Anda di halaman 1dari 8

TIMIKA, KOMPAS.

com — Tim ahli geologi PT Freeport Indonesia (PTFI) menampik


kegiatan penambangan aktif dengan serangkaian peledakan (blusting) dan pengeboran (drilling)
batuan menjadi penyebab runtuhnya atap terowongan Big Gossan. Runtuhnya atap terowongan,
Selasa (14/5/2013), mengakibatkan 28 orang tewas dan 10 orang lain terluka. Air hujan yang
bereaksi dengan batuan gamping dan termineralisasi disebut sebagai dugaan awal penyebab
runtuhnya terowongan ini.

Vice President (VP) Geo Services PTFI Wahyu Sunyoto mengatakan, lokasi reruntuhan berada
di luar pengaruh kegiatan operasional pertambangan aktif. Jarak dari pusat penambangan Big
Gossan sekitar 500 meter, sementara untuk tambang Deep Ore Zone (DOZ) berjarak sekitar
1.700 meter, dan untuk tambang terbuka Grasberg (Grasberg open pit) berjarak sekitar 2.700
meter. "Jadi cukup jauh dari daerah kegiatan aktif penambangan kita," jelasnya.

Selain itu, imbuh Wahyu, data microseismic system tidak menunjukkan gejala awal terjadinya
runtuhan itu. Microseismic system adalah sistem yang memantau getaran, terpasang di setiap
lokasi tambang. "Bahkan getaran gempa 7,2 skala Richter yang berpusat di timur laut Kabupaten
Tolikara beberapa waktu lalu tidak berpengaruh terhadap fasilitas tambang bawah tanah kami,"
urai Wahyu.

Analisis sementara

Advertisment

Analisis sementara dari para ahli geologi PTFI, penyebab runtuhnya atap terowongan Big
Gossan adalah akibat menurunnya daya dukung atau kohesivitas batuan. Penurunan kohesivitas
diduga disebabkan oleh pelapukan kimiawi akibat air hujan dan udara yang meresap melalui
struktur rekahan alami.

Wahyu mengatakan, air hujan pada dasarnya bersifat mendekati asam, dengan indikator pH
sekitar 5. Dengan tingkat keasaman tersebut, menurut dia, air hujan akan mudah bereaksi dengan
batuan gamping yang banyak terdapat di Papua, termasuk di lokasi tambang. Air hujan juga
gampang bereaksi dengan zona termineralisasi seperti sulfida tembaga. Kedua hal itu
memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang berujung pelapukan batuan.

 "Pelapukan kimiawi secara alami pada rekahan batuan di atas atap terowongan akibat rembesan
air hujan dan udara yang terus-menerus mengakibatkan kekuatan batuan menjadi sangat lemah.
Kenapa bisa jatuh dalam hitungan detik atau menit, karena ada rekahan yang berbentuk biji yang
bentuknya melebar di bawah, dan karena daya dukung rekahan sudah sangat rendah sehingga
batuan runtuh, memenuhi dan menutup seisi ruangan kelas," jelas Wahyu di Guest House, Senin
(20/5/2013).

Meski sudah ada analisis awal dari para geolog PTFI, tetapi Presiden Direktur PTFI Rozik B
Soetjipto mengatakan tetap akan melakukan investigasi internal yang menyeluruh serta
memberikan kesempatan kepada investigator dari Kementerian ESDM. Rozik juga berencana
mendatangkan investigator independen untuk memastikan penyebab insiden runtuhnya atap
terowongan Big Gossan yang menelan puluhan korban jiwa.

Kompas.com

INILAH.COM, Jakarta - Fenomena runtuhnya pelatihan tambang di terowongan Big


Gossan, Papua milik PT Freeport Indonesia adalah insiden menyedihkan, dengan 28
korban meninggal. Apa penyebab sebenarnya?

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mensinyalir
runtuhnya pelatihan tambang tersebut murni kejadian alam. Menurutnya, kondisi terowongan
tersebut sudah dinilai cukup kuat untuk didiami. Namun, adanya deformasi dari batuan
terowongan, mengakibatkan bebatuan di atas terowongan rubuh.

