Anda di halaman 1dari 43

BAB II

FERMENTASI

Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama. Salah satu cara

pengolahan yang dilakukan adalah dengan fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan

dan merupakan salah satu cara pemrosesan dan bentuk pengawetan makanan tertua (Achi,

2005). Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian

senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh

ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal

dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol atau

diatur.

Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis

atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa komplek terutama protein menjadi

senyawasenyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi,

protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam

amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam

pembentukan cita rasa produk.

Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat

pemecahan kandungan bahan pangan tersebut sehingga memungkinkan makanan lebih

bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman, dapat memberikan rasa yang lebih baik dan

memberikan tekstur tertentu pada produk pangan. Fermentasi juga merupakan suatu cara yang
efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan

(Parveen dan Hafiz, 2003).

Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis pada

prinsipnya dibedakan atas empat golongan, yaitu sebagai berikut :

1. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan kecap ikan, terasi

dan bekasam.

2. Fermentasi menggunkan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan silase ikan

dengan menambahkan asam-asam propionat dan format.

3. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase ikan.

4. Fermentasi menggunakan bakteri, misalnya dalam pembuatan bekasam.

Produk fermentasi yang menggunakan kadar garam tinggi mengakibatkan rasa

asin,sehingga sumber protein yang diambil mengalami penurunan, sedangkan fermentasi dengan

menggunakan asam-asam organik belum populer dikalangan nelayan. Cara pengolahan

menggunakan prinsip fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah menggunakan bakteri

asam laktat. Pada proses fermentasi bakteri asam laktat juga ditambahkan garam sebagai

perangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Fermentasi asam laktat pada ikan merupakan

gabungan dari fermentasi garam dengan fermentasi asam laktat, contoh produk fermentasi

asam laktat diantaranya adalah bekasam, wadi, dan ronto.

2.2.2. Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat

yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :

1. Bakteri asam laktat homofermentatif.


Bakteri ini dapat mengubah 95% dari glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam

laktat. Karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan, tetapi dalam jumlah yang

sangat kecil.

2. Bakteri asam laktatheterofermentatif.

Bakteri ini mengubah glukosan dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, ethanol,

asam asetat, asam format dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama.

2.3. Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi

Proses fermentasi bahan makanan pada dasarnya sebagai hasil kegiatan beberapa jenis

mikroorganisme diantara beribu-ribu jenis bakteri, khamir dan kapang. Oleh karena itu, dalam

membahas berbagai jenis mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi bahan makanan

tradisional, akan bertitik tolak dari ketiga jenis mikroorganisme di atas, yaitu bakteri, khamir dan

kapang.

2.4. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi

Fermentasi bahan pangan merupakan hasil kegiatan beberapa mikroorganisme. Agar

proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, tentunya beberapa faktor yang mempengaruhi

kegiatan dari mikroorganisme perlu pula diperhatikan. Sehingga apabila kita berbicara mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi, tentunya tidak lepas dari kegiatan

mikroorganisme itu sendiri. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses fermentasi

meliputi suhu, oksigen, air dan substrat.

a. Suhu

Suhu sebagai salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi dan

menentukan macam organisme yang dominan selama fermentasi. Beberapa hal sehubungan

dengan suhu untuk setiap mikroorganisme dapat digolongkan sebagai berikut :


1.Suhu minimum, di bawah suhu itu pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi.

2.Suhu optimum, sebagai suhu yang memungkinkan pertumbuha mikroorganisme paling

cepat.

3.Suhu maksimum, di atas suhu itu pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi lagi.

b. Oksigen

Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk

memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap mikroba membutuhkan

oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan untuk

fermentasi.

c. Substrat

Seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme juga membutuhkan suplai makanan yang

akan menjadi sumber energi, dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel.

Substrat (makanan) yang dibutuhkan oleh mikroba untuk kelangsungan hidupnya

berhubungan erat dengan komposisi kimianya.Kebutuhan mikroorganisme akan substrat juga

berbeda-beda. Ada yang memerlukan substrat lengkap dan ada pula yang tumbuh subur dengan

substrat yang sangat sederhana. Hal itu karena beberapa mikroorganisme ada yang memiliki

sistem enzim (katalis biologis) yang dapat mencerna senyawa-senyawa yang tidak dapat

dilakukan oleh mikroorganisme lain.Komposisi kimia hasil pertanian yang terpenting adalah

ptotein, karbohidrat dan lemak. Pada pH 7,0 protein mudah sekali digunakan oleh bakteri sebagai

substrat. Karbohidrat seperti pektin, pati dan lainnya merupakan substrat yang baik bagi kapang

dan beberapa khamir.

d. Air
Mikroorganisme tidak dapat tumbuh tanpa adanya air. Air dalam substrat yang digunakan

untuk pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan dalam istilah water activity atau aktivitas air =

aw, yaitu perbandingan antara tekanan uap dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni (Po)

pada suhu yang sama.

1. Respirasi Anaerobik berbeda terhadap gluk

Beberapa bakteri tidak menggunakan oksigen sebagai oksidan, tetapi menggunakan

senyawa anorganik seperti sulfat dan nitrat. Proses demikian disebut respirasi anaerobik.

Sebagai contoh :bakteri dari jeinis Desulfavibrio melakukan oksidasi senyawa organik

menggunakan sullfat (SO2-4) sebagai oksidan, dimana sulfat akan mengalami reduksi menjadi

sulfat (S2-). Bakteri dari jenis tersebut tidak dapat menggunakan oksigen sebagai aseptor

elektron.

Bakteri denitrifikasi dapat menggunkan nitrat muapun oksigen dalam respirasi. Bakteri

tersebut akan mereduksi nitrat (NO3-) hanya jika tidak terdapat oksigen, dimana nitrat akan

direduksi menjadi gas nitrogen(N2O), tergantung dari jenis bakterinya.

FERMENTASI

Proses fermentasi Sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam

amino secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecahkan

dalam proses fermentasi terutama adalah difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu.

2. Fermentasi Karbohidrat

Karbohidrat merupakan substrat utama yang dipecahkan dalam proses fermentasi.

Polisakarida terlebih dahulu akan dipecahkan menjadi gula sederhan sebelum difermentasikan,
misalnya hidrolisa pati menjadi unit–unit glukosa. Glukosa kemudian akan dpecaah menjdi

senyawa-senyawa lain tergantung dari jenis fermentasinya.

Pada bakteri paling sedikit terdapat tujuh proses fermentasi yang berbeda terhadap

glukosa. Masing-masing proses menghasilkan produk-produk yang berbeda, dan masing-masing

apesifik terjadi pada grup bakteri tertentu.

Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap, yaitu:

a. Pemecahan rantai karbin dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang

atomhidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi dari

pada glukosa.

b. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang

dilepaskan dalam tahap pertama,membentuk senyawa-senyawa lain sebagai hasil

fermentasi. Reaksi oksidasi tidak dapat berlangsung tanpa reaksi reduksi yang

seimbang, oleh karena itu jumlah atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap

pertama fermentasi selalu seimbang dengan jumlah yang digunakan dalam tahap

kedua.

Dalam tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk piruvat. Pada jasad renik

dikenal empat jalur pemecahan glukosa menjadi asam piruvat, yaitu:

a. Jalur Embden-Meyerhof-Parna (EMP) atau glikolisis, ditemukan pada fungi dan

kebanyakan bakteri, serta pada hewan-hewan dan manusia.

b. Jalur Entner-Doudoroff (ED), hanya ditemukan pada beberapa bakteri.

c. Jalur Heksosamonofosfat (HMF), ditemukan pada berbagai organisme.

d. Jalur Fosfoketolase (FK), ditemukan pada bakteri yang tergolong laktobasili

heterofermentatif.
Gambar 4-2 memperlihatkan hubungan antara keempat jalur tersebut. Jalur EMP terdiri

dari beberapa tahap, masing-masing dikatalisis oleh enzim tertentu. Jalut tersebut ditandai

dengan pembentukan fruktosa difosfat, dilanjutkan dengan pemecahan fruktosa difosfat menjadi

dua molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalis oleh enzim aldolase. Kemudian terjadi

reaksi dehidrogenasi gliseraldehida fosfat (fosfogliseraldehida) yang merupakan reaksi oksidasi

yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Raksi ini dikatalis oleh enzim gliseraldehida

fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh nikotinamida-adenin-

dinukleotida (NAD), membentuk NADH2. Proses fermentasi kembali pada tahap kedua

fermentasi sehingga melepaskan atom hidrogen kembali. Jadi NAD berfungsi sebagai pembawa

hidrogen dalam proses fermentasi.


Gambar 4-2 Hubungan percabangan antara jalur EMP (Embden-Meyerhof-Parnas), jalur ED
(Entner-Doudoroff), Jalur HMF (heksosa-monofofat) dan jalur FK (fosfoketalase) (doelle, 1981)

Energi yang dilepaskan selama oksidasi gliseraldehida fosfat cukup untuk membentuk

dua molekul ATP. Karena satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul gliseraldehida fosfat,

maka seluruhnya dibentuk empat molekul ATP. Tetapi karena dua molekul ATP dbutuhkan

untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, hanya tinggal dua molekul ATP yang dapat

digunakan untuk pertumbuhan untuk setiap molekul glukosa yang dipecah. Reaksi

keseluruhannnya adalah sebagai berikut:

Glukosa +2(ADP +↔2 NAD+ 2 piruvat + 2 ATP + 2 (NADH+H+)+pi)

Dalam jalur Entrner Doudroroff (ED) terbentuk suatu intermediat unik yaitu 2-keto-3-

deoksi-6-fosfogglukonat (KDFG).komponen ini akan dipecahkan oleh aldolase menjadi dua

triosa yaitu piruvat dan gliseral dehida-3-fosfat. Komponen yang teakhir ini kemudian dapat

masuk dalam jalur EMP membentuk molekul piruvat yang kedua dengan melepaskan dua mol

ATP dan satu mol NADH+H+. Reaksi seluruhnya dapat dituliskan sebagai berikut:

Glukosa + NADP++ NAD+ +(ADP +Pi ) → 2 Piruvat +NADPH+H+ + NADH+H+ +ATP

Jalur heksosamonofosfat (HMF) Penting dalam metabolisme jasad renik unruk

menghasilkan pentosa yang diperlukan untuk sintesa asam nukleat, beberapa asam amino

aromatik dan vitamin, serta sebagai sumber NADPH+H+ yang perlukan untuk reaksi biosintesa.

Jalur ini disebut juga siklus pentosa, diamana tidak dihasilkan energi secara langsung, tetapi

NADPH+H+ yang dibetuk merupakan sumber energi potensial juka masuk kedalam sistem

transfor elektron. Reaksi keseluruhan dapat dituliskan sebagai berikut:


Glukosa +12 NADP+ +ATP 6 CO2 + 12 (NADPH+H+) + ADP+Pi

Enzim yang berperan dalam jalur HMF adalah transaldolase dan transketolase.

