Anda di halaman 1dari 48

Bab 1

Pengertian Pendapatan Nasional


Berbeda dengan pendapatan pribadi, secara sederhana, pendapatan nasional adalah
pendapatan yang diterima oleh semua orang dalam satu negara. Secara lebih terperinci
dapat diartikan sebagai jumlah total nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian dalam periode tertentu. Dari pengertian tersebut, beberapa hal yang perlu
kita perhatian adalah:

● Nilai total barang dan jasa akhir (untuk menghindari adanya penghitungan
berganda (double counting), nilai yang dihitung adalah nilai akhir barang dan
jasa)
● Suatu perekonomian (dapat berarti adanya batasan suatu negara atau
penduduk dari suatu negara)
● Suatu periode (untuk memperoleh perhitungan yang dapat dibandingkan, harus
ditentukan batasan penghitungan tiap periodenya, umumnya selama satu
tahun)

Pendekatan Perhitungan Pendapatan Nasional


Secara umum, perhitungannya dapat dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi

Pendapatan nasional dihitung dengan menambahkan nilai produksi akhir dari masing-
masing sektor. Perlu diperhatikan bahwa nilai yang dihitung adalah nilai barang/jasa akhir,
bukan nilai bahan mentah atau setengah jadi. Contohnya, jika suatu negara memiliki sektor
perkebunan, dengan hasil utama buah apel. Harga buah apel dari petani adalah Rp 200,00
per buah. Apel tersebut kemudian dibeli oleh perusahaan A untuk dipotong-potong dan
dikeringkan, sehingga harganya menjadi Rp 500,00. Apel yang telah dikeringkan tersebut
dibeli oleh perusahaan B untuk diubah menjadi keripik apel yang dijual seharga Rp
1.000,00. Dari ilustrasi ini, maka nilai pendapatan nasional negara tersebut adalah sebesar
Rp 1.000,00 yang merupakan nilai akhir dari produksi apel. Nilai yang sama dapat kita
peroleh dengan menjumlahkan nilai tambah dari produksi apel. Berikut ilustrasinya:

Nilai tambah Harga


Petani 200 200
Perusahaan A 300 500
Perusahaan B 500 1000
Total nilai tambah 1000
Y = nilai akhir

Atau

Y = nilai tambah1 + nilai tambah2 + …. + nilai tambah n

2. Pendekatan pendapatan

Pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan semua imbal hasil berupa upah,
sewa, bunga, dan keuntungan

Y = upah + sewa + bunga + keuntungan

3. Pendekatan pengeluaran

Dihitung dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran, berupa konsumsi, investasi,


pengeluaran pemerintah, serta selisih nilai ekspor dikurangi dengan impor

Y = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (expor – impor)

Beberapa Konsep Pendapatan Nasional


Terdapat beberapa konsep pendapatan yang perlu kita ketahui yaitu:

● Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai
total barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian dalam batas wilayah
suatu negara pada periode tertentu. Dengan demikian, nilai PDB tidak
memperhatikan kewarganegaraan seseorang asalkan berada pada batas
wilayah yang sama.
● Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross Nasional Product (GNP) adalah nilai
total barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara dalam suatu
periode tertentu. Nilai PNB dihitung dari hasil nilai barang dan jasa penduduk
dengan kewarganegaraan yang sama, tanpa memperhatikan lokasi penduduk
tersebut.
● Produk Nasional Netto (PNN) atau Net National Product (NNP) adalah jumlah
PNB dikurangi penyusutan barang modal

NNP = GNP – penyusutan barang modal


● Pendapatan Nasional Netto atau Net National Income (NNI) adalah nilai produk
nasional netto dikurangi dengan pajak tidak langsung ditambah subsidi

NNI = NNP – pajak tidak langsung + subsidi

● Pendapatan Perseorangan atau Personal Income (PI) adalah jumlah total


pendapatan yang benar-benar sampai ke masyarakat.

PI = NNI + transfer payment – (laba ditahan + asuransi + jaminan sosial + pajak


perseorangan)

● Pendapatan yang Siap Dibelanjakan atau Disposable Income (DI) adalah


pendapatan seseorang yang telah dikurangi dengan pajak langsung, sehingga
siap untuk dibelanjakan

DI = PI – pajak langsung

Manfaat Perhitungan Pendapatan Nasional

Berikut ini beberapa manfaat perhitungan pendapatan nasional:

● Mengetahui tingkat kesejahteraan suatu negara serta mengetahui sektor-sektor


yang berperan penting terhadap kesejahteraan negara tersebut
● Dapat melakukan perbandingan antara perekonomian suatu negara dengan
negara lainnya
● Dapat mengetahui perkembangan kondisi perekonomian suatu negara tiap
tahunnya, dengan membandingkan pendapatan nasional tiap tahunnya
● Membantu merumuskan kebijakan pemerintah

Pendapatan per Kapita

Konsep pendapatan per kapita pada dasarnya adalah besarnya pendapatan domestik bruto
dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut. Dengan mengetahui nilai pendapatan per
kapita, kita tidak hanya mengetahui besarnya perekonomian suatu negara seperti yang
terlihat pada nilai pendapatan domestik bruto, namun juga melihat besarnya kesejahteraan
rata-rata penduduk negara tersebut.

Bab 2
● Pertumbuhan ekonomi adalah suatu keadaan dimana terjadinya kenaikan pdb tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkan pertumbuhan
penduduk
● Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bertujuan untuk menaikkan pdb suatu
negara atau daerah melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Kenaikan pendapatan
masyarakat diikuti pula oleh perubahan penduduk. Kenaikan pendapatan masyarakat
diikuti pula oleh perubahan dalam struktur sosial dan sikap masyarakat
● Pembangunan ekonomi = pertumbuhan ekonomi + perunaham

Perbedaan pertumbuhan dengan pembangunan


○ Pertumbuhan ekonomi hanya menekankan kenaikan PDB tanpa
membandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Sedangkan
pembangunan ekonomi, ada kenaikan jika laju kenaikan PDB melebihi
kenaikan pertumbuhan penduduk
○ Pertumbuhan ekonomi hanya melihat kenaikan PDB tanpa melihat akibat
atau perbaikan kondisi yang ada. Pembangunan ekonomi tidak hanya
menekankan pada pertumbuhan sarana tapi juga perbaikan kelembagaan,
kondisi ekonomi, sikap masyarakat dan struktur sosial yang ada supaya
lebih berdaya guna dan berhasil guna
Teori pertumbuhan ekonomi
1. Teori pertumbuhan ekonomi klasik
■ Tokoh : Adam Smith dan David Ricardo
■ 4 faktor mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
1. Jumlah penduduk
2. Persediaan barang-barang modal
3. Luas tanah dan kekayaan alam
4. Penerapan teknologi
■ Pertumbuhan ekonomi tergolong tinggi saat jumlah penduduk
masih sedikit, persediaan barang modal cukup banyak, dan
tersedianya tanah yang masih luas
■ Pertumbuhan ekonomi tergolong tidak berkembang (stationary
state) saat produktivitas penduduk menurun karena
berkurangnya kapasitas produksi sehingga kemakmuran
masyarakat dan frekuensi kegiatan ekonomi pun ikut menurun
2. Teori pertumbuhan ekonomi Schumpeter
■ Peranan pengusaha atau wirausahawan sangat penting dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (inovasi dan investasi)
■ Schumpeter berpendapat bahwa keadaan stationary state
terjadi pada saat tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi
3. Teori pertumbuhan ekonomi neo klasik
■ Harrod-Domar, 4 asumsi dalam menganalisis faktor pendukung
pertumbuhan ekonomi
1. Barang modal telah digunakan secara penuh
2. Besarnya tabungan proporsional dengan fluktuasi
pendapatan nasional
3. Perbandingan antara modal dan hasil produksi
(capital-output-ratio) adalah tetap
4. Perekonomian hanya terdiri dari 2 sektor
(perekonomian tertutup)
■ Abramovitz dan solow, pertumbuhan ekonomi tergantung pada
perkembangan faktor produksi, melihat dari sisi penawaran atau
sisi produksi. 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi
1. Pertumbuhan modal
2. Pertumbuhan penduduk
3. Pertumbuhan teknologi
■ Rostow, pertumbuhan ekonomi terdiri atas beberapa tahap
1. Perekonomian tradisional (traditional society)
2. Perekonomian transisi (precondition for take-off)
3. Perekonomian lepas landas (take-off)
4. Perekonomian menuju kedewasaan (drive to
maturity)
5. Perekonomian dengan tingkat konsumsi yang
tinggi (age of high mass consumption)
Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
○ Tanah dan kekayaan alam
○ Kuantitas dan kualitas penduduk dan tenaga kerja
○ Kepemilikan barang modal dan penguasaan teknologi
○ Sistem sosial dan sikap masyarakat
○ Jangka pendek : meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin adil dan merata serta
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya
○ Jangka panjang : mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur
yang merata, material, dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam
wadah Nkri yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertubm dan
dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib, dan damai

Bab 3
Bentuk-bentuk sistem ekonomi

Terdapat beberapa bentuk sistem ekonomi yang dikenal di dunia ini. Perlu diingat bahwa
masing-masing sistem pada dasarnya memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing,
sehingga kita tidak bisa begitu saja menentukan mana yang terbaik diantara yang lainnya.

