Anda di halaman 1dari 57

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Penelitian dan Pengembangan

a. Pengertian Penelitian Pengembangan

Menurut Sugiyono (2009: 297), penelitian pengembangan atau research and

development (R&D) adalah aktifitas riset dasar untuk mendapatkan informasi

kebutuhan pengguna (needs assessment), kemudian dilanjutkan kegiatan

pengembangan (development) untuk menghasilkan produk dan mengkaji

keefektifan produk tersebut. Penelitian pengembangan terdiri dari dua kata yaitu

research (penelitian) dan development (pengembangan). Kegiatan pertama adalah

melakukan penelitian dan studi literatur untuk menghasilkan rancangan produk

tertentu, dan kegiatan kedua adalah pengembangan yaitu menguji efektifitas,

validasi rancangan yang telah dibuat, sehingga menjadi produk yang teruji dan

dapat dimanfaatkan masyarakat luas. Menurut Mulyatiningsih (2012: 161),

penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menghasilkan produk baru melalui

proses pengembangan.

Menurut Puslitjaknov-Balitbang Depdiknas (2008) metode penelitian dan

pengembangan memuat tiga komponen utama, yaitu 1) model pengembangan, 2)

prosedur pengembangan, 3) uji coba produk. Sedangkan menurut Anik Ghufron

(2007: 2), penelitian dan pengembangan adalah model yang dipakai untuk

meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran yang mampu mengembangkan

berbagai produk pembelajaran.

13
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian

pengembangan atau research and development (R&D) adalah model penelitian

yang bertujuan untuk mengembangkan produk yang diawali dengan riset

kebutuhan kemudian dilakukan pengembangan untuk menghasilkan sebuah

produk yang telah teruji. Hasil produk pengembangan antara lain: media, materi

pembelajaran, dan sistem pembelajaran. Pada penelitian ini menggunakan jenis

penelitian research and development (R&D). Pengembangan produk pada

penelitian ini yaitu pengembangan produk berupa media pembelajaran video.

b. Model Penelitian Pengembangan

Model pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang

akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model

konseptual dan model teoritik. Model prosedural adalah model yang bersifat

deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan

produk. Model konseptual adalah model yang bersifat analitis, yang menyebutkan

komponen-komponen produk, menganalisis komponen secara terperinci dan

menunjukkan hubungan antar komponen yang akan dikembangkan. Model

teoritik adalah model yang menggambarkan kerangka berpikir berdasarkan pada

teori-teori yang relevan dan didukung data empirik (Emzir, 2013: 127). Model

pengembangan yang digunakan dalam pengembangan media video ini

menggunakan model prosedural, sehingga penelitian pengembangan ini bersifat

deskriptif yang menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk

menghasilkan produk. Dalam penelitian pengembangan (R&D) terdapat berbagai

14
macam model pengembangan antara lain: model pengembangan Borg & Gall,

model pengembangan Sadiman, model pengembangan ADDIE, model

pengembangan Sugiyono, model pengembangan Dick and Carey, model

pengembangan 4D, model pengembangan Pustekom Depdiknas, dll. Berikut

adalah beberapa model penelitian pengembangan (R&D):

Menurut Sugiyono (2015; 409) langkah-langkah penelitian dan

pengembangan terdiri dari:

1) Potensi dan masalah

2) Pengumpulan data

3) Desain produk

4) Validasi desain

5) Revisi desain

6) Uji coba produk

7) Revisi produk

8) Uji coba pemakaian

9) Produksi massal

Menurut Thiagarajan (1974) dalam Arifin (2011:128) ada empat tahap

penelitian dan pengembangan yang disingkat dengan 4-D, yaitu define, design,

develop, and disseminate. Tahap define, yaitu tahap studi pendahuluan baik secara

teoritik maupun empirik. Tahap design, yaitu merancangmodel dan prosedural

pengembangan secara konseptual-teoritik. Tahap develop, yaitu melakukan kajian

empirik tentang pengembangan produk awal, melakukan uji-coba, revisi dan

validasi. Tahap disseminate, yaitu menyebarluaskan hasil akhir keseluruh populasi.

15
Model pengembangan Borg & Gall menentukan 10 langkah berurutan

(prosedural) dalam penelitian dan pengembangan sebagai berikut :

1) Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data),

dilakukan melalui studi awal dengan pengumpulan informasi pada kondisi

konstektual dimana penelitian akan dilakukan, review litelatur, observasi lapangan,

kelas, laboratorium.

2) Planning (perencanaan), menentukan tujuan, identifikasi keterampilan,

menentukan mata pelajaran yang akan diberikan.

3) Develop preliminary form of product (pengembangan draft produk),

mengembangkan produk awal menyiapkan bahan pelajaran, metode pembelajaran,

dan asesmen pembelajaran.

4) Preliminary testing (uji coba lapangan awal), memvalidasi model (produk)

awal yang dihasilkan pada tahap 3.

5) Main product revision (merevisi hasil uji coba), melakukan revisi produk

berdasarkan masukan pada testing awal. Melakukan interview, observasi, dan

angket terhadap subye 6-2 orang.

6) Main field testing (uji coba lapangan), melakukan uji coba lapangan

melibatkan 30-80 orang sebagai responden pengguna produk, melakukan data

kuantitatif.

7) Operational product revision (penyempurnaan produk hasil uji coba

lapangan), merevisi produk berdasarkan masukan pada uji coba lapangan.

16
8) Operational field testing (uji pelaksanaan lapangan), melakukan uji coba

lapangan melibatkan 90-200 responden (pengguna produk), mengumpulkan data

kuantitatif.

9) Final product revision (penyempurnaan produk akhir), merevisi produk

berdasarkan masukan uji coba lapangan operasional (operational field testing)

hingga dihasilkan produk akhir.

10) Dissemination and implementation (diseminasi dan implementasi), membuat

laporan produk akhir dan dipresentasikan melalui seminar hasil penelitian.

Puslitjaknov (2008: 11), mengemukakan prosedur penelitian pengembangan

menurut Borg & Gall dapat disederhanakan menjadi lima langkah utama yaitu:

1) Melakukan analisis kebutuhan produk yang akan dikembangkan

2) Mengembangkan produk awal

3) Vaidasi ahli dan revisi

4) Uji coba lapangan skala kecil dan revisi produk

5) Uji coba lapangan skala besardan produk akhir

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat sepuluh

langkah pengembangan menurut Borg & Gall. Dalam pengembangan video

pembelajaran pembuatan kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan

busana inipeneliti mengacu pada langkah pengembangan menurut Puslitjaknov

yang melalui lima tahapan, yaitu melakukan analisis kebutuhan produk yang akan

dikembangkan, mengembangkan produk awal, validasi ahli dan revisi, uji coba

lapangan skala kecil dan revisi produk, uji coba lapangan skala besar dan produk

akhir.

17
2. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Modoe adalah

perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, dkk,

2011: 6). Menurut Atwi Suparman (dalam Maswan & Muslimin, 2017: 116),

media merupakan alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi

dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam pengertian ini guru, buku teks dan

lingkungan sekolah merupakan media.

Media yang dimaksudkan meliputi guru, buku teks, dan lingkungan sekolah.

Secara lebih khusus, media cenderung diartikan sebagai alat-alat yang menjadi

perantara dalam penyampaian materi kepada siswa. Alat-alat tersebut cenderung

diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap,

memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 2006: 3).

Heinich, dkk (dalam Arsyad, 2006: 4) mengungkapkan istilah medium

sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi,

televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-

bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu

membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau

mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media

pembelajaran.

Media merupakan sesuatu yang bersifat meyakinkan pesan dan dapat

merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audiens atau siswa sehingga dapat

18
mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa tersebut. Media pembelajara

meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi

pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat bantu pembelajaran dalam

rangka penyampaian materi sebagai pesan agar lebih mudah diterima oleh

penerima yaitu siswa, sehingga siswa lebih termotivasi serta aktif dalam

mengikuti pembelajaran (Marsudi, 2016: 19).

Menurut Danim (1995: 7) media pembelajaran merupakan seperangkat alat

bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka

berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Media pembelajaran adalah alat

atau bentuk stimulus yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran

(Rusman, 2012: 140). Sedangkan menurut Gagne’ & Briggs (dalam Arsyad,

2011:4), secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat

yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang

terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder,

film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan

kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang

mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang

siswa untuk belajar.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan pengertian media adalah

alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari pengirim pesan kepada

penerima pesan. Sedangkan media pembelajaran adalah alat yang secara fisik

digunakan untuk menyampaikan materi atau informasi kepada siswa, sehingga

tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan sesuai dengan capaian

19
kompetensi yang diinginkan. Pada penelitian ini produk yang akan dikembangkan

yaitu media pembelajaran berupa media video. Pemilihan pengembangan produk

berupa media pembelajaran dipilih berdasarkan masalah yang ditemukan terkait

media yang digunakan pada proses pembelajaran pembuatan kerajinan bantalan

jarum dari limbah hasil jahitan busana.

b. Fungsi Media

Media pembelajaran memiliki fungsi pokok sebagai alat bantu mengajar yang

turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan

diciptakan oleh guru (Arsyad, 2006: 15). Menurut Kemp dan Dayton (dalam

Arsyad, 2006: 19), media dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu

digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar

jumlahnya, yaitu (1) memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi,

dan (3) memberi instruksi. Media mempunyai fungsi yang jelas yaitu memperjelas,

memudahkan, dan membuat menarik pesan pembelajaran yang akan disampaikan

oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan

mengefisienkan proses belajar (Rusman,dkk, 2012:145).

