Anda di halaman 1dari 12

STRES & KEKEBALAN TUBUH DAN PSIKOSOMATIS

Tugas Ini Disusun Untuk Melengkapi Mata Kuliah Manajemen Stres


Dosen Pengampu: RR. Dwi Astuti, M.Psi., Psi.

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Royul Aliawati (201760026)


2. Diah Setyowati (201760034)
3. Evita Rizki Tamara (201760036)
4. Fathul Faruq (201660057)
5. Vielga Ganevian J (201760097)
6. Muhammad Syafiq (201760079)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020

1
STRES & KEKEBALAN TUBUH

A. KONSEP STRES

Stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh


mental, fisik, emosional dan spiritual manusia, yang pada suatu saatdapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Yulianti, 2004).

Stres menurut Prasetyo (2006) meliputi tiga aspek, yaitu :

1. Aspek Lingkungan (engineering approach)


2. Aspek Biologis (medicophysiological approach)
3. Aspek Kejiwaan (psyhological approach).

Stres mempunyai tiga penampilan (General Adaptation Syndrome / GAS)


menurut Prasetyo (2006), yaitu:

1. Alarm stage.
2. Adaptation stage (eustress).
3. The stage of exhaustion (distress).

Menurut Elliot dan Eisdorfer (1982) taksonomi stres ada lima kategori stresor:

a) Acute time-limited stressors, melibatkan tantangan di dalam laboratorium


seperti berbicara di depan umum atau aritmatika mental;
b) Brief naturalistic stressors, seperti ujian akademis, melibatkan orang yang
sedang menghadapi tantangan jangka pendek dalam kehidupan nyatanya;
c) Stressful event sequences, contoh kehilangan pasangan atau bencana alam
besar, menimbulkan serangkaian tantangan terkait. Meskipun individu yang
terkena biasanya tidak mengetahui persis kapan tantangan ini akan mereda,
mereka yakin bahwa di masa depan mereka akan mampu,
d) Chronic stressors, biasanya tentang hidup seseorang, memaksa dia untuk
merestrukturisasi atau identitasnya atau peran sosial. Pada stresor kronis,
individu yang mengalami tidak mengetahui kapan tantangan akan berakhir
atau malah meyakini itu tidak akan pernah berakhir. Contoh stres kronis
adalah cedera traumatis yang mengarah ke cacat fisik, memberikan perawatan

2
untuk pasangan dengan demensia parah, atau menjadi pengungsi dipaksa
keluar dari negara asal seseorang oleh perang;
e) Distant stressors, stres karena pengalaman traumatis yang terjadi di masa lalu
belum memiliki potensi untuk terus memodifikasi fungsi sistem kekebalan
tubuh karena kognitif tahan lama dan gejala sisa emosional. Contoh stres jauh
adalah kekerasan seksual pada anak, setelah menyaksikan kematian seorang
teman seperjuangan selama pertempuran, dan telah menjadi tawanan perang.

Individu yang menerima stresor akan mempresepsi stresor serta akan


merespon stresor sehingga mencapai keseimbangan baru (eustress) atau malah
akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan (distress) terhadap
individu tersebut (Prasetyo, 2006).

B. RESPON TUBUH TERHADAP STRES

Stres didefinisikan sebagai stimulus eksternal yang kuat baik fisiologis dan
psikologis yang menyebabkan respon fisiologis dalam tubuh seseorang. Oleh
karena itu, stres dapat digambarkan sebagai proses dengan komponen fisiologis
dan psikologis. Definisi psikologis dari stres dilihat dari cara seseorang merespon
stres pada sejumlah faktor, termasuk kemampuan untuk menghadap stress
(coping), predisposisi genetik, stresor, tingkat dukungan sosial, dan faktor gaya
hidup lainnya. Stresor adalah stimulus, situasi, atau keadaan dengan potensi
menyebabkan reaksi stres.