Susilo menyatakan, untuk melakukan evakuasi, pihak Freeport dan inspektur tambang
membutuhkan penyangga dengan besi kuat untuk menahan ambrukan batu. "Kita beri penyangga
besi agar kita bisa masuk dan lakukan evakuasi," tutur dia di kantor Kementerian ESDM,
Jakarta, Senin (27/5/2013).

Lalu pertanyaannya adalah, mengapa penyangga dari besi tersebut baru diimplementasikan jika
memang lambat laun terjadi deformasi?

Sebagaimana pernyataan Susilo, bahwa indikasi rubuhnya terowongan seharusnya tidak mungkin
terjadi. Sebab, batuan dari atap terowongan memiliki struktur bebatuan yang cukup keras.
Apalagi pascainsiden, getaran ataupun fenomena gempa bumi tidak terjadi sehingga mendorong
ambruknya terowongan.

"Tidak ada getaran ataupun gempa bumi pascainsiden. Semua terjadi karena memang sudah
dipakai 10 sampai 11 tahun. Makanya kami lakukan investigasi penyebab ambruknya
terowongan tersebut," tutur dia.

Susilo menyampaikan, kini pihaknya bersama tim investigasi yang terdiri tujuh peneliti dari
Institut Teknologi Bandung (ITB), serta peneliti tambang yang dibantu Inspektur Tambang
Kementerian ESDM.

Mereka akan mengambil sampel bebatuan untuk menyelidiki dampak crack yang dihasilkan atap
bebatuan sehingga memicu runtuhnya terowongan Big Gossan.

Jika memang ada kejadian akibat deformasi bebatuan, maka sesungguhnya perlu ada tindakan
mengenai fungsi keamanan di tiap terowongan. Perlu fungsi keamanan atap penyangga sehingga
insiden yang sama tidak terjadi kembali.

"Satu dua bulan mudah-mudahan bisa ditemukan hasilnya seperti apa. Yang jelas hasil sementara
memang berdasarkan fenomena alam," tutur Susilo.
Di samping memiliki tim investigasi dari pemerintah, Freeport sendiri memiliki tim internal
untuk mengecek lokasi proyek tambang bawah tanah yang kini masih aktif dieksplorasi.

"Freeport mengecek semua terowongan-terowongan lain agar tidak terjadi insiden serupa. Semua
dipastikan harus aman dan selamat," tutur Susilo.

Terkait hal ini, Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menyampaikan, operasi
kinerja pertambangan ke depannya, perlu kajiaan kembali mengenai ketentuan standarisasi
keselamatan kerja dan keamanan lokasi proyek.

"Tentu itu akan ada semacam kajian kembali. Cuma kita perlu lihat kembali bagaimana insiden
ini bisa terjadi. Bagaimanapun fungsi pengawasan dan lokasi tambang memang perlu
diperhatikan agar kaidah kemanan dan keselamatan juga tetap ada," ujar dia. [hid]

Ini.com

Jayapura, 22/5(Jubi)—Pemerintah Pusat telah mencanangkan untuk melakukan investigasi


lokasi reruntuhan terowongan Big Gossan yang terjadi pada Selasa(14/5) pukul 07.15 WIT.
Bahkan Polda Papua juga siap menerjunkan tim untuk menelisik faktor-faktor apa yang
mempengaruhi runtuhnya terowongan bawah tanah itu.

Kapolda Papua M Tito Karnavian mengatakan tim investigasi yang akan diturunkan Polda Papua
dipimpin langsung Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum dibantu Ditreskrimsus Polda
Papua bekerjasama dengan Tim Ahli PT. Freeport Indonesia dan  SDM Bagian Tambang.

Kapolda Papua juga menambahkan akan bekerjasama dengan kalangan eksternal lainnya yang
memahami tentang teknologi system keselamatan terowongan bawah tanah. “Hal ini diperlukan
untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya longsor, apakah ada unsure kesengajaan, kelalaian,
atau betul-betul ini adalah bencana alam,”kata Kapolda  Papua, Irjen Pol Drs. M. Tito
Karnavian,MA kepada wartawan belum lama ini.