Jalur fosfoketaolase (FA) hanya terjadi pada grup bakteri yang tergolong laktobasili

heterofermentatif. Jalur ini merupakan percabangan dari jalur HMF, karena bakteri ini tidak

mempunyai enzim aldolase yang dapat memecah fruktosa 1,6-difosfat menjadi dua triose-fosfat,

dan tidak mempunyai enzim transaldolase dan transketolase yang penting dalam jalur HMF.

Pada Gambar 4-2 terlihat bahwa jika asetil-fosfat diubah menjadi asetat, ikatan energi tinggi

akan disimpan dan reaksi keseluruhan menghasilkan dua mol ATP berikut:

Glukosa + NAD+ + 2 NADP+ + 2 ADP+Pi Piruvat + asetat + CO 2 +NADH+H+ +2

NADPH+H++ 2ATP

Jika asetil- fosfat diubah menjadi etanol, ikan energi tinggi akan hilang dan hasil keseluruhan

adalah satu mol ATP per mol glukosa sebagai berikut:

Glukosa + NAD+ + ADP+Pi Piruvat + etanol + CO2 + NADH+H+ + ATP

Pada tahapan kedua fermentasi, asam piruvat akan diubah menjadi produk-produk akhir

yang spesifik unrtuk berbagai proses fermentasi, menggunakan atom hidrogen yang diproduksi

pada tahap pertama fermentasi. Produk-produk tersebut terbentuk oleh reaksi-reaksi yang
dikatalis oleh enzim-enzim tertentu. Salah satu contoh adalah fermentasi glukosa oleh khamir

melalu jalur EMP, menghasilkan alkohol dengan reaksi sebagai berikut:

C6H12O6 EMP 2 CH3COCOOH

Glokosa Asam Piruvat

2 NAD+ 2 NADH+H+ CO2

2CH3CH2OH 2CH3CHO
Etanol Asetaldehida

Dalam reaksi diatas,asetaldehida bertindak sebagai penerima hidrogen dalam fermentasi,

dimana hasil reduksinya oleh NADH2 menghasilkan etanol, dan NAD yang teroksidasi kemudian

dapat digunakan lgi untuk menangkap hidrogen. Reaksi keseluruhan adalah sebagai bariket:\

Glukosa 2 Etanol + 2 CO2

`Pada grup bakteri lainnya yaitu bakteri asam laktat , asam piruvat yang terbentuk dari

jalur glikolisis (EMP) bertindak sebagai penerima hidrogen, dimana reduksi asam piruvat oleh

NADH2 menghasilkan asam laktat dengan reaksi sebagai berikut:

Glukosa EMP 2 Asam piruvat

2
NAD+ 2 NADH+H+

2CH3CH2OH
Asam laktat

Fermentasi seperi tersebut diatas disebut fermentasi homolaktat karena satu-satu nya

produk fermentasi adalah asam laktat, dan bakteri yang melakukan fermentasi demikian disebut
“bakteri asam laktat homofermentatif.” Bakteri tersebut sering dugunakan dalam pe gawetan

makanan, karena produk asam laktat dalam jumlah tinggi dalam makanan dapat menghambat

pertumbuhan bakteri lainnya yang menyebabkan kebusukan maknan. Bakteri asam laktat yang

termasuk homofermentatif misalnya streptococcus, pediococcus dan beberapa spesies

lactobacillus.

Grup bakteri asam laktat lainnya disebut bakteri asam laktat heterofermentatif, karena

selan menghasilkan asam laktat juga memproduksi senyawa-senyawa lannya (gambar 4-3).

Glukosa Asam piruvat + asam asetat + CO2


CH3COOH
NADH2

NAD

Asam laktat

NADH2
NAD
Asetaldehida
CH3CHO

NADH2

NAD

Etanol
CH3CH2OH

Gambar 4-3. Pemecahan glukosa oleh bakteri asam laktat heterofermentatif

Hasil reaksi keseluruhan adalah sebagai berikut:


Glukosa asam laktat + etanol/asam asetat + CO2

“Bakteri asam laktat yang tergolong “ heterofermentati” misalnya leuconostoc dan beberapa

spesies lactobaciullus.

Pada leuconostoc pemecahan glukosa menjadi asam piruvat, asam asetat/etanol dan CO 2 terjadi

melalu jalur HMF, sedangkan pada laktobasili heterofermentatif terjadi melalu jalur

fosfoketolase.

Bakteri yang tergolong Lymomonas melakukan fermantasi glukosa dan menghasilkan

produksi akhir seperi khamir yaitu dua molekul etanol dan dua molekul CO 2. Tetapi bakteri ini

asam piruvat diproduksi melalui jalur entner-Doudoroff (ED), dimana asam piruvat kemudian

mengalami dekarboksilasi menjadi asetaldehida, dan direduksi menjadi etanol. Dalam reaksi ini

setengah dari jumlah asam piruvat tang dihasilkan berasal dari oksidasi fosfogliseraldehida yang

merupakan satu-satunya reaksi menghasilkan ATP dalam jalur tersebut (Gambar 4-2). Oleh

karena itu jumlah ATP yang dihasilkan adalah setengah dari jumlah ATP yang dihasilkan dalam

fermentasi oleh khamir.

3. Fermentasi Asam Amino

Asam amino merupakan senyawa disamping karbohidrat yang dapat diferrmenytasi oleh

bakteri, terutama yang tergolong dalam jenis clostridia. Clostridia adalah bakteri berbentuk

batang yang tergolong gram positif dan dapat membentuk spora. Clostridia mula –mula akan

menghidrolisa protein menjadi asam amino, kemudian asam amino akan difermentasi

menghasilkan senyawa-senyawa lain terutama asam. Asam amino yang difermentasi dapat

berupa sepasang asam amino atau satu asam amino. Dalam fermentasi sepasang asam amino,satu

asam amino akan berfungsi sebagai oksidan, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai reduktan.
Sebagai contoh misalny: fermentasi campuran asam amino alanin dan glisin menjadi asam asetat

dan CO2 dengan reaksi sebagai berikut

CH3 CHCOOH 2H + NH3 + CH3 COCOOH CH3COOH + 2H+CO2

NH2 Asam Asam

Alanin piruvat asetat

H2NCH2COOH + 2H CH3COOH + NH3

Glisin Asam asetat

Oksidasi satu molekul alanin menghasilkan dua pasang atom hidrogen, sedangkan

reduksi glisin hanya membutuhkan sepasang hidrogen,sedangkan reduksi glisin hanya

membutuhkan sepasang hidrogen, Oleh karena itu dalam fermentasi ini dibutuhkan glisin dalam

jumlah dua kali lebih banyak daei pada jumlah alanin. Reaksinya berjalan sebagai berikut

Alanin 2H20 4H + asam asetat + NH3 + C02

2 Glisin + 4H 2 as asetat + 2 NH3

Fermentasi keseluruhan adalah sebagai berikut :

Alanin + 2 glisin + 2 H2O 3 asam asetat + CO2 + 3NH3

Beberapa spesies fermentasi keseluruhan adalah sebagai berikut :


Clostridia juga dapat melakukan fermentasi alannin tanpa berpasangan dengan asam amino

lainnya, sebagai berikut :

2 Alanin + 4H 2 asam propionat + 2 NH3

Alanin +2 H asam asetat +4H +NH3 + CO2

Fermentasi asam amino belum banyak diketahui dibandingkan dengan fermentasi

karbohidrat, dan jumlah ATP yang diperoduksi dalam fermentasi asam amino juga belum jelas,

tetapi telah dibuktikan bahwa bakteri jenis clostridia dapat tumbuh dengan cara fermentasi

menggunakan asam amino sebagai satu-satunya sumber energi . hal ini membuktikan bahwa

ATP juga diproduksi selama fermentasi asam amino.

Fermentasi
Produk ikan fermentasi disiapkan melalui proses penggaraman ikan dan kemudian diikuti
dengan proses fermentasi yang terutama ditujukan untuk mendapatkan bau, rasa, dan tekstur
produk fermentasi yang diinginkan. Untuk pengawetan merupakan manfaat sampingan yang
diperoleh dari proses fermentasi. Penggaraman membantu seleksi untuk populasi bakteri yang
diinginkan, pada umumnya mengeliminasi mikroorganisme penyebab pembusukan pada ikan
dan mencegah pembusukan. Berbagai tipe mikroorganisme dan enzim dari ikan menguraikan
produk menjadi protein terlarut.

Terdapat banyak variasi pengolahan produk fermentasi ikan di Indonesia. Oleh karena
tidak mungkin untuk membahas seluruh produk yang ada maka pembahasan ditekankan pada
prinsip umum pengolahan produk ikan fermentasi dan secara khusus menerangkan beberapa
produk yang telah dikenal oleh masyarakat. Produk fermentasi diolah dalam berbagai bentuk
mulai dari bentuk ikan utuh sampai bentuk ikan sampai pasta ikan, seperti terasi. Oleh karena
biasanya kadar garamnya tinggi menyebabkan jumlah yang dikonsumsi sedikit, sering dipakai
untuk penambah selera makan setelah diolah menjadi produk tertentu dan dikonsumsi bersama
nasi dan makanan berasa tawar lainnya.

Banyak pengolahan yang digunakan pada pengawetan ikan dirancang untuk


mempertahankan daging semirip mungkin dengan keadaan awalnya. Akan tetapi, proses
fermentasi melibatkan proses pemecahan protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana
yaitu yang terjadi sebagai hasil aktivitas mikroorganisme(biasanya bakteri, khamir, atau kapang)
dan enzim ikan (otolisis), yang akhirnya memberikan berbagai manfaat. Pada beberapa
pengolahan, pemecahan protein dilakukan secara parsial dan dikendalikan pada suhu kamar jauh
lebih stabil dibandingkan dengan bahan mentah yang digunakan dan pada umunya terjadi
penyusutan volume. Dalam beberapa hal, nilai gizi dan/atau tingkat kecernaan produk diperbaiki.
Tergantung pada produk dan selera konsumen, penampakan dan/atau rasa produk mungkin juga
diperbaiki.

Pada pengolahan produk ikan fermentasi tradisional, ikan disiangi sesuai yang
dipersyaratkan, digarami dan ditaroh pada suatu wadah. Kemudian wadah ditutup dan diletakkan
di ruangan pada suhu tertentu yang pada umumnya suhu kamar untuk selama waktu 1 minggu-18
bulan sampai produk yang diinginkan diperolah. Sebagai contoh, fermentasi yang dilakukan
pada wadah tertutup dapat menghasilkan produk solubisasi yang berupa cairan atau semi cair
yang mempunyai rasa, bau, dan penampakan khas. Setelah itu cairan dikeluarkan dari wadah dan
mungkin akan diproses lebih lanjut dengan menyaringnya sebelum dikemas untuk selanjutnya
dipasarkan atau digunakan sendiri. Untuk proses yang lain mungkin menghasilkan produk
dengan masih menampakkan bentuk ikannya sehingga jenis ikan yang digunakan masih dapat
dikenali.

