(Cheilinus undulatus)
A. Latar Belakang
Ikan napoleon adalah jenis ikan karang atau hidup disekitar terumbu karang dan tersebar
di seluruh perairan Indonesia, secara alami jumlah populasi ikan Napoleon relatif rendah,
biasanya secara visual terlihat antara 2 – 4 ekor dengan variasiasi ukuran antara 40 – 120 cm.
Ikan Napoleon mencapai dewasa atau matang gonad pada usia 4 – 5 tahun, dapat mencapai
ukuran 1,5 meter dengan berat 180 kg dan berumur panjang dan dapat mencapai umur 50
tahun, hidup secara soliter di perairan tropis dengan kedalaman antara 2 – 60 meter.
Wilayah sebarannya di dunia meliputi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Ikan napoleon dalam bahasa Inggris dikenal dengan beberapa nama seperti Giant Wrasse,
Humphead, Humphead Wrasse, Maori Wrasse, Napoleon Wrasse, Truck Wrasse, dan Undulate
Wrasse. Sedangkan nama ilmiah hewan ini adalah Cheilinus undulatus. Dalam bahasa pasar
lokal biasa disebut mameng (Kao, 2016).
Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus Ruppell 1835) merupakan spesies yang terdaftar
dengan status perlindungan ‗terancam‘ (threatened) pada Lampiran II CITES (CITES
Appendix
II) (Gillett, 2010; Sadovy et al., 2003) dan ‗terancam punah‘ (endangered) pada Daftar
Merah IUCN (IUCN Red List) (Colin, 2010; Sadovy & Suharti, 2008). Ikan tersebut dikategorikan
terancam punah karena di banyak negara populasi alaminya semakin sulit dijumpai akibat
penangkapan tak terkendali (Sadovy & Suharti, 2008). Meskipun demikian, menurut Gillet
(2010), status terancam menurut Lampiran II CITES masih memberikan ruang bagi
perdagangan ikan Napoleon selama kegiatan tersebut tidak berakibat buruk terhadap sintasan
(survival) species tersebut di alam. Sejak tahun 1990-an, ikan napoleon menjadi komoditas
unggulan dalam ekspor perikanan asal Indonesia karena wilayah perairan karang Indonesia
menjadi habitat potensialnya (Sadovy et al. 2003). Pada awalnya hal ini dianggap sebagai suatu
anugerah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
nelayan. Namun, dampak negatif dari perikanan napoleon kemudian menjadi isu penting dalam
kelestarian terumbu karang karena cara penangkapannya yang tidak ramah lingkungan dan
menimbulkan eksternalitas bagi usaha lain. Untuk menanggulangi kasus-kasus kerusakan
karang yang semakin sporadis, pemerintah melarang penangkapan ikan napoleon atas dasar
kerusakan habitat yang ditimbulkan oleh penangkapan yang tidak ramah lingkungan (Sadovy &
Suharti, 2008).
Selain dikenal sebagai komoditas bernilai tinggi, Ikan Napoleon diketahui merupakan
salah satu species pemangsa kunci yang memainkan peranan penting bagi proses ekologi dan
keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Ikan Napoleon dilaporkan memangsa bintang laut
berduri (Crown of Thorns starfish) yang diketahui merupakan pemangsa organisme pembangun
terumbu karang (Sadovy et al., 2003). Kajian menunjukkan bahwa hilangnya ikan Napoleon dari
ekosistem terumbu karang akan mendorong meledaknya populasi bintang laut berduri yang
pada gilirannya memangsa organisme pembangun terumbu secara besar-besaran (CRC Reef
Research Centre, 2003). Di Indonesia, penangkapan ikan Napoleon sudah sejak sejak lama
dilarang melalui Keputusan Menteri Pertanian 375/1995 tentang Larangan Penangkapan Ikan
Napoleon Wrasse (secara terbatas). Meskipun demikian perdagangan secara terbatas masih
diperbolehkan dengan penerapan sistem kuota yang membatasi jumlah ikan yang boleh
diekspor per tahun dan pintu ekspor ke luar negeri (Sadovy & Suharti, 2008).