Andaikata tewasnya 28 orang karena bencana alam, maka menurut Kapolda Papua  proses investigasi
akan dihentikan. Investigasi di sini sangat penting karena menyangkut keselamatan pekerja yang lain. Ini
artinya kalau ivestigasi harus benar-benar berpihak kepada keselamatan pekerja dan bukan sekadar
investigasi untuk menyenangkan semua pihak terutama perusahaan.

Sebenarnya jika  dikaji lebih mendalam prinsip-prinsip terowongan dalam tanah mengikuti jalur
air tanah jelas memakan biaya yang sangat tinggi (hight cost). Akibatnya akan dibuat
terowongan yang mendekati cadangan atau core aquifer. Misalnya cadangan di atas ke bawah
ada cebakan ore ada horizontal. Jadi  standar pembuatan terowongan  harus memotong dan
bukan langsung standar lokasi ore. Kalau sudah digali baru namanya ore, bijih kandungan
diambil ore atau bijih.
Pakar tambang dan geologi menilai dalam terowongan bawah tanah seringkali terjadi pergeseran
batu-batuan akibat gaya tarik bumi dan aktivitas bawah tanah lainnya. Misalnya ada aktifitas
dalam terowongan hingga ada getaran atau pergerakan kecil.

Yang jelas semua pergerakan dalam terowongan harus direcord oleh tim dari Departemen
Geotek Perusahaan untuk menjamin jangan sampai ada runtuhan yang dashyat dalam
terowongan.

Ada tiga faktor bahaya di dalam terowongan di lokasi under ground mining antara lain,

Pertama, peristiwa Big Gossan sangat besar dan banyak korban. Yang jadi soal adalah apakah
pergerakan batuan itu sudah tercatat sebelumnya oleh tim Geotek dari PT Freerport Indonesia.
Pergerakan batuan ini harus dipantau terus oleh tim Geotek karena pergerakan batuan bisa terjadi
karena gaya tarik bumi gravitasi dan juga adanya aktivitas lain di dalam terowongan.

Mestinya pihak menejemen geotek harus memberikan jaminan kalau daerah Big Gossan aman
karena mereka telah merekam gejala-gejala awal dari pergerakan batuan. Biasanya pergerakan
besar harus diawali dengan pergerakan-pergerakan batuan kecil dan selanjut reruntuhan yang
sangat besar.

 Kedua, bahaya gas beracun di dalam terowongan karena itu perlu  ventilasi untuk menghindari
dari gas-gas beracun sepertri Sianida, CO dan lain-laon. Apalagi di dalam tanah sistem perut
bumi di  daerah bukaan harus ada ventilasi. Gas Sianida, CO dan bau-bau mirip telur busuk harus
ada ventilasi atau pun ada respirator harus ada untuk menganisipasi gas beracun. Under ground
mining ini lebih banyak gaya gravitas sehingga kalau sudah selesai akan runtuh dengan
sendirinya.

Ketiga, bahaya kebanjiran pasalnya ini bisa terjadi karena , memotong lapisan air tanah di dalam.
Oleh karena itu  ada satu departemen,  yang bisa mengatur agar air tanah tidak menyebabkan
banjir. Biasanya tugas ini dilakukan oleh hidrologi tambang untuk tetap menjaga agar
terowongan bawah tanah tidak kebanjiran.

Lepas dari penelisikan penyebab runtuhnya Big Gossan, mestinya ruang training bagi peserta
dengan  mencari tempat lain yang dinilai aman. Memang lokasi Big Gossan bisa aman tetapi
harus terus dipantau pergerakan batuan oleh tim geotek. Peran tim geotek sangat penting untuk
memantau pergerakan batuan batuan di bawah tanah.

Andaikata tim geotek hanya kerja satu kali saja memantau dan bukan setiap hari maka bisa jadi
tidak semua lokasi terdeteksi pergerakan batuannya.  Paling tidak harus ada tim investigasi yang
independen agar Big Gossan ini tidak terulang lagi.  Atau minimal jangan sampai ada Big
Gossan yang baru lagi muncul di lokasi tambang PT Freeport Ind.(Jubi/dominggus a
mampioper)

Jubi. Portal tanah papua no.1


JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menyebutkan, indikasi
penyebab runtuhnya terowongan tambang Big Gossan milik PT Freeport disebabkan oleh curah
hujan yang cukup tinggi.