Secara garis besar produk perikanan yang dihasilkan dari berbagai proses fermentasi
dapat digolongkan ke dalam tiga tipe produk, yaitu :

1. produk yang sebagian besar bentuk asli ikan atau potongan ikan dipertahankan;

2. produk yang bentuk asli ikannya direduksi kedalam bentuk pasta;

3. produk yang bentuk asli ikannya direduksi kedalam bentuk cairan.

A. DASAR-DASAR FERMENTASI IKAN

Fermentasi produk perikanan terutama berkenaan dengan degradasi terkendali bahan


berprotein menjadi produk yang lebih stabil atau paling memiliki rasa yang berbeda. Pada proses
pengolahan tradisional, degradasi dikendalikan dengan penmbahan garam. Pengendalian
ketersediaan oksigen selama proses fermentasi dapat menentukan karakterisitik produk akhir
yang dihasilkan. Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan pembusukan pada ikan akan
terhambat pertumbuhannya pada kadar garam (6-8%). Akan tetapi, proses fermentasi secara
keseluruhan dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk diantaranya (1) mikroflora yang ada
pada ikan dan garam, (2) aktivitas proteolitik enzim yang sesuai dengan spesies ikan, (3) kondisi
produk ketika memasuki proses fermentasi, (4) ketersediaan oksigen, (5) status nutrisi dari ikan,
(6) suhu, (7) pH campuran fermentasi, (8) adanya enzim dari perut ikan dan sayuran, (9)
ketersediaan dan atau konsentrasi karbohidrat, (10) lama waktu proses fermentasi. Lama proses
fermentasi sangat penting karena jika proses terlalu lama akan menyebabkan iakn atau bagian
dari menjadi hancur mencair.
Terdapat dua kategori produk fermentasi ikan , yaitu (1) pengawetan produk terutama
oleh penurunan aktivitas air (formulasi ikan/garam), dan (2) pengawetan produk oleh kombinasi
penurunan aktivitas air dan pementukan asam laktat (formulasi ikan/garam/karbohidrat). Pada
produk perikanan yang mendapat perlakuan penggaraman, Micrococcus merupakan bakteri yang
dominan pada produk tersebut, yaitu yang meningkatkan jumlahnya secara perlahan dari 40%
menjadi 90%. Secara simultanterjadi reduksi jumlah bakteri gari genus Flavobacterium,
Achromobacter, Pseudomonas, Bacilllus dan Sarcina. Perlakuan penggaraman menurunkan nilai
aw tersebut yang memungkinkan tumbuh adalah bakteri halofilik, kapang seofilik, dan khamir
osmofilik. Untungnya sebagian besar bakteri patogen tidak toleran terhadap garam sehingga mati
selama penggaraman. Peran mikroorganisme pada proses fermentasi ikan berbeda dengan yang
ada pada produk fermentasi sayuran. Kadar garam yang tinggi menyebabkan hanya
mikroorganisme yang toleran terhadap garam yang mampu bertahan. Sebagai contoh, kadar
garam kecap ikan dapat lebih dari 25% dan ikan peda 9-35%.

Mikroorganisme yang berhasil diisolasi dan diduga berperan pada pengolahan kecap ikan
adalah 11 spesies bakteri, 1 spesies khamir dan 3 kapang, seperti Bacillus, Micrococcus,
Candida, Penicillium,Cladospora, dsn Aspergillus. Bakteri yang ditemukan dan mungkin
berperan pada fermentasi produk bekasang adalah Staphylococcus sp., Micrococcus sp., Bacillus
sp., dan Corynebacterium sp. Bakteri yang mendominasi pada fermentasi ikan peda adalah
berbentuk bulat, gram poitif, non motil, aerobic atau aerobic fakultatif, katalase positif, tidak
memproduksi indol, dan oksidasi negatif. Bakteri tersebut dapat memanfaatkan sitrat sebagai
satu-satunya sumber karbon, memfermentasi glukosa, memiliki aktivitas proteolitik, beberapa
diantara bakteri tersebut diidentifikasi sebagai bakteri asam laktat bakteri asam laktat dibedakan
atas dua jenis, yaitu homofermentatif dan heterofermetatif. Bakteri asam laktat
homofermentatifmenghasilkan dua mol asam laktat per mol glukosa, sedangkan bakteri asam
laktatheterofermentatif menghasilkan satu mol asam laktat bersama-sama dengan etil alkohon
dan karbon dioksida. Pada penelitian lain diperoleh 7 isolat bakteri asam laktat yaitu, 2 isolat
heterofermentatif Lactobacillus sp., 1 isolat homofermentatif Lactobacillus sp, 3 isolat
Leuconostos sp dan 1 isolat Strepcocci dari grup enterococci.

Bakteri halofilik anaerobic memiliki peranan yang penting selama fermentatif terasi.
Mikroorganisme yang diisolasi dari terasi adalah Micrococcus, Neisseria, Corynebacterium,
Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium, Acinobacter dan beberapa jenis kapang.

Pada ikan tukai diidentifikasi 105 isolat dan diperoleh 11 kelompok bakteri. Bakteri yang
dominan adalah Pedicoccus sp. (19,0%), Lactobacillus sp. (15,2%), Micrococcus sp (14,3%),
Pseudomonas sp. (12,8%), dan Stretococcus sp. (11,4%). Kelompok bakteri tersebut mampu
tumbuh dengan baik pada media yang ditambah dengan garam 5%. Bakteri-bakteri tersebut
diduga berperan penting dalam proses fermentasi ikan tukai.
Enzim yang mengkatalis degradasi protein sangat mempengaruhi karakteristik produk
fermentasi yang dihasilkan. Enzim yang berperan penting dalam fermentasi mungkin berasal dari
empat sumber (1) perut dan system pencernaan, (2) jaringan otot, (3) tanaman yang ditambahkan
pada fermentasi, (4) mikroorganisme yang aktif dalam fermentasi. Enzim otolitik terdapat
terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi pada bagian perut dan kepala dibandingkan pada
konsentrasi yang lebih tinggi pada bagian perut dan maksimum pada pengolhan produk
fermentasi dapat dicapai dengan menggunakan ikan utuh lengkap dengan kepala da nisi perut.
Enzim proteolitik pada ikan dapat diklasifikasikan menjadi (1) protease asam (pepsin), (2)
protease serin (tripsin dan khimotripsin), (3) protease katepsin dan thiol, dan (4)
karboksipeptidase dan aminopeptidase.

Selama proses fermentasi terjadi transformasi senyawa-senyawa organik menjadi


senyawa-senyawa lebih sederhana oleh aksi mikroorganisme dan enzim yang ada dijaringan
ikan. Pada waktu yang bersamaan bau ikan berubah menjadi flavor dan aroma produk ikan
fermentasi tertentu. Enzim memiliki peran paling nyata pada perubahan-perubahan tekstur dan
flavor. Mikroorganisme, khususnya bakteri halofilik, membantu pembentukan baud an rasa
produk fermentasi dengan mengeluarkan senyawa-senyawa flavor dan perubahan-perubahan
kimia komponen-komponen yang ada pada ikan.

Proses pematangan pada ikan asin merupakan proses biokimia yang menyebabkan
perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh enzim yang menguraikan protein dan lemak.
Proteolisis yang berlangsung selama fermentasi kecap ikan mungkin mengalami berbagai
prooses perubahan seperti deaminasi, dekarboksilasi, dan transminasi menghasilan amina, asam-
asam keton, serta ammonia dan karbon dioksida. Proses proteolitik ini juga menyediakan substrat
asam amino untuk transformasi atau sintesis senyawa-senyawa flavor oleh bakteri.

Lipid dan fosfolipid dihidrolisis menjadi komponen-komponen flavor seperti asam-asam


lemak volatil dan non-volatil serta senyawa-senyawa karbonil. Flavor yang dihasilkan dari lipid
diantaranya adalah oleh aksi bakteri asam laktat, seperti Micrococci, Sthapylococci, Pseudomas,
khamir, dan kapang. Aksi tersebut dapat meningkatkan asam lemak bebas, mono dan di-karbonil,
nilai peroksida dan asam total. Pembentukan asam lemak volatile tidak langsung dari trigliserida
atau fosfolipd, tetapi diduga diperoleh melalui b-oksidasi.
Senyawa flavor yang berhasil diisolasi dari kecap ikan Thailand adalah asam gutamat.
Histidin, alanine, leusin, fenilalanin, prolin, glukosamin, histamine, dan trimetilamin. Dari kecap
ikan Korea adalah asam glutamate, lisin, leusin, isoleusin, dan alanin. Dari kecap ikan Malaysia
yang diolah dari teri (budu) diidentiikasi adalah ammonia, terimetilamin, dan asam lemak volatil
seperti asam etonat, asam propanoat, dan asam butanoat. Pada terasi masak diidentifikasi
terdapat 138 komponen volatile yang teridiri dari 16 hidrokarbon, 7 alkohol, 46 karbonil, 7 asam
lemak, 3 ester, 34 senyawa nitrogen, 15 senyawa sulfur, dan 10 senyawa lainnya. Asam lemak
volatile memberikan bau keasaman, sedangkan senyawa ammonia dan senyawa amin
menghasilkan bau amoniak.senyawa-senyawa sulfur seperti H2S, merkaptan, sulfit, dan disulfit
memberikan karakterisitik bau terasi yang menusuk. Senyawa-senyawa pirazin menghasilkn bau
coklat yang enak. Senyawa-senyawa karbonil berkontrubusi terhadap bau khas ikan yang
diawetkan melalui penggaraman atau pengeringan yang diikuti dengan fermentasi mikrobiologi.

Pada ikan peda yang bertanggung jawab terhadap flavornya adalah metil keton, butyl
aldehid dalam bentuk 2,4-dinitro fenihildrazon, dan aldehid tak jenuh, sedangkan asam-asam
lemak volatile dan senyawa-senyawa nitrogen tidak berkonrtibusi nyata pada flavor.

B. FERMENTASI IKAN GARAM

Didalam pengolahan produk fermentasi ikan-garam, peran garam sangat penting di dalam
menentukan seleksi mikroorganisme yang terlibat di dalam proses fermentasi termasuk di dalam
pembentukan flavor dan rasa produk. Produk yang dikenal luas dan popular dioah menggunakan
proses fermentasi ini adalah ikan peda, jambal roti, iak tukai, bekasang, terasi, dan kecap ikan.

