Anda di halaman 1dari 185

i

HALAMAN JUDUL
Laporan Tugas Akhir

ESTIMASI PRODUKSI GAS METANA DARI


LANDFILL DI EKS-KARESIDENAN KEDU JAWA
TENGAH DENGAN MODELLING MENGGUNAKAN
LANDGEM DAN LFGCOST-WEB
Studi Kasus: TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan
Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA
Sanggrahan Kabupaten Temanggung

Disusun oleh
Fit Ahyar Biagyunina Rodhiya
21080116120020

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir yang berjudul :

ESTIMASI PRODUKSI GAS METANA DARI LANDFILL DI EKS-


KARESIDENAN KEDU JAWA TENGAH DENGAN MODELLING
MENGGUNAKAN LANDGEM DAN LFGCOST-WEB
Studi Kasus: TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten
Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung

Disusun oleh:
Nama : Fit Ahyar Biagyunina Rodhiya
Nim : 21080116120020

Telah disetujui dan disahkan pada


Hari :
Tanggal :

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Syafrudin, CES, M.T. M. Arief B, S.T., MEng.Sc,


Ph.D
NIP. 195811071988031001 NIP. 197409302001121002

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Lingkungan

Dr. Badrus Zaman, S.T., M.T.


NIP. 197208302000031001
HALAMAN PENGESAHAN

Menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir yang berjudul :

ESTIMASI PRODUKSI GAS METANA DARI LANDFILL DI EKS-


KARESIDENAN KEDU JAWA TENGAH DENGAN MODELLING
MENGGUNAKAN LANDGEM DAN LFGCOST-WEB
Studi Kasus: TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten
Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung

Disusun oleh:
Nama : Fit Ahyar Biagyunina Rodhiya
Nim : 21080116120020

Telah disetujui dan disahkan pada


Hari :
Tanggal :

Menyetujui,
Penguji I Penguji II

Bimastyaji Surya Ramadan, S.T, M.T.


NIP. 199203242019031016 NIP.

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Syafrudin, CES, M.T. M. Arief B, S.T., MEng.Sc,


Ph.D
NIP. 195811071988031001 NIP. 197409302001121002

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Lingkungan
iv

Dr. Badrus Zaman, S.T., M.T.


NIP. 197208302000031001
HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Estimasi Produksi Gas
Metana dari Landfill di Eks-Karesidenan Kedu Jawa Tengah dengan Modelling
Menggunakan LandGEM dan LFGcost-Web Studi Kasus : TPA Banyuurip Kota
Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten
Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung” dengan baik. Proses
penyusunan laporan tugas akhir ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan dan
bimbingan dari pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu, perkenankan penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman dan sumber
kekuatan utama dalam hidup.
2. Keluarga besar atas kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus serta
selalu memberikan dukungan moral maupun material.
3. Bapak Dr. Badrus Zaman, S.T., M.T. selaku Ketua Departemen Teknik
Lingkungan Universitas Diponegoro.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Syafrudin, CES., M.T. dan Bapak M. Arief Budihardjo,
S.T., MEng.Sc, Ph.D. selaku pembimbing tugas akhir yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama
melaksanakan tugas akhir.
5. Bapak Bimastyaji Surya Ramadan, S.T, M.T. dan Bapak selaku penguji
tugas akhir yang telah memberikan saran dan masukan dalam laporan
tugas akhir.
6. Bapak Dr. Budi Prasetyo Samadikun, S.T., M.Si. selaku dosen
koordinator tugas akhir.
7. Ibu Ir. Dwi Siwi Handayani, M.Si. selaku dosen wali Teknik Lingkungan
Universitas Diponegoro 2016.
8. Seluruh jajaran dosen dan staf Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro
yang telah membimbing dan membantu selama perkuliahan.
vi

9. Seluruh pegawai dan karyawan di DLH dan TPA Kota Magelang,


Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Temanggung
yang telah membantu dalam pengumpulan data penulis.
10. Seluruh pegawai dan karyawan Laboratorium Terpadu, Balingtan
Kabupaten Pati, dan Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro yang
telah membantu dalam pengujian sampel penulis.
11. Agnia Nastainu Dina, Aprilia Nabila, Ghina Dyscha, Fairuz Sabrina
Mardiyah, Santika Budi Hapsari, dan Wirega Vania Sera sebagai rekan tim
tugas akhir yang selalu membantu, memberi semangat, dan dukungan.
12. Alifa, Anggita, Cindy, Dania, Hibatin, Nurul, Rani,dan Ratna yang selalu
membantu dan menemani selama perkuliahan ini sampai nanti.
13. Rina dan Siti yang selalu membantu, memberi saran dan nasihat, serta
menemani selama perkuliahan dan hidup di Tembalang.
14. Tia dan Fitri teman SMA yang selalu membantu, memberi saran dan
nasihat, serta menemani selama penelitian.
15. Ibu Kustiyah selaku pemilik kos penulis yang selalu memberikan bantuan,
doa, dan semangat selama hidup di Tembalang.
16. Fauzan yang selalu mendukung, menguatkan, memberi semangat, doa,
memberi dukung moral dan material, menemani lembur dan begadang,
serta tempat bercerita penulis sejak SMP hingga nanti.
Abstrak

Karesidenan Kedu merupakan satuan administrasi di Jawa Tengah yang wilayah


karesidenan ini mencakup Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Wonosobo.
Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah, kondisi jumlah penduduk di Karesidenan
Kedu pada tahun 2016 – 2018 selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah
penduduk tersebut akan mempengaruhi peningkatan jumlah sampah yang akan
menimbulkan permasalahan pada lingkungan, bila tidak diiringi dengan upaya perbaikan
dan peningkatan kinerja sistem pengelolaan persampahan. Proses degradasi material
organik yang berasal dari sampah akan menghasilkan gas metana (CH 4), CO2, sisa bahan
toksik, dan bau. Gas metana dan gas CO2 merupakan salah satu gas yang mempunyai
kontribusi terhadap Gas Rumah Kaca (GRK). Akan tetapi, gas metana dapat pula
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hasil estimasi produksi gas metana di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan
Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung yang berpotensi sebagai sumber energi alternatif. Dalam penelitian ini
menggunakan software Landgem untuk menghitung produksi gas metana yang dihasilkan
dari TPA dan dilengkapi dengan analisis ekonomi untuk proyek gas metana yang
dihasilkan menggunakan LFGcost-Web. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain, produktifitas
gas TPA Banyuurip mencapai puncak pada tahun 2023 yang jumlahnya sebesar 4364,19
Mg/tahun dan 3880,38 Mg/tahun. Sedangkan pada TPA Pasuruhan jumlah maksimum
gas TPA yang dapat dihasilkan tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan
bank sampah sebesar sebesar 15902,97 Mg/tahun dan 13440,95 Mg/tahun pada tahun
2025. Pada TPA Jetis produktifitas gas TPA mencapai puncak tahun 2025, baik tanpa dan
dengan penerapan daur ulang dan komposting yang jumlahnya sebesar 7551,20 Mg/tahun
dan 7503,28 Mg/tahun. Kemudian di TPA Sanggrahan jumlah maksimum gas TPA yang
dapat dihasilkan sebesar tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan bank
sampah sebesar 4547,22 Mg/tahun dan 2444,51 Mg/tahun pada tahun 2022. Berdasarkan
perhitungan model LFGcost-Web, gas TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan
TPA Sanggrahan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik selama 24
tahun menggunakan alat pembangkit small reciprocating engine-generator sets yang
menghasilkan daya maksimum berturut-turut sebesar 431,45 kW, 1572,20 kW, 746,53
kW, dan 449,55 kW. Total biaya yang diperlukan dalam perencanaan proyek pembangkit
listrik di TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan TPA Sanggrahan berturut-turut
sebesar Rp11.371.035.178, Rp30.988.389.094, Rp17.829.963.610, dan
Rp11.640.936.864.

Kata kunci: Gas metana, LandGEM, LFGcost-Web, TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan,
TPA Jetis, TPA Sanggrahan
Abstract
Kedu Residency is an administrative unit in Central Java that consist of Magelang City,
Magelang Regency, Temanggung Regenc,y Kebumen Regency, Purworejo Regency, and
Wonosobo Regency. Based on Central Java Province BPS data, the condition of the
population in Kedu Residency in 2016 - 2018 always increases every year. The
population will influence the increase of waste that will cause problems in the
environment, if not accompanied by efforts to improve the performance of the waste
management system. The process of degradation of organic material derived from waste
will produce methane gas (CH4), CO2, toxic waste, and odors. Methane gas and CO2 gas
is one of the gases that has a contribution to the Greenhouse Gas (GHG). However,
methane gas can also be used as an alternative energy source. This study aims to
determine the results of estimation of methane gas production in Banyuurip Landfill,
Pasuruhan Landfill, Jetis Landfill, Sanggrahan Landfill which have the potential as an
alternative energy source. In this study using Landgem software to calculate the
production of methane gas produced from landfill and with economic analysis for
methane gas projects produced using LFGcost-Web. The results of this study indicate
that without and with the application of recycling, composting, waste banks, etc., the
productivity of Banyuurip landfill gas reached a peak in 2023 which amounted to
4364.19 Mg / year and 3880.38 Mg / year. Whereas in Pasuruhan Landfill the maximum
amount of landfill gas that can be produced without and with the application of
recycling, composting, and waste banks is 15902.97 Mg / year and 13440.95 Mg / year in
2025. In Jetis landfill the landfill gas productivity reaches peak in 2025, both without and
with the application of recycling and composting which amounts to 7551.20 Mg / year
and 7503.28 Mg / year. Then in Sanggrahan landfill, the maximum amount of landfill gas
that can be produced is without and with the application of recycling, composting, and
waste banks of 4547.22 Mg / year and 2444.51 Mg / year in 2022. Based on LFGcost-
Web model calculations, Banyuurip landfill gas, Passtan landfill, Jetis landfill, and
Sanggrahan landfill have the potential to be used as power plants for 24 years using
small reciprocating engine-generator sets that generate maximum power respectively
431.45 kW , 1572.20 kW, 746.53 kW, and 449.55 kW. The total costs required in power
plant project planning in the Banyuurip landfill, the Pasuruh landfill, the Jetis landfill
and the Sanggrahan landfill respectively amounted to Rp11,371,035,178,
Rp30,988,389,094, Rp17,829,963,610 and Rp11,640,936,864.

Keywords: Methane, LandGEM, LFGcost-Web, Banyuurip Landfill, Pasuruhan Landfill,


Jetis Landfill, Sanggrahan Landfill
DAFTAR ISTILAH

GRK : Gas Rumah Kaca


LFG : Landfill Gas
MSW : Municipal Solid Waste
Lo : Potential Methane Generation Capacity
NMOC : Nonmethane Organic Compound Concentration
𝐺𝑊𝑃 : Global Warming Potential
k : Methane Generation Rate
Mi : Massa sampah yang dikomposkan
Efi : Faktor emisi pada proses pengomposan
CAA : Clean Air Act
HAP : Hazardous Air Pollutant
VOC : Volatil Organic Compound
CNG : Compressed Natural Gas
MMBtu : Million British Thermal Unit
CHP : Combined Heat and Power
NPV : Net Present Value dan
IRR : Internal Rate of Return
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................iv
Abstrak ..................................................................................................................vi
Abstract .................................................................................................................vii
DAFTAR ISTILAH..............................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................I-1
1.1 Latar Belakang Penelitian...................................................................I-1
1.2 Identifikasi Masalah...........................................................................I-5
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................I-5
1.4 Rumusan Tujuan.................................................................................I-6
1.5 Pembatasan Masalah..........................................................................I-6
1.6 Rumusan Manfaat...............................................................................I-7
BAB II KAJIAN PUSTAKA..............................................................................II-1
2.1 Landasan Teori..................................................................................II-1
2.1.1. Sampah....................................................................................II-1
2.1.2. Pengertian TPA........................................................................II-3
2.1.3. Proses Pembentukan Gas Metana............................................II-4
2.1.4. Prediksi Gas Metan..................................................................II-8
2.1.5. Pemanfaatan Gas Metana dari TPA.......................................II-14
2.2 Studi Perencanaan yang Relevan....................................................II-19
2.3 Kerangka Berpikir...........................................................................II-29
2.4 Hipotesis Penelitian.........................................................................II-30
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................III-1
3.1. Tujuan Penelitian.............................................................................III-1
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................III-2
3.3. Metode Penelitian............................................................................III-4
3.3.1. Alat Penelitian........................................................................III-4
3.3.2. Bahan Penelitian.....................................................................III-6
xi

3.3.3. Rancangan Alat Penangkap Gas Metana................................III-7


3.4. Teknik Pengambilan Sampel...........................................................III-8
3.4.1. Wawancara.............................................................................III-8
3.4.2. Sampling Gas Metana............................................................III-8
3.4.3. Sampling Lindi/Air di Sumur Pantau.....................................III-8
3.5. Teknik Pengumpulan Data...............................................................III-8
3.5.1. Pengumpulan Data Primer......................................................III-9
3.5.2. Pengumpulan Data Sekunder.................................................III-9
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data...........................................III-10
3.6.1. Tahap Persiapan...................................................................III-11
3.6.2. Tahap Pelaksanaan...............................................................III-11
3.6.3. Tahap Analisis Data.............................................................III-11
3.6. Diagram Alir Penelitian.................................................................III-12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................IV-1
4.1 Hasil ................................................................................................IV-1
4.1.1. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kota Magelang.........IV-1
4.1.2. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Magelang.......
...........................................................................................IV-17
4.1.3. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Purworejo.......
...........................................................................................IV-29
4.1.4. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Temanggung. .
...........................................................................................IV-41
4.2 Pernyataan Teknik Analisis Data..................................................IV-51
4.2.1. Potensi Kuantitas Gas TPA Banyuurip................................IV-51
4.2.2. Potensi Kuantitas Gas TPA Pasuruhan................................IV-58
4.2.3. Potensi Kuantitas Gas TPA Jetis..........................................IV-64
4.2.4. Potensi Kuantitas Gas TPA Sanggrahan..............................IV-69
4.3 Kesimpulan Hasil Analisis Data....................................................IV-74
4.3.1. Hasil LandGEM dan LFGcost-Web.....................................IV-74
4.3.2. Analisis Kualitas Air Lindi dan Air Tanah..........................IV-75
4.3.3. Hasil Sampling Gas TPA.....................................................IV-83
4.4 Penafsiran Terhadap Kesimpulan Analisis Data...........................IV-85
4.4.1. Analisis Kelayakan Ekonomi...............................................IV-85
4.4.2. Analisis Umur Tumpukan Sampah terhadap Komposisi Lindi.....
...........................................................................................IV-86
xii

4.4.3. Analisis Kelayakan TPA Sesuai SOP dan Rekomendasinya........


...........................................................................................IV-88
4.4.4. Rekomendasi ke Sistem Sanitary Landfill...........................IV-95
4.5 Kesimpulan Pengujian Hipotesis...................................................IV-99
BAB V KESIMPULAN......................................................................................V-1
5.1 Kesimpulan.......................................................................................V-1
5.2 Saran.................................................................................................V-3
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Sampah Domestik.............................................................II-2


Tabel 2.2. Landfil Gas..........................................................................................II-5
Tabel 2.3. Methane Generation Rate (nilai k)...................................................II-10
Tabel 2.4. Potential Methane Generation Capacity (Nilai Lo).........................II-10
Tabel 2.6. Penelitian yang Relevan.................................................................II-22Y
Tabel 3.1. Tujuan Operasional Penelitian...........................................................III-1
Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir......................................................III-2
Tabel 3.3. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.............................................III-5
Tabel 3.4. Pengumpulan Data Sekunder.............................................................III-1
Tabel 4.1. Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kota Magelang Tahun 2011-
2014.................................................................................................IV-3
Tabel 4.2 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Banyuurip, Kota Magelang
Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-
Lain..................................................................................................IV-4
Tabel 4.3 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Banyuurip, Kota Magelang
Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan
Lain-Lain.........................................................................................IV-6
Tabel 4.4 Produksi Maksimum Gas TPA Banyuurip Tanpa dan Dengan Penerapan
Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain..............IV-16
Tabel 4.5 Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kabupaten Magelang.......IV-18
Tabel 4.6 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Pasuruhan, Kabupaten
Magelang Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Sampah..........................................................................................IV-19
Tabel 4.7 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Pasuruhan, Kabupaten
Magelang dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Sampah..........................................................................................IV-21
Tabel 4.8 Produksi Maksimum Gas TPA Pasuruhan Tanpa dan Dengan Penerapan
Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah................................IV-28
Tabel 4.9 Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kabupaten Purworejo Tahun
2012-2014......................................................................................IV-31
Tabel 4.10 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Jetis, Kabupaten Purworejo
Tanpa Penerapan Daur Ulang dan Komposting............................IV-32
Tabel 4.11 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Jetis, Kabupaten Purworejo
Dengan Penerapan Daur Ulang dan Komposting..........................IV-33
Tabel 4.12 Produksi Maksimum Gas TPA Jetis Tanpa dan Dengan Penerapan
Daur Ulang dan Komposting.........................................................IV-40
Tabel 4.13 Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kabupaten Temanggung..........
.......................................................................................................IV-42
Tabel 4.14 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Sanggrahan, Kabupaten
Temanggung Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Sampah..........................................................................................IV-43
xiv

Tabel 4.15 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Sanggrahan, Kabupaten


Temanggung Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Sampah..........................................................................................IV-44
Tabel 4.16 Produksi Maksimum Gas TPA Sanggrahan Tanpa dan Dengan
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah..............IV-51
Tabel 4.17 Produksi Gas Maksimum sebagai Gas Medium Btu......................IV-52
Tabel 4.18 Produksi Landfill Gas Maksimum sebagai Pembangkit Listrik.....IV-55
Tabel 4.19 Perhitungan Biaya Investasi dan O&M..........................................IV-57
Tabel 4.20 Produksi Gas Maksimum sebagai Gas Medium Btu......................IV-59
Tabel 4.21 Produksi Landfill Gas Maksimum sebagai Pembangkit Listrik.....IV-61
Tabel 4.22 Perhitungan Biaya Investasi dan O&M..........................................IV-64
Tabel 4.23 Produksi Gas Maksimum sebagai Gas Medium Btu......................IV-66
Tabel 4.24 Produksi Landfill Gas Maksimum sebagai Pembangkit Listrik.....IV-67
Tabel 4.25 Perhitungan Biaya Investasi dan O&M..........................................IV-70
Tabel 4.26 Produksi Gas Maksimum sebagai Gas Medium Btu......................IV-72
Tabel 4.27 Produksi Landfill Gas Maksimum sebagai Pembangkit Listrik.....IV-73
Tabel 4.28 Perhitungan Biaya Investasi dan O&M..........................................IV-76
Tabel 4.29 Karakteristik Lindi di Inlet dan Outlet Instalasi Pengolah Lindi TPA
Banyuurip Kota Magelang.............................................................IV-79
Tabel 4.30 Hasil Pengujian Air dari Sumur Pantau TPA Pasuruhan...............IV-81
Tabel 4.31 Kualitas Air Lindi di IPAL TPA Jetis Kabupaten Purworejo........IV-82
Tabel 4.32 Kualitas Air Tanah di Sekitar TPA Jetis Kabupaten Purworejo....IV-83
Tabel 4.33 Kualitas Air Lindi di IPAL TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung
.......................................................................................................IV-86
Tabel 4.34 Hasil Sampling Gas TPA Banyuurip..............................................IV-87
Tabel 4.35 Analisis Kelayakan Investasi..........................................................IV-89
Tabel 4.36 Karakteristik Air Lindi Disesuaikan dengan Usia TPA................IV-91
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sistem Pemanfaatan LFG menjadi Listrik....................................II-16


Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian...........................................................II-29Y
Gambar 3.1. Lokasi Pengambilan Data di TPA Banyuurip Kota Magelang......III-3
Gambar 3.2. Lokasi Pengambilan Data di TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang
.......................................................................................................III-3
Gambar 3.3 Lokasi Pengambilan Data di TPA Jetis Kabupaten Purworejo......III-3
Gambar 3.4. Lokasi Pengambilan Data di TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung..................................................................................III-4
Gambar 3.5. Rancangan Alat Penangkap Gas Metana.......................................III-7
Gambar 3.6. Diagram Alir Proses Penelitian Penurunan Emisi Gas Metana dari
TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten
Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan
Kabupaten Temanggung................................................................III-1
Gambar 4.1 Tampak Atas TPA Banyuurip Kota Magelang...............................IV-2
Gambar 4.2 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Megagram (Mg).............IV-12
Gambar 4.3 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubic Meters Per Year
(m3/tahun)....................................................................................IV-13
Gambar 4.4 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubicfeet Per Minute
(ft3/menit)....................................................................................IV-13
Gambar 4.5 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Megagram (Mg).............IV-14
Gambar 4.6 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubic Meters Per Year
(m3/tahun)....................................................................................IV-14
Gambar 4.7 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubicfeet Per Minute
(ft3/menit)....................................................................................IV-15
Gambar 4.8 Tampak Atas TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang...................IV-17
Gambar 4.9 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)............................IV-25
Gambar 4.10 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun).........
.....................................................................................................IV-25
Gambar 4.11 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)...IV-26
Gambar 4.12 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)............................IV-26
xvi

Gambar 4.13 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun).........
.....................................................................................................IV-27
Gambar 4.14 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)...IV-27
Gambar 4.15 Tampak Atas TPA Jetis Kabupaten Purworejo..........................IV-30
Gambar 4.16 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang dan Komposting
dalam Satuan Megagram (Mg)....................................................IV-37
Gambar 4.17 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang dan Komposting
dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun).......................IV-37
Gambar 4.18 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang dan Komposting
dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)..........................IV-38
Gambar 4.19 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang dan Komposting
dalam Satuan Megagram (Mg)....................................................IV-38
Gambar 4.20 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang dan Komposting
dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun).......................IV-39
Gambar 4.21 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang dan Komposting
dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)..........................IV-39
Gambar 4.22 Tampak Atas TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung..........IV-41
Gambar 4.23 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)............................IV-47
Gambar 4.24 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun).........
.....................................................................................................IV-48
Gambar 4.25 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)...IV-48
Gambar 4.26 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)............................IV-49
Gambar 4.27 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun).........
.....................................................................................................IV-49
Gambar 4.28 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)...IV-50
Gambar 4.29 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Banyuurip Tanpa
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain
.....................................................................................................IV-56
Gambar 4.30 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Banyuurip Dengan
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain
.....................................................................................................IV-56
Gambar 4.31 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Pasuruhan Tanpa
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah...........IV-62
Gambar 4.32 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Pasuruhan Dengan
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah...........IV-63
Gambar 4.33 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Jetis Tanpa Penerapan
Daur Ulang dan Komposting......................................................IV-68
xvii

Gambar 4.34 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Jetis Dengan Penerapan
Daur Ulang dan Komposting......................................................IV-69
Gambar 4.35 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Sanggrahan Tanpa Daur
Ulang, Komposting, dan Bank Sampah......................................IV-75
Gambar 4.36 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Sanggrahan Dengan Daur
Ulang, Komposting, dan Bank Sampah......................................IV-75
Gambar 4.37 Kolam Penampungan Air Lindi TPA Banyuurip Kota Magelang.......
.....................................................................................................IV-80
Gambar 4.38 Sumur Pantau TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang................IV-82
Gambar 4.39 Instalasi Pengolahan Air Lindi TPA Jetis Kabupaten Purworejo........
.....................................................................................................IV-85
Gambar 4.40 Sumur Pantau di TPA Jetis Kabupaten Purworejo.....................IV-85
Gambar 4.41 Sampling Gas TPA Banyuurip Kota Magelang.........................IV-88
Gambar 4.42 Volume Gas TPA Banyuurip Dimasukkan ke Vacuum Blood. .IV-89
xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A
1. Perhitungan Emisi Gas TPA Banyuurip dari Hasil LandGEM versi 3.02
Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain
2. Perhitungan Emisi Gas TPA Banyuurip dari Hasil LandGEM versi 3.02
Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-
Lain
3. Perhitungan Emisi Gas TPA Pasuruhan dari Hasil LandGEM versi 3.02
Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
4. Perhitungan Emisi Gas TPA Pasuruhan dari Hasil LandGEM versi 3.02
Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
5. Perhitungan Emisi Gas TPA Jetis dari Hasil LandGEM versi 3.02 Tanpa
Penerapan Daur Ulang dan Komposting
6. Perhitungan Emisi Gas TPA Jetis dari Hasil LandGEM versi 3.02 Dengan
Penerapan Daur Ulang dan Komposting
7. Perhitungan Emisi Gas TPA Sanggrahan dari Hasil LandGEM versi 3.02
Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
8. Perhitungan Emisi Gas TPA Sanggrahan dari Hasil LandGEM versi 3.02
Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
9. Hasil Perhitungan Menggunakan LFGcost-Web TPA Banyuurip dari Hasil
LandGEM versi 3.02
10. Hasil Perhitungan Menggunakan LFGcost-Web TPA Pasuruhan dari Hasil
LandGEM versi 3.02
11. Hasil Perhitungan Menggunakan LFGcost-Web TPA Jetis dari Hasil
LandGEM versi 3.02
12. Hasil Perhitungan Menggunakan LFGcost-Web TPA Sanggrahan dari
Hasil LandGEM versi 3.02
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Karesidenan Kedu merupakan satuan administrasi di Jawa Tengah yang


wilayah karesidenan ini mencakup Kota Magelang, Kabupaten Magelang,
Kabupaten Temanggung Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, dan
Kabupaten Wonosobo. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah, kondisi
jumlah penduduk di Karesidenan Kedu pada tahun 2016 – 2018 selalu mengalami
kenaikan tiap tahunnya. Jumlah penduduk tersebut akan mempengaruhi
peningkatan jumlah sampah yang akan menimbulkan permasalahan pada
lingkungan, bila tidak diiringi dengan upaya perbaikan dan peningkatan kinerja
sistem pengelolaan persampahan. Dimana, proses akhir dari pengelolaan sampah
yang dihasilkan dari kegiatan manusia berada di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir
Sampah).

Tempat Pemrosesan Akhir akan menerima segala risiko akibat pola


pembuangan sampah yang tidak sempurna terutama yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya pencemaran lindi (leachate) ke badan air maupun air
tanah, pencemaran udara oleh gas, ancaman bagi kesehatan manusia, dan efek
rumah kaca dengan menyumbang emisi (1 ton sampah setara dengan 0,6 ton CO 2)
(PPLP, 2013). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa gas rumah kaca
yang dihasilkan dari limbah 1 ton adalah 40-250 m3[CITATION JLo09 \l 1057 ].
Keberadaan sampah tidak hanya mengganggu sanitasi tetapi juga berpengaruh
pada perubahan iklim. Penyebab dari perubahan iklim tidak lain dikarenakan
keberadaan emisi Gas Rumah Kaca. Gas Rumah Kaca merupakan gas-gas yang
memiliki efek rumah kaca, seperti gas Karbon Dioksida (CO2), Metana (CH4),
Dinitrogen Mono Oksida (N2O), Hidro Fluorocarbon (HFCs), Sulfur Hexaflorida
(SF6), dan Perfluoro Karbon (PFCs) [ CITATION KLH16 \l 1057 ].
2

Sampah padat kota yang dibuang ke TPA akan mengalami proses


dekomposisi secara anaerobik sehingga menghasilkan gas yang disebut landfill
gas [CITATION Wil09 \l 1057 ]. Gas landfill atau LFG merupakan gas yang
dihasilkan oleh mikroba pada saat bahan organik mengalami proses fermentasi
dalam suatu keadaan anaerobik (Garcilasso et al, 2011). Hasil penelitian terbaru di
lokasi TPA yang dilakukan di Kota Pekalongan tahun 2013 oleh GIZ, komposisi
jenis sampah sebagian besar berupa sampah organik yakni sebesar 61,37% yang
akan mengalami proses dekomposisi secara anaerobik menjadi gas CH4, CO2, dan
sejumah kecil gas N2, H2, H2S, H2O (GIZ, 2013). Dekomposisi sampah memiliki
waktu jeda, tidak langsung terjadi setelah sampah dibuang. Oleh karena itu, emisi
CH4 oleh dekomposisi sampah dapat berlangsung dalam periode waktu yang
panjang (kira-kira 50 tahun) setelah sampah ditimbun dalam landfill (Stefanie et
al, 2013). Total emisi metana global diperkirakan 500 Tg/tahun dan landfill
berkontribusi 40 Tg/tahun atau 7% dari total. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) memperkirakan bahwa emisi TPA adalah 7% dari total emisi
metana global (Komsilp, 2006). Namun, potensi gas metana di sanitary landfills
lebih tinggi daripada di open dumpsites karena adanya penutup penghalang atas
yang menyediakan kondisi yang menguntungkan untuk produksi metana
(Chiemchaisri, et al 2007). Gas metana dan gas CO2 merupakan gas rumah kaca
yang berkonstribusi terhadap pemanasan global yang dihasilkan dari kegiatan
pembakaran terbuka [CITATION Shi11 \l 1057 ]. Gas CH4 adalah salah satu dari gas
rumah kaca yang terbesar kedua setelah karbondioksida (CO2) yang potensi
merusak 21 kali lebih besar dari gas CO2 [ CITATION Sud10 \l 1057 ]. Akan tetapi,
gas metana dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Gas metana
menyediakan sumber daya potensial yang terbarukan. Satu meter kubik limbah
memiliki nilai energi 4 hingga 5 kilowatt (kwh) atau 0,5 liter minyak pemanas
[CITATION Bra04 \l 1057 ]. Besarnya jumlah sampah yang masuk ke TPA
merupakan suatu kesempatan untuk memanfaatkannya menjadi energi alternatif.
3

Di Kota Semarang, gas yang dihasilkan dari TPA Jatibarang


dimanfaatkan sebagai bahan bakar unit pembangkit listrik tenaga gas TPA
(Mahfud dkk, 2016). Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar
Gebang Bekasi Jawa Barat juga telah memanfaatkan metana dari TPA menjadi
bahan bakar untuk pembangkit listrik dengan menerapkan teknologi pirolisis dan
Galfad [CITATION Kem10 \l 1057 ]. Kemudian Bappeda Kota Malang menyatakan
dalam Studi Kelayakan Penangkapan Gas Metan di TPA Supit Urang, bahwa pada
tahun 2009 persentase gas metan kurang lebih 27% memiliki nilai kalor sebesar
8.000 kkal yang setara dengan kayu bakar atau mempunyai nyala api kuning
[ CITATION Bap09 \l 1057 ]. Persentase gas metan perlu ditingkatkan hingga 50%
jika akan dimanfaaatkan sebagai energi alternatif, sehingga nilai kalornya dapat
setara dengan LPG.

Sejumlah model matematika telah dikembangkan untuk memperkirakan


emisi gas TPA dari lokasi pembuangan limbah padat kota. Model-model ini
termasuk Vertical Radial Plume Mapping Optical Remote Sensing (VRPM ORS),
Horizontal Radial Plume Mapping Optical Remote Sensing (HRPM ORS), gas
pelacak, inverse modeling, differential absorption light detection and ranging
(LiDAR), LandGEM (USEPA), IPCC, Mimicrometeorological eddy covariance
(EC) dan flux chambers. Namun, metode ini memiliki beberapa kelemahan seperti
kekurangan semua emisi, tapak kecil, topografi tidak teratur, kompleksitas,
ketidakpastian di area sumber dan biaya tinggi (S.S. Hosseini et al, 2018).
LandGEM adalah model paling konvensional yang digunakan untuk emisi LFG
karena kesederhanaan dan ketidakpekaannya terhadap ketidakstabilan atmosfer
(Hamid et al, 2013). Model LandGEM adalah model dekomposisi orde pertama
(sebagai model fit data yang sederhana dan relatif baik) yang dikembangkan oleh
US. Environmental Protection Agency. Model ini telah dikembangkan secara
khusus untuk menentukan generasi metana untuk inventaris serta tujuan
kepatuhan. Model ini juga dapat menentukan sekitar 46 polutan yang ada di area
TPA. Model LandGEM dipilih untuk penentuan tingkat emisi gas TPA yang lebih
representatif karena merupakan model yang paling dapat diandalkan untuk
4

kuantifikasi tingkat emisi dan memberikan perkiraan yang paling konservatif dan
terdekat (Ioanna & Mihalis, 2005). Dalam LandGEM, model bertumpu pada 2
parameter dasar, Lo atau potensi metana (m3 CH4/Mg dari MSW) dan k atau
konstanta laju metana (tahun−1). Sedangkan LFGcost-Web merupakan perangkat
lunak yang dikembangkan sebagai Program Penjangkauan Metana Timbunan
Sampah (LMOP) EPA untuk melakukan analisis ekonomi awal dari proyek
pemulihan energi gas landfill prospektif (LFG) (EPA, 2017). LFGcost-Web
memperkirakan tingkat LFG menggunakan persamaan peluruhan orde pertama.
Input dan biaya default yang diperkirakan oleh LFGcost-Web didasarkan pada
desain proyek yang khusus dan untuk situasi landfill yang khusus. Sementara
model memungkinkan pengguna untuk menyesuaikan input tertentu dengan
kondisi spesifik lokasi dan proyek, persamaan dalam model dikunci untuk
menjaga integritas model. Model ini mencoba untuk memasukkan semua
peralatan, pekerjaan di lokasi, izin, kegiatan operasi, dan pemeliharaan yang
biasanya diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan proyek tipikal.

Pada penelitian sebelumnya di TPA Akrotiri, TPA Tanjulangsat, dan TPA


Galuga untuk menghitung estimasi emisi Gas Rumah Kaca yaitu gas metana
digunakan perangkat lunak LandGEM. Sedangkan penelitian yang dilakukan TPA
Muara Fajar, hasil estimasi produksi gas yang dihasilkan dengan perangkat lunak
LandGEM selanjutnya juga dilakukan perhitungan dengan metode landfill atau
metode Thermal yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah. Namun, penelitian-penelitian tersebut tidak dilengkapi dengan
analisis ekonomi untuk mengembangkan proyek energi landfill gas yang akan
direncanakan.

Oleh karena itu, peneliti menarik kesimpulan bahwa pentingnya


dilakukan penelitian mengenai gas metana yang dihasilkan oleh TPA, khususnya
di wilayah Karesidenan Kedu Jawa Tengah, lebih fokusnya di TPA Banyuurip
Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten
Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung untuk menganalisis
estimasi produksi gas metana yang berpotensi sebagai sumber energi alternatif.
5

Penelitian yang akan dilakukan ini juga dilakukan dengan modelling


menggunakan LandGEM dan LFGcost-Web. Mengukur jumlah emisi gas metana
dari landfill di TPA dapat membantu dalam menurunkan tingkat pencemaran oleh
gas rumah kaca (GRK) dan kerusakan lingkungan bahkan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pembangkit listrik yang disebut dengan pembangkit Listrik
Tenaga Sampah (PLTSa). Penggunaan LandGEM merupakan cara untuk
menghitung produksi gas metana yang dihasilkan oleh TPA dengan tingkat
akurasi yang presisi. Sedangkan LFGcost-Web digunakan untuk menghitung
profil pembuatan LFG berdasarkan karakteristik TPA dan input pengguna lain,
serta menentukan berbagai output spesifik proyek gas metana. Penelitian ini
bertujuan menggambarkan model LandGEM dan LFGcost-Web untuk emisi gas di
TPA di Jawa Tengah dengan hasil berupa estimasi produksi gas metana yang
dilengkapi dengan analisis ekonomi untuk proyek gas metana yang dihasilkan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah dalam penelitian yang


akan dilakukan dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang,
TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung
belum dilakukan pengukuran estimasi produksi gas metana yang dihasilkan.
2. TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang,
TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung
belum dilakukan identifikasi potensi gas metana yang dihasilkan.

