Bahan Kuliah Fermentasi
Bahan Kuliah Fermentasi
FERMENTASI
Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama. Salah satu cara
pengolahan yang dilakukan adalah dengan fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan
dan merupakan salah satu cara pemrosesan dan bentuk pengawetan makanan tertua (Achi,
2005). Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian
senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh
ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal
dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol atau
diatur.
Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis
senyawasenyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi,
protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam
amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam
bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman, dapat memberikan rasa yang lebih baik dan
memberikan tekstur tertentu pada produk pangan. Fermentasi juga merupakan suatu cara yang
efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan
Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis pada
1. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan kecap ikan, terasi
dan bekasam.
asin,sehingga sumber protein yang diambil mengalami penurunan, sedangkan fermentasi dengan
menggunakan prinsip fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah menggunakan bakteri
asam laktat. Pada proses fermentasi bakteri asam laktat juga ditambahkan garam sebagai
perangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Fermentasi asam laktat pada ikan merupakan
gabungan dari fermentasi garam dengan fermentasi asam laktat, contoh produk fermentasi
Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat
laktat. Karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan, tetapi dalam jumlah yang
sangat kecil.
Bakteri ini mengubah glukosan dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, ethanol,
asam asetat, asam format dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama.
Proses fermentasi bahan makanan pada dasarnya sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme diantara beribu-ribu jenis bakteri, khamir dan kapang. Oleh karena itu, dalam
membahas berbagai jenis mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi bahan makanan
tradisional, akan bertitik tolak dari ketiga jenis mikroorganisme di atas, yaitu bakteri, khamir dan
kapang.
proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, tentunya beberapa faktor yang mempengaruhi
kegiatan dari mikroorganisme perlu pula diperhatikan. Sehingga apabila kita berbicara mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi, tentunya tidak lepas dari kegiatan
mikroorganisme itu sendiri. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses fermentasi
a. Suhu
Suhu sebagai salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi dan
menentukan macam organisme yang dominan selama fermentasi. Beberapa hal sehubungan
cepat.
3.Suhu maksimum, di atas suhu itu pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi lagi.
b. Oksigen
Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan untuk
fermentasi.
c. Substrat
Seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme juga membutuhkan suplai makanan yang
akan menjadi sumber energi, dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel.
berbeda-beda. Ada yang memerlukan substrat lengkap dan ada pula yang tumbuh subur dengan
substrat yang sangat sederhana. Hal itu karena beberapa mikroorganisme ada yang memiliki
sistem enzim (katalis biologis) yang dapat mencerna senyawa-senyawa yang tidak dapat
dilakukan oleh mikroorganisme lain.Komposisi kimia hasil pertanian yang terpenting adalah
ptotein, karbohidrat dan lemak. Pada pH 7,0 protein mudah sekali digunakan oleh bakteri sebagai
substrat. Karbohidrat seperti pektin, pati dan lainnya merupakan substrat yang baik bagi kapang
d. Air
Mikroorganisme tidak dapat tumbuh tanpa adanya air. Air dalam substrat yang digunakan
untuk pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan dalam istilah water activity atau aktivitas air =
aw, yaitu perbandingan antara tekanan uap dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni (Po)
senyawa anorganik seperti sulfat dan nitrat. Proses demikian disebut respirasi anaerobik.
Sebagai contoh :bakteri dari jeinis Desulfavibrio melakukan oksidasi senyawa organik
menggunakan sullfat (SO2-4) sebagai oksidan, dimana sulfat akan mengalami reduksi menjadi
sulfat (S2-). Bakteri dari jenis tersebut tidak dapat menggunakan oksigen sebagai aseptor
elektron.
Bakteri denitrifikasi dapat menggunkan nitrat muapun oksigen dalam respirasi. Bakteri
tersebut akan mereduksi nitrat (NO3-) hanya jika tidak terdapat oksigen, dimana nitrat akan
FERMENTASI
Proses fermentasi Sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam
amino secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecahkan
dalam proses fermentasi terutama adalah difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu.
2. Fermentasi Karbohidrat
Polisakarida terlebih dahulu akan dipecahkan menjadi gula sederhan sebelum difermentasikan,
misalnya hidrolisa pati menjadi unit–unit glukosa. Glukosa kemudian akan dpecaah menjdi
Pada bakteri paling sedikit terdapat tujuh proses fermentasi yang berbeda terhadap
a. Pemecahan rantai karbin dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang
pada glukosa.
b. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang
fermentasi. Reaksi oksidasi tidak dapat berlangsung tanpa reaksi reduksi yang
seimbang, oleh karena itu jumlah atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap
pertama fermentasi selalu seimbang dengan jumlah yang digunakan dalam tahap
kedua.
Dalam tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk piruvat. Pada jasad renik
heterofermentatif.
Gambar 4-2 memperlihatkan hubungan antara keempat jalur tersebut. Jalur EMP terdiri
dari beberapa tahap, masing-masing dikatalisis oleh enzim tertentu. Jalut tersebut ditandai
dengan pembentukan fruktosa difosfat, dilanjutkan dengan pemecahan fruktosa difosfat menjadi
dua molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalis oleh enzim aldolase. Kemudian terjadi
yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Raksi ini dikatalis oleh enzim gliseraldehida
fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh nikotinamida-adenin-
dinukleotida (NAD), membentuk NADH2. Proses fermentasi kembali pada tahap kedua
fermentasi sehingga melepaskan atom hidrogen kembali. Jadi NAD berfungsi sebagai pembawa
Energi yang dilepaskan selama oksidasi gliseraldehida fosfat cukup untuk membentuk
dua molekul ATP. Karena satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul gliseraldehida fosfat,
maka seluruhnya dibentuk empat molekul ATP. Tetapi karena dua molekul ATP dbutuhkan
untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, hanya tinggal dua molekul ATP yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan untuk setiap molekul glukosa yang dipecah. Reaksi
Dalam jalur Entrner Doudroroff (ED) terbentuk suatu intermediat unik yaitu 2-keto-3-
triosa yaitu piruvat dan gliseral dehida-3-fosfat. Komponen yang teakhir ini kemudian dapat
masuk dalam jalur EMP membentuk molekul piruvat yang kedua dengan melepaskan dua mol
ATP dan satu mol NADH+H+. Reaksi seluruhnya dapat dituliskan sebagai berikut:
menghasilkan pentosa yang diperlukan untuk sintesa asam nukleat, beberapa asam amino
aromatik dan vitamin, serta sebagai sumber NADPH+H+ yang perlukan untuk reaksi biosintesa.
Jalur ini disebut juga siklus pentosa, diamana tidak dihasilkan energi secara langsung, tetapi
NADPH+H+ yang dibetuk merupakan sumber energi potensial juka masuk kedalam sistem
Enzim yang berperan dalam jalur HMF adalah transaldolase dan transketolase.
Jalur fosfoketaolase (FA) hanya terjadi pada grup bakteri yang tergolong laktobasili
heterofermentatif. Jalur ini merupakan percabangan dari jalur HMF, karena bakteri ini tidak
mempunyai enzim aldolase yang dapat memecah fruktosa 1,6-difosfat menjadi dua triose-fosfat,
dan tidak mempunyai enzim transaldolase dan transketolase yang penting dalam jalur HMF.