Efek potensial respon stres yang dapat diobservasi atau diukur termasuk
kecemasan, depresi, kognisi yang terganggu, dan kepercayaan diri terganggu.
Definisi fisiologis stres adalah stres dapat menyebabkan deregulasi sistem imun,
dimediasi oleh HPA axis dan sympathetic-adrenal-medullary axis. Sebagai respon
terhadap berbagai stimuli stres, terjadi inisiasi sekuens kejadian. Ketika situasi
tertentu diinter-pretasikan sebagai keadaan stres, hal ini akan memicu aktivasi
hypotha-lamic-pituitary-adrenal (HPA) axis melepaskan hormon corticotropin-
releasing hormone (CRH).

Pelepasan CRH memicu sekresi dan pelepasan hormon lain, yaitu


adrenocorticotropin hormone(ACTH) dari kelenjar pituitary, yang juga terletak di
otak. Ketika ACTH disekresi oleh kelenjar pituitary, hormon ini mengikuti aliran

3
darah dan mencapai kelenjar adrenal, yang berada di atas ginjal, dan memicu
sekresi hormon stres. Ada dua macam hormone stress utama, yaitu glukokortikoid
(kortisol pada manusia) dan katekolamin (adrenalin dan nor adrenalin).

Sekresi akut glukokortikoid dan katekolamin sebagai respon terhadap


adanya stresor merupakan mediator primer dalam rantai hormonal yang dipicu
respon terhadap stres. Kedua hormon yang disekresi sebagai respon terhadap stres
ini bertindak dalam tubuh untuk memberikan respon fight-or-flight menyebabkan
pening-katan detak jantung dan tekanan darah. Glukokortikoid memiliki efek yang
berbeda-beda pada sistem target, bertujuan untuk meningkatkan keberadaan
substrat energi pada bagian tubuh yang berbeda, dan memberikan adaptasi optimal
untuk menghadapi tuntutan lingkungan. Sedangkan aktivasi HPA axis dianggap
sebagai mekanisme adaptasi dasar terhadap adanya perubahan, aktivasi
berkepanjangan memberikan risiko pada kesehatan organisme.

Katabolik glukokortikoid yang tinggi melawan insulin dan meningkatkan


tekanan darah sehingga meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, dan penyakit
arterial. Pertumbuhan dan perbaikan jaringan terganggu. Di sisi lain, aktivasi HPA
axis menekan fungsi imun, dan dalam keadaan kronis berbahaya bagi organisme
karena berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi.

Stres memiliki efek pada respon imun dan kerentanan terhadap infeksi. Sel
inang (host), T limfosit dan makrofag merupakan sel-sel yang penting dalam
pengaturan proses imun-inflamasi. Respon psikologis terhadap pemicu stres dapat
mengubah sistem imun melalui sistem neural dan endokrin, respon akibat stres
dihantarkan melalui tiga jalur yaitu ke aksis hyphotalamo-pituitary-adrenal (HPA)
ke sistem saraf simpatik dan ke saraf sensonic peptidergic. Sebaliknya stres juga
dapat menyebabkan aktivasi imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat
merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang terletak di locus
cereleus yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik sentral maupun perifer,
serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal.

Di samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang


bersinaps pada sel target imun. Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor,
juga terdapat aktivasi imun yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral
(sitokin) seperti IL-1 dan IL-6. Sitokin dapat menyebabkan pelepasan CRF lebih

4
lanjut, yang di dalam teori berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid
sehingga membatasi sendiri aktivasi Sel-sel sistem imun didistribusi di seluruh
tubuh ketika infeksi terjadi, respon inflamasi yang menyusun elemen sistem imun
pada area spesifik. Setelah proses infeksi menjadi kronis, inflamasi secara klinis
terjadi, meningkatkan sitokin dan mediator inflamasi lain yang berhubungan
dengan aktivasi dari sistem stres. Apabila reaksi inflamasinya bermakna dan
bertahan lama, terjadi manifestasi berupa penyakit sistemik seperti rheumatoid
arthritis dan penyakit periodontal.

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.


Secara umum, imunitas merupakan respon tubuh terhadap bahan asing baik secara
molekuler maupun seluler yang mekanismenya terbagi menjadi innate immunity
dan adaptive immunity (Prasetyo, 2006).

Respon imun yaitu reaksi yang dikoordinasi oleh sel-sel dan molekul-
molekul terhadap mikroba ataupun agen-agen yang lain. Sehingga bila dalam
kondisi imun yang menurun, pertahanan tubuh pun akan menurun dan tubuh bisa
mudah terserang penyakit kemudian sakit (Waspodo, 2008).

Innate immunity adalah pertahanan tubuh yang tidak spesifik dan


merupakan bagian dari sistem imun yang berfungsi sebagai barier terdepan pada
awal terjadinya infeksi penyakit, oleh karena itu sering disebut sebagai natural
atau native immunity (Prasetyo, 2006), meliputi:

1. Pertahanan Fisik/Mekanik.
Terdiri dari : kulit, selaput lendir, silia saluran pernapasan, batuk, bersin.
2. Pertahanan Biokimiawi
Terdiri dari : Lisozim, Asam Hidroklorida (HCl), enzim proteolitik.
3. Pertahanan Humoral
Terdiri dari : Komplemen, Interferon (INF), C-reactive protein (CRP),
Kolektin.
4. Pertahanan Seluler
Terdiri dari : fagosit, makrofag, sel NK, sel Mast.

5
Adaptive Immunity merupakan stres pertahanan tubuh lapis kedua, jika innate
immunity tidak mampu mengeliminasi agen penyakit. Hal ini terjadi jika fagosit tidak
mengenali agen infeksius atau agen tersebut tidak bertindak sebagai stres antigen
terlarut (soluble antigen) yang aktif. Sistem imun spesifik pada umumnya terjalin
kerjasama antara stres y-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag (Prasetyo,
2006).

Spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena


universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap
orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap
fisik, psikologis, intelektual, stres dan fisiologis (Rasmun, 2004).

6
PSIKOSOMATIS

A. Pengertian psikosomatik

Istilah psikosomatis berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa
dan soma atau badan (Atkinson,1999).

Kellner (1994) mengungkapkan bahwa istilah psikosomatik menunjukkan


hubungan antara jiwa dan badan. Gangguan psikosomatik didefinisikan sebagai suatu
gangguan atau penyakit fisik dimana proses psikologis memainkan peranan penting.

Hakim (2004) menjelaskan bahwa, keluhan-keluhan psikosomatis dapat


berupa, jantung berdebar-debar, sakit maag, sakit kepala (pusing, migren), sesak nafas
dan lesu. Keluhan itu biasanya sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti
atau berpindah-pindah tempat.

B. Faktor penyebab psikosomatis

Permusuhan, depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi adalah akar dari
sebagian besar gangguan psikosomatik (Kaplan, et al, 1997).

Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak


didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan
masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah
menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan
gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan.

Individu yang kurang matang emosinya akan mudah terganggu oleh rangsang-
rangsang yang bersifat emosional (emosi negatif). Keadaan emosi tersebut jika
dibiarkan berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan struktur organ
yang irreversible (tidak dapat kembali seperti semula), sehingga terjadi psikosomatis.
Jadi kesimpulannya, ciri-ciri orang yang mudah terkena psikosomatis adalah orang
yang tidak mampu mengendalikan emosi negatifnya.

7
C. Akibat Psikosomatik

Orang yang mengalami Psikosomatik biasanya akan menderita penyakit fisik seperti :

a. sakit kepala

b. Sakit perut

c. Jantung berdebar

d. Badan terasa lemas

Bahkan dalam beberapa kasus, ada gangguan spesifik yang diakibatkan oleh
Psikosomatis, seperti :

a. Gangguan pada Sistem Kardiovaskuler, meliputi Takikardia, palpitasi, aritmia,


nyeri perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur
.
b. Gangguan pada pernafasan, meliputi Asma Bronkialis dan Sindroma
hiperventilasi
c. Gangguan pada system endokrin, meliputi keringat berlebihan, diare,
penurunan berat badan dan muntah.

D. SOLUSI

Karena penyakit ini tidak berbentuk fisik, tidak seperti gejalanya, harus ada
keseimbangan antara penanganan emosi dan fisik penderita. Berikut ini pilihan
penanganan yang dianjurkan untuk gangguan psikosomatis.