Derek Rowntrie (dalam Rumampuk, 1988: 12) menyebutkan fungsi media

sebagai berikut:

1) Engage the student’s motivation (membangkitkan motivasi belajar)

2) Recall earlier learning ( mengulang apa yang telah dipelajari)

3) Provide new learning stimuli (menyediakan stimulus belajar)

4) Activate the student’s response (mengaktifkan respons murid)

20
5) Give speedy feedback (memberikan balikan dengan cepat/segera)

6) Encourage appropriate practice ( menggalakkan latihan yang serasi).

Menurut Sanaky (2013: 7) media pembelajaran berfungsi untuk merangsang

pembelajaran dengan:

1) Menghadirkan objek sebenarnya dan objek yang langkah,

2) Membuat duplikasi dari objek yang sebenarnya,

3) Membuat konsep abstrak ke konsep kongkret,

4) Memberi kesamaan persepsi,

5) Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah, dan jarak,

6) Menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan

7) Memberi suasana belajar yang menyenangkan, tidak tertekan, santai, dan

menarik, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahawa media

memiliki fungsi penting dalam proses pembelajaran. yaitu sebagai perantara atau

alat bantu yang digunakan oleh guru untuk mempermudah penyampaian informasi,

memberi instruksi, dan memotivasi kepada siswa. Apabila media kurang

berfungsi dengan baik pada proses pembelajaran, maka media tersebut belum

efektif digunakan sebagai media pembelajaran, sehingga dibutuhkan

pengembangan media agar berfungsi dengan baik. Dengan penelitian

pengembangan media video pembuatan kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil

jahitan diharapkan media video bisa lebih berfungsi dengan baik dalam

menunjang proses pembelajaran.

21
c. Manfaat Media

Media memiliki manfaat untuk memperlancar interaksi guru dengan siswa

sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien (Hartanto, 2011:6).

Menururt Kemp dan Dayton (dalam Indriana, 2011: 47-48) , media pengajaran

memiliki beberapa manfaat. Pertama, penyampaian pesan pembelajaran dapat

lebih mencapai standart. Kedua, pembelajaran bisa menjadi lebih menarik. Ketiga,

pembelajaran menjadi lebih interaktif. Keempat, dengan menerapkan teori belajar,

waktu pelaksanaan pembelajaran dapat dipersingkat. Kelima, kualitas

pembelajaran dapat ditingkatkan. Keenam, proses pembelajaran dapat

berlangsung kapan pun dan dimana pun diperlukan. Ketujuh, sikap positif siswa

terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.

Kedelapan, peran guru berubah kearah yang lebih positif.

Selain itu media pengajaran juga memiliki manfaat dalam proses belajar

siswa antara lain:

1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan

motivasi belajar

2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami

oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih

baik

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru

tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran

22
4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan

uraian guru, tetapi juga aktivitas lainnya seperti mengamati, melakukan,

mendemonstrasikan dan lain-lain (Sudjana & Rivai, 1990: 2).

Kustandi & Sutjipto ,(2011: 23), mengemukakan manfaat media antara lain:

1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi

sehingga dapat memperlancar serta meningkatkan proses dan hasil belajar.

2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak

sehingga, dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung

antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar

sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.

4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa

tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka serta memungkinkan

terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya,

misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun

binatang.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran memiliki beberapa manfaat dalam proses pembelajaran yaitu :

1) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa

karena lebih menarik sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar dan

meningkatkan hasil belajar.

2) Media pembelajaran dapat memperjelas informasi atau pesan , sehingga

proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

23
3) Media pembelajaran dapat mempertinggi daya serap informasi yang diberikan

karena lebih mudah dipahami.

4) Media pembelajaran dapat memberikan banyak kegiatan belajar seperti

mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain dalam satu waktu.

5) Media dapat menjadi metode alternatif dalam belajar karena siswa tidak

semata-mata mendapatkan pembelajaran dari satu sumber.

6) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.

Apabila media yang digunakan kurang menunjang proses pembelajaran dan

tidak berfungsi dengan baik, maka manfaat yang dirasakan juga tidak dapat

diterima dengan baik. Dengan penelitian pengembangan media video pembuatan

kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan busana diharapkan media video

mampu dirasakan manfaatnya oleh siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

d. Jenis – Jenis Media

Dalam pembagian jenis media, untuk tujuan-tujuan praktis, Sadiman (dalam

Maswan & Muslimim, 2017: 132), dengan mempertimbangkan karakteristik,

membagi jenis media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar di

dunia pendidikan, diantaranya adalah: (1) media grafis, (2) media audio, (3) media

proyeksi, dan (4) media serbaneka.Secara umum ada tiga jenis media yang perlu

diketahui, yaitu: (1) media audio (dapat didengar), (2) media visual (dapat dilihat),

dan (3) media audio-visual (didengar dan dilihat) (Sanaky, 2013: 25).

24
Menurut Bretz (dalam Sadiman, 2011: 20) membagi media menjadi tiga

unsur pokok, yaitu suara, visual, dan gerak. Ada lima jenis media yang dapat

digunakan dalam pembelajara, yaitu: media visual, media audio, media audio-

visual, kelompok media penyaji, dan media objek dan media interaktif berbasis

komputer (Rusman, dkk, 2012: 143). Sedangkan Anderson (dalam Sadiman, 2011:

89) membagi media dalam sepuluh kelompok, yaitu: media audio, media cetak,

media cetak bersuara, media proyeksi (visual) diam, media proyeksi dengan suara,

media visual gerak, media audio visual gerak, objek, sumber manusia dan

lingkungan, media komputer.

Pembagian jenis media dari beberapa klasifikasi diatas dapat dikelompokkan

menjadi 4 jenis media secara umum yaitu, media cetak, media audio, media visual,

dan media audio-visual. Kelompok media pembelajaran tersebut memiliki

penjelasan sebagai berikut:

1) Media cetak

Media cetak adalah jenis media yang paling banyak digunakan dalam proses

belajar. Jenis media ini memiliki bentuk yang sangat bervariasi, mulai dari buku,

brosur, leaflet, dan studi guide, jurnal, dan majalah ilmiah. Penggunaan media

cetak dalam proses pembelajaran dapat dikombinasikan dengan jenis media

lainnya. Pada umumnya media ini digunakan sebagai informasi utama atau

bahkan suplemen informasi terhadap penggunaan media lain (Sanaky, 2013: 57).

2) Media audio

Media audio adalah segala macam bentuk media yang berkaitan dengan

indera pendengaran, termasuk dalam kelompok media audio (Sudjana & Rivai,

25
1990: 129). Karena media audio berkaitan dengan indera pendengaran, maka

pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik

verbal (kata-kata atau bahasa lisan) maupun non verbal (Sanaky, 2013: 106).

3) Media visual

Media visual merupakan sebuah media yang memiliki beberapa unsur berupa

garis, bentuk, warna, dan tekstur dalam penyajiannya (Wati, 2016: 4). Pesan-

pesan visual sangat efektif dalam memperjelas informasi, bahkan lebih jauh lagi

dapat mempengaruhi sikap seseorang, membentuk opini masyarakat dan lain-lain

(Sudjana & Rivai, 2000: 8).

4) Media audio-visual

Media audio-visual merupakan media yang dapat menampilkan unsur gambar

dan suara secara bersamaan pada saat mengomunikasikan pesan atau informasi.

Media audio-visual dapat mengungkapkan objek dan peristiwa seperti keadaan

yang sesungguhnya (Wati, 2016: 4). Media audio visual terdiri dari dua kata yaitu

audio dan visual. Audio berarti pen- dengaran atau dapat didengar, sedangkan

visual yaitu yang nampak dilihat oleh mata atau yang kelihatan. Jadi media audio

visual yaitu media yang dapat didengar dan dapat pula dilihat oleh panca indera

(Munir, 2013: 308).

Media video merupakan salah satu kategori jenis media audio-visual yang

ditentukan berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh media video. Menurut

Maswan & Muslimin (2017: 152) video adalah media audio-visual yang

menampilkan gerak gambar hidup dan suara dari rekaman peristiwa nyata terjadi.

Pesan yang disampaikan bersifat fakta (kejadian penting, berita atau bentuk cerita

26
fiktif), sifatnya bisa informatif, edukatif maupun instruksional. Salah satu

karakteritik media video yang menampilkan gerak gambar hidup dan suara dari

rekaman peristiwa tersebut mengandung unsur audio dan visual. Oleh karena itu

media video menjadi salah satu jenis media audio-visual karena mengandung

pesan audio dan visual di dalamnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran itu secara umum dibagi

atas media cetak, media audio, media visual, dan media audio-visual. Media yang

akan dikembangkan dalam penelitian ini termasuk dalam jenis media audio-visual

berupa media video pembelajaran pembuatan kerajinan bantalan jarum dari

limbah hasil jahitan. Media ini dipilih untuk dikembangkan karena sesuai dengan

permasalahan yang ditemukan dan menjadi alternatif media yang paling

diperlukan dari jenis media lainnya.

e. Kriteria Pemilihan Media

Penggunaan media atau alat pembelajaran yang sering disebut alat peraga ini,

dalam pelaksanaannya, guru sebelumnya haruslah mengetahui jelas apa materi,

metode strategi yang akan disampaikan pada peserta didik. Dengan mengetahui

tujuan yang ingin dicapai dari materi, dan penggunaan metode atau strategi

pembelajaran yang sudah ditetapkan, maka agar dapat mencapai hasil yang

maksimal perlu juga dilengkapi dengan media atau alat pembelajaran yang sesuai

pula (Maswan & Muslimin, 2017: 156). Oleh sebab itu dalam pemilihan sebuah

media pembelajaran diperlukan adanya kriteria-kriteria tertentu.

27
Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media merupakan

bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan. Untuk itu, ada beberapa

kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media yaitu:

1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip,

atau generalisasi.