Pada Gambar 4-2 terlihat bahwa jika asetil-fosfat diubah menjadi asetat, ikatan energi tinggi
akan disimpan dan reaksi keseluruhan menghasilkan dua mol ATP berikut:
NADPH+H++ 2ATP
Jika asetil- fosfat diubah menjadi etanol, ikan energi tinggi akan hilang dan hasil keseluruhan
Pada tahapan kedua fermentasi, asam piruvat akan diubah menjadi produk-produk akhir
yang spesifik unrtuk berbagai proses fermentasi, menggunakan atom hidrogen yang diproduksi
pada tahap pertama fermentasi. Produk-produk tersebut terbentuk oleh reaksi-reaksi yang
dikatalis oleh enzim-enzim tertentu. Salah satu contoh adalah fermentasi glukosa oleh khamir
2CH3CH2OH 2CH3CHO
Etanol Asetaldehida
dimana hasil reduksinya oleh NADH2 menghasilkan etanol, dan NAD yang teroksidasi kemudian
dapat digunakan lgi untuk menangkap hidrogen. Reaksi keseluruhan adalah sebagai bariket:\
`Pada grup bakteri lainnya yaitu bakteri asam laktat , asam piruvat yang terbentuk dari
jalur glikolisis (EMP) bertindak sebagai penerima hidrogen, dimana reduksi asam piruvat oleh
2
NAD+ 2 NADH+H+
2CH3CH2OH
Asam laktat
Fermentasi seperi tersebut diatas disebut fermentasi homolaktat karena satu-satu nya
produk fermentasi adalah asam laktat, dan bakteri yang melakukan fermentasi demikian disebut
“bakteri asam laktat homofermentatif.” Bakteri tersebut sering dugunakan dalam pe gawetan
makanan, karena produk asam laktat dalam jumlah tinggi dalam makanan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri lainnya yang menyebabkan kebusukan maknan. Bakteri asam laktat yang
lactobacillus.
Grup bakteri asam laktat lainnya disebut bakteri asam laktat heterofermentatif, karena
selan menghasilkan asam laktat juga memproduksi senyawa-senyawa lannya (gambar 4-3).
NAD
Asam laktat
NADH2
NAD
Asetaldehida
CH3CHO
NADH2
NAD
Etanol
CH3CH2OH
“Bakteri asam laktat yang tergolong “ heterofermentati” misalnya leuconostoc dan beberapa
spesies lactobaciullus.
Pada leuconostoc pemecahan glukosa menjadi asam piruvat, asam asetat/etanol dan CO 2 terjadi
melalu jalur HMF, sedangkan pada laktobasili heterofermentatif terjadi melalu jalur
fosfoketolase.
produksi akhir seperi khamir yaitu dua molekul etanol dan dua molekul CO 2. Tetapi bakteri ini
asam piruvat diproduksi melalui jalur entner-Doudoroff (ED), dimana asam piruvat kemudian
mengalami dekarboksilasi menjadi asetaldehida, dan direduksi menjadi etanol. Dalam reaksi ini
setengah dari jumlah asam piruvat tang dihasilkan berasal dari oksidasi fosfogliseraldehida yang
merupakan satu-satunya reaksi menghasilkan ATP dalam jalur tersebut (Gambar 4-2). Oleh
karena itu jumlah ATP yang dihasilkan adalah setengah dari jumlah ATP yang dihasilkan dalam
Asam amino merupakan senyawa disamping karbohidrat yang dapat diferrmenytasi oleh
bakteri, terutama yang tergolong dalam jenis clostridia. Clostridia adalah bakteri berbentuk
batang yang tergolong gram positif dan dapat membentuk spora. Clostridia mula –mula akan
menghidrolisa protein menjadi asam amino, kemudian asam amino akan difermentasi
menghasilkan senyawa-senyawa lain terutama asam. Asam amino yang difermentasi dapat
berupa sepasang asam amino atau satu asam amino. Dalam fermentasi sepasang asam amino,satu
asam amino akan berfungsi sebagai oksidan, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai reduktan.
Sebagai contoh misalny: fermentasi campuran asam amino alanin dan glisin menjadi asam asetat
Oksidasi satu molekul alanin menghasilkan dua pasang atom hidrogen, sedangkan
membutuhkan sepasang hidrogen, Oleh karena itu dalam fermentasi ini dibutuhkan glisin dalam
jumlah dua kali lebih banyak daei pada jumlah alanin. Reaksinya berjalan sebagai berikut
karbohidrat, dan jumlah ATP yang diperoduksi dalam fermentasi asam amino juga belum jelas,
tetapi telah dibuktikan bahwa bakteri jenis clostridia dapat tumbuh dengan cara fermentasi
menggunakan asam amino sebagai satu-satunya sumber energi . hal ini membuktikan bahwa
Fermentasi
Produk ikan fermentasi disiapkan melalui proses penggaraman ikan dan kemudian diikuti
dengan proses fermentasi yang terutama ditujukan untuk mendapatkan bau, rasa, dan tekstur
produk fermentasi yang diinginkan. Untuk pengawetan merupakan manfaat sampingan yang
diperoleh dari proses fermentasi. Penggaraman membantu seleksi untuk populasi bakteri yang
diinginkan, pada umumnya mengeliminasi mikroorganisme penyebab pembusukan pada ikan
dan mencegah pembusukan. Berbagai tipe mikroorganisme dan enzim dari ikan menguraikan
produk menjadi protein terlarut.
Terdapat banyak variasi pengolahan produk fermentasi ikan di Indonesia. Oleh karena
tidak mungkin untuk membahas seluruh produk yang ada maka pembahasan ditekankan pada
prinsip umum pengolahan produk ikan fermentasi dan secara khusus menerangkan beberapa
produk yang telah dikenal oleh masyarakat. Produk fermentasi diolah dalam berbagai bentuk
mulai dari bentuk ikan utuh sampai bentuk ikan sampai pasta ikan, seperti terasi. Oleh karena
biasanya kadar garamnya tinggi menyebabkan jumlah yang dikonsumsi sedikit, sering dipakai
untuk penambah selera makan setelah diolah menjadi produk tertentu dan dikonsumsi bersama
nasi dan makanan berasa tawar lainnya.
Pada pengolahan produk ikan fermentasi tradisional, ikan disiangi sesuai yang
dipersyaratkan, digarami dan ditaroh pada suatu wadah. Kemudian wadah ditutup dan diletakkan
di ruangan pada suhu tertentu yang pada umumnya suhu kamar untuk selama waktu 1 minggu-18
bulan sampai produk yang diinginkan diperolah. Sebagai contoh, fermentasi yang dilakukan
pada wadah tertutup dapat menghasilkan produk solubisasi yang berupa cairan atau semi cair
yang mempunyai rasa, bau, dan penampakan khas. Setelah itu cairan dikeluarkan dari wadah dan
mungkin akan diproses lebih lanjut dengan menyaringnya sebelum dikemas untuk selanjutnya
dipasarkan atau digunakan sendiri. Untuk proses yang lain mungkin menghasilkan produk
dengan masih menampakkan bentuk ikannya sehingga jenis ikan yang digunakan masih dapat
dikenali.
Secara garis besar produk perikanan yang dihasilkan dari berbagai proses fermentasi
dapat digolongkan ke dalam tiga tipe produk, yaitu :
1. produk yang sebagian besar bentuk asli ikan atau potongan ikan dipertahankan;
Mikroorganisme yang berhasil diisolasi dan diduga berperan pada pengolahan kecap ikan
adalah 11 spesies bakteri, 1 spesies khamir dan 3 kapang, seperti Bacillus, Micrococcus,
Candida, Penicillium,Cladospora, dsn Aspergillus. Bakteri yang ditemukan dan mungkin
berperan pada fermentasi produk bekasang adalah Staphylococcus sp., Micrococcus sp., Bacillus
sp., dan Corynebacterium sp. Bakteri yang mendominasi pada fermentasi ikan peda adalah
berbentuk bulat, gram poitif, non motil, aerobic atau aerobic fakultatif, katalase positif, tidak
memproduksi indol, dan oksidasi negatif. Bakteri tersebut dapat memanfaatkan sitrat sebagai
satu-satunya sumber karbon, memfermentasi glukosa, memiliki aktivitas proteolitik, beberapa
diantara bakteri tersebut diidentifikasi sebagai bakteri asam laktat bakteri asam laktat dibedakan
atas dua jenis, yaitu homofermentatif dan heterofermetatif. Bakteri asam laktat
homofermentatifmenghasilkan dua mol asam laktat per mol glukosa, sedangkan bakteri asam
laktatheterofermentatif menghasilkan satu mol asam laktat bersama-sama dengan etil alkohon
dan karbon dioksida. Pada penelitian lain diperoleh 7 isolat bakteri asam laktat yaitu, 2 isolat
heterofermentatif Lactobacillus sp., 1 isolat homofermentatif Lactobacillus sp, 3 isolat
Leuconostos sp dan 1 isolat Strepcocci dari grup enterococci.
Bakteri halofilik anaerobic memiliki peranan yang penting selama fermentatif terasi.
Mikroorganisme yang diisolasi dari terasi adalah Micrococcus, Neisseria, Corynebacterium,
Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium, Acinobacter dan beberapa jenis kapang.
Pada ikan tukai diidentifikasi 105 isolat dan diperoleh 11 kelompok bakteri. Bakteri yang
dominan adalah Pedicoccus sp. (19,0%), Lactobacillus sp. (15,2%), Micrococcus sp (14,3%),
Pseudomonas sp. (12,8%), dan Stretococcus sp. (11,4%). Kelompok bakteri tersebut mampu
tumbuh dengan baik pada media yang ditambah dengan garam 5%. Bakteri-bakteri tersebut
diduga berperan penting dalam proses fermentasi ikan tukai.
Enzim yang mengkatalis degradasi protein sangat mempengaruhi karakteristik produk
fermentasi yang dihasilkan. Enzim yang berperan penting dalam fermentasi mungkin berasal dari
empat sumber (1) perut dan system pencernaan, (2) jaringan otot, (3) tanaman yang ditambahkan
pada fermentasi, (4) mikroorganisme yang aktif dalam fermentasi. Enzim otolitik terdapat
terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi pada bagian perut dan kepala dibandingkan pada
konsentrasi yang lebih tinggi pada bagian perut dan maksimum pada pengolhan produk
fermentasi dapat dicapai dengan menggunakan ikan utuh lengkap dengan kepala da nisi perut.
Enzim proteolitik pada ikan dapat diklasifikasikan menjadi (1) protease asam (pepsin), (2)
protease serin (tripsin dan khimotripsin), (3) protease katepsin dan thiol, dan (4)
karboksipeptidase dan aminopeptidase.
Proses pematangan pada ikan asin merupakan proses biokimia yang menyebabkan
perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh enzim yang menguraikan protein dan lemak.
Proteolisis yang berlangsung selama fermentasi kecap ikan mungkin mengalami berbagai
prooses perubahan seperti deaminasi, dekarboksilasi, dan transminasi menghasilan amina, asam-
asam keton, serta ammonia dan karbon dioksida. Proses proteolitik ini juga menyediakan substrat
asam amino untuk transformasi atau sintesis senyawa-senyawa flavor oleh bakteri.
Pada ikan peda yang bertanggung jawab terhadap flavornya adalah metil keton, butyl
aldehid dalam bentuk 2,4-dinitro fenihildrazon, dan aldehid tak jenuh, sedangkan asam-asam
lemak volatile dan senyawa-senyawa nitrogen tidak berkonrtibusi nyata pada flavor.
Didalam pengolahan produk fermentasi ikan-garam, peran garam sangat penting di dalam
menentukan seleksi mikroorganisme yang terlibat di dalam proses fermentasi termasuk di dalam
pembentukan flavor dan rasa produk. Produk yang dikenal luas dan popular dioah menggunakan
proses fermentasi ini adalah ikan peda, jambal roti, iak tukai, bekasang, terasi, dan kecap ikan.
1. Ikan Peda
Peda adalah produk ikan fermentasi yang sangat popular di pulau Jawa, khususnya Jawa
Barat. Peda atau peda siam memiliki populeritas tersendiri di pasaran. Peda umunya diproses
dari ikan yang berlemak. Ikan berlemak akan mengahasilkan pada yang lebih baik dibandingkan
dengan ikan yang kandungan lemaknya rendah. Peda yang dibuat dari ikan berlemak berwarna
coklat dan peda yang diolah dari ikn berkadar lemak rendah memiliki warna coklat yang kurang
nyata. Ikan yang paling umum digunakan untuk pengolahan peda adalah ikan kembung. Bahan
mentah yang digunakan pada pengolahan ikan peda umumnya tidak disiangi. Kenyataan ini
membawa dugaan bahwa isiperut ikan memberikan peran spesifik pada pementukan falvor unik
dari peda. Sampai saat ini belum ditemui adany metode standar pengolahan peda. Beberapa
usaha telah dilakukan untuk peningatan mutu peda dengan memodifikasi metode pengolahan
tradisional yang biasa diterapkan oleh pengolah. Ikan peda dioah denga proses penggaraman dua
tahap. Penggaraman pertama, biasanya dilakukan beberapa hari dan dikenal sebagai fermentasi
pertama. Sebaliknya penggaraman kedua memakan waktu bebrapa minggu untuk memberikan
kesempatan berkembanganya flavor dan tekstur ika peda dan tahap ini disebut sebagai fermentasi
kedua atau fase pematangan.
Secara tradisional pada dibuat dari ikan tidak disiangi. Akan tetapi mutu peda yang lebih
baik dapat diperolah dari ikan yang disiangi. Pada proses pengolahannya, petama-tama ikan
disiangi dengan membuang isi perut dan isang. Ikan tersebut kemudian dicuci dan ditiriskan.
Selanjutnya ika digarami selama beberapa hari. Jumlah garam yang digunakan adalah 25% dari
berat ikan da nada juga yng menyarankan perbandingan garam dan ikan adalah 1:3. Akan tetapi,
biasanya sejumlah garam ditambahkan pada lapisan atas dari ikan. Tahap ini dikenal sebagai
fermentasi pertama yang dapat dilakukan hanya selama satu hari walaupun kadang-kadang
memakan waktu beberapa hari. Setelah fermentasi pertama, ikan dicuci dengan air bersih dan
ditiriskan. Ikan yang telah ditiriskan diletakkan pada keranjang bambu yang telah dilapisi daun
pisang kering. Dalam hal ini, disusun lapis demi lapis. Antar lapisan ikan ditaburi garam dan
jumlah garam total yang digunakan mencapai 30% berat ikan. Keranjang kemudian ditutupi
dengan menggunakan daun pisang kering dan dibiarkan untuk proses fermentasi selama
seminggu atau lebih, sampai aroma spesifik peda diperoleh. Tahap ini dikenal sebagai fermentasi
kedua atau proses pematangan. Pengolah-pengolah biasanya tidak memberikan ketentuan tentang
lama proses fermentasi kedua karena proses pematangan produk aka teru berlanjut pada saat
pemasaran, falavor dari peda yang diperoleh semakin disukai. Tahap akhir dari proses
pengolahan adalah membuang garam dari ikan dan selanjutnya ikan diangin-anginkan sampai
kadar garam yang diinginkan dicapai. Garam tersebut biasanya bercampur dengan minya
berwarna coklat yang keluar dari daging ikan.
Peda bermutu bagus yang ditunjukka dengan warna daging merah basah mengandung air
44-47%, lenak 7-14%, protein 21-22%, dan garam 15-17%. Peda bermutu lebih rendah dengan
warna daging putih kering mempunyai kandungan air hampir sama dengan peda mutu bagus,
lemak 2-7%, protein 26-37% dan gara 12-18%.
Bakteri yang ditemukan pada ikan peda terutama dari jenis bakteri gram positif berbentuk
koki, bersifat nonmotil, hidup secara aerob atau fakultatif anaerob, bersifat katalase positif, serta
bersifat proteolitik. Disamping itu, kebanyakan bakteri tersebut juga bersifat indol dan oksigen
negatif, beberapa diantaranya dapat mereduksi nitrat dan dapat menggunakan sitrat sebagai
Bakteri yang diisolasi dari ikan peda mempunyai sifat pertumbuhan yang mesofilik
dengan pH 6-8 dan termasuk ke dalam kelompok bakteri haloteran sampai bakteri halofilik. Pada
ikan ada bakteri yang membentuk warna merah/orange. Kebanyakan pigmen yang terdapat pada
dan phenazin.
Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah mikroba yang berasal dari ikan
itu sendiri atau dari garam yang ditambahkan. Untuk mengetahui dengan tepat bakteri yang
terdapat pada peda diperlukan identifikasi lebih lanjut. Namun dari beberapa uji yang dilakukan
Cytophaga, Halobacterium atau Halococcus yang termasuk dalam bakteri gram negatif.
Sedangkan untuk bakteri gram positif diduga dari jenis Micrococcus, Staphylococcus dan
Corynebacterium.