Indonesia merupakan salah satu daerah penyebaran dan pengekspor ikan napoleon
(Cheilinus undulatus) di dunia. Pemanfatan jenis ikan ini telah diatur baik ditingkat nasional
yang dilindungi terbatas berdasarkan ukuran dan ditingkat internasional masuk di dalam daftar
Appendiks II CITES. Salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki sumber daya ikan
napoleon melimpah adalah Kabupaten Natuna. Keterbatasan serta bberkurangnya populasi
Ikan Napoleon di alam mengacu pada pentingnya diadakan pembenihan dan budidaya
Napoleon guna memenuhi perekonomian serta restocking di alam.
Tujuan dari laporan praktikum ini adalah mahasiswa mengetahui tata cara perbenihan
dan penangkaran biota laut yang dilindungi yaitu Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus).
Manfaat dari laporan praktikum ini adalah mahasiswa memahami proses perbenihan dan
penangkaran biota laut yang dilindungi yaitu Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus).
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari praktikum ini adalah mengenai perbenihan dan penangkaran Ikan
Napoleon dimulai dari fasilitas pembenihan meliputi; Tata letak, bahan dan model/bentuk bak
yang diigunakan, pengadaan induk, pemeliharaan, pematangan gonad, pemijahan,
pemeliharaan larva dan post larva, penyediaan pakan alami, pencegahan dan pengobatan
penyakit, serta pengeloaan kualitas air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi Kima
Secara taksonomi, ikan napoleon berasal dari phylum Chordata, subphylum Vertebrata,
superclass Gnathostomata, superclass Pisces, class Actinopterygii, ordo Perciformes dan famili
Labridae. Ikan napoleon paling sering disebut dengan nama dagang Humphead, Maori Wrasse
atau So Mei karena karakteristik bagian kepala yang menonjol (cembung) mulai di atas mata ke
belakang. Namun ciri ini juga dimiliki oleh satu spesies anggota famili Scariae, ialah ikan
kakatua, Bolbometopon muricatum (Valenciennes, 1840).
B. Morfologi Kima
Panjang ikan ini bisa mencapai 1.5 meter. Dan beberapa ikan bisa mencapai ukuran
sampai 180 kg pada usia 50 tahun. Ketika muda, ikan napoleon terlihat pucat dengan garis -
garis vertikal lebih gelap. Begitu dewasa, warna tubuhnya menjadi hijau kebiru-biruan dengan garis-
garis lebih jelas. Bibirnya menebal macam bibir Mick Jagger. Bagian atas kepalanya pun, di
atas mata, menjadi benjol ke depan. Karena ponoknya itu, orang pun menamainya Wrasse kepala
berponok (Humphead wrasse). Wajahnya memiliki garis-garis tak beraturan. Di belakang
matanya terdapat dua garis pendek berwarna hitam. ―Goresan‖ hitam ini menyerupai
ornamen wajah suku Maori di Selandia Baru. Maka, ikan napoleon pun mendapat julukan lain,
Maori wrasse (Kasim, 2008).
G. Pengendalian Penangkapan
Upaya penangkapan benih ikan napoleon masih menggunakan peralatan yang
sederhana. Walaupun demikian, menangkap benih di alam sangat mudah dilakukan, sehingga
dalam sehari rata-rata nelayan setidaknya mampu menangkap 5-10 ekor/hari. Harga benih ikan
napoleon ukuran 1 inci sekitar Rp. 50.000/ ekor sedangkan 2 inci berkisar Rp. 70.000-120.00/
ekor. Harga tersebut cukup mahal menyebabkan banyak masyarakat yang mencari benih
napoleon di alam. Agar penangkapan benih tidak terjadi secara berlebihan maka perlu adanya
pengendalian penangkapan. Penangkapan benih napoleon sebaiknya tidak dilakukan pada Januari-
Februari karena pada periode tersebut ukuran benih rata-rata 0,5-1 inci. Ukuran tersebut masih
terlalu kecil, jika dipelihara tingkat mortalitasnya sangat tinggi. Jumlah benih yang ditangkap di
alam seharus disesuaikan dengan kuota ekspor yang diberikan setiap tahunnya. Hasil penelitian
Syam et al. (2015), dilaporkan tingkat kelulushidupan ikan napoleon yang diperlihara di karamba di
Kabupaten Anambas mencapai 89 %. Dengan demikian jika kuota di Kabupaten Natuna
sebesar 5.000/tahun, sebaiknya jumlah benih yang bisa dimanfaatkan dari alam tidak melebihi
dari 6.000 ekor/tahun (Prianto, dkk. 2020).