"Kan di situ curah hujan cukup tinggi, ya apakah faktor alam atau getaran," ungkap Jero Wacik
usai Rakor KKPPI, di kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Jumat (17/5/2013).

BERITA REKOMENDASI

 Divestasi 51% Saham Freeport, Menko Luhut: 2019 Harus Selesai


 Menko Luhut Siap Blakblakan Soal Pembelian Saham Freeport hingga Impor LNG
 Freeport Bangun Smelter Dimana? Ini Kata Menteri Jonan

Jero mengatakan, pihaknya akan segera menginvestigasi penyebab keruntuhan tersebut. Sebab
menurutnya terowongan bawah tanah milik Freeport tersebut merupakan tambang bawah tanah
yang paling baik.

"Saya sudah minta ini segera diinvestigasi apa penyebab utamanya," tuturnya.

Begitu musibah runtuhnya terowongan tersebut, Jero mengaku langsung mengirimkan tiga
inspektur tambang ke lokasi kejadian. Pihaknya saat ini lebih fokus pada evakuasi korban yang
masih ada di reruntuhan tambang.

"Begitu kejadian saya langsung kirim tiga inspektor tambang ke sana, dirjen berangkat dua hari
yang lalu. Prioritas kita evakuasi yang masih di dalam," timpalnya.

Lebih lanjut, Jero menyebutkan ada 14 orang yang sudah evakuasi selamat dan empat lainnya
meninggal dunia. "14 sudah sudah selamat, 4 meninggal, tiap jam saya berkoordinasi dengan pak
dirjen menyangkut itu," katanya.

Jero mengatakan peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi pihaknya untuk mengecek ulang
seluruh tambang bawah tanah di Indonesia. "Makanya ini pelajaran bagi kita mengecek ulang
seluruh tambang bawah tanah di seluruh Indonesia." tukasnya. (wan)

(wdi)

Ok zone finance

VIVAnews - Terowongan yang terletak di areal tambang PT Freeport Tembagapura tepatnya di


Mile 62, Kamis 29 April 2010 sekitar pukul 09.30 WIT, runtuh.

Akibatnya, jalan disekitar terowongan terputus, dan transportasi yang mengangkut logistik,
personel, maupun bahan peledak dari Tembagapura maupun Timika terputus. Untung, tidak ada
korban jiwa dalam insiden tersebut.
Juru bicara Polda Papua, Komisaris Besar Agus Rianto melalui pesan singkatnya mengatakan,
runtuhnya terowongan yang menghubungkan Timika dan lokasi tambang Tembagapura maupun
sebaliknya, mengakibatkan mobilisasi sementara lumpuh.

“Sementara jalan menuju lokasi tambang terputus, karena tertimbun longsoran tanah dan batu,
sehingga mobilisasi angkutan lumpuh total,’’ ucapnya.

Mengenai penyebab runtuhnya terowongan tersebut, sambung Agus Rianto, diperkirakan karena
terjadinya pergeseran tanah dan bebatuan yang basah di sekitar lokasi.

“Kemungkinan besar karena tanah bergerak, sehingga meruntuhkan bebatuan dan tanah di
sekitar terowongan."

Ditambahkan dia,  akibat runtuhnya terowongan tersebut, tidak ada korban jiwa maupun luka.
Sebab,  saat terowongan runtuh, tidak ada kendaraan perusahaan yang melintas tepat di lokasi
reruntuhan.  “Tidak ada korban akibat runtuhnya terowongan tersebut,’’ singkatnya.

Saat ini, lanjutnya, sejumlah alat berat milik Freeport sedang dikerahkan ke lokasi reruntuhan
untuk membersihkan bekas-bekas reruntuhan, agar mobilisasi angkutan bisa kembali berjalan
lancar.