Peda yang baik adalah peda yang berwarna merah, teksturnya maser, dan mengandung
nutrisi yang cukup tinggi, Mutu peda tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang
Pada fermentasi tahap I, penambahan garam penurunan kadar air tinggi sampai waktu
tertetu, dan tidak terjadi lagi penurunan kadar air hingga kadar airnya stabil.Garam yang masuk
kedalam daging ikan akan menyebabkan terjadinya perubahan kimia dan fisik terutama protein.
Garam akan mendenaturasi protein dan mengakibatkan koagulasi. Akibat dari proses itu, air
akan keluar dari tubuh ikan dan daging ikan akan mengkerut.
Pada fermentasi tahap II akan terjadi pemecahan protein,lemak dan komponen lainnya.
Pada tahap itu enzim yang berperan adalah enzim yang berasal dari jaringan ikan. Aktivitas
enzim selanjutnya akan merangsang aktivitas yang dihasilkan oleh mikroba. Selama fermentasi,
asam-asam amino akan mengalami peningkatan akibat adanya pemecahan protein selama
fermentasi. Pemecahan disebabkan oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu
Enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan terutama terdapat dalam
saluran pencernaan, yaitu bagian pilorik caecum dan lendir usus. Pada pembuatan peda apabila
bagian-bagian tersebut dihilangkan maka kandungan enzim proteolitik dari jaringan ikan jauh
berkurang dan yang banyak aktif adalah enzim dari aktivitas mikroba. Enzim proteolitik dari
Adanya air mengakibatkan proses penguraian lemak menjadi asam lemak dan gliserol
dapat berjalan dengan baik. Enzim lipase yang aktif dapat berasal dari jaringan otot dan adiposa,
juga berasal dari bakteri.Hasil degradasi protein dan lemak dapat menghasilkan senyawa cita
rasa, bau khas pada peda disebabkan karena adanya senyawa metil keton, butil aldehid. Selain
itu, kandungan asam amino nitrogen yang tinggi juga dapat mempengaruhi cita rasa peda.
Konsistensi maser pada peda sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak yang tinggi dan
adanya enzim proteolitik yang akan mengubah tekstur ikan sehingga menjadi maser. Sedangkan
warna merah pada peda selain disebabkan bahan baku, enzim dari bakteri disebabkan pula
karena selama fermentasi terjadi interaksi antara karbonil yang berasal dari oksidasi lemak
2. Jambal Roti
Jambal roti sangat popular di pulau Jawa. Pusat produksi jambal roti adalah Pekalongan,
Cilacap, Cirebon, dan Pengandaran. Jambal roti adalah nam yang diberikan terhadap ikan asin
yang diolah dengan menggunakan manyung (Arius sp.) sebagai bahan mentah. Penggorengan
akan merubah tekstur produk menjadi rapuh seperti roti. Fenomena ini dianalogikan secara
langsung terhadap produk tersebut yang dikenal sebagai jambal roti. Popularitas jambal roti
terutama dari flavor dan bau spesifik serta tekstur khas seperti pasir.
Pada pengolahannya ikan manyung dipotong kepala dan dibuang isi perutnya. Garam
dimasukkan ke dalam rongga perut ikan melalui lubang dari arah kepala, dan selanjutnya ikan-
ikan tersebut disusun dalam bak-bak yang telah ditaburi garam . jumlah garam yang digunakan
kurang lebih dari 30% dari berat ikan. Setelah semalam garam dikeluarkan dari perut ikan, dan
lalu garam digunakan untuk menggarami bagian luar tubuh ikan. Penggaraman dilanjutkan
selama dua malam lagi. Kemudian ikan dicuci bersih untuk menghilangkan sisa garam dan
kotoran lainnya dengan bantuan sikat, lalu badan ikan dibelah dari bagian punngung kearah perut
dan bagian sisi badan yang berdaging tebal ditoreh lagi untuk mempercepat pengawetannya. Ikan
lalu dijemur diatas para-para selama 3-4 hari. Pada saat penjemuran, ikan diolesi dengan larutan
gula. Setelah ikan dibalik dan dianggap sudah kering, ikan diangkat.
Di dalam pengolahannya, pertama-tama ikan manyung dipoton kepala dan dibuang isi
perut. Ikan dibelah dan langsung digarami semalam. Jumlah garam yang digunakan kira-kira
30% dari berat ikan. Keesokan harinya tumpukan ikan di bongkar lalu dicuci dan disikat untuk
menghilangkan sisa-sisa garam maupun kooran lainnya. Ikan yang sudah terawetkan itu, lalu
dijemur selama 2-3 hari atau sampai cukup kering.
Cara pengolahan jambal roti yang dilakukan nelayan pengolah di daerah Cirebon, seperti
ikan manyung dipotong kepalanya dan disiangi, ikan dicuci dan direndam dalam air tawar
selama 24 jam. Setelah ditiriskan, ikan-ikan tersebut disusun di dalam bak. Setiap lapis ikan
ditaburi garam dan rongga tubuhnya diisi garam sampai penuh. Jumlah garam yang digunakan
lebih kurang 30-35% dari berat ikan. Penggaraman berlangsung selama 24 jam. Setelah itu ikan
diangkat, garam dalam rongga tubuhnya dikeluarkan dan ikan diangkat dan dibelah dari bagian
punggung kearah ekor tanpa memotong bagian perut., kemudian ikan dijemur diatas para-para.
Daging yang terbelah dihadapkan ke matahari. Penjemuran tahap pertama berlangsung selama
sehari. Keesokan harinya pembelahan ikan dilakukan pada bagian sebelahnya dengan arah yang
berlawanan, mulai dari bagian perut kea rah punngung. Ikan dijemur kembali selama 3-5 hari.
Komposisi proksimat jambal roti adalah kadar air 49,27 – 49,68%, kadar protein 54,17-
61,68%, kadar lemak 0,69-1,19%, dan kadar abu 34,93-38,80%. Kadar garam ikan jambal adalah
7,38-8,53%. Asam glutamate yang dominan pada jambal roti diduga memiliki peran yang
penting di dalam pembentuk flavor dari jambal roti, di samping asam asparat , alanine, valin, dan
glisin.
3. Terasi
Terasi adalah produk berupa pasta udang atau ikan fermentasi yang secara tradisional
diproduksi oleh pengolah di dalam sekitar pantai. Daerah penghasil terkenal di Indonesia adalah
Bagan siapi-api Cirebon, Jember, Rembang, dan Sidoarjo. Banyak orang yang menyukai terasi
karena rasadan baunya yang unik terutama untuk meningkatkan selera makan. Terasi biasanya
mempunyai bau yang kuat dan dapat disimpan untuk waktu yang lama, semakin lama disimpan
semakin enak rasanya. Terasi bermutu baik biasanya diolah dari rebon dan ikan teri tanpa adanya
penggunaan bahan tambahan sebagai pengisi (filler). Terasi yang dibuat dari udang disebut terasi
udang dan yang dibuat dari ikan disebut terasi ikan.
Pada pembuatan terasi udang, udang segar hasil tangkapan pada saat di atas kapal segera
dicampur dengan garam sebanyak 10%. Ketika kapal mendarat di tempat pendaratan ikan,
ditambahkan garam sebanyak 5% lagi. Setelah sortasi, udang dihamparkan diatas alas anyaman
bamboo atau lantai penjemuran dan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1-3
hari, tergantung keadaan cuaca. Selama pengeringan, kadar air udang ditumbuk selama akan
menurun dari 80 sampai 50%. Udang setengah kering yang diperoleh ditumbuk selama 15-20
menit dan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditumbuk lagi. Pada tahap
pengolahan ini pewarna sitesis seperti rhodamine B sering ditambahkan sebgai pewarna,
walaupun pewarna tersebut sebenarnya tidak diperkenankan digunakan yang ditujukan untuk
konsumsi manusia. Pasta dicetak secara manual menjadi bentuk silinder dan kadang-kadang
dibungkus dengan daun pisang kering selanjutnya, pasta dibiarkan untuk proses fermentasi
sampai bau spsesifik 1-4 munggu dengan temperatur optimum 200-30 oC. untuk hasil akhir
biasanya 3 bagian udang enghasilkan 2 sampai 2,5 bagian terasi.
Terasi ikan diolah dari ikan berukuran kecil dengan metode yang mirip dengan
pengolahan terasi udang. Pencampuran ikan dengan garam dilakukan di atas kapal segera setelah
ditangkap. Pada saat kedatangan di tempat pendaratan, ikan dikeringkan sesegera mungkin dan
ditambahkan garam kembali. Campuran ikan udang tersebut dirumbuk kembali sampai diperoleh
pasta. Untuk menghasilkan produk yang lebih menarik, pasta ditambahkan bahan pewarna
sintetik.
Di pulau Jawa sering terasi diolah dari udang yang telah mendapat perlakuan pemasakn.
Udang segar atau yang telah dimasak terlebih ahulu dicampur dengan garam sebanyak 15%
garam dan dikeringkan setengah kering selama 1 hari. Udang selanjutnya dilumatkan, dicampur
dan ditumbuk sampai merata dan diperoleh pasta yang disebut dengan brabon. Brabon
dikeringkan dengan sinar matahari dan kemudian ditumbuk lagi sampai diperoleh pasta halus
yang homogeny. Pada saat bersamaan tingkat rasa asin produk diuji dan kadang-kadang garam
harus ditambahkan untuk mendapatkan rasa yang diinginkan dan kemudian dicampur sampai
merata. Pasta yang diperoleh dicetak dalam bentuk silinder dan selanjutnya dibiarkan untuk
proses fermentasi sampai aroma yang diinginkan diperoleh. Beberapa pengolah menambahkan
air selama penumbukan agar ketika tahap pencentakan dalam bentuk silinder menjadi lebih
mudah.
Komposisi kimia terasa udang, yaitu kadar air 30-50%, kadang protein 20-40%, kadar
abu 10-40%, dan kadar garam 20,21-23%. Terasi juga memiliki kandungan vitamin B12 yang
tinggi. Asam amino non-essensial yang terdapat dalam jumlah yang tinggi pada terasi adalah
asam glutamate dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin.
Jenis bakteri yang di gunakan untuk membantu fermentasi antara lain saebagai berikut:
a. Bacillus sp.
Bacillus sp. merupakan jenis bakteri yang berbentuk basil/batang, bersifat Gram positif,
motil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat oksidatif-fermentatif. Keberadaan Bacillus
sp. sangat diharapkan keberadaannya terutama untuk proses fermentasi terasi udang, karena
menurut, bakteri jenis B. Mycoides banyak digunakan sebagai starter dalam mempercepat proses
b. Staphylococcus sp.
Staphylococcus sp. merupakan bakteri yang berbentuk kokus, Gram positif, nonmotil,
katalase positif, oksidase negatif dan bersifat fermentatif (Cowan dan Steel, 1974).
Staphylococcus sp. dapat dijadikan sebagar fermenter pada bahan pangan karena dapat
memunculkan rasa asam, memperpanjang umur simpan, tingkat higienitas yang tinggi.
c. Corynebacterium sp.
Corynebacterium sp. berbentuk basil, bersifat Gram positif, nonmotil, katalase dan
oksidase negatif, dan bersifat oksidatif-fermentatif (Holt et al., 1994).Beberapa spesies dari
Corynebacterium sp.yang tidak bersifat pathogen digunakan sebagai fermenter skala industri
untuk pemproduksi asam amino seperti L-Glutamate dan L-lysine (Burkovski, 2008). Sehingga
bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat mempercepat proses fermentasi pada
Campuran garam, rebon dan bahan lainnya pada pembuatan terasi pada awalnya
mempunyai nilai pH sekitar 6 dan selama proses fermentasi pH terasi yang terbentuk akan naik
menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai terbentuk maka pH turun kembali menjadi 4,5. Apabila
fermentasinya dibiarkan berlanjut maka akan terjadi peningkatan pH dan pembentukan amonia.
Apabila garam yang digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran
tersebut akan terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena amonia yang terbentuk
terdapat dalam jumlah yang besar. Hal itu dapat terjadi apabila pemberian garam kurang dari
10%.
pepton, peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-42% adalah terasi yang
baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah, maka permukaan terasi akan diselimuti oleh
kristal-kristal garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi terlalu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses fermentasi ikan untuk terasi
dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut berupa senyawa yang mudah
menguap terdiri atas 16 macam senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7
macam lemak, 34 macam senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawa-
senyawa lainnya sebanyak 10 macam. Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau
amonia, asam, busuk, gurih dan bau-bau khas lainnya. Adanya campuran komponen bau yang
berbeda dengan jumlah yang berbeda pula akan menyebabkan pasta ikan mempuyai bau/aroma
Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut ini. Asam
lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaaman, sedangkan amonia dan amin
menyebabkan bau anyir beramonia. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan dan
disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi. Senyawa-senyawa karbonil besar
sekali kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada hasil-hasil perairan
Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak melalui proses oksidasi
dan karena adanya aktivitas mikroba. Kandungan karbonil volatil merupakan kandungan
senyawa volatil yang tersebar diantara komponen volatil lainnya. Senyawa tersebut merupakan
senyawa yang sangat menentukan cita rasa dari terasi. Cita rasa yang ditimbulkan oleh senyawa
karbonil selain dari hasil degradasi lemak juga dapat ditimbulkan dari reaksi pencoklatan atau
browning pada produk perikanan.
4. Kecap Ikan
Kecap ikan memiliki ciri khas berupa cairan berwarna coklat jernih, aroma, dan rasa
spesifik serta mengandung garam dan senyawa nitrogen terlarut yang tinggi. Kecap ikan tidak
diperuntukkan sebagai sumber gizi akibat kandungan garamnya yang tinggi. Kecap ikan
mengandung protein yang telah terhidrolisa dan mineral yang tinggi. Kecap ikan dapat diperoleh
dari laut dan ikan air tawar dalam bentuk utuh atau yang disiangi.
Kecap ikan secara tradisional diolah melalui proses fermentasi yang memakan waktu 3
sampai 12 bulan. Proses fermentasi dapat dipercepat dengan penggunaan enzim dan asam
organic untuk pembuatan hidroliat ikan serta penggunaan bakteri proteolitik tertentu yang telah
diketahui aktivitasnya.
Fermentasi dilakukan dalam bak kayu, bak dari semen atau wadah terbuat dari keramik
yang pada bagian bawahnya mempunyai lubang penyaring yang diberi tutup untuk
mengeluarkan kecap ikan setelah proses fermentasi dianggap cukupp. Didalam pengolahan
kecap ikan, pertama-tama ikan dicampur dengan garam yang dissusun berlapis. Jumlah garam
yang dugunakan dari lapisan bawah ke atas bertambah besar. Jumlah garam yang diletakkan
pada bagian bawah dan atas masing-masing sekitar 20-30% dari berat ikan. Garam ditaburkan
pada permukaan bagian atas dari ikan dengan ketebalan 1-2 cm dan kemudian pada bagian
atasnya diletakkan anyaman bamboo dengan pemberat. Setelah 4-6 bulan, pada wadah
fermentasi diperoleh air dengan garam yang mengandung ekstrak ikan dan cairan tersebut
sebenarnya merupakan kecap ikan. Kecap ikan diambil melalui lubang pada bagian bawah dri
bak/wadah fermentasi. Kecap ikan yang dihasilkan berwarna coklat jernih dan diklasifikasikan
sebagai mutu satu.
Ikan yang belum hancur secara sempurna ditempatkan dalam wadah fermentasi dan
ditambah dengan garam. Campuran tersebut dibiarkan selama beberapa bulan untuk proses
fermentasi dan akan dihasilkan kecap ikan mutu dua. Bagian sisa ikan yang belum hancur
ditambah lagi dengan garam dan kemudian difermentasi selama beberapa bulan. Proses ini akan
menghasilkan kecap ikan mutu tiga. Kecap ikan disimpan dalam wadah keramik dan dijual
dengan mengemasnya dalam botol. Limbh pengolahan kecap ikan berupa sisik dan tulang dapat
digunakan unuk pupuk dan pakan ternak.
Kecap ikan yang kental dapat diperoleh dengan menjemur kecap ikan setelah proses
fermentasi. Semakin lama penjemuran akan dihasilkan kecap ikan yang semakin kental. Kecap
ikan kental dapat disimpan selama bertahun-tahun tanpa mnyebabkan perubahan-perubahan
terhadap mutu.
Percepatan proses pengolahan kecap ikan dapat dilakukan ddengan menambahkan enzim,
seperti bromelin dan papalin. Komposisi kecap ikan komersial bervariasi. Komposisi proksimat
kecap ikan adalah kadar air 66,67-76,89%, kadar protein 10,17-10,51%, kadar lemak 0,50-
0,70%, kadar karbohidrat 0,30-1,50%, dan kadar ab 21,95-23,50%, dengan kadar garam 11,60-
21,16%.
5. Ikan Tukai
Ikan tukai adalah produk fermentasi ikan berasal dari Painan, Sumatra Barat. Metode
pengolahan ikan tukai mirip dengan ikan peda, tetapi cara fermentasi yang diterapkan berbeda.
Ikan tukai dofermentasi dengan cara memendamnya di dalam tanah. Ikan tujai juga dikenak
dengan lawak tukai atau ikan sambal lado. Ikan tukai dikomsumsi dengan memanggangnya
cukup matang sampai rasa dan aroma spesifik ikan tukai diperoleh. Ikan tukai yang telah
dipanggang dicampur dengan cabai dan dimkan dengan nasi. Ikan tukai biasanya diolah dengan
menggunakan beberapa jenis ikan pelagis sebagai bahan mentah, seperti ikan alu-alu.
Pada pengolahan ikan tukai, pertama-tama ikan dicuci dan direndam dalam larutan garam
20% Selama 2 jam. Setelah itu, ikan ditiriskan dan dijemur selama 10 jam. Ikan setengah kering
disusun dalam lubang dibawah tanah untuk proses fermentasi. Ukuran lubang adalah 60 x 60 x
60 cm3 untuk setiap kilopgram ikan. Lubang dilapisi dengan lembaran plastic berwarna hitam.
Setelah proses pemeraman selama 2-3 hari, ikan dijemur sampai kering. Biasanya bagian bawah
dialasi dengan daunt talas,dan antara lapisan ikan diberi pembatas dengn daun kedondong.
Kadar air ikan tukai adalah 51,01 % dan kadar garamnya 5,05%. Kadar air yang tinggi
dan kadar garam yang relatif rendah merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri
halofilik ringan.
6. Bekasang
Bekasang adalah produk yang diolah dari isi perut ikan cakalang dan berbentuk semi
padat. Produk ini dapat ditemukan di Indonesia bagian timur khusunya Sulewesi Utara dan
Maluku. Bekasang digunakan untuk penyedap makanan seperti halnya kecap ikan dan terasi
bekasang memiliki cita rasa dan aroma spesifik yang dapat langsung dikonsumsi tanpa
memasaknya terlebih dahulu.
Isi perut cakalang adalah bahan mentah utama ang digunakan utuk produksi bekasang. Di
dalam pengolahan bekasang, pertama-tama isi perut cakalang dicuci bersih untuk menghilangkn
kotoran dan darah. Setelah ditiriskan, isi perut dicampur dengan garam sebanyak 10% dari berat
isi perut. Campuran tersebut diperam selama 10 hari untuk memberikan kesempatan
berlangsungnya proses fermentasi. Pada akhir proses fermentasi, isi perut cakalang telah hancur
dan berbentuk cairan yang kental. Produk cair yang kental. Produk cair yang kental tersebut
selanjutnya direbus selama 15 menit. Pada pengolahan tradisional, garam yang digunakan pada
tahap pencampuran garam da nisi perut adalah sebanyak 12,5% dari berat isi perut ikan.
Komposisi prosimat bekasang adalah kadar air 73,14%, kadar protein, kadar lemak
2,60% dan kadar abu 8,80%. Sedangkan kadar garamnya 6,69%, asam amino esensial yang
dominan pada bekasang adalah arigin, histidin, soleusin dan liin.
C. FERMENTASI IKAN-GARAM-KARBOHIDRAT
Tipe fermentasi biasanya menggunakan garam pada tingkat yang lebih rendah
dibandingkan dengan tipe ferentasi ikan-garam, tetapi fermentasi rendah asam laktat akan
membantu di dalam pengawetan produk. Dengan menggunakan gram yang lebih banyak, proses
fermentasi akan membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi memiliki daya simpan yang lebih
panjang. Lebih banyak karbohidrat yang digunakan di dalam proses pengolahan akan
mempercepat proses fermentasi yang menghasilkan produk dengan rasa masam yang lebih keras.
1. Picungan
Picungan adalah suatu produk yang hanya dapat ditemukan di Provinsi Banten. Pada
dasarnya, picungan adalah produk fermentasi ikan tradisional yang digunakan dengan
menggunakan biji picung (Pangium edule) muda yang dapat memberikan flavor spesifik
terhadap produk. Biji picung selain mengandug asam sianida, juga memiliki efek disinfeksi
terhadap bakteri pembusuk. Sianida harus dihilangkan dengan merendamnya selama dua hari.
Semua jenis ikan, baik yang berukuran kecil maupun yang besar dapat digunakan sebagai
bahan mentah pada pengolahan picungan. Sebagian besar bahan mentah yang digunakan adalah
ikan laut, terutama ikan layang, ikan kembung, teri, layur, tiga wajah, pari, dan cucut. Pada
pengolahan picungan insang da nisi perut ikan dibuang. Ikan yang telah disiangi dicuci. Untuk
ikan ukuran besar, seperti ikan pari dan ikan cucut dibelah atau dipotong menjadi beberapa
potongan dengan ukuran sesuai yang diinginkan. Untuk mendapatkan proses fermentasi yang
efektif, ikan di fillet denan ketebalan 1-1,5 cm. untuk ikan yang panjang, seperti ikan pari dapat
diolah dalam bentuk ikan utuh atau potongan.
Pada proses fermentasi, ikan dicampur secara merata dengan picung dan garam..
perbandingan antara ikan, picung, dan garam adalah 4 : 2 : 1. Bila picungan diolah dari ikan
utuh, seperti ikan kembung, tiga wajah, dan bentong campuran picung dan garam dimasukkan
kedalam insang dan perut. Setelah itu, pada bagian permukaan ikan ditaburi dengan campuran
picung dan garam. Jika picung diolah dari potongan ikan, seperti ikan pari dan cucut potongan
ikan langsung ditaburi dengan campuran picung dan garam. Ikan yang telah dicampur dengan
picung dan garam sebenarnya telah siap untuk dipasarkan. Akan tetapi bagi picungan yang tidak
untuk dijual pada hari pengolahan atau akan dijual ke daerah lain harus dikemas dan disusun
berlapis-lapis dalam keranjang yang telah dilapisi dengan daun pisang. Di antara lapisan ikan
diberi tabura picung dan garam. Sisa campuran picungan dan garam ditaburkan pada lapisan
paling atas.
Selama proses fermentasi, keranjang ditutup yang rapat untuk menghindarkan dari lalat,
karena kemungkinan lalat dapat menyebabkan proses fermentasi gagal. Aroma dan rasa spesifik
picungan berkemang selama fermentasi. Picungan dapat mengawetkan ikan sampai 2 minggu
tergantung kepada jenis ikan yang digunakan. Bagi pengolah lama fermentasi tergantung kepada
jenis ikan yang digunakan. Agi pengolah lama fermentasi tidak menjadi masalah karena proses
fermentasi akan dihentikan begitu ikan terjual. Berdasarkan pengalaman pengolah dan
konsumen, lama fermentasi yang optimum adalah 3-7 hari. Selama waktu tersebut, tekstur ikan
masih dalam keadaan kenyal.