1. Ikan Peda

Peda adalah produk ikan fermentasi yang sangat popular di pulau Jawa, khususnya Jawa
Barat. Peda atau peda siam memiliki populeritas tersendiri di pasaran. Peda umunya diproses
dari ikan yang berlemak. Ikan berlemak akan mengahasilkan pada yang lebih baik dibandingkan
dengan ikan yang kandungan lemaknya rendah. Peda yang dibuat dari ikan berlemak berwarna
coklat dan peda yang diolah dari ikn berkadar lemak rendah memiliki warna coklat yang kurang
nyata. Ikan yang paling umum digunakan untuk pengolahan peda adalah ikan kembung. Bahan
mentah yang digunakan pada pengolahan ikan peda umumnya tidak disiangi. Kenyataan ini
membawa dugaan bahwa isiperut ikan memberikan peran spesifik pada pementukan falvor unik
dari peda. Sampai saat ini belum ditemui adany metode standar pengolahan peda. Beberapa
usaha telah dilakukan untuk peningatan mutu peda dengan memodifikasi metode pengolahan
tradisional yang biasa diterapkan oleh pengolah. Ikan peda dioah denga proses penggaraman dua
tahap. Penggaraman pertama, biasanya dilakukan beberapa hari dan dikenal sebagai fermentasi
pertama. Sebaliknya penggaraman kedua memakan waktu bebrapa minggu untuk memberikan
kesempatan berkembanganya flavor dan tekstur ika peda dan tahap ini disebut sebagai fermentasi
kedua atau fase pematangan.

Secara tradisional pada dibuat dari ikan tidak disiangi. Akan tetapi mutu peda yang lebih
baik dapat diperolah dari ikan yang disiangi. Pada proses pengolahannya, petama-tama ikan
disiangi dengan membuang isi perut dan isang. Ikan tersebut kemudian dicuci dan ditiriskan.
Selanjutnya ika digarami selama beberapa hari. Jumlah garam yang digunakan adalah 25% dari
berat ikan da nada juga yng menyarankan perbandingan garam dan ikan adalah 1:3. Akan tetapi,
biasanya sejumlah garam ditambahkan pada lapisan atas dari ikan. Tahap ini dikenal sebagai
fermentasi pertama yang dapat dilakukan hanya selama satu hari walaupun kadang-kadang
memakan waktu beberapa hari. Setelah fermentasi pertama, ikan dicuci dengan air bersih dan
ditiriskan. Ikan yang telah ditiriskan diletakkan pada keranjang bambu yang telah dilapisi daun
pisang kering. Dalam hal ini, disusun lapis demi lapis. Antar lapisan ikan ditaburi garam dan
jumlah garam total yang digunakan mencapai 30% berat ikan. Keranjang kemudian ditutupi
dengan menggunakan daun pisang kering dan dibiarkan untuk proses fermentasi selama
seminggu atau lebih, sampai aroma spesifik peda diperoleh. Tahap ini dikenal sebagai fermentasi
kedua atau proses pematangan. Pengolah-pengolah biasanya tidak memberikan ketentuan tentang
lama proses fermentasi kedua karena proses pematangan produk aka teru berlanjut pada saat
pemasaran, falavor dari peda yang diperoleh semakin disukai. Tahap akhir dari proses
pengolahan adalah membuang garam dari ikan dan selanjutnya ikan diangin-anginkan sampai
kadar garam yang diinginkan dicapai. Garam tersebut biasanya bercampur dengan minya
berwarna coklat yang keluar dari daging ikan.
Peda bermutu bagus yang ditunjukka dengan warna daging merah basah mengandung air
44-47%, lenak 7-14%, protein 21-22%, dan garam 15-17%. Peda bermutu lebih rendah dengan
warna daging putih kering mempunyai kandungan air hampir sama dengan peda mutu bagus,
lemak 2-7%, protein 26-37% dan gara 12-18%.

Mikroorganisme yang Berperan dalam pembuatan peda

Bakteri yang ditemukan pada ikan peda terutama dari jenis bakteri gram positif berbentuk

koki, bersifat nonmotil, hidup secara aerob atau fakultatif anaerob, bersifat katalase positif, serta

bersifat proteolitik. Disamping itu, kebanyakan bakteri tersebut juga bersifat indol dan oksigen

negatif, beberapa diantaranya dapat mereduksi nitrat dan dapat menggunakan sitrat sebagai

sumber karbon untuk hidupnya.

Bakteri yang diisolasi dari ikan peda mempunyai sifat pertumbuhan yang mesofilik

dengan pH 6-8 dan termasuk ke dalam kelompok bakteri haloteran sampai bakteri halofilik. Pada

ikan ada bakteri yang membentuk warna merah/orange. Kebanyakan pigmen yang terdapat pada

bakteri dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pigmen karotenoid, antosianin, tripilrilmethen,

dan phenazin.

Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah mikroba yang berasal dari ikan

itu sendiri atau dari garam yang ditambahkan. Untuk mengetahui dengan tepat bakteri yang

terdapat pada peda diperlukan identifikasi lebih lanjut. Namun dari beberapa uji yang dilakukan

maka mikroba-mikroba tersebut diduga dari bakteri jenis Acinetobacter, Flavobacterium,

Cytophaga, Halobacterium atau Halococcus yang termasuk dalam bakteri gram negatif.

Sedangkan untuk bakteri gram positif diduga dari jenis Micrococcus, Staphylococcus dan

Corynebacterium.

2.6.1.2. Perubahan Selama Fermentasi Peda

Peda yang baik adalah peda yang berwarna merah, teksturnya maser, dan mengandung
nutrisi yang cukup tinggi, Mutu peda tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang

digunakan, cara pengolahan, dan cara penyimpanannya.

Pada fermentasi tahap I, penambahan garam penurunan kadar air tinggi sampai waktu

tertetu, dan tidak terjadi lagi penurunan kadar air hingga kadar airnya stabil.Garam yang masuk

kedalam daging ikan akan menyebabkan terjadinya perubahan kimia dan fisik terutama protein.

Garam akan mendenaturasi protein dan mengakibatkan koagulasi. Akibat dari proses itu, air

akan keluar dari tubuh ikan dan daging ikan akan mengkerut.

Pada fermentasi tahap II akan terjadi pemecahan protein,lemak dan komponen lainnya.

Pada tahap itu enzim yang berperan adalah enzim yang berasal dari jaringan ikan. Aktivitas

enzim selanjutnya akan merangsang aktivitas yang dihasilkan oleh mikroba. Selama fermentasi,

asam-asam amino akan mengalami peningkatan akibat adanya pemecahan protein selama

fermentasi. Pemecahan disebabkan oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu

sendiri dan enzim yang dihasilkan oleh mikroba.

Enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan terutama terdapat dalam

saluran pencernaan, yaitu bagian pilorik caecum dan lendir usus. Pada pembuatan peda apabila

bagian-bagian tersebut dihilangkan maka kandungan enzim proteolitik dari jaringan ikan jauh

berkurang dan yang banyak aktif adalah enzim dari aktivitas mikroba. Enzim proteolitik dari

bakteri terutama dihasilkan oleh bakteri yang bersifat halofilik.

Adanya air mengakibatkan proses penguraian lemak menjadi asam lemak dan gliserol

dapat berjalan dengan baik. Enzim lipase yang aktif dapat berasal dari jaringan otot dan adiposa,

juga berasal dari bakteri.Hasil degradasi protein dan lemak dapat menghasilkan senyawa cita

rasa, bau khas pada peda disebabkan karena adanya senyawa metil keton, butil aldehid. Selain

itu, kandungan asam amino nitrogen yang tinggi juga dapat mempengaruhi cita rasa peda.
Konsistensi maser pada peda sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak yang tinggi dan

adanya enzim proteolitik yang akan mengubah tekstur ikan sehingga menjadi maser. Sedangkan

warna merah pada peda selain disebabkan bahan baku, enzim dari bakteri disebabkan pula

karena selama fermentasi terjadi interaksi antara karbonil yang berasal dari oksidasi lemak

dengan gugus asam amino dan protein.

2. Jambal Roti

Jambal roti sangat popular di pulau Jawa. Pusat produksi jambal roti adalah Pekalongan,
Cilacap, Cirebon, dan Pengandaran. Jambal roti adalah nam yang diberikan terhadap ikan asin
yang diolah dengan menggunakan manyung (Arius sp.) sebagai bahan mentah. Penggorengan
akan merubah tekstur produk menjadi rapuh seperti roti. Fenomena ini dianalogikan secara
langsung terhadap produk tersebut yang dikenal sebagai jambal roti. Popularitas jambal roti
terutama dari flavor dan bau spesifik serta tekstur khas seperti pasir.

Pada umunya jambal roti diproduksi melalui tahap-tahap pengolahan berikut :


penciuman, sortasi, pembuangan kepala dan isi perut, pembengkakan, penggaraman, pembelahan
dalam bentuk kupu-kupu, pengeringan, penyayatan bagian yang tebal dan pengeringan akhit.
Produk jambal roti dibedakan atas jambal roti tawar dan jambal roti asin.

a. Jambal roti tawar

Pada pengolahannya ikan manyung dipotong kepala dan dibuang isi perutnya. Garam
dimasukkan ke dalam rongga perut ikan melalui lubang dari arah kepala, dan selanjutnya ikan-
ikan tersebut disusun dalam bak-bak yang telah ditaburi garam . jumlah garam yang digunakan
kurang lebih dari 30% dari berat ikan. Setelah semalam garam dikeluarkan dari perut ikan, dan
lalu garam digunakan untuk menggarami bagian luar tubuh ikan. Penggaraman dilanjutkan
selama dua malam lagi. Kemudian ikan dicuci bersih untuk menghilangkan sisa garam dan
kotoran lainnya dengan bantuan sikat, lalu badan ikan dibelah dari bagian punngung kearah perut
dan bagian sisi badan yang berdaging tebal ditoreh lagi untuk mempercepat pengawetannya. Ikan
lalu dijemur diatas para-para selama 3-4 hari. Pada saat penjemuran, ikan diolesi dengan larutan
gula. Setelah ikan dibalik dan dianggap sudah kering, ikan diangkat.

b. Jambal roti asin

Di dalam pengolahannya, pertama-tama ikan manyung dipoton kepala dan dibuang isi
perut. Ikan dibelah dan langsung digarami semalam. Jumlah garam yang digunakan kira-kira
30% dari berat ikan. Keesokan harinya tumpukan ikan di bongkar lalu dicuci dan disikat untuk
menghilangkan sisa-sisa garam maupun kooran lainnya. Ikan yang sudah terawetkan itu, lalu
dijemur selama 2-3 hari atau sampai cukup kering.