1.3 Rumusan Masalah

Perumusan permasalahan yang diangkat dari penelitian ini diuraikan dengan


pertanyaan – pertanyaan sebagai berikut :
1. Berapa hasil estimasi produksi gas metana di TPA Banyuurip Kota
Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten
Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung?
6

2. Berapa nilai estimasi gas di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA


Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA
Sanggrahan Kabupaten Temanggung yang berpotensi sebagai sumber energi
alternatif?

1.4 Rumusan Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui hasil estimasi produksi gas metana di TPA Banyuurip Kota
Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten
Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung.
2. Mengetahui nilai estimasi gas di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA
Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA
Sanggrahan Kabupaten Temanggung yang berpotensi sebagai sumber energi
alternatif.

1.5 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini, antara lain :


1. Penelitian ini dilakukan di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan
Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan
Kabupaten Temanggung sebagai lokasi penelitian estimasi produksi gas
metana.
2. Penelitian ini hanya terbatas pada timbulan sampah di TPA Banyuurip Kota
Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten
Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung.
3. Perhitungan produksi gas metana dari timbulan sampah di TPA Banyuurip
Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis
Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung
menggunakan pedoman LandGEM dan LFGcost-Web.
7

1.6 Rumusan Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Bagi Mahasiswa
Manfaat penelitian ini bagi mahasiswa yaitu menambah pengetahuan
mengenai estimasi produksi gas metana yang diproduksi dari proses
pembuangan sampah di TPA dengan menggunakan LandGEM dan
LFGcost-Web.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan yaitu memberikan
pengetahuan dan rekomendasi hasil estimasi produksi gas metana dari
TPA di Eks-Karesidenan Kedu Jawa Tengah menggunakan LandGEM dan
LFGcost-Web yang dapat digunakan sebagai data penunjang dalam
pengoperasian TPA, sehingga dapat diupayakan sistem pengoperasian
yang sesuai dengan merancang dan melaksanakan sistem pengumpulan
gas metana untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik yang juga
dapat mengurangi tingkat pencemaran oleh GRK dan mencegah ledakan.
II-1

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1. Sampah
2.1.1.1. Pengertian Sampah dan Timbulan Sampah

Berdasarkan SNI 19-2454 Tahun 2002, sampah adalah limbah yang


bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak
berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan. Menurut UU No 18 Tahun 2008, sampah
adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat. Sedangkan pengertian sampah menurut World Health Organization
(WHO), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang
tidak digunakan lagi atau dibuang.

Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah kota di Indonesia


berkisar antara 2-3 liter/orang/hari dengan densitas 200-300 kg/m3 dan komposisi
sampah organik 70-80% [CITATION Pad10 \l 1057 ]. Besaran rata-rata timbulan
sampah dan komposisinya dipengaruhi oleh berbagai faktor selain aktifitas
penduduk diantaranya sistem pengelolaan sampah, teknologi, musim dan waktu,
kepadatan penduduk, kebiasaan penduduk, tingkat sosial ekonomi serta keadaan
geografi.
II-2

2.1.1.2. Penggolongan Jenis Sampah

Sampah yang berasal dari permukiman/tempat tinggal dan daerah


komersial, selain terdiri atas sampah organik dan anorganik, juga dapat
berkategori B3. Sampah organik bersifat biodegradable sehingga mudah
terdekomposisi, sedangkan sampah anorganik bersifat non-biodegradable
sehingga sulit terdekomposisi. Bagian organik sebagian besar terdiri dari atas sisa
makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, karet, kulit, kayu, dan sampah kebun
[CITATION Pad10 \l 1057 ].

2.1.1.3. Komposisi Sampah

Pengelompokan berikutnya yang juga sering dilakukan adalah


berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat
basah) atau % volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca,
kain, makanan, dan lain – lain [CITATION Pad10 \l 1057 ].

Tabel 2.1.
Komposisi Sampah Domestik
Kategori Sampah % Berat % Volume
Kertas dan bahan–bahan kertas 32,98 62,61
Kayu/produk dari kayu 0,38 0,15
Plastik, kulit, dan produk karet 6,84 9,06
Kain dan produk tekstil 6,36 5,1
Gelas 16,06 5,31
Logam 10,74 9,12
Bahan batu, pasir 0,26 0,07
Sampah organic 26,38 8,58
Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2010

2.1.1.4. Karakteristik Sampah

Selain komposisi, karakteristik lain yang biasa ditampilkan dalam


penanganan sampah adalah karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut
sangat bervariasi, tergantung pada komponen–komponen sampah [CITATION
Pad10 \l 1057 ].
II-3

Karakteristik sampah dapat dikelompokkan menurut sifat-sifatnya,


seperti [CITATION Pad10 \l 1057 ] :

a. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar
volatile, kadar abu, nilai kalor, dan distribusi ukuran.
b. Karakteristik Kimia
Khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah tersebut yang
terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dsb.

2.1.1.5. Faktor yang Mempengaruhi Timbulan Sampah

Rata–rata timbulan sampah bervariasi dari hari ke hari antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah.
[CITATION Pad10 \l 1057 ] adalah :
a. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya
b. Tingkat hidup
c. Musim
d. Cara hidup dan mobilitas penduduk
e. Iklim
f. Cara penanganan makanannya

2.1.2. Pengertian TPA

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun


2014 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Jawa Tengah, Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah yang selanjutnya disebut TPAS adalah tempat untuk
memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi
manusia dan lingkungan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat
dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaan sejak dari sumber,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai menuju pembuangan akhir.
II-4

TPA merupakan kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari sarana dan
prasarana pengelolaan sampah [ CITATION Sud09 \l 1057 ].
Berdasarkan metode pembuangan sampah, tempat pembuangan akhir (TPA)
dapat dibagi menjadi :
a. Open dumping
Metode open dumping ini merupakan sistem pengolahan sampah dengan
hanya membuang/menimbun sampah di suatu tempat tanpa ada perlakuan
khusus atau sistem pengolahan yang benar, sehingga sistem open dumping
menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.
b. Control landfill
Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu
dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA
penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.
c. Sanitary landfill
Metode sanitary landfill adalah sistem pembuangan akhir sampah yang
dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup
dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup
dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.

2.1.3. Proses Pembentukan Gas Metana


2.1.3.1. Proses Terbentuknya Gas di TPA

Secara keseluruhan, proses dekomposisi zat organik di TPA akan


berlangsung secara aerobik dan anaerobik. Proses aerobik berlangsung hanya
beberapa saat ketika oksigen terjebak dalam tumpukan sampah pada waktu
pembongkaran. Segera setelah perataan dan pemadatan, kandungan oksigen akan
sangat cepat habis kecuali pada lapisan teratas dari sampah yang berhubungan
dengan udara bebas. Selanjutnya bagian yang lebih dalam akan kehabisan oksigen
dan menjadi anaerobik. Dalam kondisi anaerob, materi organik pada sampah yang
umumnya akan terurai melalui tahapan-tahapan berikut [CITATION Dam08 \l 1057 ].
II-5

1. Likuifaksi/hidrolisis
Hidrolisis yaitu pemecahan rantai karbon panjang menjadi rantai karbon
yang lebih sederhana pada proses degradasi sampah oleh
mikroorganisme.
2. Asidogenes
Pada tahap asidogenesis bakteri menghasilkan asam, mengubah dari
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek menjadi asam-asam
organik akibat adanya aktivitas dari mikroorganisme acidogen.
3. Asetogenes
Asam lemak yang teruapkan dari hasil asidogenesis digunakan sebagai
energi oleh beberapa bakteri obligat anaerobik. Tetapi bakteri-bakteri
tersebut hanya mampu mendegradasi asam lemak menjadi asam asetat.
Produk yang dihasilkan ini menjadi substrat pada pembentukan gas
metana oleh bakteri metanaogenik.
4. Metanogenesis
Metanogenesis adalah tahap degradasi yang menghasilkan gas metana
(CH4) dan karbondioksida akibat aktivitas mikroorganisme pembentuk
metana.

Gas yang berasal dari landfill biasanya memiliki konsentrasi sebesar 60%
untuk gas metana (CH4) dan 40% untuk karbondioksida (CO2). Berikut gas yang
dihasilkan landfill dengan proses anaerobik :

Tabel 2.2.
Landfil Gas
Komponen Kandungan Gas
Metana (CH4) 45-60
Karbondioksida 40-60
Nitrogen 2-5
Oksigen 0,1-1
Ammonia 0,1-1
Hydrogen 0-0,2
II-6

Komponen Kandungan Gas


Karbon monoksida 0-0,2
Sumber : Tchobanoglous et al., dalam Direktorat Pengembangan
PLP, 2013

Komposisi terbesar dari gas yang dihasilkan adalah gas metana (CH 4) dan karbon
dioksida (CO2). Gas-gas ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang
potensial dan jika tidak dikelola dengan baik juga akan menimbulkan pencemaran.
Gas metana dan gas CO2 merupakan salah satu gas yang mempunyai kontribusi
terhadap Gas Rumah Kaca (GRK). Gas metana mempunyai kekuatan 21 kali lebih
kuat dalam menyimpan panas dibandingkan gas CO2. Kondisi ini menyebabkan
pengelolaan sampah di landfill merupakan salah satu kontributor penyebab
pemanasan global.

Proses dekomposisi gas dari tempat pembuangan sampah sehingga


menjadi gas yang berbahaya adalah sebagai berikut:

a. Dekomposisi bakteri, sebagian besar gas yang berada di TPA dihasilkan dari
dekomposisi bakteri, dimana terjadi ketika sampah organik dipecah oleh
bakteri alami yang hadir dalam limbah dan di tanah yang akan digunakan
untuk menutupi TPA limbah organik meliputi makanan, limbah kebun,
penyapuan jalan, tekstil, produk kayu, dan kertas.
b. Volatilisasi yaitu gas yang dihasilkan dari limbah tertentu, terutama
senyawa organik, yang akan berubah dari cairan atau padat menjadi uap.
Proses ini dikenal sebagai penguapan. NMOC di gas pembuangan sampah
bisa menjadi hasil penguapan dari bahan kimia yang dibuang di tempat
pembuangan akhir.
c. Reaksi kimia yaitu gas pembuangan sampah, termasuk NMOCs dapat
diciptakan oleh reaksi bahan kimia tertentu yang terdapat dalam limbah.
Misalnya, jika klorin pemutih dan amonia tercampur dalam satu
penampungan maka akan menghasilkan gas berbahaya.
II-7

Banyak faktor pengontrol dekomposisi antara lain kadar air, konsentrasi


nutrisi, kehadiran dan distribusi mikroorganisme, ukuran partikel, fluks air,
tingkat pH, dan suhu (Susan et al, 2000).

2.1.3.2. Dekomposisi Anaerob Bahan Organik

Proses degradasi material organik yang berasal dari sampah akan


menghasilkan gas metana (CH4), CO2, sisa bahan toksik, dan bau. Metana
diproduksi di dalam tanah sebagai hasil akhir dari dekomposisi bahan organik
secara anaerob. Bakteri penghasil metana (metanogen) merupakan kelompok
khusus mikroba yang mengkatabolis sejumlah molekul kecil dan menghasilkan
metana sebagai produk katabolik utama. Kelompok bakteri tersebut adalah satu-
satunya bentuk kehidupan yang diketahui menghasilkan hidrokarbon sebagai
produk katabolik utama [ CITATION DRB00 \l 1057 ]. Bahan organik pada tempat
pembuangan sampah akhir akan mengalami penguraian (Nuryani dkk, 2003).
Penguraian tersebut berlangsung melalui proses kimiawi dan biologis yang
selanjutnya akan menghasilkan bahan padat, gas, dan cairan. Oleh karena itu, gas
metana (CH4) yang dihasilkan dari suatu landfill sangat dipengaruhi oleh
kematangan sampah di suatu TPA [ CITATION Mar07 \l 1057 ].

Teknologi pengolahan gas metana meliputi :

1. Pemanfaatan gas metana menjadi sumber energi


Kelayakan gas metan apabila akan digunakan sebagai energi alternatif,
maka harus memenuhi salah satu standar-standar berikut ini [ CITATION
War06 \l 1057 ] :
 Konsentrasi prosentase gas metana yang dihasilkan lebih besar dari
45% v/v atau diatas 50 %
 Laju volume gas hSUarus diatas 5 dm3
 Nilai kalor berkisar antara 22000 kkal – 28000 kkal
II-8

 Target emisi lebih ketat, terutama untuk emisi NOx


2. Flaring/pembakaran, yang ramah lingkungan
 Proses yang terjadi adalah pembakaran gas metana dan bau menjadi
CO2
 Standar suhu yang ditetapkan oleh US EPA adalah 1000°C dengan
waktu retensi 0,3 detik
 Dilakukan dengan menggunakan cerobong
 Konsentrasi CH4 adalah lebih besar dari 25% v/v
3. Dioksidasi secara biologis dengan proses penutupan harian (daily cover),
soil cap, dan filter biologis
 Dilakukan pada TPA yang memiliki material penutup yang tidak
terlalu baik, sehingga dapat terjadi kebocoran CH4 yang
mengakibatkan oksidasi CH4 oleh bakteri methanotropik, proses ini
dimungkinkan apabila tidak terdapat penutup sintesis di landfill dan
lapisan penutupnyaa bersifat porous seperti kompos woodchips.

Untuk mengetahui produksi gas yang dihasilkan dari landfill dapat


menggunakan persamaan LandGEM yang dipublikasikan oleh Environmental
Protection Agency (EPA) Amerika Serikat.

2.1.4. Prediksi Gas Metan

Ada 2 faktor yang memiliki pengaruh terbesar pada produksi CH4, yaitu
kadar air dan pH. Tingkat produksi CH 4 meningkat dengan bertambahnya kadar
air meskipun terdapat perbedaan dalam kerapatan, usia, dan komposisi sampah.
Faktor pH mempengaruhi laju dan produksi permulaan CH 4. Kisaran nilai pH 6,8
– 7,4 merupakan kisaran pH yang optimum untuk aktivitas bakteri metanogen.
Tingkat produksi CH4 menurun tajam pada nilai pH di bawah 6,5 (Beat et al,
1982; Susan et al, 2000). Ketika sampah terkubur di tempat pembuangan sampah,
sering kali terjadi akumulasi asam karboksilat dengan cepat. Hal ini
II-9

mengakibatkan penurunan pH dan membutuhkan selang waktu yang lama antara


sampah yang terkubur dengan produksi permulaan CH4.

2.1.4.1. Perhitungan Emisi Metana dengan Software LandGEM

Software LandGEM merupakan alat dengan antarmuka Microsoft Excel


yang berguna untuk memperkirakan emisi total gas landfill, metana, karbon
dioksida, senyawa organik bukan logam, dan polutan udara individu dari tempat
pembuangan sampah kota. Penentuan emisi gas metan dengan software
LandGEM berdasarkan sampah organik yang ada di TPA. Software LandGEM
dapat menggunakan data spesifik lokasi untuk memperkirakan emisi atau
parameter default jika tidak ada data spesifik lokasi. Model ini berisi 2 set
parameter default standar CAA (Clean Air Act) dan standar persediaan. Default
CAA dapat digunakan untuk menentukan apakah tempat pembuangan sampah
tunduk pada persyaratan kontrol regulasi. Sedangkan default persediaan
didasarkan pada faktor emisi dalam Kompilasi Faktor Emisi Polutan Udara EPA
(AP-42) dan dapat digunakan untuk menghasilkan estimasi emisi untuk digunakan
dalam inventarisasi emisi dan izin udara tanpa adanya data uji spesifik lokasi.
Model ini lebih mudah digunakan untuk negara yang memiliki keterbatasan data
terkait sampah domestik di TPA PLP).

Software LandGEM mengikuti persamaan laju dekomposisi orde pertama


dalam memperkirakan emisi tahunan pada periode waktu yang ditentukan dengan
model matematika berikut.

n 1
QCH 4 =∑ ∑ k L0
i=1 j=0,1
( M10 ) ( e
i −kt i, j
) (2.1)

dimana :
QCH4 = perkiraan produksi gas metan per tahun (m3/tahun)
i = penambahan waktu setiap tahun
n = jumlah tahun prediksi
j = 0,1 penambahan tahun
II-10

k = kontanta pembentukan gas metan (1/tahun)


L0 = kapasitas potensial gas metan yang dihasilkan (m3/Megagram)
Mi = massa sampah dalam tahun ke-i (Mg)
ti,j = umur dari massa sampah (di TPA) selama tahun ke-i

Dalam menggunakan software LandGEM, input data yang harus


dimasukkan yaitu nama TPA atau pada kolom Landfill Name or Identifier.
Kemudian input data karakteristik TPA atau (Provide Landfill Characteristics)
yang berisi data – data berikut.
a. Tahun TPA dibuka
Tahun TPA dibuka merupakan tahun dimana TPA mulai menerima limbah.
b. Tahun rencana TPA ditutup
Tahun Penutupan TPA mewakili salah satu dari tahun terakhir TPA
menerima limbah atau tahun dimana TPA diharapkan mencapai Kapasitas
Desain Sampah.
c. Kapasitas Desain Sampah
Kapasitas Desain Sampah mewakili jumlah total sampah yang dapat
dibuang di TPA, atau jumlah "sampah di tempat" pada saat penutupan.

Selain data karakteristik TPA, dalam menggunakan software LandGEM


juga memerlukan parameter model untuk memperkirakan emisi TPA yaitu :

a. Methane generation rate (k),


Methane generation rate (k) digunakan untuk menentukan tingkat produksi
metana untuk massa sampah di TPA. Nilai k yang digunakan dalam satuan
1/tahun atau tahun-1. Nilai k yang digunakan oleh LandGEM ditunjukkan
pada Tabel 2.3. Tempat pembuangan akhir yang kering terletak di daerah
yang menerima curah hujan kurang dari 25 inci per tahun. Nilai default k
adalah nilai CAA k untuk tempat pembuangan sampah konvensional.
II-11

Tabel 2.3.
Methane Generation Rate (nilai k)
Tipe Standar Tipe TPA Nilai k (tahun-1)
CAA Konvensional 0,05 (standar)
CAA Daerah kering 0,02
Inventory Konvensional 0,04
Inventory Daerah kering 0,02
Inventory Basah (Bioreaktor) 0,7
Sumber : USEPA, 2005
b. Potential Methane Generation Capacity (Lo)
Potential Methane Generation Capacity hanya bergantung pada jenis dan
komposisi limbah yang ditempatkan di TPA. Nilai Lo default yang
digunakan oleh LandGEM adalah perwakilan dari MSW. Lima nilai Lo
yang digunakan oleh LandGEM ditunjukkan pada Tabel 2.4. Nilai Lo
default adalah nilai Lo CAA untuk tempat pembuangan sampah
konvensional.

Tabel 2.4.
Potential Methane Generation Capacity (Nilai Lo)
Tipe Emisi Tipe TPA Nilai Lo (m3/Mg)
CAA Konvensional 170 (standar)
CAA Daerah kering 170
Inventory Konvensional 100
Inventory Daerah kering 100
Inventory Basah (Bioreaktor) 96
Sumber : USEPA, 2005

c. Nonmethane Organic Compound Concentration (NMOC)


Konsentrasi NMOC dalam gas landfill adalah fungsi dari jenis limbah di
landfill dan tingkat reaksi yang menghasilkan berbagai senyawa dari
dekomposisi limbah anaerob. Konsentrasi NMOC diukur dalam satuan
bagian per juta berdasarkan volume (ppmv) dan digunakan oleh LandGEM
hanya ketika emisi NMOC sedang diperkirakan.
Konsentrasi NMOC untuk standar CAA adalah 4.000 ppmv sebagai
heksana. Konsentrasi NMOC untuk default persediaan adalah 600 ppmv di
II-12

mana pembuangan limbah berbahaya tidak terjadi atau tidak diketahui dan
2.400 ppmv di mana pembuangan limbah berbahaya limbah telah terjadi.
Konsentrasi NMOC default adalah nilai CAA. Jika menggunakan nilai
spesifik lokasi untuk konsentrasi NMOC, maka harus mengoreksi infiltrasi
udara. Metode EPA 25C direkomendasikan untuk mendapatkan konsentrasi
NMOC spesifik lokasi.
d. Methane Content
Saat menggunakan LandGEM untuk mematuhi CAA, methane content harus
tetap pada 50 persen berdasarkan volume (nilai default model). Tidak
dianjurkan menggunakan LandGEM di tempat pembuangan sampah yang
memiliki kandungan metana di luar kisaran 40 hingga 60 persen. Persamaan
laju dekomposisi orde pertama yang digunakan oleh LandGEM untuk
menentukan emisi mungkin tidak valid di luar kisaran ini.
Produksi metana ditentukan menggunakan persamaan laju dekomposisi orde
pertama dan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi metana. Namun, konsentrasi
metana mempengaruhi perhitungan produksi karbon dioksida. Produksi
karbon dioksida (QCO2) dihitung dari produksi metana (QCH4) dan persentase
kandungan metana (PCH4) menggunakan persamaan berikut.
Q CO 2=Q CH 4 x ¿ (2.2)

2.1.4.2. LFGcost-Web

Landfill Gas Energy Cost Model (LFGcost-Web) adalah perangkat lunak


yang dikembangkan untuk Program Penjangkauan TPA Metana TPA (LMOP)
EPA untuk melakukan analisis ekonomi awal dari proyek pemulihan energi gas
landfill prospektif (LFG) di Amerika Serikat. Perangkat lunak ini dibuat dalam
Microsoft Excel untuk membuat komputasinya transparan dan memungkinkan
model diperbarui secara efisien. LFGcost-Web memperkirakan tingkat LFG
menggunakan persamaan first-order decay. Persamaan ini digunakan untuk
memperkirakan potensi gas metana tetapi tidak dapat dianggap sebagai prediktor
II-13

absolut dari laju LFG. Variasi dalam tingkat dan jenis limbah yang masuk, kondisi
operasi di lokasi, dan kondisi kelembaban dan suhu dapat memberikan variasi
substansial dalam tingkat aktual produksi. Input dan biaya default yang
diperkirakan oleh LFGcost-Web didasarkan pada desain proyek yang khusus dan
untuk situasi landfill yang khusus. Model ini mencoba untuk memasukkan semua
peralatan, pekerjaan di lokasi, izin, kegiatan operasi, dan pemeliharaan yang
biasanya diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan proyek tipikal.

Perkiraan biaya yang dihasilkan oleh LFGcost-Web mencakup semua


biaya langsung dan tidak langsung yang terkait dengan proyek. Selain biaya
langsung untuk peralatan dan instalasi, LFGcost-Web termasuk biaya tidak
langsung yang terkait dengan:

a. Rekayasa, desain, dan administrasi


b. Survei dan persiapan lokasi
c. Izin, cara yang benar, dan biaya
d. Mobilisasi/demobilisasi peralatan konstruksi.

Ketidakpastian dalam perkiraan biaya yang dihasilkan oleh LFGcost-


Web diperkirakan 30 hingga 50 persen. Ketidakpastian ini adalah gabungan dari
ketidakpastian terkait dengan tingkat produksi LFG, kondisi ekonomi masa depan,
dan karakteristik suatu tempat. Proyek energi LFG menghasilkan manfaat bagi
masyarakat dan negara. Manfaat-manfaat ini termasuk pekerjaan baru dan
pengeluaran yang berdampak langsung pada ekonomi lokal dan negara bagian
sebagai akibat dari pembangunan dan pengoperasian proyek energi LFG. Selain
itu, ada manfaat ekonomi tidak langsung ketika pengeluaran langsung untuk
proyek energi LFG mengalir melalui ekonomi yang mengakibatkan peningkatan
produksi ekonomi secara keseluruhan dan aktivitas ekonomi dalam ekonomi
lokal, negara bagian, dan nasional. Berikut jenis-jenis proyek energi LFG dan
ukuran yang direkomendasikan :

a. Boiler retrofit, high Btu, dan CNG projects dengan ukuran LFG sebesar
kaki kubik per menit (ft3/mnt).
II-14

b. Leachate evaporator projects dengan ukuran LFG sebesar galon lindi


diuapkan per hari.
c. Proyek yang menghasilkan listrik (mesin, turbin, dan mikroturbin)
dengan ukuran LFG sebesar jumlah listrik yang dihasilkan dalam
kilowatt (kW) atau megawatt (MW).
Dalam software LFGcost-Web, input data yang dimasukkan yaitu
Required User Inputs dan Optional User Inputs. Required User Inputs untuk
memasukkan parameter input minimum yang diperlukan untuk melakukan
analisis ekonomi. Input data yang termasuk Required User Inputs yaitu :
a. Tahun TPA buka
b. Tahun TPA tutup
c. Area LFG wellfield untuk memasok proyek
d. Metode untuk memasukkan data penerimaan limbah
e. Jenis proyek energi LFG
f. Tahun proyek energi LFG mulai beroperasi

Sedangkan Optional User Inputs merupakan input yang disetel ke standar


yang disarankan yang disediakan sehingga pada kolom input ini dilindungi dan
tidak dapat diedit.

2.1.5. Pemanfaatan Gas Metana dari TPA

Methana (CH4) adalah komponen berharga yang dapat dipergunakan


sebagai bahan bakar biogas. Biogas yang berisi sekitar 60 sampai 70% CH 4
memiliki nilai kalor sekitar 6 kWh/m 3 atau setara dengan sekitar setengah liter
minyak diesel (PLP, 2013). Energi yang terkandung dalam 1 m 3 biogas setara
dengan : elpiji 0,46 kg, minyak tanah 0,62 liter, minyak solar 0,52, bensin 0,8
liter, gas kota 1,5 m3, dan kayu bakar 3,5 kg (PLP, 2013). Gas metana (CH 4) yang
dihasilkan dari TPA dapat dikonversikan ke energi listrik yaitu setiap 1 m3 gas
metan (CH4) setara degan 11,17 kW.
II-15

Prinsip dalam desain pemanfaatan gas yaitu [CITATION Dam08 \l 1057 ] :

 Kualitas gas yang sesuai dengan kebutuhan pemakai


 Kapasitas rencana sistem

Kapasitas desain sistem dihitung berdasarkan [CITATION Dam08 \l 1057 ] :

 Proyeksi gas yang dapat dihasilkan


 Laju produktivitas gas
 Estimasti presentasi gas yang dapat dimanfaatkan dan keinginan pemakai

Gas metan yang mudah terbakar dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk
beberapa keperluan seperti :

 Penerangan area TPA pada malam hari


 Memasak
 Energi untuk pembakaran sampah pada insinerator
 Bisnis (bahan bakar/instalasi pembangkit listrik), terutama bila kapasitas
produksinya cukup besar.

Pemanfaatan gas yang dihasilkan sebagai bahan bakar keperluan rumah


tangga, maka ada beberapa petunjuk [CITATION Dam08 \l 1057 ] :

 Pipa distribusi terbuat dari polyethylene berwarna hitam dengan diameter


1” klas 8. Pipa jenis ini digunakan karena lebih kuat daripada pipa
pralon.
 Campuran gas yang dapat terbakar/menyala terdiri dari 5-15% metana
murni dengan 85-95% (PLP, 2013). Jadi, 1 volume gas TPA dari sumur
berkualitas 60% metana kira-kira perlu dicampurkan dengan 5-10%
volume udara untuk dapat terbakar. Campuran ini biasanya terjadi di
II-16

dalam kompor pada orifice-nya. Perbandingan gas ini sangat tergantung


dari kuantitas dan kualitas gas yang diproduksi.
 Perbandingan luas lubang untuk udara yang masuk dengan lubang
pengeluaran gas adalah 10:100.
 Luas pancaran orifice 0,25 mm2
 Perbandingan luas pancaran gas : lubang pemasukan udara dan lubang
pengeluaran gas (flame port) = 1:5:100.
 Alat pembakaran perlu diatur agar kecepatan gas pada spuyer tidak
terlalu tinggi karena diameter spuyer besar menyebabkan udara yang
masuk terlalu banyak sehingga terjadi pembuangan nyala. Sebaliknya
apabila kecepatan gas terlalu rendah, maka nyala api tidak stabil.

Usaha peningkatan gas yang diperoleh dapat dilakukan dengan :

 Tanah penutup timbunan sampah harus dipelihara dan harus dicegah dari
keretakan sehingga tidak terjadi pelepasan gas.
 Meningkatkan akselerasi proses biokimia yang dapat meningkatkan
timbulan gas seperti :
- Homogenisasi sampah yang masuk, dapat dilakukan melalui
shredding. Selain itu, pemadatan dapat juga meningkatkan efek
homogenitas.
- Penambahan lumpur buangan rumah tangga untuk peningkatan
nutrisi bagi mikroorganisme yang akan mendegradasi gas-gas.
- Menjaga pH sampah agar netral, misalnya dengan resirkulasi lindi,
dan bilamana diperlukan disertai pengaturan pH lindi.
- Menjaga kadar air pada material sampah.

2.1.5.1. PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)

Pembangkit listrik tenaga sampah merupakan suatu pembangkit energi


listrik yang menggunakan sampah sebagai bahan bakar untuk menggerakan
turbin. Perbedaan yang signifikan antara pembangkit listrik tenaga sampah dan
pembangkit jenis lain adalah bahan bakunya yang berasal dari pengolahan sampah
II-17

organik maupun anorganik. Sampah organik yang terdapat pada TPA akan
menghasilkan gas landfill (LFG) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
penggerak turbin generator [ CITATION Muh17 \l 1057 ].

Gambar 2.1. Sistem Pemanfaatan LFG menjadi Listrik


Sumber : Ikromi, 2017

Gambar 2.1 merupakan skema pembangkit listrik tenaga sampah dengan


menggunakan gas landfill sebagai bahan bakar utama. Dalam membangun
pembangkit listrik tenaga sampah, terdapat 2 langkah utama yang harus
diperhatikan yaitu pembangunan dan perancangan sanitary landfill dan
perancangan komponen elektrik pembangkit listrik tenaga sampah.

Teknologi yang umumnya digunakan pada proyek energi gas landfill


untuk membangkitkan listrik yang dapat mengakomodasi berbagai ukuran proyek
yaitu mesin pembakaran dalam, turbin gas, dan mikroturbin. Kebanyakan proyek
pembangkit listrik energi gas landfill (lebih dari 70%) menggunakan mesin
pembakaran dalam, yang sesuai untuk proyek mulai dari 800 kW hingga 3 MW.
Turbin gas lebih digunakan pada proyek besar, biasanya 5 MW atau lebih.
Mikroturbin, sesuai dengan namanya, lebih kecil dari turbin dengan 1 unit tunggal
berkapasitas antara 30 dan 250 kW dan biasanya digunakan untuk proyek lebih
kecil dari 1 MW. Mesin pembakaran dalam kecil juga sesuai untuk proyek dengan
ukuran kisaran kecil [CITATION ANi17 \l 1057 ].
II-18

2.1.5.2. Rehabilitasi TPA

Rehabilitasi TPA dapat dilakukan apabila TPA tersebut memenuhi


kriteria sebagai berikut (PLP, 2013) :

a. TPA telah menimbulkan masalah lingkungan sehingga rehabilitasi


dilakukan untuk meminimalkan permasalahan lingkungan yang terjadi.
b. TPA mengalami bencana dan masih layak secara teknis untuk digunakan
sebagai tempat pengurugan sampah.
c. Pemerintah Kota/Kabupaten masih sulit mendapatkan calon lahan
pengembangan TPA baru.
d. Kondisi TPA masih memungkinkan untuk direhabilitasi baik melalui
proses lahan urug mining terlebih dahulu atau langsung digunakan
kembali sebagai area pengurugan sampah.
e. TPA masih dapat dioperasikan dalam jangka waktu minimal 5 tahun dan
atau yang memiliki luas lebih dari 2 Ha.
f. Lokasi TPA memenuhi ketentuan teknis dalam tata cara pemilihan lokasi
TPA.
g. Peruntukan lahan TPA sesuai dengan rencana peruntukan sebuah
kawasan dan Rencana Tata Ruang Wilayah/Kota (RTRW/K).
h. Sesuai dengan penilaian indeks risiko.
i. Kesediaan pengelola dan pemerintah daerah untuk mengoperasikan TPA
secara lahan urug terkendali atau lahan urug saniter dan tanggung jawab
pemeliharaannya.
j. Sampah yang ditimbun adalah sampah perkotaan bukan sampah industri
dan rumah sakit yang mengandung B3 (Bahan Beracun Berbahaya).
k. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar lokasi mendukung atau
tidak ada konflik sosial yang berarti dari segi demografi, sebaran
permukiman jalan akses dan kondisi sosial menyangkut kepercayaan
masyarakat sekitar.
l. Tersedianya biaya untuk perencanaan, investasi, operasi, dan
pemeliharaan TPA.
II-19

m. Ketersediaan rencana dan desain terhadap penggunaan kembali lahan


TPA sebagai area pengurugan sampah.

Secara teknis rehabilitasi TPA perlu memperhatikan hal sebagai berikut


Direktorat Pengembangan PLP, 2013) :

a. Pembuatan rencana tindak rehabilitasi TPA yang meliputi penyiapan


pembangunan, operasional, dan pemeliharaan serta monitoring operasi
TPA.
b. Pengukuran kondisi fisik TPA untuk mengetahui batasan lokasi
rehabilitasi TPA.
c. Rencana desain elemen-elemen rehabilitasi TPA seperti tanggul,
penyiapan lapisan dasar sel sampah (liner), pipa lindi dan gas, IPL,
drainase dan lain-lain.
d. Pengelolaan dan pengendalian lindi.
e. Pengelolaan dan pengendalian gas.
f. Kontrol pencemaran lingkungan khususnya komponen udara/badan
kualitas air.
g. Kegiatan pasca operasi TPA.