Sistem ekonomi tradisional

Ciri khasnya adalah masyarakatnya memproduksi sendiri barang yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhannya. Produksi yang dilakukan pun umumnya masih bersifat sederhana.
Sistem ini umumnya dianut oleh masyarakat yang belum maju peradabannya. Karakteristik,
kelebihan dan kelemahan sistem ini dijelaskan pada tabel berikut:

Karakteristik Kelebihan Kelemahan


Kegiatan ekonomi tidak
Tidak mengenal teknologi Persaingan jarang terjadi
bertujuan untuk memperoleh
(teknologi sangat sederhana) dalam masyarakat
keuntungan
Memproduksi barang yang Jarang terjadi konflik
Sulit berkembang
dibutuhkan ekonomi
Masyarakat jarang
Tidak ada spesialisasi mengalami tekanan jiwa
Efisiensi penggunaan
karena tidak terbebani
sumber daya tidak maksimal
Tidak ada perdagangan dengan target tertentu yang
harus dicapai
Sistem Ekonomi Komando

Ciri utamanya adalah pemerintah memiliki kendali yang sangat besar terhadap hampir semua
aspek dalam perekonomian tersebut. Saat ini, hampir tidak ada negara yang menganut sistem
ekonomi ini secara mutlak, walaupun sistem ini kerap kali digunakan di negara-negara komunis,
misalnya Korea Utara. Karakteristik, kelebihan dan kelemahan sistem ini akan dijelaskan pada
tabel berikut:

Karakteristik Kelebihan Kelemahan


Pemerintah memiliki kendali
yang besar terhadap proses Masalah ekonomi lebih Inisiatif individu tidak
produksi, distribusi dan mudah dikendalikan berkembang
konsumsi
Pemerintah dapat Masyarakat tidak memiliki
Barang modal dan faktor mempengaruhi harga dan kebebasan untuk memiliki
produksi dimiliki pemerintah jumlah barang yang ada di kekayaan dan sumber daya
pasar ekonomi
Distribusi pendapatan lebih
Hak pribadi tidak diakui Kebebasan individu terbatas
merata
Jenis pekerjaan dan Kebutuhan masyarakat Informasi terbatas dan
pembagian kerja ditentukan terpenuhi secara merata dikendalikan oleh
oleh pemerintah Krisis ekonomi jarang terjadi pemerintah
Sistem Ekonomi Liberal/Pasar

Berkebalikan dengan sistem ekonomi komando (terpusat), bentuk ini memberikan kebebasan
yang besar bagi masyarakat untuk menentukan kegiatan ekonomi yang dilakukan. Karakteristik,
kelebihan dan kelemahan sistem ini akan dijelaskan pada tabel berikut:

Karakteristik Kelebihan Kelemahan


Barang modal dan faktor Individu memiliki kebebasan Persaingan bisa berakibat
produksi dimiliki perusahaan, memilih sesuai dengan adanya ketimpangan antara
perseorangan atau kelompokkeinginannya masing-masingyang kaya dan miskin
masyrakat
Sektor swasta dan
Adanya persaingan
masyarakat melakukan Pemerataan pendapatan
menciptakan kemajuan di
kegiatan ekonomi di semua sulit dilakukan
segala bidang
sektor
Individu diberi kebebebasan
dalam menentukan
pekerjaan, serta menentukanHak miliki diakui
konsumsi yang ingin
dilakukan
Tujuan utama kegiatan Krisis ekonomi mungkin
ekonomi adalah mencari terjadi
laba

Adanya persaingan, baik Kreativitas berkembang


antar individu atau antar
perusahaan dalam kegiatan
ekonomi
Sistem Ekonomi Campuran

Adanya kesadaran bahwa masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kelemahan,


menciptakan apa yang kemudian disebut sistem ekonomi campuran. Ide besar dari sistem ini
adalah berusaha menggabungkan bentuk komando dan pasar agar dapat memperoleh sistem
yang relatif lebih baik. Sistem inilah yang saat ini lazim digunakan oleh banyak negara.
Meskipun demikian, umumnya masing-masing negara memiliki kecenderungannya masing-
masing untuk lebih condong pada sistem ekonomi komando atau pasar. Karakteristik, kelebihan
dan kelemahan sistem ini akan dijelaskan pada tabel berikut:

Karakteristik Kelebihan Kelemahan


Alat produksi vital
(berpengaruh terhadap hajat Monopoli swasta dapat Persaingan dalam kegiatan
hidup orang banyak) dikurangi ekonomi mungkin terjadi
dikuasai oleh negara
Kegiatan perekonomian
dilakukan oleh pemerintah Pertumbuhan ekonomi lebih
dan pihak swasta secara stabil
bersama-sama
Hak milik pribadi diakui
Inisiatif dan kreaivitas
sepanjang tidak Adanya kemungkinan terjadi
berkembang dan didukung
bertentangan dengan krisis
pemerintah
kepentingan umum

Bab 4
Setiap perusahaan memiliki kebijakan masing-masing dalam mengelola karyawan. Akan tetapi,

UU Ketenagakerjaan harus tetap dijadikan patokan. Jangan sampai, inovasi dalam rancangan

peraturan perusahaan bertentangan dengan UUK.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdiri atas 193 pasal. Dari

keseluruhan pasal, Gadjian menyajikan ringkasan isi UU Ketenagakerjaan pada topik-topik

yang sering kita butuhkan.

Tentang Status Karyawan

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengatur perjanjian kerja antara karyawan dengan

perusahaan, yang akan menentukan yang bersangkutan dalam perusahaan itu. Perjanjian

kerja untuk waktu tertentu (PKWT) mengacu pada karyawan kontrak. Perjanjiannya didasarkan

pada jangka waktu tertentu atau selesainya sebuah pekerjaan. Sedangkan perjanjian kerja

untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) merupakan perjanjian kerja untuk karyawan tetap. Pasal

yang mengatur perjanjian kerja untuk karyawan tetap dan karyawan kontrak yakni Pasal 56 –

Pasal 60 UU Ketenagakerjaan. Di dalamnya juga dirinci mengenai jenis-jenis pekerjaan yang

boleh diserahkan kepada karyawan kontrak (PKWT).

Untuk karyawan kontrak, departemen HR harus selalu memperhatikan kapan kontrak kerja

berakhir. Untuk itu, aplikasi HRIS Gadjian menyediakan reminder kontrak karyawan. Dengan

reminder ini, HR punya cukup waktu untuk mengkordinasikan keputusan perusahaan, apakah

karyawan akan dihentikan kontraknya, diperpanjang, atau diangkat sebagai karyawan tetap.

Tentang Upah
“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan”

Untuk mewujudkan Pasal 88 ayat 1 dari UU Ketanagekerjaan di atas, pemerintah kemudian

menetapkan kebijakan-kebijakan pengupahan yang meliputi upah minimum, upah kerja lembur,

upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan

kegiatan lain di luar pekerjaan, upah karena menjalankan hak waktu istirahat, dan lain-lain.

Ditekankan pula dalam UU Ketenagakerjaan tersebut bahwa upah untuk pekerja/karyawan

tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pemerintah. Dalam menetapkan struktur dan skala upah

pun perusahaan perlu memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, serta

kompetensi para karyawannya. Jika perusahaan kemudian menyusun komponen upah

karyawan terdiri atas gaji pokok dan tunjangan tetap, maka persentase gaji pokok minimal 75%

dari total upah tetap.

Penghitungan gaji sendiri pada praktiknya biasa dilakukan bersamaan dengan berbagai macam

komponen kompensasi dan benefit, misalnya tunjangan kehadiran, upah lembur, BPJS,

potongan untuk cicilan kasbon, dan lain-lain. Beruntung saat ini mudah bagi perusahaan untuk

melakukannya dengan cepat dan akurat karena ada payroll software yang andal. Kemudahan

bayar gaji online dan penyediaan slip gaji online menjadi keunggulan tersendiri dari payroll

software Gadjian.

Berdasarkan UU, upah tidak diberikan jika karyawan tidak melakukan pekerjaannya. Namun,

ada beberapa kondisi di mana perusahaan tetap wajib menggaji karyawan yang tidak bekerja.

Kondisi-kondisi tersebut, yaitu:

● Karyawan sakit,
● Karyawati sakit karena haid pada hari pertama dan kedua,
● Karyawan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri
melahirkan atau keguguran, suami/ isteri/ anak/ menantu/ orang tua/ mertua/ anggota
keluarga dalam satu rumah meninggal dunia,
● Sedang menjalankan kewajiban terhadap negara,
● Karyawan menjalankan ibadah agamanya,
● Karyawan telah bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya
dapat dihindari pengusaha,
● Karyawan melaksanakan hak istirahat,
● Karyawan melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha,
● Karyawan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Selengkapnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur soal pengupahan dalam sebelas

pasal, yaitu Pasal 88 s.d. 98.

Tentang Lembur

Pasal 77 UU Ketenagakerjaan mengatur waktu kerja karyawan, yaitu selama 40 jam/minggu (7

jam/hari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam/hari untuk 5 hari kerja). Selebihnya, perusahaan

diwajibkan membayar upah lembur kepada karyawan. Meskipun begitu, UU tersebut juga

membatasi waktu kerja lembur karyawan, yaitu maksimal selama 3 jam/ hari dan 14

jam/minggu. Jangan lupa, penugasan untuk bekerja lembur ini pun harus atas persetujuan

karyawan yang bersangkutan. Untuk perhitungan upah lembur, sudah banyak perusahaan yang

puas hitung lembur dengan Gadjian, sebab prosesnya otomatis dan bisa langsung

diintegrasikan dalam komponen gaji bulanan.

Tentang Cuti dan Istirahat

Dengan berkembangnya teknologi saat ini, karyawan-karyawan di perusahaan pengguna HR

software Gadjian telah dapat menikmati cuti online. Seperti apa aturan cuti itu sendiri di

Indonesia? Dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perusahaan diwajibkan


memberikan waktu istirahat dan cuti bagi karyawannya. Waktu istirahat dan cuti yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

● Istirahat antara jam kerja, minimal 30 menit setelah bekerja selama 4 jam terus
menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung sebagai jam kerja;
● Istirahat mingguan: 1 hari untuk 6 hari kerja/minggu, atau 2 hari untuk 5 hari
kerja/minggu;
● Cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama 12 (dua belas)
bulan terus menerus;
● Istirahat panjang untuk karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-
menerus pada perusahaan yang sama. Total waktu yang dapat digunakan untuk
istirahat panjang minimal 2 bulan, yang dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 bekerja
(masing-masing 1 bulan). Dengan diambilnya cuti panjang oleh karyawan, ia tidak
berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan. Selanjutnya, hal yang
sama berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

Tentang Hak Karyawan Perempuan

Pasal-pasal yang mengatur tentang hak-hak khusus untuk karyawan perempuan, adalah:

● Pasal 81, tentang hak bagi karyawan perempuan yang merasakan sakit untuk tidak
bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid
● Pasal 82 ayat 1, tentang waktu istirahat untuk karyawati (karyawan perempuan) yang
melahirkan
● Pasal 82 ayat 2, tentang hak waktu istirahat bagi karyawati yang mengalami keguguran
● Pasal 83, tentang kesempatan bagi karyawati menyusui anaknya

Baca Juga: 4 Hak Pekerja Wanita yang Wajib HR Ketahui

Tentang Tenaga Kerja Asing

Pemerintah Indonesia pun mengatur tentang tenaga kerja asing melalui UU Ketenagakerjaan

No. 13 Tahun 2003. Bagi perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing, ada

beberapa kewajiban yang perlu diketahui, antara lain:

● Perusahaan wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri


Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan pemberi kerja perseorangan
(bukan perusahaan) dilarang sama sekali untuk mempekerjakan tenaga kerja asing.
● Perusahaan wajib memastikan tenaga kerja asing itu dipekerjakan dalam jabatan dan
waktu yang sesuai dengan Keputusan Menteri terkait hal tersebut
● Perusahaan wajib menunjuk tenaga kerja WNI sebagai tenaga pendamping bagi tenaga
kerja asing yang dipekerjakan, dengan tujuan alih teknologi dan alih keahlian dari
tenaga kerja asing tersebut
● Perusahaan wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja
Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing yang
sedang dipekerjakan
● Perusahaan wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah
hubungan kerjanya berakhir

Lebih lanjut, sebanyak 8 Pasal telah mengatur mengenai keberadaan tenaga kerja asing yang

dipekerjakan di Indonesia, yaitu dari Pasal 42 hingga Pasal 49.

