyebutnya sebagai “vital amine”. Penelitian selanjutnya
membuktikan bahwa ada beberapa jenis vitamin yang ternyata tidak merupakan amine. Oleh
sebab itu "vitamine" kemudian diubah menjadi vitamin.”.

Pada tahun 1896 Eijkman bereksperimen dengan KCl, NaCl, dan senyawa lain ,
berkat penelitian Hopkins dan Funk, teorinya tentang defisiensi nutrisi makanan sebagai
penyebab beri-beri kian kuat. Pada 1913 peneliti Amerika, Elmer McCollum membagi
vitamin jadi dua jenis. Ada vitamin A yang larut dalam lemak dan vitamin B yang larut
dalam air. Tahun 1914 Hopkins berhasil mengekstrak zat dari airu susu hangat yang esensial
bagi pertumbuhan normal tikus. Beberapa tahun selanjutnya vitamin-vitamin jenis baru pun
ditemukan. Pada 1926 Jansen, dengan bantuan W.F. Donath, berhasil mengektrak satu jenis
turunan vitamin B dari beras yang disebut thiamin alias vitamin B1. Ansen dan Donath lalu
mengirimkan hasil penelitian mereka kepada Eijkman di Belanda. Eijkman lantas mengakui
bahwa ekstrak thiamin itu berkhasiat mencegah beri-beri. Sejak itu semua misteri telah
terpecahkan. Pada 1929, Eijkman dan Hopkins mendapat anugerah Nobel bidang medis atas
riset-riset mereka yang dianggap sebagai dasar penting dalam penemuan vitamin. Tahun-
tahun selanjutnya vitamin-vitamin lain berhasil ditemukan oleh para ilmuwan. Penelitian-
penelitian kemudian membedakan vitamin menjadi dua kelompok :
1. Vitamin Larut dalam Lemak (Vitamin A, D, E, dan K).

2. Vitamin Larut dalam Air (Vitamin B dan C).

Anda mungkin juga menyukai