2.2 Studi Perencanaan yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai emisi gas metana


pada landfill dapat menyebabkan meningkatnya suhu disekitar TPA,
menimbulkan bau tidak sedap bahkan dapat memicu terjadinya ledakan. Oleh
karena itu, gas metana yang terkandung pada gas landfill harus dikelola dengan
baik, sehingga dapat memberikan berbagai keuntungan seperti mengurangi efek
rumah kaca dan kerusakan lingkungan bahkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
bahan bakar alternatif.
Pada tahun 2012, Fajar Santiabudi, Ana Turyanti, Arie Sabdo Yuwono
melakukan penelitian mengenai kuantifikasi emisi metana dari TPA Galuga
Cibungbulang Bogor Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kuantifikasi emisi metana di TPA Galuga yang diperkirakan melalui 2 pendekatan
II-20

dengan perangkat lunak LandGEM-v302 dan metode pengukuran lapang flux


chamber menghasilkan nilai emisi yang berbeda. Potensi emisi metana yang
dihasilkan TPA Galuga berdasarkan simulasi LandGEM-v302 tahun 1992-2012
mencapai maksimum pada tahun 2013 sebesar 12,03 Gg/tahun, sedangkan emisi
aktual pada pengukuran lapang selama tiga hari pengukuran dengan metode flux
chamber dihasilkan emisi metana dari permukaan TPA sebesar 368,9 Mg/tahun.
Sedangkan pada tahun 2019, Saeid Fallahizadeh, Masoumeh Rahmatinia,
Zakarya Mohammadi, Marzieh Vaezzadeh, Ali Tajamiri, Hamed Soleimani dari
Department of Environmental Health Engineering, School of Public Health,
Tehran University of Medical Sciences, Tehran, Iran melakukan penelitian untuk
memperkirakan jumlah emisi metana dari TPA sampah kota di kota Yasuj
menggunakan software LandGEM. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan
menggunakan perangkat lunak LandGEM yang memerlukan data potensi
kapasitas produksi metana, nilai metana konstan, dan konten (% volume)
diperoleh hasil produksi gas metana selama tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012
masing-masing mencapai 250, 275, 303, dan 330 m3/jam. Hasil juga menunjukkan
bahwa laju produksi metana maksimum terjadi selama tahun 2010-2012 dan
kemudian dikurangi dengan kemiringan lembut dari 2012. Metode dan hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk merancang dan melaksanakan sistem
pengumpulan gas metana dan kontrol emisi gas rumah kaca untuk tempat
pembuangan sampah. Perangkat lunak LandGEM dalam menentukan massa
metana yang dihasilkan dengan menggunakan massa limbah yang disimpan dan
kapasitas timbunan metana.
Pada tahun 2016, Aryo Sasmita, Ivnaini Andesgur, Herfi Rahmi,
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Riau melakukan
penelitian tentang potensi produksi gas metana dari kegiatan landfilling di TPA
Muara Fajar, Pekanbaru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan
perhitungan timbulan sampah yang masuk setiap hari, TPA Muara Fajar hanya
dapat beroperasi menampung sampah Kota Pekanbaru hingga bulan Oktober
2018. Dari hasil perhitungan menggunakan software LandGEM menunjukkan
II-21

hasil bahwa produksi gas metana dari degradasi sampah terbesar pada tahun 2019
sebesar 1.331.487 m3/tahun dan gas tersebut akan habis pada tahun 2096.
Pada tahun 2010, E. Chalvatzaki dan M. Lazaridis melakukan penelitian
mengenai perkiraan emisi Gas Rumah Kaca dari TPA dengan studi kasus di TPA
Akrotiri. Hasil penelitian ini yaitu diperoleh tingkat produksi biogas maksimum
oleh model LandGEM dihitung menjadi 1,64×103 Mg/tahun dan diamati selama
tahun 2008 untuk fase A landfill, sedangkan untuk fase B tingkat produksi biogas
maksimum adalah 2,70×103 Mg/tahun dan diamati selama 2014. Tingkat emisi
maksimum CH4 adalah 4,37×102 Mg/tahun dan 1,20×103 Mg/tahun CO2 untuk
fase landfill A, sedangkan untuk fase landfill B, tingkat emisi maksimum CH4
adalah 7,22×102 Mg/tahun dan 1,98×103 Mg/tahun untuk CO2. Diperkirakan 3,8%
dari potensi pemanasan global Amerika Serikat muncul dari emisi metana dari
tempat pembuangan sampah. Laju emisi maksimum CO adalah 2,14×10-1
Mg/tahun dan 6,68×10-2 Mg/tahun untuk H2S untuk fase landfill A, sedangkan
untuk fase landfill B, tingkat emisi maksimum CO adalah 3,53×10-1 Mg/tahun dan
1,10×10-1 Mg/tahun untuk H2S. Tingkat emisi maksimum benzena adalah
4,68×10-2/Mg tahun dan 2,49×10-2 Mg/tahun untuk vinil klorida untuk fase
landfill A, sedangkan untuk fase landfill B tingkat emisi maksimum benzene
adalah 7,73×10-2 Mg/tahun dan 4,11×10-2 Mg/tahun untuk vinil klorida. vinil
klorida merupakan komponen yang mudah menguap (73,4% massa berada dalam
fase gas) sedangkan benzena dalam persentase 80,3% ditemukan terserap di dalam
tanah. Tingkat emisi maksimum NM0C adalah 11,27 Mg/tahun untuk fase landfill
A, sedangkan untuk fase landfill B tingkat emisi maksimum NMOC adalah 18,62
Mg/tahun. NMOC terkandung dalam biogas dalam persentase kecil hingga 2%
dan mencakup berbagai polutan udara organik yang berbahaya dan bau sebagai
HAP dan komponen organik yang mudah menguap (VOC). Meskipun konsentrasi
kecil dalam biogas mereka dipancarkan di atmosfer yang menyebabkan risiko
bagi kesehatan masyarakat pada populasi umum karena gas berbahaya dan
beracun yang mengandung, bau yang tidak menyenangkan di daerah yang
berdekatan dengan TPA, masalah atmosfer seperti asap fotokimia dan
II-22

pembentukan ozon karena aktivitas fotokimia VOC dan akhirnya berkontribusi


pada efek rumah kaca
Pada tahun 2018, Monice dan Perinov melakukan penelitian mengenai
analisis pemanfaatan energi dari Pengolahan metode landfiil Di TPA Muara Fajar
Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TPA Muara Fajar dapat
menghasilkan 6.806 kWh gas metan yang diperoleh dengan metode Landfill Gas
Emissions Model (LandGEM). Sampah di TPA muara Fajar juga berpotensi jika
dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, baik dengan metode
Thermal ataupun dengan metode Landfill.
Kemudian baru–baru ini, Saeid Fallahizadeh, Masoumeh Rahmatinia,
Zakarya Mohammadi, Marzieh Vaezzadeh, Ali Tajamiri, Hamed Soleimani,
School of Public Health, Tehran University of Medical Sciences juga melakukan
penelitian yang berjudul Estimation of Methane Gas by LandGEM Model from
Yasuj Municipal Solid Waste Landfill, Iran. Hasil penelitian menyatakan produksi
gas metana selama tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 masing-masing mencapai
250, 275, 303, dan 330 m3/jam. Hasil juga menunjukkan bahwa laju produksi
metana maksimum terjadi selama tahun 2010-2012 dan kemudian dikurangi
dengan kemiringan lembut dari 2012. Metode dan hasil penelitian ini dapat
digunakan untuk merancang dan melaksanakan sistem pengumpulan gas metana
dan kontrol emisi gas rumah kaca untuk tempat pembuangan sampah.

Berdasarkan penelusuran studi literatur, penelitian mengenai estimasi


produksi gas dari landfill sudah banyak ditemukan di sektor kampus di Indonesia
dan belum ditemukan penelitian estimasi produksi gas metana dari landfill di Eks-
Karesidenan Kedu Jawa Tengah dengan modelling menggunakan software
LandGEM. Oleh karena itu, diambillah topik ini sebagai subjek dalam penelitian
ini. Penelitian sebelumnya berfungsi untuk analisa dan memperkaya pembahasan
penelitian, serta membedakannya dengan penelitian yang sedang dilakukan.
Dalam penelitian ini disertakan 6 jurnal penelitian sebelumnya yang berhubungan
dengan emisi gas metana dari landfill, antara lain :
II-23

Tabel 2.5.
Penelitian yang Relevan
Nama Judul
No. Tujuan Metode/Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
1. E. Estimation of Memperkirakan 1. Model yang digunakan
Chalvatzaki Greenhouse total produksi adalah model segitiga,
, M. Gas Emissions gas TPA dari model stoikiometrik dan
Lazaridis, from Landfills: jumlah limbah di model LandGEM.
Department Application to TPA Akrotiri 2. Hasil penelitian ini
of the Akrotiri menunjukkan bahwa
Environmen Landfill Site tingkat produksi biogas
tal (Chania, maksimum oleh model
Engineerin Greece) LandGEM dihitung
g, Technical menjadi 1,64×103
University Mg/tahun dan diamati
of Crete selama tahun 2008 untuk
Chania- fase A landfill, sedangkan
73100, untuk fase B tingkat
Crete- produksi biogas
Greece, maksimum adalah
2010 2,70×103 Mg/tahun dan
diamati selama 2014.
Tingkat emisi maksimum
CH4 adalah 4,37×102
Mg/tahun dan 1,20×103
Mg/tahun CO2 untuk fase
landfill A, sedangkan
untuk fase landfill B,
tingkat emisi maksimum
CH4 adalah 7,22×102
Lanjutan Tabel 2.6.

Penelitian yang Relevan

Nama Judul
No. Tujuan Metode/Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
Mg/tahun dan 1,98×103
Mg/tahun untuk CO2. Laju
emisi maksimum CO adalah
2,14×10-1 Mg/tahun dan
6,68×10-2 Mg/tahun untuk
H2S untuk fase landfill A,
sedangkan untuk fase
landfill B, tingkat emisi
II-24

maksimum CO adalah
3,53×10-1 Mg/tahun dan
1,10×10-1 Mg/tahun untuk
H2S. Tingkat emisi
maksimum benzena adalah
4,68×10-2/Mg tahun dan
2,49×10-2 Mg/tahun untuk
vinil klorida untuk fase
landfill A, sedangkan untuk
fase landfill B tingkat emisi
maksimum benzene adalah
7,73×10-2 Mg/tahun dan
4,11×10-2 Mg/tahun untuk
vinil klorida. Tingkat emisi
maksimum NM0C adalah
11,27 Mg/tahun untuk fase
landfill A, sedangkan untuk
fase landfill B tingkat emisi
maksimum NMOC adalah
18,62 Mg/tahun.
2. Amin Estimation of Mendeskripsikan 1. Untuk memodelkan emisi
Kalantarifard, Methane model metana dari sektor limbah
Go Su Yang, Production by LandGEM yang padat menggunakan
Department LandGEM telah disiapkan LandGEM.
of Simulation untuk emisi gas 2. Hasil penelitian
Environment Model from di TPA menyatakan bahwa
al Tanjung Tanjulangsat, tingkat metana dari
Engineering, Langsat Malaysia dan limbah padat yaitu
Chonbuk Municipal hasil estimasi sebesar 4.436E+02
National Solid Waste gas metana dan (Mg/tahun) pada tahun
University, Landfill, karbon dioksida 2003, tahun pertama
Jeonju Malaysia berdasarkan data setelah penerimaan
input. sampah oleh TPA
diperoleh hasil
Lanjutan Tabel 2.6.

Penelitian yang Relevan

Nama Judul
No. Tujuan Metode/Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
756, South tingkat metana maksimum
Korea, 2012 terjadi selama tahun 2012-
2015 di mana menunjukkan
sebagai pematuk metana
sekitar 4,17E+03 (Mg/tahun).
Atas dasar informasi teoritis
II-25

yang dihitung oleh


LandGEM, dapat
diasumsikan bahwa, volume
metana yang dihasilkan dari
limbah padat dalam waktu
bertahun-tahun dari waktu
tinggal di TPA cukup
memadai untuk
dipertimbangkan untuk
memasang fasilitas
penangkapan metana.
3. Fajar Kuantifikasi Menduga emisi Kuantifikasi emisi metana di
Santiabudi, Emisi Metana gas metana dari TPA Galuga yang
Ana dari TPA TPA Galuga diperkirakan melalui 2
Turyanti, Galuga Cibungbulang pendekatan dengan
Arie Sabdo Cibungbulang Bogor Jawa perangkat lunak LandGEM-
Yuwono, Bogor Jawa Barat, serta v302 dan metode
Institut Barat potensinya pengukuran lapang flux
Pertanian sebagai sumber chamber menghasilkan nilai
Bogor, 2012 energi alternatif. emisi yang berbeda. Potensi
emisi metana yang
dihasilkan TPA Galuga
berdasarkan simulasi
LandGEM-v302 tahun 1992-
2012 mencapai maksimum
pada tahun 2013 sebesar
12,03 Gg/tahun, sedangkan
emisi aktual pada
pengukuran lapang selama 3
hari pengukuran dengan
metode flux chamber
dihasilkan emisi metana dari
permukaan TPA sebesar
368,9 Mg/tahun.

Lanjutan Tabel 2.6.

Penelitian yang Relevan

Nama Judul
No. Tujuan Metode/Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
4. Aryo Potensi Menganalisis 1. Melakukan telaah
Sasmita, Produksi Gas seberapa besar pustaka, pengumpulan
Ivnaini Metana dari produksi gas data primer dan sekunder,
Andesgur, Kegiatan metana yang survei untuk mengetahui
II-26

Herfi Rahmi, Landfilling di diproduksi dari besarnya timbulan


Program TPA Muara proses sampah yang masuk ke
Studi Teknik Fajar, pembuangan TPA setiap harinya dan
Lingkungan Pekanbaru sampah di TPA berapa luas lahan yang
Fakultas secara masih tersisa untuk
Teknik landfilling dan menerima sampah kota.
Universitas berapa lama lagi 2. Melakukan perhitungan
Riau, 2016 TPA muara sisa masa pakai TPA
Fajar masih Muara Fajar dan potensi
dapat beroperasi gas metana.
menampung 3. Menggunakan software
sampah Kota LandGEM untuk
Pekanbaru. menghitung produksi gas
metana yang dihasilkan
dari proses degradasi
sampah TPA.
4. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
berdasarkan perhitungan
timbulan sampah yang
masuk setiap hari, TPA
Muara Fajar hanya dapat
beroperasi menampung
sampah Kota Pekanbaru
hingga bulan Oktober
2018. Dari hasil
perhitungan
menggunakan program
LandGEM menunjukkan
hasil bahwa produksi gas
metana dari degradasi
sampah terbesar pada
tahun 2019 sebesar
3
1.331.487 m /tahun dan
gas tersebut akan habis
pada tahun 2096.

Lanjutan Tabel 2.6.

Penelitian yang Relevan

Nama Judul
No. Tujuan Metode/Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
5. Monice, Analisis Mendapatkan hasil 1. Menggunakan metode
Perinov, Pemanfaatan analisa yang kualitatif untuk
II-27

Program Energi Dari dilakukan dari menentukan potensi dari


Studi Teknik Pengolahan potensi sampah sampah dan menggali
Elektro, Metode sampai menjadi persoalan dan
Fakultas Landfiil Di gas metan dalam keefisienan yang mampu
Teknik, TPA Muara metode landfiil dilakukan selama ini.
Universitas Fajar dan pada akhirnya Desain produk setelah
Lancang Pekanbaru gas metan tersebut didapatkan potensi yaitu
Kuning, 2018 dikonversikan dengan menggunakan
kepada energi metode landfiil.
listrik yang Konversi banyaknya
dihasilkan. sampah menjadi gas
metan akan digunakan
software Landfill Gas
Emissions Model
(LandGEM) Version
3.02.
2. Hasil perhitungan
dengan metode landfill
pada tahun 2017 adalah
6.806 kWh gas metan
yang dihasilkan yang
diperoleh dengan
Landfill Gas Emissions
Model (LandGEM).
Sampah di TPA muara
Fajar berpotensi jika
dimanfaatkan sebagai
Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah, baik
dengan metode Thermal
ataupun dengan metode
Landfill.
6. Saeid Estimation of Memperkirakan 1. Penelitian ini merupakan
Fallahizadeh, Methane Gas jumlah emisi penelitian cross-sectional
Masoumeh by LandGEM metana dari TPA deskriptif dimana
Rahmatinia, Model from sampah kota di perangkat lunak
Zakarya Yasuj kota Yasuj LandGEM digunakan
Municipal menggunakan untuk memperkirakan
Lanjutan Tabel 2.6.

Penelitian yang Relevan

Nama Judul
No. Tujuan Metode/Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
Mohammad Solid Waste software laju metana yang
i, Marzieh Landfill, Iran LandGEM dihasilkan di TPA Yasuj.
II-28

Vaezzadeh, 2. Data terkait TPA Yasuj


Ali dan data demografis
Tajamiri, dikumpulkan
Hamed berdasarkan tingkat
Soleimani; pertumbuhan tahunan
Department populasi selama tahun
of yang berbeda.
Environmen Kemudian, data yang
tal Health diperlukan termasuk
Engineerin potensi kapasitas
g, School of produksi metana, nilai
Public metana konstan, dan
Health, konten (% volume)
Tehran dimasukkan ke dalam
University perangkat lunak dan
of Medical akhirnya emisi metana
Sciences, dihitung. LandGEM
Tehran, menentukan massa
Iran; 2019 metana yang dihasilkan
dengan menggunakan
massa limbah yang
disimpan dan kapasitas
timbunan metana.
1. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
produksi gas metana
selama tahun 2009,
2010, 2011 dan 2012
masing-masing mencapai
250, 275, 303, dan 330
m3/jam. Hasil juga
menunjukkan bahwa laju
produksi metana
maksimum terjadi
selama tahun 2010-2012
dan kemudian dikurangi
dengan kemiringan
lembut dari 2012.
Metode
Lanjutan Tabel 2.6.

Penelitian yang Relevan

Nama Judul
No. Tujuan Metode/Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
dan hasil penelitian ini
II-29

dapat digunakan untuk


merancang dan
melaksanakan sistem
pengumpulan gas metana
dan kontrol emisi gas
rumah kaca untuk tempat
pembuangan sampah.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah uraian jalan pikiran untuk mencapai tujuan dan
memecahkan rumusan masalah yang ada.

Kondisi Eksisting:
Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah, kondisi jumlah penduduk di Karesidenan Kedu pada
tahun 2015 – 2017 selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah penduduk tersebut akan
mempengaruhi peningkatan jumlah sampah di TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis
Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung yang akan mengakibatkan berton-
ton gas metana (CH4).

Permasalahan:
Methane (CH4) adalah salah satu dari gas rumah kaca yang terbesar kedua setelah karbondioksida
(CO2) yang potensi merusak 21 kali lebih besar dari gas CO2 (Sudarman, 2010). Akan tetapi, gas
metana dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.
Estimasi Produksi Gas Metana dari Landfill di Eks-Karesidenan Kedu Jawa Tengah dengan
Modelling Menggunakan LandGEM dan LFGcost-Web

II-30
Persiapan Penelitian
Perizinan penelitian ke dinas terkait
Koordinasi awal dan survei lokasi
Perancangan penelitian

Penelitian Utama
Pengumpulan data primer
Pengumpulan data sekunder

Analisis Metana dengan LandGEM


Analisis Metana dengan LFGcost-Web

Analisis Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian


III-1

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan operasional penelitian berfungsi untuk menjelaskan tujuan


penelitian yang akan dicapai dan memberikan gambaran tahap-tahap dalam
pengerjaan selanjutnya. Dalam melakukan kegiatan penelitian estimasi produksi
gas metana dari landfill di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan
Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan
Kabupaten Temanggung dibutuhkan tahapan perencanaan yang sistematis dan
jelas. Hasil akhir laporan yang diharapkan yaitu mengetahui seberapa besar
potensi produksi gas metana dan upaya pemanfaatannya serta sejauh mana
kualitas gas yang dihasilkannya. Analisis estimasi gas metana dilakukan
menggunakan landfill gas emission model (LandGEM versi 3.02) dan LFGcost-
Web versi 3.3.

Tabel 3.1.
Tujuan Operasional Penelitian
No Tujuan Operasional Data yang dibutuhkan

1. Mengetahui hasil estimasi produksi 1. Data jumlah penduduk


gas metana di TPA Banyuurip Kota 2. Data timbulan sampah yang
Magelang, TPA Pasuruhan masuk ke TPA setiap tahunnya
Kabupaten Magelang, TPA Jetis 3. Tahun TPA dibuka
Kabupaten Purworejo, TPA 4. Tahun TPA ditutup
Sanggrahan Kabupaten Temanggung
melalui modelling menggunakan
LandGEM dan LFGcost-Web.
3. Mengetahui nilai estimasi gas metana Kebijakan, aturan, dan standar
di TPA Banyuurip Kota Magelang, persampahan yang berpatokan pada
TPA Pasuruhan Kabupaten perundang-undangan, Perda
Magelang, TPA Jetis Kabupaten tentang Persampahan, SNI
Purworejo, TPA Sanggrahan Persampahan, Diktat Pengelolaan
Kabupaten Temanggung yang Persampahan.
berpotensi sebagai sumber energi
alternatif.
III-2

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 4 bulan yang di


mulai pada 1 Oktober 2019 hingga 31 Januari 2020. Penjabaran agenda kegiatan
berdasarkan waktu pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut

Tabel 3.2.
Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir
Oktober Januari
Tahapan Kegiatan November Desember
2019 2020
TA Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke-
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan Proposal
Pengambilan data
survei dan
wawancara pengelola
TPA
Penyusunan Laporan
Tugas Akhir
Seminar Hasil
Penelitian
Sidang Tugas Akhir

Pada penelitian ini akan dilaksanakan kajian mengenai emisi gas metana
yang dihasilkan akibat dari pengolahan sampah yang mana akan disajikan dalam
perhitungan. Lokasi penelitian ini yaitu wilayah TPA Banyuurip Kota Magelang,
TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA
Sanggrahan Kabupaten Temanggung. Lokasi pengambilan data dapat dilihat pada
gambar berikut.
III-3

Gambar 3.1. Lokasi Pengambilan Data di TPA Banyuurip Kota Magelang


Sumber: Citra Google Earth, 2019

Gambar 3.2. Lokasi Pengambilan Data di TPA Pasuruhan Kabupaten


Magelang
Sumber: Citra Google Earth, 2019

Gambar 3.3 Lokasi Pengambilan Data di TPA Jetis Kabupaten Purworejo


Sumber: Citra Google Earth, 2019
III-4

Gambar 3.4. Lokasi Pengambilan Data di TPA Sanggrahan Kabupaten


Temanggung
Sumber: Citra Google Earth, 2019

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang


bersifat kuantitatif, yaitu suatu pendekatan penelitian untuk menjawab masalah
penelitian dengan pengumpulan data-data berupa angka dan program statistik.
Adapun bentuk penelitiannya adalah deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan
hanya bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena dalam
situasi tertentu.
3.3.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat penangkap gas metana
yang dirancang menggunakan terpal, pasak, pipa, dan plastik. Kemudian alat yang
digunakan untuk sampling lindi atau air dari sumur pantau yaitu ice box dan
drone untuk domentasi TPA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
III-5

Tabel 3.3.
Alat yang Digunakan dalam Penelitian
No. Nama Alat Gambar Alat Fungsi
1. Terpal ukuran Mengukur
konsentrasi gas
metana kondisi
eksisting dalam
satuan volume

2. Pasak Menahan terpal


ketika
dibentangkan.

3. Pipa Menangkap gas


metana dari
TPA.

4. Plastik Menyimpan gas


metana dari
TPA.
III-6

Lanjutan Tabel 3.3.


Alat yang Digunakan dalam Penelitian
No. Nama Alat Gambar Alat Fungsi
5. Ice box Menyimpan sampel
air lindi dan air dari
sumur pantau.

6. Gunting Melubangi terpal


agar dapat dipasang
pipa dan plastik
untuk menangkap
gas.

8. Drone Mendokumentasikan
lokasi TPA secara
keseluruhan

3.3.2. Bahan Penelitian

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah gas metana dan
air lindi atau air dari sumur pantau yang berasal dari TPA Banyuurip Kota
Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten
Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung.
III-7

3.3.3. Rancangan Alat Penangkap Gas Metana

Gambar 3.5. Rancangan Alat Penangkap Gas Metana

Keterangan :
1. Pasak besi
2. Terpal berukuran 8 m x 10 m
3. Pipa
4. Plastik

Rancangan alat penangkap gas yang digunakan yaitu berasal dari terpal
berukuran 8 m x 10 m yang dibentangkan di TPA. Terpal tersebut kemudian di
tahan/dikunci menggunakan pasak besi yang ditancapkan di tanah di setiap
ujungnya yang sudah dilubangi terlebih dahulu. Kemudian di tengah-tengah terpal
diberi lubang dan dipasang pipa serta plastik bening untuk menangkap gas metana
yang keluar dari TPA. Plastik yang digunakan berbahan ringan, sehingga akan
cepat menggelembung jika gas metana sudah mengisi plastik tersebut.
III-8

3.4. Teknik Pengambilan Sampel


3.4.1. Wawancara

Melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk mengetahui informasi


TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis
Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung yang terkait
dalam objek penelitian. Sasaran wawancara dalam penelitian ini yaitu pengelola
TPA.
3.4.2. Sampling Gas Metana

Sampling gas metana dalam penelitian ini menggunakan alat penangkap


gas metana dari plastik kemudian diukur konsentrasi gas metana kondisi eksisting
dalam satuan volume. Konsentrasi tersebut kemudian akan dibandingkan dengan
hasil estimasi dari LandGEM.
3.4.3. Sampling Lindi/Air di Sumur Pantau

Sampling lindi dalam penelitian ini menggunakan alat berupa ice box
untuk menyimpan lindi/air di sumur pantau dari TPA. Kemudian lindi/air dari
sumur pantau tersebut dibawa ke laboratorium untuk diuji dan diidentifikasi umur
TPA-nya sebagai peluang dalam rehabilitasi.
3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data dan informasi yang


diperlukan untuk menunjang analisis terhadap kondisi yang terjadi di wilayah
studi, sehingga dapat dilakukan analisis yang tepat. Pengumpulan data meliputi
pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui
observasi langsung ke lapangan dan wawancara. Sedangkan data sekunder dapat
diperoleh melalui studi literatur.
III-9

3.5.1. Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data atau keterangan yang diperoleh di lapangan


yang kemudian diolah dan dievaluasi secara deskriptif dan dianalisa untuk
mendapatkan data-data sekunder. Data-data primer yang dibutuhkan dalam
penelitian ini antara lain:

a. Sistem pengelolaan sampah di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA


Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA
Sanggrahan Kabupaten Temanggung.
b. Dokumentasi di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan
Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan
Kabupaten Temanggung.
c. Sampling gas metana di TPA
d. Sampling air lindi TPA/air dari sumur pantau di sekitar TPA

3.5.2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur, dokumentasi,


ataupun sumber lain. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
mengumpulkan data-data yang berkaitan dan berhubungan dengan penelitian.
Data-data tersebut berupa data jumlah penduduk Kota Magelang, Kabupaten
Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Temanggung dan data jumlah
timbulan sampah dengan rentan waktu 10 tahun terakhir (Amy et al, 2005).
Adapun data sekunder yang di perlukan dalam penelitian yaitu sebagai berikut :

a. Data Persampahan Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten


Purworejo, Kabupaten Temanggung, diambil berdasarkan data Dinas
Lingkungan Hidup Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Purworejo, Kabupaten Temanggung.
b. Kebijakan, Aturan dan Standar Persampahan, berpatokan pada aturan
Perundangan-Undangan, Perda tentang Persampahan, SNI Persampahan,
Diktat Pengelolaan persampahan.
III-10

Tabel 3.4.

Pengumpulan Data Sekunder

No. Kebutuhan Data Sumber Data Teknik Alat


Pengumpulan Data
1. Peta Lokasi, Data Badan Pusat Mengakses internet Laptop
Kependudukan, Statistik Kota untuk mendapat data dan
Kondisi Demografi Magelang, di BPS Kota Internet
dan Monografi Kabupaten Magelang,
Wilayah serta Magelang, Kabupaten
Gambaran Umum Kabupaten Magelang,
Kota Magelang, Purworejo, Kabupaten
Kabupaten Kabupaten Purworejo,
Magelang, Temanggung Kabupaten
Kabupaten Temanggung
Purworejo,
Kabupaten
Temanggung
2. Acuan perhitungan LandGEM dan Mengakses internet Laptop
gas metana LFGcost-Web untuk mendapatkan dan
literatur. internet
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera


dikerjakan oleh peneliti atau sering disebut pengolahan data. Tahap pengolahan
data ini sendiri terdiri dari 3 tahap yaitu:
3.6.1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:


1. Melakukan identifikasi masalah pada objek penelitian.
2. Studi literatur, referensi jurnal, dan buku terkait untuk dijadikan pedoman
dalam penelitian.
3. Melakukan penyusunan dan pengajuan proposal penelitian.
4. Menyiapkan alat untuk penelitian.
III-11

3.6.2. Tahap Pelaksanaan

Pada saat pelaksanaan penelitian dilakukan pengambilan data primer dan


data sekunder yang menunjang penelitian. Data yang didapatkan selanjutnya
dianalisis menggunakan Software Landfill Gas Emission Model (LandGEM versi
3.02) dan LFGcost-Web versi 3.3.

3.6.3. Tahap Analisis Data

Data-data yang didapatkan dari tiap teknik operasional diolah dan


dievaluasi secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data yang didapatkan akan
diolah dan dianalisis untuk mengetahui estimasi dari emisi gas metana yang
dihasilkan TPA dengan menggunakan acuan ketentuan Software Landfill Gas
Emission Model (LandGEM versi 3.02) dan LFGcost-Web versi 3.3.

Dalam memprediksi produksi gas metana yang dihasilkan di landfill


diperlukan penggunaan skenario untuk penyusunan perencanaan jangka panjang
dan menengah dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Skenario emisi
merupakan alat untuk memprediksi kondisi di masa depan dan digunakan untuk
menyusun alternatif-alternatif pengelolaan di masa yang akan datang.

Pada penelitian ini, menggunakan 2 skenario yaitu

Skenario:
1. Skenario 1 (estimasi emisi gas metana dengan kondisi eksisting (open
dumping atau controlled landfill)
Pada skenario ini, dilakukan analisis emisi gas metana yang dihasilkan
dari TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten
Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung dengan kondisi pengolahan sampah yang sedang berjalan
saat ini atau kondisi riil.
III-12

2. Skenario 2 (estimasi emisi gas metana dengan kondisi sanitary landfill)


Pada skenario ini, dilakukan analisis emisi gas metana yang dihasilkan
dari TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten
Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung dengan mengasumsikan bahwa kondisi pengelolaan
sampah dengan sanitary landfill.
3.6. Diagram Alir Penelitian

Alur keseluruhan dari metodologi penelitian ini dapat dilihat pada


gambar 3.5 berikut.
III-13

Mulai

Proses adminstrasi dan peri

Kajian pustaka

Pengumpulan da

Data primer:
Data sekunder:
Sistem pengelolaan sampah di TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA Sanggraha
Dokumentasi di TPA Banyuurip Kota Magelang,PetaTPALokasi, Data
Pasuruhan Kependudukan,
Kabupaten Magelang, TPAKondisi Demografi
Jetis Kabupaten dan
Purworejo, Monografi
TPA WilayahT
Sanggrahan Kabupaten
Sampling gas metana di TPA Acuan perhitungan emisi gas metana
Sampling Air lindi TPA/air dari sumur pantau di sekitar TPA

Pengolahan data eksisting


Tidak

Ya

Proyeksi jumlah timbulan sampah

Analisis data (Perhitungan produksi gas metana pada TPA dengan s

Penyusunan Laporan

Kesimpulan dan rekomenda

Selesai

Gambar 3.6. Diagram Alir Proses Penelitian Penurunan Emisi Gas


Metana dari TPA Banyuurip Kota Magelang, TPA Pasuruhan
Kabupaten Magelang, TPA Jetis Kabupaten Purworejo, TPA
Sanggrahan Kabupaten Temanggung
IV-1

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kota Magelang

Kota Magelang yang wilayahnya terbagi atas 3 kecamatan yaitu


Kecamatan Magelang Utara, Kecamatan Magelang Tengah dan Kecamatan
Magelang Selatan memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) 1 buah, yaitu TPA
Banyuurip. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Banyuurip merupakan unit
pemrosesan akhir sampah milik Pemerintah Kota Magelang yang terletak di Desa
Banyuurip, Kabupaten Magelang. Lokasi TPA berjarak 150 m dari jalan
Magelang-Salatiga. Tempat Pemrosesan Akhir Banyuurip sudah beroperasi sejak
tahun 1993. Kondisi jalan akses menuju ke TPA Banyuurip sudah baik dan
dilengkapi dengan drainase. Jarak pemukiman penduduk ke TPA sebesar 100 m
dan jarak ke pusat kota sebesar 3 km. Sedangkan jarak dengan badan air terdekat
adalah 0,1 km. Tempat Pemrosesan Akhir Banyuurip memiliki luas 6,11 ha yang
terdiri dari 5 zona. Sistem operasional yang digunakan adalah metode controlled
landfill. Saat ini zona aktif di TPA Banyuurip kondisinya hampir penuh. Oleh
karena itu, pemerintah Kota Magelang dan pemerintah Kabupaten Magelang akan
bekerjasama merencanakan TPA Regional di lokasi yang baru. Di TPA Banyuurip
terdapat aktivitas pemulung di zona aktif yang mencari sampah recovery seperti
plastik untuk dijual ke pengepul. Di dekat lokasi TPA Banyuurip juga terdapat
lahan yang disewa pemulung untuk dijadikan tempat tinggal sekaligus lahan
pemilahan sampah untuk mereka. Jumlah pemulung yang beroperasi di TPA
Banyuurip berjumlah sekitar 100 pemulung.

Dalam pengoperasiannya, TPA Banyuurip harus mengacu pada peraturan


yang berlaku. Penyelenggaraan TPA Banyuurip sudah diatur dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
IV-2

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Peraturan sejenis di
tingkat daerah tidak ada sehingga untuk teknis operasional mengacu pada
peraturan tersebut. Peraturan lain yang dipatuhi dalam pengoperasian TPA
Banyuurip diantaranya yaitu UU RI Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga.

Gambar 4.1 Tampak Atas TPA Banyuurip Kota Magelang

Gambar 4.2 Tampak Samping TPA Banyuurip Kota Magelang


IV-3

Di TPA Banyuurip terdapat 10 orang tenaga kerja UPTD TPA Banyuurip


yang setiap hari bekerja di kantor maupun di landfill. Unit Pelaksana Teknis
Daerah Tempat Pembuangan Sampah Akhir (UPTD TPA) sebagai Unit Pelayanan
Teknis Daerah adalah unit yang melayani, menata, mengatur dan mengelola
sampah yang ditimbulkan dari aktivitas kota, baik dari pemukiman, pasar,
terminal, sekolah, yang pada dasarnya melayani pembuangan sampah dari segala
aspek kegiatan yang berada langsung di bawah Kepala Dinas Kebersihan,
Pertamanan, dan Tata Kota (DKPTK). Oleh karena itu, semua kegiatan TPA
Banyuurip menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Tata Kota
Magelang, Kota Magelang.

Sebelum sampah diangkut ke TPA Banyuurip, sampah dari sumber dibawa


ke TPS. Di Kota Magelang, terdapat 3 TPST yaitu TPST Rusunawa, Tidar
Campur, dan Jurangombo. Sistem pengelolaan sampah di TPA Banyuurip diawali
dengan sampah yang dibawa menggunakan dump truck atau arm roll truck
melakukan penimbangan di jembatan timbang dan pencatatan jumlah sampah
yang masuk secara digital. Kemudian dilanjutkan dengan pembuangan sampah ke
lokasi pembuangan. Jika sampah yang dibawa merupakan sampah organik seperti
kayu pepohonan, maka truck akan langsung menuju ke lahan pasif yang sudah
ditumbuhi rerumputan. Kegiatan pemilahan sampah dilakukan oleh para
pemulung yang berada di lokasi pembuangan.

4.1.1.1. Komposisi Sampah

Komposisi sampah di Kota Magelang selalu di dominasi dengan sampah


organik, disusul dengan sampah plastik, kertas dan sampah lainnya. Pada tahun
2014 komposisi sampah organik mencapai 72,1%; plastik 9,39%; kertas 7,81%;
gelas dan kaca 1,86%; logam 1,81%; karet dan kulit tiruan 0,8%; kayu 0,48% dan
lain-lain mencapai 5,53%.
IV-4

Tabel 4.1.
Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kota Magelang Tahun 2011-2014
Karet
Gelas
& Organi Lain-
Tahun Kertas Kayu Kain Plastik Logam &
Kulit k lain
Kaca
Tiruan
2018 18,80 13,30 1,80 0,50 21,50 0,80 3,70 33,70 5,90
2014 7,81 0,48 0,22 0,8 9,39 1,81 1,86 72,1 5,53
2013 7,92 0,52 0,21 0,79 9,15 1,54 1,82 72,64 5,41
2012 7,69 0,44 0,23 0,81 9,63 2,09 1,9 71,56 5,66
2011 6,92 0,37 0,23 0,86 9,14 1,87 1,84 73,46 5,31
Sumber: Kota Magelang Dalam Angka 2015 dan DLH Kota Magelang 2018

Daerah layanan TPA Banyuurip meliputi seluruh wilayah Kota Magelang


dan beberapa wilayah Kabupaten Magelang. Wilayah Kota Magelang meliputi 14
kelurahan, sedangkan wilayah Kabupaten Magelang meliputi beberapa
Kecamatan Tegalrejo yang berada di dekat dengan TPA. Selain dari beberapa
kecamatan tersebut TPA Banyuurip juga menerima sampah yang berasal dari
perumahan, pasar, sekolahan, dan juga pusat-pusat perbelanjaan. Kota Magelang
masuk ke dalam kategori kota sedang. timbulan sampah permukiman perkapita
harian Kota Magelang adalah sebesar 2,58 liter/orang/hari, atau setara dengan
0,304 kg/orang/hari. Persentase pelayanan sampah Kota Magelang yang terlayani
mencapai 100%.