Bab 5

Indeks Harga

Pengertian Index Harga

Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita sudah tidak asing lagi dengan kata harga. Harga dapat
diartikan sebagai jumlah uang (atau alat tukar lain) yang harus dibayarkan untuk produk
ataupun jasa. Harga juga dapat berarti nilai dari sebuah barang ataupun jasa. Ketika kita
mengunjungi sebuah toko pasti setiap barang yang dijual memiliki harga masing-masing.
Namun, harga tersebut pastinya tidak selalu sama dari waktu ke waktu.

Harga barang atau jasa “A” pada hari ini belum tentu sama dengan harga di masa depan
ataupun masa lalu. Perubahan-perubahan harga ini kemudian dicatat serta dihitung rata-
ratanya dan disebut sebagai Indeks Harga. Indeks harga nantinya digunakan sebagai sebuah
alat ukur serta petunjuk bagi perekonomian negara. Pencatatan data dari Indeks harga di
Indonesia sendiri dilakukan oleh Badan Pusat Statistik atau BPS.

Tujuan Perhitungan Indeks Harga

1. Petunjuk dalam pengambilan keputusan serta kebijakan baik oleh pelaku usaha
maupun pemerintah.
2. Sebagai alat ukur dalam melihat dan mengukur tingkat ekonomi pada satu masa ke
masa lain.
3. Mengukur tingkat inflasi sebuah negara.

Macam-macam Indeks Harga

Terdapat 4 macam-macam indeks harga. Berikut penjelasannya:


Indeks Harga Konsumen (IHK)

Indeks Harga Konsumen mencatat, mengukur, serta menghitung harga rata-rata dari barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu periode tertentu. Barang-barang
serta jasa yang dianggap merepresentasikan belanja rumah tannga tersebut kemudian dihitung
rata-ratanya. Di Indonesia, barang-barang yang dijadikan sampel dalam penghitungan IHK
dikelompokkan menjadi 7 kelompok yaitu:

● Bahan Makanan (Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau)


● Perumahan
● Sandang
● Kesehatan
● Pendidikan
● Rekreasi dan Olahraga
● Transpor dan Komunikasi

IHK sendiri dihitung menggunakan rumus:

Contoh: Harga barang A pada tahun 2016 adalah Rp 12.000, sedangkan pada tahun dasar
harga barang tersebut adalah Rp 10.500. Maka IHK pada tahun 2016 adalah:

Dari hasil perhitungan tersebut, ada kenaikan IHK pada tahun 2016 sebesar 14,2% dari harga
pada tahun dasar (114,2 – 100).

Penghitungan Indeks Harga Konsumen kemudian akan digunakan untuk:

● Mengetahui perubahan harga dari sekelompok barang dan jasa yang umumnya
dikonsumsi oleh masyarakat.
● Sebagai pengukur tingkat kenaikan inflasi atau deflasi.
● Menghitung indeks upah serta tunjangan gaji pegawai.
● Penyesuaian nilai kontrak.
● Penentuan Target Inflasi
● Penentuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
● Variabel pembagi pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB).
● Proyeksi perubahan biaya hidup
● Serta indikator dini untuk tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham.

Untuk menghitung tingkat inflasi menggunakan IHK, rumus yang dapat digunakan adalah:

Dimana:

IHKt = IHK pada tahun t

IHKt-1 = IHK pada tahun t-1

Contoh:

Indeks Harga Perdagangan Besar atau Indeks Harga Produsen (IHP)

Indeks Harga Produsen adalah angka indeks yang menggambarkan tingkat perubahan harga
ditingkat produsen (harga pembelian barang oleh produsen). Data IHP ini dapat digunakan
sebagai indikator dini untuk harga grosir maupun harga eceran. Penghitungan IHP juga dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam penyusunan neraca ekonomi (PDB/PDRB), membantu
distribusi barang, margin perdagangan, dll.

Nilai Tukar Petani

Nilai tukar petani merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima oleh petani
dengan indeks harga yang dibayar oleh petani.

● Indeks Harga yang Diterima Petani: Indeks yang mengukur rata-rata perubahan
harga dalam suatu periode dari barang-barang yang dihasilkan oleh petani. Indeks
harga ini kemudian akan digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang yang
dihasilkan petani. Pemerintah juga dapat menggunakan indeks harga ini dalam
penghitungan pendapatan di sektor pertanian.
● Indeks Harga yang Dibayar Petani: Indeks yang mengukur rata-rata perubahan
harga dalam suatu periode dari barang atau jasa yang dikonsumsi oleh petani baik
biaya modal, biaya produksi, konsumsi rumah tangga, pajak, dll. Indeks harga ini
digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh
petani. Pemerintah juga dapat menggunakan indeks harga ini untuk melihat
fluktuasi harga barang-barang yang dibutuhkan petani untuk memproduksi hasil
pertanian.

Indeks Harga Implisit


Walau IHK dan IHP dapat dijadikan sebagai alat ukur dalam penghitungan inflasi, ternyata
penghitungan tersebut masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan IHK dan IHP hanya
melingkupi beberapa jenis barang atau jasa saja (yang dianggap merepresentasikan konsumsi).
Untuk mendapatkan gambaran dari laju inflasi yang lebih akurat, dapat digunakan Indeks Harga
Implisit (GDP Deflator atau Deflator PDB). Indeks Harga Implisit dapat menghitung
perbandingan pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan ekonomi riil.

Pengertian Inflasi

Inflasi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa secara
umum dan terus menerus. Dengan demikian, ketika hanya ada satu atau dua barang saja yang
mengalami peningkatan harga (misalnya harga cabai yang naik luar biasa), hal ini tidak dapat
disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikan ini berdampak meluas pada kenaikan harga
barang-barang lain.

Sumber gambar: thebreakingtimes.com

Inflasi berkebalikan dengan deflasi. Jika inflasi diartikan sebagai kondisi dimana terjadi
peningkatan harga, maka deflasi dapat diartikan sebagai kondisi dimana terjadi penurunan
harga secara umum, seperti yang sempat terjadi di Jepang beberapa tahun belakangan ini.

Jenis Inflasi

Sampai di sini, kita sudah mengetahui pengertian inflasi dan deflasi, namun ada berapakah
jenis inflasi yang mungkin terjadi pada suatu perekonomian? Berikut akan kita bahas satu per
satu:

Jenis inflasi berdasarkan tingkat keparahannya:


● Inflasi rendah, yaitu jenis inflasi yang jumlahnya kurang dari 10% per tahun. Tahun
ini, Bank Indonesia menargetkan pencapaian inflasi Indonesia berada pada kisaran
4% (+/- 1%) sehingga dapat dikategorikan sebagai inflasi rendah.
● Inflasi menengah, yaitu jenis yang besarnya berkisar antara 10-30% per tahunnya
● Inflasi berat, yaitu jenis yang besarnya berkisar 30-100% per tahunnya
● Hyperinflation, adalah kondisi dimana besarnya inflasi per tahun berada di atas
angka 100%. Indonesia pernah mengalami hal ini pada masa Orde Lama, dimana
besarnya inflasi per tahun bisa mencapai kisaran 600% per tahun.

Jenis inflasi berdasarkan sumbernya:

● Inflasi dalam negeri, misalnya terjadi karena peningkatan permintaan masyarakat


yang lebih cepat dibandingkan kemampuan pasar untu memenuhinya
● Inflasi luar negeri, misalnya timbul karena inflasi yang terjadi pada negara lain yang
menyebabkan harga barang-barang impor meningkat, dan ketika barang impor
tersebut digunakan sebagai bahan baku industri, maka inflasi akan mempengaruhi
harga akhir barang-barang tersebut nantinya.

Jenis inflasi berdasarkan faktor penyebabnya:

● Demand pull inflation

Demand pull inflation terjadi ketika permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa relatif
lebih tinggi dibandingkan kemampuan pasar untuk menyediakan kebutuhan tersebut pada
waktu itu. Sebagai contoh, menjelang hari raya, biasanya harga barang-barang kebutuhan
pokok, makanan ringan dan pakaian mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan kebutuhan
masyarakat yang relatif meningkat dibandingkan biasanya.

● Cost push inflation

Cost push inflation terjadi ketika adanya kenaikan harga pada barang-barang mentah yang
diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa, sehingga harga barang dan jasa mengalami
penyesuaian dengan adanya kenaikan harga. Cost push inflation dapat disebabkan oleh
adanya depresiasi nilai tukar, inflasi di negara pengekspor barang mentah, dan dapat pula
terjadi karena adanya bencana alam dan terganggunya sistem distribusi.

Dampak inflasi

Kestabilan harga dapat terjadi jika suatu perekonomian dapat mengendalikan inflasinya.
Kestabilan harga sangat diperlukan agar perekonomian dapat tumbuh secara
berkesinambungan. Selain itu, kegagalan dalam pengendaliannya dapat memberikan dampak
negatif bagi masyarakat, contohnya:

Turunnya pendapatan riil masyarakat


Dampak inflasi yang tinggi dan tidak terkendali salah satunya adalah pendapatan riil
masyarakat terus berkurang. Ambillah contoh, saat ini teman-teman menerima uang saku dari
orang tua sebesar Rp 50.000,00 per hari. Sebelum terjadinya inflasi tinggi, harga satu porsi
bakso di sekolah adalah sebesar Rp 10.000,00 sehingga, teman-teman dapat membelanjakan
seluruh uang sakunya untuk membeli lima porsi bakso. Akan tetapi, setelah terjadinya inflasi
tinggi yang berkepanjangan, Ibu penjaga kantin memutuskan untuk menaikkan harga bakso
yang dijualnya menjadi Rp 20.000,00 per porsi. Padahal, teman-teman tidak menerima
tambahan uang saku dari orang tua. Dengan harga bakso yang baru ini, maka saat ini teman-
teman hanya bisa membeli dua setengah porsi bakso.

Ketidakpastian pelaku ekonomi dalam pengambilan keputusan

Selain turunnya pendapatan riil masyarakat, dampak inflasi yang tidak terkendali lainnya adalah
pelaku ekonomi tidak bisa memperkirakan kondisi ekonomi kedepannya. Sebagai contoh Ayah
Adi berniat ingin membuka warung Mie. Dengan harga-harga saat ini, Ayah Adi yakin bisa
menjual 100 porsi mie sehari dengan harga Rp 15.000,00, dan meraup untung yang lumayan
untuk menghidupi keluarganya. Setelah yakin, Ayah Adi pun mulai mempersiapkan diri untuk
berjualan. Akan tetapi, seminggu kemudian, saat Ayah Adi sudah siap untuk berjualan, harga-
harga bahan makanan mendadak naik tidak terkendali, sehingga mau tidak mau Ayah Adi
harus menaikkan harga, setidaknya mencapai Rp 25.000,00. Akan tetapi dengan harga yang
mahal tersebut, Ayah Adi hanya yakin bisa menjual sebanyak 30 porsi. Karena dirasa tidak lagi
menguntungkan akhirnya Ayah Adi terpaksa membatalkan keinginannya untuk berjualan mie,
sampai harga bahan makanan tidak lagi bergejolak.