Cara pengolahan jambal roti yang dilakukan nelayan pengolah di daerah Cirebon, seperti
ikan manyung dipotong kepalanya dan disiangi, ikan dicuci dan direndam dalam air tawar
selama 24 jam. Setelah ditiriskan, ikan-ikan tersebut disusun di dalam bak. Setiap lapis ikan
ditaburi garam dan rongga tubuhnya diisi garam sampai penuh. Jumlah garam yang digunakan
lebih kurang 30-35% dari berat ikan. Penggaraman berlangsung selama 24 jam. Setelah itu ikan
diangkat, garam dalam rongga tubuhnya dikeluarkan dan ikan diangkat dan dibelah dari bagian
punggung kearah ekor tanpa memotong bagian perut., kemudian ikan dijemur diatas para-para.
Daging yang terbelah dihadapkan ke matahari. Penjemuran tahap pertama berlangsung selama
sehari. Keesokan harinya pembelahan ikan dilakukan pada bagian sebelahnya dengan arah yang
berlawanan, mulai dari bagian perut kea rah punngung. Ikan dijemur kembali selama 3-5 hari.

Komposisi proksimat jambal roti adalah kadar air 49,27 – 49,68%, kadar protein 54,17-
61,68%, kadar lemak 0,69-1,19%, dan kadar abu 34,93-38,80%. Kadar garam ikan jambal adalah
7,38-8,53%. Asam glutamate yang dominan pada jambal roti diduga memiliki peran yang
penting di dalam pembentuk flavor dari jambal roti, di samping asam asparat , alanine, valin, dan
glisin.

3. Terasi

Terasi adalah produk berupa pasta udang atau ikan fermentasi yang secara tradisional
diproduksi oleh pengolah di dalam sekitar pantai. Daerah penghasil terkenal di Indonesia adalah
Bagan siapi-api Cirebon, Jember, Rembang, dan Sidoarjo. Banyak orang yang menyukai terasi
karena rasadan baunya yang unik terutama untuk meningkatkan selera makan. Terasi biasanya
mempunyai bau yang kuat dan dapat disimpan untuk waktu yang lama, semakin lama disimpan
semakin enak rasanya. Terasi bermutu baik biasanya diolah dari rebon dan ikan teri tanpa adanya
penggunaan bahan tambahan sebagai pengisi (filler). Terasi yang dibuat dari udang disebut terasi
udang dan yang dibuat dari ikan disebut terasi ikan.

Pada pembuatan terasi udang, udang segar hasil tangkapan pada saat di atas kapal segera
dicampur dengan garam sebanyak 10%. Ketika kapal mendarat di tempat pendaratan ikan,
ditambahkan garam sebanyak 5% lagi. Setelah sortasi, udang dihamparkan diatas alas anyaman
bamboo atau lantai penjemuran dan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1-3
hari, tergantung keadaan cuaca. Selama pengeringan, kadar air udang ditumbuk selama akan
menurun dari 80 sampai 50%. Udang setengah kering yang diperoleh ditumbuk selama 15-20
menit dan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditumbuk lagi. Pada tahap
pengolahan ini pewarna sitesis seperti rhodamine B sering ditambahkan sebgai pewarna,
walaupun pewarna tersebut sebenarnya tidak diperkenankan digunakan yang ditujukan untuk
konsumsi manusia. Pasta dicetak secara manual menjadi bentuk silinder dan kadang-kadang
dibungkus dengan daun pisang kering selanjutnya, pasta dibiarkan untuk proses fermentasi
sampai bau spsesifik 1-4 munggu dengan temperatur optimum 200-30 oC. untuk hasil akhir
biasanya 3 bagian udang enghasilkan 2 sampai 2,5 bagian terasi.

Terasi ikan diolah dari ikan berukuran kecil dengan metode yang mirip dengan
pengolahan terasi udang. Pencampuran ikan dengan garam dilakukan di atas kapal segera setelah
ditangkap. Pada saat kedatangan di tempat pendaratan, ikan dikeringkan sesegera mungkin dan
ditambahkan garam kembali. Campuran ikan udang tersebut dirumbuk kembali sampai diperoleh
pasta. Untuk menghasilkan produk yang lebih menarik, pasta ditambahkan bahan pewarna
sintetik.

Di pulau Jawa sering terasi diolah dari udang yang telah mendapat perlakuan pemasakn.
Udang segar atau yang telah dimasak terlebih ahulu dicampur dengan garam sebanyak 15%
garam dan dikeringkan setengah kering selama 1 hari. Udang selanjutnya dilumatkan, dicampur
dan ditumbuk sampai merata dan diperoleh pasta yang disebut dengan brabon. Brabon
dikeringkan dengan sinar matahari dan kemudian ditumbuk lagi sampai diperoleh pasta halus
yang homogeny. Pada saat bersamaan tingkat rasa asin produk diuji dan kadang-kadang garam
harus ditambahkan untuk mendapatkan rasa yang diinginkan dan kemudian dicampur sampai
merata. Pasta yang diperoleh dicetak dalam bentuk silinder dan selanjutnya dibiarkan untuk
proses fermentasi sampai aroma yang diinginkan diperoleh. Beberapa pengolah menambahkan
air selama penumbukan agar ketika tahap pencentakan dalam bentuk silinder menjadi lebih
mudah.

Komposisi kimia terasa udang, yaitu kadar air 30-50%, kadang protein 20-40%, kadar
abu 10-40%, dan kadar garam 20,21-23%. Terasi juga memiliki kandungan vitamin B12 yang
tinggi. Asam amino non-essensial yang terdapat dalam jumlah yang tinggi pada terasi adalah
asam glutamate dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin.

Mikroorganisme Dalam Fermentasi Terasi

Jenis bakteri yang di gunakan untuk membantu fermentasi antara lain saebagai berikut:

a. Bacillus sp.

Bacillus sp. merupakan jenis bakteri yang berbentuk basil/batang, bersifat Gram positif,

motil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat oksidatif-fermentatif. Keberadaan Bacillus

sp. sangat diharapkan keberadaannya terutama untuk proses fermentasi terasi udang, karena

menurut, bakteri jenis B. Mycoides banyak digunakan sebagai starter dalam mempercepat proses

fermentasi pada berbagai bahan pangan (Cowan and Steel, 1974).

b. Staphylococcus sp.

Staphylococcus sp. merupakan bakteri yang berbentuk kokus, Gram positif, nonmotil,

katalase positif, oksidase negatif dan bersifat fermentatif (Cowan dan Steel, 1974).

Staphylococcus sp. dapat dijadikan sebagar fermenter pada bahan pangan karena dapat

memunculkan rasa asam, memperpanjang umur simpan, tingkat higienitas yang tinggi.

c. Corynebacterium sp.

Corynebacterium sp. berbentuk basil, bersifat Gram positif, nonmotil, katalase dan

oksidase negatif, dan bersifat oksidatif-fermentatif (Holt et al., 1994).Beberapa spesies dari
Corynebacterium sp.yang tidak bersifat pathogen digunakan sebagai fermenter skala industri

untuk pemproduksi asam amino seperti L-Glutamate dan L-lysine (Burkovski, 2008). Sehingga

bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat mempercepat proses fermentasi pada

terasi. Namun Corynebacterium pseudotuberculosis merupakan salah satu spesies

corynebacterium yang bersifat pathogen dan penyebab tuberculosis

2.6.2.2. Perubahan Selama Fermentasi

Campuran garam, rebon dan bahan lainnya pada pembuatan terasi pada awalnya

mempunyai nilai pH sekitar 6 dan selama proses fermentasi pH terasi yang terbentuk akan naik

menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai terbentuk maka pH turun kembali menjadi 4,5. Apabila

fermentasinya dibiarkan berlanjut maka akan terjadi peningkatan pH dan pembentukan amonia.

Apabila garam yang digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran

tersebut akan terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena amonia yang terbentuk

terdapat dalam jumlah yang besar. Hal itu dapat terjadi apabila pemberian garam kurang dari

10%.

Selama proses fermentasi, protein terhidrolisis menjadi turunannya, seperti protease,

pepton, peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-42% adalah terasi yang

baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah, maka permukaan terasi akan diselimuti oleh

kristal-kristal garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi terlalu

tinggi maka terasi akan menjadi terlalu lunak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses fermentasi ikan untuk terasi

dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut berupa senyawa yang mudah

menguap terdiri atas 16 macam senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7

macam lemak, 34 macam senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawa-
senyawa lainnya sebanyak 10 macam. Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau

amonia, asam, busuk, gurih dan bau-bau khas lainnya. Adanya campuran komponen bau yang

berbeda dengan jumlah yang berbeda pula akan menyebabkan pasta ikan mempuyai bau/aroma

yang khas pula menurut daerah asal dan proses pembuatannya.

Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut ini. Asam

lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaaman, sedangkan amonia dan amin

menyebabkan bau anyir beramonia. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan dan

disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi. Senyawa-senyawa karbonil besar

sekali kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada hasil-hasil perairan

yang diawetkan dengan carapengeringan, penggaraman atau dengan cara fermentasi.

Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak melalui proses oksidasi
dan karena adanya aktivitas mikroba. Kandungan karbonil volatil merupakan kandungan
senyawa volatil yang tersebar diantara komponen volatil lainnya. Senyawa tersebut merupakan
senyawa yang sangat menentukan cita rasa dari terasi. Cita rasa yang ditimbulkan oleh senyawa
karbonil selain dari hasil degradasi lemak juga dapat ditimbulkan dari reaksi pencoklatan atau
browning pada produk perikanan.

4. Kecap Ikan

Kecap ikan memiliki ciri khas berupa cairan berwarna coklat jernih, aroma, dan rasa
spesifik serta mengandung garam dan senyawa nitrogen terlarut yang tinggi. Kecap ikan tidak
diperuntukkan sebagai sumber gizi akibat kandungan garamnya yang tinggi. Kecap ikan
mengandung protein yang telah terhidrolisa dan mineral yang tinggi. Kecap ikan dapat diperoleh
dari laut dan ikan air tawar dalam bentuk utuh atau yang disiangi.

Kecap ikan secara tradisional diolah melalui proses fermentasi yang memakan waktu 3
sampai 12 bulan. Proses fermentasi dapat dipercepat dengan penggunaan enzim dan asam
organic untuk pembuatan hidroliat ikan serta penggunaan bakteri proteolitik tertentu yang telah
diketahui aktivitasnya.
Fermentasi dilakukan dalam bak kayu, bak dari semen atau wadah terbuat dari keramik
yang pada bagian bawahnya mempunyai lubang penyaring yang diberi tutup untuk
mengeluarkan kecap ikan setelah proses fermentasi dianggap cukupp. Didalam pengolahan
kecap ikan, pertama-tama ikan dicampur dengan garam yang dissusun berlapis. Jumlah garam
yang dugunakan dari lapisan bawah ke atas bertambah besar. Jumlah garam yang diletakkan
pada bagian bawah dan atas masing-masing sekitar 20-30% dari berat ikan. Garam ditaburkan
pada permukaan bagian atas dari ikan dengan ketebalan 1-2 cm dan kemudian pada bagian
atasnya diletakkan anyaman bamboo dengan pemberat. Setelah 4-6 bulan, pada wadah
fermentasi diperoleh air dengan garam yang mengandung ekstrak ikan dan cairan tersebut
sebenarnya merupakan kecap ikan. Kecap ikan diambil melalui lubang pada bagian bawah dri
bak/wadah fermentasi. Kecap ikan yang dihasilkan berwarna coklat jernih dan diklasifikasikan
sebagai mutu satu.