4.1.1.2. Timbulan Sampah

Untuk memprediksi kuantitas gas metana yang dihasilkan oleh TPA


Banyuurip dibutuhkan data kuantitas sampah yang masuk ke TPA. Kuantitas
sampah yang masuk ke TPA dapat dihitung dari jumlah timbulan sampah
terlayani selama TPA tersebut beroperasi. Timbulan sampah merupakan hasil dari
kegiatan penduduk, maka pertumbuhan timbulan sampah sebanding dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) yang dapat dianggap penentu pertumbuhan timbulan sampah.
Berikut timbulan sampah Kota Magelang yang masuk ke TPA Banyuurip tahun
1993-2019 tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah,
dan lain-lain.
IV-5

Tabel 4.2
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Banyuurip, Kota Magelang Tanpa
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain

Timbulan Timbulan
Timbulan
Timbulan Sampah Sampah
Sampah
Tahun Sampah TPA TPA
Terlayani
(Kg/Hari) Banyuurip Banyuurip
(Kg/Tahun)
(Ton/Tahun) (Mg/Tahun)
1993 89.223 9.769.902 9770 9770
1994 89.259 11.402.866 11403 11403
1995 89.430 13.056.821 13057 13057
1996 89.805 14.750.454 14750 14750
1997 90.169 16.455.925 16456 16456
1998 90.406 18.149.025 18149 18149
1999 90.643 19.850.763 19851 19851
2000 90.879 21.561.138 21561 21561
2001 91.116 22.282.431 22282 22282
2002 91.353 22.673.741 22674 22674
2003 91.589 23.066.779 23067 23067
2004 91.826 23.461.544 23462 23462
2005 92.063 23.858.037 23858 23858
2006 92.299 24.930.043 24930 24930
2007 92.536 25.669.474 25669 25669
2008 92.773 26.412.361 26412 26412
2009 93.009 27.158.703 27159 27159
2010 93.246 27.908.500 27909 27909
2011 93.483 28.661.753 28662 28662
2012 93.719 29.418.460 29418 29418
2013 93.956 30.178.622 30179 30179
2014 94.193 30.942.240 30942 30942
2015 94.429 31.709.312 31709 31709
2016 94.666 32.479.840 32480 32480
2017 94.902 33.253.823 33254 33254
2018 95.139 34.031.261 34031 34031
2019 95.376 34.812.153 34812 34812
IV-6

Tabel 4.3
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Banyuurip, Kota Magelang Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain
Timbulan Sampah
Sampah
Timbulan Timbulan Sampah yang
Didaur Bank Lain- yang masuk
Tahun Sampah Sampah Terlayani Dikompos Masuk
ulang Sampah lain TPA
(Kg/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) TPA
(ton/tahun)
(ton/hari)
1993 89.223 89 27 26 19 26 27 19 6.843
1994 89.259 89 31 31 24 31 31 23 8.476
1995 89.430 89 36 35 28 35 36 28 10.130
1996 89.805 90 40 40 33 40 40 32 11.823
1997 90.169 90 45 45 38 45 45 37 13.529
1998 90.406 90 50 49 42 49 50 42 15.222
1999 90.643 91 54 54 47 54 54 46 16.923
2000 90.879 91 59 59 52 59 59 51 18.634
2001 91.116 91 61 61 54 61 61 53 19.355
2002 91.353 91 62 62 55 62 62 54 19.746
2003 91.589 92 63 63 56 63 63 55 20.139
2004 91.826 92 64 64 57 64 64 56 20.534
2005 92.063 92 65 65 58 65 65 57 20.931
2006 92.299 92 68 68 61 68 68 60 22.003
2007 92.536 93 70 70 63 70 70 62 22.742
2008 92.773 93 72 72 65 72 72 64 23.485
2009 93.009 93 74 74 67 74 74 66 24.231
IV-7

Lanjutan Tabel 4.3


Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Banyuurip, Kota Magelang Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Sampah, dan Lain-Lain
Timbulan Sampah
Sampah
Timbulan Timbulan Sampah yang
Didaur Bank Lain- yang masuk
Tahun Sampah Sampah Terlayani Dikompos Masuk
ulang Sampah lain TPA
(Kg/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) TPA
(ton/tahun)
(ton/hari)
2010 93.246 93 76 76 69 76 76 68 24.981
2011 93.483 93 79 78 71 78 78 71 25.734
2012 93.719 94 81 80 73 80 81 73 26.491
2013 93.956 94 83 82 75 82 83 75 27.251
2014 94.193 94 85 84 77 84 85 77 28.015
2015 94.429 94 87 87 79 87 87 79 28.782
2016 94.666 95 89 89 82 89 89 81 29.553
2017 94.902 95 91 91 84 91 91 83 30.327
2018 95.139 95 93 93 86 93 93 85 31.104
IV-8

4.1.1.3. Permodelan Emisi Gas TPA Banyuurip Menggunakan Landfill Gas


Emission Model (LandGEM) Versi 3.02

Kuantitas gas TPA yang dihasilkan oleh suatu TPA dapat diprediksi
menggunakan persamaan dekomposisi orde pertama (first order decay) USEPA
telah mengeluarkan suatu model yang dinamakan LandGEM (Landfill Gas
Emission Model) adalah alat yang dipadukan dengan Microsoft excel yang secara
otomatis dapat memperkirakan tingkat emisi total gas metana, karbondioksida,
senyawa organik non metana dan zat pencemar udara lain dari sebuah lahan urug.
Software ini memberikan pendekatan yang relatif sederhana dalam
memperkirakan emisi gas dari suatu lahan urug.

1. Input Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02


a. Tahun Buka TPA (Landfill Open Year)
TPA Banyuurip mulai beroperasi tahun 1993, sehingga tahun buka
untuk input LandGEM adalah tahun 1993.
b. Tahun penerimaan sampah di TPA (Waste Acceptance Rates)
Input data yang paling utama adalah tingkat penerimaan sampah di
TPA yaitu timbulan sampah yang masuk ke TPA dalam satuan
Mg/tahun dimana Mg senilai dengan 1 ton sampah dalam satuan
metrik. Adapun input data berupa data timbulan sampah yang
masuk ke TPA selama tahun beroperasi 1993-2019 sebelum dan
sesudah diterapkan proses daur ulang, pengomposan, bank sampah
dan lain-lain. Dengan 2 macam perhitungan tersebut dapat
diketahui perbandingan kuantitas gas dengan dan tanpa adanya
penerapan daur ulang, pengomposan, bank sampah dan lain-lain.
c. Tahun tutup TPA (Landfill Closure Year)
Apabila tahun penutupan TPA sudah diketahui, tahun tersebut
dapat langsung dimasukkan sebagai input. Tetapi apabila belum di
ketahui, tahun penutupan TPA Banyuurip dapat menggunakan data
IV-9

kapasitas desain TPA dan tingkat penerimaan sampah tiap


tahunnya dengan rumus sebagai berikut :
Tahun Tutup Lahan Urug =
¿+ tahun terakhir tingkat penerimaan sampah
(4.1)
Tahun tutup TPA Banyuurip sudah diketahui yaitu 2019, sehingga
input yang dimasukkan tahun 2019.
d. Gas atau Polutan Penyusun Gas TPA
Empat macam gas atau polutan yang ingin diperkirakan dapat
dipilih dari daftar 51 jenis gas yang sudah tersedia. Untuk
perhitungan kuantitas gas TPA Banyuurip dipilih 4 macam gas
yang akan diprediksi yaitu total gas, gas metana, gas
karbondioksida, dan NMOC (Non Methane Organic Compound).
Hasil perhitungan total gas, gas metana dan karbondioksida
diperlukan untuk menghitung potensi gas TPA Banyuurip untuk
memanfaatkan sebagai sumber energi alternatif, sedangkan
kuantitas NMOC (Non Methane Organic Compound) diperlukan
untuk mengetahui jenis parameter yang akan digunakan untuk
perhitungan.
2. Parameter Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02
LandGEM versi 3.02 menggunakan data spesifik dari lokasi TPA
maupun parameter standar (default parameter) jika tidak terdapat data
spesifik dari lokasi TPA. Model ini terdiri dari dua parameter standar
yaitu :
a. Standart CAA (Clean Air Act)
Standar CAA didasarkan pada peraturan tentang lahan urug di TPA
sampah kota yang tercantum Clean Air Act yang dibuat oleh
Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1996.
Peraturan tersebut adalah National Standart of Performance for
Municipal Solid Waste (NSPS) dan Emissions Guidelines (EG)
yang telah diamandemen menjadi National Emission Standart for
IV-10

Hazardous Air Pollution: Municipal Solid Waste Landfill


(NESHAP). Peraturan ini diperuntukan untuk TPA yang
dioperasikan setelah 8 November 1987 serta menampung sampah
hingga 2,5 juta Megagram (Mg) pertahun atau lebih dan
mengemisikan konsentrasi NMOC dengan konsentrasi 50 Mg
pertahun atau lebih.
b. Standart Inventory didasarkan pada faktor Compilation of Air
Pollutant Emission Factor (AP-42) yang menentukan bahwa
pemilik atau operator TPA harus memastikan konsentrasi gas
metana yang dihasilkan tidak melebihi 25% dari Lower Eksplosive
Limit (LEL), yaitu persen volume terendah dari gas eksplosif
berada di udara yang akan memungkinkan terjadinya ledakan.

Ketentuan-ketentuan di atas digunakan dalam perhitungan emisi gas TPA


Banyuurip karena belum ada peraturan dalam negeri atau nasional yang
mengatur tentang standar emisi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah. Oleh karena itu, peraturan yang digunakan adalah peraturan
internasional yang dikeluarkan oleh Environmental Protection Agency
(EPA), untuk TPA Banyuurip digunakan ketentuan dari Compilation Of
Air Pollutant Emission Factor (AP-42) karena kuantitas maksimum
sampah yang masuk ke TPA pertahun hanya sebesar 34812 Mg sehingga
TPA Banyuurip tidak diwajibkan untuk memenuhi peraturan National
Emission Standart for Hazardous Air Pollution: Municipal Solid Waste
Landfill (NESHAP) pada Clean Air Act (CAA). Parameter yang
digunakan untuk menjalankan LandGEM versi 3.02 yaitu:

a. Methane Generation Rate (k)


Nilai k menentukan tingkat timbulan metana dari sejumlah sampah
yang ada di TPA. Nilai k mempunyai satuan tahun -1 (year-1).
Besarnya nilai k yang digunakan dalam LandGEM versi 3.02
merupakan fungsi dari 4 faktor yaitu: kadar air sampah,
ketersediaan nutrien untuk mikroorganisme, pH sampah,
IV-11

temperature sampah. Empat faktor tersebut diwakili oleh kategori


iklim daerah TPA yaitu kategori kering, umum atau basah. Pada
penentuan klarifikasi daerah tersebut digunakan asumsi bahwa
daerah dengan curah kurang dari 25 inchi pertahun termasuk
daerah kering (arid area) sedangkan daerah dengan curah hujan
lebih dari 25 inchi pertahun termasuk daerah biasa, sedangkan wet
area digunakan bioreaktor (dengan sistem sirkulasi lindi).
Dari data curah hujan Kota Magelang selama 5 tahun didapat
jumlah rata-rata 5840 mm pertahun atau 230 inchi pertahun, dan
tidak direncanakan untuk diterapkan sistem sirkulasi lindi maka
TPA Banyuurip termasuk daerah biasa/kategori umum
(konvensional). Nilai k yang digunakan dalam perhitungan ini
adalah standar inventory yaitu sebesar 0,04 year -1.
b. Potensial Methane Generation Capasity (Lo)
Nilai Lo didasarkan pada komposisi dan tipe sampah yang
ditempatkan di TPA. Semakin tinggi kadar selulosa sampah maka
nilai Lo akan semakin tinggi. Untuk TPA Banyuurip yang
dikategorikan sebagai daerah umum digunakan standar inventory
dengan nilai Lo yang digunakan sebesar 100 m3/Mg.
c. Konsentrasi NMOC (Non Methane Organic Compound
Concentration)
Konsentrasi NMOC pada gas TPA adalah fungsi dari jenis sampah
dan reaksi dekomposisi materi organik di TPA yang menghasilkan
bermacam-macam senyawa. Digunakan konsentrasi NMOC tipe
inventory no or unknown co-disposal (TPA dimana tidak
pembuangan Bahan Berbahaya dan Beracun) senilai 600 ppmv.
d. Kadar Metana (Methane Content)
Untuk persamaan LandGEM, diasumsikan terdiri dari 50%
karbondioksida dan 50% metana dari range metana yang
diperbolehkan yaitu 40-50%. Kadar metana yang dihasilkan
sebanding dengan persen komposisi sampah organik yang ada di
IV-12

TPA. Untuk TPA Banyuurip diasumsikan kadar metana yang


umum digunakan yaitu 50%.
3. Hasil Perhitungan Emisi
Dari hasil perhitungan timbulan sampah Kota Magelang tahun 1993-
2019 dapat diperkirakan produksi gas TPA yang dihasilkan oleh TPA
Banyuurip. Hasil yang didapat dari Model LandGEM v.302
memperkirakan bahwa TPA Banyuurip akan terus aktif menghasilkan
gas TPA selama kurun waktu 140 tahun hal ini dikarenakan produksi gas
akan terus berlangsung walaupun TPA sudah habis umur pakainya atau
tidak menerima sampah lagi dan hasil dari model LandGEM akan
memperlihatkan produksi gas TPA dari awal hingga kuantitasnya
mendekati nol. Produktifitas gas yang dihasilkan oleh TPA Banyuurip
ditunjukan oleh gambar di bawar ini. Pada grafik yang menunjukan
satuan volume (m3/tahun dan ft3/menit), volume gas metana (CH4) dan
karbondioksida (CO2) yang dihasilkan mempunyai nilai yang sama
karena kadar metana (methane content) yang digunakan adalah 50% dan
karbondioksida 50%. NMOC dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil
sehingga persen volumenya tidak terdeteksi oleh model.
5000
4500
4000
3500
3000
Emissions (Mg)

2500
2000
1500
1000
500
0
1993200020072014 20212028203520422049205620632070207720842091209821052112 211921262133
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC


IV-13

Gambar 4.3 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan
Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

4000000

3500000

3000000

2500000
Emissions (m3)

2000000

1500000

1000000

500000

0
199320002007201420212028203520422049205620632070207720842091209821052112211921262133
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.4 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubic
Meters Per Year (m3/tahun)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

250

200
Emissions (av ft3/min)

150

100

50

0
1993 2000 2007 2014 2021 2028 2035 2042 2049 2056 2063 2070 2077 2084 2091 2098 2105 2112 2119 2126 2133
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC


IV-14

Gambar 4.5 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubicfeet
Per Minute (ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

4500

4000

3500

3000
Emissions (Mg)

2500

2000

1500

1000

500

0
1993200020072014 20212028203520422049205620632070207720842091209821052112 211921262133
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.6 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan
Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

3500000

3000000

2500000
Emissions (m3)

2000000

1500000

1000000

500000

0
199320002007201420212028203520422049205620632070207720842091209821052112211921262133
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC


IV-15

Gambar 4.7 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubic
Meters Per Year (m3/tahun)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

250

200
Emissions (av ft3/min)

150

100

50

0
1993 2000 2007 2014 2021 2028 2035 2042 2049 2056 2063 2070 2077 2084 2091 2098 2105 2112 2119 2126 2133
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.8 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain dalam Satuan Cubicfeet
Per Minute (ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

Dari gambar dapat dilihat produktifitas gas TPA Banyuurip membentuk


kurva pada rentang 140 tahun. Gas TPA dapat diproduksi dalam kurun
waktu yang lama karena TPA Banyuurip terletak pada daerah yang
kurang kelembapannya dan temperatur yang kurang optimum sehingga
reaksi pembentukan gas TPA membutuhkan waktu yang lebih lama.
Hasil grafik menunjukkan bawah tanpa dan dengan penerapan daur
ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain, produktifitas gasnya
sama-sama naik mulai tahun 1993 hingga mencapai puncak pada tahun
2020 dan kemudian terus menurun hingga tahun 2133.
IV-16

Data kuantitas gas rata-rata per tahun yang dihasilkan oleh TPA
digunakan untuk menentukan kapasitas instalasi penangkap gas,
penyaluran gas, atau mesin pengolah gas menjadi energi yang akan
digunakan. Produksi gas yang dihasilkan oleh TPA Banyuurip
ditunjukkan oleh tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4
Produksi Gas TPA Banyuurip Tanpa dan Dengan Penerapan Daur
Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah,
dan Lain-Lain
Landfill Gas
Maksimum Rata-Rata
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Total gas
(Mg/year) 4364,19 3880,38 1167,76 1027,39
3
(m /year) 3494638,20 3107225,10 935086,48 822688,86
(av ft3/min) 234,80 208,77 62,83 55,28
Methane
(Mg/year) 1165,72 1036,49 311,92 274,43
3
(m /year) 1747319,10 1553612,55 467543,24 411344,43
3
(av ft /min) 117,40 104,39 31,41 27,64
Carbon dioxide
(Mg/year) 3198,47 2843,89 855,84 752,97
(m3/year) 1747319,10 1553612,55 467543,24 411344,43
(av ft3/min) 117,40 104,39 31,41 27,64
NMOC
(Mg/year) 7,52 6,68 2,01 1,77
3
(m /year) 2096,78 1864,34 561,05 493,61
3
(av ft /min) 0,14 0,13 0,04 0,03
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan model LandGEM versi


3.02 diperkirakan bahwa tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, bank sampah, dan lain-lain, produktifitas gas TPA
Banyuurip mencapai puncak pada tahun 2020 yang jumlahnya sebesar
4364,19 Mg/tahun dan 3880,38 Mg/tahun. Sedangkan rata-rata
produktifitas gas TPA Banyuurip tanpa dan dengan penerapan daur
IV-17

ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain sebesar 62,83 Mg/tahun


dan 55,28 Mg/Tahun.
Memanfaatkan gas yang dihasilkan oleh TPA berarti mereduksi sejumlah
kuantitas gas yang diemisikan ke atmosfer. Penyusun utama gas TPA
yaitu gas metana mempunyai kekuatan 21 kali gas karbondiosida dalam
menyebabkan fenomena pemanasan global, oleh karena itu reduksi gas
metana sangat berperan dalam mengurangi laju fenomena pemanasan
global. Dengan adanya pemanfaatan gas TPA menjadi sumber energi
alternatif, emisi-emisi gas minor tersebut dapat tereduksi. LandGEM
v.302 juga dapat memperkirakan kuantitas 48 jenis gas minor yang
merupakan polutan berbahaya.

4.1.2. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Magelang

Kabupaten Magelang memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) 1 buah,


yaitu TPA Pasuruhan. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Pasuruhan
terletak di Dusun Kwayuhan, Desa Pasuruhan, Kecamatan Mertoyudan. Tempat
Pemrosesan Akhir Pasuruhan sudah beroperasi sejak tahun 1995. Jarak pusat kota
ke TPA sebesar 13 km. Tempat Pemrosesan Akhir Pasuruhan memiliki luas 1,6 ha
yang terdiri dari 2 zona yaitu zona aktif dan pasif. Sistem operasional yang
digunakan adalah metode controlled landfill. Kondisi zona aktif sudah sangat
penuh. Di TPA Pasuruhan terdapat aktivitas pemulung di zona aktif yang mencari
sampah recovery seperti plastik untuk dijual ke pengepul. Di dekat jalan masuk
TPA Pasuruhan juga terdapat lahan yang disewa pemulung untuk dijadikan lahan
pemilahan sampah untuk mereka.
IV-18

Gambar 4.9 Tampak Atas TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang


Sumber: Citra Google Earth, 2020

Gambar 4.10 Tampak Samping TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang

Peraturan yang menjadi dasar pengelolaan persampahan Kabupaten


Magelang adalah Perda Kab. Magelang Nomor 10 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan di Kabupaten
Magelang dan Perda Kab. Magelang No. 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa
Umum. Di TPA Pasuruhan terdapat 23 orang tenaga kerja UPTD TPA Pasuruhan
yang setiap hari bekerja di kantor maupun di landfill. Unit Pelaksana Teknis
IV-19

Daerah Tempat Pembuangan Sampah Akhir (UPTD TPA) Kabupaten Magelang


berada langsung di bawah Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Oleh karena
itu, semua kegiatan TPA Pasuruhan menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan,
dan Pertamanan Kabupaten Magelang.

Sistem pengelolaan sampah di TPA Pasuruhan diawali dengan sampah


yang dibawa menggunakan dump truck atau arm roll truck melakukan
penimbangan di jembatan timbang dan pencatatan jumlah sampah yang masuk
secara digital. Kemudian dilanjutkan dengan pembuangan sampah ke lokasi
pembuangan. Kegiatan pemilahan sampah dilakukan oleh para pemulung yang
berada di lokasi pembuangan.
4.1.2.1. Komposisi Sampah

Komposisi sampah di Kabupaten Magelang selalu di dominasi dengan


sampah organik, disusul dengan sampah plastik, kertas dan sampah lainnya.
Berikut persentase komposisi jenis sampah di Kabupaten Magelang.
Tabel 4.5
Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kabupaten Magelang
Jenis Sampah %
Organik 39,00
Kertas 12,30
Plastik 17,10
Logam 1,80
Karet 1,50
Kain 1,80
Kayu 15,30
Gelas/kaca 2,60
Lain-lain 8,50
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang, 2018
Tempat Pemrosesan Akhir Pasuruhan melayani 27 lokasi pelayanan di
Kabupaten Magelang. Selain dari beberapa kecamatan tersebut TPA Pasuruhan
juga menerima sampah yang berasal dari perumahan, pasar, sekolahan, dan juga
pusat-pusat perbelanjaan. Kabupaten Magelang masuk ke dalam kategori kota
besar. Berdasarkan SK SNI S-04-1993-03 rata-rata volume timbulan sampah
IV-20

harian perkapita Kabupaten Magelang sebesar 3,048 liter/orang/hari. Persentase


pelayanan sampah Kota Magelang yang terlayani mencapai 33%.

4.1.2.2. Timbulan Sampah

Untuk memprediksi kuantitas gas metana yang dihasilkan oleh TPA


Pasuruhan dibutuhkan data kuantitas sampah yang masuk ke TPA. Kuantitas
sampah yang masuk ke TPA dapat dihitung dari jumlah timbulan sampah
terlayani selama TPA tersebut beroperasi. Timbulan sampah merupakan hasil dari
kegiatan penduduk, maka pertumbuhan timbulan sampah sebanding dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) yang dapat dianggap penentu pertumbuhan timbulan sampah.
Berikut timbulan sampah Kabupaten Magelang yang masuk ke TPA Pasuruhan
tahun 1995-2023 tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan bank
sampah.

Tabel 4.6
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Pasuruhan, Kabupaten Magelang
Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah

Timbulan Timbulan Timbulan


Timbulan
Sampah Sampah Sampah
Tahun Sampah
Terlayani TPA TPA
(Kg/Hari)
(Kg/Tahun) (Ton/Tahun) (Mg/Tahun)

1995 958.245 17.487.980 17488 17488


1996 971.094 21.266.952 21267 21267
1997 978.659 25.004.726 25005 25005
1998 989.119 28.882.283 28882 28882
1999 1.000.422 32.863.869 32864 32864
2000 1.010.966 36.900.272 36900 36900
2001 1.021.511 41.013.648 41014 41014
2002 1.032.055 45.203.996 45204 45204
2003 1.042.599 49.471.317 49471 49471
2004 1.053.143 53.815.610 53816 53816
2005 1.063.687 58.236.876 58237 58237
2006 1.074.231 62.735.114 62735 62735
2007 1.084.776 67.310.325 67310 67310
IV-21

2008 1.095.320 71.962.508 71963 71963


2009 1.105.864 76.691.664 76692 76692
2010 1.116.408 81.497.792 81498 81498
2011 1.126.952 86.380.892 86381 86381
2012 1.137.496 91.340.965 91341 91341
2013 1.148.041 96.378.011 96378 96378
2014 1.158.585 101.492.029 101492 101492
2015 1.169.129 106.683.019 106683 106683
2016 1.179.673 111.950.982 111951 111951
2017 1.190.217 117.295.918 117296 117296
2018 1.200.762 122.717.826 122718 122718
2019 1.211.306 128.216.706 128217 128217
2020 1.221.850 133.792.559 133793 133793
2021 1.232.394 139.445.384 139445 139445
2022 1.242.938 145.175.182 145175 145175
2023 1.253.482 150.981.953 150982 150982
IV-21

Tabel 4.7
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Pasuruhan, Kabupaten Magelang dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah
Timbulan Sampah
Timbulan Timbulan Sampah Sampah ke
Didaur yang masuk
Tahun Sampah Sampah Terlayani Dikompos Bank Sampah TPA
ulang TPA
(Kg/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari)
(ton/tahun)
1995 958.245 958 48 21 45 38 9 3158
1996 971.094 971 58 31 56 49 19 6937
1997 978.659 979 69 41 66 59 29 10675
1998 989.119 989 79 52 76 70 40 14552
1999 1.000.422 1.000 90 63 87 81 51 18534
2000 1.010.966 1.011 101 74 98 92 62 22570
2001 1.021.511 1.022 112 85 110 103 73 26684
2002 1.032.055 1.032 124 97 121 114 85 30874
2003 1.042.599 1.043 136 108 133 126 96 35141
2004 1.053.143 1.053 147 120 145 138 108 39486
2005 1.063.687 1.064 160 132 157 150 120 43907
2006 1.074.231 1.074 172 145 169 162 133 48405
2007 1.084.776 1.085 184 157 182 175 145 52980
2008 1.095.320 1.095 197 170 195 188 158 57633
2009 1.105.864 1.106 210 183 207 201 171 62362
2010 1.116.408 1.116 223 196 221 214 184 67168
2011 1.126.952 1.127 237 210 234 227 197 72051
2012 1.137.496 1.137 250 223 248 241 211 77011
IV-22

Lanjutan Tabel 4.7


Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Pasuruhan, Kabupaten Magelang dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah
Timbulan Sampah
Timbulan Timbulan Sampah Didaur Dikompos Bank Sampah Sampah ke
yang masuk
Tahun Sampah Sampah Terlayani ulang (27,1 (2,63 (9,53 TPA
TPA
(Kg/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) ton/hari) ton/hari) Ton/hari) (Ton/Hari)
(ton/tahun)
2013 1.148.041 1.148 264 237 261 255 225 82048
2014 1.158.585 1.159 278 251 275 269 239 87162
2015 1.169.129 1.169 292 265 290 283 253 92353
2016 1.179.673 1.180 307 280 304 297 267 97621
2017 1.190.217 1.190 321 294 319 312 282 102966
2018 1.200.762 1.201 336 309 334 327 297 108388
2019 1.211.306 1.211 351 324 349 342 312 113887
2020 1.221.850 1.222 367 339 364 357 327 119463
2021 1.232.394 1.232 382 355 379 373 343 125115
2022 1.242.938 1.243 398 371 395 388 358 130845
2023 1.253.482 1.253 414 387 411 404 374 136652
IV-23

4.1.2.3. Permodelan Emisi Gas TPA Pasuruhan Menggunakan Landfill Gas


Emission Model (LandGEM) Versi 3.02
1. Input Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02
a. Tahun Buka TPA (Landfill Open Year)
TPA Pasuruhan mulai beroperasi tahun 1995, sehingga tahun buka
untuk input LandGEM adalah tahun 1995.
b. Tahun penerimaan sampah di TPA (Waste Acceptance Rates)
Adapun input data berupa data timbulan sampah yang masuk ke
TPA selama tahun beroperasi 1993-2023 sebelum dan sesudah
diterapkan proses daur ulang, pengomposan, dan bank sampah.
c. Tahun tutup TPA (Landfill Closure Year)
Tahun tutup TPA Pasuruhan sudah diketahui yaitu 2023, sehingga
input yang dimasukkan tahun 2023.
d. Gas atau Polutan Penyusun Gas TPA
Untuk perhitungan kuantitas gas TPA Pasuruhan dipilih 4 macam
gas yang akan diprediksi yaitu total gas, gas metana, gas
karbondioksida, dan NMOC (Non Methane Organic Compound).
2. Parameter Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02

Dalam perhitungan emisi gas TPA Pasuruhan, peraturan yang digunakan


adalah peraturan internasional yang dikeluarkan oleh Environmental
Protection Agency (EPA) dengan ketentuan dari Compilation Of Air
Pollutant Emission Factor (AP-42) karena kuantitas maksimum sampah
yang masuk ke TPA pertahun hanya sebesar 150982 Mg sehingga TPA
Pasuruhan tidak diwajibkan untuk memenuhi peraturan National
Emission Standart for Hazardous Air Pollution: Municipal Solid Waste
Landfill (NESHAP) pada Clean Air Act (CAA). Parameter yang
digunakan untuk menjalankan LandGEM versi 3.02 yaitu :
IV-24

a. Methane Generation Rate (k)


Dari data curah hujan Kabupaten Magelang selama 5 tahun didapat
jumlah rata-rata 8871 mm pertahun atau 349 inchi pertahun, dan
tidak direncanakan untuk diterapkan sistem sirkulasi lindi maka
TPA Pasuruhan termasuk daerah biasa/kategori umum
(konvensional). Nilai k yang digunakan dalam perhitungan ini
adalah standar inventory yaitu sebesar 0,04 year -1.
b. Potensial Methane Generation Capasity (Lo)
Untuk TPA Pasuruhan yang dikategorikan sebagai daerah umum
digunakan standar inventory dengan nilai Lo yang digunakan
sebesar 100 m3/Mg.
c. Konsentrasi NMOC (Non Methane Organic Compound
Concentration)
Digunakan konsentrasi NMOC tipe inventory no or unknown co-
disposal (TPA dimana tidak pembuangan Bahan Berbahaya dan
Beracun) senilai 600 ppmv.
d. Kadar Metana (Methane Content)
Untuk TPA Pasuruhan diasumsikan kadar metana yang umum
digunakan yaitu 50%.
3. Hasil Perhitungan Emisi
Hasil perhitungan timbulan sampah Kabupaten Magelang tahun 1995-
2023 dapat memperkirakan produksi gas TPA yang dihasilkan oleh TPA
Pasuruhan. Hasil yang didapat dari model LandGEM v.302
memperkirakan bahwa TPA Pasuruhan akan terus aktif menghasilkan gas
TPA selama kurun waktu 140 tahun hal ini dikarenakan produksi gas
akan terus berlangsung walaupun TPA sudah habis umur pakainya atau
tidak menerima sampah lagi dan hasil dari model LandGEM akan
memperlihatkan produksi gas TPA dari awal hingga kuantitasnya
mendekati nol. Produktifitas gas yang dihasilkan oleh TPA Pasuruhan
ditunjukan oleh gambar di bawar ini. Pada grafik yang menunjukan
satuan volume (m3/tahun dan ft3/menit), volume gas metana (CH4) dan
IV-25

karbondioksida (CO2) yang dihasilkan mempunyai nilai yang sama


karena kadar metana (methane content) yang digunakan adalah 50% dan
karbondioksida 50%. NMOC dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil
sehingga persen volumenya tidak terdeteksi oleh model.
18000

16000

14000

12000
Em issions (Mg)

10000

8000

6000

4000

2000

0
199520022009201620232030203720442051205820652072207920862093210021072114212121282135
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.11 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

14000000

12000000

10000000
Em issions (m 3)

8000000

6000000

4000000

2000000

0
1995 2003 2011 2019 2027 2035 2043 2051 2059 2067 2075 2083 2091 2099 2107 2115 2123 2131
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.12 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per
Year (m3/tahun)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-26

900

800

700

Emissions (av ft3/min) 600

500

400

300

200

100

0
1995 2002 2009 2016 2023 2030 2037 2044 2051 2058 2065 2072 2079 2086 2093 2100 2107 2114 2121 2128 2135
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.13 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute
(ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

16000

14000

12000

10000
Emissions (Mg)

8000

6000

4000

2000

0
199520022009201620232030203720442051205820652072207920862093210021072114212121282135
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.14 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-27

12000000

10000000

Emissions (m3) 8000000

6000000

4000000

2000000

0
1995 2003 2011 2019 2027 2035 2043 2051 2059 2067 2075 2083 2091 2099 2107 2115 2123 2131
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.15 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per
Year (m3/tahun)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

800

700

600
Emissions (av ft3/min)

500

400

300

200

100

0
1995 2002 2009 2016 2023 2030 2037 2044 2051 2058 2065 2072 2079 2086 2093 2100 2107 2114 2121 2128 2135
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.16 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute
(ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-28

Dari gambar dapat dilihat produktifitas gas TPA Pasuruhan membentuk


kurva pada rentang 140 tahun. Gas TPA dapat diproduksi dalam kurun
waktu yang lama karena TPA Pasuruhan terletak pada daerah yang
kurang kelembapannya dan temperatur yang kurang optimum sehingga
reaksi pembentukan gas TPA membutuhkan waktu yang lebih lama.
Hasil grafik tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan
bank sampah, produktifitas gasnya sama-sama naik mulai tahun 1995
hingga mencapai puncak pada tahun 2024 dan kemudian terus menurun
hingga tahun 2135.
Data kuantitas gas rata-rata per tahun yang dihasilkan oleh TPA
digunakan untuk menentukan kapasitas instalasi penangkap gas,
penyaluran gas, atau mesin pengolah gas menjadi energi yang akan
digunakan. Produksi gas yang dihasilkan oleh TPA Pasuruhan
ditunjukkan oleh tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8
Produksi Gas TPA Pasuruhan Tanpa dan Dengan Penerapan Daur
Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Sampah
Landfill Gas
Maksimum Rata-Rata
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Total gas
(Mg/year) 15902,97 13440,95 4082,58 3344,80
(m3/year) 12734362,90 10762890,33 3269143,0 2678357,88
4
(av ft3/min) 855,62 723,16 219,65 179,96
Methane
(Mg/year) 4247,85 3590,22 1090,50 893,43
(m3/year) 6367181,45 5381445,17 1634571,5 1339178,94
2
(av ft3/min) 427,81 361,58 109,83 89,98
Carbon dioxide
(Mg/year) 11655,12 9850,73 2992,08 2451,37
(m3/year) 6367181,45 5381445,17 1634571,5 1339178,94
2
IV-29

(av ft3/min) 427,81 361,58 109,83 89,98

Lanjutan Tabel 4.8


Produksi Gas TPA Pasuruhan Tanpa dan Dengan Penerapan Daur
Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Sampah
Landfill Gas
Maksimum Rata-Rata
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
NMOC
(Mg/year) 27,39 23,15 7,03 5,76
3
(m /year) 7640,62 6457,73 1961,49 1607,01
(av ft3/min) 0,51 0,43 0,13 0,11
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan model LandGEM versi


3.02 diperkirakan bahwa tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, dan bank sampah, TPA Pasuruhan dapat memproduksi
jumlah maksimum gas TPA sebesar sebesar 15902,97 Mg/tahun dan
13440,95 Mg/tahun pada tahun 2024. Sedangkan rata-rata produktifitas
gas TPA Pasuruhan tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting,
dan bank sampah sebesar 4082,58 Mg/tahun dan 3344,80 Mg/Tahun.
Proses dekomposisi sampah organik di TPA juga menghasilkan gas-gas
dalam jumlah relatif kecil yang sebagian merupakan pencemar udara
berbahaya (Hazardous Air Pollutant/HAP) dan senyawa organik volatil
(Volatil Organic Compound/VOC) yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan bagi masyarakat di sekitar TPA.