1. Yoga

Yoga berupa latihan relaksasi dan meditasi bisa mengatasi gangguan psikosomatis.
Karena gangguan ini dipicu oleh kondisi mental seperti cemas dan stres, ikut serta
dalam aktivitas yoga bisa membantu meredakan masalah mental ini. Latihan napas
sederhana yang membuat pikiran rileks bisa dilakukan setiap hari. Yoga memiliki
efek menenangkan pada tubuh dan membuat kita lebih bisa menerima diri sendiri.
Eksperimen menunjukkan yoga bisa efektif seperti obat ketika mengatasi gangguan
psikosomatis.

2. Pengobatan

8
Biasanya obat tertentu diresepkan oleh dokter untuk mengatasi gejala fisik.
Kebanyakan dokter juga merekomendasikan pasien untuk menjalani terapi karena
obat hanya mengatasi gejala untuk sementara waktu. Orang yang mengalami
kecemasan kemungkinan kambuh gejala fisiknya, sehingga dibutuhkan penanganan
kondisi psikologis. Jenis penanganan yang bisa digunakan antara lain tricyclic
antidepressants (TCA), serotonin and noradrenalin reuptake inhibitors (SNRI),
atypical antipsychotics, serotonin reuptake inhibitors (SRI), serta pengobatan herbal.
Kombinasi obat berbeda diresepkan spesialis bergantung usia, intensitas penyakit,
durasi, dan respon pasien terhadap penanganan.

3. Terapi puasa

Terapi puasa berhasil mengatasi baik gejala fisik dan psikis pada pasien dengan
gangguan psikosomatis. Menurut terapi ini, sistem saraf autonomik dan sistem
endokrin menjadi teratur dengan proses puasa. Hasilnya, tubuh mendapat kembali
keseimbangan kesehatan mental dan fisik.

4. Terapi perilaku kognitif

Bentuk terapi ini fokus pada pikiran dan keyakinan negatif yang tidak realistis. Ini
membantu pasien dalam memahami kalau pikiran negatif bisa menimbulkan gejala
fisik dan ada cara untuk mengatasinya. Bagaimana kita bereaksi terhadap situasi
bergantung pada bagaimana kita merasakannya. Pikiran seseorang terintegrasi dengan
emosi, sensasi fisik, perilaku, dan juga lingkungan. Olahraga dan berteman dapat
mengurangi depresi yang bersumber dari penyakit psikosomatis, Olahraga dan
berteman dapat mengurangi depresi yang bersumber dari penyakit psikosomatis, Ini
mengarahkan bagaimana individu berperilaku pada situasi tertentu dan bagaimana
proses berpikir mereka mempengaruhi kondisi fisik. Ketika pemikiran ini digunakan
untuk mengatasi gangguan psikosomatis, akan membantu pasien berpikir holistik dan
menyembuhkan masalah kesehatan mereka yang berhubungan dengan kecemasan.
Kondisi pikiran bisa menyakiti atau menenangkan kondisi fisik. Terlebih, kondisi
psikis jadi bagian yang berperan penting dalam menyembuhkan penyakit bahkan
sejak awal kemunculannya. Jadi ketika mengalami stres yang tidak perlu, ingat kalau
stres dan kecemasan bisa memicu hal yang lebih berbahaya dari sekedar perasaan
marah, depresi, atau frustrasi.

9
E. TERAPI

Adapun tipe-tipe terapi yang digunakan bagi para penderita psikosomatis adalah :

1. Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga

Menurut Yosep (2007), terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah
terlatih. Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal.

Menurut Kartini Kartono dan Gulo dalam kamus psikologi, family therapy (terapi
keluarga) adalah: “Suatu bentuk terapi kelompok dimana masalah pokoknya adalah
hubungan antara pasien dengan anggota-anggota keluarganya.

Karena kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan


gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut telah diajukan sebagai
kemungkinan fokus penekanan dalam psikoterapi untuk gangguan psikosomatik.
Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa pendekatan kelompok harus juga menawarkan
kontak intrapersonal yang lebih besar, memberikan dukungan ego yang lebihh tinggi
bagi ego pasien psikosomatis yang lemah dan merasa takut akan ancaman isolasi dan
perpisahan parental. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam
hubungan antara keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang
sangat baik.

2. Terapi Perilaku

Behavior Therapy (behavior modification) merupakan sebuah pendekatan psikoterapi


didasarkan pada teori pembelajaran yang bertujuan untuk menyembuhkan sakit
kejiwaan (psikopatologi) dengan teknik-teknik yang dirancang untuk memperkuat
perilaku yang diinginkan dan menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan
(Wikipedia, 2011). Terapi perilaku untuk psikosomatis antara lain:

 Biofeedback
Ini merupakan terapi yang menerapkan teknik behavior dan banyak digunakan
untuk mngatasi psikosomatik. Terapi yang dikembangkan oleh Nead Miller ini
didasari oleh pemikiran bahwa berbagai respon atau reaksi yang dikendalikan

10
oleh sistem syaraf otonam sebenarnya dapat diatur sendiri oleh individu
melalui operant conditioning. Biofeedback mempergunakan instrumen
sehingga individu dapat mengenali adanya perubahan psikologis dan fisik
pada dirinya dan kemudian berusaha untuk mengatur reaksinya.
Misalnya seseorang penderita migrain atau sakit kepala. Dengan
menggunakan biofeedback, ia bisa berusaha untuk rileks pada saat mendengan
signal yang menunjukkan bahwa ada kontraksi otot atau denyutan dikepala.
Penerapan teknik ini pada pasien dengan hipertensi, aritmia jantung, epilepsy
dan nyeri kepala tegangan telah memberikan hasil terapetik yang
membesarkan hati tetapi tidak menyakitkan.
 Teknik Relaksasi
Thantawy (1997) mengatakan bahwa relaksasi adalah teknik mengatasi
kekhawatiran/kecemasan atau stress melalui pengendoran otot-otot dan syaraf,
itu terjadi atau bersumber pada obyek-obyek tertentu
Terapi hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil yang
positif telah diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alkohol dan zat
lain dengan menggunakan meditasi transcendental. Teknik meditasi juga
digunakan dalam pengobatan nyeri kepala.

F. PENCEGAHAN

a. Berolahraga = Berolahraga minimal tiga kali dalam seminggu dapat meningkatkan


imunitas tubuh, menjaga kesehatan jiwa Anda dan mencegah serangan panik.

b. Berpikir positif = Ini dapat mengurangi rasa sakit bila Anda tengah menderita penyakit.
Pikiran negatif justru menambah rasa sakit Anda menjadi dua kali lipat.

c. Tidur = Kurang tidur hanya akan membuat Anda rentan terhadap stres. Pastikan Anda
makan malam dua atau tiga jam sebelum Anda tidur malam, supaya makan dapat tercerna
sempurna untuk mencegah penyakit pencernaan dan asam lambung.

d. Diet tepat = Beberapa penelitian justru menyebutkan bila Anda sering diet tanpa
bantuan ahli justru membuat imunitas tubuh berkurang. Hal ini berisiko menimbulkan
penyakit kejiwaan, seperti skizofrenia, depresi, cemas, dan serangan panik.

11
e. Asupan sehat = Nutrisi yang tepat dapat menjaga kesehatan mental Anda. Pastikan
Anda mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin E dan B kompleks, seperti
kacang-kacangan, ikan, sereal, buah dan sayur.

f. Rileks = Hiduplah lebih santai. Lakukan yoga untuk menghindari serangan depresi atau
sekedar rutin mendengarkan musik untuk melatih jiwa Anda tetap tenang. Musik yang
tepat dapat menuntun jiwa Anda lebih tenang.

g. Sharing = Manusia diciptakan untuk bersosialisasi, karena itu jangan memendam


masalah. Usahakan Anda memiliki teman yang dapat Anda percaya atau bergabung dalam
kelompok diskusi. Memendam masalah, sama saja seperti memendam sampah dalam
tubuh Anda. Keluarkan!

12

Anda mungkin juga menyukai