3. Praktis, luwes, dan bertahan.

4. Guru terampil menggunakannya.

5. Pengelompokkan sasaran.

6. Mutu teknis (Arsyad, 2006:75-76).

Profesor Ely (dalam Sadiman, dkk, 2011: 85) mengatakan bahwa

pemilihan media seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya bahwa media

merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Karena

itu, meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti

karakteristik siswa, strategi belajar-mengajar, organisasi kelompok belajar,

alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya juga perlu

dipertimbangkan.

Menurut Sudjana & Rivai (1990: 4-5) terdapat beberapa kriteria dalam

pemilihan media pembelajaran,yaitu: ketepatannya dengan tujuan pembelajaran,

dukungan terhadap isi bahan pengajaran, kemudahan memperoleh media,

keterampilan guru dalam menggunakan media, tersedia waktu untuk

menggunakannya, sesuai dengan taraf berpikir siswa.

28
Terdapat pula beberapa komponen lain yang perlu dan harus diperhatikan

pada saat memilih dan menggunakan media, yaitu:

1) daya jangkauan, terhadap pengajaran individual, pengajaran kelompok, dan

pengajaran masal,

2) keluwesan pakai, yaitu kapan media tersebut akan digunakan di mana akan

digunakan dan audiennya siapa,

3) ketergantungan , artinya media yang digunakan juga tergantung pada sarana

dan fasilitas yang lain,

4) kendali, siapa yang akan mengendalikan media tersebut,

5) atribut, kualitas hasil media yang digunakan dalam proses belajar,dan

6) biaya, media yang digunakan mahal atau murah dan juga daya tahannya,

sehingga dapat dipertimbangkan biaya produksi atau pembelian (Sanaky,

2013: 39).

Selanjutnya ada beberapa kriteria umum yang dijadikan patokan dalam

pemilihan media yang diungkapkan oleh Sleeman & Cobun (Rumampuk, 1988:

19) yaitu: tujuan instruksional, validitas, kualitas umum, kualitas pendengaran,

ciri-ciri respons, progam yang terstruktur, kesesuaian dengan kehendak siswa,

ketepatan waktu, karakter siswa, mudah diperbaiki, nilai praktis, ketersediaan, dan

keusangan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pemilihan suatu media untuk proses belajar-mengajar perlu

mempertimbangkan beberapa kriteria yaitu kesesuaian dengan tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, kesesuaian dengan materi yang diajarkan, sesuai

29
dengan karakteristik siswa, kemudahan memperoleh media, sesuai dengan alokasi

waktu dan sumber, keterampilan guru menggunakan media, bersifat praktis, luwes

dan dapat digunakan dalam jangka panjang. Sebelum mengembangkan media

pembelajaran video pembuatan kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan

busana tentu sudah memperhatikan kriteria-kriteria pemilihan media sehingga

media video dipilih sebagai media yang paling dibutuhksn untuk dikembangkan.

3. Video Pembelajaran

a. Pengertian Video

Istilah video berasal dari bahasa latin yaitu dari kata vidi atau visum yang

artinya melihat atau mempunyai daya penglihatan. Dalam Kamus Bahasa

Indonesia video adalah teknologi pengiriman sinyal elektronik dari suatu gambar

bergerak. Video adalah teknologi penangkapan, perekaman, pengolahan,

penyimpanan, pemindahan, dan perekontruksian urutan gambar diam dengan

menyajikan adegan-adegan dalam gerak secara elektronik.

Agnew dan Kellerman dalam (Munir, 2015: 289 - 290) mendefinisikan video

sebagai media digital yang menunjukkan susunan atau urutan gambar-gambar dan

memberikan ilusi, gambaran serta fantasi pada gambar yang bergerak. Video juga

bisa dikatakan sebagai gabungan gambar-gambar mati yang dibaca berurutan

dalam suatu waktu dengan kecepatan tertentu.

Menurut Maswan & Muslimin (2017: 152) video adalah media audio-visual

yang menampilkan gerak gambar hidup dan suara dari rekaman peristiwa nyata

terjadi. Pesan yang disampaikan bersifat fakta (kejadian penting, berita atau

30
bentuk cerita fiktif), sifatnya bisa informatif, edukatif maupun instruksional.

Menurut Daryanto (2010: 88) media video adalah segala sesuatu yang

memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak

secara sekuensal. Program video dapat dimanfaatkan dalam program

pembelajaran, karena dapat memberikan pengalaman yang tidak terduga kepada

siswa, selain itu juga program video dapat dikombinasikan dengan animasi dan

pengaturan kecepatan untuk mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke

waktu. Media video paling baik dalam menyajikan materi yang memerlukan

visualisasi yang mendemonstrasikan hal-hal seperti gerakan motorik tertentu,

ekspresi wajah, maupun suasana lingkungan tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa media video adalah media audio visual yang menyajikan

gerak gambar hidup dan suara didalamnya yang bekerja sama membentuk suatu

penyajian berupa pesan yang bersifat fakta (kejadian penting, berita atau bentuk

cerita fiktif), sifatnya bisa informatif, edukatif maupun instruksional.

Media video dipilih sebagai pengembangan media berdasarkan permasalahan

yang ditemukan dan berdasarkan kebutuhan siswa. Video yang digunakan pada

penelitian ini adalah video pembuatan kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil

jahitan busana. Video tersebut dikembangkan oleh peneliti yang kemudian akan

divalidasi oleh ahli dan akan direvisi oleh peneliti sebelum diberikan perlakuan ke

siswa. Media video yang dikembangkan berisi pesan atau informasi dalam bentuk

audio dan visual yang berisi tahapan pembuatan kerajinan bantalan jarum mulai

dari alat dan bahan yang digunakan sampai pada hasil jadi.

31
b. Kelebihan Video

Video memiliki beberpa kelebihan yang perlu diketahui. Kelebihan dari video

yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Video bisa menarik perhatian untuk periode yang singkat dari rangsangan

lainnya.

b. Dengan alat perekam pita video, sebagian besar penonton dapat memperoleh

informas dari ahli atau spesialis.

c. Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya. Sehingga

dalam waktu mengajar guru dapat memusatkan perhatian dan penyajiannya.

d. Video bisa menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang.

e. Keras dan lemah suara dapat diatur dan disesuaikan bila akan disisipi

komentar yang akan didengar.

f. Guru dapat mengatur penghentian gerakan gambar. Maksudnya kontrol

sepenuhnya di tangan guru.

g. Saat penyajian, ruangan tidak perlu digelapkan (Wati, 2016: 29).

Media video memiliki kelebihan , antara lain:

a. Memberi pesan yang dapat diterima secara lebih merata oleh siswa.

b. Sangat bagus untuk menerangkan suatu proses.

c. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

d. Lebih realistis, dapat diulang dan dihentikan sesuai dengan kebutuhan.

e. Memberikan kesan yang mendalam, yang dapat memengaruhi sikap siswa

(Rusman,dkk, 2012: 220).

32
Kelebihan video dalam media pendidikan menurut Maswan & Muslimin

(2017: 152), sebagai berikut :

a. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode singkat dari rangsangan luar

lainnya.

b. Dengan alat perekam video sejumlah penonton dapat memperoleh

informasi dari ahli-ahli/spesialis.

c. Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya.

d. Menghemat waktu dan dapat diputar berulang-ulang.

e. Kamera TV lebih dekat dapat mengamati objek yang sedang bergerak atau

objek yang berbahaya.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media video

memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

1) Dapat lebih menarik perhatian dari rangsangan luar.

2) Dapat mengarahkan suatu pembelajaran secara langsung pada kebutuhan

siswa.

3) Dapat merekam demonstrasi yang sulit dan mempersiapkannya secara matang.

4) Dapat menghemat waktu, dapat diputar berulang-ulang, dan dapat dihentikan

sesuai dengan kebutuhan.

5) Dapat memberikan informasi secara rinci, memperlihatkan langkah-langkah

kegiatan dalam suatu prosedur kerja yang diambil pada suasana nyata, dan

memberikan gambaran-gambaran kehidupan nyata yang berbahaya dan

gambar bergerak.

33
6) Gambar proyeksi bisa di-“beku”-kan atau diberhentikan untuk diamati secara

seksama. Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar

tersebut.

7) Mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa.

c. Kelemahan Video

Video juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu diketahui. Menurut

Arsyad (2006: 50) terdapat keterbatasan dari film dan video, yaitu:

1) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya yang mahal dan

waktu yang banyak.

2) Pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak

semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui

film tersebut.

3) Film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan

belajar yang diinginkan; kecuali film dan video itu dirancang dan diproduksi

khusus untuk kebutuhan sendiri.

Menurut Sanaky (2013: 124) kelemahan media video dan VCD, adalah:

1) Pengadaannya memerlukan biaya mahal.

2) Tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan disegala

tempat.

3) Sifat komunikasi searah, sehingga tidak dapat memberi peluang untuk

terjadinya umpan balik.

34
4) Mudah tergoda untuk menayangkan kaset VCD yang bersifat hiburan,

sehingga suasana belajar akan terganggu.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media

video memiliki beberapa kelemahan. Pesera didik umumnya beranggapan bahwa

belajar melalui video lebih mudah, sehingga kurang terdorong dalam berinteraksi

dengan materi. Dalam pembuatan video membutuhkan peralatan yang mahal dan

kompleks. Penggunaan video juga masih tergantung pada energi listrik dan sifat

komunikasi searah. Di dalam media video pembelajaran juga yang disajikan

berupa dua dimensi yang tidak dapat disajikan dalam ukuran sebenarnya.