“Sedang dilakukan upaya perbaikan di lokasi reruntuhan,’’ kata Agus Rianto. (hs)

Laporan: Banjir Ambarita| Papua

Freeport Lalai, Alat Deteksi Terowongan Tidak Berfungsi


Kamis, 23 Mei 2013 | 19:10

Pintu terowongan Big Gosan, ruang kelas11 Quality Management Service (QMS) milik
PT Freeport, Papua. [SP/Robert Isidorus]

[YOGYAKARTA] Sekretaris Utama Basarnas Pusat, Max Ruler mengatakan, alat deteksi di
terowongan tambang PT Freeport tidak berfungsi, sehingga runtuhnya terowongan itu
mengakibatkan 28 pekerja tambang tewas dan hanya 10 orang yang selamat.

"Salah satu faktornya adalah tidak berfungsinya alat pendeteksi gerakan tanah akibat terowongan
tempat pekerja melakukan training dipasang plafon, sehingga alat tersebut tidak berfungsi," kata
Max Ruler saat berkunjung ke Pos Basarnas Yogyakarta, Kamis (23/5).

Menurut dia, kejadian runtuhnya terowongan tersebut tidak diperhitungkan, karena alat
pendeteksi gerakan tanah tidak berfungsi,  sehingga tanpa disadari tiba-tiba runtuh.
"Banyaknya korban dalam kejadian tersebut juga tidak lepas dari faktor medan yang sulit, tanah
cukup tebal, sehingga hanya bisa dikeruk satu meter dalam satu hari, meskipun sudah
menggunakan alat yang memadai. Faktor-faktor tersebut yang membuat evakuasi berjalan
lamban," katanya.

Ia mengatakan, Basarnas tidak punya kewenangan untuk menjelaskan penyebab runtuhnya tanah
yang ada di tambang tersebut,  karena ada instansi lain seperti dari Kementerian ESDM yang
akan meneliti penyebab runtuhnya terowongan tersebut.

"Namun yang jelas saat kejadian terowongan runtuh pihak PT Freeport Indonesia langsung
berkoordinasi dengan kantor SAR di Timika dan langsung melakukan proses evakuasi dengan
tenaga SAR yang memiliki keahlian dalam penyelamatan bawah tanah. Kantor SAR Timika
sendiri yang memimpin evakuasi penyelamatan," katanya.

Insiden runtuhnya terowongan fasilitas pelatihan tambang bawah tanah di area Big Gossans Mil
74 areal pertambangan PT Freeport Indonesia tersebut terjadi pada Selasa (14/5) pagi. [Ant/L-8]
Berita.satu.com

TEMPO.CO, Jakarta--Ahli Geometanika dari Universitas Diponegoro, Dwiyanto Joko


Suprapto menyatakan runtuhnya terowongan fasilitas pelatihan Big Gossan mestinya bisa
diprediksi sebelumnya. Alasannya, setiap terowongan atau tambang bawah tanah memiliki stand
up time alias usia operasional.

"Jadi memang harusnya sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan, tim sudah mengetahui
berapa usia dari sebuah terowongan atau tambang bawah tanah," kata Dwi kepada Tempo,
Minggu, 26 Mei 2013.

Perhitungan jangka usia kemampuan dari terowongan atau tambang bawah tanah, menurut Dwi
diketahui melalui struktur batuan yang ada di lokasi tersebut. "Termasuk struktur retakan tanah
(crack) yang muncul, baik dari penampang retakan, luas bidang retakan, dan retakan terisi apa,"
ujar Dwi.

Bekas Kepala Jurusan Ilmu Geologi Universitas Diponegoro Semarang ini menyebutkan,
kemunculan retakan tersebut merupakan hal yang alami terjadi. Oleh karena itu, biasanya retakan
dipantau menggunakan extensometer.Extensometer adalah alat pendeteksi dan pengukur adanya
pergerakan ataupun pergeseran permukaan tanah. "Gunanya untuk memberikan peringatan dini
terhadap bahaya longsor atau runtuh," ujarnya.