4.1.3. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Purworejo

Kabupaten Purworejo memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) 1 buah,


yaitu TPA Jetis. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Jetis terletak di Desa
Jetis, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo. Tempat Pemrosesan Akhir
Pasuruhan sudah beroperasi sejak tahun 2000. Jarak pemukiman ke TPA sebesar
IV-30

0,5 km. Tempat Pemrosesan Akhir Jetis memiliki luas 4,69 ha yang terdiri dari 2
zona yaitu zona aktif dan pasif. Sistem operasional yang digunakan adalah metode
controlled landfill. Di TPA Jetis terdapat aktivitas pemulung di zona aktif yang
mencari sampah recovery seperti plastik untuk dijual ke pengepul. Di dekat jalan
masuk TPA Jetis juga terdapat lahan yang disewa pemulung untuk dijadikan lahan
pemilahan sampah untuk mereka. Selain menjadi tempat untuk menimbun
sampah, TPA Jetis juga dijadikan sebagai objek wisata edukasi gratis.
Pengunjung tidak hanya bisa berburu foto ketika datang ke TPA Jetis. Namun,
pengunjung juga dapat belajar bagaimana proses pengolahan sampah, mulai
manajemen TPA hingga daur ulang. 

Gambar 4.17 Tampak Atas TPA Jetis Kabupaten Purworejo


IV-31

Gambar 4.18 Tampak Samping TPA Jetis Kabupaten Purworejo

Dalam pengoperasiannya, TPA Jetis harus mengacu pada peraturan yang


berlaku. Penyelenggaraan TPA Jetis sudah diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Purworejo Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah. Semua
kegiatan TPA Jetis menjadi tanggung jawab Sie Pengelolaan Sampah dan Limbah
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Purworejo. Sistem pengelolaan sampah di
TPA Jetis diawali dengan sampah yang dibawa menggunakan dump truck atau
arm roll truck melakukan penimbangan di jembatan timbang dan pencatatan
jumlah sampah yang masuk secara digital. Kemudian dilanjutkan dengan
pembuangan sampah ke lokasi pembuangan. Kegiatan pemilahan sampah
dilakukan oleh para pemulung yang berada di lokasi pembuangan.

4.1.3.1. Komposisi Sampah

Komposisi sampah di Kabupaten Purworejo selalu di dominasi dengan


sampah organik, disusul dengan sampah plastik, kertas dan sampah lainnya. Pada
tahun 2018 komposisi sampah organik mencapai 32%; plastik 19%; kertas 2%;
gelas dan kaca 0,01%; logam 2%; karet dan kulit tiruan 0%; kayu 38% dan lain-
lain mencapai 6%.

Tabel 4.9
Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kabupaten Purworejo Tahun 2012-
2014
IV-32

Karet
Gelas
& Organi Lain-
Tahun Kertas Kayu Kain Plastik Logam &
Kulit k lain
Kaca
Tiruan
2018 2,00 38,00 0,01 0,00 19,00 2,00 0,01 32,00 6,00
2014 8,90 4,50 2,70 0,90 26,80 1,80 2,70 40,20 0,90
2013 26,00 0,40 0,40 0,33 30,22 0,45 0,60 41,40 0,20
2012 19,00 0,10 0,14 0,11 20,00 0,25 0,30 60,00 0,10
Sumber: BPS Kabupaten Purworejo (2014) dan BLH Kabupaten Purworejo
(2018)

Tempat Pemrosesan Akhir Jetis melayani 4 Kecamatan di Kabupaten


Purworejo yaitu Kecamatan Purworejo, Banyuurip, Bayan, dan Kutoarjo.
Kabupaten Purworejo masuk ke dalam kategori kota besar. Berdasarkan SK SNI
S-04-1993-03 rata-rata volume timbulan sampah harian perkapita Kabupaten
Purworejo sebesar 2,75 liter/orang/hari. Persentase pelayanan sampah Kota
Magelang yang terlayani mencapai 30%.

4.1.3.2. Timbulan Sampah

Untuk memprediksi kuantitas gas metana yang dihasilkan oleh TPA Jetis
dibutuhkan data kuantitas sampah yang masuk ke TPA. Kuantitas sampah yang
masuk ke TPA dapat dihitung dari jumlah timbulan sampah terlayani selama TPA
tersebut beroperasi. Timbulan sampah merupakan hasil dari kegiatan penduduk,
maka pertumbuhan timbulan sampah sebanding dengan pertumbuhan jumlah
penduduk dan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dapat
dianggap penentu pertumbuhan timbulan sampah. Berikut timbulan sampah
Kabupaten Purworejo yang masuk ke TPA Jetis tahun 2000-2023 tanpa dan
dengan penerapan daur ulang dan komposting.

Tabel 4.10
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Jetis, Kabupaten Purworejo Tanpa
Penerapan Daur Ulang dan Komposting
IV-33

Timbulan Timbulan
Timbulan Timbulan
Sampah Sampah
Tahun Sampah Sampah TPA
Terlayani TPA
(Kg/Hari) (Ton/Tahun)
(Kg/Tahun) (Mg/Tahun)

2000 630.369 11.504.240 11504 11504


2001 633.048 18.485.004 18485 18485
2002 634.623 20.847.366 20847 20847
2003 636.069 23.216.527 23217 23217
2004 637.589 25.599.193 25599 25599
2005 639.394 28.005.447 28005 28005
2006 641.199 30.424.877 30425 30425
2007 643.004 32.857.482 32857 32857
2008 644.808 35.303.263 35303 35303
Lanjutan Tabel 4.10
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Jetis, Kabupaten Purworejo Tanpa
Penerapan Daur Ulang dan Komposting

Timbulan Timbulan
Timbulan Timbulan
Sampah Sampah
Tahun Sampah Sampah TPA
Terlayani TPA
(Kg/Hari) (Ton/Tahun)
(Kg/Tahun) (Mg/Tahun)

2009 646.613 37.762.219 37762 37762


2010 648.418 40.234.352 40234 40234
2011 650.223 42.719.660 42720 42720
2012 652.028 45.218.144 45218 45218
2013 653.833 47.729.803 47730 47730
2014 655.638 50.254.638 50255 50255
2015 657.443 52.792.649 52793 52793
2016 659.248 55.343.836 55344 55344
2017 661.052 57.908.198 57908 57908
2018 662.857 60.485.737 60486 60486
2019 664.662 63.076.450 63076 63076
2020 666.467 65.680.340 65680 65680
2021 668.272 68.297.405 68297 68297
2022 670.077 70.927.646 70928 70928
2023 671.882 73.571.063 73571 73571
IV-33

Tabel 4.11
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Jetis, Kabupaten Purworejo Dengan Penerapan Daur Ulang dan Komposting

Timbulan
Timbulan Timbulan Sampah Sampah ke Sampah ke
Didaur
Tahun Sampah Sampah Terlayani Dikompos TPA TPA
ulang
(Kg/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Tahun)
2000 630.369 630 32 31 31 31.518 11.194
2001 633.048 633 51 51 50 50.643 18.175
2002 634.623 635 57 57 56 57.115 20.537
2003 636.069 636 64 64 63 63.606 22.906
2004 637.589 638 70 70 69 70.134 25.289
2005 639.394 639 77 77 76 76.726 27.695
2006 641.199 641 83 83 83 83.355 30.115
2007 643.004 643 90 90 89 90.020 32.547
2008 644.808 645 97 97 96 96.720 34.993
2009 646.613 647 103 103 103 103.457 37.452
2010 648.418 648 110 110 109 110.230 39.924
2011 650.223 650 117 117 116 117.039 42.409
2012 652.028 652 124 124 123 123.884 44.908
2013 653.833 654 131 131 130 130.766 47.420
2014 655.638 656 138 138 137 137.683 49.944
2015 657.443 657 145 145 144 144.637 52.482
2016 659.248 659 152 152 151 151.626 55.034
2017 661.052 661 159 159 158 158.652 57.598
2018 662.857 663 166 166 165 165.713 60.175
IV-34

Lanjutan Tabel 4.11


Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Jetis, Kabupaten Purworejo Dengan Penerapan Daur Ulang dan Komposting
Timbulan
Timbulan Timbulan Sampah Sampah ke Sampah ke
Didaur
Tahun Sampah Sampah Terlayani Dikompos TPA TPA
ulang
(m3/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Tahun)
2019 664.662 665 173 173 172 172.811 62.766
2020 666.467 666 180 180 179 179.945 65.370
2021 668.272 668 187 187 186 187.115 67.987
2022 670.077 670 194 194 194 194.321 70.617
2023 671.882 672 202 201 201 201.564 73.261
IV-35

4.1.4.3. Permodelan Emisi Gas TPA Jetis Menggunakan Landfill Gas


Emission Model (LandGEM) Versi 3.02
1. Input Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02
a. Tahun Buka TPA (Landfill Open Year)
TPA Jetis mulai beroperasi tahun 2000, sehingga tahun buka untuk
input LandGEM adalah tahun 2000.
b. Tahun penerimaan sampah di TPA (Waste Acceptance Rates)
Adapun input data berupa data timbulan sampah yang masuk ke
TPA selama tahun beroperasi 2000-2023 sebelum dan sesudah
diterapkan proses daur ulang dan pengomposan.
c. Tahun tutup TPA (Landfill Closure Year)
Tahun tutup TPA Jetis sudah diketahui yaitu 2023, sehingga input
yang dimasukkan tahun 2023.
d. Gas atau Polutan Penyusun Gas TPA
Untuk perhitungan kuantitas gas TPA Jetis dipilih 4 macam gas
yang akan diprediksi yaitu total gas, gas metana, gas
karbondioksida, dan NMOC (Non Methane Organic Compound).
2. Parameter Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02

Menurut peraturan internasional yang dikeluarkan oleh Environmental


Protection Agency (EPA), dalam perhitungan emisi TPA Jetis digunakan
ketentuan dari Compilation Of Air Pollutant Emission Factor (AP-42)
karena kuantitas maksimum sampah yang masuk ke TPA pertahun hanya
sebesar 73571 Mg sehingga TPA Jetis tidak diwajibkan untuk memenuhi
peraturan National Emission Standart for Hazardous Air Pollution:
Municipal Solid Waste Landfill (NESHAP) pada Clean Air Act (CAA).
Parameter yang digunakan untuk menjalankan LandGEM versi 3.02 yaitu
:
a. Methane Generation Rate (k)
Tempat Pemrosesan Akhir Jetis termasuk daerah biasa/kategori
umum (konvensional). enurut data curah hujan Kabupaten
IV-36

Purworejo selama 5 tahun didapat jumlah rata-rata 8178 mm


pertahun atau 322 inchi pertahun, dan tidak direncanakan untuk
diterapkan sistem sirkulasi lindi maka Nilai k yang digunakan
dalam perhitungan ini adalah standar inventory yaitu sebesar 0,04
year -1.
b. Potensial Methane Generation Capasity (Lo)
Nilai Lo untuk TPA Jetis yang dikategorikan sebagai daerah umum
digunakan standar inventory sebesar 100 m3/Mg.
c. Konsentrasi NMOC (Non Methane Organic Compound
Concentration)
Konsentrasi NMOC pada gas TPA Jetis digunakan konsentrasi
NMOC tipe inventory no or unknown co-disposal (TPA dimana
tidak pembuangan Bahan Berbahaya dan Beracun) senilai 600
ppmv.
d. Kadar Metana (Methane Content)
Untuk persamaan LandGEM, kadar metana yang dihasilkan
sebanding dengan persen komposisi sampah organik yang ada di
TPA Jetis yang diasumsikan 50%.
3. Hasil Perhitungan Emisi
Dari hasil perhitungan timbulan sampah Kabupaten Purworejo tahun
2000-2023 dapat memperkirakan produksi gas TPA yang dihasilkan oleh
TPA Jetis. Model LandGEM akan memperlihatkan produksi gas TPA
dari awal hingga kuantitasnya mendekati nol, dimana memperkirakan
bahwa TPA Jetis akan terus aktif menghasilkan gas TPA selama kurun
waktu 140 tahun hal ini dikarenakan produksi gas akan terus berlangsung
walaupun TPA sudah habis umur pakainya atau tidak menerima sampah
lagi. Produktifitas gas yang dihasilkan oleh TPA Jetis ditunjukan oleh
gambar di bawar ini. Pada grafik yang menunjukan satuan volume
(m3/tahun dan ft3/menit), volume gas metana (CH4) dan karbondioksida
(CO2) yang dihasilkan mempunyai nilai yang sama karena kadar metana
(methane content) yang digunakan adalah 50% dan karbondioksida 50%.
IV-37

NMOC dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil sehingga persen


volumenya tidak terdeteksi oleh model.
8000

7000

6000

5000
Emissions (Mg)

4000

3000

2000

1000

0
200020072014202120282035204220492056206320702077208420912098210521122119212621332140
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.19 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang dan


Komposting dalam Satuan Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

7000000

6000000

5000000
Emissions (m3)

4000000

3000000

2000000

1000000

0
200020072014202120282035204220492056206320702077208420912098210521122119212621332140
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.20 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang dan


Komposting dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun)
IV-38

Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

450

400

350

300
Emissions (av ft3/min)

250

200

150

100

50

0
2000 20072014 2021 2028 2035 2042 2049 2056 2063 2070 2077 20842091 2098 2105 2112 2119 21262133 2140
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.21 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang dan


Komposting dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

8000

7000

6000

5000
Emissions (Mg)

4000

3000

2000

1000

0
200020072014202120282035204220492056206320702077208420912098210521122119212621332140
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.22 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang dan


Komposting dalam Satuan Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-39

7000000

6000000

5000000
Emissions (m3)

4000000

3000000

2000000

1000000

0
200020072014202120282035204220492056206320702077208420912098210521122119212621332140
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.23 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang dan


Komposting dalam Satuan Cubic Meters Per Year (m3/tahun)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

450

400

350

300
Emissions (av ft3/min)

250

200

150

100

50

0
2000 20072014 2021 2028 2035 2042 2049 2056 2063 2070 2077 20842091 2098 2105 2112 2119 21262133 2140
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.24 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang dan


Komposting dalam Satuan Cubicfeet Per Minute (ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-40

Dari gambar dapat dilihat produktifitas gas TPA Jetis membentuk kurva
pada rentang 140 tahun. Gas TPA dapat diproduksi dalam kurun waktu
yang lama karena TPA Jetis terletak pada daerah yang kurang
kelembapannya dan temperatur yang kurang optimum sehingga reaksi
pembentukan gas TPA membutuhkan waktu yang lebih lama. Hasil
grafik tanpa dan dengan penerapan daur ulang dan komposting,
produktifitas gasnya sama-sama naik mulai tahun 2000 hingga mencapai
puncak pada tahun 2024 dan kemudian terus menurun hingga tahun
2140.
Data kuantitas gas rata-rata per tahun yang dihasilkan oleh TPA
digunakan untuk menentukan kapasitas instalasi penangkap gas,
penyaluran gas, atau mesin pengolah gas menjadi energi yang akan
digunakan. Produksi gas yang dihasilkan oleh TPA Jetis ditunjukkan oleh
tabel 4.12 di bawah ini.

Tabel 4.12
Produksi Maksimum Gas TPA Jetis Tanpa dan Dengan Penerapan Daur
Ulang dan Komposting
Penerapan Daur Ulang dan Komposting
Landfill Gas Maksimum Rata-Rat
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Total gas
(Mg/year) 7551,20 7503,28 1878,96 1865,73
(m3/year) 6046648,12 6008279,99 1504584,10 1493990,53
(av ft3/min) 406,27 403,70 101,09 100,38
Methane
(Mg/year) 2017,01 2004,21 501,89 498,36
(m3/year) 3023324,06 3004140,00 752292,05 746995,26
(av ft3/min) 203,14 201,85 50,55 50,19
Carbon dioxide
(Mg/year) 5534,19 5499,07 1377,07 1367,37
(m3/year) 3023324,06 3004140,00 752292,05 746995,26
(av ft3/min) 203,14 201,85 50,55 50,19
NMOC
(Mg/year) 13,00 12,92 3,24 3,21
(m3/year) 3627,99 3604,97 902,75 896,39
(av ft3/min) 0,24 0,24 0,06 0,06

Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020


IV-41

Berdasarkan tabel di atas, produktifitas gas TPA Jetis akan mencapai puncak tahun
2024, baik tanpa dan dengan penerapan daur ulang dan komposting yang jumlahnya
sebesar 7551,20 Mg/tahun dan 7503,28 Mg/tahun. Sedangkan rata-rata
produktifitas gas TPA Jetis tanpa dan dengan penerapan daur ulang dan komposting
sebesar 1878,96 Mg/tahun dan 1865,73 Mg/Tahun.

4.1.4. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Temanggung

Kabupaten Temanggung memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) 1


buah, yaitu TPA Sanggrahan. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)
Sanggrahan terletak di Desa Sanggrahan, Kecamatan Kranggan Kabupaten
Temanggung. Tempat Pemrosesan Akhir Sanggrahan sudah beroperasi sejak
tahun 2010. Jarak pemukiman ke TPA sebesar 1 km. Tempat Pemrosesan Akhir
Sanggrahan memiliki luas 4,71 ha yang terdiri dari 3 zona. Sistem operasional
yang digunakan adalah metode controlled landfill. Di TPA Sanggrahan terdapat
aktivitas pemulung di zona aktif yang mencari sampah recovery seperti plastik
untuk dijual ke pengepul. Di dekat jalan masuk TPA Sanggrahan juga terdapat
lahan yang disewa pemulung untuk dijadikan lahan pemilahan sampah untuk
mereka.

Gambar 4.25 Tampak Atas TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung


IV-42

Gambar 4.26 Tampak Samping TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung

Dalam pengoperasiannya, TPA Sanggrahan harus mengacu pada


peraturan yang berlaku. Penyelenggaraan TPA Sanggrahan sudah diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 29 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Sampah. Di TPA Sanggrahan terdapat 55 orang tenaga kerja yang
setiap hari bekerja di kantor maupun di landfill. Tempat Pemrosesan Akhir
Sampah (TPA) Sanggrahan Kabupaten Temanggung berada langsung di bawah
Kepala Bidang Kebersihan dan Pengelolaan Persampahan. Oleh karena itu, semua
kegiatan TPA Sanggrahan menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan dan
Pengelolaan Persampahan Kabupaten Temanggung.

Sistem pengelolaan sampah di TPA Sanggrahan diawali dengan sampah


yang dibawa menggunakan dump truck atau arm roll truck melakukan
penimbangan di jembatan timbang dan pencatatan jumlah sampah yang masuk
secara digital. Kemudian dilanjutkan dengan pembuangan sampah ke lokasi
pembuangan. Kegiatan pemilahan sampah dilakukan oleh para pemulung yang
berada di lokasi pembuangan.

4.1.4.1. Komposisi Sampah

Komposisi sampah di Kabupaten Temanggung selalu di dominasi dengan


sampah organik, disusul dengan sampah plastik, kertas dan sampah lainnya. Pada
IV-43

tahun 2013 komposisi sampah organik mencapai 58,50%; plastik 19,60%; kertas
10,9%; gelas dan kaca 3,40%; logam 2,40%; karet dan kulit tiruan 0,50%; dan
kayu 2,30%.
Tabel 4.13
Persentase Komposisi Jenis Sampah di Kabupaten Temanggung
Jenis Sampah %
Organik 94,40
Kertas 0,45
Plastik 3,95
Logam 0,10
Karet 0,13
Kain 0,25
Kayu 0,50
Gelas/kaca 0,20
Lain-lain 0,03
Sumber: DPH Kabupaten Temanggung, 2018

Tempat Pemrosesan Akhir Sanggrahan melayani 11 Kecamatan di


Kabupaten Temanggung yaitu Kecamatan Parakan, Bulu, Temanggung,
Kranggan, Kedu, Ngadirejo, Tembarak, Kandangan, Tlogomulyo, Selopampang,
dan Candiroto. Kabupaten Temanggung masuk ke dalam kategori kota besar.
Berdasarkan SK SNI S-04-1993-03 rata-rata volume timbulan sampah harian
perkapita Kabupaten Temanggung sebesar 2,79 liter/orang/hari. Persentase
pelayanan sampah Kabupaten Temanggung yang terlayani mencapai
35,70%.

4.1.4.2. Timbulan Sampah

Untuk memprediksi kuantitas gas metana yang dihasilkan oleh TPA


Sanggrahan dibutuhkan data kuantitas sampah yang masuk ke TPA. Kuantitas
sampah yang masuk ke TPA dapat dihitung dari jumlah timbulan sampah
terlayani selama TPA tersebut beroperasi. Timbulan sampah merupakan hasil dari
kegiatan penduduk, maka pertumbuhan timbulan sampah sebanding dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) yang dapat dianggap penentu pertumbuhan timbulan sampah.
IV-44

Berikut timbulan sampah Kabupaten Temanggung yang masuk ke TPA


Sanggrahan tahun 2010-2020 tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, dan bank sampah.

Tabel 4.14
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Sanggrahan, Kabupaten
Temanggung Tanpa Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah

Timbulan Timbulan
Timbulan Timbulan
Tahu Sampah Sampah
Sampah Sampah TPA
n Terlayani TPA
(Kg/Hari) (Ton/Tahun)
(Kg/Tahun) (Mg/Tahun)

2010 594.252 10.845.107 10845 10845


2011 600.524 17.535.303 17535 17535
2012 606.658 26.571.603 26572 26572
2013 612.610 33.540.371 33540 33540
2014 618.472 40.633.601 40634 40634
2015 624.527 47.869.973 47870 47870
2016 630.582 55.238.946 55239 55239
2017 636.636 62.740.520 62741 62741
2018 642.691 70.374.696 70375 70375
2019 648.746 78.141.473 78141 78141
2020 654.801 85.323.845 85324 85324
IV-44

Tabel 4.15
Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA Sanggrahan, Kabupaten Temanggung Dengan Penerapan Daur Ulang, Komposting,
dan Bank Sampah
Timbulan
Timbulan Timbulan Sampah Sampah ke Sampah ke
Didaur
Tahun Sampah Sampah Terlayani Dikompos Bank Sampah TPA TPA
ulang
(Kg/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) (Ton/Hari) (Mg/Tahun)
2010 594.252 594 71 47 50 47 2 766,61
2011 600.524 601 96 72 75 72 27 9808,96
2012 606.658 607 121 97 100 97 52 19024,35
2013 612.610 613 147 123 126 123 78 28402,94
2014 618.472 618 161 137 139 137 92 33431,33
2015 624.527 625 175 151 154 151 106 38564,98
2016 630.582 631 189 165 168 165 120 43787,03
2017 636.636 637 204 180 182 180 135 49097,48
2018 642.691 643 212 188 191 188 143 52150,52
2019 648.746 649 221 197 199 197 151 55247,75
2020 654.801 655 234 210 212 210 165 60062,19
IV-45

4.1.4.3. Permodelan Emisi Gas TPA Sanggrahan Menggunakan Landfill Gas


Emission Model (LandGEM) Versi 3.02
4.3.4.1. Input Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02
a. Tahun Buka TPA (Landfill Open Year)
TPA Sanggrahan mulai beroperasi tahun 2010, sehingga tahun
buka untuk input LandGEM adalah tahun 2010.
b. Tahun penerimaan sampah di TPA (Waste Acceptance Rates)
Input data berupa data timbulan sampah yang masuk ke TPA
selama tahun beroperasi 2010-2020 sebelum dan sesudah
diterapkan proses daur ulang, komposting, dan bank sampah.
c. Tahun tutup TPA (Landfill Closure Year)
Tahun tutup TPA Sanggrahan sudah diketahui yaitu 2020,
sehingga input yang dimasukkan tahun 2020.
d. Gas atau Polutan Penyusun Gas TPA
Dalam perhitungan kuantitas gas TPA Sanggrahan dipilih 4 macam
gas dari daftar 51 jenis gas yang sudah tersedia yang akan
diprediksi yaitu total gas, gas metana, gas karbondioksida, dan
NMOC (Non Methane Organic Compound).
4.3.4.2. Parameter Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Versi 3.02

Menurut ketentuan-ketentuan di atas digunakan dalam perhitungan emisi


gas TPA Sanggrahan karena belum ada peraturan dalam negeri atau
nasional yang mengatur tentang standar emisi dari Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sampah, maka digunakan ketentuan dari Compilation Of
Air Pollutant Emission Factor (AP-42) karena kuantitas maksimum
sampah yang masuk ke TPA pertahun hanya sebesar 85324 Mg sehingga
TPA Sanggrahan tidak diwajibkan untuk memenuhi peraturan National
Emission Standart for Hazardous Air Pollution: Municipal Solid Waste
Landfill (NESHAP) pada Clean Air Act (CAA). Parameter yang
digunakan untuk menjalankan LandGEM versi 3.02 yaitu :
IV-46

a. Methane Generation Rate (k)


Nilaik k diperoleh dengan menentukan kategori iklim daerah TPA
dari data curah hujan Kabupaten Temanggung selama 5 tahun
didapat jumlah rata-rata 6255 mm pertahun atau 246 inchi
pertahun, dan tidak direncanakan untuk diterapkan sistem sirkulasi
lindi maka TPA Sanggrahan termasuk daerah biasa/kategori umum
(konvensional). Nilai k yang digunakan dalam perhitungan ini
adalah standar inventory yaitu sebesar 0,04 year -1.
b. Potensial Methane Generation Capasity (Lo)
Nilai Lo atau kadar selulosa sampah untuk TPA Sanggrahan yang
dikategorikan sebagai daerah umum digunakan standar inventory
dengan nilai Lo yang digunakan sebesar 100 m3/Mg.
c. Konsentrasi NMOC (Non Methane Organic Compound
Concentration)
Konsentrasi NMOC pada gas TPA Sanggrahan yang digunakan
yaitu NMOC tipe inventory no or unknown co-disposal (TPA
dimana tidak pembuangan Bahan Berbahaya dan Beracun) senilai
600 ppmv.
d. Kadar Metana (Methane Content)
Untuk persamaan LandGEM, kadar metana yang dihasilkan
sebanding dengan persen komposisi sampah organik yang ada di
TPA Sanggrahan yang diasumsikan kadar metana yang umum
digunakan yaitu 50%.
4.3.4.3. Hasil Perhitungan Emisi
Dari hasil perhitungan timbulan sampah Kabupaten Temanggung tahun
2010-2020 dapat diperkirakan produksi gas TPA yang dihasilkan oleh
TPA Sanggrahan. Hasil yang didapat dari Model LandGEM v.302
memperkirakan bahwa TPA Sanggrahan akan terus aktif menghasilkan
gas TPA selama kurun waktu 140 tahun hal ini dikarenakan produksi gas
akan terus berlangsung walaupun TPA sudah habis umur pakainya atau
tidak menerima sampah lagi dan hasil dari model LandGEM akan
IV-47

memperlihatkan produksi gas TPA dari awal hingga kuantitasnya


mendekati nol. Produktifitas gas yang dihasilkan oleh TPA Sanggrahan
ditunjukan oleh gambar di bawar ini. Pada grafik yang menunjukan
satuan volume (m3/tahun dan ft3/menit), volume gas metana (CH4) dan
karbondioksida (CO2) yang dihasilkan mempunyai nilai yang sama
karena kadar metana (methane content) yang digunakan adalah 50% dan
karbondioksida 50%. NMOC dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil
sehingga persen volumenya tidak terdeteksi oleh model.

5000
4500
4000
3500
3000
Emissions (Mg)

2500
2000
1500
1000
500
0
201020172024203120382045205220592066207320802087209421012108211521222129213621432150
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.27 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-48

4000000

3500000

3000000

2500000
Emissions (m3)

2000000

1500000

1000000

500000

0
201020172024203120382045205220592066207320802087209421012108211521222129213621432150
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.28 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per
Year (m3/tahun)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

300

250

200
Emissions (av ft3/min)

150

100

50

0
2010 20172024 2031 2038 2045 2052 2059 2066 2073 2080 2087 20942101 2108 2115 2122 2129 21362143 2150
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.29 Produktifitas Gas Tanpa Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute
(ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-49

4000

3500

3000

2500
Emissions (Mg)

2000

1500

1000

500

0
201020172024203120382045205220592066207320802087209421012108211521222129213621432150
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.30 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Megagram (Mg)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

3000000

2500000

2000000
Emissions (m3)

1500000

1000000

500000

0
201020172024203120382045205220592066207320802087209421012108211521222129213621432150
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.31 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubic Meters Per
Year (m3/tahun)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
IV-50

200
180
160
140
Emissions (av ft3/min)

120
100
80
60
40
20
0
2010 2017 2024 2031 2038 2045 2052 2059 2066 2073 2080 2087 2094 2101 2108 2115 21222129 2136 2143 2150
Year

Total Landfill Gas Methane Carbon dioxide NMOC

Gambar 4.32 Produktifitas Gas Dengan Penerapan Daur Ulang,


Komposting, dan Bank Sampah dalam Satuan Cubicfeet Per Minute
(ft3/menit)
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020

Dari gambar dapat dilihat produktifitas gas TPA Sanggrahan membentuk


kurva pada rentang 140 tahun. Gas TPA dapat diproduksi dalam kurun
waktu yang lama karena TPA Sanggrahan terletak pada daerah yang
kurang kelembapannya dan temperatur yang kurang optimum sehingga
reaksi pembentukan gas TPA membutuhkan waktu yang lebih lama.
Hasil grafik tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan
bank sampah, produktifitas gasnya sama-sama naik mulai tahun 2010
hingga mencapai puncak pada tahun 2021 dan kemudian terus menurun
hingga tahun 2150. Data kuantitas gas maksimum per tahun yang
dihasilkan oleh TPA digunakan untuk menentukan kapasitas maksimum
instalasi penangkap gas, penyaluran gas, atau mesin pengolah gas
menjadi energi yang akan digunakan. Produksi maksimum gas yang
dihasilkan oleh TPA Sanggrahan ditunjukkan oleh tabel 4.16 di bawah
ini.
IV-51

Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank


Sampah
Landfill Gas
Maksimum Rata-Rata
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Total gas
(Mg/year) 4547,22 3362,47 940,74 694,40
(m3/year) 3641203,68 2692506,96 753303,36 556044,71
(av ft3/min) 244,65 180,91 50,61 37,36
Methane
(Mg/year) 1214,61 898,15 251,28 185,48
(m3/year) 1820601,84 1346253,48 376651,68 278022,35
(av ft3/min) 122,33 90,45 25,31 18,68
Carbon dioxide
(Mg/year) 3332,61 2464,32 689,46 508,92
(m3/year) 1820601,84 1346253,48 376651,68 278022,35
(av ft3/min) 122,33 90,45 25,31 18,68
NMOC
(Mg/year) 7,83 5,79 1,62 1,20
(m3/year) 2184,72 1615,50 451,98 333,63
(av ft3/min) 0,15 0,11 0,03 0,02
Tabel 4.16
Produksi Gas TPA Sanggrahan Tanpa dan Dengan Penerapan Daur Ulang,
Komposting, dan Bank Sampah
Sumber : Hasil Model LandGEM, 2020
Berdasarkan hasil LandGEM, produktifitas maksimum gas TPA
Sanggrahan tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan
bank sampah sebesar 4547,22 Mg/tahun dan 3362,47 Mg/tahun pada
tahun 2021. Sedangkan rata-rata produktifitas gas TPA Sanggrahan tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan bank sampah sebesar
940,74 Mg/tahun dan 694,40 Mg/Tahun. Produktifitas gas rata-rata ini
kemudian digunakan untuk menghitung potensinya yang dapat dijadikan
sebagai sumber energi alternatif.
IV-52

4.2 Pernyataan Teknik Analisis Data


4.2.1. Potensi Kuantitas Gas TPA Banyuurip
4.2.1.1. Potensi Pemanfaatan sebagai Gas Medium-Btu

Gas TPA dapat dimanfaatkan dalam bentuk bahan bakar gas medium-Btu
untuk boiler atau proses industri lainnya (pengeringan, produksi semen, aspal, dan
lain-lain). Pada proses ini gas dipipakan secara langsung ke konsumen sekitar
TPA untuk digunakan sebagai bahan bakar pengganti atau bahan bakar tambahan.
Gas medium-Btu biasanya dihitung dalam satuan kandungan energi gas metana
yaitu MMBtu (Million British Thermal Unit). Gas TPA mempunyai kandungan
energi sebesar 400-550 Btu/ft3 (Thobanoglous, 1993), untuk gas TPA dengan
kadar metana 50% kandungan energinya sebesar 500 Btu/ft3. Besarnya kuantitas
gas Medium-Btu perhari dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini (EPA,
1996).
MMBtu = Laju gas TPA (ft3/menit) x kandungan energi (Btu/ft 3) x waktu
pengoperasian (menit) x 10-6 (4.2)
Persamaan di atas menggunakan hasil perhitungan kuantitas gas TPA yang
dihasilkan dalam satuan ft3/menit dikalikan efisiensi sumur ekstraksi gas (sumur
pengumpul gas) yang dapat mengalirkan gas sebesar 75% dari timbulan gas TPA.
Detail hasil perhitungan kuantitas gas Medium-Btu yang dihasilkan dapat dilihat
pada tabel 4.17 di bawah ini.

Tabel 4.17
Produksi Gas sebagai Gas Medium Btu
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Keterangan Sampah, dan Lain-Lain
Tanpa Dengan

Total gas (timbulan gas)


62,83 55,28
(av ft3/min)

Total gas yang dapat


ditangkap (75% dari
47,12 41,46
timbulan gas)
(av ft3/min)
IV-53

Medium Btu-Gas
33,93 29,85
(MMBtu/hari)

Hasil perhitungan yang tertera pada tabel 4.17 menunjukkan kapasitas gas
medium Btu dihasilkan pada tahun 2020 untuk perhitungan tanpa dan dengan
penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain yaitu sebesar 33,93
MMBtu (33,93 juta Btu) dan 29,85 MMBtu (29,85 juta Btu). Gas TPA yang telah
dioleh menjadi gas medium Btu biasanya digunakan sebagai bahan bakar
pengganti atau bahan bakar tambahan untuk menjalankan mesin boiler industri.
Mesin boiler membutuhkan gas TPA pada rentang kuantitas antara 48-360
MMBtu/hari. Dari hasil perhitungan potensi pemanfaatan gas TPA sebagai gas
medium Btu, dapat diketahui bahwa gas TPA Banyuurip memenuhi rentang
kuantitas input yang dibutuhkan untuk mesin boiler industri.

4.2.1.2. Potensi Pemanfaatan sebagai Pembangkit Listrik

Pemanfaatan gas TPA untuk pembangkit listrik sangat berguna karena


menghasilkan produk yang bernilai yaitu listrik. Listrik yang dihasilkan dapat
digunakan untuk penerangan lokal TPA, atau dijual ke masyarakat sekitar dan
sebagai sumber pembangkit listrik negara. Dalam menghitung kapasitas listrik
yang dihasilkan oleh suatu TPA, diperlukan data-data sebagai berikut.