Ikan yang belum hancur secara sempurna ditempatkan dalam wadah fermentasi dan
ditambah dengan garam. Campuran tersebut dibiarkan selama beberapa bulan untuk proses
fermentasi dan akan dihasilkan kecap ikan mutu dua. Bagian sisa ikan yang belum hancur
ditambah lagi dengan garam dan kemudian difermentasi selama beberapa bulan. Proses ini akan
menghasilkan kecap ikan mutu tiga. Kecap ikan disimpan dalam wadah keramik dan dijual
dengan mengemasnya dalam botol. Limbh pengolahan kecap ikan berupa sisik dan tulang dapat
digunakan unuk pupuk dan pakan ternak.

Kecap ikan yang kental dapat diperoleh dengan menjemur kecap ikan setelah proses
fermentasi. Semakin lama penjemuran akan dihasilkan kecap ikan yang semakin kental. Kecap
ikan kental dapat disimpan selama bertahun-tahun tanpa mnyebabkan perubahan-perubahan
terhadap mutu.

Percepatan proses pengolahan kecap ikan dapat dilakukan ddengan menambahkan enzim,
seperti bromelin dan papalin. Komposisi kecap ikan komersial bervariasi. Komposisi proksimat
kecap ikan adalah kadar air 66,67-76,89%, kadar protein 10,17-10,51%, kadar lemak 0,50-
0,70%, kadar karbohidrat 0,30-1,50%, dan kadar ab 21,95-23,50%, dengan kadar garam 11,60-
21,16%.
5. Ikan Tukai

Ikan tukai adalah produk fermentasi ikan berasal dari Painan, Sumatra Barat. Metode
pengolahan ikan tukai mirip dengan ikan peda, tetapi cara fermentasi yang diterapkan berbeda.
Ikan tukai dofermentasi dengan cara memendamnya di dalam tanah. Ikan tujai juga dikenak
dengan lawak tukai atau ikan sambal lado. Ikan tukai dikomsumsi dengan memanggangnya
cukup matang sampai rasa dan aroma spesifik ikan tukai diperoleh. Ikan tukai yang telah
dipanggang dicampur dengan cabai dan dimkan dengan nasi. Ikan tukai biasanya diolah dengan
menggunakan beberapa jenis ikan pelagis sebagai bahan mentah, seperti ikan alu-alu.

Pada pengolahan ikan tukai, pertama-tama ikan dicuci dan direndam dalam larutan garam
20% Selama 2 jam. Setelah itu, ikan ditiriskan dan dijemur selama 10 jam. Ikan setengah kering
disusun dalam lubang dibawah tanah untuk proses fermentasi. Ukuran lubang adalah 60 x 60 x
60 cm3 untuk setiap kilopgram ikan. Lubang dilapisi dengan lembaran plastic berwarna hitam.
Setelah proses pemeraman selama 2-3 hari, ikan dijemur sampai kering. Biasanya bagian bawah
dialasi dengan daunt talas,dan antara lapisan ikan diberi pembatas dengn daun kedondong.

Kadar air ikan tukai adalah 51,01 % dan kadar garamnya 5,05%. Kadar air yang tinggi
dan kadar garam yang relatif rendah merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri
halofilik ringan.

6. Bekasang

Bekasang adalah produk yang diolah dari isi perut ikan cakalang dan berbentuk semi
padat. Produk ini dapat ditemukan di Indonesia bagian timur khusunya Sulewesi Utara dan
Maluku. Bekasang digunakan untuk penyedap makanan seperti halnya kecap ikan dan terasi
bekasang memiliki cita rasa dan aroma spesifik yang dapat langsung dikonsumsi tanpa
memasaknya terlebih dahulu.

Isi perut cakalang adalah bahan mentah utama ang digunakan utuk produksi bekasang. Di
dalam pengolahan bekasang, pertama-tama isi perut cakalang dicuci bersih untuk menghilangkn
kotoran dan darah. Setelah ditiriskan, isi perut dicampur dengan garam sebanyak 10% dari berat
isi perut. Campuran tersebut diperam selama 10 hari untuk memberikan kesempatan
berlangsungnya proses fermentasi. Pada akhir proses fermentasi, isi perut cakalang telah hancur
dan berbentuk cairan yang kental. Produk cair yang kental. Produk cair yang kental tersebut
selanjutnya direbus selama 15 menit. Pada pengolahan tradisional, garam yang digunakan pada
tahap pencampuran garam da nisi perut adalah sebanyak 12,5% dari berat isi perut ikan.

Komposisi prosimat bekasang adalah kadar air 73,14%, kadar protein, kadar lemak
2,60% dan kadar abu 8,80%. Sedangkan kadar garamnya 6,69%, asam amino esensial yang
dominan pada bekasang adalah arigin, histidin, soleusin dan liin.

C. FERMENTASI IKAN-GARAM-KARBOHIDRAT

Tipe fermentasi biasanya menggunakan garam pada tingkat yang lebih rendah
dibandingkan dengan tipe ferentasi ikan-garam, tetapi fermentasi rendah asam laktat akan
membantu di dalam pengawetan produk. Dengan menggunakan gram yang lebih banyak, proses
fermentasi akan membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi memiliki daya simpan yang lebih
panjang. Lebih banyak karbohidrat yang digunakan di dalam proses pengolahan akan
mempercepat proses fermentasi yang menghasilkan produk dengan rasa masam yang lebih keras.

1. Picungan

Picungan adalah suatu produk yang hanya dapat ditemukan di Provinsi Banten. Pada
dasarnya, picungan adalah produk fermentasi ikan tradisional yang digunakan dengan
menggunakan biji picung (Pangium edule) muda yang dapat memberikan flavor spesifik
terhadap produk. Biji picung selain mengandug asam sianida, juga memiliki efek disinfeksi
terhadap bakteri pembusuk. Sianida harus dihilangkan dengan merendamnya selama dua hari.

Semua jenis ikan, baik yang berukuran kecil maupun yang besar dapat digunakan sebagai
bahan mentah pada pengolahan picungan. Sebagian besar bahan mentah yang digunakan adalah
ikan laut, terutama ikan layang, ikan kembung, teri, layur, tiga wajah, pari, dan cucut. Pada
pengolahan picungan insang da nisi perut ikan dibuang. Ikan yang telah disiangi dicuci. Untuk
ikan ukuran besar, seperti ikan pari dan ikan cucut dibelah atau dipotong menjadi beberapa
potongan dengan ukuran sesuai yang diinginkan. Untuk mendapatkan proses fermentasi yang
efektif, ikan di fillet denan ketebalan 1-1,5 cm. untuk ikan yang panjang, seperti ikan pari dapat
diolah dalam bentuk ikan utuh atau potongan.
Pada proses fermentasi, ikan dicampur secara merata dengan picung dan garam..
perbandingan antara ikan, picung, dan garam adalah 4 : 2 : 1. Bila picungan diolah dari ikan
utuh, seperti ikan kembung, tiga wajah, dan bentong campuran picung dan garam dimasukkan
kedalam insang dan perut. Setelah itu, pada bagian permukaan ikan ditaburi dengan campuran
picung dan garam. Jika picung diolah dari potongan ikan, seperti ikan pari dan cucut potongan
ikan langsung ditaburi dengan campuran picung dan garam. Ikan yang telah dicampur dengan
picung dan garam sebenarnya telah siap untuk dipasarkan. Akan tetapi bagi picungan yang tidak
untuk dijual pada hari pengolahan atau akan dijual ke daerah lain harus dikemas dan disusun
berlapis-lapis dalam keranjang yang telah dilapisi dengan daun pisang. Di antara lapisan ikan
diberi tabura picung dan garam. Sisa campuran picungan dan garam ditaburkan pada lapisan
paling atas.

Selama proses fermentasi, keranjang ditutup yang rapat untuk menghindarkan dari lalat,
karena kemungkinan lalat dapat menyebabkan proses fermentasi gagal. Aroma dan rasa spesifik
picungan berkemang selama fermentasi. Picungan dapat mengawetkan ikan sampai 2 minggu
tergantung kepada jenis ikan yang digunakan. Bagi pengolah lama fermentasi tergantung kepada
jenis ikan yang digunakan. Agi pengolah lama fermentasi tidak menjadi masalah karena proses
fermentasi akan dihentikan begitu ikan terjual. Berdasarkan pengalaman pengolah dan
konsumen, lama fermentasi yang optimum adalah 3-7 hari. Selama waktu tersebut, tekstur ikan
masih dalam keadaan kenyal.

Cara penyiapan picungan yang akan dikonsumsi tergantung kepada kegemaran dari
konsumen. Pada dasarnya, picungan adalah produk mentah yang memerlukan perlakuan
pemasakan sebelum dikonsumsi. Sebelum dimasak, beberapa konsumen membuang picung yang
melekat pada ikan terutama pada insang dan rongga perut, dengan cara mencucinya, tetapi
sebagian konsumen yang lain tidak melakukan cara tersebut. Biasanya sebelum dikomposisi
picungan digoreng atau dipepes terlebih dahulu.

Komposisi proksimat picungan dari ikan bentong adalah kadar air 66,35%, kadar protein
21,69%, kadar lemak 3,08% dan kadar abu 6,17%.
2. Bekasam

Bekasam adalah produk ikan fermentasi tradisional yang pada awalnya dioah oleh
penduduk bermukim di Muara Sungai Bengawan Solo dan Surabaya tetapi kemudian menyebar
ke Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah. Produk tersebut di Kalimantan
Tengah disebut dengan wadi.

Pengolahan bekasam dilakukan dengan menambahkan sumber karbohidrat dan dalam


kondisi anaerobic. Pada dasarnya, semua ikan air tawar dapat diolah menjadi bekasam, tetapi
setiap daerah mempunyai pertimbangan tersendiri didalam memilih jenis ikan air tawar yang
digunakan sebagai bahan mentah.