Sehingga siswa hanya melihat proyeksi dari gambar dan bentuk yang bergerak

seperti keadaan sebenarnya.

d. Kriteria Video

Menurut Kustandi dan Sutjipto (2013: 113) pengembangan dan penggunaan

media, perlu dilakukan secara sistematis berdasarkan langkah-langkah yang saling

terkait, untuk menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Menurut Indriana

(2015: 16) beberapa faktor yang menentukan isi media video tepat atau tidak

dijadikan media pengajaran dan pembelajaran antara lain adalah:

a) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

Kesesuaian dengan tujuan pengajaran adalah menyesuaikan media video

dengan tujuan instruksional umum atau khusus yang terdapat pada setiap mata

pelajaran, dapat juga disesuaikan dengan standart kompetensi, kompetensi dasar

dan berbagai indikator.

35
b) Kesesuaian dengan materi yang diajarkan

Media video harus disesuaikan dengan materi yang diajarkan, yakni bahan

atau yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Selain itu, juga harus

memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat kedalaman yang akan dicapai

dalam proses pembelajaran.

Menurut Riyana (2007: 8-14) pengembangan dan pembuatan video

pembelajaran harus mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:

a) Tipe materi

Media video cocok untuk materi pelajaran yang bersifat menggambarkan

suatu proses tertentu, seuah alur demonstrasi, sebuah konsep atau medeskripsikan

sesuatu. Misalnya bagaimana membuat cake yang benar, bagaimana membuat

pola pakaian, proses metabolisme tubuh, dan lain-lain.

b) Durasi waktu

Media video memiliki durasi yang lebih singkat yaitu sekitar 20-40 menit,

bebeda denganfilm yang pada umumnya berdurasi 2-3 jam. Mengingat

kemampuan daya ingat dan kemampuan berkonsentrasi manusia yang cukup

terbatas antara 15-20 menit, menjadikan media video mampu memberikan

keunggulan dibandingkan dengan film.

c) Format sajian video

Film pada umumnya disajikan dengan format dialog dengan unsur

dramatiknya yang lebih banyak. Film lepas banyak bersifat imaginatif dan kurang

ilmiah. Hal ini berbeda dengan kebutuhan sajian untuk video pembelajaran yang

36
mengutamakan kejelasan dan penguasaan materi. Format video yang cocok untuk

pembelajaran diantaranya: naratif, wawancara, presenter, format gabungan.

d) Ketentuan teknis

Media video tidak terlepas dari aspek teknis yaitu kamera, teknik

pengambilan gambar, teknik pencahayaan, editing, dan suara. Pembelajaran lebih

menekankan pada kejelasanpesan, dengan demikian sajian-sajian yang

komunikatif perlu dukungan teknik tersebut.

Pendapat selanjutnya yaitu oleh Walker & Hess dalam Arsyad (2009: 175),

yang menjelaskan bahwa untuk mengetahui kualitas multimedia dalam

pembelajaran harus melihat kriteria sebagai berikut:

1. Kualitas Isi dan Tujuan

Dalam hal ini meliputi ketepatan, kepentingan, kelengkapan, keseimbangan,

daya tarik, kewajaran, dan kesesuaian dengan situasi siswa.

2. Kualitas Instruksional

Meliputi pemberian kesempatan belajar, memberikan bantuan untuk belajar,

kualitas memotivasi, fleksibilitas instruksional, hubungan dengan progam

pengajaran lainnya, serta memberi dampak bagi siswa, guru, dan proses

pembelajarannya.

3. Kualitas Teknis

Pada kualitas teknik meliputi keterbacaan teks, kemudahan menggunakan,

kualitas tampilan/tayangan, kualitas penanganan, respon siswa, kualitas

pemrogaman dan kualitas pendokumentasiannya.

37
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan media menurut

Daryanto (2013:72):

1. Memilih jenis huruf (font) yang tingkat keterbacaannya tinggi, menggunakan

ukuran huruf untuk isi teks, untuk sub judul dan untuk judul yang disesuaikan

dengan kebutuhan.

2. Untuk memperjelas petunjuk belajar dan memperindah tampilan

(background), senantiasa mempertimbangkan pemilihan warna, gambar, foto,

animasi, audio, maupun video.

3. Memperhatikan frame atau layar, usahakan untuk tidak memuat terlalu

banyak teks dalam satu layar agar dapat terbaca dengan jelas, berisi satu topik

atau sub topik pembahasan, serta memberi judul tiap bagian.

4. Memperhatikan komposisi warna (keterbacaan dan komposisi),

keseimbangan (tata letak), keharmonisan, dan tingkat kekontrasan pada setiap

tampilan dengan tetap mengingat prinsip kesederhanaan.

5. Senantiasa jangan membuat tampilan layar yang terlalu rumit, ramai, dan

penuh warna-warni, karena hal ini akan mengganggu pesan yang disajikan.

Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal, maka harus

memperhatikan unsur serta elemen dalam pemilihan media dalam bentuk evaluasi.

Menurut Depdiknas (2008: 28), evaluasi tersebut mencakup beberapa komponen-

komponen yaitu:

1. Komponen kelayakan isi mencakup:

a. Kesesuaian SK,KD

b. Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar

38
c. Kebenaran substansi materi pembelajaran

d. Manfaat untuk penambahan wawasan

e. Kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-nilai sosial.

2. Komponen kebahasaan antara lain:

a. Keterbacaan

b. Kejelasan informasi

c. Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar

d. Pemanfaatam bahasa secara efektif dan efisien

3. Komponen Penyajian antara lain:

a. Kejelasan tujuan

b. Urutan Sajian

c. Pemberian motivasi, daya tarik

d. Interaksi (pemberian stimulus dan respon)

e. Kelengkapan informasi

4. Komponen Tampilan Media antara lain:

a. Penggunaan font, jenis, dan ukuran

b. Lay out atau tata letak

c. Ilustrasi, gambar, foto

d. Desain Tampilan

Media pembelajaran video yang baik adalah media video yang menarik dan

edukatif. Secara umum dapat dijelaskan dalam penggunaan media video, supaya

dapat dikomunikasikan dengan baik dan sesuai tujuan. Penyajian dalam

pengembangan media video ini akan diperhatikan dari segi materi dan tampilan

39
media. Pengembangan media video pembuatan kerajinan bantalan jarum dari

limbah hasil jahitan busana pada penelitian ini dalam penyajian media video akan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut ini:

1) Aspek isi materi pembelajaran yang meliputi:

a) Kualitas materi

b) Kemanfaatan materi

2) Aspek tampilan media video yang meliputi:

a) Kualitas media video

b) Layout media

c) Urutan sajian

3) Kelayakan media ditinjau dari pengguna

a) Tampilan media video

b) Materi media video

c) Kebermanfaatan media video

e. Prosedur Pengembangan Video Pembelajaran

Terdapat empat langkah dalam pengembangan media pembelajaran menurut

Rusman, dkk (2012: 178-181), yaitu identifikasi kebutuhan dan karakteristik

siswa, perumusan tujuan, perumusan materi, dan perumusan alat ukur

keberhasilan. Berikut penjelasannya:

1) Identifikasi karakter siswa

Pembuatan media pembelajaran harus didasarkan atas kebutuhan (need) siswa

dan disesuaikan dengan karakteristik siswa. Artinya tidak semua media cocok

40
untuk segala situasi, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa, usia

siswa, interes siswa, tingkatan dan jenjang pendidikan siswa dan seterusnya.

2) Perumusan tujuan

Dalam pembuatan media pembelajaran, seorang guru sebelum merancang

media pembelajaran, terlebih dahulu menganalisis tujuan pembelajaran yang

diharapkan, sehingga media yang akan dikembangkan benar-benar sesuai dan

dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang diharapkan. Jadi sebelum

membuat media pembelajaran kita harus merumuskan tujuan terlebih dahulu,

untuk apa media tersebut dibuat.

3) Perumusan materi

Dalam pengembangan materi terdapat kriteria penyusunan materi,

diantaranya: shahih/valid, tingkat kepentingan (significant), kebermanfaatan

(utility), kesesuaian dengan siswa (learnability), menarik minat (interest).

4) Pengembangan alat ukur

Video itu berkenaan dengan apa yang dapat dilihat, utamanya adalah gambar

hidup (bergerak;motion), proses perekamannya, dan penayangannya yang

tentunya melibatkan teknologi. Untuk mengetahui efektivitas media yang kita

gunakan tentunya perlu dilakukan uji keberhasilan suatu media pembelajaran

yang kita gunakan.

Kegiatan produksi progam video pada umumnya terdiri dari beberapa langkah.

Seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (2017: 153) bahwa kegiatan produksi

progam video terdiri dari beberapa langkah yaitu:

1) Perumusan gagasan

41
Gagasan atau ide yang akan dikomunikasikan melalui progam video

merupakan hal penting yang perlu dirumuskan sebelum kegiatan produksi progam

dimulai. Perumusan gagasan atau ide merupakan perencanaan awal yang

diperlukan untuk memproduksi sebuah progam video yang mampu

mengomunikasikan informasi secara efektif kepada pemirsanya.

2) Penulisan naskah dan storyboard

Naskah merupakan pengembangan dari gagasan atau ide. Sebuah naskah

berperan sebagai pedoman bagi sutradara dan bagi kerabat kerja produksi untuk

melakukan rekaman gambar dan suara serta mengombinasikannya melalui proses

penyuntingan gambar dan suara. Storyboard merupakan alat atau sarana yang

digunakan untuk menafsirkan deskripsi tertulis dari unsur gambar yang terdapat di

dalam sebuah naskah.

3) Perekaman gambar ke dalam pita video atau video tape

Perekaman gambar atau shooting adalah proses yang dilakukan untuk

merekam gambar dan suara ke dalam medium video. Naskah merupakan inti dari

kegiatan rekaman atau shooting progam video.