Cara Mengatasi Inflasi

Mengingat pentingnya kestabilan harga dalam masyarakat, maka langkah-langkah atau cara
mengatasi inflasi sangat diperlukan. Umumnya, pemerintah memiliki beberapa jenis kebijakan
yang bisa digunakan untuk mengendalikan inflasi, yaitu:

Kebijakan moneter.

Kebijakan moneter umumnya diatur oleh bank sentral. Untuk mengatasi inflasi, kebijakan
moneter yang dilakukan bersifat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, dengan
cara:

Kebijakan pasar terbuka

Kebijakan pasar terbuka dilakukan dengan cara menjual surat SBI (Surat Bank Indonesia)
kepada masyarakat, sehingga uang yang dimiliki masyarakat dapat diserap oleh bank
Indonesia

Kebijakan diskonto

Kebijakan diskonto dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga di masyarakat.
Dengan naiknya tingkat suku bunga, masyarakat akan lebih tertarik untuk menabung karena
akan mendapatkan pendapatan bunga yang lebih besar. Selain itu, bunga yang tinggi juga
mengurangi keinginan orang untuk meminjam uang di bank, sehingga jumlah uang yang
beredar di masyarakat dapat dikurangi.
Kebijakan giro wajib minimum

Kebijakan giro wajib minimum dilakukan dengan cara bank sentral membuat keputusan untuk
meningkatkan cadangan minimum yang harus disimpan oleh bank umum. Dengan demikian,
kemampuan bank umum untuk melakukan transaksi dengan meminjamkan uang akan
berkurang, sehingga jumlah uang beredar juga dapat dikurangi.

Kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal umumnya dilakukan oleh pemerintah, dengan cara mengubah jumlah
penerimaan dan pengeluaran negara, agar jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat
berkurang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Mengurangi pengeluaran pemerintah

Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, pemerintah dapat mengurangi
belanja-belanja dilakukan, misalnya dengan mengurangi rencana kunjungan, seminar,
menunda pengadaan mobil atau rumah dinas baru dan lain sebagainya

Menaikkan tarif pajak

Menaikkan tariff pajak dapat menyebabkan penurunan jumlah uang beredar, karena
mengurangi jumlah pendapatan yang diterima oleh masyarakat (jika dilakukan dengan
peningkatan pajak penghasilan), dan menaikkan biaya yang harus dibayar untuk menikmati
barang atau jasa (jika dilakukan dengan peningkatan pajak pertambahan nilai), sehingga pada
akhirnya mengurangi konsumsi masyarakat dan mengurangi jumlah uang yang beredar di
masyarakat.

Sampai disini, kita sudah membahas mengenai pengertian, jenis dan penyebabnya, dampaknya
serta cara mengatasi inflasi itu sendiri. Sekarang saatnya teman-teman menguji pemahaman
terhadap materi ini dengan menjawab soal-soal berikut ini ya.

Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan dalam upaya mengendalikan perekonomian negara


secara makro untuk mencapai perekonomian yang lebih baik dengan cara mengatur jumlah
uang yang beredar. Perekonomian yang baik sendiri dapat dilihat dari kestabilan harga melalui
tingkat inflasi yang terkontrol.

Lihat juga materi StudioBelajar.com lainnya:


Alat Pembayaran
Pasar Monopolistik
Dalam mengatur jumlah uang yang beredar demi tercapainya tujuan dari kebijakan moneter
serta mengatur inflasi, pemerintah dapat menambah ataupun mengurangi jumlah uang.

● Jika pemerintah memutuskan untuk menambah jumlah uang beredar, maka


pemerintah melakukan kebijakan moneter ekspansif atau monetary expansive.
● Jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka
pemerintah melakukan kebijakan moneter kontraktif atau monetary contractive atau
dapat pula disebut sebagai kebijakan uang ketat atau tight money policy.

Di Indonesia, Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia dalam melaksanakan kebijakan
moneter menganut kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF) dimana
sasaran kebijakannya berfokus pada penggunaan suku bunga.

Sumber: investopedia.com

Tujuan Kebijakan Moneter di Indonesia

Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999, tujuan utama Bank Indonesia sebagai bank
sentral di Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam
menjalankan tugas tersebut, menetapkan serta melaksanakan kebijakan moneter menjadi salah
satu tugas utama Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga bertugas untuk mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank.

Kebijakan moneter memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dapat merupakan kestabilan harga-harga barang dan
jasa (yang tercermin dari inflasi) di Indonesia serta kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing. Untuk menjaga kestabilan serta tingkat inflasi tersebut agar tetap rendah, Bank
Indonesia menggunakan beberapa instrumen kebijakan moneter.

Instrumen Kebijakan Moneter

Ada begitu banyak instrumen yang digunakan dalam mengatur jumlah uang yang beredar demi
terjaganya stabilitas harga, baik instrumen langsung maupun tidak langsung. Beberapa
instrumen utamanya adalah:

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)


Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter tidak
langsung yang sangat penting karena sifatnya yang sangat fleksibel dibandingkan dengan
instrumen lain. OPT dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar
dengan menjual (open market selling) atau membeli (open market buying) surat-surat berharga
milik pemerintah.

● Open Market Selling dilakukan ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang
yang beredar dengan menjual surat-surat berharga yang beredar. Ketika
pemerintah menjual surat-surat tersebut ke masyarakat, maka uang yang
digunakan masyarakat untuk membeli surat tersebut akan masuk ke otoritas
moneter. Akhirnya, uang yang beredar di masyarakat semakin sedikit.
● Open Market Buying dilakukan ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang
yang beredar dengan cara membeli surat-surat berharga yang beredar. Ketika
pemerintah membeli surat berharga dari masyarakat, maka uang yang beredar di
masyarakat akan bertambah.

Di Indonesia, kebijakan moneter berupa OPT dilakukan dengan cara menjual atau membeli
surat-surat berharga yang terdiri dari:

● Sertifikat Bank Indonesia (SBI)


● Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
● Surat Berharga Negara (SBN) yang dibagi menjadi;
○ Surat Utang Negara (SUN) yang terdiri dari Surat Perbendaharaan
Negara (SPN) dan Obligasi Negara termasuk Zero Coupon Bond (ZCB)
dan Obligasi Negara Ritel (ORI)
○ Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) termasuk SBSN Ritel

Ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan menjual
berbagai surat berharga tersebut, sebaliknya ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang
yang beredar maka pemerintah akan membeli kembali berbagai surat-surat berharga yang telah
dijual sebelumnya.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas Diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah pada bank-bank umum
yang meminjam uang kepada bank sentral. Ketika bank-bank umum mengalami kondisi yang
mengharuskan mereka untuk meminjam uang ke bank sentral, pemerintah dapat menggunakan
kesempatan ini untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Jika pemerintah ingin menambah
jumlah uang yang beredar, maka pemerintah akan menurunkan tingkat suku bunga pinjaman
atau diskonto. Ketika tingkat suku bunga pinjaman menurun menjadi lebih murah, maka bank-
bank umum akan lebih tertarik untuk meminjam uang ke bank sentral. Sebaliknya ketika
pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka pemerintah akan menaikan
tingkat suku bunga. Kenaikan suku bunga tersebut akan mengurangi niat bank-bank umum
untuk melakukan pinjaman di bank sentral sehingga pemerintah dapat menekan laju
pertambahan jumlah uang beredar.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)


Rasio Cadangan Wajib atau Cadangan Wajib Minimum merupakan jumlah cadangan minimum
yang wajib dimiliki oleh bank. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar,
maka pemerintah dapat menggunakan instrumen kebijakan moneter berupa mengurangi rasio
cadangan wajib bank. Ketika minimum candangan wajib tersebut berkurang, maka bank
memiliki lebih banyak uang yang dapat diedarkan di masyarakat melalui pinjaman. Sebaliknya
jika pemeritnah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka pemerintah dapat
menambah jumlah minimum cadangan wajib bank sehingga bank memiliki uang yang lebih
sedikit untuk diedarkan.

4. Imbauan Moral (Moral Persuasion)

Instrumen kebijakan moneter berupa imbauan moral dapat dilakukan oleh bank sentral untuk
mengontrol jumlah uang yang beredar melalui berbagai hal. Bank sentral dapat mengimbau
bank-bank umum untuk menurunkan atau menaikan suku bunga pinjamannya. Bank sentral
juga dapat memberikan saran kepada bank-bank tersebut untuk hati-hati dalam memberikan
pinjaman kredit kepada masyarakat ataupun membatasi keinginannya untuk meminjam uang
kepada bank sentral melalui Fasilitas Diskonto.

Selain 4 instrumen tersebut, Bank Indonesia memiliki beberapa instrumen kebijakan moneter
lainnya seperti:

1. Kredit Langsung yaitu Bank Indonesia memberikan kredit secara langsung kepada
sektor, program, proyek, ataupun kegiatan yang sifatnya mendesak dan harus
diprioritaskan. Kredit langsung ini akan menambah jumlah uang yang beredar di
masyarakat karena digunakan untuk membiayai program ataupun kegiatan yang
diprioritaskan.
2. Penetapan Uang Muka Impor dimana para importir diwajibkan untuk membayar
sejumlah persentase tertentu sebagai uang muka untuk pembelian valuta asing
yang mereka perlukan untuk mengimpor barang dari luar negeri. Dengan
ditetapkannya instrumen ini, pemerintah dapat mengatur jumlah uang yang beredar
dari sisi impor dan dapat mengontrol devisa negara.
3. Fasilitas Overdraft (Overdraft Window) dimana Bank Indonesia akan menyediakan
fasilitas pinjaman yang berjangka sangat pendek kepada bank-bank yang
mengalami kesulitan likuiditas (pencairan) jangka pendek. Suku bunga yang
diterapkan pada fasilitas ini lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pinjaman lain
sehingga dapat mengontrol jumlah uang yang beredar.
4. Intervensi Rupiah dimana Bank Indonesia melakukan pinjam meminjam dana
secara langsung di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dalam jangka waktu overnight
sampai dengan 7 hari demi membantu instrumen kegiatan Operasi Pasar Terbuka.
5. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah instrumen yang pada awalnya
dibuat oleh Bank Indonesia sebagai fasilitas untuk bank-bank syariah, namun tidak
menutup kemungkinan SWBI ini digunakan untuk membantu Operasi Pasar
Terbuka. Pelaksanaan SWBI tidak dilakukan secara lelang melainkan membuka
window sehingga memiliki kemiripan dengan fasilitas simpanan bank sentral.