BAB III
TEKNIK PEMBENIHAN DAN PENANGKARAN
F. Fase Pertumbuhan
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2013), terdapat beberapa fase
perkembangan ikan napoleon.
Fase 1. Fase Larva
Jenis Ikan Napoleon pada fase larva banyak dijumpai di daerah padang lamun
(seagrass) dari jenis Enhalus acoroides, di karang keras dari
genus Acropora dan Porites, di soft coral dari jenis Sarcophyton sp.
Fase 2. Juvenil
Juvenil napoleon berwarna hijau pucat dengan garis-garis berwarna gelap pada
sisiknya. Juvenil yang berukuran 3 (tiga) sampai dengan 20 (dua puluh) sentimeter TL
(Total Length) atau lebih dijumpai di daerah terumbu di dalam laguna –dengan karang
yang subur (inner reef).
Terutama dari karang bertanduk dan Acropora spp, daerah padang lamun
(seagrass), perairan yang keruh di terumbu karang, perairan dangkal berpasir
dekat laguna dan daerah mangrove yang berdekatan dengan terumbu karang.
Fase 3. Dewasa
Ikan dewasa memiliki tonjolan dibagian dahinya dan memiliki bibir yang padat
dengan sepasang gigi yang keras. Begitu dewasa, warna tubuhnya menjadi hijau kebiru-
biruan dengan garis-garis lebih jelas.
Ikan dewasa lebih umum dijumpai di daerah yang lebih dalam, menyukai daerah
lereng terumbu, daerah terumbu yang curam, rataan terumbu, daerah kanal yang curam
di dalam terumbu, daerah laguna sampai kedalaman 100 (seratus) meter.
G. Restocking Hasil Budidaya Ke Alam
Untuk menjamin kelangsungan stok induk di alam perlu dilakukan restocking calon induk
secara berkesinambungan. Setiap nelayan yang memanfaatkan benih ikan napoleon dari alam
dan membesarkannya hingga mencapai ukuran dewasa wajib melakukan restocking induk
minimal sebanyak 10% dari total benih yang dipelihara dengan ukuran > 100 mm. Restocking
calon induk dilakukan dengan harapan induk yang ditebar dapat memijah dan menjamin proses
rekrutmen di alam secara alami (Prianto, dkk. 2020).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ikan napoleon adalah jenis ikan karang atau hidup disekitar terumbu karang dan tersebar
di seluruh perairan Indonesia. Ikan Napoleon termasuk ikan yang berumur panjang dan memiliki
daya tarik tinggi terutama bagi bidang ekonomi dan konsumsi. Pemanfaatan ikan napoleon
melalui sistem budidaya di Kabupaten Natuna dapat membantu keberadaan populasi ikan
napoleon di alam.
Sumber daya ikan napoleon di Kabupaten Natuna telah memberikan manfaat yang besar
dan telah berlangsung lama baik bagi masyarakat sekitar maupun bagi perekonomian
Indonesia, sehingga upaya pengelolaan secara lestari perlu dilakukan. Opsi pengelolaan dapat
dilakukan melalui:
i) Pembatasan ukuran ikan yang ditangkap,
ii) Membentuk kawasan suaka perikanan,
iii) Restoking hasil budidaya ke alam,
iv) Pengendalian penangkapan, dan
v) Pengembangan kelembagaan pemanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Bela, J.N.M. 2020. Ikan Napoleon: Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll. FPIK Universitas
Brawijaya.
Colin PL. 2010. Aggregation and spawning behaviour of the humphead wrasse Cheilinus
undulates (Pisces: Labridae): general aspects of spawning behaviour. Journal of Fish
Biology. 76: 987-1007.
CRC Reef Research Centre (2003). Crown-of-Thorns starfish in the Great Barrier Reef –
Current state of knowledge. Townsville: CRC Reef Research Centre, 6 hal.