4) Perekaman suara yang terdiri dari narasi, musik, dan efek suara

Perekaman narasi dan unsur suara lainnya dalam sebuah progam video dapat

dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perekaman suara secara

langsung ke dalam progam video dilakukan pada saat yang bersamaan dengan

perekaman sebuah adegan atau peristiwa melalui kamera video.Proses perekaman

suara secara tidak langsung dilakukan setelah proses pengambilan gambar atau

42
shooting selesai dilakukan, misalnya, memasukkan unsur musik dan unsur-unsur

suara lain ke dalam gambar yang telah direkam ke dalam media video.

5) Penyuntingan gambar dan suara atau video editing

Proses penyuntingan gambar gambar atau editing adalah suatu proses yang

dilakukan untuk menggabungkan unsur gambar dan unsur suara secara berurutan

sesuai dengan informasi

6) Penggandaan atau duplicating

Proses pengembangan materi video dapat dipersingkat menjadi 5 tahap

dengan meniadakan prosedur pembuatan storyboard dan penulisan tujuan. Tujuan

pembelajaran dapat digabung pada saat penyusunan kerangka materi. Pembuatan

storyboard dapat digabung pada saat merancang dan mengorganisasikan isi materi.

Berikut 5 tahapan pengembangan video menurut Mulyatiningsih (2014:190).

1. Memilih dan menyusun kerangka materi

2. Mengorganisasikan isi dan merancang alur cerita secara umum

3. Menulis skrip yang berisi rancangan gambar, teks atau narasi video, tipe

shooting, transisi gambar dan musik pengiring.

4. Menguji skrip

5. Merancang produksi video.

Sesuai dengan pemaparan diatas, dalam penyusunan video terdapat beberapa

langkah yang pasti dilakukan agar produk video yang akan disusun terstruktur

dengan baik. Pada penelitian pengembangan video pembuatan kerajinan bantalan

jarum dari limbah hasil jahitan busana, peneliti akan mengambil garis besar dari

prosedur produksi menurut Pribadi yang akan melalui 4 tahapan sebagai berikut:

43
1. Memilih dan menyusun kerangka materi

2. Penulisan naskah dan storyboard

3. Produksi video

4. Penyuntingan gambar dan suara atau video editing

f. Pengembangan Naskah Video Pembelajaran

Secara spesifik sebuah naskah progam video mencakup beberapa informasi

yaitu:

1. Lokasi tempat pengambilan gambar atau setting

2. Deskripsi adegan action yang akan direkam

3. Karakteristik pemain atau objek yang terlibat dalam kegiatan produksi, dan

4. Dialog, narasi, musik, dan unsur suara lain yang diperlukan (Pribadi, 2017:

155).

Menurut Daryanto (2010: 104-106), langkah-langkah umum yang lazim

ditempuh dalam membuat naskah video pembelajaran adalah:

1) Tentukan ide

Ide yang baik biasanya timbul dari adanya masalah. Masalah dapat

dirumuskan sebagai kesenjangan antara kenyataan yang ada dengan apa yang

seharusnya ada.

2) Rumuskan Tujuan

Rumusan tujuan yang dimaksud disini adalah rumusan mengenai kompetensi

seperti apa yang diharapkan oleh kita, sehingga setelah menonton progam ini

44
siswa benar-benar menguasai kompetensi yang kita harapkan tadi. Selain itu, kita

perlu menentukan sasarannya siapa.

3) Melakukan survei

Survey ini dilakukan dengan maksud untuk mengumpulkan informasi dan

bahan-bahan yang dapat mendukung progam yang akan dibuat.

4) Buat garis besar isi

Bahan/informasi/data yang sudah terkumpul melalui survey tentu harus

berkaitan erat dengan tujuan yang sudah dirumuskan. Dengan kata lain, bahan-

bahan yang akan disajikan melalui progam kita harus dapat mendukung

tercapainya tujuan yang sudah dirumuskan. Untuk itu susunlah bahan-bahan

tersebut dalam bentuk out-line (garis besar). Tentunya dengan memperhatikan

sasaran kita, bagaimana karakteristik mereka, kemampuan apa yang sudah dan

belum dimiliki mereka.

5) Buat sinopsis

Sinopsis ialah ikhtisar cerita yang menggambarkan isi progam secara ringkas

dan masih bersifat secara umum.

6) Buat treatment

Treatment adalah pengembangan lebih jauh dari sinopsis yang sudah disusun

sebelumnya. Berbeda dengan sinopsis yang penuturannya masih bersifat literature.

Treatment disusun lebih terlihat secara kronologis atau urutan kejadiannya lebih

terlihat secara jelas, dengan begitu orang yang membaca treatment kita sudah bisa

membayangkan secara global visualisasi yang akan tampak dalam progam.

7) Buat storyboard

45
Storyboard sebaiknya dibuat secara lembar per lembar, dimana perlembarnya

berisi satu scene dan setting, namun bagi yang masih amatir, dalam setiap

lembarnya bisa diisi dengan 2 sampai 3 scene/setting. Storyboard ini didalamnya

memuat unsur-unsur visual maupun audio, juga istilah-istilah yang terdapat dalam

video.

8) Menulis naskah

Naskah pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan storyboard. Bedanya ialah

bahwa urutan penyajian visualisasi maupun audionya sudah pasti dan

penuturannya sudah bersifat lebih rinci.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menulis naskah

yaitu:

a. Pergunakan gaya bahasa percakapan sehari-hari bukan bahasa sastra.

b. Kalimat harus jelas, singkat, dan informatif.

c. Pergunakan perbendaharaan kata yang sesuai dengan latar belakang audiens.

Naskah video yang baik tidak dibuat secara spontanitas, akan tetapi meliputi

beberapa tahapan, yaitu:

a. Berawal dari adanya ide atau gagasan yang disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran.

b. Pengumpulan data dan informasi

c. Penulisan sinopsis dan treatment

d. Penulisan naskah

e. Pengkajian naskah atau review naskah

f. Revisi naskah sampai naskah siap diproduksi (Rusman, dkk, 2012: 229).

46
Penulisan naskah pengembangan video pembuatan kerajinan bantalan jarum

dari limbah hasil jahitan busana dibuat oleh peneliti sesuai dengan informasi atau

materi yang akan disajikan pada media video dan memperhatikan hal-hal penting

yang dikemukakan oleh Daryanto. Penulisan naskah tentu saja memperhatikan

langkah-langkah yang baik dan benar agar pengembangan video yang dibuat

sesuai dengan tujuan.

4. Pembelajaran Dasar Teknologi Menjahit di SMK Muhammadiyah 1

Tempel

a. Pengertian Pembelajaran

Menurut Sugihartono (2014: 75), pembelajaran merupakan cara yang

dilakukan untuk menciptakan suasana belajar dengan baik sehingga proses

memperoleh pengetahuan peserta didik berjalan dengan lancar. Menurut Sudjana

(dalam Rusman, dkk, 2012: 16) , pembelajaran diartikan sebagai upaya yang

sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif

antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dari pendidik (sumber

belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.

Pembelajaran dapat dimaknai sebagai proses penambahan pengetahuan dan

wawasan melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang

dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya, sehingga terjadi perubahan yang

sifatnya positif, dan pada tahap akhir akan didapat keterampilan , kecakapan, dan

pengetahuan baru (H. Asis Saefuddin dan Ika Berdiati, 2016: 8).

47
Berdasarkan uraian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah proses belajar yang melibatkan interaksi antara peserta didik

dan pendidik yang melibatkan berbagai macam faktor sehingga mempermudah

peserta didik belajar secara efektif dan efisien. Didalam penelitian ini,

Pengembangan media erat kaitannya dengan proses pembelajaran di kelas. Karena

media adalah salah satu faktor yang mempengaruhi prosese pembelajaran di kelas.

Dengan adanya pengembangan media video pembuatan kerajinan bantalan jarum

dari limbah hasil jahitan busana diharapkan proses pembelajaran baik secara

mandiri maupun di kelas bisa berjalan lebih efekti dan efisien.

b. Mata Pelajaran Dasar Teknologi Menjahit

Mata pelajaran dasar teknologi menjahit merupakan salah satu mata pelajaran

yang diajarkan pada dasar kompetensi keahlian busana butik pada kelas X. Mata

pelajaran dasar teknologi menjahit merupakan salah satu progam produktif yang

membekali peserta didik agar memiliki kompetensi dasar atau kemampuan

produktif pada suatu pekerjaan atau keahlian tertentu yang relevan dengan

tuntutan lapangan pekerjaan. Pada pembelajaran mata pelajaran dasar teknologi

menjahit terdapat pembelajaran teori dan praktik.

Satu kompetensi yang besar atau luas, yang di dalamnya ada beberapa

subkompetensi/indikator mungkin membentuk satu mata pelajaran. Untuk setiap

mata pelajaran dirumuskan satu atau lebih dari satu tujuan pembelajaran umum.

Tujuan pembelajaran umum ini berisi rumusan kompetensi atau subkompetensi

yang diharapkan dikuasai oleh para siswa. Penguasaan kompetensi-kompetensi

48
tersebut menjadi target atau sasaran yang harus dicapai dalam pembelajaran

(Sukmadinata & Syaodih, 2012: 89). Kompetensi yang akan menjadi fokus adalah

kompetensi dasar mengelola limbah organik dan anorganik, yang berfokus pada

pengelolaan jenis limbah anorganik yaitu limbah hasil jahitan busana (perca kain).

Kompetensi yang akan difokuskan pada media video yang dikembangkan adalah

kompetensi mengelola limbah organik dan anorganik dengan materi pemanaatan

limbah hasil jahitan busana menjadi kerajinan bantalan jarum, karena kompetensi

dasar tentang pengertian limbah, jenis limbah, dan cara pengolahan limbah

materinya sudah disajikan dalam handout yang telah disediakan.

Berikut adalah uraian kompetensi dan indikator pada mata pelajaran dasar

teknologi menjahit sebagaimana yang tercantum dalam kurikulum terbaru dan

silabus untuk SMK khususnya pada progam keahlian busana butik yang dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kompetensi Mata Pelajaran Dasar Teknologi Menjahit

Kompetensi Dasar Indikator

3.2.Mendeskripsikan pengertian, 3.2.1 Menjelaskan pengertian limbah


jenis limbah, dan cara 3.2.2 Menjelaskan jenis limbah
pengolahan limbah. 3.2.3 Menjelaskan cara pengolahan
limbah.
4.2 Mengelola limbah organik dan 4.2.1 Mengidentifikasi bahan untuk
anorganik membuat kerajinan bantalan

49
jarum
4.2.2 Mengidentifikasi alat untuk
membuat kerajinan bantalan
jarum
4.2.3 Menganalisis desain kerajinan
bantalan jarum
4.2.4 Membuat pola kerajinan
bantalan jarum
4.2.5 Membuat kerajinan bantalan
jarum dari limbah anorganik
yaitu limbah hasil jahitan
busana (perca kain).

(Sumber: Dokumen Spektrum Busana Butik di SMK Muhammadiyah 1 Tempel).

c. Materi Pengelolaan Limbah Hasil Jahitan Busana

Materi pengelolaan limbah hasil jahitan busana merupakan salah satu materi

dalam mata pelajaran dasar teknologi menjahit. Pada materi ini terdapat

pembelajaran teori dan praktik. Pembelajaran teori diberikan untuk membekali

peserta didik sebelum melaksanakan pembelajaran praktik. Materi ini disesuaikan

dengan Kurikulum 2013 (K13). Pada materi pengelolaan limbah hasil jahitan

busana diajarkan tentang pemanfaatan limbah hasil jahitan busana menjadi produk

kerajinan. Jenis limbah hasil jahitan busana yang menjadi batasan adalah perca

kain yang akan dimanfaatkan menjadi kerajinan bantalan jarum. Peserta didik

diajarkan tentang memanfaatkan limbah hasil jahitan busana yaitu perca kain

menjadi sebuah bentuk produk yang tidak hanya bermanfaat tetapi juga

50
mempunyai nilai jual. Tujuan dari pemanfaatan limbah hasil jahitan busana ini

adalah untuk menghasilkan limbah sekali pakai tanpa menimbulkan kerugian atau

masalah kepada masyarakat dan mencegah polusi (Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, 2013: 33). Pemanfaatan limbah hasil jahitan busana pada penelitian

kali ini dibatasi pada yaitu perca kain.

d. Pengertian Perca Kain

Perca kain adalah kain sisa hasil produksi/jahitan yang merupakan bagian dari

limbah hasil jahitan busana. Kain-kain sisa guntingan yang sudah tidak utuh lagi

tersebut biasa kita sebut dengan perca kain. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia perca merupakann sobekan (potongan) kecil kain sisa dari jahitan dan

sebagainya. Ukuran perca 5-20 cm. Menurut Prihati (2013:42) perca kain adalah

kain sisa hasil produksi/jahitan yang merupakan bagian dari limbah tekstil, kain-

kain sisa guntingan yang sudah tidak utuh lagi tersebut biasanya disebut perca

kain. Saat ini limbah hasil jahitan busana yaitu kain perca seringkali hanya

dibuang atau dibakar sehingga menimbulkan polusi udara, apabila dipendam di

tanah tidak bisa terurai dengan cepat sehingga dapat mengganggu keseimbangan

alam dan lingkungan sekitar. Padahal apabila kita mampu untuk memanfaatkan

limbah hasil jahitan busana yaitu perca kain menjadi berbagai macam produk

yang bermanfaat, maka akan menjadi peluang usaha yang menguntungkan.

Berikut ini adalah contoh kerajinan yang bisa dibuat dengan bahan limbah hasil

jahitan busana yaitu perca kain:

51
Gambar 1. Lenan dan Aksesoris dari Perca Kain.
(Sumber : Buku mata pelajaran Dasar Dasar Teknologi Menjahit)

Dengan adanya materi pengelolaan limbah hasil jahitan busana, siswa

diharapkan mampu mengelola limbah hasil jahitan busana menjadi produk yang

bermanfaat dan bisa mengurangi pencemaran lingkungan. Sehingga diperlukan

pengembangan media video pembuatan kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil

jahitan agar lebih menunjang proses pembelajaran siswa.

5. Kerajinan Bantalan Jarum

a. Pengertian Kerajinan

Keterampilan kerajinan mencakup beberapa cabang kerajinan dengan

menggunakan bahan lunak, bahan keras baik lunak maupun buatan, dan kerajinan

alternatif (mixed media) dengan berbagai teknik pembuatan (Depdiknas, 2006:

1097). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kerajinan adalah barang

yang dihasilkan melalui keterampilan tangan (seperti tikar, anyaman, dan

sebagainya). Jenis-jenis kerajinan antara lain: tempat HP, tas, gantungan kunci,

52
merangkai manik-manik, gantungan pot bunga, vas bunga, bantalan jarum, bros,

dll. Kerajinan yang akan dibuat pada penelitian ini adalah jenis kerajinan yang

dibuat dengan menggunakan bahan perca kain. Alternatif pemanfaatan sisa kain

adalah dapat digunakan sebagai bahan pembuat aneka kerajinan seperti: keset,

kerajinan bantalan jarum, hiasan dinding, aneka aksesoris seperti: bros, tas kain,

dompet, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti

dakron, dan lain-lain. Pada penelitian ini pembuatan kerajinan dipilih sebagai

fokus pada pemanfaatan limbah hasil jahitan busana. Sesuai dengan materi yang

diajarkan pada proses pembelajaran, kerajinan merupakan sebuah produk yang

tidak hanya bermanfaat tetapi juga memiliki nilai jual, oleh sebab itu limbah hasil

jahitan busana akan

b. Pengertian Bantalan Jarum

Bantalan jarum adalah salah satu peralatan yang digunakan sebagai alat bantu

untuk meletakkan atau menancapkan jarum baik pada saat menjahit, mengepas

busana, maupun saat jarum tidak digunakan. Bantalan jarum ini membuat jarum

tidak mudah hilang sehingga mudah digunakan. Bantalan jarum dapat dibeli atau

dibuat sendiri menggunakan sisa busa dan perca kain. Bantalan jarum mempunyai

berbagai macam bentuk dan jenis. Secara umum, terdapat dua jenis kerajinan

bantalan jarum yang digunakan untuk menjahit yaitu kerajinan bantalan jarum

dari kain dan kerajinan bantalan jarum dari magnet. Dua jenis kerajinan bantalan

jarum tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam

penggunaannya. Saat ini, kerajinan bantalan jarum mempunyai berbagai macam

53
bentuk dan cara penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kenyamanan

penggunanya. Pada penelitian ini kerajinan bantalan jarum yang digunakan

terbuat dari kain perca/limbah hasil jahitan busana.

Pada penelitian ini pemanfaatan limbah hasil jahitan busana yaitu perca kain

dibatasi pada pembuatan kerajinan yaitu kerajinan bantalan jarum. Kerajinan

bantalan jarum sering dianggap remeh mengingat banyaknya kerajinan lain yang

lebih bagus, akan tetapi penggunaan kerajinan bantalan jarum saat ini sangat

dibutuhkan mengingat banyaknya penggunaan jarum oleh wanita berhijab,

banyaknya industri besar maupun perorangan dibidang menjahit busana, dan

adanya fungsi ganda yaitu selain sebagai alat untuk menancapkan jarum juga bisa

sebagai hiasan. Oleh sebab itu siswa dituntut untuk kompeten dalam membuat

produk kerajinan bantalan jarum ini. Dengan pengembangan video pembuatan

kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan busana siswa diharakan mampu

memahami materi dan lebih kompeten dalam membuat kerajinan bantalan jarum

dari limbah hasil jahitan busana.

c. Pembuatan Kerajinan Bantalan Jarum

Pembuatan kerajinan bantalan jarum dari kain sangatlah mudah dengan

bahan-bahan yang mudah diperoleh disekitar kita, termasuk bahan utama yaitu

limbah hasil jahitan busana berupa perca kain. Dalam proses pembuatan kerajinan

bantalan jarum dari limbah hasil jahitan, perlu mempersiapkan segala sesuatunya

dengan baik. Tahapan pembuatan kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil

jahitan busana akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Tahap persiapan

54
1. Menyiapkan tempat kerja.

Sebelum membuat kerajinan bantalan jarum dari limbah tekstil khususnya

limbah hasil jahitan busana atau perca kain, perlu disiapkan tempat kerja yang

dibutuhkan untuk membuat kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan

busana agar prosesnya dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

2. Menyiapkan alat dan bahan.

Selain menyiapkan tempat kerja, dalam membuat kerajinan bantalan jarum

dari perca kain juga membutuhkan alat dan bahan. Alat dan bahan perlu

dipersiapkan dengan lengkap sebelum memulai bekerja untuk menghemat waktu

dan kelancaran dalam bekerja.

1) Alat yang diperlukan.

Alat yang dibutuhkan untuk membuat kerajinan bantalan jarum dari limbah

hasil jahitan busana atau perca kain secara pokok, antara lain: jarum jahit, jarum

pentul, jarum tapestry, gunting kain, gunting kertas, penggaris/metline, penghapus,

pensil atau kapur jahit, pendedel, spidol, jangka, CD (Compact Disk), dan alat lem

lilin (glue gun).

2) Bahan yang diperlukan.

a. Bahan utama adalah perca kain, perca kain yang diperlukan mempunyai

syarat yaitu, harus bersih, tenunan rapat, mempunyai ukuran minimal 12 x 12

cm, tidak kaku, tidak bernoda yang tidak bisa hilang, dan tidak lusuh,

sebaiknya kain sejenis, kain perca bisa bermotif atau polos.

b. Bahan pelengkap yaitu, kertas pola, benang, benang nilon, lem lilin (glue

stick), kain flanel, busa dakron, pita grosgrain dan kertas karton. Setelah

55
tempat kerja, alat dan bahan sudah dipersiapkan, maka proses selanjutnya

akan berjalan lebih lancar dan maksimal.

2) Tahap pelaksanaan

Desain bantalan jarum pada penelitian ini telah dibuat oleh peneliti dan

peserta didik mengikuti desain yang telah ditentukan sehingga tidak ada penilaian

desain. Tampilan desain kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan busana

yaitu sebagai berikut:

Gambar 2. Desain Kerajinan Bantalan Jarum

. Langkah-langkah pembuatan kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil

jahitan busana adalah sebagai berikut:

a) Langkah 1 : Membuat pola lingkaran.

Membuat pola sesuai dengan desain dan ukuran yang telah ditentukan pada

kertas pola. Pembuatan pola bisa dibuat pada kertas pola terlebih dahulu atau

menjiplak menggunakan CD (Compact Disk) bagi yang tidak memiliki jangka

agar lebih cepat dan praktis. Pola lingkaran untuk bagian mahkota bunga, putik

bunga, dan daun yaitu berukuran d = 12 cm. Pola lingkaran dengan ukuran

diameter 12 cm sudah termasuk dengan kampuh yaitu sebesar 3 mm, ukuran ini

ditentukan agar tidak perlu memotong tiras atau sisa kampuh. Pola lingkaran

56
dengan ukuran diameter = 12 cm bukan sebagai pola patokan, melainkan sebagai

ukuran pola terpilih agar hasil jadi kerajinan bantalan jarum berukuran sedang

yaitu tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Apabila menghendaki ukuran

kerajinan bantalan jarum yang lebih besar atau kecil, maka ukuran diameter

lingkaran bisa ditambah atau dikurangi. Jumlah mahkota bunga yang akan dibuat

yaitu = 5 buah, putik bunga= 1 buah, dan daun = 5 buah.

b) Langkah 2 : Menggunting pola lingkaran pada kertas pola.

Pola lingkaran yang sudah dibuat pada kertas pola sesuai desain dan ukuran

yang ditentukan. Pola yang sudah dibuat pada kertas pola kemudian digunting

sesuai dengan tanda pola. Apabila pola menggunakan CD (Compact Disk) maka

pola bisa langsung dijiplak pada kain, akan tetapi harus tetap memperhatikan

kebersihan pola.

c) Langkah 3: Menjiplak pola pada bahan.

Pola lingkaran yang sudah digunting kemudian diletakkan di atas bahan/perca

kain. Kemudian pola disemat menggunakan jarum pentul, sehingga pola tidak

akan bergeser. Selanjutnya bahan (perca kain) ditandai menggunakan kapur jahit

atau pensil sesuai dengan pola. Ingat agar selalu memperhatikan kebersihan.

Apabila menggunakan CD (Compact Disk) pola bisa langsung dijiplak pada kain

perca.

d) Langkah 4: Menggunting bahan (perca kain) sesuai tanda pola.

57
Menggunting kain/perca kain sesuai pola yang sudah diletakkan diatasnya

atau sesuai garis tanda pola pada bahan. Pola yang sudah diletakkan pada bahan

kemudian dipotong. Pemotongan harus rapi sesuai tanda pola lingkaran.

e) Langkah 5: Membuat bagian mahkota bunga bantalan jarum.

Tahapan yang dilakukan untuk membuat bagian mahkota bunga yaitu:

1) Mengunci jahitan awal.

2) Menjelujur bahan sesuai batas kampuh, menjelujur sekeliling kain/perca

kain berjarak 3 mm dari batas tanda pola lingkaran. Ukuran 3 mm

merupakan batas jarak jelujuran (batas kampuh).

3) Mengerut bahan yang sudah dijelujur, sehingga membentuk lingkaran

kecil, akan tetapi jangan mengerut bahan sampai tertutup rapat karena

digunakan untuk memasukkan busa dakron pada bahan.

4) Mengisi bahan yang sudah dijelujur dengan busa dakron. Busa dakron

kemudian dimasukkan pada bahan. Masukkan busa dakron sedikit demi

sedikit agar tidak terlalu penuh. Pengisian dakron jangan terlalu banyak

dan jangan terlalu sedikit, hal ini agar hasil jadi kerajinan bantalan jarum

lebih indah dilihat.

5) Menarik atau mengerut bahan sampai kerutan rapat. Setelah busa dakron

dimasukkan pada bahan kemudian bahan dikerut atau menarik benang

jelujuran sampai kerutan rapat.

6) Mengunci jahitan akhir. Setelah bahan dikerut sampai rapat kemudian

mengunci jahitan agar kerutan tidak lepas dan busa dakron tetap didalam

bahan.

58
f) Langkah 6 : Membuat bagian putik bunga bantalan jarum.

Tahapan yang dilakukan untuk membuat bagian putik bunga yaitu:

1) Mengunci jahitan awal.

2) Menjelujur bahan sesuai batas tanda kampuh.

3) Mengerut bahan yang sudah dijelujur.

4) Mengisi bahan dengan busa dakron.

5) Membuat pola lingkaran pada kertas karton untuk bantalan putik bunga

dengan ukuran diameter = 5 cm.

6) Memasukkan kertas karton berbentuk lingkaran pada bahan yang sudah

diisi dengan busa dakron.

7) Menarik jelujuran/mengerut bahan sampai kerutan rapat pada bagian

tengah.

8) Mengunci jahitan akhir.

g) Langkah 7: Membuat bagian daun bantalan jarum.

Tahapan yang dilakukan untuk membuat bagian putik bunga yaitu:

1) Melipat bahan daun berbentuk lingkaran menjadi 4 bagian. Bahan untuk

membuat daun berukuran diameter = 12 cm dilipat menjadi dua bagian

kemudian dilipat lagi menjadi dua bagian, sehingga membentuk seperti

sebuah segitiga.

2) Mengunci jahitan.

3) Menjelujur bagian bawah daun (bagian yang tidak berbentuk runcing).

Bagian bawah daun yang tidak berbentuk runcing kemudian dijelujur.

Sebelum menjelujur, kunci jahitan pada bagian yang bukan lipatan agar

59
lebih mudah saat menjelujur. Batas menjelujur bahan yaitu 3 mm dari

tanda pola lingkaran atau batas kampuh.

4) Mengerut bahan yang sudah dijelujur. Setelah bahan dijelujur kemudian

dikerut sehingga membentuk seperti sebuah daun.

5) Mengunci jahitan akhir.

h) Langkah 8: Menggabungkan bagian mahkota bunga menjadi satu rangkaian.

Bagian mahkota bunga yang sudah dibuat kemudian digabungkan

menggunakan benang nilon dan jarum tapestry menjadi satu rangkaian. Tusukkan

dibagian tengah samping mahkota bunga menembus kebagian lain, lau tarik kuat,

tusuk kembali dalam 5 bulatan mahkota bunga, sehingga membentuk satu

rangkaian mahkota bunga. Kemudian kunci jahitan agar benang tidak lepas.

i) Langkah 9 : Menempelkan bagian putik bunga pada bagian mahkota bunga

menggunakan lem.

Bagian putik bunga yang sudah dibuat, kemudian diberi lem lilin secara

melingkar pada bagian tepi bantalan putik lalu tempelkan pada bagian rangkaian

mahkota bunga. Jangan lupa memastikan posisi rangkaian mahkota bunga sudah

rapi dan sama sebelum ditempelkan dengan putik bunga sehingga hasilnya rapi

dan bagus.

j) Langkah 10 : Membuat bantalan dasar dari kain flanel untuk menempelkan

daun dan pita grosgrain.

Tahapan yang dilakukan untuk membuat bantalan dari kain flanel adalah:

60
1) Membuat pola lingkaran pada kertas pola atau kertas karton untuk

menjiplak pola pada kain flanel. Ukuran pola lingkaran untuk bantalan

kain flanel yaitu diameter = 8,4 cm.

2) Menggunting pola lingkaran yang sudah dibuat pada kertas karton atau

kertas pola

3) Menjiplak pola lingkaran pada kain flanel

4) Menggunting kain flanel sesuai tanda pola.

k) Menempelkan bagian daun dan pita grosgrain pada bantalan kain flanel

menggunakan lem lilin.

Bagian daun dan pita grosgrain kemudian ditempelkan pada bantalan kain

flanel. Atur dahulu posisi daun sebelum ditempelkan dengan lem lilin. Setelah

posisi diatur, kemudian bagian daun di lem pada bantalan kain flanel. Setelah itu

lem pita grosgrain pada bantalan kain flanel. Ukuran pita grosgrain pada video ini

adalah 20 cm

l) Mengisi bagian belakang mahkota bunga dengan busa dakron.

Sebelum menempelkan bagian mahkota+putik bunga dengan bagian bantalan

kain flanel (kelopak bunga) terlebih dahulu mengisi bagian belakang mahkota

bunga+putik yang masih terdapat ruang sisa. Hal ini dilakukan agar saat

penempelan bagian mahkota+putik dengan bagian kelopak bunga tidak terjadi

kerutan karena bagian tengah yang kosong atau berlubang.

m) Langkah 13 : Menempelkan bagian mahota+putik dengan bagian kelopak

bunga (bantalan kain flanel).

61
Bagian kelopak bunga (bantalan kain flanel) diberi lem lilin secara

menyeluruh, kemudian bagian mahkota+putik bunga ditempelkan pada bagian

kelopak bunga (bantalan kain flanel).

3) Tahap penyelesaian

Langkah terakhir adalah penyelesaian yaitu membersihkan sisa benang dan

sisa lem lilin yang menempel pada kerajinan bantalan jarum agar hasil kerajinan

bantalan jarum rapi dan bersih.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan berikut dapat menjadi sebuah kajian yang

relevan terhadap penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Ada beberapa

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya sebagai berikut :

1. Hasil penelitian dari Riya Agustina pada tahun 2009 dengan judul:

Pengembangan Video Pembelajaran Pengolahan Cake dengan Substitusi

Labu Kuning Pada Mata Pelajaran Pengolahan Kue dan Roti Di SMK N 2

Godean Yogyakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat validasi

video pembelajaran pengolahan cake dengan substitusi labu kuning

berdasarkan ahli media, materi, dan guru adalah valid dan layak, uji coba

video pada kategori sangat layak sebesar 16,67% dan kategori layak sebesar

83,33%.

2. Hasil Penelitian dari Tri Cipto Tunggul Wardoyo pada tahun 2015 dengan

judul: Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Video Animasi Pada

62
Mata Pelajaran Mekanika Teknik Di SMK N 1 Purworejo. Hasil

pengembangan media pembelajaran diketahui bahwa: (1) produk media yang

dikembangkan layak digunakan di SMK Negeri 1 Purworejo. (2) kelayakan

produk berdasarkan validasi ahli materi sebesar (74%) termasuk kriteria

“layak” untuk digunakan, sedangkan berdasarkan validasi ahli media sebesar

(82,5%) termasuk kriteria “sangat layak” untuk digunakan. (3) hasil ujicoba

pada mahasiswa sebesar (79,41%) termasuk kriteria “tinggi”, hasil latihan I

sebesar (77,27%) termasuk kriteria “tinggi”, hasil latihan II sebesar (79,31%)

termasuk kriteria “tinggi”, dan hasil tes terakhir sebesar (89,66%) termasuk

kriteria “sangat tinggi”. (4) media pembelajaran yang dihasilkan mampu

meningkatkan minat belajar siswa sebesar (20,70%) setelah menggunakan

media.

3. Hasil penelitian dari Nugraheni Dinasari Haryono Nurmaal pada tahun 2015

dengan judul: Pengembangan Multimedia Interaktif Sebagai Media

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Materi Koperasi Bagi Siswa Kelas IV

SD Negeri TegalPanggung Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan:1)

hasil validasi ahli media mendapat skor rata-rata 4,54 (sangat baik) , 2) hasil

validasi ahli materi mendapat skor rata-rata 4,08 (baik), 3)hasil uji coba

lapangan awal mendapat skor rata-rata 3,79 (baik), 4)hasil uji coba lapangan

utama mendapat skor rata-rata 4,28 (sangat baik), 5)hasil uji coba lapangan

operasional mendapat skor rata-rata 4,12 (baik). Berdasarkan hasil dari

serangkaian proses uji kelayakan tersebut multimedia interaktif yang

63
dikembangkan layak digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

materi koperasi.

Berdasarkan beberapa penelitian yang relevan di atas, dapat ditemukan

adanya perbedaan dan persamaannya. Perbedaannya terletak pada instrumen

penelitiannya, jika pada penelitian relevan sebelumnya instrumen penelitiannya

menggunakan angket, tes dan wawancara, maka pada penelitian ini menggunakan

instrumen angket saja. Mata pelajaran yang diteliti pada penelitian ini adalah

dasar teknologi menjahit sedangkan pada penelitian relevan lainnya adalah mata

pelajaran IPS, mekanika, dan kompetensi kejuruan. Perbedaan lainnya yaitu pada

penelitian relevan lainnya tujuan penelitiannya adalah meningkatkan minat belajar

siswa, akan tetapi pada penelitian ini tujuan penelitiannya adalah kelayakan media

dan pengembangan/pembuatan media pembelajaran. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian relevan lainnya adalah jenis penelitian yaitu RnD. Persamaan

dan perbedaan penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan

pada penelitian ini lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Posisi Penelitian dengan Penelitian Relevan Lainnya

Tri
Riya Nugraheni Sinta
Uraian Penelitian Cipto
(2009) (2015) (2018)
(2015)
Tujuan Kelayakan √
√ √ √
penelitian media
Pembuatan
media √ √ √ √
pembelajaran
Meningkatkan
minat belajar √
siswa
Jenis Eksperimen

64
Tri
Riya Nugraheni Sinta
Uraian Penelitian Cipto
(2009) (2015) (2018)
(2015)
Penelitian RnD √ √ √ √
Deskriptif
PTK
Tempat SD √
SMK √ √ √
Instrumen Kuisioner
Angket √ √ √ √
Tes √
Observasi √ √ √ √
Wawancara √
Mata Mekanika √
Pelajaran
IPS √
Tekologi

Menjahit
Pengolahan

Kue dan Roti

C. Kerangka Pikir

Mata pelajaran dasar teknologi menjahit merupakan salah satu dasar

kompetensi menjahit yang disajikan dalam kurikulum 2013 pada kelas X. Pada

mata pelajaran dasar teknologi menjahit salah satu materi yang harus dikuasai

adalah pengelolaan limbah hasil jahitan busana dengan fokus materi pemanfaatan

limbah hasil jahitan busana yang akan dibuat menjadi produk kerajinan bantalan

jarum. Berdasarkan observasi dan wawancara pada pembelajaran pembuatan

kerajinan bantalan arum dari limbah hasil jahitan. Media yang digunakan di

sekolah yaitu media jobsheet belum membantu siswa memahami materi. Secara

65
tampilan media jobsheet kurang menarik yaitu masih berupa cetakan hitam putih,

tidak mengandung unsur audio, terlalu teoritis, tidak menyajikan detail tampilan

visual nyata, bergerak, dan beraksi, sehingga membuat siswa tidak semangat

mengikuti pembelajaran, belum memahami materi, dan jenuh. Padahal di SMK

Muhammadiyah 1 Tempel sudah disediakan fasilitas yang dapat menunjang

pembelajaran berbasis teknologi, akan tetapi belum dimanfaatkan secara optimal

dalam penyampaian materi praktik pembuatan kerajinan bantalan jarum dari

limbah hasil jahitan busana.

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas, diperlukan media yang dapat

menunjang kelancaran proses pembelajaran dan memiliki kelebihan-kelebihan

yang mampu menggantikan media jobsheet. Media video diyakini menjadi solusi

dari permasalahan yang ada. Media video memuat informasi atau langkah-langkah

mengelola limbah hasil jahitan busana yang memuat pesan audio dan visual nyata,

bergerak, dan beraksi tidak hanya berisi tulisan dan sedikit contoh gambar

sehingga tidak membosankan, mempermudah pemahaman siswa, dan menarik.

Dengan penggunaan video diyakini dapat memudahkan siswa dalam

mempelajari materi praktik, mampu menerapkan pembelajaran praktik pembuatan

kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan busana dan membantu dalam

mencapai pembelajaran dengan hasil yang optimal dari segi ilmu dan pemanfaatan

fasilitas yang ada. Penggunaan media video diharapkan bisa mempermudah guru

dalam menyampaikan atau memperkaya materi pembuatan kerajinan bantalan

jarum dari limbah hasil jahitan busana. Hal ini menjadi suatu ketertarikan peneliti

untuk melakukan penelitian dan pengembangan (Research and Development).

66
Prosedur penelitian pengembangan yang peneliti gunakan mengacu pada langkah-

langkah penelitian dan pengembangan menurut Borg & Gall dalam Tim

Puslitjaknov (2008:11) yang meliputi 5 langkah yaitu: 1) analisis kebutuhan

produk, 2) mengembangkan produk awal, 3) validasi ahli dan revisi, 4) uji coba

skala kecil dan revisi, 5) uji coba skala besar dan produk akhir.

Pemikiran peneliti dapat digambarkan dalam bentuk skema pada gambar 3.

Permasalahan yang dihadapi:


1. Media yang digunakan di sekolah yaitu media jobsheet, kurang menarik,
terlalu teoritis, hanya berupa cetakan hitam putih, dan belum memotivasi siswa
dan memudahkan siswa dalam memahami langkah pembuatan kerajinan
bantalan jarum dari limbah hasil jahitan busana.
67
2. Fasilitas yang ada di SMK Muhammadiyah 1 Tempel belum dimanfaatkan
secara maksimal dalam penyampaian materi praktik pembuatan kerajinan
bantalan jarum dari limbah hasil jahitan busana.
Solusinya yaitu dibutuhkan media pembelajaran yang menampilkan detail tampilan
visual nyata, bergerak, dan beraksi, berisi penjelasan singkat, jelas, mudah dipahami,
dan berwarna sehingga menarik perhatian.

Media Video merupakan alternatif media pembelajaran yang diharapkan dapat


mempermudah siswa dalam mempelajari materi pembelajaran praktik pembuatan
kerajinan bantalan jarum dari limbah hasil jahitan busana, memotivasi siswa
mengikuti pembelajaran, dan memberikan suasana belajar yang menyenangkan.

Perlu dilakukan pengembangan media video sesuai dengan kebutuhan


belajar siswa dan sudah teruji kelayakannya.

Gambar 3. Skema kerangka berpikir.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka berfikir diatas, maka pada penelitian ini dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

68
1. Bagaimana proses pengembangan media video pembuatan kerajinan bantalan

jarum dari limbah hasil jahitan busana untuk siswa kelas X di SMK

Muhammadiyah 1 Tempel ditinjau dari:

a. Analisis kebutuhan produk

b. Mengembangkan produk awal

c. Validasi ahli dan revisi

d. Uji coba skala kecil dan revisi

e. Uji coba skala besar dan produk akhir.

2. Bagaimana kelayakan media video pembuatan kerajinan bantalan jarum dari

limbah hasil jahitan busana untuk siswa kelas X di SMK Muhammadiyah 1

Tempel ditinjau dari:

a. Ahli materi

b. Ahli media

c. Uji coba skala kecil

d. Uji coba skala besar

69

Anda mungkin juga menyukai