Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program pembangunan pertanian dari pendekatan produksi kepada pembangunan sistem
dan usaha, menempatkan pemberdayaan petani dan kelompok tani sebagai tujuan akhir dan
muara dari semua program pembangunan. Sehubungan dengan hal itu, maka program
pembangunan mengarah pada kebutuhan petani maupun kelompok tani sebagai pelaku utama
dan pelaku usaha di bidang pertanian.
Sejalan dengan itu, proses pembangunan pertanian perlu dimulai dari proses identifikasi
kebutuhan, yang kemudian diterjemahkan kedalam kegiatan-kegiatan nyata yang berdampak
pada peningkatan produktivitas dan pendapatan secara berkelanjutan.
Kondisi ini sudah tentu menuntut redinamisasi kelompok tani yang pada awalnya
merupakan unit-unit produksi menjadi kelompok-kelompok usaha berbasis komoditas pertanian.
Upaya tersebut dilakukan melalui penyusunan rencana kegiatan dalam rangka mengembangkan
dan mengoptimalkan potensi wilayah dan sumberdaya yang ada, sesuai dengan kondisi
agroekosistem masing-masing.
Untuk mengondisikan tuntutan tersebut penyuluh pertanian mempunyai kedudukan yang
strategi dalam pembangunan pertanian karena mempunyai peran penting dalam
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah (non formal) bagi petani dan keluarganya, serta
masyarakat agribisnis lainnya. Kegiatan penyuluhan pertanian di masa-masa mendatang akan
semakin kompetitif karena upaya pengembangan sistem agribisnis dan peningkatan ketahanan
pangan akan menghadapi permasalahan yang semakin kompleks. Selain itu aspek penyuluhan
pertanian juga harus bergeser dari aspek budidaya ke aspek sosial ekonomi yang meliputi aspek
penyediaan sarana produksi, pengolahan hasil, akses permodalan dan pemasaran.
Dengan demikian kegiatan penyuluhan pertanian merupakan suatu kegiatan yang
diarahkan untuk membantu petani agar dapat menolong dirinya dengan asumsi bahwa potensi
untuk maju sudah ada pada petani, yaitu keinginan, kemampuan dan kesanggupan untuk : (1)
bertani lebih baik (Better farming); (2) berusaha tani lebih menguntungkan (Better Business); (3)
hidup lebih sejahtera (Better living); (4) bermasyarakat lebih baik (Better community); (5)
berwawasan lingkungan lebih baik (Better environment). Sehubungan dengan hal tersebut, maka
tugas, fungsi dan peran penyuluh pertanian adalah sebagai tenaga penggerak dalam dinamika
sistem dan usaha agribisnis dengan metode latihan dan kunjungan (LAKU), diharapkan dapat
menghasilkan kegiatan penyuluhan pertanian spesifik lokalita yang sfiategis dan mempunyai
daya ungkit yang tinggi terhadap peningkatan produktivitas komoditas unggulan daerah dan
pendapatan petani.

1
Dengan demikian dalam rangka menerapkan strategi penyuluhan pertanian untuk
mernbangun kemandiriaan, prakarsa tanggmg jawab serta partisipasi masyarakat tani dalam
pembangunan pertanian adalah terwujudnya “Programa Penyuluhan Pertanian”

1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya Programa Penyuluhan Pertanian di Tingkat Kecamatan Jelbuk Tahun
2016 adalah :
1. Memberi arah, pedoman, tujuan dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di wilayah
Kecamatan Jelbuk ;
2. Menjadi acuan dasar dalam penyusunan Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian
ditingkat Wilayah Binaan (Wilbin) di Wilayah Kecamatan Jelbuk;
3. Sebagai dasar pembinaan, evaluasi, monitoring dan pelaporan tingkat keberhasilan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian serta sebagai dasar dalam penentuan
kebijaksanaan penyelenggaraan penyuluhan di wilayah Kecamatan Jelbuk pada tahun
berikutnya.

1.3 Sasaran yang Ingin Dicapai


Sasaran kegiatan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jelbuk Tahun 2017 adalah :
1. Meningkatnya kualitas SDM pelaku utama dan pelaku usaha , sehingga tahu, mau dan
mampu melaksanakan anjuran inovasi teknologi, sosial dan ekonomi;
2. Tumbuhkembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, Gabungan
Kelompok Tani / asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan lembaga formal lainnya);
3. Terwujudnya kemitraan usaha antara pelaku utama dengan pelaku usaha yang saling
menguntungkan;
4. Terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi,
sarana produksi dan pemasaran;
5. Meningkatnya produk;tivitas agribisnis komoditas unggulan di masing-masing wilayah;
6. Terdesiminasinya informasi teknologi pertanian kepada pelaku utama secara merata dan
seimbang;

BAB II
KEADAAN
2
A. Sumber Daya Alam
Posisi Kecamatan Jelbuk ada pada garis meridien 113 045’30,81’’derajat bujur timur dan
8005’2,3’’derajat lintang selatan. Kecamatan Jelbuk mempunyai luas wilayah 65,06 Km2 dengan
ketinggian rata-rata 185 meter dari atas permukaan laut. Kecamatan Jelbuk terdiri dari 6 desa
yaitu : Jelbuk, Panduman, Sukowiryo, Sukojember, Sugerkidul dan Sucopangepok. Seluruh desa
berkualifikasi Desa Swakarya. Jarak Kecamatan Jelbuk ke pusat kota Jember berjarak 12 Km.
Batas Kecamatan Jelbuk yaitu sebelah Utara Kabupaten Bondowoso disebelah Timur Kecamatan
Sukowono sebelah Selatan Kecamatan Arjasa dan sebelah Barat Pegunungan Argopuro.
Temperatur udara di Kecamatan Jelbuk 30° celsius. Pada musim hujan berkisar 28°
celsius. Musim hujan berlangsung antara bulan oktober sampai dengan bulan april. Sedangkan
musin kemarau berlangsung dari bulan mei sampai dengan bulan september. Dengan curah hujan
pada tahun 2016 sebesar 2575 mm/tahun.
Ketinggian tempat 0 - 25 dpl :..0...km2, 25 - 100 dpl :..0... km2, 100 – 500
dpl :..32,64...km2. 500 - 1.000 dpl :..19,29...km2, 1.000 - 2.005 dpl :..12,73... km2. > 2.005 dpl
:...0,4.. km2. Kemiringan wilayah 0 - 2° :..1,02. km2, 2° - 15° :.24,61.. km2, 15° - 40° :..9,32.. km2
, >40 :..30,11..km2.
Pemanfaatan lahan sangat menentukan jenis komoditas pertanian yang dikembangkan di
Kecamatan Jelbuk. Pemanfaatan lahan di Kecamatan Jelbuk berdasarkan tata ruang dibedakan
antara lain sebagai berikut :
Lahan Sawah Irigasi Teknis : 912,1 Ha.
Lahan Sawah Irigasi 1/2 Teknis : 353,7 Ha.
Lahan Sawah Sederhana : 0 Ha.
Lahan sawah Irigasi Kecamatan : 0 Ha.
Lahan Sawah Tadah Hujan : 48,5 Ha.
Lahan Tegal : 1891,0 Ha.

B. Sumber Daya Manusia


a. Jumlah Penduduk
Perkembangan jumlah penduduk di Kecamatan Jelbuk terus meningkat dari tahun
ketahun. Perkembangan penduduk tersebut berkaitan erat dengan program peningkatan
ketahanan pangan mengingat salah satu indikator keberhasilan Ketahanan Pangan adalah,
terpenuhinya pangan, baik dalam jumlah, mutu, keamanan dapat dijangkau secara fisik maupun
ekonomi.

3
Berdasar hasil registrasi tahun 2016 jumlah penduduk Kecamatan Jelbuk sebanyak
32.276 jiwa yang terdiri dari 17.144 jiwa perempuan dan 15.132 jiwa laki-laki. Usia produktif
sekitar 13.199 jiwa (18-56 Tahun).
Berdasarkan Data BPS Jermber Tahun 2015 jumlah petani di Kecamatan Jelbuk sebanyak
11.390 kepala keluarga, yang terdiri dari petani pemilik dan petani penggarap sebanyak 3796
orang dan buruh tani sebanyak 7.594 orang. Kepemilikan lahan oleh petani relatif sempit,
sebagian besar di bawah 0,3 Ha.
b. Jumlah Penyuluh/Petugas Pertanian
Jumlah Penyuluh di Kecamatan Jelbuk sampai saat ini masih dialokasikan pada Dinas
Pertanian Kabupaten Jember dengan rincian sebagai berikut :
a. Penyuluh Pertanian PNS : 2 orang
b. THL-TB Penyuluh Pertanian : 3 orang
c. POPT : 1 orang
2.1 Kelembagaan Penyuluh
 Kegiatan penyuluhan belum dilaksanakan secara koordinasi;
 Kegiatan penyuluhan masih berorientasi keproyekan;
 Programa Penyuluhan Pertanian belum sesuai dengan kebutuhan petani;
 Penyelenggarakan penyuluhan pertanian masih dilaksanakan secara parsial;
 Materi dan metode Penyuluhan pertanian belum sesuai dengan kebutuhan petani dan
wilayah;
 Koordinasi dalam kegiatan penyuluhan belum dilakukan secara optimal;
 Penyelenggaraan penyuluhan pertanian belum melibatkan pihak pengusaha;
 Penyelenggaraan penyuluhan pertanian belum mengarah kepada penyediaan teknologi
pertanian spesifik lokalita;
 Pendampingan dan pengawalan kelembagaan petani belum dilaksanakan secara optimal;
 Kegiatan administrasi penyuluh belum sesuai dengan standart minimal administrasi;
 Belum terukurnya hasil kegiatan penyuluhan pertanian.
2.2 Kelembagaan Petani
 Belum semua Kelompok Tani berfungsi secara optimal dalam meningkatkan kemandirian
petani (sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, unit produksi, kelompok usaha);
 Eksistensi Kelompok Tani masih rendah ( Struktur Organisasi, Keanggotaan,
Administrasi dan Kegiatan);
Jumlah Kelembagaan Petani adalah sebagai berikut:
Kelompok Tani : 48 kelompok
1) Pemula : 17 kelompok
2) Lanjut : 31 kelompok;
3) Madya : 0 kelompok

4
4) Utama : 0 kelompok.
 Belum semua Kelompok Tani tahu/mengerti tentang gabungan kelompok tani (maksud,
tujuan dan manfaat);
 HIPPA belum melakukan fungsinya secara optimal.

2.3 Potensi Usaha Petani


 Rendahnya luas kepemilikan lahan usaha (rata-rata kurang dari 0,3 Ha) yang berdampak
pada produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar;
 Rendahnya mekanisasi kegiatan pasca panen;
 Fluktuasi harga dan persaingan produk pertanian dengan produk import;
 Rendahnya transfer teknologi pertanian kepada petani.
Keadaan biofisik usaha petani :
Luas tanam Padi 3027 Ha; Jagung 509 Ha; Kedele 0 Ha; Kacang Tanah 174 Ha; Ubi
Kayu 82 Ha; Ubi Jalar 7 Ha; Kacang Panjang 0 Ha; Cabe Besar 0 Ha; Cabe Rawit 380
Ha, Tomat 2 Ha, Terong 2 Ha, Timun 0 Ha.
Rambutan 21590 ph, Jeruk 55 ph, Alpokat 4160 ph, Durian 9586 ph, Langsep/Duku
2712 ph, Salak 487 ph, Belimbing 291 ph, Jambu biji 2551 ph, Jambu Air 0 ph, Mangga
5206 ph, Manggis 457 ph, Nangka 373 ph, , Pepaya 1865 ph, Pisang 34516 ph, Sirsat 230
ph, Sukun 95 ph, Petai 1865 ph, Melinjo 1520 ph, Nanas 245 rumpun.

2.4 Produktivitas Usaha Petani


 Sebagian besar petani belum optimal dalam membudidayakan komuditas usahataninya;
 Belum terkelolanya produk unggulan lokalita secara optimal;
 Belum optimalnya penanganan pasca panen;
 Belum optimalnya penanganan OPT.
Sehubungan denga kedaan tersebut maka pruktivitas dan produksi usahatani yang yang
tercapai adalah sebagai berikut :
a. Produktivitas :
Padi : 46,51 Kwt/Ha; Jagung : 48,92 Kwt/Ha; Kedele : 0 Kwt/Ha; Kacang Tanah :
22,29 Kwt/Ha; Ubi Kayu : 180 Kwt/Ha; Ubi Jalar : 155 Kwt/Ha; Kacang Panjang : 0
Kwt/Ha; Cabe Besar : 0 Kwt/Ha; Cabe Rawit : 112,11 Kwt/Ha. Rambutan : 0,15
Kwt/ph, Jeruk : 0 Kwt/ph, Alpokat : 0,6 Kwt/ph, Durian : 0,6 Kwt/ph,
Langsep/Duku : 0,1 Kwt/ph, Salak : 0,02 Kwt/ph, Belimbing : 0,08 Kwt/ph, Jambu
biji : 0,015 Kwt/ph, Jambu Air : 0 Kwt/ph, Mangga : 0,6 Kwt/ph, Manggis : 0,15
Kwt/ph, Nangka : 0,25 Kwt/ph, Pepaya : 0,15 Kwt/ph, Pisang : 0,085 Kwt/ph,
Sirsak : 0,07 Kwt/ph, Sukun : 0,6 Kwt/ph, Petai : 0,15 Kwt/ph, Melinjo : 0,02
Kwt/ph, Nanas : 0,008 Kwt/rumpun.

5
b. Produksi :
Padi : 14.078,58 ton; Jagung : 2.490,03 ton; Kedele : 0 ton; Kacang Tanah : 387,85
ton; Ubi Kayu : 1476 ton; Ubi Jalar : 108,5 ton; Kacang Panjang : 0 ton; Cabe Besar :
0 ton; Cabe Rawit : 4.260,18 ton. Rambutan : 1618 Kwt, Jeruk : 0 Kwt, Alpokat :
1095 Kwt, Durian : 1860 Kwt, Langsep/Duku : 120 Kwt, Salak : 6 Kwt, Belimbing :
14 Kwt, Jambu biji : 18,75 Kwt, Jambu Air : 0 Kwt, Mangga : 1870,8 Kwt,
Manggis : 32 Kwt, Nangka : 56,25 Kwt, Pepaya : 142,5 Kwt, Pisang : 1806,25 Kwt,
Sirsak : 8,75 Kwt, Sukun : 15 Kwt, Petai :101,25 Kwt, Melinjo : 3 Kwt, Nanas : 0,28
Kwt.

2.5 Lingkungan Usaha Petani


 Belum tumbuhkembangnya kelambagaan dan manajemen agribisnis yang efektif, efisien
dan profesional;
 Masih terbatasnya sarana dan prasarana petani dalam sistem agribisnis;
 Belum terkondisikannya secara optimal kawasan/sentra agribisnis sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah;
 Belum terciptanya kebijakan dan regulasi yang diperlukan dalam pengembangan
agrtibisnis;
 Belum sinerginya lintas sektoral dalam menangani agribisnis.

2.6 Perilaku Petani


 Sebagaian besar petani belum menjadi anggota aktif kelembagaan petani (Kelompoktani,
Gapoktan);
 Kemauan berkumpul/berorganiasi sebagian besar petani masih rendah;
 Belum tahunya Panca Kemampuan (PAKEM) Kelompoktani.

2.7 Kebutuhan Petani


 Kesulitan Petani untuk "AKSES" karena kekurangan agunan sebagai persyaratan
memperoleh fasilitas kredit / pembiayaan dari Bank;
 Belum optimalnya penanganan perbaikan dan pengadaan infrastruktur pertanian;
 Belum memadainya alsintan usaha hulu, usahatani dan usaha hilir.

6
BAB III
TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan penyuluhan adalah membantu petani
dalam mengidentifikasi, menganalisa dan memecahkan berbagai masalah yang menyangkut
usahataninya sebagai bagian dari sistem agribisnis, sehingga menghasilkan perilaku profesional
dalam bentuk :
a. Perilaku usahawan (enterpreneur) yang rasional dalam mengambil keputusan usaha
yang didasarkan atas permintaan pasar dan saluran pemasaran yang tepat.
b. Pengelolaan usaha yang efisien disertai kemampuan bekerjasama diantara sesama
petani maupun antara petani dan pengusaha agroindustri dan sektor ekonomi per
Kecamatanan lainnya.
c. Kepemimpinan yang berkembang secara mandiri kearah berkembangnya sistem
pengguna aktif berbagai kesempatan dan informasi usaha yang tersedia.
d. Usaha yang berorientasi pelestarian sumberdaya alam sehingga dapat mewujudkan
pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
e. Penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relatif cepat melalui kemandirian
dalam mencari, menganalisa dan mengambil keputusan atas informasi yang tersedia.
f. Ketahanan pangan ditingkat keluarga, masyarakat lingkungan daerah dan nasional.
Sasaran kegiatan penyuluhan adalah peningkatan kemampuan pengetahuan, sikap dan
keterampilan ( PKS ) petani untuk meningkatkan kwalitas dan kwantitas produktivitas usahatani.
Sasaran tersebut dapat diukur berdasarkan tingkat penerapan teknologi masing-masing kegiatan
usahatani baik penenerapan teknologi maupun sosial ekonomi yang menjadi faktor penentu
( impact point ).
Disamping itu penyuluh sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan penyuluhan perlu
diberdayakan sehingga ada keseimbangan antara pelaku dan sasaran yang diinginkan, sehingga
penyelenggaraan penyuluhan dapat berjalan secara efektif, efisien dan profesional.

3.1 Kelembagaan Penyuluh


 Mewujudkan POSLUHDES dalam rangka menyelenggarakan koordinasi antar penyuluh
dimasing-masing lembaga / Dinas, yang mengarah pada upaya pengembangan sistem
agribisnis melului proses pergeseran dari aspek budidaya ke aspek sosial ekonomi;
 Meningkatkan kompetensi penyuluh melalui pelatihan sesuai dengan tupoksinya;
 Tersusunnya Programa Penyuluhan Pertanian Pertanian yang dilakukan secara partisipatif
dan kebutuhan lapangan;

7
 Tersusunnya Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian sesuai dengan tupoksinya yang
mengarah pada penyelenggaraan penyuluhan sesuai prinsip-prinsip penyuluhan
partisipatif;
 Menyusun materi dan metode penyuluhan sesuai dengan kebutuhan petani dan wilayah
untuk pengembangan agribisnis komoditas unggulan di daerah;
 Meningkatkan koordinasi dalam penyelenggaraan penyuluhan di lapangan;
 Mengupayakan terjalinnya kemitraan usaha dalam penyelenggaraan penyuluhan dengan
swasta;
 Mengupayakan jejaring kerjasama antar peneliti, perguruan tinggi, penyuluh pertanian
dan petani dalam penyediaan teknologi pertanian spesifik lokalita.
 Meningkatkan kegiatan sistem kerja laku secara berencana dan berkelanjutan;
 Mengadakan kegiatan administrasi penyuluh dengan standart minimal administrasi;
 Melaksanakan kegiatan evaluasi dan pelaporan sistem kerja laku.
3.2 Kelembagaan Petani
Mengadakan benah kelompok tani untuk mewujudkan kelembagaan petani agar :
 Kelompok Tani berfungsi secara optimal dalam meningkatkan kemandirian petani
(sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, unit produksi, kelompok usaha);
 Meningkatkan Eksistensi Kelompok Tani agar berkembang dan terlaksana dengan baik
( Struktur Organisasi, Keanggotaan, Administrasi dan Kegiatan)
Keberadaan Kelompoktani : 48 kelompoktani
Pemula dari 17 kelompoktani menjadi 15 kelompoktani
Lanjut dari 31 kelompoktani menjadi 27 kelompoktani
Madya dari 0 kelompoktani menjadi 6 kelompoktani
Utama dari 0 kelompoktani menjadi 0 kelompoktani
 Terwujudnya Gabungan Kelompok Tani yang tumbuh dan berkembang.
 Meningkatkan fungsi kelembagaan HIPPA dan GHIPPA.

Prioritas sasaran dalam benah kelompok tani dan pemberdayaan Gabungan Kelompok
Tani adalah :