Pada pengolahan bekasam, pertama-tama ikan dibuang kepala, sisik, da nisi perutnya.
Ikan kemudian dibelah menjadi bentuk kupu-kupu dan setelah dicuci direndam dalam larutan
garam 16% selama 48 jam dengan memberi pemberat. Ikan kemudian ditiriskan dan ditambah
dengan nasi biasa dan nasi ketan sebanyak masing-masing 50% dan 25% dari berat ikan.
Campuran ikan dan nsi diempatkan dalam wadah plastik yang kemudian ditutup rapat.
Campuran ikan dan nasi tersebut diperam selama satu minggu atau lebih agar terjadi proses
fermentasi. Pada pengolahan yang proses penggaramannya dilakukan dengan menaburkan garam
pada permukaan ikan akan menghasilkan proses penetrasi garam pada permukaan ikan lebih
cepat. Garam yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 20% dari berat ikan, kalau lebih akan
dihasilkan bekasam yang sangat asin. Secara tradisional, proses fermentasi dilakukan dalam
kuali.

Kandungan asam laktat bekasam meningkat setelah melalui proses fermentasi dan
kecepatan peningkatannya dipengaruhi oleh sumber karbohidrat yang digunakan. Kandungan
asam laktat bekasam adalah 0,60-5,33%. Komposisi proksimat bekasam ikan mas adalah kadar
air 58,40-66,95%, kadar protein 4,80-6,91%, kadar lemak 5,00-5,72% dan kadar abu 6,11-
8,67%, sedangkan kadar garamnya adalah 14,95-17,20%.

3. Cincalok

Cincalok adalah produk frmentasi ikan tradisional yang telah dikenal dari generasi ke
generasi oleh masyarakat Melayu di Provinsi Riau, khususnya Bengkalis. Pada umumnya bahan
mentah yang digunakan untuk pembuatan cincalok adalah udang kecil yang biasanya disebut
oleh masyarakat setempat udang pepai atau udang rebon. Bahan mentah harus dalam keadaan
segar.

Tidak ada metode pengolahan yang pasti untuk cincalok. Pada metode yang diterapkan
oleh pengolah di Bengkalis, udang segar ditambah dengan nasi dan garam yang dicampur secara
merata dalam wadah plastik. Untuk satu kilogram udag ditambah nasi sebanyak 200-300 g,
sedangkan garam sebanyak 300 g. selanjutnya, wadah tersebut ditutup untuk menghindari kotak
dengan udara dan diinkubasi selama 4 hari smpai cairan dilepaskan. Setelah itu, campuran
tersebut dimasukkan ke dalam botol dan ditutup rapat. Selanjutnya, produk telah siap untuk
dipasarkan.

Cara pengolahan cincalok yang lain adalah dengan mencampur udang ukuran kecil
dengan tepung tapioka, garam dan gula, dengan perbandingan 20:1:1:1. Pada cara ini udang
dibuang kulitnya dan kemudian dicuci. Tepung tapioka dilarutkan dalam air, digelantinasi dan
kemudian dibiarkan sampai dingin. Udang dicampur sampai merata dengan garam, gula, dan
tepung tapioka yang telah digelantinasi. Campuran tersebut kemudian dimasukkan dalam botol
dan ditutup rapat. Akhirnya campuran di fermentasi pada suhu kamar selama 1-2 minggu.

Komposisi proksimat cincalok adalah kadar air 69,76 %, kadar ptotein 16,23%, kadar
lemak 1,57%, kadar abu 12,43%. Kadargaram dan kadar asam laktat masing-masing adalah
10,11% dan 2,34%.

4. Naniura

Naniura adalah produk tradisional ikan fermentasi yang berasal dari daerah Batak Toba,
Sumatera Utara. Naniura dapat digolongkan sebagai produk pangan semibasah dengan nilai a w
0,8.

Bahan mentah yang biasanya digunakan untuk pengolahan naniura adalah ikan mas
(Cyprinus carpio). Ikan gabus dapat digunakan sebagai bahan mentah pada pembuatan naniura
dan menghasilkan produk yang secara organoleptic dapat diterima. Pada pengolahan naniura
ikan pertama-tama sisiangi dengan membuang isi perut dan insang. Selanjutnya ikan dicuci
dengan air bersih untuk membuang darah. Ikan yang telah bersih direndam dalam jeruk nipis dan
kemudian dilumuri dengan tumbukan beras. Cara lain adalah ikan yang telah dibersihkan diberi
tumbukan beras dan direndam dalam asam asetat selama tiga jam. Setelah itu, ikan dikemas dan
siap untuk dipasarkan.

Pada pengolahan naniura dari ikan gabus, ikan disiangi, dibuang tulangnya dan kemudian
dicuci. Bumbu-bumbu ditumbuk sampai halus dan homogen. Bumbu-bumbu yang telah halus
tersebut dicampurkan pada ekstrak jeruk nipis dan dicampur sampai merata. Selanjutnya, ikan
direndam dalam ekstrak jeruk nipis tersebut selama tiga jam. Setelah itu, ikan ditiriskan dan
difermentasi selama empat hari. Bumbu yang digunakan pada pengolahan naniura adalah kunyit,
jahe, kencur, kemiri, bawang putih, bawang merah, dan lengkuas.

5.Pudu

Pudu adalah produk ikan fermentasi yang diolah dengan menggunakan bahan mentah ika
air tawar dan berasal dari daerah riau. Ikan mujair dengan ukuran 100-150 gram/ekor adalah ikan
air tawar yang sering digunakan sebagai bahan mentah pada pengolahan pudu. Bahan lain yang
biasa ditambahkan dalam pengolahan pudu adalah air, nasi, dan asam kandis.

Di dalam pengolahannya ikan mujair yang telah dicuci ditambah dengan 20% garam dan
5% nasi, serta asam kandis dan air secukupnya sampai merata. Setelah itu, dimasukkan kedalam
botol dan ditutup rapat. Selanjutnya, difermentasi pada suhu kamar selama dua hari dan produk
yang dihasilkam dari proses ini siap untuk dijual ke konsumen.

Pudu ikan mujair memiliki kadar air 59%, kadar protein 15,7% dan kadar lemak 1,2 %
dan kadar garam 17%.

D. SILASE IKAN

Silase ikan merupakan bahan alternatif pengganti tepung ikan yang digunakan sebagai
sumber protein pada pakan ternak, ikan, udang dan lainnya. Pada dasarnya silase ikan adalah
suatu produk cair yang dibuat dari ikan, bagian dari ikan atau sisa-sisa olahan hasil perikanan
yang didalam pengolahannya tidak ada bahan lain yang ditambahkan kecuali asam dan proses
pencairan massa ikan dosebabkan oleh enzim yang terdapat pada ikan itu sendiri. Metode
pengolahannya sederhana dan membutuhkan peralatan dengan biaya investasi yang murah,
khususnya jika mengguanakan ikan berkadar lemak rendah sebagai bahan mentah. Penggunaan
ikan berkadar lemak tinggi biasanya memerlukan tahap pemisah minyak. Ini memerlukan
peralatan yang mahal dan hanya sesuai untuk pengoperasian dalam skala besar.

Hampir semua jenis ikan dapat digunakan untuk membuat silase ikan termasuk ikan
bertulang rawan seperti ikan pari yang cenderung mencair secra perlahan-lahan dan sebaiknya
dicampur dengan jenis ikan yang lain. Pengolahan silase ikan melibatkan penincangan ikan,
penambahan asam secukupnya untuk pengawetan ikan dan kemudian pastikan semuanya
tercampur dengan merata hingga enzim yang secara alami terdapat pada ikan dapat mencerna
ikan pada kondisi menguntungkan yang diciptakan melalui penambahan asam. Asam formiat
sangat sesuai untuk ditambahkan karena dapat mengawetkan tanpa menyebabkan kondisi pH
yang sangat rendah (asam) dan berarti silase yang dihasilkan tidak harus dinetralkan terlebih
dahulu sebelum diberikan pada ternak. Asam formiat biasanya cukup ditambahkan 3,5% dari
berat ikan. Asam formiat yang tersedia komersial konsentrasinya 85%,

Dengan beberapa bahan mentah konsentrasi asam formiat yang lebih rendah dapat
digunakan, tetapi silase akan menjadi awet jika pH ≤ 4. Kadang-kadang asam sulfat digunakan
untuk menggantikan asam formiat dan ini memiliki keuntungan karena harganya lebih murah,
tetapi pH silase akan berkisar 2,5 dan netralisasi diperlukan sebelum diberikan ke ternak dengan
menggunakan kalsium hidroksida. Untuk menghemat biaya campuran asam formiat dan asam
sulfat dapat digunakan, tetapi perlu ditambahkan dalam jumlah yang cukup untuk menghentikan
proses pembusukan. Campuran asam yang lain, seperti asam sulfat dan asam asetat kadang-
kadang digunakan, tetapi asam formiat menawarkan berbagai keuntungan dan digunakan pada
sebagian besar produksi silase ikan. Asam organic lain yang digunakan adalah asam propionate
yang memiliki kemampuan mencegah pertumbuhan kapang, seperti Aspergillus flavus. Peralatan
yang digunakan bervariasi tergantung dari skala produksi.

Selain secara kimiawi, pengolahan silase dapat dilakukan dengan cara bilogis, yaitu
dengan menambahkan sumber karbohidrat dan starter bakteri asam laktat pada ikan.
1. Pengolahan Silase Ikan Cara Kimiawi

a. Pencincangan

pertama-tama bahan mentah dicincang dan paling baik menggunakan pencincangan yang
dapat menghasilkan partikel dengan ukuran diameter tidak lebih dari 10mm. tipe pencincangan
yang digunakan untuk mencapai maksud tersebut tergantung pada tipe bahan mentah, sebagai
contoh bahan mentah ikan utuh dan limbah hasil pengolahan akan memerlukan persyaratan akan
pencincangan yang berbeda.

b. Perlakuan asam dan pencampuran

selanjutnya ikan cincang harus mendapat perlakuan asam dan dicampur secara merata.
Apabila menggunakan asam formiat, tingkat penembahan yang sesuai biasanya sekitar 2,5-3,5 %
dari berat ikan, pada umumnya semakin banyak tulang yang dimiliki oleh bahan mentah ikan
semakin banyak asam yang diperlukan. Pada penambahan 3,5% berarti menambahkan 35kg atau
30 liter asam formiat untuk setiap ton ikan. Angat penting bahwa asam dan ikan tercampur
dengan baik karena bila ada segumpul ikan yang tidak mendapat perlakuan akan membusuk.
Keasaman campuran ikan dan asam harus dibawah pH 4 untuk mencegah aktivitas bakteri.
Peralatan yang diperlukan untuk pencampuran tergantung pada jumlh ikan. Pada pengolahan
silase skala kecil dapat menggunakan drum minyak, dan pengadukan cukup dilakukan secara
manual. Akan tetapi, untuk produksi skala besar pencampuran mekanis benar-benar diperlukan
untuk mendapatkan campuran ikan dan asam yang merata. Tahap pencincangan dan
pencampuran asam dapat dikombinasikan dengan menggunakan pompa yang berfungsi untuk
mencincang dan mencampurnya dengan asam.

c. Pencairan

ikan cincang cenderung untuk sedikit mengeras pada penambahan asam, tetapi pencairan
akan tetap berlangsung dan kecepatan pencairan tergantung pada sifat bahan mentah dan suhu
campuran. Ikan berkadar lemak tinggi cenderung mencair lebih cepat disbandingkan dengan ikan
berkadar lemak rendah, dan ikan segar mencair lebih rendah dibandingkan ikan yang telah
menurun kesegarannya. Semakin hangat suhu campuran, semakin cepat proses pencairan.
Pemanasan melebihi suhu 40oC sebaiknya dihindarkan karena enzim yang akan menjadi tidak
aktif. Pengadukan secara periodic selama pencairan akan membantu proses ini.