Cara penyiapan picungan yang akan dikonsumsi tergantung kepada kegemaran dari
konsumen. Pada dasarnya, picungan adalah produk mentah yang memerlukan perlakuan
pemasakan sebelum dikonsumsi. Sebelum dimasak, beberapa konsumen membuang picung yang
melekat pada ikan terutama pada insang dan rongga perut, dengan cara mencucinya, tetapi
sebagian konsumen yang lain tidak melakukan cara tersebut. Biasanya sebelum dikomposisi
picungan digoreng atau dipepes terlebih dahulu.
Komposisi proksimat picungan dari ikan bentong adalah kadar air 66,35%, kadar protein
21,69%, kadar lemak 3,08% dan kadar abu 6,17%.
2. Bekasam
Bekasam adalah produk ikan fermentasi tradisional yang pada awalnya dioah oleh
penduduk bermukim di Muara Sungai Bengawan Solo dan Surabaya tetapi kemudian menyebar
ke Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah. Produk tersebut di Kalimantan
Tengah disebut dengan wadi.
Pada pengolahan bekasam, pertama-tama ikan dibuang kepala, sisik, da nisi perutnya.
Ikan kemudian dibelah menjadi bentuk kupu-kupu dan setelah dicuci direndam dalam larutan
garam 16% selama 48 jam dengan memberi pemberat. Ikan kemudian ditiriskan dan ditambah
dengan nasi biasa dan nasi ketan sebanyak masing-masing 50% dan 25% dari berat ikan.
Campuran ikan dan nsi diempatkan dalam wadah plastik yang kemudian ditutup rapat.
Campuran ikan dan nasi tersebut diperam selama satu minggu atau lebih agar terjadi proses
fermentasi. Pada pengolahan yang proses penggaramannya dilakukan dengan menaburkan garam
pada permukaan ikan akan menghasilkan proses penetrasi garam pada permukaan ikan lebih
cepat. Garam yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 20% dari berat ikan, kalau lebih akan
dihasilkan bekasam yang sangat asin. Secara tradisional, proses fermentasi dilakukan dalam
kuali.
Kandungan asam laktat bekasam meningkat setelah melalui proses fermentasi dan
kecepatan peningkatannya dipengaruhi oleh sumber karbohidrat yang digunakan. Kandungan
asam laktat bekasam adalah 0,60-5,33%. Komposisi proksimat bekasam ikan mas adalah kadar
air 58,40-66,95%, kadar protein 4,80-6,91%, kadar lemak 5,00-5,72% dan kadar abu 6,11-
8,67%, sedangkan kadar garamnya adalah 14,95-17,20%.
3. Cincalok
Cincalok adalah produk frmentasi ikan tradisional yang telah dikenal dari generasi ke
generasi oleh masyarakat Melayu di Provinsi Riau, khususnya Bengkalis. Pada umumnya bahan
mentah yang digunakan untuk pembuatan cincalok adalah udang kecil yang biasanya disebut
oleh masyarakat setempat udang pepai atau udang rebon. Bahan mentah harus dalam keadaan
segar.
Tidak ada metode pengolahan yang pasti untuk cincalok. Pada metode yang diterapkan
oleh pengolah di Bengkalis, udang segar ditambah dengan nasi dan garam yang dicampur secara
merata dalam wadah plastik. Untuk satu kilogram udag ditambah nasi sebanyak 200-300 g,
sedangkan garam sebanyak 300 g. selanjutnya, wadah tersebut ditutup untuk menghindari kotak
dengan udara dan diinkubasi selama 4 hari smpai cairan dilepaskan. Setelah itu, campuran
tersebut dimasukkan ke dalam botol dan ditutup rapat. Selanjutnya, produk telah siap untuk
dipasarkan.
Cara pengolahan cincalok yang lain adalah dengan mencampur udang ukuran kecil
dengan tepung tapioka, garam dan gula, dengan perbandingan 20:1:1:1. Pada cara ini udang
dibuang kulitnya dan kemudian dicuci. Tepung tapioka dilarutkan dalam air, digelantinasi dan
kemudian dibiarkan sampai dingin. Udang dicampur sampai merata dengan garam, gula, dan
tepung tapioka yang telah digelantinasi. Campuran tersebut kemudian dimasukkan dalam botol
dan ditutup rapat. Akhirnya campuran di fermentasi pada suhu kamar selama 1-2 minggu.
Komposisi proksimat cincalok adalah kadar air 69,76 %, kadar ptotein 16,23%, kadar
lemak 1,57%, kadar abu 12,43%. Kadargaram dan kadar asam laktat masing-masing adalah
10,11% dan 2,34%.
4. Naniura
Naniura adalah produk tradisional ikan fermentasi yang berasal dari daerah Batak Toba,
Sumatera Utara. Naniura dapat digolongkan sebagai produk pangan semibasah dengan nilai a w
0,8.
Bahan mentah yang biasanya digunakan untuk pengolahan naniura adalah ikan mas
(Cyprinus carpio). Ikan gabus dapat digunakan sebagai bahan mentah pada pembuatan naniura
dan menghasilkan produk yang secara organoleptic dapat diterima. Pada pengolahan naniura
ikan pertama-tama sisiangi dengan membuang isi perut dan insang. Selanjutnya ikan dicuci
dengan air bersih untuk membuang darah. Ikan yang telah bersih direndam dalam jeruk nipis dan
kemudian dilumuri dengan tumbukan beras. Cara lain adalah ikan yang telah dibersihkan diberi
tumbukan beras dan direndam dalam asam asetat selama tiga jam. Setelah itu, ikan dikemas dan
siap untuk dipasarkan.
Pada pengolahan naniura dari ikan gabus, ikan disiangi, dibuang tulangnya dan kemudian
dicuci. Bumbu-bumbu ditumbuk sampai halus dan homogen. Bumbu-bumbu yang telah halus
tersebut dicampurkan pada ekstrak jeruk nipis dan dicampur sampai merata. Selanjutnya, ikan
direndam dalam ekstrak jeruk nipis tersebut selama tiga jam. Setelah itu, ikan ditiriskan dan
difermentasi selama empat hari. Bumbu yang digunakan pada pengolahan naniura adalah kunyit,
jahe, kencur, kemiri, bawang putih, bawang merah, dan lengkuas.
5.Pudu
Pudu adalah produk ikan fermentasi yang diolah dengan menggunakan bahan mentah ika
air tawar dan berasal dari daerah riau. Ikan mujair dengan ukuran 100-150 gram/ekor adalah ikan
air tawar yang sering digunakan sebagai bahan mentah pada pengolahan pudu. Bahan lain yang
biasa ditambahkan dalam pengolahan pudu adalah air, nasi, dan asam kandis.
Di dalam pengolahannya ikan mujair yang telah dicuci ditambah dengan 20% garam dan
5% nasi, serta asam kandis dan air secukupnya sampai merata. Setelah itu, dimasukkan kedalam
botol dan ditutup rapat. Selanjutnya, difermentasi pada suhu kamar selama dua hari dan produk
yang dihasilkam dari proses ini siap untuk dijual ke konsumen.
Pudu ikan mujair memiliki kadar air 59%, kadar protein 15,7% dan kadar lemak 1,2 %
dan kadar garam 17%.
D. SILASE IKAN
Silase ikan merupakan bahan alternatif pengganti tepung ikan yang digunakan sebagai
sumber protein pada pakan ternak, ikan, udang dan lainnya. Pada dasarnya silase ikan adalah
suatu produk cair yang dibuat dari ikan, bagian dari ikan atau sisa-sisa olahan hasil perikanan
yang didalam pengolahannya tidak ada bahan lain yang ditambahkan kecuali asam dan proses
pencairan massa ikan dosebabkan oleh enzim yang terdapat pada ikan itu sendiri. Metode
pengolahannya sederhana dan membutuhkan peralatan dengan biaya investasi yang murah,
khususnya jika mengguanakan ikan berkadar lemak rendah sebagai bahan mentah. Penggunaan
ikan berkadar lemak tinggi biasanya memerlukan tahap pemisah minyak. Ini memerlukan
peralatan yang mahal dan hanya sesuai untuk pengoperasian dalam skala besar.