Maka, dengan adanya alat tersebut, suatu pergerakan yang memungkinkan terjadinya longsoran
bisa diketahui sebelum terjadi. Karena, extensometer bisa membaca gerakan retakan tanah yang
cenderung lambat secara terus menerus. Termasuk runtuhan yang terjadi di fasilitas pelatihan
Big Gossan. "Jadi tidak perlu sampai runtuh sudah bisa diramalkan," ujarnya.
Presiden dan CEO Freeport-McMoran Copper and Gold Inc. Richard C. Adkerson mengaku
insiden runtuhnya pusat pelatihan pertambangan Big Gossan terjadi mendadak. Ia mengatakan
belum pernah mengkalkulasi adanya kemungkinan terjadi runtuhan tersebut.

Kendati demikian, ia mengklaim fasilitas pelatihan tambang bawah tanah tersebut memiliki
standar keamanan dan keselamatan yang tinggi. Ia menyatakan sepanjang sejarah 30 tahun
Freeport melakukan operasional penambangan, kejadian seperti ini belum pernah terjadi.

"Kami tidak pernah mengharapkan ini bisa terjadi dengan melihat track record standar
keselamatan PTFI yang paling baik dibanding pertambangan lainnya," kata Richard dalam press
briefing Kamis lalu.

Di penghujung Bulan Mei 2013  ketika tengah berlangsungnya Penyelidikan Team investigasi
yang dilakukan pemerintah Indonesia terkait peristiwa longsor di ruang pelatihan area Tambang
Big Gossan di PT Freeport Indonesia pada 14 Mei 2013 lalu, kecelakaan kerja kembali terjadi di
perusahaan tersebut. Kecelakaan terbaru ini terjadi di wilayah pertambangan bawah tanah PT
Freeport Indonesia, tepatnya di lokasi tambang Deep Orezone (DOZ). Juru bicara PT Freeport
Indonesia Daisy Primayanti, Jum’at (31/5), menjelaskan kepada VOA bahwa kecelakaan itu
terjadi saat dilakukan kegiatan pemeliharaan di areal pertambangan. Seorang pekerja terpaksa
menjalani perawatan akibat tertimbun materi biji basah (wet muck) bersama truk yang di
tumpanginya. Pihak Freeport tengah melakukan investigasi terkait insiden tersebut.
"Tadi siang (Jum’at 31/5) tepatnya jam 13.30 Waktu Indonesia Timur, terjadi kecelakaan
terhadap rekan kerja kita pengendara truk yang sedang melakukan perawatan di area tambang
kita di kompleks Deep Orezone (DOZ). Rekan kita itu tertimpa material biji basah, kayak lumpur
gitu. Yang bersangkutan segera kita larikan ke rumah sakit dan tengah menjalani perawatan,"
demikian keterangan Daisy Primayant

"Ini murni kecelakaan dan tidak ada kaitan dengan insiden kecelakaan pada 14 Mei lalu.
Kecelakaan kali ini juga tidak terjadi akibat ketidak stabilan tambang. Bukan itu penyebabnya,"
tambahnya.Daisy Primayanti memastikan PT Freeport Indonesia hingga kini masih
menghentikan aktifitas pertambangan bawah tanahnya. Investigasi dari pemerintah Indonesia
terkait peristiwa longsor di ruang pelatihan area Tambang Big Gossan di PT Freeport Indonesia
pada 14 Mei 2013 lalu, masih terus berlangsung. "Aktifitas penambangan di bawah tanah belum
kembali berlangsung. Yang ada saat ini adalah aktifitas perawatan dan perbaikan. Investigasi
'kan tengah berjalan. Kegiatan operasional penambangan tentunya menunggu hasil investigasi
dan melihat pertimbangan-pertimbangan dari tim investigasi," jelas Daisy.  Sebelumnya pada
hari Selasa  14 Mei 2013 lalu, atap fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Freeport di area
Big Gossan Timika Papua runtuh menimpa 38 orang pekerja  Freeport yang mengikuti pelatihan
di fasilitas tersebut. Proses evakuasi korban insiden runtuhnya terowongan tersebut baru
selesai pada 21 Mei lalu.Akibat insiden ini, sebanyak 28 orang pekerja tewas tertimbun
runtuhan terowongan, lima pekerja mengalami luka berat dan lima pekerja lainnya mengalami
luka ringan. Tim investigasi bentukan Pemerintah, kini tengah bekerja untuk mengetahui
penyebab runtuhnya atap kelas tersebut.

Anda mungkin juga menyukai