Operasi Moneter Bank Indonesia


Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui OPT dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, OPT merupakan kegiatan transaksi jual beli di pasar uang untuk
mengontrol jumlah uang yang beredar. Standing Facilities merupakan penyediaan serta
penyimpanan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada bank umum. OPT sendiri dilakukan atas
inisiatif Bank Indonesia, sementara Standing Facilities dilakukan atas inisiatif bank umum,

Sumber: bi.go.id

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, kebijakan moneter OPT dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu Absorpsi Likuiditas (Open Market Selling) serta Injeksi Likuiditas (Open Market Buying).
Untuk Standing Facilities, Bank Indonesia dapat menyediakan dana rupiah kepada bank-bank
umum yang mengalami kesulitan dengan merepokan (meminjamkan dana dengan jaminan
surat berharga) surat berharga yang dimiliki bank tersebut kepada Bank Indonesia atau disebut
sebagai Lending Facility. Selain itu Bank Indonesia dapat digunakan sebagai penempatan dana
rupiah oleh bank-bank umum ketika bank tersebut memiliki dana yang berlebihan (Deposit
Facility).

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara meningkatkan
atau mengurangi pendapatan dan belanja negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
seperti mengurangi jumlah penganguran atau mencapai pertumbuhan ekonomi yang sudah
ditargetkan. Instrumen utama yang digunakan untuk melakukannya adalah pengeluaran
pemerintah dan pajak.

Contoh kebijakan fiskal

● Menaikkan jumlah pajak dan jenis pajak


● Mewajibkan kepemilikan NPWP (nomor pokok wajib pajak)
● Melakukan penghematan pengeluaran negara
● Melakukan pinjaman negara, misalnya dengan mengeluarkan obligasi pemerintah

Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)

Rencana belanja dan target penerimaan di Indonesia diatur dalam APBN (anggaran
pendapatan dan belanja negara). Berikut adalah contoh dari APBN beserta asumsi dasar yang
digunakan dalam penyusunannya:

Sumber: nota keuangan APBN 2015!


Pendapatan negara

Pendapatan negara dalam APBN secara umum terbagi menjadi dua, yaitu pendapatan yang
berasal dari pajak dan pendapatan non pajak. Pendapatan non pajak umuimnya diperoleh dari
bagian laba BUMN.

Belanja negara

Secara umum belanja negara dapat dibagi menjadi belanja pemerintah pusat serta transfer ke
daerah dan dana desa.

Tujuan kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal memiliki beberapa tujuan, diantaranya:

● Menciptakan stabilitas perekonomian


● Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
● Menciptakan lapangan pekerjaan
● Menciptakan keadilan dalam distribusi pendapatan

Jenis kebijakan fiskal berdasarkan teori:

● Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional: mengatur pengeluaran pemerintah


dengan memperhatikan pengaruhnya pada peningkatan kesempatan kerja
● Kebijakan pengelolaan anggaran: mengatur pengeluaran pemerintah, penerimaan
pajak dan pembiayaan untuk mencapai stabilitas perekonomian
● Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis: mengatur jumlah pengeluaran pemerintah
dengan menimbang dan menganalisa biaya dan manfaat dari berbagai
pengeluaran yang dilakukan

Jenis-jenis kebijakan anggaran berdasarkan perbandingan jumlah penerimaan dan pengeluaran

● Anggaran seimbang

Anggaran disusun dengan jumlah total pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran total
sehingga stabilitas ekonomi dapat terjaga.

● Anggaran dinamis

Memiliki ciri-ciri anggaran yang selalu meningkat dibanding dengan tahun anggaran
sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan berusaha meningkatkan pendapatan dan melakukan
penghematan pada sisi pengeluaran sehingga tabungan pemerintah dapat meningkat.
● Anggaran defisit

Memiliki ciri dimana anggaran disusun dengan jumlah pengeluaran lebih besar dibanding
dengan pendapatan negara. Hal ini umumnya diatasi dengan beberapa kebijakan, diantaranya:
menciptakan uang baru, melakukan pinjaman (dalam/luar negeri). Mulai tahun 2000 APBN di
Indonesia disusun dengan menggunakan format anggaran defisit yang dibiayai dengan sumber-
sumber pembiayaan dalam negeri.

● Anggaran surplus

Memiliki ciri dimana jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah pengeluaran total pemerintah.

Contoh soal:

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan instrumen pendapatan dan
pengeluaran negara disebut dengan…….

a. Kebijakan ekonomi

b. Kebijakan fiskal

c. Kebijakan moneter

d. Kebijakan defisit

e. Kebijakan surplus

Pembahasan

Jawaban yang benar untuk pertanyaan di atas adalah kebijakan fiskal (b). Kebijakan ekonomi
merupakan kebijakan secara umum yang mencakup kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Kebijakan moeneter adalah kebijakan yang dilakukan dengan menggunakan instrumen jumlah
uang beredar. Sementara itu, defisit dan surplus adalah istilah dalam kebijakan anggaran yang
digunakan untuk menentukan APBN suatu negara.

Kontributor: Agnestesia Putri, S.E.

Alumni Ilmu Ekonomi UI

APBN & APBD

Pengertian APBN

APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (UU APBN 2018) yang
bertujuan untuk pembagunan Indonesia. APBN ini mencatat seluruh pendapatan yang diterima
negara serta belanja atau pengeluaran pemerintah tiap tahunnya (1 Januari – 31 Desember).
Penyusunan APBN Indonesia sendiri dilakukan oleh Kementerian Keuangan RI yang kemudian
disetujui oleh DPR.

Tujuan Penyusunan APBN

Penyusunan APBN dilakukan untuk membiayai segala kepentingan negara demi mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih baik. Dari rincian APBN tersebut, pemeritah dapat melihat
seberapa besar penerimaan negara yang diterima serta berapa besar biaya yang harus
dibayarkan negara di tahun anggaran berjalan.

Fungsi APBN

APBN kemudian digunakan sebagai sumber pendanaan bagi pelaksanaan trilogi pembangunan
yang mencakup: pertumbuhan, pemerataan, dan stabilisasi ekonomi. Tiga trilogi pembangunan
ini sendiri merupakan sebuah realisasi dari teori tentang tiga fungsi fiskal yaitu:

1. Alokasi barang publik (allocation)

Merupakan fungsi yang bertugas untuk menyediakan barang publik (public goods provision)
yang diharapkan dapat memberikan eksternalitas positif bagi investasi guna memacu
pertumbuhan ekonomi. Contoh alokasi barang publik tersebut adalah jalan raya, sekolah,
pelayanan kesehatan, dll.

2. Distribusi pendapatan (distribution)

Merupakan fungsi APBN dalam rangka memperbaiki distribusi pendapatan. Instrumen yang
paling utama digunakan dalam memacu distribusi pendapatan adalah pajak dan subsidi. Pajak
dan konsumsi ini memiliki dampak langsung yang dapat mempengaruhi ataupun mengarahkan
keinginan kerja dan konsumsi masyarakat.

3. Stabilisasi perekonomian (stabilization)

Fungsi stabilisasi berkaitan erat dengan politik anggaran, tergantung keadaan ekonomi yang
sedang terjadi. Dalam kondisi resesi (melemahnya pertumbuhan ekonomi), sebaiknya
pemerintah menempuh politik anggaran deficit (budget deficit) untuk mendorong permintaan.
Dalam kondisi ekonomi membaik (recovery), pemerintah sebaiknya menempuh politik anggaran
surplus untuk menekan laju inflasi. Selain dua pilihan tersebut, ada pilihan lain yaitu anggaran
berimbang (balance budget) yang dapat digunakan pada masa resesi ataupun pemulihan.

Mekanisme Penyusunan APBN

Sebelum melakukan penyusunan, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan seperti
asumsi ekonomi makro. Asumsi-asumsi tersebut kemudian menjadi acuan analisis dalam
penyusunan APBN. Asumsi tersebut adalah:
1. Keadaan ekonomi global yang diperkirakan mengalami pertumbuhan lebih baik
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya
2. Proses pemulihan ekonomi diharapkan didukung oleh situasi politik, sosial, dan
keamanan yang kondusif, sehingga dapat mengalami pertumbuhan yang lebih baik
dari tahun sebelumnya
3. Harga minyak bumi di pasar internasional diperkirakan lebih rendah dibandingkan
dengan harga minyak bumi yang diasumsikan pada tahun sebelumnya
4. Pengerahan serta penggalian sumber-sumber penerimaan perpajakan perlu
ditingkatkan
5. Tersedianya barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari dalam jumlah banyak dan
merata dengan harga yang stabil serta dapat diakses oleh rakyat banyak
6. Kepastian sistem pembiayaan daerah yang adil, proposional, rasional, transparan,
parsitipatif, dan bertanggung jawab

Untuk APBN tahun 2018 sendiri, Kementerian Keuangan RI menyusun asumsi dasar ekonomi
makro sebagai landasan penyusunan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,4 persen


2. Inflasi dapat terkendali dalam kisaran 3,5 persen
3. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS adalah Rp 13.400
4. Tingkat suku bunga SPN (Surat Perbendaharaan Negara) sebesar 5,2 persen
5. Indonesia Crude Price (ICP atau harga minyak mentah di Indonesia) diperkirakan
rata-rata mencapai USD 48 per barel.
6. Lifting minyak dan gas bumi tahun 2018 diperkirakan masing-masing mencapai 800
ribu barel per hari dan 1.200.000 barel setara minyak per hari.

Jumlah besaran ekonomi makro diatas sangat dipengaruhi faktor luar (global) serta dalam
negeri (domestik). Pengaruh faktor global meliputi harga komoditas, isu perdagangan
internasional, serta keadaan geo politik. Pengaruh faktor domestik meliputi tingkat kepercayaan
serta daya beli masyarakat, keyakinan pelaku usaha, kredit dan investasi langsung, perbaikan
neraca pembayaran, serta penguatan cadangan devisa.

Secara singkat, alur penyusunan APBN terdiri dari:

1. Penyusunan RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional) oleh


lembaga-lembaga terkait berdasarkan hasil analisis dari asumsi-asumsi
makroekonomi.
2. Pemerintah akan mengajukan RAPBN tersebut kepada DPR untuk didiskusikan
lebih lanjut apakah RAPBN tersebut dapat disetujui atau tidak.
3. Jika DPR menyetujui RAPBN tersebut, maka DPR akan mengesahkannya menjadi
APBN. Jika DPR menolak RAPBN tersebut, maka pemerintah harus menggunakan
APBN yang terdahulu.

Pada praktiknya, Kementerian Keuangan RI mencatat secara rinci tahap-tahap penyusunan


APBN. Berikut adalah alur penyusunan APBN 2018:
1. Januari – Maret 2017 ==> Penyusunan kapasitas fiskal
2. 9 Mei 2017 ==> SB Pagu Indikatif Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
3. 19 Mei 2017 ==> Penyampaian KEM PPKF kepada DPR
4. 19 Mei – 5 Juni 2017 ==> Pembicaraan Pendahuluan RAPBN TA 2018
5. 16 Agustus 2017 ==> Pidato Presiden Penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN
TA 2018
6. 25 Oktober 2017 ==> Sidang Paripurna Penetapan APBN 2018 (oleh DPR)
7. 22 November 2017 ==> UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN tahun 2018
8. 30 November 2017 ==> Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2017 tentang Rincian
APBN TA 2018
9. 6 Desember 2017 ==> Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

Susunan APBN

Seiring dengan berjalannya waktu, struktur ataupun postur APBN Indonesia mengalami
beberapa perubahaan. Postur APBN pada tahun 2018 ini terdiri dari:

A. Pendapatan Negara

Pendapatan negara sendiri dapat diperoleh melalui:

● Penerimaan Perpajakan
● Penerimaan Negara Bukan Pajak

B. Belanja Negara

Belanja negara dibagi menjadi dua yaitu:

● Belanja Pemerintah Pusat, meliputi;


○ Belanja K/L (Kementerian dan Lembaga)
○ Belanja Non K/L (Pembayaran bunga utang, subsidi, belanja lain-lain)
● Transfer ke Daerah dan Dana Desa, meliputi;
○ Transfer ke Daerah (Dana bagi hasil, dana alokasi umum)
○ Dana Desa

C. Keseimbangan Primer

D. Surplus/Defisit Anggaran (Pendapatan Negara – Belanja Negara atau A – B)

E. Pembiayaan Anggaran

● Pembiayaan utang
● Pembiayaan Investasi
● Pemberian Pinjaman
● Kewajiban Penjaminan
● Pembiayaan Lainnya

Berikut adalah Infografik dari Kementerian Keuangan RI terkait Postur APBN 2018

Sumber: Kementerian Keuangan RI

Pengertian APBD

APBD atau Anggarapn Pendapatan Belanja Daerah merupakan rencana keuangan tahunan
oleh pemeritah daerah di Indonesia. Jika APBN sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah
pusat disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), penyusunan APBD disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penyusunan APBN dilakukan oleh otoritas daerah sesuati
dengan Peraturan Daerah (Perda) masing-masing wilayah.

Tujuan utama dari APDB adalah sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengatur
pendapatan daerah serta pengeluaran daerah demi kesejahteraan daerah. APDB juga
bertujuan sebagai koordinator pembiayaan dalam pemerintahan daerah dan menciptakan
transparasi dalam anggaran pemeritah daerah.

Fungsi APBD

APBD juga memiliki fungsi seperti APBN yaitu:

1. Fungsi Otoritas
APBD menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendapatan serta belanja negara pada TA
tertentu.

2. Fungsi Perencanaan

APBD berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan anggaran keuangan daerah pada TA
tertentu.

3. Fungsi Pengawasan

APBD berfungsi untuk mengawasi kinerja dari pemerintah daerah dalam meningkatkan
perekonomian daerah

4. Fungsi Alokasi

APBD berfungsi sebagai pedoman dalam alokasi dana yang tepat bagi peningkatan
perekonomian daerah. Alokasi penggunaan dana APBD haruslah sesuai dengan tujuan
peningkatan perekonomian tersebut.

5. Fungsi Distribusi

APBD haruslah didistribusikan secara merata dan adil

6. Fungsi Stabilitas

APBD harus dapat menjadi instrumen dalam kestabilan ekonomi daerah.

Mekanisme Penyusunan APBD

Mirip dengan APBN, alur penyusunan APBD adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah menyusun RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah).
2. Pemerintah daerah akan mengajukan RAPBD tersebut kepada DRPD untuk
dirapatkan apakan RAPBD tersebut disetujui atau tidak.
3. Jika DPRD memutuskan untuk menyetujui RAPBD, maka RAPBD akan disahkan
menjadi APBD.

Susunan APBD

1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah didapatkan dari:

● Pendapatan Asli Daerah


○ Pajak Daerah (PBB, Pajak Cukai, Pajak Penghasilan, dll)
○ Retrebusi Daerah
○ Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
○ Pendapatan Asli Daerah Lain-Lain
● Dana Perimbangan
○ Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
○ Dana Alokasi Khusus
● Pendapatan Daerah Lain-Lain yang Sah
○ Pendapatan Hibah
2. Belanja Daereah

Rincian belanja daerah yaitu:

● Belanja Tidak Langsung


○ Belanja Pegawai
○ Belanja Bunga
○ Belanja Subsidi
○ Belanja Hibah
○ Belanja Bantuan Sosial
○ Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Pemerintah Desa dan Partai Politik
● Belanja Langsung
○ Belanja Pegawai
○ Belanja Barang dan Jasa
○ Belanja Modal
3. Pembiayaan

Tergantung kondisi APBD yang deficit atau surplus (Penerimaan – Belanja). Jika APBD
mengalai defisit, maka pemerintah harus membayar kekurangan biaya tersebut. Sedangkan jika
terjadi surplus, maka pemerintah akan menerima kembali dana lebih tersebut.

Bab 8

Ringkasan Pajak
Pengertian Hukum Pajak

1. Pengertian Hukum Pajak


2. Hukum Pajak (Hukum Fiskal) adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi
wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya
kembali kepada masyarakat melalui kas Negara. Hukum Pajak merupakan bagian dari
Hukum Publik yang mengatur hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau
badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (Wajib Pajak). Hukum Pajak
memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana.
Pengertian Pajak

Sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 16 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(UU KUP 2007), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat

Ciri-ciri yang Melekat pada Pengertian Pajak


Merujuk pada pengertian pajak di atas, ada ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:

1. kontribusi wajib kepada negara;


2. terutang oleh orang pribadi atau badan;
3. bersifat memaksa;
4. berdasarkan Undang-Undang;
5. tidak ada imbalan secara langsung; dan
6. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Fungsi Pajak
Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu
negara.Pajak antara lain memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)


2. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dalam APBN Pajak merupakan sumber
penerimaan dalam negeri.
Fungsi Mengatur (Regulatoir)
3. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang
sosial dan ekonomi, misalnya PPn BM untuk minuman keras dan barang-barang mewah
lainnya.
Fungsi Redistribusi
4. Dalam fungsi redistribusi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam
masyarakat.Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak dengan
adanya tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat penghasilan yang lebih tinggi.
Fungsi Demokrasi

Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan
dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.

Perbedaan Pajak dengan Jenis Pungutan Lainnya

1. Pajak vs. Retribusi


2. Retribusi berbeda dengan pajak. Retribusi pada umumnya memiliki kontraprestasi
langsung karena pembayaran retribusi tersebut semata-mata ditujukan untuk
mendapatkan prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya Iuran IMB, karcis terminal, dan
iuran kebersihan.
Unsur paksaan dalam pajak bersifat pidana dan administratif, sedangkan dalam retribusi
bersifat ekonomis.
Pajak vs. Sumbangan

Pengertian sumbagan tidak boleh dicampuradukkan dengan retribusi.. Mekipun pemberi


sumbangan (pembayar) tidak memperoleh kontraprestasi langsung,dalam sumbangan dapat
diketahui pihak yang menerima sumbangan

Perlawanan terhadap Pajak


Peran aktif dan kesadaran masyarakat pembayar pajak sangat diperlukan dalam pembayaran
pajak. Namun demikian, tidak jarang terdapat berbagai perlawanan dari masyarakat pembayar
pajak terhadap pungutan pajak. Hal ini dikarenakan pajak merupakan pungutan yang bersifat
memaksa. Berbagai perlawanan masyarakat terhadap pungutan pajak dapat dibedakan
sebagai berikut :

● Perlawanan Pasif
● Perlawanan pasif ini berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan
mempunyai
hubungan erat dengan struktur ekonomi suatu negara dengan perkembangaan
intelektual dan
moral penduduk dan dengan tehnik pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan pasif juga
ada
apabila sistem kontrol tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat dilakukan.
Perlawanan Aktif
1. Penghindaran diri dari pajak, yaitu pajak dapat dengan mudah dihindari dengan
tidak melakukan perbuatan yang dapat dikenakan pajak atau Tax Avoidance.
2. Pengelakan/penyelundupan pajak, yaitu penghindaran pajak dengan cara
pengelakan dilakukan dengan cara-melanggar hukum (ilegal) atau Tax Evasion.
3. Melalaikan pajak, yaitu menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan
menolak memenuhi ketentuan formal yang harus dipehuni, misalnya dengan
cara menghalangi proses penyitaan.

Pembagian Hukum Pajak


Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan
wajib pajak. Berdasarkan materinya, hukum pajak dibedakan menjadi:

● Hukum Pajak Materiil


● Hukum Pajak Materiil ini memuat norma-norma yang menerangkan keadaan perbuatan,
peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak
(subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.
Contoh hukum pajak materil adalah Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Hukum Pajak Formal
● Hukum Pajak Formal ini memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan. Hukum pajak formal ini antara lain memuat :

1. Tata Cara Penetapan Utang Pajak


2. Hak-hak fiskus untuk mengawasi Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan
peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak.Kewajiban Wajib Pajak, misalnya
menyelenggarakan pembukuan/ pencatatan dan hak-hak wajib pajak keberatan
dan banding. Contoh hukum pajak formal adalah Undang-undang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan atau UU KUP.

Jenis dan Pembagian Pajak

● Menurut Golongan
1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan
kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang
bersangkutan., misalnya PPh.
2. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke
pihak lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai atau PPN.
● Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya, yang
selanjutanya dicari syarat objectifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri
wajib pajak, misalnya PPh.
2. Pajak Objektif yaitu pajak yang didasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak, misalnya PPN dan PPn BM (Pajak Penjualan atas
Barang Mewah).
● Menurut Pemungutnya
1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai Rumah Tangga Negara. Contohnya adalah PPh, PPN & PPn
BM, dan Bea Materai.
2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohanya adalah Pajak Reklame
serta Pajak hotel dan Restoran.

Cara Pemungutan Pajak

● Stelsel Pajak
● Cara pemungutan pajak didasarkan pada tiga stelsel, yaitu:

1. Stelsel Nyata (riil stelsel)


2. Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah
penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini lebih
realistis. Kelemahannya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah
penghasilan riil diketahui) .
Stelsel Anggapan (Fictif stelsel)
3. Pengenaan Pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur leh undang-
undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak
dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun.
Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sebenarnya.Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada awal
tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya paak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar daripada menurut anggapan, WP harus melunasi kekurangannya.
Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil WP dapat meminta kembali kelebihan pajak yang
telah di bayar.