1. Gross Power Generation Potential


Gross Power Generation Potential adalah laju gas TPA yang dihasilkan
untuk mencapai kapasitas pembangkit tenaga yang dibutuhkan. Gross
Power Generation Potential dihitung berdasarkan persamaan (EPA,
1996) berikut.
kW = laju gas TPA (ft3/min) x kandungan energi (Btu/ft3) x 1/nilai
kalor (kWh/Btu) x 1440 min/ 24 jam (4.3)
dimana,
 Laju gas TPA yang digunakan adalah kuantitas bersih gas TPA per
hari yang ditangkap oleh sistem pengumpulan, diproses, dan
IV-54

dialirkan ke mesin pembangkit tenaga listrik. Asumsi efisiensi


sistem pengumpulan yang digunakan untuk TPA Banyuurip adalah
75% dari gas yang dihasilkan.
 Kandungan energi gas TPA diasumsikan sebesar 500 Btu/ft3.
 Nilai kalor yang digunakan diasumsikan sebesar 12000 Btu/kWh
untuk pembakaran pada alat microturbine (digunakan untuk TPA
skala kecil).
2. Net Power Generation Potential
Net Power Generation Potential adalah Gross Power Generartion
Potential dikurangi dengan pembebanan untuk alat mikroturbine yang
digunakan sebesar 2%.
3. Annual Capacity Factor
Yaitu jumlah hari dalam setahun dimana alat pembangkit listrik dapat
menghsilkan lisrik sesuai kapasitas Annual Capacity Factor yang sering
digunakan berkisar antara 80%-95%. Asumsi yang digunakan dalam
perhitungan ini sebesar 90%.
4. Annual Electricity Generated
Adalah jumlah listrik yang dihasilkan per tahun, diukur dalam satuan
kWh (kilo Watt hours). Annual capacity factor dihitung dengan
mengalikan power gereration potential dengan jumlah jam
pengoperasian dalam setahun. Jumlah jam pengoperasian dalam setahun
dikalikan dengan annual capacity factor. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung Annual Electricity Generated yaitu :
Annual electicity generation (kWh) = Net Power Generation Potential
(kW) x 24 jam/hari x 365
hari/tahun x 90 % (4.4)

Detail hasil perhitungan produktifitas penggunaan gas TPA sebagai


pembangkit listrik ditunjukan oleh tabel 4.18 dibawah ini.
IV-55

Tabel 4.18
Produksi Landfill Gas sebagai Pembangkit Listrik
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank
Keterangan Sampah, dan Lain-Lain
Tanpa Dengan

Total gas (timbulan gas)


62,83 55
(av ft3/min)

Total gas yang dapat


ditangkap (75% dari
47,12 41,46
timbulan gas)
(av ft3/min)

Gross Power Generation


Potential 117,80 103,64
(kW)

Net Power Generation


Potential 115,45 101,57
(kW)

Annual Electricity Generated


910184,84 800780,40
(kWh)

Dari tabel 4.18 dilihat bahwa TPA Banyuurip menghasilkan potensi listrik bersih
(Net power Generation Potential) sebesar 115,45 kW tanpa penerapan daur ulang,
komposting, bank sampah, dan lain-lain, serta dengan penerapan penerapan daur
ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain sebesar 101,57 kW. Nilai ini dapat
membangkitkan listrik menggunakan alat small reciprocating generator sets
dengan kapasitas output daya sebesar 100 kW-1 MW. Small reciprocating
menghasilkan listrik dengan output daya minimum sebesar 100 kW.
IV-56

4.2.3.3. Potensi Ekonomi Pemanfaatan Gas TPA Banyuurip

Potensi ekonomi atau biaya energi gas pada TPA dapat dimodelkan
menggunakan LFGcost-Web Version 3.3 yang dikeluarkan oleh U.S. EPA Landfill
Methane Outreach Program. Model tersebut dapat mengestimasi biaya yang
dibutuhkan untuk investasi awal dan biaya operasional tahunan, serta jumlah gas
yang dihasilkan dari TPA Banyuurip tiap tahunnya. Berikut grafik jumlah gas
yang dihasil TPA Banyuurip tiap tahunnya.

Gambar 4.33 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Banyuurip Tanpa
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web,2020
IV-57

Gambar 4.34 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Banyuurip Dengan
Penerapan Daur Ulang, Komposting, Bank Sampah, dan Lain-Lain
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web,2020

Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah gas yang dihasilkan TPA
Banyuurip pada awal tahun operasi TPA terlalu sedikit, sehingga direncanakan
pembangkit listrik gas metan yang mulai beroperasi di tahun 2020 yang tepatnya 1
tahun setelah TPA ditutup. Jumlah gas yang dihasilkan TPA Banyuurip tanpa
penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain lebih besar
daripada dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain.
Produktifitas gas TPA Banyuurip sebagai penghasil listrik tanpa dan dengan
penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain dapat digunakan
untuk penghasil listrik pada tahun 2020 hingga tahun 2044 (24 tahun).
Perencanaan pembangkit listrik gas metan dengan menggunakan alat
small reciprocating generator-sets yang mulai beroperasi di tahun 2020
mengambil nilai timbulan gas minimum yang akan dikonversikan menjadi energi
listrik tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan
lain-lain yaitu sebesar 90 ft3/min dan 79 ft3/min LFG. Berikut hasil estimasi
IV-58

investasi awal dan biaya operasi dan maintenance dengan menggunakan


LFGcost-Web Version 3.3.

Tabel 4.19
Perhitungan Biaya Investasi dan O&M
Tanpa Penerapan Daur Dengan Penerapan Daur
Ulang, Komposting, Bank Ulang, Komposting, Bank
Installed
Sampah, dan Lain-Lain Sampah, dan Lain-Lain
Capital Costs
Biaya Biaya (dalam Biaya Biaya (dalam
(dalam $) rupiah) (dalam $) rupiah)
Gas
Collection
$387.644 Rp5.410.458.097 $379.146 Rp5.291.861.253
and Flaring
System

LFG Energy
$427.058 Rp5.960.577.080 $375.754 Rp5.244.507.087
Project

Total Capital
Costs (for
$814.702 Rp11.371.035.178 $754.900 Rp10.536.368.340
year of
construction)

Annual O&M
Costs (for
$86.460 Rp1.206.743.791 $80.514 Rp1.123.758.767
initial year of
operation)

Sumber : Hasil Model LFGcost-Web, 2020


Tabel perhitungan biaya investasi di atas mempunyai tujuan agar
investasi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada studi ini gas
TPA Banyuurip direncanakan untuk diolah menjadi pembangkit listrik selama
tahun perencanaan 24 tahun. Berikut penjelasan biaya-biaya yang menjadi
perhitungan biaya investasi proyek pembangkit listrik.
a. Biaya Modal
Biaya modal pengolahan TPA menjadi pembangkit listrik dihitung dengan
menjumlahkan biaya komponen utama (biaya sistem pengumpulan gas,
sistem flare, dan jaringan listrik) dengan biaya konstruksi dan pekerjaan
sipil. Biaya komponen utama tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, bank sampah, dan lain-lain sebesar Rp5.410.458.097 dan
IV-59

Rp5.291.861.253. Sedangkan biaya konstruksi dan pekerjaan sipil tanpa


dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp5.960.577.080 dan Rp5.244.507.087. Oleh karena itu, biaya
total proyek pembangkit listrik di TPA Banyuurip dengan menggunakan
small reciprocating engine generator-sets memerlukan biaya modal tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp11.371.035.178 dan Rp10.536.368.340.
b. Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)
Biaya operasi dan pemeliharaan sistem pengolahan gas TPA Banyuurip
menjadi pembangkit listrik menggunakan alat small reciprocating
generator-sets tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank
sampah, dan lain-lain sebesar Rp1.206.743.791 dan Rp1.123.758.767.

4.2.2. Potensi Kuantitas Gas TPA Pasuruhan


4.2.2.1. Potensi Pemanfaatan sebagai Gas Medium-Btu

Gas TPA Pasuruhan yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk bahan bakar
gas medium-Btu dapat dihitung dengan persamaan 4.2. Persamaan tersebut
menggunakan hasil perhitungan kuantitas gas TPA yang dihasilkan dalam satuan
ft3/menit dikalikan efisiensi sumur ekstraksi gas (sumur pengumpul gas) yang
dapat mengalirkan gas sebesar 75% dari timbulan gas TPA. Detail hasil
perhitungan kuantitas gas Medium-Btu yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel
4.20 di bawah ini.

Tabel 4.20
Produksi Gas sebagai Gas Medium Btu
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Keterangan Sampah
Tanpa Dengan
Total gas (timbulan gas)
219,65 180
(av ft3/min)
Total gas yang dapat
ditangkap (75% dari
164,74 134,97
timbulan gas)
(av ft3/min)
IV-60

Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank


Keterangan Sampah
Tanpa Dengan
Medium Btu-Gas
118,61 97,18
(MMBtu/hari)

Hasil perhitungan yang tertera pada tabel 4.20 menunjukkan kapasitas gas
medium Btu dihasilkan pada tahun 2024 untuk perhitungan tanpa penerapan daur
ulang, komposting, dan bank sampah yaitu sebesar 118,61 MMBtu (118,61 juta
Btu) dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan bank sampah sebesar
97,18 MMBtu (97,18 juta Btu). Dari hasil perhitungan potensi pemanfaatan gas
TPA sebagai gas medium Btu dapat diketahui bahwa gas TPA Pasuruhan
memenuhi rentang kuantitas input yang dibutuhkan untuk gas medium Btu.

4.2.2.2. Potensi Pemanfaatan sebagai Pembangkit Listrik

Dalam menghitung kapasitas listrik yang dihasilkan oleh suatu TPA


untuk pembangkit listrik, diperlukan data-data sebagai berikut.

1. Gross Power Generation Potential


Gross Power Generation Potential dihitung berdasarkan persamaan 4.3.
2. Net Power Generation Potential
Net Power Generation Potential adalah Gross Power Generartion
Potential dikurangi dengan pembebanan untuk alat mikroturbine yang
digunakan sebesar 2%.
3. Annual Capacity Factor
Annual Capacity Factor yang sering digunakan berkisar antara 80%-
95%. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini sebesar 90%.
4. Annual Electricity Generated
Annual capacity factor dihitung dengan menggunakan persamaan yang
digunakan untuk menghitung Annual Electricity Generated yaitu
persamaan 4.4. Detail hasil perhitungan produktifitas penggunaan gas
TPA sebagai pembangkit listrik ditunjukan oleh tabel 4.21 dibawah ini.
IV-61

Tabel 4.21
Produksi Landfill Gas sebagai Pembangkit Listrik
Keterangan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah
Tanpa Dengan

Total gas (timbulan gas)


219,65 180
(av ft3/min)

Total gas yang dapat


ditangkap (75% dari
164,74 134,97
timbulan gas)
(av ft3/min)

Gross Power Generation


Potential 411,85 337,42
(kW)
Net Power Generation
Potential 403,61 330,67
(kW)
Annual Electricity Generated
3182084,74 2607032,37
(kWh)

Dari tabel 4.21 dilihat bahwa TPA Pasuruhan menghasilkan potensi listrik bersih
(Net power Generation Potential) sebesar 403,61 kW tanpa penerapan daur ulang,
komposting, dan bank sampah, serta dengan penerapan daur ulang, komposting,
dan bank sampah sebesar 330,67 kW. Nilai ini dapat membangkitkan listrik
menggunakan alat small reciprocating engine-generator sets dengan kapasitas
output daya sebesar 100 kW-1 MW. Small reciprocating engine-generator sets
menghasilkan listrik dengan output daya minimum sebesar 100 kW.

4.2.2.3. Potensi Ekonomi Pemanfaatan Gas TPA Pasuruhan

Model LFGcost-Web Version 3.3 dapat mengestimasi biaya yang


dibutuhkan untuk investasi awal dan biaya operasional tahunan, serta jumlah gas
yang dihasilkan dari TPA Pasuruhan tiap tahunnya. Berikut grafik jumlah gas
yang dihasil TPA Pasuruhan tiap tahunnya.
IV-62

Gambar 4.35 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Pasuruhan Tanpa
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web,2020

Gambar 4.36 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Pasuruhan Dengan
Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web,2020
IV-63

Berdasarkan grafik jumlah gas yang dihasilkan TPA Pasuruhan,


direncanakan pembangkit listrik gas metan yang mulai beroperasi di tahun 2020.
Produktifitas gas TPA Pasuruhan sebagai penghasil listrik tanpa dan dengan
penerapan daur ulang, komposting, dan bank sampah dapat digunakan untuk
penghasil listrik pada tahun 2020 hingga tahun 2044 (24 tahun). Oleh karena itu,
perencanaan pembangkit listrik gas metan dengan menggunakan alat small
reciprocating engine-generator sets yang mulai beroperasi di tahun 2020
mengambil nilai timbulan gas minimum yang akan dikonversikan menjadi energi
listrik tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, dan bank sampah
sebesar 357 ft3/min dan 293 ft3/min LFG. Berikut hasil estimasi investasi awal dan
biaya operasi dan maintenance dengan menggunakan LFGcost-Web Version 3.3.

Tabel 4.22
Perhitungan Biaya Investasi dan O&M
Tanpa Penerapan Daur Ulang, Dengan Penerapan Daur Ulang,
Installed Komposting, dan Bank Sampah Komposting, dan Bank Sampah
Capital Costs Biaya Biaya (dalam Biaya Biaya (dalam
(dalam $) rupiah) (dalam $) rupiah)
Gas
Collection
$518.858 Rp7.241.849.853 $490.915 Rp6.851.853.258
and Flaring
System

LFG Energy
$1.701.371 Rp23.746.539.242 $1.394.258 Rp19.460.075.833
Project

Total Capital
Costs (for
$2.220.228 Rp30.988.389.094 $1.885.173 Rp26.311.929.091
year of
construction)

Annual O&M
Costs (for
$227.303 Rp3.172.537.639 $192.946 Rp2.693.004.289
initial year of
operation)

Sumber : Hasil Model LFGcost-Web,2020


IV-64

Tabel perhitungan biaya investasi di atas mempunyai tujuan agar


investasi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada studi ini gas
TPA Pasuruhan direncanakan untuk diolah menjadi pembangkit listrik selama
tahun perencanaan 24 tahun (2020-2044). Berikut penjelasan biaya-biaya yang
menjadi perhitungan biaya investasi proyek pembangkit listrik.
a. Biaya Modal
Biaya modal pengolahan TPA menjadi pembangkit listrik dihitung dengan
menjumlahkan biaya komponen utama (biaya sistem pengumpulan gas,
sistem flare, dan jaringan listrik) dengan biaya konstruksi dan pekerjaan
sipil. Biaya komponen utama tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, bank sampah, dan lain-lain sebesar Rp7.241.849.853 dan
Rp6.851.853.258. Sedangkan biaya konstruksi dan pekerjaan sipil tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp23.746.539.242 dan Rp19.460.075.833. Oleh karena itu, biaya
total proyek pembangkit listrik di TPA Banyuurip dengan menggunakan
small reciprocating engine generator-sets memerlukan biaya modal tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp30.988.389.094 dan Rp26.311.929.091.
b. Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)
Biaya operasi dan pemeliharaan sistem pengolahan gas TPA Banyuurip
menjadi pembangkit listrik menggunakan alat small reciprocating
generator-sets tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank
sampah, dan lain-lain sebesar Rp3.172.537.639 dan Rp3.172.537.639.

4.2.3. Potensi Kuantitas Gas TPA Jetis


4.2.3.1. Potensi Pemanfaatan sebagai Gas Medium-Btu

Gas TPA mempunyai kandungan energi sebesar 400-550 Btu/ft3


[CITATION GTc93 \l 1057 ], untuk gas TPA dengan kadar metana 50% kandungan
energinya sebesar 500 Btu/ft3 (EPA, 1996). Besarnya kuantitas gas Medium-Btu
perhari dapat dihitung dengan persamaan 4.2. Persamaan tersebut menggunakan
IV-65

hasil perhitungan kuantitas gas TPA yang dihasilkan dalam satuan ft3/menit
dikalikan efisiensi sumur ekstraksi gas (sumur pengumpul gas) yang dapat
mengalirkan gas sebesar 75% dari timbulan gas TPA. Detail hasil perhitungan
kuantitas gas Medium-Btu yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 4.23 di bawah
ini.
Tabel 4.23
Produksi Gas sebagai Gas Medium Btu
Keterangan Penerapan Daur Ulang dan Komposting
Tanpa Dengan

Total gas (timbulan gas)


101,09 100
(av ft3/min)

Total gas yang dapat


ditangkap (75% dari
75,82 75,29
timbulan gas)
(av ft3/min)

Medium Btu-Gas
54,59 54,21
(MMBtu/hari)

Hasil perhitungan yang tertera pada tabel 4.23 menunjukkan kapasitas gas
medium Btu dihasilkan pada tahun 2024 untuk perhitungan tanpa dan dengan
penerapan daur ulang dan komposting yaitu sebesar 54,59 MMBtu (54,59 juta
Btu) dan 54,21 MMBtu (54,21 juta Btu). Gas TPA yang telah diolah menjadi gas
medium Btu biasanya digunakan sebagai bahan bakar pengganti atau bahan bakar
tambahan untuk menjalankan mesin boiler industri. Dari hasil perhitungan potensi
pemanfaatan gas TPA sebagai gas medium Btu.

4.2.3.2. Potensi Pemanfaatan sebagai Pembangkit Listrik

Pemanfaatan gas TPA untuk pembangkit listrik sangat berguna karena


menghasilkan produk yang bernilai yaitu listrik. Dalam menghitung kapasitas
listrik yang dihasilkan oleh suatu TPA, diperlukan data-data sebagai berikut.

1. Gross Power Generation Potential


IV-66

Gross Power Generation Potential dihitung berdasarkan persamaan 4.3


2. Net Power Generation Potential
Net Power Generation Potential adalah Gross Power Generartion
Potential dikurangi dengan pembebanan untuk alat mikroturbine yang
digunakan sebesar 2%.
3. Annual Capacity Factor
Annual Capacity Factor yang sering digunakan berkisar antara 80%-
95%. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini sebesar 90%.
4. Annual Electricity Generated
Dalam menghitung Annual Electricity Generated digunakan persamaan
4.4. Detail hasil perhitungan produktifitas penggunaan gas TPA sebagai
pembangkit listrik ditunjukan oleh tabel 4.24 dibawah ini.

Tabel 4.24
Produksi Landfill Gas sebagai Pembangkit Listrik
Keterangan Penerapan Daur Ulang dan Komposting
Tanpa Dengan

Total gas (timbulan gas)


101,09 100
(av ft3/min)

Total gas yang dapat


ditangkap (75% dari
75,82 75,29
timbulan gas)
(av ft3/min)

Gross Power Generation


Potential 189,55 188,21
(kW)
Net Power Generation
Potential 185,76 184,45
(kW)
Annual Electricity Generated
1464516,56 1454205,09
(kW)
IV-67

Dari tabel 4.24 dilihat bahwa TPA Jetis menghasilkan potensi listrik bersih (Net
power Generation Potential) sebesar 185,76 kW penerapan daur ulang dan
komposting, serta dengan penerapan daur ulang dan komposting sebesar 184,45
kW. Nilai ini dapat membangkitkan listrik skala kecil menggunakan alat small
reciprocating engine-generator sets dengan kapasitas output daya sebesar 100
kW-1 M. Small reciprocating engine-generator sets menghasilkan listrik dengan
output daya minimum sebesar 100 kW.

4.2.3.3. Potensi Ekonomi Pemanfaatan Gas TPA Jetis

Potensi ekonomi atau biaya energi gas pada TPA Jetis dapat dimodelkan
menggunakan LFGcost-Web Version 3.3 dengan hasil berupa estimasi biaya yang
dibutuhkan untuk investasi awal dan biaya operasional tahunan, serta jumlah gas
yang dihasilkan tiap tahunnya. Berikut grafik jumlah gas yang dihasil TPA Jetis
tiap tahunnya.

Gambar 4.37 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Jetis Tanpa
Penerapan Daur Ulang dan Komposting
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web, 2020
IV-68

Gambar 4.38 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Jetis Dengan
Penerapan Daur Ulang dan Komposting
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web, 2020

Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah gas yang dihasilkan


TPA Jetis pada awal tahun operasi TPA terlalu sedikit, sehingga digunakan
jumlah gas di tahun penutupan TPA untuk merencanakan pembangkit listrik gas
metan yang. Produktifitas gas TPA Jetis sebagai penghasil listrik tanpa dan
dengan penerapan daur ulang dan komposting dapat digunakan untuk penghasil
listrik pada tahun 2020 hingga tahun 2044 (24 tahun). Oleh karena itu,
perencanaan pembangkit listrik gas metan dengan menggunakan alat small
reciprocating engine-generator sets yang mulai beroperasi di tahun 2020
mengambil nilai timbulan gas minimum yang akan dikonversikan menjadi energi
listrik tanpa dan dengan penerapan daur ulang dan komposting sebesar 177 ft 3/min
dan 176 ft3/min LFG. Berikut hasil estimasi investasi awal dan biaya operasi dan
maintenance dengan menggunakan LFGcost-Web Version 3.3.
Tabel 4.25
Perhitungan Biaya Investasi dan O&M
IV-69

Tanpa Penerapan Daur Dengan Penerapan Daur Ulang


Installed Ulang dan Komposting dan Komposting
Capital Costs Biaya Biaya (dalam Biaya Biaya (dalam
(dalam $) rupiah) (dalam $) rupiah)
Gas
Collection
$433.796 Rp6.054.623.044 $433.112 Rp6.045.067.293
and Flaring
System
LFG Energy
$843.669 Rp11.775.340.566 $837.733 Rp11.692.487.218
Project
Total Capital
Costs (for $1.277.46
Rp17.829.963.610 $1.270.844 Rp17.737.554.510
year of 5
construction)
Annual O&M
Costs (for
$130.944 Rp1.827.618.549 $130.282 Rp1.818.389.598
initial year of
operation)
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web,2020

Tabel perhitungan biaya investasi di atas mempunyai tujuan agar


investasi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada studi ini gas
TPA Jetis direncanakan untuk diolah menjadi pembangkit listrik selama tahun
perencanaan 24 tahun. Berikut penjelasan biaya-biaya yang menjadi perhitungan
biaya investasi proyek pembangkit listrik.
a. Biaya Modal
Biaya modal pengolahan TPA menjadi pembangkit listrik dihitung dengan
menjumlahkan biaya komponen utama (biaya sistem pengumpulan gas,
sistem flare, dan jaringan listrik) dengan biaya konstruksi dan pekerjaan
sipil. Biaya komponen utama tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, bank sampah, dan lain-lain sebesar Rp6.054.623.044 dan
Rp6.045.067.293. Sedangkan biaya konstruksi dan pekerjaan sipil tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp11.775.340.566 dan Rp11.692.487.218. Oleh karena itu, biaya
total proyek pembangkit listrik di TPA Banyuurip dengan menggunakan
small reciprocating engine generator-sets memerlukan biaya modal tanpa
IV-70

dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp17.829.963.610 dan Rp17.737.554.510.
b. Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)
Biaya operasi dan pemeliharaan sistem pengolahan gas TPA Banyuurip
menjadi pembangkit listrik menggunakan alat small reciprocating
generator-sets tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank
sampah, dan lain-lain sebesar Rp1.827.618.549 dan Rp1.818.389.598.

4.2.4. Potensi Kuantitas Gas TPA Sanggrahan


4.2.4.1. Potensi Pemanfaatan sebagai Gas Medium-Btu

Gas TPA dapat dimanfaatkan dalam bentuk bahan bakar gas medium-Btu
untuk boiler atau proses industri lainnya (pengeringan, produksi semen, aspal, dan
lain-lain). Besarnya kuantitas gas Medium-Btu perhari dapat dihitung dengan
persamaan 4.2. Persamaan tersebut menggunakan hasil perhitungan kuantitas gas
TPA yang dihasilkan dalam satuan ft3/menit dikalikan efisiensi sumur ekstraksi
gas (sumur pengumpul gas) yang dapat mengalirkan gas sebesar 75% dari
timbulan gas TPA. Detail hasil perhitungan kuantitas gas Medium-Btu yang
dihasilkan dapat dilihat pada tabel 4.27 di bawah ini.

Tabel 4.26
Produksi Gas sebagai Gas Medium Btu
Keterangan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan Bank
Sampah
Tanpa Dengan

Total gas (timbulan gas)


50,61 37,36
(av ft3/min)

Total gas yang dapat


ditangkap (75% dari
37,96 28,02
timbulan gas)
(av ft3/min)

Medium Btu-Gas
27,33 20,17
(MMBtu/hari)
IV-71

Hasil perhitungan yang tertera pada tabel 4.27 menunjukkan kapasitas gas
medium Btu dihasilkan pada tahun 2021 untuk perhitungan tanpa dan dengan
penerapan daur ulang, komposting, dan bank sampah yaitu sebesar 27,33 MMBtu
(27,33 juta Btu) dan 20,17 MMBtu (20,17 juta Btu). Penggunaannya disesuaikan
dengan kebutuhan bahan bakar yang dibutuhkan konsumen. Dari hasil
perhitungan potensi pemanfaatan gas TPA sebagai gas medium Btu yang tertera
pada tabel, dapat diketahui bahwa gas TPA Sanggrahan memenuhi rentang
kuantitas input yang dibutuhkan untuk mesin boiler industri.

4.2.4.2. Potensi Pemanfaatan sebagai Pembangkit Listrik

Pembangkit listrik dari hasil pemanfaatan gas TPA menghasilkan produk


yang bernilai yaitu listrik. Listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk
penerangan lokal TPA, atau dijual ke masyarakat sekitar dan sebagai sumber
pembangkit listrik negara. Langkah-langkah dalam menghitung kapasitas listrik
yang dihasilkan oleh suatu TPA, yatu :

1. Menentukan Gross Power Generation Potential


Gross Power Generation Potential adalah laju gas TPA yang dihasilkan
untuk mencapai kapasitas pembangkit tenaga yang dibutuhkan dengan
menghitung berdasarkan persamaan 4.3.
2. Memperkirakan Net Power Generation Potential
Net Power Generation Potential adalah Gross Power Generartion
Potential dikurangi dengan pembebanan untuk alat mikroturbine yang
digunakan sebesar 2%.
3. Memperkirakan Annual Capacity Factor
Alat pembangkit listrik dapat menghsilkan lisrik sesuai kapasitas Annual
Capacity Factor yang sering digunakan berkisar antara 80%-95%.
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini sebesar 90%.
IV-72

4. Memperkirakan Annual Electricity Generated


Persamaan yang digunakan untuk menghitung Annual Electricity
Generated yaitu persamaan 4.4. Detail hasil perhitungan produktifitas
penggunaan gas TPA sebagai pembangkit listrik ditunjukan oleh tabel
4.28 dibawah ini.

Tabel 4.27
Produksi Landfill Gas Maksimum sebagai Pembangkit Listrik
Keterangan Penerapan Daur Ulang, Komposting, dan
Bank Sampah
Tanpa Dengan

Total gas (timbulan gas)


50,61 37,36
(av ft3/min)

Total gas yang dapat


ditangkap (75% dari
37,96 28,02
timbulan gas)
(av ft3/min)

Gross Power Generation


Potential 94,90 70,05
(kW)
Net Power Generation
Potential 93,00 68,65
(kW)
Annual Electricity Generated
733242,66 541237,06
(kWh)

Dari tabel 4.28 dilihat bahwa TPA Sanggrahan menghasilkan potensi listrik bersih
(Net power Generation Potential) sebesar 93 kW tanpa penerapan daur ulang,
komposting, dan bank sampah, serta dengan daur ulang, komposting, dan bank
sampah sebesar 68,65 kW. Nilai ini dapat membangkitkan listrik menggunakan
alat small reciprocating engine generator-sets.

4.2.4.3. Potensi Ekonomi Pemanfaatan Gas TPA Sanggrahan

Model LFGcost-Web Version 3.3 dapat mengestimasi biaya yang


dibutuhkan untuk investasi awal dan biaya operasional tahunan, serta jumlah gas
yang dihasilkan dari TPA Sanggrahan tiap tahunnya sebagai analisis potensi
IV-73

ekonomi pemanfaatan gas. Berikut grafik jumlah gas yang dihasil TPA
Sanggrahan tiap tahunnya.

Gambar 4.39 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Sanggrahan Tanpa
Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web, 2020

Gambar 4.40 Grafik Jumlah Gas yang Dihasilkan TPA Sanggrahan Dengan
Daur Ulang, Komposting, dan Bank Sampah
IV-74

Sumber : Hasil Model LFGcost-Web, 2020

Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah gas yang dihasilkan


TPA Sanggrahan pada tahun 2021 dapat direncanakan untuk pembangkit listrik
gas metan, dimana yang tepatnya 1 tahun setelah TPA ditutup. Produktifitas gas
TPA Sanggrahan sebagai penghasil listrik tanpa dan dengan penerapan daur
ulang, komposting, dan bank sampah dapat digunakan untuk penghasil listrik pada
tahun 2021 hingga tahun 2045 (24 tahun). Oleh karena itu, perencanaan
pembangkit listrik gas metan dengan menggunakan alat small reciprocating
engine generator-sets yang mulai beroperasi di tahun 2021 mengambil nilai
timbulan gas minimum yang akan dikonversikan menjadi energi listrik tanpa dan
dengan penerapan daur ulang, komposting, dan bank sampah sebesar 114 ft 3/min
dan 67 ft3/min LFG. Berikut hasil estimasi investasi awal dan biaya operasi dan
maintenance dengan menggunakan LFGcost-Web Version 3.3.

Tabel 4.28
Perhitungan Biaya Investasi dan O&M
Tanpa Penerapan Daur Ulang, Dengan Penerapan Daur
Komposting, dan Bank Ulang, Komposting, dan
Installed
Sampah Bank Sampah
Capital Costs
Biaya Biaya (dalam Biaya Biaya (dalam
(dalam $) rupiah) (dalam $) rupiah)
Gas Collection
and Flaring $413.589 Rp5.772.590.780 $376.237 Rp5.251.256.260
System
LFG Energy
$553.744 Rp7.728.767.780 $323.471 Rp4.514.783.873
Project
Total Capital
Costs (for year
$967.333 Rp13.501.358.560 $699.708 Rp9.766.040.133
of
construction)
Annual O&M
Costs (for
$102.055 Rp1.424.413.836 $75.373 Rp1.052.006.654
initial year of
operation)
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web,2020
IV-75

Tabel perhitungan biaya investasi di atas mempunyai tujuan agar


investasi dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada studi ini gas
TPA Sanggrahan direncanakan untuk diolah menjadi pembangkit listrik selama
tahun perencanaan 24 tahun (2021-2045). Berikut penjelasan biaya-biaya yang
menjadi perhitungan biaya investasi proyek pembangkit listrik.
a. Biaya Modal
Biaya modal pengolahan TPA menjadi pembangkit listrik dihitung dengan
menjumlahkan biaya komponen utama (biaya sistem pengumpulan gas,
sistem flare, dan jaringan listrik) dengan biaya konstruksi dan pekerjaan
sipil. Biaya komponen utama tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, bank sampah, dan lain-lain sebesar Rp5.772.590.780 dan
Rp5.251.256.260. Sedangkan biaya konstruksi dan pekerjaan sipil tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp7.728.767.780 dan Rp4.514.783.873. Oleh karena itu, biaya
total proyek pembangkit listrik di TPA Banyuurip dengan menggunakan
small reciprocating engine generator-sets memerlukan biaya modal tanpa
dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain
sebesar Rp13.501.358.560 dan Rp9.766.040.133.
b. Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)
Biaya operasi dan pemeliharaan sistem pengolahan gas TPA Banyuurip
menjadi pembangkit listrik menggunakan alat small reciprocating
generator-sets tanpa dan dengan penerapan daur ulang, komposting, bank
sampah, dan lain-lain sebesar Rp1.424.413.836 dan Rp1.052.006.654.

4.3 Kesimpulan Hasil Analisis Data


4.3.1. Hasil LandGEM dan LFGcost-Web

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan model LandGEM versi


3.02 diperkirakan bahwa TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan TPA
Sanggrahan akan menghasilkan gas dalam rentang waktu 140 tahun. Tanpa dan
dengan penerapan daur ulang, komposting, bank sampah, dan lain-lain,
IV-76

produktifitas gas TPA Banyuurip mencapai puncak pada tahun 2023 yang
jumlahnya sebesar 4364,19 Mg/tahun dan 3880,38 Mg/tahun. Sedangkan pada
TPA Pasuruhan jumlah maksimum gas TPA yang dapat dihasilkan tanpa dan
dengan penerapan daur ulang, komposting, dan bank sampah sebesar sebesar
15902,97 Mg/tahun dan 13440,95 Mg/tahun pada tahun 2025. Pada TPA Jetis
produktifitas gas TPA mencapai puncak tahun 2025, baik tanpa dan dengan
penerapan daur ulang dan komposting yang jumlahnya sebesar 7551,20 Mg/tahun
dan 7503,28 Mg/tahun. Kemudian di TPA Sanggrahan jumlah maksimum gas
TPA yang dapat dihasilkan sebesar tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, dan bank sampah sebesar 4547,22 Mg/tahun dan 2444,51 Mg/tahun
pada tahun 2022.
Berdasarkan perhitungan model LFGcost-Web, gas TPA Banyuurip, TPA
Pasuruhan, TPA Jetis, dan TPA Sanggrahan berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai pembangkit listrik selama 24 tahun menggunakan alat pembangkit small
reciprocating engine-generator sets yang menghasilkan daya maksimum berturut-
turut sebesar 431,45 kW, 1572,20 kW, 746,53 kW, dan 449,55 kW. Total biaya
yang diperlukan dalam perencanaan proyek pembangkit listrik di TPA Banyuurip,
TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan TPA Sanggrahan tanpa pengelolaan sampah
berturut-turut sebesar Rp11.371.035.178, Rp30.988.389.094, Rp17.829.963.610,
dan Rp13.501.358.560. Sedangkan total biaya yang diperlukan dalam
perencanaan proyek pembangkit listrik di TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA
Jetis, dan TPA Sanggrahan dengan pengelolaan sampah berturut-turut sebesar
Rp10.536.368.340, Rp26.311.929.091, Rp17.737.554.510, dan Rp9.766.040.133.
Berdasarkan hasil perhitungan model LFGcost-Web menunjukkan bahwa biaya
yang diperlukan dalam perencanaan tanpa pengelolaan sampah lebih besar
daripada dengan pengelolaan.

4.3.2. Analisis Kelayakan Ekonomi

Layak tidaknya suatu sistem dapat diketahui dengan melakukan penilaian


utama pada aspek keuangan. Metode-metode umum yang sering digunakan untuk
IV-77

menentukan kelayakan suatu proposal investasi diantaranya yaitu Nilai Bersih


Sekarang (Net Present Value) dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate
of Return). Menurut ilmu ekonomi teknik, proyek pembangkit listrik yang akan
direncanakan di TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan TPA
Sanggrahan, baik menggunakan alat small reciprocating engine-generator sets
tidak dapat menguntungkan secara ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan hasil
analisis Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Net Present
Value (NPV) adalah pendapatan total suatu proyek dilihat dari nilai sekarang
(nilai pada awal proyek) [CITATION Nof15 \l 1057 ]. Sedangkan Internal Rate of
Return (IRR) adalah besarnya tingkat keuntungan yang digunakan untuk melunasi
jumlah modal yang dipinjam agar tercapai keseimbangan kearah nol dengan
pertimbangan keuntungan IRR ditunjukkan dalam bentuk persentase (%) per
periode dan biasanya bernilai positif (I>0) (Nofri, 2015). Dalam analisa IRR
selalu diharapkan lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan pada
umumnya pengusaha selalu cenderung menanamkan modalnya pada usaha yang
menghasilkan IRR yang lebih besar. Internal Rate of Return (IRR) yang lebih
kecil dari cost of capital menjadikan investasi menjadi tidak feasible untuk
dilaksanakan. Berikut hasil analisis kelayakan investasi untuk proyek pembangkit
listrik di TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan TPA Sanggrahan.
Tabel 4.29
Analisis Kelayakan Investasi
Tanpa Pengelolaan Dengan Pengelolaan
Sampah Sampah
Kriteria Kelayakan Kriteria Kelayakan
Lokasi Proyek
NPV IRR NPV IRR
TPA Banyuurip -Rp14.372.745.108 Negatif -Rp13.699.151.923 Negatif
TPA Pasuruhan -Rp29.933.532.903 Negatif -Rp26.221.190.046 Negatif
TPA Jetis -Rp19.467.071.876 Negatif -Rp19.393.533.971 Negatif
TPA Sanggrahan -Rp16.395.768.453 Negatif -Rp13.308.304.753 Negatif
Sumber : Hasil Model LFGcost-Web, 2020

Berdasarkan hasil perhitungan dengan LFGcost-Web di TPA Banyuurip,


TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan TPA Sanggrahan diperoleh nilai NPV negatif,
dimana investasi yang dilakukan tidak memberikan manfaat/keuntungan bagi
IV-78

perusahaan sampai periode yang diperhitungkan dan sebaiknya proyek tersebut


tidak dilaksanakan. Dalam hasil perhitungan dengan LFGcost-Web juga diperoleh
bahwa semua proyek yang direncanakan di TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA
Jetis, dan TPA Sanggrahan memiliki nilai IRR negatif (I<0). Hal ini berarti
keuntungan yang diperoleh dari proyek tersebut tidak dapat melunasi modal yang
dipinjam. Salah solusi agar proyek tersebut dapat mencapai keuntungan yang
diharapkan perlu dilakukan rekayasa pendahuluan dan perhitungan biaya dengan
lebih detail. Usaha pemanfaatan gas TPA tidak hanya ditujukan untuk mencapai
keuntungan secara finansial, akan tetapi ditujukan sebagai usaha minimasi
pencemaran lingkungan yang dapat menghasilkan keuntungan lain yaitu
keuntungan lingkungan, energi, dan ilmu pengetahuan.
4.3.3. Analisis SWOT Skenario 1 dan 2

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model LFGcost-Web


tanpa dan dengan pengelolaan memperoleh hasil yang berbeda. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan kondisi skenario 1 atau kondisi eksisting tanpa
adanya pengelolaan sampah dan kondisi skenario 2 atau kondisi sanitary landfill
dengan pengelolaan sampah memiliki kekurangan dan kelebihan yang dapat
menjadi pertimbangan dalam merencanakan proyek pembangkit listrik dengan
memanfaatkan gas dari TPA. Berikut analisis SWOT dari skenario 1 dan 2.
Tabel 4.30
Analisis SWOT Skenario 1 dan 2
Strengths (S) Weaknesses (W)
 Jumlah sampah yang  Meningkatkan efek
masuk ke TPA besar. gas rumah kaca.
 Lahan yang tersedia  Tidak ada
Skenario 1 tidak memerlukan pengelolaan sampah.
konstruksi.  Tidak ada sistem
 Murah dalam operasi penangkapan dan
dan pemeliharaan. pemanfaatan gas
TPA.
Opportunities (O) Strategi (SO) Strategi (WO)
 Hasil produktifitas  Melakukan  Membuat sistem
gas TPA yang pemanfaatan gas TPA penangkapan gas
dihasilkan besar. menjadi sumber energi TPA.
IV-79

 Potensi listrik hasil alternatif.  Rehabilitasi TPA


pemanfaatan gas menjadi sistem
TPA besar. sanitary landfill
sesuai dengan
ketentuan.
Threats (T) Strategi (ST) Strategi (WT)
 Biaya yang  Potensi listrik hasil  Melakukan
dibutuhkan untuk pemanfaatan gas TPA pengelolaan sampah.
merencanakan proyek disalurkan ke  Peningkatan fungsi
besar. masyarakat sekitar. TPA menjadi area
 Investasi yang komposting.
dilakukan untuk
proyek tidak
memberikan
manfaat/keuntungan
bagi perusahaan.
Strengths (S) Weaknesses (W)
 Luas lahan yang  Memerlukan
dibutuhkan lebih peralatan dan
kecil. konstruksi khusus.
 Adanya penanganan  Biaya pembangunan
fluktuasi jumlah awal cukup mahal.
Skenario 2
timbulan sampah di
TPA yang sangat
fleksibel.
 Adanya sistem
penangkapan gas
TPA.

Lanjutan Tabel 4.31


Analisis SWOT Skenario 1 dan 2
Opportunities (O) Strategi (SO) Strategi (WO)
 Hasil produktifitas  Melakukan  Melakukan evaluasi
gas TPA yang pemanfaatan gas TPA pelaksanaan
dihasilkan lebih menjadi sumber energi operasional dan
berpotensi sebagai alternatif. pemeliharaan TPA.
sumber energi
alternatif.
 Gas TPA yang
dihasilkan tidak
terbuang bebas ke
atmosfer.
Threats (T) Strategi (ST) Strategi (WT)
 Membutuhkan biaya  Potensi listrik hasil  Meningkatkan
IV-80

untuk merencanakan pemanfaatan gas TPA pengelolaan sampah


proyek pembangkit disalurkan ke dari sumbernya.
energi listrik. masyarakat sekitar.  Peningkatan fungsi
 Investasi yang TPA menjadi area
dilakukan untuk komposting.
proyek tidak
memberikan
manfaat/keuntungan
bagi perusahaan.

Hasil analisis pada tabel 4.31 menunjukkan bahwa perencanaan proyek


pembangkit listrik dengan memanfaatkan gas TPA lebih layak jika kondisi
pengelolaan sampah secara sanitary landfill (skenario 2). Perencanaan proyek
pembangkit listrik dengan menggunakan skenario 2 hasil produktifitas gas TPA
lebih berpotensi sebagai sumber energi alternatif dan tidak terbuang bebas ke
atmosfer. Hal ini disebabkan karena adanya sistem penangkapan gas TPA dan
pengelolaan sampah. Oleh karena itu, jika akan direncanakan proyek pembangkit
listrik maka perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan dan pemeliharaan TPA dan
peningkatan pengelolaan sampah dengan pemilahan dari sumbernya serta
pengadaan tanah di TPA untuk pengolahan sampah menjadi kompos.
4.3.4. Analisis Keuntungan Pembangkit Listrik
4.3.4.1. Keuntungan Pembangkit Listrik TPA Banyuurip

Keuntungan pembangkit energi listrik gas metan dapat diketahui dengan


membandingkan biaya investasi dengan biaya yang dihasilkan dari kapasitas
listrik yang diproduksi setiap tahunnya dengan menggunakan penetapan
“Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Bulan Januari 2020 PT. PLN (PERSERO)
yaitu Rp 1.467,28/kWh yang perhitungannya sebagai berikut.
 Energi listrik per tahun = 985.000 kWh/Tahun
 Harga listrik/kWh = Rp 1.352/kWh
 Nilai yang dihasilkan dari energi listrik dalam rupiah per tahunnya
= 985.000 kWh/Tahun x Rp 1.352/kWh
= Rp 1.331.720.000
IV-81

Pemanfaatan gas TPA untuk pembangkit listrik pada TPA Banyuurip memiliki
nilai ekonomi yang tinggi, artinya dengan memanfaatkan gas menjadi listrik
memberi keuntungan 50% dari biaya investasi dan O&M.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, capaian konsumsi listrik pada
2019 baru sebesar 1.084 kWh per kapita. Jika nilai produksi listrik per tahun dari
pembangkit listrik sebesar 985.000 kWh, maka dapat dihitung jumlah penduduk
yang dapat terlayani per tahun yaitu :
 Penduduk terlayani = 985.000 kWh/1.084 kWh/jiwa
= 909 jiwa
Selain untuk operasional TPA, produksi listrik dari pembangkit listrik di
TPA Banyuurip dapat dimanfaatkan untuk melayani penduduk di sekitar lokasi
TPA yaitu Kelurahan Banyuurip dan sekitarnya dengan jumlah penduduk
terlayani 909 jiwa. Berdasarkan data jumlah penduduk di setiap kelurahan di
sekitar lokasi TPA, pembangkit listrik di TPA Banyuurip dapat melayani sebagian
kecil penduduk sekitar TPA di Kelurahan Banyuurip dengan jumlah penduduk
total sekitar 3658 jiwa.
4.3.4.2. Keuntungan Pembangkit Listrik TPA Pasuruhan

Keuntungan pembangkit energi listrik gas metan dapat diketahui dengan


membandingkan biaya investasi dengan biaya yang dihasilkan dari kapasitas
listrik yang diproduksi setiap tahunnya dengan menggunakan penetapan
“Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Bulan Januari 2020 PT. PLN (PERSERO)
yaitu Rp 1.352/kWh yang perhitungannya sebagai berikut.
 Energi listrik per tahun = 3.654.000 kWh/Tahun
 Harga listrik/kWh = Rp 1.352/kWh
 Nilai yang dihasilkan dari energi listrik dalam rupiah per tahunnya
= 3.654.000 kWh/Tahun x Rp 1.352/kWh
= Rp 4.940.208.000
Pemanfaatan gas TPA untuk pembangkit listrik pada TPA Pasuruhan memiliki
nilai ekonomi yang tinggi, artinya dengan memanfaatkan gas menjadi listrik
memberi keuntungan 50% dari biaya investasi dan O&M.
IV-82

Berdasarkan data Kementerian ESDM, capaian konsumsi listrik pada


2019 baru sebesar 1.084 kWh per kapita. Jika nilai produksi listrik per tahun dari
pembangkit listrik sebesar 3.654.000 kWh, maka dapat dihitung jumlah penduduk
yang dapat terlayani per tahun yaitu :
 Penduduk terlayani = 3.654.000 kWh/1.084 kWh/jiwa
= 3371 jiwa
Selain untuk operasional TPA, produksi listrik dari pembangkit listrik di
TPA Pasuruhan dapat dimanfaatkan untuk melayani penduduk di sekitar lokasi
TPA yaitu Kelurahan Pasuruhan dan sekitarnya dengan jumlah penduduk
terlayani 3371 jiwa. Berdasarkan data jumlah penduduk di setiap kelurahan di
sekitar lokasi TPA, Pembangkit Listrik di TPA Pasuruhan dapat melayani
sebagian penduduk dari 1 kelurahan yaitu, Kelurahan Pasuruhan dengan jumlah
penduduk total sekitar 7366 jiwa.

4.3.4.3. Keuntungan Pembangkit Listrik TPA Jetis

Keuntungan pembangkit energi listrik gas metan dapat diketahui dengan


membandingkan biaya investasi dengan biaya yang dihasilkan dari kapasitas
listrik yang diproduksi setiap tahunnya dengan menggunakan penetapan
“Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Bulan 2020 PT. PLN (PERSERO) yaitu Rp
1.352/kWh yang perhitungannya sebagai berikut.
 Energi listrik per tahun = 2.196.000 kWh/Tahun
 Harga listrik/kWh = Rp 1.352/kWh
 Nilai yang dihasilkan dari energi listrik dalam rupiah per tahunnya
= 2.196.000 kWh/Tahun x Rp 1.352/kWh
= Rp 2.968.992.000
Pemanfaatan gas TPA untuk pembangkit listrik pada TPA Jetis memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, artinya dengan memanfaatkan gas menjadi listrik memberi
keuntungan 50% dari biaya investasi dan O&M.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, capaian konsumsi listrik pada
2019 baru sebesar 1.084 kWh per kapita. Jika nilai produksi listrik per tahun dari
IV-83

pembangkit listrik sebesar 2.196.000 kWh, maka dapat dihitung jumlah penduduk
yang dapat terlayani per tahun yaitu :
 Penduduk terlayani = 2.196.000 kWh/1.084 kWh/jiwa
= 2026 jiwa
Selain untuk operasional TPA, produksi listrik dari pembangkit listrik di
TPA Jetis dapat dimanfaatkan untuk melayani penduduk di sekitar lokasi TPA
yaitu Kelurahan Jetis dan sekitarnya dengan jumlah penduduk terlayani 2026
jiwa. Berdasarkan data jumlah penduduk di setiap kelurahan di sekitar lokasi
TPA, Pembangkit Listrik di TPA Jetis dapat melayani hampir 1 kelurahan yaitu,
Kelurahan Jetis dengan jumlah penduduk total sekitar 2458 jiwa.
4.3.4.4. Keuntungan Pembangkit Listrik TPA Sanggrahan

Keuntungan pembangkit energi listrik gas metan dapat diketahui dengan


membandingkan biaya investasi dengan biaya yang dihasilkan dari kapasitas
listrik yang diproduksi setiap tahunnya dengan menggunakan penetapan
“Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Bulan 2020 PT. PLN (PERSERO) yaitu Rp
1.352/kWh yang perhitungannya sebagai berikut.
 Energi listrik per tahun = 831.000 kWh/Tahun
 Harga listrik/kWh = Rp 1.352/kWh
 Nilai yang dihasilkan dari energi listrik dalam rupiah per tahunnya
= 831.000 kWh/Tahun x Rp 1.352/kWh
= Rp 1.123.512.000
Pemanfaatan gas TPA untuk pembangkit listrik pada TPA Sanggrahan memiliki
nilai ekonomi yang tinggi, artinya dengan memanfaatkan gas menjadi listrik
memberi keuntungan 50% dari biaya investasi dan O&M.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, capaian konsumsi listrik pada
2019 baru sebesar 1.084 kWh per kapita. Jika nilai produksi listrik per tahun dari
pembangkit listrik sebesar 831.000 kWh, maka dapat dihitung jumlah penduduk
yang dapat terlayani per tahun yaitu :
 Penduduk terlayani = 831.000 kWh/1.084 kWh/jiwa
= 767 jiwa
IV-84

Selain untuk operasional TPA, produksi listrik dari pembangkit listrik di


TPA Sanggrahan dapat dimanfaatkan untuk melayani penduduk di sekitar lokasi
TPA yaitu Kelurahan Sanggrahan dan sekitarnya dengan jumlah penduduk
terlayani 767 jiwa. Berdasarkan data jumlah penduduk di setiap kelurahan di
sekitar lokasi TPA, Pembangkit Listrik di TPA Sanggrahan dapat melayani
sebagian kecil penduduk Kelurahan Sanggrahan dengan jumlah penduduk total
sekitar 14.169 jiwa.
4.3.5. Analisis Kualitas Air Lindi dan Air Tanah
4.3.4.1. Analisis Kualitas Air Lindi TPA Banyuurip Kota Magelang

Tumpukan sampah organik yang ada di TPA mudah terurai dan


menghasilkan air lindi yang berbau busuk dan berpotensi mencemari tanah, air
tanah, dan sungai di sekitarnya apabila tidak dikelola dengan baik. Komposisi
pada air lindi bervariasi tergantung pada karakteristik tempat pembuangan akhir,
seperti jenis sampah yang ada dan laju dekomposisi, variasi musim pada saat
pembuangan, lingkungan tempat pembuangan, seperti fase degradasi, humiditas,
presipitasi, suhu. Aspek tersebut berhubungan dengan kualitas air lindi dan juga
komposisinya. Sampling air lindi dilakukan di salah satu TPA yang terpilih yaitu
TPA Banyuurip Kota Magelang yang dekat dengan permukiman warga. Sampling
dilakukan untuk mengetahui apakah lingkungan sekitar TPA tersebut tercemar
oleh air lindi tersebut atau tidak. Berdasarkan Permen LHK RI Nomor 59 Tahun
2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah dan Permen LH RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Baku Mutu Air Limbah, diperoleh hasil kualitas lindi sebagai berikut.

Tabel 4.32
Karakteristik Lindi di Inlet dan Outlet Instalasi Pengolah Lindi TPA
Banyuurip Kota Magelang
IV-85

No. Parameter Satuan Inlet Outlet Baku Keterangan


Mutu
1. Kebutuhan Kimia akan mg/L 2808 2106 300 Tidak Memenuhi
Oksigen (COD)
2. Kebutuhan Oksigen 5 hari mg/L 591,73 221,08 150 Tidak Memenuhi
pada suhu 20 oC sebagai O2
(BOD)
Sumber: Kantor Lingkungan Hidup Kota Magelang, 2015

Berdasarkan hasil perbandingan dengan baku mutu, kualitas air lindi


TPA TPA Banyuurip tidak memenuhi baku mutu dalam parameter BOD dan
COD. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kualitas air lindi yang keluar dari TPA
tersebut mencemari lingkungan dan air tanah di sekitar TPA.

Gambar 4.41 Kolam Penampungan Air Lindi TPA Banyuurip Kota


Magelang

4.3.4.2. Analisis Kualitas Air Sumur Pantau TPA Pasuruhan Kabupaten


Magelang

Air sumur penduduk di sekitar TPA merupakan sumber air utama bagi
masyarakat dan para pemulung, karena untuk seluruh kebutuhan air semua
dipenuhi dari air sumur baik untuk memasak, MCK, memberi makan ternak dan
IV-86

kebutuhan yang lain. Adanya perubahan kualitas air karena pengaruh air lindi dari
TPA jelas akan mempengaruhi pengguna air sumur khususnya bagi kesehatannya.
Oleh karena itu, penting untuk mengkaji keberadaan TPA khususnya pengaruh air
lindi tersebut terhadap keberadaan air sumur penduduk atau kualitas air sumur di
sekitarnya. Pada bulan Desember 2019, DLH Kabupaten Magelang telah
melakukan uji laboratorium terhadap kualitas air dari sumur pantau di TPA.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 32 Tahun 2017 tentang Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian
Umm, diperoleh hasil pengujian kualitas air dari sumur pantau TPA Pasuruhan
sebagai berikut.
Tabel 4.33
Hasil Pengujian Air dari Sumur Pantau TPA Pasuruhan
No Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Keterangan
.
1. Kekeruhan NTU 25 0,25 Memenuhi
o
2. Suhu C suhu udara ± 3 26,4 Memenuhi
3. Bau - Tidak berbau Tidak Memenuhi
berbau
4. pH - 6,5 - 8,5 6,2 Memenuhi
5. Nitrit sebagai N mg/l 1 0,003 Memenuhi
6. Sulfat mg/l 400 14,612 Memenuhi
Sumber : TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang, 2019

Berdasarkan analisa hasil pengujian dibanding dengan baku mutu, semua


paramater air dari sumur pantau TPA Pasuruhan memenuhi baku mutu. Hal ini
berarti bahwa air dari sumur pantau tersebut tidak terkontaminasi oleh rembesan
air lindi dari TPA sehingga aman untuk dikomsumsi oleh pihak TPA dan
masyararakat sekitar. Kualitas air sumur pantau yang seperti ini harus
dipertahankan agar selama TPA tersebut masih beroperasi tidak kesulitan dalam
hal air.
IV-87

Gambar 4.42 Sumur Pantau TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang

4.3.4.3. Analisis Kualitas Air Lindi dan Air Tanah TPA Jetis Kabupaten
Purworejo

Air lindi merupakan limbah cair yang dihasilkan akibat masuknya air
eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan, dan membilas materi-materi
terlarut, termasuk bahan organik hasil dekomposisi sampah sehingga kuantitas
dan kualitas air sangat bervariasi dan berfluktuasi [CITATION Enr16 \l 1057 ].
Berikut ini data kualitas air lindi IPAL di TPA Jetis.
Tabel 4.34
Kualitas Air Lindi di IPAL TPA Jetis Kabupaten Purworejo
No Parameter Satuan Inlet Outlet Baku Keterangan
. Mutu
1. Ph - 8 8 6-9 Memenuhi

2. BOD mg/L 196 117,6 150 Memenuhi

3. COD mg/L 432,75 271,36 300 Memenuhi

4. TSS mg/L 250 58 100 Memenuhi

6. N Total mg/L 3,469 1,74 60 Memenuhi


IV-88

7. Kadmium mg/L 0,030 0,032 0,1 Memenuhi

8. Merkuri mg/L <0,00003 <0,00003 0,005 Memenuhi

Sumber : Hasil Uji Balai PIPBPJK, 2018 dan Permen LHK No. 59/2016

Berdasarkan analisis kualitas air lindi di IPAL Jetis Kabupaten Purworejo


dengan membandingkan dengan baku mutu, diperoleh hasil bahwa setelah
mengalami pengolahan di IPAL TPA Jetis semua parameter telah memenuhi baku
mutu. Hasil kualitas air lindi tersebut kemudian dibandingkan dengan kualitas air
tanah di sekitar TPA Jetis untuk melihat apakah ada pencemaran pada bagian hilir
atau sumur warga dan membandingkan kualitas air sebelum dan sesudah area
penimbunan. Hasil kualitas air tanah diambil dari sumur pantau TPA dan sumur
warga di sekitar TPA. Berikut hasil kualitas air tanah di sekitar TPA Jetis
Kabupaten Purworejo.
Tabel 4.35
Kualitas Air Tanah di Sekitar TPA Jetis Kabupaten Purworejo
Baku
Sumur
No Sumur Mutu
Parameter Satuan Pantau
. Warga Air
Hulu
Kelas I
1. pH - 7 7 6-9
2. BOD mg/L 1,96 7,84* 2
3. COD mg/L 9,87 15,43* 10
4. TSS mg/L 16 20 50
5. Residu mg/L 30 20 1000
terlarut

Lanjutan Tabel 4.32


Kualitas Air Tanah di Sekitar TPA Jetis Kabupaten Purworejo
Baku
Sumur
No Sumur Mutu
Parameter Satuan Pantau
. Warga Air
Hulu
Kelas I
7. Kadmium mg/L 0,012* 0,001 0,010
8. Bakteri Fecal MPN/100 4 23 100
coliform mL
IV-89

Sumber : Hasil Uji Balai PIPBPJK, 2018 dan PP No. 82 Tahun 2001
*Melebihi baku mutu

Berdasarkan hasil yang sudah dibandingkan dengan baku mutu, terlihat


bahwa parameter BOD,COD,TSS, N-Total, dan Bakteri fecal coliform sumur
warga lebih tinggi daripada pada sumur pantau. Nilai BOD dan COD sumur
warga telah melampaui baku mutu air kelas 1. Sumur warga terletak searah
dengan arah aliran air tanah sehingga tingginya konsentrasi BOD dan COD pada
sumur warga mengindikasikan adanya pengaruh air lindi dari TPA Jetis terhadap
air sumur di sekitarnya. Nilai BOD dan COD yang tinggi menyebabkan DO
(oksigen terlarut) yang ada di air sumur warga rendah. Nilai DO rendah
menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah banyak masuk ke
dalam akifer bebas sehingga air sumur tercemar [CITATION Muk13 \l 1057 ].
Hasil laboratorium menunjukkan bahwa air lindi yang dibuang melalui
outlet IPAL TPA Jetis telah mencapai baku mutu. Tetapi kandungan BOD dan
COD yang tinggi pada air lindi outlet masih dapat memberikan dampak negatif
pada kualitas lingkungan di sekitar TPA Jetis. Dampak negatif tersebut berupa
menurunnya kandungan oksigen terlarut yang disebabkan adanya mikroba yang
mengkonsumsi oksigen untuk menguraikan bahan pencemar organik yang masuk
ke perairan terutama air permukaan [ CITATION Sri92 \l 1057 ]. Selain bisa
memberikan dampak ke air permukaan, bahan organik tinggi juga dapat
mengancam kualitas air bawah permukaan. Hal ini terjadi akibat rembesan air
lindi dari TPA Jetis sehingga kualitas air tanah di sekitar TPA menurun.
IV-90

Gambar 4.43 Instalasi Pengolahan Air Lindi TPA Jetis Kabupaten


Purworejo

Gambar 4.44 Sumur Pantau di TPA Jetis Kabupaten Purworejo

4.3.4.4. Analisis Kualitas Air Lindi TPA Sanggrahan Kabupaten


Temanggung

Penumpukan sampah di TPA Sanggrahan dapat menyebabkan suatu


cairan dimana sering dikatakan sebagai air lindi. Lindi atau cairan leachate
terbentuk karena paparan hujan yang terus menerus di dalam TPA dan
mengandung zat organik yang tinggi dan berbahaya didalamnya. Air lindi
memiliki bau yang sangat menyengat. Oleh karena itu, air lindi harus mengalami
pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang agar kandungannya berkurang
sehingga aman di buang ke lingkungan. Lindi pada TPA Sanggrahan ini dialirkan
IV-91

melalui perpipaan yang menuju ke bak penampungan air lindi. Setelah mengalami
penyaringan, air lindi dibuang langsung ke sungai yang berada di sekitar TPA
Sanggrahan. Dampak dari air lindi sendiri jika langsung dibuang ke lingkungan
bisa menyebabkan pencemaran pada lingkungan sekitar yang terkontaminasi oleh
lindi. Berikut data analisa air lindi di IPAL TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung jika dibandingkan dengan baku mutu yang tertera pada Permen
LHK No 59 Tahun 2016.
Tabel 4.36
Kualitas Air Lindi di IPAL TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung

No Baku
Parameter Satuan Inlet Outlet Keterangan
. Mutu
1. pH - 6-9 7,4 7,55 Memenuhi
2. TSS mg/L 100 600 372 Tidak
memenuhi
3. COD mg/L O2 300 4910 3437 Tidak
memenuhi
4. BOD mg/L O2 150 2994 2096 Tidak
memenuhi
5. N Total mg/L 60 2021,66 1463 Tidak
memenuhi
6. Raksa mg/L Hg 0,005 0 0 Memenuhi
7. Kadmium mg/L 0,1 0,021 0,001 Memenuhi
Sumber : TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung, 2019

Hasil analisa air lindi di IPAL TPA Sanggrahan hampir semua parameter
tidak memenuhi baku mutu, hanya ada 3 parameter yang memenuhi baku mutu
yaitu pH, raksa, dan kadmium. Oleh karena itu, air lindi di IPAL TPA Sanggrahan
harus dilakukan pengolahan kembali karena konsentrasinya yang masih sangat
tinggi dibandingkan baku mutu. Jika air lindi yang dikeluarkan sudah memenuhi
baku mutu, maka lingkungan sekitar tidak akan terkontaminasi.
IV-92

4.3.6. Hasil Sampling Gas TPA (ditambah keterkaitan antara hasil


Landgem)

Gas landfill adalah suatu gas campuran yang utamanya terdiri dari
metana, karbondioksida dan nitrogen. Komposisi gas landfill yang dihasilkan oleh
deposit materi organik di TPA bervariasi signifikan selama fase operasional
(masuknya sampah ke TPA) dan setelah penimbunan [CITATION ANi17 \l 1057 ].
Intensitas produksi gas juga bervariasi tergantung waktu sejak dari sampah
mengendap di landfill. Emisi CH4 oleh dekomposisi sampah dapat berlangsung
dalam periode waktu yang panjang (kira-kira 50 tahun) setelah sampah ditimbun
dalam landfill (IPCC, 2006). Model dekomposisi khas organik ditunjukkan pada
gambar 3, terdiri dari 5 tahap proses kimiawi dan biokimiawi yang menghasilkan
gas landfill.
Sampling gas metana dilakukan di lokasi TPA yang sama untuk sampling
lindi yaitu TPA Banyuurip Kota Magelang, dimana diharapkan hasil produksi gas
TPA dapat bermanfaat bagi pihak TPA dan warga permukiman dekat TPA.
Sampling dilakukan di lahan TPA yang sudah tidak aktif atau ada kegiatan
operasi. Hasil sampling yang diperoleh berupa volume gas TPA yang dihasilkan
dan konsentrasi gas metana yang terkandung didalam sebuah plastik yang
digunakan untuk menangkap gas dari sebagian lahan TPA yang sudah ditutupi
oleh terpal berukuran 8 m x 10 m. Berikut hasil sampling gas TPA Banyuurip.

Tabel 4.37
Hasil Sampling Gas TPA Banyuurip
No Volume Gas Selama 1
TPA Konsentrasi Gas Metana
. jam
1. TPA Banyuurip 337.92 ppm 0,006182 m3

Sampling gas di TPA Banyuurip Kota Magelang mendapatkan hasil gas


TPA yang tertangkap dalam plastik dengan volume 0,006182 m 3, dimana gas
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam vacuum blood kemudian dibawa ke
IV-93

laboratorium untuk diperiksa konsentrasi gas metananya. Dalam tempat


penyimpanan tersebut mengandung konsentrasi gas metana sebesar 337,92 ppm di
dalam vacuum blood yang berukuran 6 ml.

Gambar 4.45 Sampling Gas TPA Banyuurip Kota Magelang

Gambar 4.46 Volume Gas TPA Banyuurip Dimasukkan ke Vacuum Blood


IV-94

4.4 Penafsiran Terhadap Kesimpulan Analisis Data


4.4.1. Analisis Umur Tumpukan Sampah terhadap Komposisi Lindi

Tingkat eror model dapat diketahui apabila model tersebut digunakan


untuk alat perhitungan emisi gas di TPA yang berada di Indonesia, sehingga
diperlukan hasil pengukuran lapangan berupa sampling air lindi. Lindi adalah
cairan yang terkontaminasi yang mengalir melalui bagian bawah fasilitas
pembuangan limbah padat seperti tempat pembuangan sampah. Komposisinya
sangat bervariasi tergantung pada komposisi sampah serta usia limbah. Kualitas
lindi adalah spesifik lokasi dan bahkan pada satu lokasi TPA kualitas lindi sangat
bervariasi. Variabilitas disebabkan oleh banyak faktor seperti rezim curah hujan,
geologi, usia TPA, komposisi limbah padat, kondisi fisik-kimia di TPA (Andreja
et al, 2009).
Secara umum, kekuatan lindi berkurang oleh waktu karena pemecahan
biologis senyawa organik dan pengendapan unsur terlarut seperti logam berat.
Karena sifatnya yang dapat terbiodegradasi, senyawa organik berkurang lebih
cepat daripada senyawa anorganik dengan bertambahnya usia produksi lindi. Oleh
karena itu, rasio total padatan volatil terhadap total padatan tetap (VS/FS)
menurun sesuai dengan usia TPA. Ada 3 kelompok utama tempat pembuangan
sampah yaitu kelompok muda (kurang dari 5 tahun), menengah (5-10 tahun), dan
tua atau stabil (lebih dari 10 tahun). Kelompok tersebut ditentukan oleh parameter
pH, BOD, COD, senyawa organik, logam berat, dan biodegradabilitas. Rasio
BOD/COD dapat digunakan untuk menunjukkan usia pengisian limbah. Tingkat
BOD relatif menurun dengan bertambahnya usia lebih cepat daripada COD karena
disintegrasi cepat limbah biodegradable. Dengan demikian secara umum rasio
BOD/COD akan menurun seiring bertambahnya usia dan dapat digunakan untuk
menunjukkan usia limbah [ CITATION Hui05 \l 1057 ]. Berikut rangkuman
karakteristik lindi hasil sampling dan analisa data disesuai dengan usia landfill.
No TPA Nilai Nilai Logam Berat Rasio Nilai Kategori Umur TPA
. pH BOD/COD COD
1. TPA Banyuurip - 0,1 2106 Medium (5-10 tahun)
2. TPA Jetis 8 Kadmium = 0,0032 0,4 271,36 Old (lebih dari 10 tahun)
Merkuri = <0,00003
IV-95

3. TPA Sanggrahan 7,55 Kadmium = 0,001 0,6 3437 Old (lebih dari 10 tahun)
Tabel 4.38
Karakteristik Air Lindi Disesuaikan dengan Usia TPA

Tabel karakteristik limbah di atas menjelaskan bahwa, TPA Banyuurip


dengan karakteristik air lindi yaitu rasio BOD/COD 0,1 dan nilai COD 2106
termasuk kelompok kategori TPA yang berumur medium (5-10 tahun).
Kenyataannya TPA Banyuurip sudah berumur 26 tahun. Pada TPA Pasuruhan
tidak terdapat analisis kategori umur TPA karena data yang diuji yaitu sumur
pantau. Sedangkan pada TPA Jetis dengan karakteristik air lindi yaitu pH 8, nilai
logam berat kadmium 0,0032 dan merkuri <0,00003, rasio BOD/COD 0,4 dan
COD 271,36 termasuk kelompok kategori TPA yang berumur old/tua (lebih dari
10 tahun. Hal ini sesuai dengan kondisi umur TPA sekarang yang sudah mencapai
19 tahun. Pada TPA Sanggrahan dengan karakteristik air lindi yaitu pH 7,55,
logam berat kadmium 0,001, rasio BOD/COD 0,6 dan nilai COD 3437 termasuk
kategori TPA yang berumur old/tua (lebih dari 10 tahun). Namun, TPA
Sanggrahan saat ini masih berumur 9 tahun sehingga masih dapat memiliki waktu
lebih untuk beroperasi.
4.4.2. Analisis Kelayakan TPA Sesuai SOP dan Rekomendasinya
4.4.2.1. Analisis Kelayakan TPA Banyuurip Kota Magelang
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Banyuurip merupakan TPA yang
sudah beroperasi sejak tahun 1993 dan rencana ditutup tahun 2019. Oleh karena
itu, sebelum ditutup perlu dilakukan analisis pelaksanaan operasional dan
pemeliharaan TPA disesuaikan dengan SOP. Sistem operasi yang dilaksanakan
TPA Banyuurip saat ini yaitu sistem controlled landfill. Berdasarkan SOP sistem
controlled landfill, TPA Banyuurip menurut kelayakan lingkungannya berlokasi
tidak di kawasan lindung, di danau, sungai dan laut, rawan longsor, dan rawan
banjir. Namun, lahan yang digunakan berupa tegalan dan produktif serta dekat
dengan permukiman. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 03-3241-1994 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA. Selain itu, dalam hal timbunan sampah tingginya
sudah mencapai 6 m. Jumlah sumur pantau di TPA ada 2 yaitu di dekat pos masuk
dan sekitar area penimbunan. Tempat Pemrosesan Akhir Banyuurip sudah
IV-96

memiliki jembatan timbang yang tergolong masih baru dan dilengkapi pula
dengan ruang registrasi digital. Selain itu, dalam pengoperasiannya TPA
Banyuurip memiliki jalan operasi utama dan dalam area. Kantor, pos jaga, dan
tempat ibadah masih digabung. Namun, perlengkapan kantor sudah lengkap dan
sesuai. Fasilitas daur ulang, pengomposan, pemanfaatan pupuk, pemanfaatan
biogas dan gas metan, barak pemulung, alat berat dan garasi, tempat cuci
kendaraan, taman dan lapangan voli.
Rekomendasi yang dapat ditawarkan untuk TPA Banyuurip yaitu untuk
mengurangi jumlah lindi dan meningkatkan kualitasnya maka perlu dilakukan
usaha lain selain pemanfaatan lindi untuk digester biogas, yakni dengan
melakukan resirkulasi lindi. Perlu dilakukan perbaikan dan pemeliharaan drainase
pengumpul yang mengalir ke arah IPL karena air lindi sering meluap ketika
musim hujan. Berdasarkan kriteria-kriteria untuk melakukan rehabilitasi TPA
salah satunya pemerintah kota masih sulit untuk mendapatkan calon lahan
pengembangan TPA baru. Oleh karena itu, TPA Banyuurip yang sudah beroperasi
lama memenuhi kriteria untuk dilakukan rehabilitasi. Berikut langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk melakukan rehabilitasi TPA :
1. Pengaturan organisasi dan manajemen
 Manajemen yang selama ini bertanggung jawab pada operasi TPA tetap
bertanggung jawab atau setidaknya terlibat selama periode rehabilitasi
dan pemeliharaan pasca operasi TPA, sampai masa tenggang waktu
kewajiban pasca operasi selesai sesuai peraturan;
 Tugas manajemen adalah penyiapan dan pelaksanaan rehabilitasi dan
monitoring, mengukur dan mencatat indikator pemeliharaan,
melaksanakan tindak tanggap darurat bila diperlukan, serta mitigasi
pencegahan dampak negatif pasca operasi TPA;
 Melaksanakan pekerjaan konstruksi, rehabilitasi serta pemantauan
sesuai dengan rencana atau urutan yang berlaku.
2. Seperti halnya program pemeliharaan yang lain, perlu diutamakan kegiatan
pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan
dengan melaksanakan pemeliharaan rutin.
IV-97

3. Gas yang ditimbulkan dari proses degradasi di TPA harus dikontrol agar
tidak mengganggu lingkungan.
4. Gas hasil biodegradasi tersebut dicegah mengalir secara lateral dari lokasi
TPA lama menuju daerah sekitarnya.
5. Timbulan gas harus dimonitor dan dikontrol sesuai dengan perkiraan
umurnya.
6. Lakukan pemeriksaan rutin setiap minggu pada sistem drainase khususnya
pada musim hujan, untuk menjaga tidak terjadi kerusakan saluran yang
serius.
7. Lakukan secara rutin dan periodik updating data curah hujan, temperatur
udara, kelembaban udara, debit lindi, kualitas influen dan efluen hasil IPL,
untuk selanjutnya masuk ke informasi recording/pencatatan.
8. Saluran drainase dipelihara dari tanaman rumput atau semak yang mudah
sekali tumbuh akibat tertinggalnya endapan tanah hasil erosi tanah
penutup.
9. Kegiatan operasi dan pemeliharaan dalam hal pembuatan rencana tindak
rutin terhadap penanganan sampah dalam area pengurugan serta yang
terkait dengan pengoperasian sarana dan prasarana lain, konstruksi sistem
pengumpul lindi, pengaturan dan pencatatan sampah yang masuk ke TPA,
pengurugan sampah pada bidang kerja, aplikasi tanah penutup,
pengoperasian unit pengolahan lindi, pemeliharaan area/sel yang sudah
dikerjakan, sarana, khususnya alat berat, prasarana, dan utilitas,
pemantauan lingkungan dan operasi sesuai ketentuan analisis dampak
lingkungan, serta pemantauan rutin terhadap berfungsinya sarana dan
prasarana yang ada.
10. Lakukan pengawasan harian terhadap jalan akses/masuk dari kemungkinan
terjadinya blokade jalan truk.
11. Lakukan pembersihan harian dan pemeliharaan secara periodik bangunan
kantor, gudang, pos jaga, bengkel/garasi, termasuk instalasi listrik dan
penerangan, pompa/ jaringan pipa air bersih dan sarana sanitasi.
IV-98

12. Peralatan bermesin lain seperti pompa air, aerator IPL sangat vital bagi
operasi TPA sehingga kehandalan dan unjuk kerjanya harus dipelihara
secara rutin. Pengoperasian dan pemeliharaannya harus selalu dijalankan
dengan benar agar peralatan tersebut terhindar dari kerusakan.
13. Kegiatan perawatan seperti penggantian minyak pelumas baik mesin
maupun transmisi harus diperhatikan sesuai ketentuan pemeliharaannya.
Demikian pula dengan pemeliharaan komponen seperti baterai, filter, dan
lain-lain tidak boleh dilalaikan ataupun dihemat seperti banyak dilakukan.
4.4.2.2. Analisis Kelayakan TPA Pasuruhan Kabupaten Magelang
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Pasuruhan sudah beroperasi sejak
tahun 1995 dan rencana ditutup tahun 2023. Namun, berdasarkan kondisi
eksisting TPA tersebut timbunan sampahnya sudah sangat tinggi dan lahan sudah
perlu diperluas. Menurut SOP sistem controlled landfill, lokasi TPA Pasuruhan
tidak di kawasan lindung. Namun, lokasi tersebut rawan longsor, lahan tegalan
produktif, dan dekat dengan permukiman. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 03-
3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA. Selain itu, dalam hal
timbunan sampah tingginya sudah mencapai lebih dari 15 m. Jumlah sumur
pantau di TPA ada 2 yaitu di dekat pos masuk dan sekitar area penimbunan.
Tempat Pemrosesan Akhir Pasuruhan sudah memiliki jembatan timbang dan
dilengkapi pula dengan ruang registrasi digital. Selain itu, dalam
pengoperasiannya TPA Pasuruhan memiliki jalan operasi utama dan dalam area.
Kantor, pos jaga, dan tempat ibadah masih digabung. Namun, perlengkapan
kantor sudah lengkap dan sesuai. Fasilitas daur ulang, pengomposan, barak
pemulung, garasi alat berat, tempat cuci kendaraan, dan taman.
Rekomendasi yang dapat ditawarkan untuk TPA Pasuruhan yaitu untuk
mengurangi jumlah lindi dan meningkatkan kualitasnya maka perlu dilakukan
pemanfaatan lindi untuk digester biogas dan resirkulasi lindi. Selain itu, perlu
diterapkan pengolahan sampah 3R dari sumbernya untuk mengurangi jumlah
timbunan sampah di TPA sehingga tinggi timbunan sampah dapat berkurang dan
tidak ada air lindi yang mengalir keluar ke drainase. Menurut Evaluasi Adipura
Tahun 2018-2019 Kabupaten Magelang (Oleh DLHK Prov. Jateng Surat No
IV-99

660.1/1663 Tgl 29 Juni 2019), TPA Pasuruhan sudah melebihi kapasitas bahkan
ketinggiannya melebihi 15 meter yang berpotensi longsor dan harus segera
mencari alternatif lokasi TPA sesuai ketentuan sebagaimana di atur dalam pasal
23 PP No 81 Tahun 2012. Oleh karena itu, dalam perencanaan pengelolaan
sampah tahun 2019-2024 TPA Pasuruhan akan membangun TPA Terpadu untuk
menangani sampah dan pengadaan tanah di samping TPA Pasuruhan untuk
pengolahan sampah menjadi kompos. Rencananya akan dibangun TPA Terpadu
Kebonsari Borobudur seluas ±4 Ha sudah termasuk jalan masuk. Lahan yang baru
dapat dibeli seluas 45.000 m2 di Dusun Gunungmijil Desa Kebonsari Kec.
Borobudur. Sedangkan pengadaan tanah di samping TPA Pasuruhan digunakan
untuk pengomposan sampah sebelum dibuang ke zona aktif. Pengomposan ini
untuk lahan pembibitan juga mendukung program bank pohon. Perkiraan tanah
yang bisa di beli seluas ±3000 m2.
Jika rencana pembangunan TPA Terpadu terealisasikan, maka TPA
Pasuruhan harus dilakukan penutupan permanen. Prosedur penutupan TPA secara
permanen/ditutup selamanya dan tidak digunakan kembali sebagai lahan
pengurugan sampah, maka disiapkan kegiatan penyiapan penutupan TPA yang
meliputi meliputi pra penutupan TPA, pelaksanaan penutupan TPA dan pasca
penutupan TPA. Tahap-tahap penutupan TPA secara permanen :
1. Pra Penutupan TPA
Sebelum TPA ditutup maka diperlukan pengumpulan data lokasi TPA
sebagai berikut :
 Data fisik kondisi lahan yang dibutuhkan berupa pengukuran topografi
dari seluruh area TPA, agar rencana penutupan TPA dapat tergambar
secara baik.
 Mengumpulkan informasi ulang tentang data klimatologi, hidrogeologis
dan geoteknis yang akurat dan mewakili secara baik seluruh lokasi TPA
tersebut.
 Melakukan kajian terhadap potensi gas dan potensi lindi di dalam
tumpukan sampah.
IV-100

 Sosialisasi rencana penutupan TPA melalui pemasangan papan


pengumuman di lokasi TPA dan media massa setempat.
2. Pelaksanaan Penutupan TPA
 Mengurangi ketinggian tumpukan sampah dalam rangka mengurangi
bahaya ketidakstabilan slope/lereng. Sampai dengan tumpukan akhir,
kemiringan lereng sekitar 2 – 4 % agar tidak terjadi genangan (ponding)
dan air dapat mengalir dengan baik, dengan rasio vertikal ke horisontal
kurang dari 1 : 3. Syarat kriteria nilai faktor keamanan minimum 1,3
untuk kemiringan timbunan sementara dan 1,5 untuk kemiringan yang
permanen. Tumpukan sampah jika ketinggiannya lebih dari 5 m harus
dilakukan rekonturing, agar kestabilan tanah terjaga, lereng yang tidak
berkontur dipotong dan dibentuk agar berkontur dan setelah dibentuk
kontur, sampah diberi lapisan tanah penutup dan ditambahkan lapisan
tanah penutup akhir (capping) jika ditutup permanen.
 Penutupan sampah dengan tanah serta proses pemadatannya dilakukan
secara bertahap lapis – perlapis dan memperhatikan lansekap yang ada
dan lansekap yang diinginkan bagi peruntukannya.
 Untuk mengontrol illegal dumping dapat dilakukan dengan melakukan
program kesadaran bagi masyarakat dengan menginformasikan dan
mendorong masyarakat menggunakan fasilitas yang baru. Pada saat
yang sama, langkah yang diambil untuk pencegahan ilegal dumping
adalah inspeksi dan denda. Kemudian Fasilitas TPS disediakan untuk
menampung sampah bagi masyarakat umum. Sampah diangkut menuju
TPA baru. Layanan ini dapat disediakan gratis untuk umum, namun
bagi komersial atau industri harus mengangkut sampah mereka sendiri
ke TPA baru.
 Persiapan revegetasi meliputi penyiapan lapisan tanah dan perbaikan
kualitas dan atau penyediaan kualitas tanah yang baik.
 Rencana aksi pemindahan pemukim informal (pemulung)
IV-101

 TPA diberi pagar keliling dengan tanaman dan kawat berduri (untuk
faktor keamanan) dan tiang betori sebagai pengikat. Pagar dibuat
setinggi minimal 1,5 m.
3. Pasca Penutupan TPA
Pada pasca penutupan TPA diperlukan:
 Inspeksi Rutin
 Pemeliharaan vegetasi
 Pemeliharaan dan kontrol indi dan gas
 Pembersihan dan pemeliharaan saluran drainase
 Pemantauan penurunan lapisan dan stabilitas lereng
4.4.2.3. Analisis Kelayakan TPA Jetis Kabupaten Purworejo
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Jetis sudah beroperasi sejak tahun
2000 dan rencana ditutup tahun 2023. Menurut SOP sistem controlled landfill,
lokasi TPA Jetis tidak di kawasan lindung, di danau, sungai dan laut, dan rawan
longsor, rawan banjir. Hal ini sesuai dengan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi TPA. Dalam hal timbunan sampah tingginya 1,5 m. Jumlah
sumur pantau di TPA hanya ada 1 yaitu di dekat pos masuk. Tempat Pemrosesan
Akhir Jetis sudah memiliki jembatan timbang dan dilengkapi pula dengan ruang
registrasi digital. Selain itu, dalam pengoperasiannya TPA Banyuurip memiliki
jalan operasi utama dan dalam area. Kantor, pos jaga, dan tempat ibadah sudah
terpisah. Perlengkapan kantor sudah lengkap dan sesuai. Fasilitas daur ulang,
barak pemulung, garasi alat berat, tempat cuci kendaraan, perpustakaan dan
taman.
Rekomendasi yang dapat ditawarkan untuk TPA Jetis yaitu untuk
mengurangi jumlah lindi dan meningkatkan kualitasnya maka perlu dilakukan
pemanfaatan lindi untuk digester biogas dan resirkulasi lindi. Selain itu, perlu
dilengkapi dengan fasilitas pengomposan, pengoptimalan laboratorium analisa
yang sudah ada, pemberian pencahayaan di jalan akses menuju ke TPA, dan
penambahan sumur pantau di sekitar area penimbunan dan di luar lokasi sesuai
arah aliran air tanah.
IV-102

4.4.2.4. Analisis Kelayakan TPA Sanggrahan Kabupaten Temanggung


Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Pasuruhan sudah beroperasi sejak
tahun 2010 dan rencana ditutup tahun 2020. Menurut SOP sistem controlled
landfill, lokasi TPA Sanggrahan tidak di kawasan lindung, di danau, sungai dan
laut, dan rawan banjir. Namun, TPA Sanggrahan berada di lahan tegalan
produktif. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi TPA. Jumlah sumur pantau di TPA ada 1 yaitu di dekat pos
masuk saja. Tempat Pemrosesan Akhir Sanggrahan belum memiliki jembatan
timbang sehingga perhitungan sampah yang masuk masih menggunakan volume
sehingga pencatatan masih manual. Kantor, pos jaga, dan tempat ibadah masih
digabung. Namun, perlengkapan kantor sudah lengkap dan sesuai. Fasilitas daur
ulang, pemanfaatan kompos, barak pemulung, garasi alat berat, tempat cuci
kendaraan, dan taman.
Rekomendasi yang dapat ditawarkan untuk TPA Sanggrahan yaitu untuk
mengurangi jumlah lindi dan meningkatkan kualitasnya maka perlu dilakukan
pemanfaatan lindi untuk digester biogas dan resirkulasi lindi. Selain itu, perlu
penambahan jembatan timbang yang dioperasikan dan dipelihara secara optimum,
lokasi kolam pengumpul lindi juga dianjurkan untuk lebih dekat dengan area
penimbunan sehingga memudahkan dalam pemantauan dan analisa kualitas lindi,
serta pembuatan tanggul pengaman untuk mencegah kelongsoran sampah yang
sering terjadi di TPA Sanggrahan.
4.4.3. Rekomendasi Umum Jika Direncanakan Proyek Pembangkit Listrik

Rekomendasi umum jika akan direncanakan proyek pembangkit listrik


dengan memanfaatkan gas TPA, maka TPA yang bersangkutan harus diubah
sistemnya menjadi sanitary landfill. Jika sistem operasi akan ditingkatkan menjadi
sanitary landfill, maka hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya yaitu :
1. Sampah perlu ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah
sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan
setiap hari pada akhir jam operasi. Tahapan penutupan tanah untuk lahan
urug saniter terdiri dari penutupan tanah harian (setebal 10 – 15 cm),
IV-103

penutupan antara (setebal 30 – 40 cm) dan penutupan tanah akhir (setebal


50 – 100 cm, tergantung rencana peruntukan bekas TPA nantinya).
Sampah disebar dan dipadatkan lapis per lapis sampai ketebalan sekitar
1,50 m yang terdiri dari lapisan sampah setebal sekitar 0,5 m yang digilas
dengan steel wheel compactor atau dozer paling tidak sebanyak 4 sampai
6 gilasan, dan setiap hari ditutup oleh tanah penutup setebal minimum 15
cm, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk 3 (tiga) lapisan,
timbunan tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup antara setebal
minimum 30 cm. Tinggi lapisan setinggi sekitar 5 m disebut sebagi 1 lift,
dengan kemiringan talud sel maksimum 1 : 3. Liner dasar landfill
menggunakan tanah dengan permeabilitas rendah dipadatkan 3x30 cm,
diberi karpet kerikil minimum 20 cm, dan pasir pelindung minimum 20
cm.
2. Sistem penutup final secara terpadu dengan lapisan kedap, sub-drainase
air-permukaan, pelindung, karpet penangkap gas, bila perlu dengan
geosintetis, diakhiri dengan top-soil minimum 60 cm.
3. Diharuskan memiliki alat berat dozer, loader dan excavator.
4. Diharuskan memiliki ruang registrasi digital.
5. Diharuskan memiliki pengawas operasi dan satpam.
6. Pengolahan lindi bila perlu ditambah pengolahan kimia.
7. Dianjurkan pula ada sarana laboratorium analisa air.
8. Diharuskan pula ada sistem pengendali bau dan vektor serta cadangan
insektisida.
9. Diharuskan melakukan resirkulasi lindi dan melakukan pengecekan
secara rutin pompa dan perpipaan resirkulasi lindi untuk menjamin
sistem resirkulasi tersebut. Lakukan resirkulasi lindi dari kolam
pengendapan dan paling baik dari unit filtrasi. Pompa booster mungkin
diperlukan untuk memungkinkan dilakukan sirkulasi lindi. Resirkulasi
lindi sangat dianjurkan untuk mempercepat proses stabilitas urugan
sampah. Resirkulasi dilakukan pada saat tidak turun hujan, dengan
melakukan pemompaan dari penampungan lindi menuju pipa gas
IV-104

vertikal, atau menuju langsung pada timbunan sampah. Jika dalam hal
kualitas efluen lindi belum memenuhi persyaratan baku mutu, maka perlu
dilakukan resirkulasi lindi, yang bertujuan untuk memperpanjang waktu
retensi lindi, sampai dengan kualitas efluen lindi memenuhi persyaratan.
10. Ditinjau dari aspek teknologi
 Melakukan pengelolaan awal berupa pemilahan jenis sampah antara
organik dan anorganik, karena gas metan hanya berasal dari jenis
sampah yang organik yang dapat mengembangbiakkan bakteri
matagenesis yang mampu merubah sampah menjadi gas metan dalam
proses fermentasi anaerobik.
 Sampah organik yang digunakan untuk memproduksi gas metan harus
dilembutkan agar gas metannya meningkat.
 Mengontrol kondisi pH, temperatur, BOD dan COD agar selalu pada
range yang dapat meningkatkan organik dalam sampah.
 Konstruksi penampung sampah organik yang diarahkan untuk
meningkatkang gas metan dibuat rapat terhadap pengaruh oksigen
(udara).
11. Ditinjau dari aspek dampak lingkungan
 Penghijauan kawasan TPA perlu ditingkatkan khususnya dengan
tanaman yang dapat menyerap bau dan material pencemaran udara
akibat terbentuknya gas dari proses metabolisme dan pembakaran
untuk mereduksi penyebaran bau dan pencemaran udara lain ke
wilayah disekitarnya.
 Peningkatan pemantauan kualitas air sungai khususnya pada sungai
yang melewati kawasan TPA, sehingga air sungai yang digunakan
masyarakat aman.
 Peningkatan pemantauan kualitas air tanah disekitar TPA khususnya
yang dikonsumsi penduduk sekitar TPA untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
 Melaksanakan swapantau disamping meningkatkan pengawasan
terhadap pelaksanaan UKL-UPL terhadap TPA oleh Instansi terkait.
IV-105

 Pemisahan sampah yang bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang
dari sumbernya (rumah tangga).
12. Ditinjau dari aspek ekonomi
 Program peningkatan fungsi TPA menjadi area komposting, meliputi
perluasan, perubahan design, pelatihan petugas pengelola sampah,
penyediaan fasilitas dan peralatan serta dukungan pemasaran produk
kompos.
 Mengoptimalkan kuantitas sampah organik di TPA dengan pemilahan
sampah sehingga kandungan gas metan akan lebih berpotensi.
13. Ditinjau dari aspek sosial
 Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah khususnya
pada wilayah yang belum terjangkau pelayanan pengelolaan sampah
untuk menghasilkan produk daur ulang sampah yang bernilai
ekonomis.
 Melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
 Mengadakan pelatihan pembuatan kompos skala rumah tangga kepada
masyarakat dan mengaplikasikannya.
 Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya sampah dan manfaat
sampah yang bisa di daur ulang.
 Melaksanakan sosialiasi, motivasi dan pendampingan kepada
masyarakat untuk menjaga fungsi saluran drainase di lingkungan
sekitarnya.
 Pelibatan dan memberikan motivasi kepada masyarakat dalam
pembuatan bangunan peresapan air.
 Penerapan kebijakan pemisahan sampah domestik (organik dan
anorganik) yang ditunjang peraturan, pelaksanaan sosialisasi, adanya
lokasi percontohan, pengadaan fasilitas dan pelaksanaan operasional
yang disiplin.
 Menyediakan sarana untuk pemisahan sampah organik dan anorganik.
atau sampah basah dan kering, mulai dari sumber penghasil sampah.
IV-106

4.4.3.1. Rekomendasi Khusus


V-1

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan masalah di TPA Banyuurip, TPA Pasuruhan, TPA Jetis, dan


TPA Sanggrahan yang belum dilakukannya pengukuran estimasi produksi gas
metana menggunakan LandGEM dan LFGcost-Web serta potensinya untuk
dijadikan sumber energi alternatif, maka dilakukan penelitian untuk menentukan
estimasi produksi gas metana menggunakan LandGEM dan kemudian dilakukan
analisis ekonomi menggunakan LFGcost-Web. Dalam penelitian dilakukan pula
sampling gas metana menggunakan terpal untuk mengetahui volume gas TPA dan
konsentrasi gas metana yang terkandung, serta sampling air lindi TPA untuk
mengetahui rentang umur TPA tersebut menurut literatur. Setelah dianalisis,
diperoleh hasil sebagai berikut.
1. Hasil estimasi produksi maksimum gas metana di TPA Banyuurip
menggunakan LandGEM tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, bank sampah, dan lain-lain sebesar 1165,72 Mg/tahun dan
1036,49 Mg/tahun. Sedangkan hasil estimasi produksi maksimum gas
metana di TPA Pasuruhan tanpa dan dengan penerapan daur ulang,
komposting, dan bank sampah sebesar sebesar 4247,85 Mg/tahun dan
3590,22 Mg/tahun. Hasil estimasi produksi gas metana di TPA Jetis tanpa
dan dengan penerapan daur ulang dan komposting yang jumlahnya sebesar
2017,01 Mg/tahun dan 2004,21 Mg/tahun. Kemudian di TPA Sanggrahan
hasil estimasi produksi gas metana tanpa dan dengan penerapan daur
ulang, komposting, dan bank sampah sebesar 1214,61 Mg/tahun dan
898,15 Mg/tahun.
2. Nilai estimasi gas di TPA Banyuurip Kota Magelang yang berpotensi
sebagai sumber energi alternatif sebesar 4364,19 Mg/tahun dan mampu
menghasilkan potensi listrik bersih maksimum sebesar 431,45 Kw untuk
V-2

dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik selama 24 tahun menggunakan


alat pembangkit small reciprocating engine-generator sets dengan total
biaya proyek sebesar Rp11.371.035.178. Di TPA Pasuruhan Kabupaten
Magelang nilai estimasi gas yang berpotensi sebagai sumber energi
alternatif sebesar 15902,97 Mg/tahun dan mampu menghasilkan potensi
listrik bersih maksimum sebesar 1572,20 kW untuk dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik selama 24 tahun menggunakan alat pembangkit small
reciprocating engine-generator sets dengan total biaya proyek sebesar
Rp30.988.389.094. Selanjutnya di TPA Jetis Kabupaten Purworejo nilai
estimasi gas yang berpotensi sebagai sumber energi alternatif sebesar
7551,20 Mg/tahun dan mampu menghasilkan potensi listrik bersih
maksimum sebesar 746,53 kW untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit
listrik selama 24 tahun menggunakan alat pembangkit small reciprocating
engine-generator sets dengan total biaya proyek sebesar
Rp17.829.963.610. Nilai estimasi gas di TPA Sanggrahan Kabupaten
Temanggung yang berpotensi sebagai sumber energi alternatif sebesar
4547,22 Mg/tahun dan mampu menghasilkan potensi listrik bersih
maksimum sebesar 449,55 kW untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit
listrik selama 24 tahun menggunakan alat pembangkit small reciprocating
engine-generator sets dengan total biaya proyek sebesar
Rp11.640.936.864.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan yang hanya


menggunakan LandGEM, hasil penelitian ini merupakan kelanjutan dari
penelitian sebelumnya dimana setelah memperoleh estimasi produksi gas TPA
dilakukan analisis menggunakan LFGcost-Web potensi untuk dijadikan sumber
energi alternatif dan rekomendasi proyek serta total biaya yang diperlukan.
Menurut ilmu ekonomi teknik, total biaya yang diperlukan tersebut tidak layak
secara ekonomi. akan tetapi proyek tersebut dapat ditujukan sebagai usaha
minimasi pencemaran lingkungan yang dapat menghasilkan keuntungan lain yaitu
V-3

keuntungan lingkungan, energi, dan ilmu pengetahuan bagi pemerintah dan


masyarakat.

5.2 Saran

Untuk mencapai hasil penelitian yang lebih baik, disarankan agar


penelitian di masa depan sebagai berikut.
1. Melakukan pengumpulan data-data spesifik mengenai kondisi TPA
seperti pH dan curah hujan agar perhitungan perkiraan kuantitas gas TPA
yang dihasilkan lebih akurat.
2. Melakukan sampling gas metana di lebih dari 1 TPA untuk
membandingkan hasil perhitungan model LandGEM dengan data
pengukuran lapangan.
3. Selain melakukan analisis kelayakan ekonomi, juga perlu dilakukan
penilaian lingkungan dan sosial, analisis jenis kerja sama yang digunakan
untuk mengembangkan dan melaksanakan proyek, serta mengetahui
bagaimana dukungan dan jaminan pemerintah terhadap proyek.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, M., Oktiawan, W., & Jatmiko, A. (2016). Perencanaan Detail Engineering
Design (DED) Peningkatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jatibarang
Kota Semarang. Jurnal Teknik Lingkungan, Volume 5, Nomor 1.
Alexander, A., Burklin, C., & Singleton, A. (2005). Landfill Gas Emissions
Model (LandGEM) Version 3.02 User’s Guide. Morrisville,North
Carolina: Research Triangle Park.
Amini, H. R., Reinhart, D. R., & Niskanen, A. O. (2013). Comparison of First-
Order-Decay Modeled and Actual Field Measured Municipal Solid Waste
Landfill Methane Data, 33, 2720-2728.
Angriani, N. (2017). Pemanfaatan Gas Metan Sampah sebagai Energi
Terbarukan (Studi Kasus TPA Puwatu Kendari). Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah ,
Makassar.
Bappeda Kota Malang. (2009). Studi Kelayakan Penangkapan Gas Metan di TPA
Supit Urang. Malang.
Boone, D. (2000). (K. MAK, Penyunt.) Biological Formation and Consumption
of Methane In Atmospheric Methane : Its Role in The Global Environment,
42-58.
Chalvatzaki, E., Aleksandropoulou, V., Glytsos, T., & Lazaridis, M. (2010).
Estimation of Greenhouse Gas Emissions from Landfills : Application to
The Akrotiri Landfill Site (Chania, Greece).
Chiemchaisri, C., Juanga, J. P., & Visvanathan, C. (2007). Municipal Solid Waste
Management in Thailand and Disposal Emission Inventory, 135(1–3), 13–
20.
Damanhuri, E. (2008). Diktat Landfilling Limbah.
Damanhuri, E., & Padmi, T. (2010). Pengelolaan Sampah.
Damanhuri, E., & Padmi, T. (2016). Pengelolaan Sampah Terpadu.
Departemen Pekerjaan Umum. (1990). Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah
Perkotaan : SNI No 19-2454-2002. Bandung: Yayasan LPMB.
Deutsche Gesellchaft Fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ). (2013). Studi
Awal Potensi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Persampahan
Perkotaan. Pekalongan.
Dodi, N., Syafii, & Raharjo, S. (2015, Juli). Studi Kajian Kelayakan
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) Kota Padang
(Studi Kajian di TPA Air Dingin Kota Padang), 4, Nomor 2.
Fallahizadeh, S., Rahmatinia, M., Mohammadi, Z., Vaezzadeh, M., Tajamiri, A.,
& Soleimani, H. (2019). Estimation of Methane Gas by LandGEM Model
from Yasuj Municipal Solid Waste Landfill, Iran.
Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.
Garcilasso, V. P., Velázquez, S. M., Coelho, S. T., & Silva, L. S. (2011). Electric
Energy Generation from Landfill Biogas-Case Study and Barriers.
International Conference on Electrical and Control Engineering (pp.
5250–5253). Yichang,China: Institute of Electrical and Electronics
Engineers.
Gotvajn, A. Ž., Tišler, T., & Zagorc-Končan, J. (2009). Slovenia: Elsevier
Scientific Publ. Co.
Hosseini, S., Yaghmaeian, K., Yousefi, N., & Mahvi, A. (2018). Estimation of
Landfill Gas Generation in a Municipal Solid Waste, 4, 493-506.
Hui, T. S. (2005). Leachate Treatment by Floating Plants in Constructed
Wetland. Malaysia: Fakultas Teknik Sipil,Universitas Teknologi
Malaysia .
Huser, B. A., Wuhrmann, K., & Zehnder, A. J. (1982). Methanothrix Soehngenii
Gen. nov. sp. nov., a New Acetotrophic Non-Hydrogen-Oxidizing Methane
Bacterium (Vol. 132). Switzerland: Springer-Verlag.
Ikromi, M. (2017). Feasibility Study Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah Studi Kasus TPA Bakung Bandar Lampung. Bandar Lampung:
Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung.
Indarto, M. (2007). Pengaruh Kematangan Sampah Terhadap Produksi Gas
Metana (CH4) di TPA Putri Cempo Mojosongo. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Intergovernmental Panel On Climate Change (IPCC). (2006). Good Practice
Guidance and Uncertanty Management in National Greenhouse Gas
Inventories Chapter 5 Waste. Montreal: Institute for Global Environmental
Strategies (IGES). Retrieved from Intergovernmental Panel On Climate
Change (IPCC).
Iryani, D. A., Ikromi, M., Despa, D., & Hasanudin, U. (2017). Karakterisasi
Sampah Padat Kota dan Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Bakung Kota Bandar Lampung, 218-228.
Kalantarifard, A., & Yang, G. S. (2012, September). Estimation of Methane
Production by LANDGEM Simulation Model from Tanjung Langsat
Municipal Solid Waste Landfill, Malaysia, 1 Nomor 9.
Kementerian ESDM. (2010). TPST Bantar Gebang Hasilkan Listrik 26 MW.
Retrieved from Energi dan Sumber Daya Mineral:
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/tpst-bantar-gebang-
hasilkan-listrik-26-mw
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Pengembangan PLP. (2013). Materi
Bidang Sampah I Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP.
Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya.
KLHK. (2016). Perubahan Iklim, Perjanjian Paris, dan Nationally Determined
Contribution. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.
Lou, X., & Nair, J. (2009). The Impact of Landfilling and Composting on
Greenhouse Gas Emissions-A Review, 100, 3792–3798.
M.P.Krishnamurthy, P.V.Sivapullaiah, & Shambavikamath. (2015). Leachate
Characteristics and Evaluating Leachate Contamination Potential of
Landfill Sites Using Leachate Pollution Index, 4, Nomor 1, 6-13.
Machado, S. L., Carvalho, M. F., Gourc, J.-P., Vilar, O. M., & Nascimento, J. C.
(2009, Januari). Methane Generation in Tropical Landfills : Simplified
Methods and Field Results, 29(1), 153-161.
Monice, & Perinov. (2018). Analisis Pemanfaatan Energi Dari Pengolahan
Metode Landfiil Di TPA Muara Fajar Pekanbaru.
Mulyani, H. (2014). Buku Ajar Kajian Teori dan Aplikasi Optimasi Perancangan
Model. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Paraskaki, I., & Lazaridis, M. (2005). Waste Management & Research.
Quantification of Landfill Emissions to Air : A Case Study of The Ano
Liosia Landfill Site in The Greater Athens Area, 199–208.
Park, J.-W., & Shin, H.-C. (2011). Surface Emission of Landfill Gas from Solid
Waste Landfill Edition 35, 3445–3451.
Pemerintah Republik Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor 59 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan TPA. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32
Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Air Keperluan
Higiene Sanitasi,Kolam Renang,Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.
Jakarta.
Pipatti, R., & dkk. (2006). IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas
Inventories Chapter 3 : Solid Waste Disposal, 6.
Prabowo, S., Pranoto, & Budiastuti, S. (2019, Maret). Estimasi Emisi Gas Rumah
Kaca yang DIhasilkan dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Jawa
Tengah, 5 Nomor 1, 21-33.
Research Triangle Institute International. (2010). Greenhouse Gas Emissions
Estimation Methodologies for Biogenic Emissions from Selected Sources
Categories : Solid Waste Disposal,Waswater Treatment ,Ethanol
Fermentation. Research Triangle Park.
Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S. A., Achmad, Y., Subekti, R.,
Rochintaniawati, D., & Nurjhani, M. (2003). Strategi Belajar Mengajar
Biologi.
Santiabudi, F., Turyanti, A., Sabdo, A., & Yuwono. (2012, Juli). Kuantifikasi
Emisi Metana dari TPA Galuga Cibungbulang Bogor Jawa Barat, 12
Nomor 3, 45-58.
Sari, A. M., Lando, A. T., & Mustari, A. S. (2018). Estimasi Emisi Metana (CH4)
dari TPA Tamangapa.
Sasmita, A., Andesgur, I., & Rahmi, H. (2016, Oktober 1-2). Potensi Produksi
Gas Metana dari Kegiatan Landfilling di TPA Muara Fajar.
Stefanie Kirschke, e. a. (2013, September 22). Three Decades of Global Methane
Sources and Sinks, 6, 813–823.
Sudarman. (2010). Meminimalkan Daya Dukung Sampah terhadap Pemanasan
Global.
Sudradjat. (2009). Mengenal Sampah Kota.
Tchobanoglous, G., Hilary, T., & Samuel, A. V. (1993). Integrated Solid Waste
Management Editions–Civil Engineering Series. New York United States:
Mc–Graw Hill Internasional.
Terraza, H., & Willumsen, H. (2009). Guidance Note on Landfill Gas Capture
and Utilization. USA: Inter-American Development Bank.
Thompson, S., & Tanapat, S. (2004). Modeling Methane Generation for Different
Waste Management Options. Journal of Environmental Informatics,
Volume 2, 242-251.
Thorneloe, S. A., Barlaz, M. A., Huff, R. P., Davis, L., & Mangino, J. (2000).
Waste Management : Atmospheric Methane : Its Role In The Global
Environment (Vols. 234-262). (K. MAK, Ed.) Berlin: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg.
U.S. Environmental Protection Agency. (2017, Mei). Landfill Methane Outreach
Program (LMOP). Landfill Gas Energy Cost Model.
U.S. EPA. (1996). Turning A Liability Into An Asset : A Landfill Gas to Energy
Project Development Handbook. Washington: U.S. Environmental
Protection Agency.
U.S. EPA. (2005). Landfill Gas Emission Model (LandGEM) Version 3.02 User's
Guide. Washington: Environmental Protection Agency.
Wahyono, S. (2015, Januari). Studi Potensi dan Kualitas Gas dari Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah Kota Probolinggo, 16 Nomor 1, 15-20.
Wang-Yao, K., Towprayoon, S., Chiemchaisri, C., Gheewala, S. H., &
Nopharatana, A. (2006, November 21-23). Seasonal Variation of Landfill
Methane Emissions from Seven Solid Waste Disposal Sites in Central.
Wangyao, K., Towprayoon, S., Chiemchaisri, C., Gheewala, S. H., &
Nopharatana, A. (2009). Application of the IPCC Waste Model to Solid
Waste Disposal Sites in Tropical Countries: Case Study of Thailand,
164(1–4), 249–261.
Wariyanto, A. (2006, Mei). Suara Merdeka. Biogas Alternatif Pengganti Minyak
Tanah.
Whitmore, J., & Bramley, M. (2004). Green Power Programs in Canada-2003.
Drayton Valley, Alberta Tengah, Canada: Pembina Institute.
Yatim, E. M., & Mukhlis. (2013). Pengaruh Lindi (Leachate) Sampah Terhadap
Air Sumur Penduduk Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air
Dingin, 7 No. 2, 54-59.

Anda mungkin juga menyukai