Hampir semua jenis ikan dapat digunakan untuk membuat silase ikan termasuk ikan
bertulang rawan seperti ikan pari yang cenderung mencair secra perlahan-lahan dan sebaiknya
dicampur dengan jenis ikan yang lain. Pengolahan silase ikan melibatkan penincangan ikan,
penambahan asam secukupnya untuk pengawetan ikan dan kemudian pastikan semuanya
tercampur dengan merata hingga enzim yang secara alami terdapat pada ikan dapat mencerna
ikan pada kondisi menguntungkan yang diciptakan melalui penambahan asam. Asam formiat
sangat sesuai untuk ditambahkan karena dapat mengawetkan tanpa menyebabkan kondisi pH
yang sangat rendah (asam) dan berarti silase yang dihasilkan tidak harus dinetralkan terlebih
dahulu sebelum diberikan pada ternak. Asam formiat biasanya cukup ditambahkan 3,5% dari
berat ikan. Asam formiat yang tersedia komersial konsentrasinya 85%,
Dengan beberapa bahan mentah konsentrasi asam formiat yang lebih rendah dapat
digunakan, tetapi silase akan menjadi awet jika pH ≤ 4. Kadang-kadang asam sulfat digunakan
untuk menggantikan asam formiat dan ini memiliki keuntungan karena harganya lebih murah,
tetapi pH silase akan berkisar 2,5 dan netralisasi diperlukan sebelum diberikan ke ternak dengan
menggunakan kalsium hidroksida. Untuk menghemat biaya campuran asam formiat dan asam
sulfat dapat digunakan, tetapi perlu ditambahkan dalam jumlah yang cukup untuk menghentikan
proses pembusukan. Campuran asam yang lain, seperti asam sulfat dan asam asetat kadang-
kadang digunakan, tetapi asam formiat menawarkan berbagai keuntungan dan digunakan pada
sebagian besar produksi silase ikan. Asam organic lain yang digunakan adalah asam propionate
yang memiliki kemampuan mencegah pertumbuhan kapang, seperti Aspergillus flavus. Peralatan
yang digunakan bervariasi tergantung dari skala produksi.
Selain secara kimiawi, pengolahan silase dapat dilakukan dengan cara bilogis, yaitu
dengan menambahkan sumber karbohidrat dan starter bakteri asam laktat pada ikan.
1. Pengolahan Silase Ikan Cara Kimiawi
a. Pencincangan
pertama-tama bahan mentah dicincang dan paling baik menggunakan pencincangan yang
dapat menghasilkan partikel dengan ukuran diameter tidak lebih dari 10mm. tipe pencincangan
yang digunakan untuk mencapai maksud tersebut tergantung pada tipe bahan mentah, sebagai
contoh bahan mentah ikan utuh dan limbah hasil pengolahan akan memerlukan persyaratan akan
pencincangan yang berbeda.
selanjutnya ikan cincang harus mendapat perlakuan asam dan dicampur secara merata.
Apabila menggunakan asam formiat, tingkat penembahan yang sesuai biasanya sekitar 2,5-3,5 %
dari berat ikan, pada umumnya semakin banyak tulang yang dimiliki oleh bahan mentah ikan
semakin banyak asam yang diperlukan. Pada penambahan 3,5% berarti menambahkan 35kg atau
30 liter asam formiat untuk setiap ton ikan. Angat penting bahwa asam dan ikan tercampur
dengan baik karena bila ada segumpul ikan yang tidak mendapat perlakuan akan membusuk.
Keasaman campuran ikan dan asam harus dibawah pH 4 untuk mencegah aktivitas bakteri.
Peralatan yang diperlukan untuk pencampuran tergantung pada jumlh ikan. Pada pengolahan
silase skala kecil dapat menggunakan drum minyak, dan pengadukan cukup dilakukan secara
manual. Akan tetapi, untuk produksi skala besar pencampuran mekanis benar-benar diperlukan
untuk mendapatkan campuran ikan dan asam yang merata. Tahap pencincangan dan
pencampuran asam dapat dikombinasikan dengan menggunakan pompa yang berfungsi untuk
mencincang dan mencampurnya dengan asam.
c. Pencairan
ikan cincang cenderung untuk sedikit mengeras pada penambahan asam, tetapi pencairan
akan tetap berlangsung dan kecepatan pencairan tergantung pada sifat bahan mentah dan suhu
campuran. Ikan berkadar lemak tinggi cenderung mencair lebih cepat disbandingkan dengan ikan
berkadar lemak rendah, dan ikan segar mencair lebih rendah dibandingkan ikan yang telah
menurun kesegarannya. Semakin hangat suhu campuran, semakin cepat proses pencairan.
Pemanasan melebihi suhu 40oC sebaiknya dihindarkan karena enzim yang akan menjadi tidak
aktif. Pengadukan secara periodic selama pencairan akan membantu proses ini.
Ketiga tahap tersebut diatas apabila dilakukan dengan baik akan langsung menghasilkan
silase ikan, kecuali apabila ikan berkadar lemak tinggi yang digunakan sebagai bahan mentah
masih memerlukan tahap tambahan pemisahan minyak. Minyak perlu dipisahkan karena (1)
bahan yang terlalu berminyak tidak cocok pakan dan dapat menyebabkan bau amis pada daging
ernak yang diberi makan, dan (2) minyak ikan mempunyai nilai ekonomis dan pemisahan
minyak akan memberikan pendapatan tambahan. Minyak sebaiknya segera dipisahkan setelah
proses pencairan dan melibatkan tiga tahap yaitu :
1. suhu silase ditingkatkan sampai 70-90oC menggunakan head exchanger atau suhu pemanas
langsung.
Komposisi proksimat silase ikan yang diolah dari berbagai bahan mentah ikan dengan
metode kimiawi adalah 69,4-80,8%, kadar protein 13,5-17,4%, kadar lemak 0,5-13,0%, dan
kadar abu 2,1-4,2%.
Pada pengolahan silase ikan cara biologis diperlukan karbohidrat sebagai substat untuk
pertumbuhan bakteri aam laktat. Asam laktat yang dihasilkan akan mengawetkan ikan dan
mencegahnya dari proses pembusukan.
Di dalam pengolahannya, ikan atau bahan baku lainnya dicincang sehalus dan seseragam
mungkin . selanjutnya, ditambah dengan sumber karbohidrat dan sumber bakteri asam laktat dan
kemudian dicampur sampai merata. Campuran tersebut ditempatkan dalam wadah tertutup untuk
proses fermentasi secara anaerobic. Fermentasi dilakukan selama seminggu atau sesuai dengan
keperluan.
Tepung tapioka dalam bentuk kanji telah digunakan sebagai sumber karbohidrat dan
cairan asinan kubis sebagai sumber bakteri asam laktat. Asinan kubis dibuat dengan
mencampurkan garam sebanyak 2,5% ke dalam potongan kubis kemudian diperam dalam wadah
tertutup (anaerobic) selama 4-5 hari. Formula yang dapat digunakan pada pengolahan secara
biologis menggunakan kanji dan cairan asinan kubis adalah menggunakan tapioka sebanyak 25%
dari berat ikan, cairan asinan kubis 25% volume/berat ikan dan ragi tape 0,2% dari berat ikan.
Sumber karbohidrat lain yang dapat digunakan adalah tetes tebu dan tepung jagung,
sedangkan sumber bakteri asam laktat lain adalah minuman Vitachman, yoghurt, dan ragi bakteri
Laktobacillus. Pengolahan silase ikan secara bilogis yang dianggap baik dengan menggunakan
kriteria nilai pH pada hari kedua berkisar 4,6 adalah :
a. ikan dicampur dengan tetes tebu 15% dari berat ikan dan ditambah Vitachman 1% dari berat
ikan.
b. ikan dicampur dengan tepung jagung 100% dari berat ikan dan ditambah ragi bakteri asam
laktat sebanyak 1,2% dari berat ikan.
CH3CH2OH
(etanol)
Proses fermentasi ikan atau udang pada terasi dapat menghasilkan aroma yang khas.
Komponen aroma tersebut berupa senyawa yang mudah menguap terdiri atas : 16 macam
senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam
senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawasenyawa lain sebanyak 10 macam.
Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau ammonia, asam, busuk, gurih, dan
bau-bau khas lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan. 2015. Mengolah Produk Perikanan dengan
Fermentasi. Jakarta.