o Pengukuhan oleh Bupati,

o Kelengkapan Administrasi standart minimal,

o Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ( GAPOKTAN),

o Perencanaan,

o Permodalan dan

o Kemitraan.
3.3 Potensi Usaha Petani
8
 Mengembangkan diversifikasi dan intensifikasi usaha;
 Meningkatkan dan mengembangkan mekanisasi kegiatan pasca panen;
 Mengembangkan dan menciptakan produk unggulan spesifik lokalita dengan
memperhatikan kwalitas dan kwantitas;
 Meningkatkan jejaring kerjasama antara peneliti, perguruan tinggi dan penyuluh
untuk transfer teknologi pertanian kepada petani.
3.4 Produktivitas Usaha Petani
 Meningkatkan upaya pengembangan sistem budidaya secara optimal (Penerapan
Pengelolaan Tanaman Terpadu);
 Meningkatkan pengelolaan produk unggulan lokalita secara optimal;
 Meningkatkan penanganan pasca panen;
 Meningkatkan pengendalian OPT.
Capaian produktivitas dan produksi usaha petani adalah :
a. Produktivitas :
Padi : 46,51 Kwt/Ha; Jagung : 48,92 Kwt/Ha; Kedele : 0 Kwt/Ha; Kacang Tanah :
22,29 Kwt/Ha; Ubi Kayu : 180 Kwt/Ha; Ubi Jalar : 155 Kwt/Ha; Kacang Panjang : 0
Kwt/Ha; Cabe Besar : 0 Kwt/Ha; Cabe Rawit : 112,11 Kwt/Ha. Rambutan : 0,15
Kwt/ph, Jeruk : 0 Kwt/ph, Alpokat : 0,6 Kwt/ph, Durian : 0,6 Kwt/ph,
Langsep/Duku : 0,1 Kwt/ph, Salak : 0,02 Kwt/ph, Belimbing : 0,08 Kwt/ph, Jambu
biji : 0,015 Kwt/ph, Jambu Air : 0 Kwt/ph, Mangga : 0,6 Kwt/ph, Manggis : 0,15
Kwt/ph, Nangka : 0,25 Kwt/ph, Pepaya : 0,15 Kwt/ph, Pisang : 0,085 Kwt/ph,
Sirsak : 0,07 Kwt/ph, Sukun : 0,6 Kwt/ph, Petai : 0,15 Kwt/ph, Melinjo : 0,02
Kwt/ph, Nanas : 0,008 Kwt/rumpun.
b. Produksi :
Padi : 14.078,58 ton; Jagung : 2.490,03 ton; Kedele : 0 ton; Kacang Tanah : 387,85
ton; Ubi Kayu : 1476 ton; Ubi Jalar : 108,5 ton; Kacang Panjang : 0 ton; Cabe Besar :
0 ton; Cabe Rawit : 4.260,18 ton. Rambutan : 1618 Kwt, Jeruk : 0 Kwt, Alpokat :
1095 Kwt, Durian : 1860 Kwt, Langsep/Duku : 120 Kwt, Salak : 6 Kwt, Belimbing :
14 Kwt, Jambu biji : 18,75 Kwt, Jambu Air : 0 Kwt, Mangga : 1870,8 Kwt,
Manggis : 32 Kwt, Nangka : 56,25 Kwt, Pepaya : 142,5 Kwt, Pisang : 1806,25 Kwt,
Sirsak : 8,75 Kwt, Sukun : 15 Kwt, Petai :101,25 Kwt, Melinjo : 3 Kwt, Nanas : 0,28
Kwt.

3.5 Lingkungan Usaha Petani


 Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk menumbuhkembangkan kelambagaan
dan manajemen agribisnis yang efektif, efisien dan profesional.

9
 Memfasilitasi usulan kepada pihak yang berwenang untuk pengadaan sarana dan
prasarana petani dalam sistem agribisnis.
 Menyusun rancang bangun dan untuk mewujudkan kawasan/sentra agribisnis spesifik
lokalita sebagai pusat pertu.mbuhan ekonomi wilayah.
 Memfasilitasi usulan kebijakan dan regulasi yang diperlukan dalam pengembangan
agrtibisnis.
 Meningkatkan koordinasi lintas sektoral dalam menangani agribisnis.
3.6 Perilaku Petani
 Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petani agar ikut berperan
dalam aktivitas keanggotaan kelembagaan petani;
 Meningkatkan fungsi/manfaat kelembagaan petani untuk menumbuhkan minat petani
dalam melaksanakan aktivitas kegiatan;
 Meningkatkan pemahaman, kemampuan pelaksanaan Panca Kemampuan (PAKEM)
Kelompoktani.
3.7 Kebutuhan Petani
 Memfasilitasi Petani untuk “AKSES” memperoleh pinjaman modal usaha tani dari
perbankan atau mitra kerja lain yang berkaitan dengan agunan sebagai persyaratan
memperoleh fasilitas kredit/pinjaman;
 Memfasilitasi usulan tentang perbaikan dan pengadaan infrastruktur pertanian;
 Memfasilitasi usulan bantuan alsintan usaha hulu, usahatani dan usaha hilir.

10
BAB IV
MASALAH

4.1 Kelembagaan Penyuluh


 100% Penyuluh belum mengkondisikan pelaku utama dan pelaku usaha dalam
membentuk kelembagaan Penyuluhan di tingkat desa (POSLUHDES);
 25 % Penyuluh Pertanian belum melaksanakan tupoksi secara benar;
 45% Penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian belum sesuai dengan kebutuhan petani;
 55% Penyelenggarakan penyuluhan pertanian belum dilaksanakan sesuai dengan prinsip-
prinsip penyuluhan partisipatif;
 40% Penyuluh belum menyusun materi dan metode penyuluhan pertanian sesuai dengan
kebutuhan petani dan wilayah untuk pengembangan agribisnis komoditas unggulan di
daerah;
 55% Penyuluh belum melaksanakan koordinasi dalam penyelenggaraan penyuluhan di
lapangan;
 70% Penyuluh belum menjalin kemitraan usaha dalam penyelenggaraan penyuluhan
pertanian dengan swasta;
 80% Penyuluh belum menciptakan jejaring kerjasama antar peneliti, perguruan tinggi dan
petani dalam penyediaan teknologi pertanian spesifik lokalita;
 40% Penyuluh belum melaksanakan kegiatan sistem kerja laku secara berencana dan
berkelanjutan;
 35% Penyuluh belum membuat administrasi sesuai standart minimal;
 60% Belum terlaksananya kegiatan evaluasi dan pelaporan hasil penyuluhan pertanian
secara berkala dan berkelanjutan.
4.2 Kelembagaan Petani
 70% Kelompok Tani belum berfungsi secara optimal dalam meningkatkan kemandirian
petani (sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, unit produksi, kelompok usaha).
 70% Eksistensi Kelompok Tani belum berkembang dan terlaksana dengan baik ( Struktur
Organisasi, Keanggotaan, Administrasi dan Kegiatan)
 60% Gabungan Kelompok Tani belum eksisten dan berfungsi dengan baik.
 45% kelembagaan HIPPA belum berfungsi dengan baik.
4.3 Potensi Usaha Tani
 45% petani belum mengembangkan diversifikasi dan intensifikasi usaha
 55% petani belum mengembangkan mekanisasi kegiatan pasca panen.
 65% petani belum mengembangkan dan menciptakan produk unggulan spesifik lokalita
dengan memperhatikan kwalitas dan kwantitas.

11
 60% belum terjadinya jejaring kerjasama antara petani dengan peneliti, perguruan tinggi
dan penyuluh dalam transfer teknologi pertanian.
4.4 Produktivitas Usaha Tani
 55% petani belum melaksanakan sistem budidaya tanaman dan pemanfaatan lahan secara
optimal;
 65% petani belum mengelola produk unggulan lokalita secara optimal;
 65% petani belum melaksanakan penanganan pasca panen sesuai anjuran;
 40% petani belum mengendalikan OPT secara tepat.
4.5 Lingkungan Usaha Tani
 80% petani belum terkelola dengan kelambagaan dan manajemen agribisnis yang efektif,
efisien dan profesional.
 40% petani belum memiliki dan memanfaatkan sarana dan prasarana dalarn sistem
agribisnis.
 40% petani belum mampu mewujudkan kawasan/sentra agribisnis sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah.
 70% petani belum tahu tentang kebijakan dan regulasi untuk pengembangan agrtibisnis.
 70% petani belum merasakan adanya koordinasi lintas sektoral dalam menangani
agribisnis.
4.6 Perilaku Petani
 70% petani belum tahu manfaat/fungsi kelembagaan petani (Kelompoktani, Gapoktan);
 70% petani belum mau berkumpul/berorganiasi;
 70% petani belum tahu Panca Kemampuan (PAKEM) Kelompoktani.
4.7 Kebutuhan Petani
 70% petani mengalami kesulitan untuk "AKSES" kredit keperbankan karena kekurangan
agunan sebagai persyaratan memperoleh fasilitas kredit / pinjaman
 40% belum memadainya infrastruktur pertanian dalam mendukung usaha petani untuk
peningkatan produksi pertanian.
 40% petani belum memiliki alsintan usaha hulu, usahatani dan usaha hilir.

12
BAB VI
PENUTUP

Dengan terselesaikannya Programa Penyuluhan Pertanian ini diharapkan pelaksanaan


kegiatan penyuluhan pertanian dapat dilaksanakan secara optimal dan keberhasilannya dapat
terukur dengan baik.
Penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian ini masih jauh dari sempurna, diharapkan
adanya sumbang saran untuk perbaikan penyusunan pada periode berikutnya. Apabila
dikemudian hari ada kegiatan yang belum tercantum dalam perencanaan ini akan dilakukan
revisi sesuai dengan kebutuhan.

36
13

Anda mungkin juga menyukai