● Sistem Pemungutan
1. Official Assessment System
2. Sistem ini memberi kewenangan pemerintah untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang. Ciri-ciri Official Assesment adalah
- Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terutang berada pada fiscus.
- Wajib Pajak bersifat Pasif
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
Self Assessment System
3. Sistem ini memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib
pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar.
Withholding System

Sistem pemungutan pajak ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

● Asas Pemungutan Pajak


1. Asas tempat tinggal
2. Negara mempunyai hak untuk memungut pajak dari seluruh penghasilan wajib
pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak
Asas Kebangsaa
3. Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini
diperlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
untuk membayar pajak.
Asas Sumber.
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari suatu
negara yang memungut pajak

Tarif Pajak

● Prosentase Tarif Pajak


● Dalam Pajak Penghasilan prosentase tarif dibedakan :

1. Tarif Marginal
2. Presentase tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak,
misalnya tarif PPh.
Tarif Efektif
● Presentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas dasar pengenaan
pajak tertentu. Misalnya, jika diketahui Penghasilan Kena Pajaknya sebesar Rp 30 juta,
dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh, pajaknya dapat dihitung sebesar Rp
1.750.000 (5% x Rp 25 juta + 10% X Rp 5 juta). Dengan demikian, tarif efektifnya adalah
Rp 1,75 juta / Rp 30 juta atau setara dengan 5.83%.Struktur Tarif Pajak
● Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak dikenal empat
macam tarif,yaitu:

1. Tarif pajak proporsional/sebanding, yaitu persentase tetap terhadap jumlah


berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak, contohnya tarif 10% untuk
PPN.
2. Tarif pajak progresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin besar, misalnya
tarif PPh.
3. Tarif pajak degresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya semakin menurun
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin besar.
4. Tarif pajak tetap; dalam tarif ini ditetapkan tarif dengan jumlah yang tetap (sama
besarnya) terhadap berapa pun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Contohnya, tarif bea materai.

Bagaimana Menafsirkan Peraturan Pajak?


Sudah disadari bahwa menafsirkan undang-undang bukan merupakan pekerjaan yang
sederhana, termasuk peraturan perpajakan. Sering adanya perbedaan interpretasi peraturan
antara WP dengan petugas pajak dapat menghambat proses restitusi dan berpotensi
merugikan WP maupun Negara. Kompleksitas peraturan perpajakan yang ada, baik dari segi
kalkulasi maupun ketepatan interpretasi atas pasal-pasal dan ayat-ayat yang ada, sering
memunculkan banyak argumen yang berbeda. Untuk itu, Dirjen Pajak acapkali menerbitkan
Surat Edaran atau Petunjuk Pelaksanaan. Diharapkan dengan bahasa yang jelas dan tegas,
setiap KPP dan wajib pajak mempunyai persepsi yang sama dalam menjabarkan peraturan
perpajakan dari tingkat undang-undang sampai dengan keputusan/peraturan Dirjen Pajak.
Meskipun demikian, tidak selamanya bahasa yang jelas dan tegas dalam setiap Surat Edaran
bisa memuaskan wajib pajak.

● Rechtmatigheid & Doelmatigheid


● Di dalam dunia hukum dikenal metode interpretasi, yaitu

1. metode interpretasi yang bertumpu pada teks peraturan atau legalitas hukum
(rechtmatigheid) dan
2. metode interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan
(doelmatigheid).
● Prinsip ‘rechtsmatigheid’ itu harus diterapkan secara berimbang dengan prinsip
‘doelmatigheid’. Setiap aturan hukum mengandung di dalam dirinya tujuan yang hendak
dicapai yang diidealkan memberi manfaat (asas kemanfaatan) bagi kehidupan bersama
dalam masyarakat. Nilai tujuan atau manfaat ini tidak boleh terganggu atau diabaikan
begitu saja hanya karena soal cara dan prosedur yang bersifat teknis. Namun,
sebaliknya, tujuan juga tidak boleh menghalalkan segala cara (the end may not justify
the means). Karena itu, penting sekali menemukan titik keseimbangan di antara
keduanya.Keadilan Pajak dalam Rechtmatigheid & Doelmatigheid

Sudah sangat jelas bahwa di masa transisi ini, sistem hukum perpajakan di Indonesia sedang
mengalami penataan kembali. Dengan sendirinya, banyak sekali terdapat kekurangan di sana
sini sehingga prinsip ‘rechtsmatigheid’ tidak dapat sepenuhnya diandalkan atau dijadikan
andalan dalam mewujudkan keadilan pajak. Karena itu, demi keseimbangan antara asas
kemanfaatan dan asas legalitas, para pelaku di bidang perpajakan, baik aparat pajak maupun
wajib pajak, sudah seharusnya mengutamakan prinsip ‘doelmatigheid’ dulu sebagai
prioritaspertama, sambil tetap berusaha menerapkan prinsip ‘rechtsmatigheid’ berdasarkan
asas legalitas. Dengan demikian, petugas pajak tidak hanya menjadi mulut undang-undang
perpajakan dalam arti formal, tetapi lebih jauh lagi merupakan mulut, tangan, mata dan telinga
serta sekaligus pencium rasa keadilan pajak dalam arti yang lebih sejati.

NPWP UNTUK ORANG PRIBADI


Pemberian NPWP dan Pengukuhan PKP (Pasal 2)

1. Kewajiban perpajakan WP dimulai sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif


paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Wanita kawin yang tidak pisah harta dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
sebagai sarana untuk memenuhi hak dan kewajiban perpajakan atas namanya sendiri.
3. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
4. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
5. Di dalam Pasal 2 UU PPh subjek pajak badan dibagi lagi menjadi subjek pajak dalam
negeri (SPDN) dan subjek pajak luar negeri (SPLN). Uraian SPDN SPLN

Contoh:
Tn Lee (WN Singapura) baru bekerja di Indonesia mulai 1 Oktober 2009 untuk
jangka waktu 12 bulan di PT ABG. Penghasilannya sebesar Rp 100 jt mulai dibayar
di bulan Oktober 2009. Apakah Tn Lee tersebut merupakan SPLN atau SPDN
untuk tahun 2009?
Jawab:
Sesuai dgn Pasal 2 UU PPh, jika Tn Lee tinggal di Indonesia pada saat mulai
bekerja, Tn Lee sudah bisa dianggap menjadi resident taxpayer dan harus memiliki
NPWP. Ph-nya dipotong PPh Pasal 21 oleh PT ABG. Namun demikian, jika
ternyata tidak tinggal di Indonesia, Tn Lee tetap menjadi SPLN. Hal demikian hrs
dibuktikan dgn paspornya.

B. Penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP

● Penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:


1. diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau ahli
warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
2. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
3. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
atau
4. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari
Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
● Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan
atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu:
1. 6 bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau
2. 12 bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara
lengkap
● Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat
melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
● Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan
atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap

.
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
A. Penghasilan Orang Pribadi
1. Objek PPh (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)
Rincian objek PPh untuk wajib pajak orang pribadi terlihat pada SPT PPh Orang Pribadi seperti
terlihat pada bagian akhir dari pembahasan ini. Secara ringkas penghasilan yang menjadi objek
PPh untuk orang pribadi adalah:
a) Penghasilan neto dalam negeri dari usaha dalam bidang perdagangan, jasa,
manufaktur, pertanian, peternakan, perkebunan, atau pekerjaan bebas
b) Penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan
c) Penghasilan neto dalam negeri lainnya
d) Penghasilan neto luar negeri.
2. Objek PPh Final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh)
Pengaturan objek PPh Final sesuai dengan Pasal 4(2) UU PPh untuk wajib pajak orang pribadi
tidak berbeda dengan wajib pajak badan sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan
sebelumnya.
3. Non Objek PPh (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk
1. zakat yang diterima oleh penerima zakat yang berhak
2. sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah dan sepanjang tidak ada hubungan dengan
* usaha,
* pekerjaan,
* kepemilikan, atau
* penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
b. harta hibah yang diterima oleh
1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, atau
2. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan sepanjang tidak ada hubungan
dengan
* usaha,
* pekerjaan,
* kepemilikan, atau
* penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
c. Warisan
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali
yang diberikan oleh
1. bukan Wajib Pajak,
2. Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau
3. Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
1. asuransi kesehatan,
2. asuransi kecelakaan,
3. asuransi jiwa,
4. asuransi dwiguna, dan
5. asuransi bea siswa
f. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
1. perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
2. persekutuan,
3. perkumpulan,
4. firma, dan
5. kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
g. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

B. Penggabungan Penghasilan Global (Worldwide Income)


Dalam rangka menentukan besarnya penghasilan global, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002 mengatur bahwa penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri
dilakukan sebagai berikut:

● Penghasilan dari Usaha


● Penggabungan penghasilan dari usaha yang bersumber dari luar Indonesia dilakukan
dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut. Penghasilan dari kegiatan ekspor
barang dan jasa, serta dari pengoperasian cabang di luar negeri adalah contoh dari
penghasilan dari usaha.Untuk penghasilan dari anak perusahaan di luar negeri,
Indonesia menerapkan sistem pemajakan dengan pendekatan separate legal entity,
yang artinya penghasilan induk dan anak perusahaan tidak dikonsolidasi. Anak
perusahaan di luar negeri dianggap sebagai entitas tersendiri yang keluar dari jurisdiksi
pemajakan Indonesia. Pemajakan akan terjadi apabila anak perusahaan tersebut
membagikan dividen kepada Wajib Pajak dalam negeri, namun dividen tidak termasuk
dalam pengertian penghasilan dari usaha.
Penghasilan TKI di Luar Negeri
● Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-2/PJ/2009, yang dimaksud dengan
Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi Warga Negara Indonesia yang
bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan.Pekerja Indonesia di Luar Negeri atau TKI (Tenaga Kerja
Indonesia) tersebut merupakan Subjek Pajak Luar Negeri. Atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Pekerja Indonesia di Luar Negeri di atas sehubungan dengan
pekerjaannya di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai Pajak
Penghasilan di Indonesia. Akan tetapi, dalam hal Pekerja Indonesia di Luar Negeri di
atas menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia maka atas penghasilan
tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.
Penghasilan Lainnya
● Penggabungan penghasilan lainnya yang bersumber dari luar Indonesia dilakukan
dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut. Yang dimaksud dengan
penghasilan lainnya adalah penghasilan selain penghasilan dari usaha. Biasanya,
penghasilan ini berupa passive income, seperti bunga, dividen, dan royalti. Pemajakan
atas passive income, seperti dividen (dari direct investment maupun portfolio
investment), bunga, sewa, dan royalti yang berasal dari sumber di luar negeri akan
dilakukan apabila penghasilan tersebut diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri (on
remittance basis).
Penghasilan Berupa Dividen Tertentu
● Penggabungan penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2)UU PPh dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut
ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Dividen yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) adalah dividen yang diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri yang:

1. memiliki sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang
disetor pada badan usaha di luar negeri; atau
2. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki
sekurangkurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor
pada badan usaha di luar negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di
beberapa negara tertentu yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek.
● Untuk penghasilan berupa dividen tertentu tersebut, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor
256/PMK.03/2008 menetapkan bahwa saat diperolehnya dividen tersebut adalah:

1. pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian


surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri
tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau
2. pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar
negeritersebut tidak memiliki kwajiban untuk menyampaikan surat
pemberitahuan tahunan PajakPenghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu
penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.
● Kerugian di Luar Negeri

Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak.

C. Pengurang Penghasilan
Sumber Penghasilan Pengurang Penghasilan

1. Penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas Pengeluaran yang digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana telah diuraikan
dalam pembahasan PPh Badan sebelumnya (Deductible Expense & Non Deductible
Expense)
2. Penghasilan dari pekerjaan. Biaya jabatan, iuran pensiun, biaya pensiun, iuran
Jamsostek sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan PPh Pasal 21
3. Penghasilan lainnya Pengeluaran yang terkait dengan penghasilan tersebut

D. Norma Penghitungan Penghasilan Neto

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 boleh
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
2. Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan pencatatan sesuai Pasal 28
UU KUP. Jika tidak ada pemberitahuan kepada Dirjen Pajak, Wajib Pajak tersebut
dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
3. Untuk Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, yang
ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan
atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya, penghasilan
netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran
brutonya dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
4. Besarnya peredaran bruto sebesar Rp 4.800.000.000,00 dapat diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

E. Penggabungan/Pemisahan Penghasilan Istri dan Suami


Untuk menentukan apakah penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami, di dalam
Pasal 8 UU PPh diatur sbb.:

● Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak
atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-
tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) UU PPh dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali:
1. penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi
kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau
anggota keluarga lainnya.
● Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila:
1. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
2. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan; atau ikehendaki oleh isteri yang memilih untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
● Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada butir 2 huruf b dan huruf c di
atas dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan
besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai
dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
● Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya
dalam tahun pajak yang sama.
1. Penghasilan anak tersebut bisa dari mana pun sumbernya dan apa pun sifat
pekerjaannya.
2. Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum
berumur 18 tahun dan belum pernah menikah.
3. Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah,
menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan
dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.

Contoh :
Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar
Rp 100.000.000,00 mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai
dengan penghasilan neto sebesar Rp70.000.000,00.
Apabila penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja
dan telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut
tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga
lainnya, penghasilan neto sebesar Rp 70.000.000,00 tidak digabung
dengan penghasilan A dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri
tersebut bersifat final.
Apabila selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha,
misalnya salon kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp
80.000.000,00, seluruh penghasilan isteri sebesar Rp150.000.000,00
(Rp 70.000.000,00 + Rp 80.000.000,00) digabungkan dengan
penghasilan A.
Dengan penggabungan tersebut, A dikenai pajak atas penghasilan
neto sebesar Rp 250.000.000,00 (Rp 100.000.000,00 + Rp
70.000.000,00 + Rp 80.000.000,00).
Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak bersifat final dan dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas penghasilan sebesar Rp
250.000.000,00 tersebut yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.

F. Penghasilan Kena Pajak

1. Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam negeri
dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh dengan pengurangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1), serta
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g UU PPh.
2. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dan badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 dihitung dengan menggunakan norma penghitungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
3. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang
pajak dalam suatu bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (6)
UU PPh dihitung berdasarkan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh dalam
bagian tahun pajak yang disetahunkan.

G. Tarif PPh Orang Pribadi


Ketentuan lainnya di dalam Pasal 17 UU PPh 2008 adalah:

1. Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
dan bersifat final. Ketentuan lebih lanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana tabel di atas dapat diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
3. Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana tabel di atas, jumlah Penghasilan
Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
4. Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang
terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga
ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
5. Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap bulan
yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.

SPT PPh ORANG PRIBADI


A. SPT PPh Orang Pribadi

● Formulir 1770 SS
● →Kriteria WP Orang Pribadi
WPOP yang mempunyai penghasilan dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan
lainnya, kecuali bunga bank dan/atau bunga koperasi
Formulir 1770 S
● →Kriteria Orang Pribadi
WPOP yang memiliki:

1. penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja


2. penghasilan dalam negeri lainnya
3. penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final
● 1770
● →Kriteria WP Orang Pribadi
WPOP yang memiliki:

1. penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas


2. penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja
3. penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final
4. penghasilan lainnya
B. Penyampaian SPT PPh Orang Pribadi
PerDirjen Pajak No. Per-19/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat
Pemberitahuan Tahunan mengatur di antaranya tentang kriteria SPT PPh OP Tidak Lengkap.

● SPT PPh OP Tidak Lengkap


● SPT Tahunan PPh Orang pribadi dinyatakan tidak lengkap apabila:

1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nama atau alamat Wajib Pajak tidak
dicantumkan dalam SPT Induk dengan lengkap dan jelas;
2. SPT Induk tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya;
3. SPT Induk ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampiri dengan
Surat Kuasa Khusus atau SPT Orang Pribadi ditandatangani oleh Ahli Waris
tetapi tidak dilampiri dengan Surat Keterangan Kematian dari Instansi yang
berwenang;
4. Terdapat elemen SPT Induk yang diisi tidak lengkap;
5. SPT Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri dengan bukti pelunasan berupa SSP
yang sesuai;
6. SPT tidak atau kurang disertai dengan lampiran pada Formulir Baku
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III.1. atau III.2. atau III.3. atau III.4 pada
Per-19/PJ/2009;
7. SPT tidak atau kurang disertai dengan Lampiran Keterangan dan/atau Dokumen
Yang Disyaratkan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III.1 s.d. III.4 atau
III.1.a s.d. III.4.a atau III.1.b s.d. III.4.b pada Per-19/PJ/2009;
8. Lampiran "Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun" dalam SPT Tahunan
PPh Orang Pribadi dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
● Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan melalui:
1. Secara langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau Pojok Pajak/Mobil
Pajak/Drop Box terdekat;
2. Pos dengan bukti pengiriman surat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau
jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak dimana
Wajib Pajak terdaftar;
3. e-filing melalui ASP.
● Penyampaian SPT Tahunan/e-SPT Tahunan secara langsung disampaikan dalam
amplop tertutup dengan menulis:
1. Nama Wajib Pajak,
2. NPWP;
3. Tahun Pajak;
4. Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
5. Nomor Telepon.

Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan antara dua belah pihak yang berasal dari
negara yang berbeda, berdasarkan pada perjanjian yang telah disepakati bersama. Pihak yang
melakukan perdagangan ini dapat berupa individu, perusahaan atau pemerintah.
Sebagian dari teman-teman mungkin pernah membeli barang-barang impor, seperti misalnya
tas, kosmetik, atau barang-barang lainnya. Selain barang, cukup banyak pula bahan makanan
yang teman-teman nikmati ternyata merupakan produksi dari luar negeri. Barang-barang
tersebut dapat tersedia di Indonesia karena adanya perdagangan secara internasional.

Teori perdagangan internasional

Secara umum terdapat dua teori yang mendasarinya, yaitu:

Teori keunggulan mutlak

Teori ini menyatakan bahwa perdagangan internasional akan memberikan keuntungan pada
negara yang dapat memproduksi dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga
yang ditetapkan di negara lain. Ilustrasi akan diberikan pada tabel di bawah ini:

Karena negara A memiliki efisiensi dalam memproduksi buku sementara negara B memiliki
efisiensi dalam memproduksi pensil, maka perdagangan antara negara A dan B akan
memberikan keuntungan jika A menjual buku dan B menjual pensil

Teori keunggulan komparatif

Berdasarkan teori ini, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan mutlak dalam
memproduksi barang, negara tersebut dapat melakukan perdagangan internasional pada
barang yang paling produktif dan efisien untuk diproduksi. Ilustrasinya akan dibahas pada tabel
berikut ini:

Jika kita lihat pada dasarnya negara A memiliki keunggulan baik dalam produksi pensil maupiun
buku. Meskipun demikian, biaya relatif pensil yang diproduksi di negara A lebih besar
dibandingkan negara B (1 pensil di negara A = 2 buku di negara A, sementara 1 pensil di
negara B = 1 buku negara B). Oleh karenanya negara A dan B dapat melakukan perdagangan,
dengan A memproduksi buku dan B memproduksi pensil.

Bentuk perdagangan internasional

● Perdagangan bilateral
Adalah perdagangan yang dilakukan antar dua negara
● Perdagangan regional
Adalah perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara yang berada pada lingkup
kawasan tertentu, misalnya ASEAN, negara uni Eropa
● Perdagangan multilateral
Adalah perdagangan antar negara tanpa dibatasi kawasan tertentu

Faktor pendorong perdagangan internasional

● Ketersediaan sumber daya alam


Tidak semua negara merupakan penghasil rempah-rempah, atau tidak semua
negara merupakan penghasil bahan tambang
● Perbedaan faktor produksi
Meskipun memiliki sumber daya melimpah, tidak semua negara memiliki modal dan
pengetahuan untuk mengolah sumber daya alam tersebut
● Dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
Tidak semua kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi dengan produksi dalam
negeri.

● Memperoleh keuntungan dari perdagangan antar negara


Keuntungan yang diperoleh meningkat karena semakin besarnya pangsa pasar dari
barang yang diproduksi
● Keinginan untuk memperluas pasar
Perluasan pasar diperlukan untuk mencapai skala ekonomis dalam berproduksi
● Keinginan melakukan kerjasama dengan negara lain
Perdagangan internasional dapat menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk
mempererat hubungan dengan negara lain sehingga kerjasama dalam bidang lain
dapat tercipta

Manfaat perdagangan internasional

● Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negara sendiri


Masyarakat negara Indonesia dapat mengkonsumsi kurma walaupun tidak dapat
tumbuh di Indonesia
● Memperluas pasar sehingga meningkatkan efisiensi produksi
Dengan adanya perdagangan internasional maka pasar untuk barang yang
diproduksi di suatu negara akan bertambah sehingga akan meningkatkan skala
ekonomis sehingga biaya produksi semakin murah
● Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Walau pun A negara dapat memproduksi barang X yang juga diproduksi di negara
B, negara A dapat melakukan spesialisasi pada barang lain yang lebih efisien
diproduksi dan mengimpor barang X dari negara B.
● Sebagai sumber devisa negara
Adanya perdagangan internasional akan memberikan devisa pada negara yang
menjual barang ke luar negeri. Devisa ini dapat digunakan untuk membeli barang
dari luar negeri yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
● Mendorong alih teknologi
Dengan melakukan perdagangan dengan negara maju, negara berkembang dapat
mempelajari teknologi yang digunakan, sehingga mendorong peningkatan
pengetahuan akan teknologi di negara berkembang.

Anda mungkin juga menyukai