DKKJI-KKP. 2015. Pedoman Umum Restoking Jenis Ikan Terancam Punah. Jakarta.
Kao, E. 2016. Exposed: the illegal Hong Kong trade in endangered coral reef fish. Hongkong:
South China Morning Post. http://m.scmp.com/news/hong-kong/health-
environment/article/1926859/exposed-illegal-hong-kong-trade-endangered- coral?
utm_source=&utm_medium=&utm_campaign=SCMPSocialNewsfeed
Kasim, Ma‘ruf. 2008. Mengenal Ikan Napoleon. Jurnal Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Kusumaningtyas, M. A., Bramawanto, R., Daulat, A., & Pranowo, W. S. (2014). Kualitas
Perairan Natuna Pada Musim Transisi. Depik, 3(1):10-20.
Prianto E.2, Reny Puspasari1, Dian Oktaviani1, Priyo Suharsono Sulaiman1 dan Regi Fiji
Anggawangsa1. 2020. Pemanfaatan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus, Rüppell 1835)
Melalui Sistem Perikanan Budidaya Di Kabupaten Natuna. 1Pusat Riset Perikanan, Gedung
BRSDM KP II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430, Indonesia. 2Dosen Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau, Kampus Bina
Widya KM. 12,5, Simpang Baru, Kec. Tampan, Kota Pekanbaru, Riau 28293, Indonesia.
Sadovy Y. 1996. Reproduction in reef fishery species. In: Reef fisheries. NVC Polunin, CM
Roberts (Eds). London: Chapman & Hall. p. 15– 59.
Sadovy Y. 1997. Live reef fishery species features prominently in first marine fish IUCN Red
List. Live Reef Fish Information Bulletin. No. 2, Secretariat of the Pacific Community,
Noumea, pp. 13–14.
Sadovy Y. 2006. Napoleon Fish (Humphead Wrasse), Cheilinus undulatus, Trade in Southern
China and Underwater Visual Census Survey in Southern Indonesia. Final Report: IUCN
Groupers & Wrasses Specialist Group. 25 pp.
Sadovy Y. 2006b. Development of fisheries management tools for trade in humphead wrasse,
Cheilinus undulatus, in compliance with Article IV of CITES. IUCN Groupers & Wrasses
Specialist Group. Final Report April 2006, 103 pp.
Sadovy Y. 2010. Wawancara pribadi. Mrs. Yvonne Sadovy adalah ketua tim dari IUCN
Groupers & Wrasses Specialist Group yang telah melakukan kegiatan monitoring Napoleon
di berbagai wilayah perairan Indonesia, termasuk Karas tahun 2005.
Sadovy Y, ACJ Vincent. 2003. Ecological issues and the trades in live reef fishes. In: Coral reef
fishes. Dynamics and diversity in a complex ecosystem. PF Sale (Ed). Academic Press, San
Diego, CA, p. 391– 420 .
Sadovy Y, Punt AE, Cheung W, Vasconcellos M, Suharti S, Mapstone BD. 2007. Stock
assessment approach for the Napoleon fish, Cheilinus undulatus, in Indonesia. A tool for quota-
setting for datapoor fisheries under CITES Appendix II non-detriment finding requirements. FAO
Fisheries Circular. No. 1023. Rome, FAO. 71 pp.
Sadovy Y, M Liu, S Suharti. 2010. Gonadal development in a giant threatened reef fish, the
humphead wrasse Cheilinus undulatus, and its relationship to international trade. Journal of
Fish Biology. 77: 706– 718.
Sadovy Y, S Suharti, IN Edrus, R Bowo. 2012. Monitoring Ikan Napoleon di Taman Nasional
Bunaken Sulawesi Utara. Laporan Proyek, 11 hal (Unpublished).
Sudarmayasa K. A., Arif A.G. 2008. Pemijahan Induk Ikan Napoleon (Cheilinus Undulatus) Di
Bak Terkontrol. Jurnal Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, Vol.7, No.1.
Link Video:
https://youtu.be/g0VBXFAE0es diakses pada tanggal 3 November 2020.
C. Pemberian Pakan
D. Pemisahan Bak Induk Dan Anakan