Ketiga tahap tersebut diatas apabila dilakukan dengan baik akan langsung menghasilkan
silase ikan, kecuali apabila ikan berkadar lemak tinggi yang digunakan sebagai bahan mentah
masih memerlukan tahap tambahan pemisahan minyak. Minyak perlu dipisahkan karena (1)
bahan yang terlalu berminyak tidak cocok pakan dan dapat menyebabkan bau amis pada daging
ernak yang diberi makan, dan (2) minyak ikan mempunyai nilai ekonomis dan pemisahan
minyak akan memberikan pendapatan tambahan. Minyak sebaiknya segera dipisahkan setelah
proses pencairan dan melibatkan tiga tahap yaitu :

1. suhu silase ditingkatkan sampai 70-90oC menggunakan head exchanger atau suhu pemanas
langsung.

2. padatan tersuspensi yang kasar dihilangkan dengan dekantasi atau penyaringan.

3. minyak dipisahkan dari cairan dengan sentrifugali.

Komposisi proksimat silase ikan yang diolah dari berbagai bahan mentah ikan dengan
metode kimiawi adalah 69,4-80,8%, kadar protein 13,5-17,4%, kadar lemak 0,5-13,0%, dan
kadar abu 2,1-4,2%.

2. Pengolahan Silase Ikan Cara Biologis

Pada pengolahan silase ikan cara biologis diperlukan karbohidrat sebagai substat untuk
pertumbuhan bakteri aam laktat. Asam laktat yang dihasilkan akan mengawetkan ikan dan
mencegahnya dari proses pembusukan.

Di dalam pengolahannya, ikan atau bahan baku lainnya dicincang sehalus dan seseragam
mungkin . selanjutnya, ditambah dengan sumber karbohidrat dan sumber bakteri asam laktat dan
kemudian dicampur sampai merata. Campuran tersebut ditempatkan dalam wadah tertutup untuk
proses fermentasi secara anaerobic. Fermentasi dilakukan selama seminggu atau sesuai dengan
keperluan.
Tepung tapioka dalam bentuk kanji telah digunakan sebagai sumber karbohidrat dan
cairan asinan kubis sebagai sumber bakteri asam laktat. Asinan kubis dibuat dengan
mencampurkan garam sebanyak 2,5% ke dalam potongan kubis kemudian diperam dalam wadah
tertutup (anaerobic) selama 4-5 hari. Formula yang dapat digunakan pada pengolahan secara
biologis menggunakan kanji dan cairan asinan kubis adalah menggunakan tapioka sebanyak 25%
dari berat ikan, cairan asinan kubis 25% volume/berat ikan dan ragi tape 0,2% dari berat ikan.

Sumber karbohidrat lain yang dapat digunakan adalah tetes tebu dan tepung jagung,
sedangkan sumber bakteri asam laktat lain adalah minuman Vitachman, yoghurt, dan ragi bakteri
Laktobacillus. Pengolahan silase ikan secara bilogis yang dianggap baik dengan menggunakan
kriteria nilai pH pada hari kedua berkisar 4,6 adalah :

a. ikan dicampur dengan tetes tebu 15% dari berat ikan dan ditambah Vitachman 1% dari berat
ikan.

b. ikan dicampur dengan tepung jagung 100% dari berat ikan dan ditambah ragi bakteri asam
laktat sebanyak 1,2% dari berat ikan.

MENGIDENTIFIKASI BERBAGAI PROSES FERMENTASI


PADA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan (2015) menyatakan bahwa Fermentasi


merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-
bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah
menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan
atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol.
Cara fermentasi pada dasarnya hanya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau transformasi yang
nantinya akan mampu menghasilkan suatu produk dengan bentuk dan sifat yang sama
sekali berbeda (berubah) dari keadaan awalnya. Misalnya dalam pengolahan terasi,
kecap ikan, dan ikan peda.
2. Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa, secara nyata akan
memiliki kemampuan atau daya awet dalam produk yang diolah tersebut. Misalnya
dalam pengolahan ikan peda.
Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau
semi biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Kadang-kadang proses fermentasi yang
diharapkan tidak dapat berlangsung, bahkan terjadi proses pembusukan yang dapat menimbulkan
senyawa berbau busuk. Untuk mencegah terjadinya pembusukan, perlu dilakukan penambahan
garam dan larutan asam. Dengan penambahan larutan garam dan asam, pertumbuhan bakteri
pembusuk terhambat sehingga memberikan kesempatan kepada jamur atau ragi untuk tumbuh
dengan pesat.
Fermentasi garam dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu:
a. Fermentasi dengan cara penggaraman kering, biasanya dilakukan terhadap ikan-ikan
yang mempunyai kandungan lemak rendah.
b. Fermentai dengan cara penggaraman basah, yaitu merendam di dalam larutan garam dan
cara tersebut biasanya dilakukan terhadap ikan-ikan berlemak tinggi. Fermentasi dengan cara
penggaraman basah biasanya juga terjadi fermentasi laktat. Pada cara ini, sering ditambahkan
cuka, bumbu-bumbu, dan bahan pengawet lain. Penambahan garam dalam fermentasi ikan
mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
a. Meningkatkan rasa ikan.
b. Membentuk tekstur yang diinginkan.
c. Mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, yaitu merangsang pertumbuhan
mikroorganisme yang diinginkan berperan dalam fermentasi, dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dan pathogen.
Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat yang
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Bakteri asam laktat homofermentatif, golongan bakteri yang dapat mengubah 95% dari
glukosa atau heksosa menjadi asam laktat. Karbondioksida dan asam-asam volatile lainnya juga
dihasilkan, tetapi jumlahnya sangat kecil.
Reaksinya sebagai berikut :
Homofermentatif
C6H12O6 2CH3.CHOH.COOH
(Asam Laktat)
b. Bakteri asam laktat heterofermentatif, golongan bakteri yang dapat mengubah glukosa
dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2 dalam
jumlah yang hampir sama.
Reaksinya sebagai berikut :
Heterofermentatif
C6H12O6 CH3.CO.COOH + CH3COOH + CO2
(asam piruvat) (asam asetat)

3H2 CH3.CHOH. COOH


(asam laktat) CH3CHO
(asetal dehid)

CH3CH2OH
(etanol)

Fermentasi bahan pangan merupakan hasil kegiatan beberapa mikroorganisme. Agar


proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, tentunya beberapa faktor yang mempengaruhi
kegiatan dari mikroorganisme perlu pula diperhatikan. Beberapa faktor utama yang
mempengaruhi proses fermentasi meliputi:
a. Suhu
Suhu sebagai salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi dan menentukan
mikroorganisme yang dominan selama fermentasi.
b. Oksigen
Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap mikroba membutuhkan
oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan untuk
fermentasi.
c. Air
Mikroorganisme tidak dapat tumbuh tanpa adanya air. Air dalam substrat yang digunakan
untuk pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan dalam istilah water activity atau aktifitas air =
aw, yaitu perbandingan antara tekanan uap dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni (Po)
pada suhu yang sama.
d. Substrat
Seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme juga membutuhkan suplai makanan yang akan
menjadi sumber energi, dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel.
Substrat (makanan)ang dibutuhkan oleh mikroba untuk kelangsungan hidupnya berhubungan
erat dengan komposisi kimianya. Komposisi kimia hasil perikanan yang terpenting adalah
protein, karbohidrat, dan lemak. Pada pH 7.0 protein mudah sekali digunakan oleh bakteri
sebagai substrat. Karbohidrat seperti pektin, pati, dan lainnya merupakan substrat yang baik bagi
kapang dan beberapa bakteri.

1. Terasi Ikan dan Udang


Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang hanya mengalami
perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan asam), kemudian dibiarkan beberapa
saat agar terjadi proses fermentasi. Dalam pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung
karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan atau udang itu sendiri.
Terasi umumnya berbentuk padat, teksturnya agak kasar, dan mempunyai kekhasan
berupa aroma yang tajam namun rasanya yang gurih, warna kehitaman untuk terasi yang bahan
bakunya ikan (biasanya ikan yang digunakan yaitu jenis ikan yang berukuran kecil, misalnya
teri) dan warna cokelat kemerahan untuk terasi yang bahan bakunya udang (biasanya digunakan
udang rebon/udang kecil).
Mikroba yang ditemukan selama proses fermentasi pada pengolahan terasi adalah jenis
bakteri Micrococci, dan terjadi penurunan jumlah mikroba jenis Flavobacterium,
Achromobacter, Pseudomonas, Bacillus, dan Sacrina yang semula banyak terdapat pada ikan.
Mikroba yang dapat diisolasi dari terasi antara lain bakteri Micrococcus, Aerococcus,
Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium, dan Acinetobacter,
selain beberapa jenis kapang.
Proses fermentasi ikan atau udang pada terasi dapat menghasilkan aroma yang khas.
Komponen aroma tersebut berupa senyawa yang mudah menguap terdiri atas : 16 macam
senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam
senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawa-senyawa lain sebanyak 10 macam.
Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau ammonia, asam, busuk, gurih, dan
bau-bau khas lainnya (Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, 2015).
Prosedur Pembuatan Terasi Ikan atau Udang :
Ikan atau Udang

Pencucian

Pengeringan (1-2 hari)

Penghancuran dan Penggaraman
Garam yang digunakan 10% - 20%

Pembentukan Gumpalan

Penghancuran dan Pengeringan selama 3- 4 hari

Proses Fermentasi 20-30OC Selama 1 – 4 Minggu

Penghancuran, Penggumpalan, dan Pembungkusan dengan Daun Pisang

Pencetakan dan Pengemasan

Proses fermentasi ikan atau udang pada terasi dapat menghasilkan aroma yang khas.
Komponen aroma tersebut berupa senyawa yang mudah menguap terdiri atas : 16 macam
senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam
senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawasenyawa lain sebanyak 10 macam.
Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau ammonia, asam, busuk, gurih, dan
bau-bau khas lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan. 2015. Mengolah Produk Perikanan dengan
Fermentasi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai